Analisa Gelombang Ekstrim Di Perairan Pelabuhan Belawan

(1)

ANALISA GELOMBANG EKSTRIM DI PERAIRAN

PELABUHAN BELAWAN

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian pendidikan sarjana teknik sipil

090404007

MUHAMMAD RIZKI

BIDANG STUDI TEKNIK SUMBER DAYA AIR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAK

Pelabuhan Belawan merupakan pelabuhan terbesar ketiga di Indonesia yang mana menjadi salah satu pintu masuk bagi kota Medan khususnya dan Sumatera Utara umumnya melalui jalur laut. Seiring dengan perkembangan waktu, informasi dari berbagai media diketahui bahwa pada bulan-bulan tertentu terjadi gelombang tinggi yang sangat mempengaruhi beragam kegiatan di laut. Sering terjadinya gelombang tinggi di beberapa wilayah dapat mengganggu kelancaran transportasi laut antar pulau maupun antar Negara dan terganggu nya berbagai aktifitas karena terlambatnya suplai bahan konstruksi. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mendapatkan arah dan kecepatan angin dominan yang membangkitkan gelombang, khususnya mengevaluasi secara spasial maupun temporal, frekuensi tinggi gelombang 2m atau lebih (gelombang berbahaya bagi pelayaran) pada masing-masing bulan pada tahun 2002 sampai tahun 2012.

Tahapan-tahapan dalam penyelesaian tugas akhir ini yaitu terlebih dahulu mengumpulkan data yang dibutuhkan baik primer maupun sekunder. Setelah data-data didapat kemudian dilakukan analisa angin, fetch efektif, dan gelombang maksimum yang terjadi di perairan Pelabuhan Belawan.

Berdasarkan hasil perhitungan didapat bahwa arah angin dominan berasal dari arah timur laut yaitu sebesar 22,73%. Panjang fetch efektif terpanjang yaitu dari arah utara sejauh 608,87 km. Berdasarkan hasil analisa hindcasting, gelombang tertinggi terjadi di ketinggian 3,8 m serta gelombang terendah terjadi di ketinggian 1,2 m. Berdasarkan hasil analisa data angin maksimum (kecepatan dan arah), gelombang tertinggi terjadi pada saat bulan juni 2008, sedangkan gelombang terendah terjadi pada saat bulan Juni, September, dan Oktober 2012.

Dari Penelitian ini disimpulkan bahwa Pelabuhan Belawan masih tergolong aman dari frekuensi gelombang tinggi yang berbahaya bagi alur pelayaran, sehingga Pelabuhan Belawan sampai saat ini masih belum memerlukan breakwater. Kemudian Untuk mendapatkan hasil analisa yang lebih baik diperlukan suatu studi yang lebih lanjut terhadap gelombang yang didukung oleh data lapangan yang lebih lengkap dan dalam jangka waktu yang cukup lama, sehingga nantinya dapat berguna dalam merencanakan dan memilih laout bagi pengembangan Pelabuhan Belawan ke depannya, agar dapat memberikan kemudahan bagi alur pelayaran.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya yang

telah diberikan kepada saya sehingga laporan Tugas akhir ini yang berjudul “

ANALISA

GELOMBANG EKSTRIM DI PERAIRAN PELABUHAN BELAWAN”

dapat

diselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas akhir ini tidak terlepas dari bimbingan, dukungan dan bantuan dari semua pihak. Penulis hanya dapat mengucapkan terima kasih atas segala jerih payah, motivasi dan doa yang diberikan hingga penulis dapat menyelesaikan studi di Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, terutama kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Ahmad Perwira Mulia Tarigan, M.Sc selaku Dosen Pembimbing yang berperan penting sebagai orang tua bagi penulis yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membantu, membimbing dan mengarahkan penulis hingga selesainya tugas akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syahrizal ST,MT, selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ivan Indrawan, ST.MT dan Bapak Ir.Alferido Malik, selaku Dosen Pembanding/Penguji yang telah memberikan masukan dan kritikan yang membangun dalam menyelesaikan tugas akhir ini.


(4)

5. Khususnya untuk kedua orang tua saya, Ayahanda M. Syafe’i Nasution dan Ibunda Almh. Nadra Datuk Puteh tercinta yang telah sabar mendidik, membimbing, membesarkan, dan selalu senantiasa memberikan dukungan dan doa kepada saya.

6. Buat abang-abang serta kakak ipar saya : Alm. Ari Rifki, Adi Ricky, ST.MT; Arina Dayani Azy, Amd; Ade Fitriadi, SP.MP; Amy Fikri, SE; dan Muhadi Saputra yang telah memberikan dukungan dan doa kepada saya.

7. Buat Pakde, Bukde, Bg Ipan, Kak Eli, Teguh, Puput, serta family yang ada di Medan.

8. Bapak/Ibu staf pengajar serta pegawai Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

9. Teman-teman sipil’09 yang baik: Sri Wahyuni Sebayang, Atina Rezki, Merni Damalia, Hannawiyah Harahap.

10.Teman-teman seperjuangan Sipil’09: Dicky, Deni, Feri, Juned, Septian, Bulloh, Aprik, Prima, Kiut, Andy, Kirun, Aul, Agus, Irwan, Lanacing, Rahman, Azam, Reza, Ryan, Topek, Gunawan, Alfian, Ozan dll yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih kepada semuanya telah menjadi bagian hidup yang sangat berarti bagi penulis.

11.Adik-adik stambuk’12 .

12.Abang/ Kakak pegawai Jurusan kak Lince, bang Zul, bang Edi, bang Amin, kak Dina. Semoga Allah SWT membalas dan melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua, dan atas dukungan yang telah diberikan penulis ucapkan terima kasih. Akhirnya, semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juni 2014

Hormat Saya


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...

i

KATA PENGANTAR ...

ii

DAFTAR ISI ...

iv

DAFTAR GAMBAR ...

vii

DAFTAR TABEL ...

ix

DAFTAR SIMBOL ...

x

BAB I PENDAHULUAN ...

1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Pembatasan Masalah ... 2

1.4 Tujuan Penilitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 3

1.6 Metodologi Penelitian ... 4

1.7 Sistematika Penulisan ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...

7

2.1 Pantai... 7

2.2 Gelombang ... 9

2.2.1 Teori Gelombang Amplitudo Kecil (Airy) ... 10


(6)

2.2.3 Teori Gelombang Stokes ... 13

2.2.4 Teori Gelombang Knoidal ... 13

2.2.5 Statistika Gelombang ... 15

2.2.6 Gelombang Representatif ... 15

2.2.7 Perkiraan gelombang dengan kala ulang (Analisis Frekuensi) ... 17

2.3 Deformasi Gelombang ... 20

2.3.1 Refraksi dan wave shoaling ... 20

2.3.2 Difraksi Gelombang ... 22

2.3.3 Refleksi Gelombang ... 24

2.3.4 Gelombang Pecah ... 25

2.4 Fluktuasi Muka Air Laut ... 28

2.4.1 Wave Set Up (Kenaikan Muka Air Karena Gelombang) ... 28

2.4.2 Wind Set Up (Kenaikan Muka Air Karena Angin) ... 29

2.4.3 Pasang Surut... 30

2.4.4 Design Water Level ... 31

2.5 Angin ... 32

2.5.1 Data Angin ... 33

2.5.2 Konversi Kecepatan Angin ... 34

2.5.3 Fetch ... 35


(7)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

... 40

3.1 Persiapan Penelitian ... 40

3.2 Identifikasi Masalah ... 40

3.3 Pengumpulan Data ... 41

3.4 Analisis Data ... 41

3.5 Kondisi Klimatologi ... 44

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA

... 46

4.1 Analisa Hidro-oceanografi ... 46

4.1.1 Angin... 46

4.2 Panjang Fetch Efektif ... 48

4.3 Peramalan Gelombang akibat Angin ... 49

4.3.1 Tinggi dan Periode Gelombang di Laut Dalam ... 51

4.3.2 Periode Ulang Gelombang ... 61

4.3.2.1 Metode Gumbell ... 61

4.3.2.2 Metode Weibull ... 66

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

... 79

5.1 Kesimpulan ... 79

5.2 Saran ... 80


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Diagram Alir Metode Penelitian……….5

Gambar 2.1 Definisi dan batasan pantai (Triatmodjo, 1999)……….7

Gambar 2.2 Definisi dan karakteristik gelombang di daerah pantai (Triatmodjo, 1999)………...8

Gambar 2.3 Gelombang Knoidal (Triatmodjo, 1999)………...14

Gambar 2.4 Pencatatan gelombang di suatu tempat (Triatmodjo,1999)………..15

Gambar 2.5 Difraksi gelombang dibelakang rintangan (Triatmodjo,1999)……….23

Gambar 2.6 Penentuan tinggi gelombang pecah (Goda,1970 dalam CERC,1984)……….27

Gambar 2.7 Penentuan kedalaman gelombang pecah (CERC,1984)………..27

Gambar 2.8 wave set up dan wave set down (Triatmodjo,1999)………....28

Gambar 2.9 Muka air Laut karena badai (Triatmodjo,1999)………...29

Gambar 2.10 Elevasi muka air laut rencana tanpa tsunami (Triatmodjo, 1999)……….32

Gambar 2.11 Contoh mawar angin (windrose)………...33

Gambar 2.12 Grafik hubungan antara kecepatan angin di laut dan di darat. (CERC 1984)………34

Gambar 2.13 Fetch (Triatmodjo, 1999)………36

Gambar 2.14 Grafik peramalan gelombang (CERC,1984)………..37

Gambar 2.15 Flow chart dan rumus peramalan gelombang………38

Gambar 3.1. Diagram Lengkap Metodologi Penelitian………..43

Gambar 4.1 Windrose Tahun 2002-2012………47

Gambar 4.2 Grafik Hubungan antara Kecepatan Angin di darat dan di Laut ………..50


(9)

Gambar 4.4 Grafik bulanan gelombang maksimum pada tahun 2003………55

Gambar 4.5 Grafik bulanan gelombang maksimum pada tahun 2004………56

Gambar 4.6 Grafik bulanan gelombang maksimum pada tahun 2005………...56

Gambar 4.7 Grafik bulanan gelombang maksimum pada tahun 2006………...57

Gambar 4.8 Grafik bulanan gelombang maksimum pada tahun 2007………...57

Gambar 4.9 Grafik bulanan gelombang maksimum pada tahun 2008………...58

Gambar 4.10 Grafik bulanan gelombang maksimum pada tahun 2009……….58

Gambar 4.11 Grafik bulanan gelombang maksimum pada tahun 2010………..59

Gambar 4.12 Grafik bulanan gelombang maksimum pada tahun 2011………..59

Gambar 4.13 Grafik bulanan gelombang maksimum pada tahun 2012………..60

Gambar 4.14 Frekuensi Gelombang maksimum di Belawan dalam 11 tahun ………...60

Gambar 4.15 Distribusi Normal………..74

Gambar 4.16 Distribusi Log Normal………...75

Gambar 4.17 Distribusi Gumbel……….…….…76


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 2. 2 Koefisien difraksi gelombang (Triatmodjo, 1999)………...24

Tabel 2.3 Koefisien refleksi (Triatmodjo,1999)………25

Tabel 3.1. Data angin maksimum tahunan di perairan Belawan………..45

Tabel 4.1 Persentase Kejadian Angin Maksimum Tahun 2002-2012……….….46

Tabel 4.2 Perhitungan Panjang Fetch Efektif………..48

Tabel 4.3 Gelombang maksimum tahunan di perairan Belawan (2002 – 2007)………..53

Tabel 4.4 Gelombang maksimum tahunan di perairan Belawan (2008 – 2012)………..54

Tabel 4.5 Hitungan Gelombang Dengan Periode Ulang (Metode Gumbel)……….62

Tabel 4.6 Gelombang Dengan Periode Ulang Tertentu (Gumbel)………...64

Tabel 4.7 Koefisien Untuk Menghitung Standar Deviasi (Triatmodjo, 1999)………66

Tabel 4.8 Hitungan Gelombang Dengan Periode Ulang (Metode Weibull)………68

Tabel 4.9 Gelombang Dengan Periode Ulang Tertentu (Metode Weibull)……….70

Tabel 4.10 Batas ambang Ketinggian Gelombang di Belawan……….…..72

Tabel 4.11 Analisis Data dengan Ketinggian Ht = 1.5 m………73


(11)

DAFTAR SIMBOL

a = ampitudo gelombang

C = kecepatan rambat gelombang (cm/detik) d = kedalaman laut (m)

F = fetch efektif

H = tinggi gelombang (m) H0 = tinggi gelombang laut dalam K = angka gelombang

L = panjang gelombang (m) T = periode gelombang (detik) T0 = periode gelombang laut dalam U = kecepatan angin

UA = faktor tegangan angin

Us = kecepatan angin diukur dengan kapal σ = frekuensi gelombang

Hmo = Wave Height ( tinggi gelombang signifikan ) adalah tinggi rerata dari 33% nilai

tertinggi gelombang yang terjadi (meter)

Tmo = Wave Period ( Periode Gelombang ) dalam detik

Feff = Efective fetch length ( panjang fetch efektif ) dalam Km

Ua = Wind Stres Factor ( Modified Wind Speed ) faktor tegangan angin (m/s)


(12)

g = percepatan gravitasi (m/det2) η = elevasi muka air laut, dari SWL (m) ρ = rapat massa air (t/m3)

θ = potensial kecepatan

Ĥ = tinggi gelombang dengan nilai tertentu (m) A = parameter skala

B = parameter lokasi

Ĥsm = tinggi gelombang urutan ke m (m)

Hsr = tinggi gelombang signifikan dengan kala ulang Tr

Tr = kala ulang (tahun)

K = panjang data (tahun)

L = rerata jumlah kejadian per tahun

Kr = koefisien refraksi

α = sudut antara garis puncak gelombang dan garis kontur dasar laut di titik yang ditinjau.(o)

α0 = sudut antara puncak gelombang di laut dalam dan garis pantai C = kecepatan rambat gelombang (m/d)

C0 = kecepatan rambat gelombang di laut dalam (m/d) Δh = kenaikan elevasi muka air karena badai (m)

i = kemiringan muka air

c = konstanta (3,5x10-6)


(13)

ABSTRAK

Pelabuhan Belawan merupakan pelabuhan terbesar ketiga di Indonesia yang mana menjadi salah satu pintu masuk bagi kota Medan khususnya dan Sumatera Utara umumnya melalui jalur laut. Seiring dengan perkembangan waktu, informasi dari berbagai media diketahui bahwa pada bulan-bulan tertentu terjadi gelombang tinggi yang sangat mempengaruhi beragam kegiatan di laut. Sering terjadinya gelombang tinggi di beberapa wilayah dapat mengganggu kelancaran transportasi laut antar pulau maupun antar Negara dan terganggu nya berbagai aktifitas karena terlambatnya suplai bahan konstruksi. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mendapatkan arah dan kecepatan angin dominan yang membangkitkan gelombang, khususnya mengevaluasi secara spasial maupun temporal, frekuensi tinggi gelombang 2m atau lebih (gelombang berbahaya bagi pelayaran) pada masing-masing bulan pada tahun 2002 sampai tahun 2012.

Tahapan-tahapan dalam penyelesaian tugas akhir ini yaitu terlebih dahulu mengumpulkan data yang dibutuhkan baik primer maupun sekunder. Setelah data-data didapat kemudian dilakukan analisa angin, fetch efektif, dan gelombang maksimum yang terjadi di perairan Pelabuhan Belawan.

Berdasarkan hasil perhitungan didapat bahwa arah angin dominan berasal dari arah timur laut yaitu sebesar 22,73%. Panjang fetch efektif terpanjang yaitu dari arah utara sejauh 608,87 km. Berdasarkan hasil analisa hindcasting, gelombang tertinggi terjadi di ketinggian 3,8 m serta gelombang terendah terjadi di ketinggian 1,2 m. Berdasarkan hasil analisa data angin maksimum (kecepatan dan arah), gelombang tertinggi terjadi pada saat bulan juni 2008, sedangkan gelombang terendah terjadi pada saat bulan Juni, September, dan Oktober 2012.

Dari Penelitian ini disimpulkan bahwa Pelabuhan Belawan masih tergolong aman dari frekuensi gelombang tinggi yang berbahaya bagi alur pelayaran, sehingga Pelabuhan Belawan sampai saat ini masih belum memerlukan breakwater. Kemudian Untuk mendapatkan hasil analisa yang lebih baik diperlukan suatu studi yang lebih lanjut terhadap gelombang yang didukung oleh data lapangan yang lebih lengkap dan dalam jangka waktu yang cukup lama, sehingga nantinya dapat berguna dalam merencanakan dan memilih laout bagi pengembangan Pelabuhan Belawan ke depannya, agar dapat memberikan kemudahan bagi alur pelayaran.


(14)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Pelabuhan Belawan (Pelabuhan terbesar ketiga di Indonesia setelah Tanjung Priok dan Tanjung Perak) terletak di Pantai Timur Sumatera dan terletak pada estuari yang dibatasi oleh sungai Belawan di bagian Utara dan Sungai Deli di bagian Selatan.

Letak yang strategis dari Pelabuhan Belawan di pesisir Selat Malaka yang melayani system sistem transportasi Laut Nasional Indonesia dan juga dekat dengan Jalur Internasional menguntungkan untuk Pengembangan Pelabuhan.

Pelabuhan Belawan merupakan salah satu pintu masuk bagi kota Medan khususnya dan Sumatera Utara umumnya melalui jalur laut. Oleh karena itu Pelabuhan Belawan dituntut untuk terus berkembang dan memberikan pelayanan yang maksimal sesuai dengan dengan fungsinya.

Keberadaan pelabuhan sangat diperlukan sebagai salah satu infrastuktur pembangunan ekonomi, pelabuhan memiliki peran penting sebagai penggerak perekonomian suatu kawasan. Fungsi dari pelabuhan yang komprehensif akan menunjang kegiatan ekonomi kelautan yang lain sehingga lebih efisien dan memberikan manfaat ekonomi yang tinggi. Hal ini dapat dilihat secara nyata bahwa pembangunan pelabuhan dapat memberikan dampak yang besar bagi pertumbuhan sektor ekonomi lainnya. Pengembangan pelabuhan dapat memajukan ekonomi di suatu daerah, meningkatkan penerimaan negara dan Pendapatan asli Daerah (PAD). Pelabuhan juga memiliki potensi strategis dan berfungsi sebagai titik temu yang menguntungkan antara kegiatan ekonomi di laut dengan ekonomi di darat.


(15)

1.2Perumusan Masalah

Informasi angin maupun Informasi gelombang tinggi merupakan bagian terpenting untuk informasi cuaca kelautan. Informasi dari berbagai media diketahui bahwa pada bulan bulan tertentu terjadi gelombang tinggi yang sangat mempengaruhi beragam kegiatan di laut, seperti terjadinya kecelakaan atau tenggelamnya kapal sehingga menelan korban jiwa maupun kehilangan harta benda yang di akibatkan oleh ketinggian gelombang yang mencapai 3 m atau lebih. Sering terjadinya gelombang tinggi di beberapa wilayah penelitian dapat mengganggu kelancaran transportasi laut antar pulau maupun antra Negara yang berdampak pada kehidupan didarat, seperti kelangkaan bahan pangan di beberapa pulau kecil dan terganggunya berbagai aktivitas pembangunan karena terlambatnya suplai bahan konstruksi.

Dampak adanya gelombang tinggi seperti yang telah diuraikan dapat dicegah atau dikurangi jika variabilitas dan karakteristik gelombang di setiap wilayah penelitian dipahami dengan baik, sehingga kegiatan-kegiatan kelautan dapat direncanakan sesuai dengan karakter gelombang di wilayah operasinya masing-masing.

Perilaku gelombang tinggi dan tingkat kerawanan di wilayah Indonesia umumnya dan wilayah penelitian khususnya hingga saat ini belum dipahami dengan baik, Oleh karena itu perlu dilakukan kajian.

1.3Pembatasan Masalah

Masalah di dalam tugas akhir ini dibatasi pada pengamatan dan analisa perilaku karakteristik fisik gelombang di Pelabuhan Belawan.


(16)

1.4Tujuan Penelitian

Tujuan dari Penelitian ini antara lain:

a. Mendapatkan gambaran arah dan kecepatan angin dominan yang membangkitkan gelombang .

b. Mendeteksi kejadian gelombang tertinggi pada masing-masing bulan selama periode 10 tahun (2002 – 2012).

c. Mengetahui secara spasial maupun temporal frekuensi tinggi gelombang 2 meter atau lebih (gelombang berbahaya bagi pelayaran) pada masing-masing bulan selama periode 10 tahun (2002 – 2012).

1.5Manfaat Penelitian

Dalam Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut:

a. Dapat dijadikan referensi untuk menentukan pola iklim (terutama iklim Laut) di sekitar wilayah lokasi Penelitian.

b. Memberikan informasi kepada masyarakat maupun pengguna jasa lainnya, kapan terjadinya gelombang laut maksimum disekitar wilayah penelitian agar dapat mengambil keputusan dalam perencanaan.

c. Meningkatkan ilmu pengetahuan khususnya tentang pengaruh angin terhadap gelombang laut sehingga dapat menjadi inspirasi dalam penelitian lebih lanjut.


(17)

1.6 Metodologi Penelitian

Penelitian tugas akhir yang bertempat di Pelabuhan Belawan ini terletak di Kecamatan Belawan kota Medan. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yaitu dengan cara mengumpulkan data sekunder dari instansi terkait serta mengumpulkan literatur yang berhubungan dengan tugas akhir ini dan menganalisa data tersebut.

Metodologi yang digunakan dalam penyelesaian tugas akhir ini mempunyai tahapan sebagai berikut:

1. Mengumpulkan teori-teori yang berkaitan dengan tugas akhir ini.

2. Pengumpulan data sekunder berupa data angin yang diperoleh di stasiun BMKG Belawan.

3. Mengkaji aspek frekuensi tinggi gelombang secara spasial maupun temporal pada masing-masing bulan selama periode tahun 2002 - 2012.

4. Memberikan kesimpulan dan saran.

Gambar 1.1 menunjukkan tahapan dan cakupan penelitian tugas akhir secara skematis.


(18)

Gambar 1.1 Diagram Alir Metode Penelitian

Kajian Pustaka

Pengumpulan

data Angin Survey Lapangan

Pengolahan data

Analisis data Angin

Membuat diagram Wind Rose Analisa frekuensi Periode Gelombang

Metode Distribusi Normal,log normal,gumbel,weibull

Pembangkitan gelombang oleh angin

Pembahasan

Kesimpulan dan saran

Selesai Mulai


(19)

1.7 Sistematika Penulisan

Bab I, Pendahuluan, merupakan bingkai studi atau rancangan yang akan dilakukan melputi latar belakang, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan, manfaat, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan

Bab II, Tinjauan Pustaka, menguraikan tentang teori yang berhubungan dengan penelitian agar dapat memberikan gambaran yang akan digunakan dalam perencaanaan dan menganalisa masalah.

Bab III, Metodologi dan gambaran umum Lokasi Penelitian, menjelaskan tentang proses pengumpulan data yang berkaitan dengan tugas akhir dan gambaran mengenai lokasi wilayah studi.

Bab IV, Pengolahan data dan analisa, menguraikan tentang pengolahan data yang dilakukan dan analisa yang dihasilkan terkait hasil pengolahan data.

Bab V, Kesimpulan dan saran, berisi kesimpulan dari penelitian yang dilakukan penulid di dalam tugas akhir ini.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pantai

Ada dua istilah tentang kepantaian dalam bahasa Indonesia yang sering rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Penjelasan tentang hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Definisi dan batasan pantai (Triatmodjo, 1999)

Pesisir adalah daerah darat di tepi laut yang masih mendapat pengaruh laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air laut. Sedangkan pantai adalah daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah. Daerah daratan adalah daerah yang terletak di atas dan di bawah permukaan tanah dimulai dari batas garis pasang tertinggi.

Daerah lautan adalah daerah yang terletak di atas dan di bawah permukaan air laut dimulai dari sisi laut pada garis suhu terendah, termasuk dasar laut dan bagian di bawahnya. Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan dan air laut, dimana posisinya tidak tetap dan dapat


(21)

berpindah sesuai dengan pasang surut air laut dan erosi pantai yang terjadi. Sempadan pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai. Kriteria sempadan pantai yaitu daratan sepanjang tepian yang lebarnya sesuai dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimum 100 m dari titik pasang tertinggi ke arah daratan.

Selain beberapa definisi seperti yang disebutkan di atas, perlu juga mengetahui beberapa definisi yang berkaitan dengan karakteristik gelombang di daerah sekitar pantai, seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Definisi dan karakteristik gelombang di daerah pantai (Triatmodjo, 1999)

Ditinjau dari profil pantai, daerah ke arah pantai dari garis gelombang pecah dibagi menjadi tiga daerah yaitu inshore, foreshore, dan backshore. Perbatasan antara inshore dan

foreshore adalah batas antara air laut pada saat muka air rendah dan permukaan pantai. Proses

gelombang pecah di daerah inshore sering menyebabkan longshore bar yaitu gumuk pasir yang memanjang dan kira-kira sejajar dengan garis pantai. Foreshore adalah daerah yang terbentang


(22)

dari garis pantai pada saat muka air rendah sampai batas atas dari uprush pada saat air pasang tinggi. Profil pantai di daerah ini memiliki kemiringan yang lebih curam daripada profil di daerah

inshore dan backshore. Backshore adalah daerah yang dibatasi oleh foreshore dan garis pantai

yang terbentuk pada saat terjadi gelombang badai bersamaan dengan muka air tinggi. 2.2 Gelombang

Gelombang di laut dibedakan menjadi beberapa macam tergantung pada gaya pembangkitnya. Gelombang tersebut adalah gelombang angin yang dibangkitkan oleh tiupan angin di permukaan laut, gelombang pasang surut dibangkitkan oleh gaya tarik benda-benda langit terutama matahari dan bulan terhadap bumi, gelombang tsunami terjadi karena letusan gunung berapi atau gempa di laut, gelombang yang dibangkitkan oleh kapal yang bergerak, dan lain sebagainya.

Berdasarkan kedalaman relatif, yaitu perbandingan antara kedalaman air d dan panjang gelombang L, (d/L), gelombang dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu:

1. Gelombang di laut dangkal, jika d/L ≤ 1/20 2. Gelombang di laut transisi, jika 1/20≤ d/L ≤ 1/2 3. Gelombang di laut dalam, jika d/L ≥ 1/2

Pada umumnya bentuk gelombang di alam adalah sangat kompleks dan sulit digambarkan secara matematis karena ketidak-linieran, tiga dimensi dan mempunyai bentuk yang random (suatu deret gelombang mempunyai tinggi dan periode berbeda). Ada beberapa teori dengan berbagai derajat kekomplekan dan ketelitian untuk menggambarkan gelombang di alam, diantaranya Teori Gelombang Airy, Amplitudo Hingga, Stokes, dan Knoidal.


(23)

2.2.1 Teori Gelombang Amplitudo Kecil (Airy)

Teori gelombang amplitudo kecil diperkenalkan pada tahun 1845 oleh Airy. Teori ini merupakan teori gelombang yang paling sederhana, yang diturunkan dari persamaan Laplace untuk aliran tak berotasi. Kondisi batas permukaan yang diambil menggunakan persamaan Bernoulli yang dilinierkan, sedangkan kondisi batas dasar laut diambil kecepatan arah vertikal sama dengan nol.

Persamaan Laplace : ∂2θ

∂x2 +

∂2θ

∂y2 (2.1)

Kondisi aliran di dasar laut :

v = ��

�� = 0 , di y = -d (2.2)

Kondisi batas aliran di permukaan : �

+ 1 2 + (v

2 + u2) + g. y + ��

�� = 0 (2.3)

Dengan melakukan linierisasi, dan menganggap tekanan permukaan (p) sama dengan nol, maka elevasi permukaan air dapat diturunkan:

η = −21�� pada y = η (2.4)

Dengan menganggap amplitudo gelombang relatif kecil maka persamaan permukaan air berlaku:

η = −21�� pada y = 0 (2.5)

�η �� =

��

�� (2.6)

Penyelesaian persamaan Laplace dengan mengambil kondisi batas permukaan dan dasar seperti tersebut di atas akan mendapatkan:


(24)

C =2�.�tanh�2�� (2.7)

L =�.�2

2�tanh

2��

� � (2.8)

η = 2 cos 2�(� �+

�) � (2.9)

Keterangan :

C = kecepatan rambat gelombang (cm/detik) H = tinggi gelombang (m)

L = panjang gelombang (m) T = periode gelombang (detik) d = kedalaman dasar laut (m)

p = tekanan di permukaan air (tf’/m2)

u = kecepatan partikel air arah sumbu x, horisontal (m/detik) v = kecepatan partikel air arah sumbu y, vertikal (m/detik) g = percepatan gravitasi (m/det2)

η = elevasi muka air laut, dari SWL (m) ρ = rapat massa air (t/m3

) θ = potensial kecepatan

2.2.1 Teori Gelombang Amplitudo Hingga

Di dalam teori gelombang amplitudo kecil (Airy) dianggap bahwa tinggi gelombang adalah sangat kecil terhadap panjangnya atau kedalamannya. Persamaan gelombang diturunkan dengan mengabaikan (melinierkan) suku (u2+v2) dari persamaan Bernoulli (persamaan 2.3). Apabila tinggi gelombang relatif besar suku tidak linier tersebut tidak boleh diabaikan. Dalam keadaan ini digunakan teori gelombang amplitudo berhingga yang memperhitungkan besaran dengan orde yang lebih tinggi.


(25)

2.2.2 Teori Gelombang Stokes

Stokes mengembangkan teori orde kedua untuk gelombang yang mempunyai tinggi gelombang kecil tetapi berhingga. Beberapa karakteristik gelombang Stokes antara lain:

1. Panjang dan kecepatan rambat gelombang

Panjang dan kecepatan rambat gelombang untuk teori gelombang Stokes sama dengan teori gelombang Airy, yaitu pada persamaan (2.7) dan (2.8).

2. Fluktuasi muka air

η = 2 cos(kx –σt)+�8��2���ℎcosh ��3��(2+ cosh 2kd)cos 2(kx – σt) (2.10)

2.2.3 Teori Gelombang Knoidal

Teori gelombang amplitudo hingga dari Stokes berlaku apabila perbandingan antara kedalaman dan panjang gelombang d/L adalah lebih besar dari sekitar 1/8 – 1/10. Untuk gelombang panjang dengan amplitudo berhingga di laut dangkal lebih sesuai apabila digunakan teori Knoidal. Gelombang Knoidal adalah gelombang periodik yang biasanya mempunyai puncak tajam yang dipisahkan oleh lembah yang cukup panjang.

Teori ini berlaku apabila d/L < 1/8 dan parameter Ursell UR > 26. Parameter Ursell didefinisikan sebagai UR=HL2/d3.

Karakteristik gelombang dinyatakan dalam bentuk parameter yang merupakan fungsi dari

k. Parameter k tidak mempunyai arti fisik, dan hanya digunakan untuk menyatakan hubungan

antara berbagai parameter gelombang. Ordinat dari permukaan air ys diukur terhadap dasar.

Ys = yt + H cn2 2�(�)�� �− � ��,�� (2.11) �� � = �� � - � � = 16�2

3�2 K(k) {�(�)− �(�)} + 1 -


(26)

L = �16�2

3� ��(�) (2.13)

T = �� � =

16��

3� � � �

��(�)

1+���2� (12�(�)

(�)

(2.14)

dengan :

yt = jarak dari dasar ke lembah gelombang (m)

yc = jarak dari dasar ke puncak gelombang (m)

cn = fungsi cosines ellips

K(k) = integral ellips

k = modulus dari integral ellips (berkisar antara 0 dan 1)

Gambar 2.3 Gelombang Knoidal (Triatmodjo, 1999)

2.2.4 Statistika Gelombang

Gambar 2.4 Pencatatan gelombang di suatu tempat (Triatmodjo,1999)

Gambar 2.4 adalah suatu pencatatan gelombang sebagai fungsi waktu di suatu tempat. Gambar tersebut menunjukkan bahwa gelombang mempunyai bentuk yang tidak teratur, dengan tinggi dan periode tidak konstan. Maka dari itu dalam peramalan tinggi gelombang untuk


(27)

keperluan perencanaan digunakan beberapa metode, yaitu gelombang representatif dan gelombang dengan kala ulang (analisa frekuensi).

2.2.5 Gelombang Representatif

Untuk keperluan perencanaan bangunan-bangunan pantai perlu dipilih tinggi dan periode gelombang individu (individual wave) yang dapat mewakili suatu spectrum gelombang. Apabila tinggi gelombang dari suatu pencatatan diurutkan dari nilai tertinggi ke terendah atau sebaliknya, maka akan dapat ditentukan nilai Hn yang merupakan rerata dari n persen gelombang tertinggi. Dengan bentuk seperti itu akan dapat dinyatakan karakteristik gelombang alam dalam bentuk gelombang tunggal. Misal H10 adalah tinggi rerata dari 10% gelombang tertinggi dari pencatatan gelombang. Bentuk yang paling banyak digunakan adalah H33 atau tinggi rerata dari 33% nilai tertinggi dari pencatatan gelombang, yang juga disebut sebagai tinggi gelombang signifikan Hs. Cara yang sama dapat digunakan untuk periode gelombang. Tetapi biasanya periode signifikan didefinisikan sebagai periode rerata untuk sepertiga gelombang tertinggi.

Gelombang 10% (H10) adalah:

n = 10% x jumlah data dalam pencatatan

H10 = ∑ ��1 �

(2.15)

T10 = ∑ ��1 �

(2.16)

Gelombang 33% (gelombang signifikan, Hs) adalah:

n = 33% x jumlah data dalam pencatatan

H33 = ∑ ��1 �

(2.17)

T33 = ∑ ��1 �


(28)

Gelombang 100% (gelombang rerata, H100) adalah:

n = 100% x jumlah data dalam pencatatan

H100 = ∑ ��1 �

(2.19)

T100 = ∑ ��1 �

(2.20)

2.2.6 Perkiraan gelombang Dengan Kala Ulang (Analisis Frekuensi)

Dari setiap tahun pencatatan dapat ditentukan gelombang representatif seperti Hs, H10, H1, Hmaks dan sebagainya. Berdasarkan dari representatif untuk beberapa tahun pengamatan dapat diperkirakan gelombang yang diharapkan disamai atau dilampaui satu kali dalam T tahun, dan gelombang tersebut dikenal dengan gelombang periode ulang T tahun atau gelombang T tahunan.

Apabila data yang tersedia adalah data angin maka analisis frekuensi dilakukan terhadap data angin tersebut yang selanjutnya digunakan untuk memprediksi gelombang. Dalam hal ini gelombang hasil peramalan adalah gelombang signifikan. Distribusi yang digunakan untuk prediksi gelombang dengan kala ulang tertentu, yaitu:

1. Distribusi Gumbel:

P(H ≤ ���) =e-�−

�� �−�

(2.21)

P(Hs ≤ Hsm) = 1 – �−0,44

��−0,12 (2.22)

Hm = Aym + B (2.23)

ym = -ln{- ln P(Hs ≤ Hsm)} (2.24)

Hm = Ayr + B (2.25)

yr = -ln{- ln(1 1

��� )}, L =

��


(29)

A = �∑����−∑���∑��

�∑��2 (∑��)2 (2.27)

2. Distribusi Weibull:

P(H ≤ ��� )= 1– �−�

�� �−�

� �� (2.28)

P(Hs ≤ Hsm) = 1 – �−0,2−0

,27 √�

��+0,2+0√�,23 (2.29)

Hm = Aym + B (2.30)

ym = -ln{1-F(Hs ≤ Hsm)}K

(2.31)

Hm = Ayr + B (2.32)

yr = {- ln(��)}, L = ��

� (2.33)

Dimana:

P(H ≤ Ĥs) : probabilitas bahwa Ĥs tidak dilampaui

H : tinggi gelombang representatif (m)

Ĥ : tinggi gelombang dengan nilai tertentu (m) A : parameter skala

B : parameter lokasi

K : parameter bentuk (kolom pertama) (Tabel 2.1)

P(Hs≤ Ĥsm) : probabilitas dari tinggi gelombang representatif ke m yang tidak dilampaui Ĥsm : tinggi gelombang urutan ke m (m)

m : nomor urut tinggi gelombang signifikan =1,2,...,N

NT : jumlah kejadian gelombang selama pencatatan Hsr : tinggi gelombang signifikan dengan kala ulang Tr


(30)

K : panjang data (tahun)

L : rerata jumlah kejadian per tahun

Dalam analisis gelombang dibutuhkan perkiraan interval keyakinan. Hal ini mengingat bahwa biasanya periode pencatatan gelombang adalah pendek, dan tingkat ketidakpastian yang tinggi dalam perkiraan gelombang ekstrim. Batas keyakinan sangat dipengaruhi oleh penyebaran data, sehingga nilainya bergantung pada deviasi standar. Dalam pembahasan ini digunakan pendekatan yang dilakukan oleh Gumbel (1985) (Triatmodjo,1999) perkiraan deviasi standar dari nilai ulang. Deviasi standar yang dinormalkan dihitung dengan persamaan berikut:

nr = 1

√�[1 +�(��− �+� �� �)2]

1/2

(2.34)

α = α1��2�−1,3+�√− �� � (2.35)

V =

�� (2.36)

r = nr Hs (2.37)

α1, α2, e, K : koefisien empiris Keterangan:

σnr = standar deviasi yang dinormalkan tinggi gelombang signifikan dengan periode ulang Tr

N = jumlah data

σr = kesalahan standar dari tinggi gelombang signifikan dengan kala ulang Tr σHs = deviasi standar dari data tinggi gelombang signifikan


(31)

2.3 Deformasi Gelombang

Apabila suatu deretan gelombang bergerak menuju pantai, gelombang tersebut akan mengalami perubahan bentuk yang disebabkan oleh proses refraksi dan pendangkalan gelombang, difraksi, refleksi, serta gelombang pecah.

2.3.1 Refraksi dan Wave Shoaling 1. Koefisien Refraksi

Refraksi terjadi dikarenakan gelombang datang membentuk sudut terhadap garis pantai. Refraksi mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap tinggi dan arah dating gelombang serta distribusi energi gelombang sepanjang pantai. Refreksi dapat menentukan tinggi gelombang di suatu tempat berdasarkan karakteristik gelombang datang.

Kr = ����0

(2.38)

Dimana pada hukum Snell (dalam Triatmodjo,1999) berlaku apabila ditinjau gelombang di laut dalam dan di suatu titik yang ditinjau yaitu:

Sin α =

0 (2.39)

Dengan,

Kr = koefisien refraksi

α = sudut antara garis puncak gelombang dan garis kontur dasar laut di titik yang ditinjau.(o)

α0 = sudut antara puncak gelombang di laut dalam dan garis pantai C = kecepatan rambat gelombang (m/d)

C0 = kecepatan rambat gelombang di laut dalam (m/d) 2. Wave Shoaling (Pendangkalan Gelombang)


(32)

Wave shoaling terjadi dikarenakan adanya pengaruh perubahan dasar laut. Wave shoaling

mempunyai fungsi yang sama dengan refraksi gelombang, yaitu untuk menentukan tinggi gelombang di suatu tempat berdasarkan karakteristik gelombangdatang.

Ks = ����0�0 (2.40)

Dengan, Ks = koefisien shoaling (pendangkalan) L = panjang gelombang (m)

L0 = panjang gelombang di laut dalam (m) 3. Tinggi Gelombang Laut Dangkal

Tinggi gelombang di laut dangkal terjadi akibat pengaruh refraksi gelombang dan wave

shoaling (pendangkalan sungai), diberikan oleh rumus tersebut:

H1=Ks x Kr x H0 (2.41)

Dengan, H1 = tinggi gelombang laut dalam (m) Ks = koefisien shoaling (pendangkalan) Kr = loefisien refraksi

H0 = tinggi gelombang laut dalam (m)

2.3.2 Difraksi Gelombang

Difraksi gelombang terjadi bila gelombang datang terhalang oleh suatu rintangan seperti pemecah gelombang atau pulau, maka gelombang tersebut akan membelok di sekitar ujung rintangan dan masuk di daerah terlindung di belakangnya. Difraksi terjadi apabila tinggi gelombang di suatu titik pada garis puncak gelombang lebih besar daripada titik di dekatnya, yang menyebabkan perpindahan energi sepanjang puncak gelombang ke arah tinggi gelombang yang lebih kecil. Contoh Difraksi Gelombang dapat kita lihat pada Gambar 2.5


(33)

Gambar 2.5 Difraksi gelombang dibelakang rintangan (Triatmodjo,1999)

Pada rintangan (pemecah gelombang) tunggal, tinggi gelombang di suatu tempat di daerah terlindung tergantung pada jarak titik tersebut terhadap ujung rintangan r, sudut antara rintangan dan garis yang menghubungkan titik tersebut dengan ujung rintanganβ dan sudut antara arah penjalaran gelombang dan rintangan θ. Perbandingan antara tinggi gelombangdi titi yang terletak di daerah terlndung dan tinggi gelombang datang disebut koefisien difraksi K’.

Dengan A adalah titik yang ditinjau di belakang rintangan dan P ujung pemecah gelombang. Nilai K’ untuk θ, β, r/L tertentu di berikan dalam Tabel 2.2 yang didasarkan pada penyelesaian matematis untuk difraksi cahaya. Difraksi gelombang air ini analog dengan difraksi cahaya, sehingga Tabel 2.2 juga dapat digunakan untuk memperkirakan pola garis puncak gelombang dan variasi tinggi gelombang yang mengalami difraksi.


(34)

Tabel 2. 2 Koefisien difraksi gelombang (Triatmodjo, 1999)

2.3.3 Refleksi Gelombang

Gelombang datang yang mengenai / membentur suatu rintangan akan dipantulkan sebagian atau seluruhnya. Tinjauan refleksi gelombang penting di dalam perencanaan bangunan pantai. Suatu bangunan mempunyai sisi miring dan terbuat dari tumpukan batu akan bisa menyerap energi gelombang lebih banyak dibandingkan dengan bangunan tegak dan masif. Pada bangunan vertikal, halus, dan dinding tidak permeabel, gelombang akan dipantulkan seluruhnya.


(35)

Besar kemampuan suatu bangunan memantulkan gelombang diberikan oleh koefisien refleksi, yaitu perbandingan antara tinggi gelombang refleksi Hr dan tinggi gelombang datang

Hi,seperti yang dilihat pada Tabel 2.3

Tabel 2.3 Koefisien refleksi (Triatmodjo,1999) 2.3.4 Gelombang Pecah

Gelombang yang menjalar dari laut dalam menuju pantai mengalami perubahan bentuk karena adanya pengaruh perubahan kedalaman laut. Pengaruh kedalaman laut mulai terasa pada kedalaman lebih kecil dari setengah kali panjang gelombang. Profil gelombang di laut dalam adalah sinusoidal. Semakin menuju ke perairan yang lebih dangkal puncak gelombang semakin tajam dan lembah gelombang semakin datar. Selain itu kecepatan dan panjang gelombang berkurang secara berangsur-angsur, sementara tinggi gelombang bertambah.

Gelombang pecah dipengaruhi oleh kemiringannya, yaitu perbandingan antara tinggi dan panjang gelombang. Gelombang maksimum di laut dalam di mana gelombang mulai tidak stabil diberikan oleh persamaan berikut:

�00

�� = 1


(36)

Kedalaman gelombang pecah (db) dan tinggi gelombang pecah diberi notasi Hb, Munk (1946 dalam SPM,1984) memberikan persamaan untuk menentukan tinggi dan kedalaman gelombang pecah sebagai berikut:

� �� =

1

3,3������2/3 (2.43)

Gelombang pecah dapat dibedakan menjadi:

1. Spilling, terjadi apabila gelombang dengan kemiringan yang kecil menuju ke pantai yang datar, gelombang mulai pecah pada jarak yang cukup jauh dari pantai dan pecahnya berangsur-angsur. 2. Plunging, terjadi apabila kemiringan gelombang dan dasar laut bertambah, gelombang akan pecah dan puncak gelombang akan memutar dengan massa air pada puncak gelombang akan terjun ke depan.

3. Surging, terjadi pada pantai dengan kemiringan yang cukup besar seperti yang terjadi pada pantai berkarang, daerah gelombang pecah sangat sempit dan energy dipantulkan kembali ke laut dalam.

Penentuan Tinggi dan kedalaman gelombang Pecah dapat dilihat pada gambar 2.6 dan gambar 2.7


(37)

Gambar 2.6 Penentuan tinggi gelombang pecah (Goda,1970 dalam CERC,1984)


(38)

2.4 Fluktuasi Muka Air Laut

Elevasi muka air laut merupakan parameter yang sangat penting dalam perencanaan bangunan pantai. Muka air laut berfluktuasi dengan periode yang lebih besar dari periode gelombang angin. Fluktiasi muka air laut dapat disebabkan oleh wave set-up (kenaikan muka air kerena gelombang), wind set-up (kenaikan muka air karena angin), tsunami, storm surge (gelombang badai), pemanasan global, dan pasang surut.

2.4.1 Wave Set Up (Kenaikan Muka Air Karena Gelombang)

Gelombang yang datang dari laut menuju pantai menyebabkan fluktuasi muka air di

daerah pantai terhadap muka air diam. Pada waktu gelombang pecah akan terjadi penurunan elevasi muka air rerata terhadap elevasi muka air diam di sekitar gelombang pecah. Kemudian dari titik dimana gelombang pecah permukaan air rerata miring ke atas ke arah pantai, turunnya muka air disebut wave set down, sedangkan naiknya muka air disebut wave set up, seperti diperlihatkan pada Gambar 2.8.


(39)

2.4.2 Wind Set Up (Kenaikan Muka Air Karena Angin)

Angin dengan kecepatan besar (badai) yang terjadi di atas permukaan laut bisa membangkitkan fluktuasi muka air laut yang besar di sepanjang pantai jika badai tersebut cukup kuat dan daerah pantai dangkal dan luas. Penentuan elevasi muka air rencana selama terjadinya badai adalah sangat kompleks yang melibatkan interaksi antara angin dan air, perbedaan tekanan atmosfer dan beberapa parameter lainnya. Perbedaan tekanan atmosfer selalu berkaitan dengan perubahan arah dan kecepatan angin, dan angin tersebut yang menyebabkan fluktuasi muka air laut.

Untuk memprediksi kenaikan elevasi muka air karena badai dapat dilihat pada Gambar 2.9 yang memberikan keseimbangan gaya-gaya yang bekerja pada air selama badai. Angin yang bertiup menyebabkan terjadinya tegangan geser pada permukaan air laut, sehingga mengakibatkankenaikan atau penurunan muka air laut.

Di dalam memperhitungkan wind set up di daerah pantai dianggap bahwa laut dibatasi oleh sisi (pantai) yang impermeable, dan hitungan dilakukan untuk kondisi dalam arah tegak lurus pantai.


(40)

Dengan, Δh = kenaikan elevasi muka air karena badai (m)

F = panjang fetch (m)

i = kemiringan muka air

c = konstanta (3,5x10-6)

v = kecepatan angin (m/d)

d = kedalaman air (m)

g = percepatan gravitasi (m/d2)

2.4.3 Pasang Surut

Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut karena adanya gaya tarik benda-banda di langit, terutama matahari dan bulan terhadap massa air laut di bumi. Elevasi muka air tertinggi (pasang) dan muka air terendah (surut) sangat penting untuk perencana bangunan pantai.

Data pasang surut didapatkan dari pengukuran selama minimal 15 hari. Dari data tersebut dibuat grafik pasang surut sehingga didapatkan HHWL, MHWL, MSL, MLWL, LLWL. Dalam pengamatan selama 15 hari tersebut, telah tercakup satu siklus pasang surut yang meliputi pasang surut purnama dan perbani. Saat akan terjadi pasang surut purnama akan terjadi pasang surut paling besar dibanding hari lainnya. Sedangkan saat pasang surut perbani akan terjadi tinggi pasang surut paling kecil dibandingkan hari lainnya.

Beberapa definisi elevasi muka air laut, yaitu:

1. Mean High Water Level (muka air tinggi rerata) adalah rerata dari muka air tinggi. 2. Mean Low Water Level (muka air rendah rerata) adalah rerata dari muka air rendah.


(41)

3. Mean Sea Level (muka air laut rerata) adalah muka air rerata antara muka air tinggi rerata dan muka air rendah rerata.

4. Highest High Water Level (muka air tinggi tertinggi) adalah air tertinggi pada saat pasang surut purnama atau bulan mati.

5. Lowest Low Water Level (muka air rendah terendah) adalah air terendah pada saat pasang surut purnama atau bulan mati.

2.4.4 Design Water Level (DWL)

Design water level (DWL) merupakan parameter sangat penting di dalam perencanaan

bangunan pantai. Elevasi tersebut merupakan penjumlahan dari beberapa parameter yang dijelaskan di depan, yaitu pasang surut, tsunami, wave set up, dan kenaikan muka air karena perubahan suhu global. Untuk tsunami tidak digunakan karena kemungkinan terjadinya sangat

kecil. Gambar 2.10 menunjukkan contoh penentuan DesignWater Level (DWL) tanpa tsunami. Gambar 2.10 Elevasi muka air laut rencana tanpa tsunami (Triatmodjo, 1999)


(42)

2.5 Angin

Angin yang berhembus di atas permukaan air laut akan memindahkan energinya ke air. Kecepatan angin menimbulkan tegangan pada permukaan air laut, sehingga permukaan air yang awalnya tenang akan terganggu dan timbul riak gelombang kecil di atas permukaan air. Apabila kecepatan angin bertambah, riak tersebut menjadi semakin besar dan apabila angin berhembus terus akhirnya akan tebentuk gelombang.

Tinggi dan periode gelombang yang dibangkitkan dipengaruhi oleh kecepatan angin (U), lama hembus angin (D), arah angin Fetch (F). Fetch adalah daerah dimana kecepatan angin adalah konstan. Arah angin masih bisa dianggap konstan apabila perubahan perubahannya tidak lebih dari 15°. Sedangkan kecepatan angin masih dianggap konstan jika perubahannya tidak lebih dari 15 knot (2,5 m/det) terhadap kecepatan rerata.

2.5.1 Data Angin

Data angin yang digunakan untuk peramalan gelombang adalah data di permukaan laut pada lokasi pembangkitan. Data tersebut dapat diperoleh dari pengukuran langsung di atas permukaan laut (menggunakan kapal yang sedang berlayar) atau pengukuran di darat (di lapangan terbang) di dekat lokasi peramalan yang kemudian dikonversi menjadi data angin laut. Kecepatan angin diukur dengan anemometer dan biasanya dinyatakan dalam knot. Satu knot adalah panjang satu menit garis bujur melalui khatulistiwa yang ditempuh dalam satu jam atau 1 knot = 1,852 km/jam = 0,514 m/dt. Data angin dicatat tiap jam dan biasanya disajikan dalam bentuk tabel. Dengan pencatatan angin jam-jaman tersebut dapat diketahui angin-angin dengan kecepatan


(43)

terentu dan durasinya, kecepatan angin maksimum, arah angin dan dapat pula dapat pula dihitung kecepatan angin rerata harian.

Data angin yang diperlukan merupakan hasil pengamatan beberapa tahun yang disajikan dalam bentuk tabel dengan jumlah data yang sangat besar kemudian diolah dan disajikan dalam bentuk tabel (ringkasan) atau diagram yang disebut mawar angin (windrose), seperti yang dilihat pada Gambar 2.11:

Gambar 2.11 Contoh mawar angin (windrose) 2.5.2 Konversi Kecepatan Angin

Biasanya pengukuran angin dilakukan di daratan, padahal rumus-rumus pembangkitan gelombang data angin yang digunakan adalah yang ada di atas permukaan laut. Oleh karena itu diperlukan transformasi dari data angin di lokasi stasiun angin ke data angin di atas permukaan laut. Hubungan antara angin di atas laut dan angin di atas daratan terdekat diberikan oleh PL=UW/UL, seperti diperlihatkan pada Gambar 2.12.


(44)

Gambar 2.12 Grafik hubungan antara kecepatan angin di laut dan di darat. (Resio dan Vincent ,1977 dalam CERC, 1984)

Rumus-rumus dan grafik pembangkitan gelombang mengandung variabel UA yaitu

wind-stress factor (faktor tegangan angin) yang dapat dihitung dari kecepatan angin. Kecepatan angin

dikonversi pada faktor tegangan angin dengan menggunakan rumus berikut:

UA = 0,71 (U)1,23 (2.44)

dimana, U = kecepatan angin (m/det) 2.5.3 Fetch

Dalam tinjauan pembangkitan gelombang di laut, fetch dibatasi oleh bentuk daratan yang mengelilingi laut. Gelombang tidak hanya dibangkitkan dalam arah yang sama dengan arah angin, tetapi juga dalam berbagai sudut terhadap arah angin. Fetch dapat dilihat pada Gambar 2.13,

Fetch rerata efektif diberikan oleh persamaan berikut:

Feff = ∑ �� cos �

∑ cos � (2.45)

dengan,

Feff = fetch rerata efektif (km)

Xi = panjang segmen fetch yang diukur dari titik observasi gelombang ke ujung akhir


(45)

α = deviasi pada kedua sisi dari arah angin, dengan menggunakan pertambahan sudut 6° sampai 42° pada kedua sisi dari angin darat (°).

Gambar 2.13 di bawah ini merupakan gambar contoh peramalan fetch.


(46)

2.5.4 Peramalan Gelombang

Peramalan gelombang laut dalam dengan menggunakan grafik peramalan gelombang berdasarkan wind-stress factor dan panjang fetch. Dari grafik peramalan gelombang tinggi, durasi dan periode gelombang dapat diketahui. Gambar 2.14 menunjukkan Grafik peramalan gelombang.

Gambar 2.14 Grafik peramalan gelombang (CERC,1984)

Selain dengan menggunakan grafik, peramalan gelombang juga dapat dilakukan dengan cara matematis, yaitu dengan menghitung tinggi dan periode gelombang, hasil perhitungan tinggi dan periode gelombang di laut dalam dapat dilihat sebagai berikut:


(47)

H = 1,6 x 10-3(�� �2)

1 2�2�

(2.46)

• Periode Gelombang

T = 2,875 x 10-1(�� �2)

1 3��

(2.47)

Berikut ini pada Gambar 2.15 merupakan flowchart langkah-langkah perhitungan peramalan tinggi gelombang secara matematis:


(48)

Dimana:

Hmo = Wave Height ( tinggi gelombang signifikan ) adalah tinggi rerata dari 33% nilai

tertinggi gelombang yang terjadi (meter)

Tmo = Wave Period ( Periode Gelombang ) dalam detik

Feff = Efective fetch length ( panjang fetch efektif ) dalam Km

Ua = Wind Stres Factor ( Modified Wind Speed ) faktor tegangan angin (m/s)

g = Gravitasi (m/s2)


(49)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 PERSIAPAN PENELITIAN

Tahapan persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum memulai pengumpulan data dan pengolahannya. Dalam tahap awal ini disusun hal-hal penting dengan tujuan mengefektifkan waktu dan pekerjaan. Adapun tahapan tersebut meliputi:

1. Studi pustaka mengenai masalah yang berhubungan dengan gelombang, angin, dan kajian-kajian mengenai hidro-oseanografi. .

2. Menentukan kebutuhan data.

3. Pengadaan persyaratan administrasi.

4. Survey ke lokasi untuk mendapatkan gambaran umum kondisi lapangan.

3.2 IDENTIFIKASI MASALAH

Identifikasi masalah dapat dilakukan setelah mendapatkan data dan informasi dari masyarakat dan instansi yang terkait, kemudian dibuat kesimpulan sementara tentang permasalahan yang ada dan berpotensi untuk menimbulkan masalah di masa yang akan datang.


(50)

3.3 PENGUMPULAN DATA

Untuk menunjang permasalahan di lokasi kajian perlu dilakukan pengumpulan data yang meliputi:

1. Data Angin

Data Angin diperlukan dalam penentuan distribusi arah angin, kecepatan angin yang terjadi di lokasi. Data angin yang kami gunakan berasal dari Stasiun Meteorologi Maritim Belawan Tahun 2002 sampai dengan 2012. Tabulasi data sampai dengan windrose akan ditampilkan pada Bab IV.

2. Data Fetch

Data Fetch diperlukan dalam perhitungan analisa data angin, dimana data fetch mempunyai arah dan kecepatan yang konstan. Data Fetch yang digunakan diambil dari Google Earth

3.4 ANALISIS DATA

Pada tahapan ini dilakukan proses pengolahan data meliputi: 1. Analisis Data Angin

Data Angin yang didapat, diolah dan disajikan dalam bentuk diagram yang disebut dengan mawar angin (wind rose). Langkah-langkah membuat wind rose yaitu:

• Data angin dikelompokkan berdasarkan arah dan kecepatannya.

• Dihitung prosentasenya untuk tiap-tiap arah dan kecepatannya, dan disajikan dalam bentuk tabel.


(51)

2. Analisis Gelombang

Setelah membuat wind rose, kemudian kita melakukan proses pembangkitan gelombang oleh angin, yaitu:

• Data Fetch yang ambil kemudian dianalisa untuk mencari nilai Fetch Efektif.

• Kecepatan angin yang didapat dari data perlu dikoreksi untuk mendapatkan wind stress

factor.

• Lakukan perhitungan Hindcasting untuk mendapatkan tinggi dan periode gelombang maksimum dengan menggunakan parameter diatas.

3. Kesimpulan dan Saran

Penarikan kesimpulan dapat dilakukan setelah hasil pengolaha dan analisa data diperoleh, ditambah dengan uraian, informasi yang diperoleh dilapangan dan juga teori-teori yang digunakan sebagai landasan berpikir studi ini.


(52)

Gambar 3.1. Diagram Lengkap Metodologi Penelitian

Studi Literatur

Pengumpulan

data Angin Survey Lapangan

Pengolahan data

Analisis data Angin

Perhitungan wind stress factor

Pembangkitan gelombang oleh angin

Statistik Gelombang

Kesimpulan dan saran

Selesai Mulai

Perhitungan Fetch Membuat diagram

Windrose

Analisa Hindcasting

Analisa frekuensi Periode Gelombang Metode Distribusi


(53)

3.5 Kondisi Klimatologi

Sumatera Utara terletak di wilayah khatulistiwa dimana tekanan udara rendah dan mempunyai iklim tropikal. Perubahan iklim sangat keci sehingga iklim harian dapat diprediksi dengan mudah. Dalam kondisi khusus, hujan lebat kadang terjadi di sepanjang garis pantai (Pelabuhan Indonesia1, 2003). Berdasarkan data dari Ronggodigdo (2011) suhu udara di belawan berkisar antara 22o – 33oC, tetapi karena pemanasan global yang terjadi saat ini tidak jarang suhu di belawan dapat naik hingga mencapai 36oC dengan kelembaban berkisar antara 82%.

Untuk mengetahui tinggi gelombang dapat dilakukan dengan cara pengukuran langsung di lapangan atau dengan menganalisa dari data angin yang terjadi di lokasi. Pengukuran langsung di lapangan biasanya menghasilkan hasil yang kurang representatif karena dilakukan dalam jangka waktu yang singkat. Jadi analisa gelmbang menggunakan data angin dinilai paling baik, tetapi jangka waktu data angin harus tersedia minimal selama lima tahun dari stasiun pencatat data angin yang dekat dengan lokasi yang diteliti.

Data angin yang dekat lokasi pelabuhan peti kemas ini adalah data angin yang didapat dari BMKG Stasiun Meteorologi Maritim Belawan. Data angin yang ada adalah data angin maksimum bulanan selama 11 tahun (2002-2012). Data angin tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.1.


(54)

Tabel 3.1. Data angin maksimum tahunan di perairan Belawan

Bulan

Tahun 2002 Tahun 2003 Tahun 2004 Tahun 2005 Tahun 2006 Tahun 2007 Kec

Arah Kec Arah Kec Arah Kec Arah Kec Arah Kec Arah

Januari 17 SE 16 N 14 E 20 E 20 N 15 W

Februari 16 NE 15 E 13 NE 17 NE 17 NE 18 NE

Maret 19 NE 25 E 16 NE 18 N 18 NE 24 SW

April 19 E 20 N 13 NE 18 E 28 NE 23 SW

Mei 23 NE 22 E 24 S 24 S 22 NE 24 W

Juni 32 E 17 NE 28 SW 24 S 32 SW 18 SW

Juli 20 NE 25 E 23 SW 18 NE 26 W 20 N

Agustus 19 E 20 NE 23 E 23 SW 20 NE 32 SW

September 17 E 17 SW 18 W 23 S 24 E 30 W

Oktober 14 N 18 NW 15 S 28 E 30 SW 24 W

Nopember 15 W 16 N 23 N 23 W 14 N 24 W

Desember 26 SE 20 S 17 NE 23 S 18 N 24 W

NB : 1. Kecepatan angin dalam knot 2. Arah angin dalam mata angin

Sumber : Data angin pada Badan Meteorologi dan Geofisika stasiun meteorologi.

Bulan

Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Kec

Arah Kec Arah Kec Arah Kec Arah Kec Arah

Januari 23 W 20 W 18 NE 15 W 14 N

Februari 23 NE 25 N 21 N 15 E 14 NE

Maret 24 NE 28 W 25 N 16 E 20 N

April 26 NE 23 W 16 N 18 N 25 W

Mei 40 W 30 N 17 W 16 N 25 W

Juni 46 NE 18 W 19 W 15 NE 12 W

Juli 30 SW 38 SW 19 E 14 N 15 W

Agustus 26 SW 40 NE 22 SW 18 N 15 W

September 25 N 20 SW 21 NE 18 NE 12 W

Oktober 30 E 25 W 20 N 28 SW 12 N

Nopember 18 N 28 N 16 S 18 NE 15 N


(55)

BAB IV

PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA 4.1 Analisa Hidro-Oceanografi

4.1.1 Angin

Data angin yang diperoleh akan digunakan untuk menentukan arah angin dominan serta tinggi gelombang rencana. Data angin yang diperlukan adalah data arah angin dan kecepatan angin dimana data tersebut didapat dari Stasiun Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Maritim Belawan, tahun 2002-2012, seperti yang kita lihat pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Persentase Kejadian Angin Maksimum Tahun 2002-2012

No

Directions / Wind Classes (Knots) 1-4 knot 4-7 knot 7-11 knot 11-17 knot 17-21 knot ≥22 knot Total (%)

1 Utara 0 0 0 7,56 9,09 4,54 21,21

2 Timur Laut 0 0 0 7,56 9,85 5,30 22,73

3 Timur 0 0 0 3,79 3,79 6,82 14,39

4 Tenggara 0 0 0 0,76 0 0,76 1,51

5 Selatan 0 0 0 1,51 0,76 3,79 6,06

6 Barat Daya 0 0 0 1,51 1,51 9,85 12,88

7 Barat 0 0 0 6,82 3,03 10,61 20,45

8 Barat Laut 0 0 0 0 0,76 0 0,76

Sub-Total 0 0 0 29,54 28,79 41,67 100

Calms 0

Missing/Incomplete 0

Total 100

Dari Tabel diatas dapat dilihat bahwa persentase kejadian angin terbesar terjadi di arah Timur Laut yaitu sebesar 22,73 %, sedangkan persentase kejadian angin terkecil terjadi di arah Barat Laut yaitu sebesar 0,76 %. Kemudian kecepatan angin dominan dalam rentang 11 – 17 knot terjadi di arah Utara dan Timur Laut yaitu sebesar 7,56 %, selanjutnya kecepatan angin dominan


(56)

dalam rentang 17 – 21 knot terjadi di arah Timur Laut yaitu sebesar 9,85 %, dan kecepatan angin dominan ≥ 22 knot terjadi di arah Barat yaitu sebesar 10,61 %.

Kemudian dari Tabel Frekuensi angin bulanan maksimum diatas dapat kita buat windrose

seperti pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Windrose Tahun 2002-2012

Dari windrose di atas terlihat bahwa arah angin yang dominan adalah arah angin dari timur laut yaitu sebesar 22,73 % dan utara sebesar 21,21 %. Arah angin dari timur laut adalah arah angin yang tegak lurus Pelabuhan Belawan sehingga arah angin tersebut dapat menimbulkan gelombang.


(57)

Sedangkan kecepatan dominannya yaitu ≥ 22 knot sebesar 41,67 % dan 11-17 knot sebesar 29,54 %. Sementara kecepatan maksimum adalah ≥ 22 knot yang paling dominan dari arah timur laut. 4.2 Panjang Fetch Efektif

Panjang Fetch dihitung berdasarkan arah angin yang berpengaruh pada lokasi Pelabuhan. Pelabuhan Belawan ini berada di Pantai yang menghadap ke timur laut, sehingga arah angin yang berpengaruh adalah arah Utara, Timur Laut, dan Timur. Arah dan panjang fetch yang terjadi di lokasi pelabuhan Belawan dapat dilihat pada Gambar 4.2 sampai Gambar 4.4, sedangkan perhitungan fetch efektif dapat dilihat pada Tabel 4.2


(58)

Gambar 4.3. Panjang Fetch Arah Timur Laut

Gambar 4.6 Panjang Fetch Arah Timur Tabel 4.2 Perhitungan Panjang Fetch Efektif

x (km) x.cos

Cos utara timur

laut timur utara

timur

laut timur

42 0,7431 78,23 440,18 250,46 58,13 327,09 186,11 36 0,8090 1047,76 298,87 229,05 847,63 241,78 185,30 30 0,8660 1164,83 347,76 232,21 1008,74 301,16 201,09 24 0,9135 1146,77 291,51 225,45 1047,57 266,29 205,95 18 0,9511 1346,25 322,91 218,95 1280,42 307,12 208,24 12 0,9781 1358,52 306,46 213,27 1328,76 299,75 208,60 6 0,9945 416,63 282,59 225,15 414,34 281,03 223,91 0 1,000 436,7 230,96 232,29 436,7 230,96 232,29 -6 0,9945 380,43 229,41 262,97 378,33 228,15 261,52 -12 0,9781 289,04 226,67 292,61 282,71 221,70 286,20 -18 0,9511 280,89 230 292,52 267,15 218,75 278,21 -24 0,9135 264,8 222,21 411,65 241,89 202,99 376,04 -30 0,8660 290,42 207,17 25,34 251,50 179,41 21,94 -36 0,8090 271,65 222,13 0 219,76 179,70 0 -42 0,7431 218,77 219,43 0 162,57 163,06 0


(59)

Fefektif utara = 8226

,2

13,5106 = 608,87 km

Fefektif timur laut = 3648

,94

13,5106 = 270,08 km

Fefektif timur = 2875

,4

13,5106= 212,82 km

Dari hasil analisa fetch diatas didapat fetch efektif terpanjang dari arah utara, yaitu sebesar 608,87 km dan fetch efektif terpendek dari arah timur yaitu sebesar 212,82 km. Seperti diketahui nilai fetch efektif digunakan untuk perhitungan Tinggi dan Periode Gelombang dengan metode empiris Sverdrup, Munk, and Bertschneider (SMB)

4.3 Peramalan Gelombang Akibat Angin

Kecepatan angin yang didapat dari data perlu dikoreksi untuk mendapatkan wind stress

factor (UA) dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

1. Koreksi Elevasi

Karena pengukuran angin dilakukan pada elevasi 10 m, maka koreksi ini tidak perlu dilakukan.

2. Koreksi Durasi

Data angin diukur jam-jaman yang dikonversikan pada rata-rata bulanan, maka konversi ini tidak perlu dilakukan.

3. Koreksi Stabilitas

Lokasi stasiun pengamatan terletak di daerah yang dekat dengan pantai dan perbedaan suhu antara daratan dan lautan hampir sama, maka tidak perlu adanya koreksi terhadap perbedaan stabilitas.


(60)

4. Koreksi Lokasi Pengamatan

Pengamatan angin dilakukan di sekitar daerah BICT, yaitu BMKG Maritim Belawan. Pengukuran ini dilakukan di darat sehingga perlu dilakukan koreksi. Nilai kecepatan angin di darat (UL) harus ditransformasikan menjadi kecepatan angin di laut.

- Berdasarkan Kecepatan Angin Maksimum

Dengan kecepatan angin di darat yang ada pada Tabel 3.1 pada bab sebelumnya, yaitu 17 knot pada bulan Januari tahun 2002. Kemudian diplot pada Gambar 2.12 menghasilkan nilai RL = 1,2 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2. Grafik Hubungan Antara Kecepatan Angin di Darat dan di Laut dengan Nilai Kecepatan Angin rata-rata Maksimum di Darat 17 knot.

Maka nilai UW = RL x UL = 1,2 x 17


(61)

= 20,4 knot = 10,486 m/s 5. Koreksi Koefisien Seret

Kecepatan angin dikonversikan pada faktor tegangan angin dengan menggunakan Persamaan sehingga didapat:

- Berdasarkan Kecepatan Angin Maksimum UA = 0,71 xUw1,23

= 0,71 x (10,486)1,23 = 12,782 m/s

4.3.1 Tinggi Gelombang di Laut Dalam

Setelah mendapatkan harga faktor tegangan angin dan panjang fetch efektif maka langkah selanjutnya adalah mencari tinggi dan periode gelombang dengan menggunakan rumus empiris

Sverdrup, Munk, and Berstchneider (SMB) untuk panjang fetch tidak terbatas karena jarak fetch

efektifnya terlampau jauh, yaitu dengan menggunakan persamaan 2.46 dan 2.47, hasil perhitungan tinggi dan periode gelombang di laut dalam dapat dilihat sebagai berikut :

Berikut ini merupakan tinggi yang menggunakan data angin maksimum pada bulan Januari 2002:

• Tinggi Gelombang

H = 1,6 x 10-3(�� �2)

1 2�2�

Menghitung tinggi gelombang (H), dengan g = 9,81 m/d2; Fetch = 608,87 km; UA = 12,782 m/s adalah:

H = 1,6 x 10-3

9,81�608,87

12,7822

1 2

(

12,7822

9,81

)


(62)

Dari hasil analisa tinggi gelombang berdasarkan kecepatan angin maksimum didarat pada bulan Januari 2002 sebesar 17 knot didapatkan tinggi gelombang signifikan (H) yaitu 1,61 m. Kemudian untuk melengkapi hasil tabulasi tinggi gelombang signifikan, perhitungan dilanjutkan dengan menggunakan data angin tiap bulan selama 11 Tahun (2002 - 2012).

Berikut ini merupakan tinggi gelombang maksimum melalui hasil hindcasting metode Sverdrup,

Munk, and Berstchneider (SMB) selama 11 tahun (2002 – 2012), seperti yang kita lihat pada Tebel

4.3 dan Tabel 4.4:

Tabel 4.3 Gelombang maksimum tahunan di perairan Belawan (2002 – 2007)

Bulan

Tahun 2002 Tahun 2003 Tahun 2004 Tahun 2005 Tahun 2006 Tahun 2007

H (m) Arah H (m) Arah H (m) Arah H (m) Arah H (m) Arah H (m) Arah

Januari 1.61 SE 1.41 N 1.33 E 1.8 E 1.8 N 1.38 W

Februari 1.41 NE 1.38 E 1.27 NE 1.53 NE 1.53 NE 1.65 NE

Maret 1.78 NE 2.14 E 1.41 NE 1.65 N 1.65 NE 2.05 SW

April 1.78 E 1.8 N 1.27 NE 1.65 E 1.65 NE 1.98 SW

Mei 1.98 NE 1.94 E 2.05 S 2.05 S 1.94 NE 2.05 W

Juni 2.4 E 1.53 NE 2.19 SW 2.05 S 2.4 SW 1.65 SW

Juli 1.8 NE 2.14 E 1.98 SW 1.65 NE 2.17 W 1.8 N

Agustus 1.78 E 1.8 NE 1.98 E 1.98 SW 1.8 NE 2.4 SW

September 1.53 E 1.53 SW 1.65 W 1.98 S 2.05 E 2.2 W

Oktober 1.33 N 1.65 NW 1.38 S 2.19 E 2.2 SW 2.05 W


(63)

Desember 2.17 SE 1.8 S 1.53 NE 1.98 S 1.65 N 2.05 W

Tabel 4.4 Gelombang maksimum tahunan di perairan Belawan (2008 – 2012)

Bulan

Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012

H

(m)

Arah

H

(m)

Arah

H

(m)

Arah

H

(m)

Arah

H

(m)

Arah

Januari 1.98 W 1.8 W 1.65 NE 1.38 W 1.33 N

Februari 1.98 NE 2.14 N 1.88 N 1.38 E 1.33 NE

Maret 2.05 NE 2.19 W 2.14 N 1.41 E 1.8 N

April 2.17 NE 1.98 W 1.41 N 1.65 N 2.14 W

Mei 3 W 2.2 N 1.53 W 1.41 N 2.14 W

Juni 3.8 NE 1.65 W 1.78 W 1.38 NE 1.21 W

Juli 2.2 SW 2.8 SW 1.78 E 1.33 N 1.38 W

Agustus 2.17 SW 3 NE 1.94 SW 1.65 N 1.38 W

September 2.14 N 1.8 SW 1.88 NE 1.65 NE 1.21 W

Oktober 2.2 E 2.14 W 1.8 N 2.19 SW 1.21 N

Nopember 1.65 N 2.19 N 1.41 S 1.65 NE 1.38 N


(64)

Berdasarkan analisa di atas maka dapat dilihat bahwa dalam sebelas tahun terakhir (2002-2012), kejadian gelombang tertinggi yaitu 3,8 m terjadi pada bulan Juni tahun 2008, sedangkan gelombang terendah yaitu 1,21 m terjadi pada bulan Juni, September, dan Oktober tahun 2012.

Setelah data tinggi gelombang didapat, kemudian data tersebut kita lampirkan dalam bentuk grafik seperti yang diperlihatkan pada gambar 4.3 sampai pada gambar 4.13.

Berikut ini merupakan grafik bulanan maksimum tahun 2002 – 2012 :

Gambar 4.3 Grafik bulanan gelombang maksimum pada tahun 2002

Dari Gambar diatas dapat dilihat bahwa pada tahun 2002 gelombang tertinggi terjadi pada bulan Juni yaitu 2,4 m, sedangkan gelombang terendah terjadi pada bulan Februari yaitu 1,41 m.

1.61 1,41 1,78 1,78 1,98

2,4

1,8 1,78 1,53

1,33 1,38 2,17

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

H(m)


(65)

Gambar 4.4 Grafik bulanan gelombang maksimum pada tahun 2003

Dari Gambar diatas dapat dilihat bahwa pada tahun 2003 gelombang tertinggi terjadi pada bulan Maret dan bulan Juli yaitu 2,14 m, sedangkan gelombang terendah terjadi pada bulan Februari yaitu 1,38 m.

Gambar 4.5 Grafik bulanan gelombang maksimum pada tahun 2004

1,41 1,38 2,14 1,8 1,94 1,53 2,14 1,8

1,53 1,65 1,41 1,8 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

H(m)

2003

1,33 1,27 1,41 1,27

2,05 2,19 1,98 1,98 1,65 1,38 1,98 1,53 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

H(m)


(66)

Dari Gambar diatas dapat dilihat bahwa pada tahun 2004 gelombang tertinggi terjadi pada bulan Juni yaitu 2,19 m, sedangkan gelombang terendah terjadi pada bulan Februari dan bulan April yaitu 1,27 m.

Gambar 4.6 Grafik bulanan gelombang maksimum pada tahun 2005

Dari Gambar diatas dapat dilihat bahwa pada tahun 2005 gelombang tertinggi terjadi pada bulan Mei dan bulan Juni yaitu 2,05 m, sedangkan gelombang terendah terjadi pada bulan Februari yaitu 1,53 m.

Gambar 4.7 Grafik bulanan gelombang maksimum pada tahun 2006

1,8

1,53 1,65 1,65

2,05 2,05

1,65

1,98 1,98 2,19 1,98 1,98

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

H(m)

2005

1,8

1,53 1,65 1,65 1,94 2,4 2,17 1,8 2,05 2,2 1,33 1,65 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

H(m)


(67)

Dari Gambar diatas dapat dilihat bahwa pada tahun 2006 gelombang tertinggi terjadi pada bulan Juni yaitu 2,4 m, sedangkan gelombang terendah terjadi pada bulan November yaitu 1,33 m.

Gambar 4.8 Grafik bulanan gelombang maksimum pada tahun 2007

Dari Gambar diatas dapat dilihat bahwa pada tahun 2007 gelombang tertinggi terjadi pada bulan Agustus yaitu 2,4 m, sedangkan gelombang terendah terjadi pada bulan Januari yaitu 1,38 m.

Gambar 4.9 Grafik bulanan gelombang maksimum pada tahun 2008

1,38 1,65

2,05 1,98 2,05

1,65 1,8 2,4

2,2

2,05 2,05 2,05

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

H(m)

2007

1,98 1,98 2,05 2,17 3

3,8

2,2 2,17 2,14 2,2

1,65 1,65 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

H(m)


(68)

Dari Gambar diatas dapat dilihat bahwa pada tahun 2008 gelombang tertinggi terjadi pada bulan Juni yaitu 3,8 m, sedangkan gelombang terendah terjadi pada bulan November dan bulan Desember yaitu 1,65 m.

Gambar 4.10 Grafik bulanan gelombang maksimum pada tahun 2009

Dari Gambar diatas dapat dilihat bahwa pada tahun 2009 gelombang tertinggi terjadi pada bulan Agustus yaitu 3 m, sedangkan gelombang terendah terjadi pada bulan Juni yaitu 1,65 m.

Gambar 4.11 Grafik bulanan gelombang maksimum pada tahun 2010

1,8 2,14 2,19 1,98 2,2 1,65 2,8 3 1,8

2,14 2,19 2,05

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

H(m)

2009

1,65 1,88 2,14

1,41 1,53

1,78 1,78 1,94 1,88 1,8 1,41 1,88 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

H(m)


(69)

Dari Gambar diatas dapat dilihat bahwa pada tahun 2010 gelombang tertinggi terjadi pada bulan Maret yaitu 2,14 m, sedangkan gelombang terendah terjadi pada bulan April yaitu 1,41 m.

Gambar 4.12 Grafik bulanan gelombang maksimum pada tahun 2011

Dari Gambar diatas dapat dilihat bahwa pada tahun 2011 gelombang tertinggi terjadi pada bulan Oktober yaitu 2,19 m, sedangkan gelombang terendah terjadi pada bulan Juli yaitu 1,33 m.

Gambar 4.13 Grafik bulanan gelombang maksimum pada tahun 2012

1,38 1,38 1,41 1,65 1,41 1,38 1,33

1,65 1,65 2,19 1,65 1,38 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

H(m)

2011

1,33 1,33 1,8

2,14 2,14

1,21 1,38 1,38 1,21 1,21 1,38 1,38

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

H(m)


(70)

Dari Gambar diatas dapat dilihat bahwa pada tahun 2012 gelombang tertinggi terjadi pada bulan April dan bulan Maret yaitu 2,14 m, sedangkan gelombang terendah terjadi pada bulan Juni, September, dan Oktober yaitu 1,21 m.

Berdasarkan grafik diatas maka dapat dilihat bahwa dalam sebelas tahun terakhir (2002-2012), kejadian gelombang tertinggi yaitu 3,8 m terjadi pada bulan Juni tahun 2008, sedangkan gelombang terendah yaitu 1,21 m terjadi pada bulan Juni, September, dan Oktober tahun 2012.

Dari penjabaran grafik tiap bulan diatas, untuk lebih jelas, kemudian data gelombang selama 11 tahun (2002-2012) tersebut kita tabulasikan dalam Frekuensi Gelombang ekstrim seperti yang kita lihat pada Gambar 4.14.

Gambar 4.14 Frekuensi Gelombang ekstrim di Belawan dalam 11 tahun (2002 – 2012)

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500

T in g g i G el o m b a n g H (m ) waktu (hari)


(71)

Dari Gambar diatas dapat kita lihat bahwa ketinggian rata-rata gelombang di Belawan selama 11 tahun (2002-2012) berkisar antara 1,5 -2,5 m, sehingga dalam rentang waktu tersebut Perairan Pelabuhan Belawan masih tergolong aman dalam aktifitas alur pelayaran.

- Berdasarkan Kecepatan Angin rata- rata:

Dengan kecepatan angin di darat yang ada pada Tabel 3.4 pada bab sebelumnya, yaitu rata-rata maksimum sebesar 6,1 knot. Kemudian diplot pada Gambar 2.5 menghasilkan nilai RL = 1,6 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.15.

Gambar 4.15. Grafik Hubungan Antara Kecepatan Angin di Darat dan di Laut dengan Nilai Kecepatan Angin rata-rata Maksimum di Darat 6,1 knot


(72)

Maka nilai UW = RL x UL = 1,6 x 6,1

= 9,76 knot = 5,017 m/s UA = 0,71 x (5,017)1,23

= 5,162 m/s

Hasil perhitungan tinggi gelombang di laut dalam dengan kecepatan angin rata-rata dapat dilihat sebagai berikut:

- Berdasarkan kecepatan angin rata-rata

 Tinggi gelombang signifikan g. H

UA2 = 2,433 x 10 −1

9,81. H

5,1622 = 2,433 x 10 −1

H = 0,66 m

Dari hasil analisa tinggi gelombang berdasarkan kecepatan angin rata-rata maksimum didarat sebesar 6,1 knot didapatkan tinggi gelombang signifikan (H) yaitu 0,66 m. Kemudian untuk melengkapi hasil tabulasi tinggi gelombang rata-rata, perhitungan dilanjutkan dengan menggunakan data kecepatan angin rata-rata tiap bulan selama 11 Tahun (2002 - 2012).

Setelah data tinggi gelombang didapat, kemudian data tersebut kita lampirkan dalam bentuk grafik seperti yang diperlihatkan pada gambar 4.3 sampai pada gambar 4.13.


(73)

Gambar 4.16 Grafik bulanan gelombang rata-rata pada tahun 2002

Gambar 4.17 Grafik bulanan gelombang rata-rata pada tahun 2003

0,3 0,3 0,32 0,31 0,31 0,4 0,34 0,31 0,38 0,27 0,29 0,26

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

H

2002

0,24 0,27 0,42 0,27 0,32 0,31 0,38 0,27 0,31 0,21 0,21 0,26 0

0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

H


(74)

Gambar 4.18 Grafik bulanan gelombang rata-rata pada tahun 2004

Gambar 4.19 Grafik bulanan gelombang rata-rata pada tahun 2005

0,16 0,16 0,17 0,12 0,14 0,14 0,08 0,17 0,12 0,11 0,15 0,12 0

0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

H

2004

0,29

0,16 0,21 0,29 0,18 0,16 0,16 0,19 0,17 0,1 0,1 0,14 0

0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

H


(75)

Gambar 4.20 Grafik bulanan gelombang rata-rata pada tahun 2006

Gambar 4.21 Grafik bulanan gelombang rata-rata pada tahun 2007

0,15 0,16 0,21 0,19 0,18 0,3 0,31 0,31 0,34 0,53

0,32 0,21 0

0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

H

2006

0,26 0,19 0,42 0,29 0,31 0,24 0,3 0,53 0,66

0,4 0,46 0,49 0

0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

H


(76)

Gambar 4.22 Grafik bulanan gelombang rata-rata pada tahun 2008

Gambar 4.23 Grafik bulanan gelombang rata-rata pada tahun 2009

0,58 0,61 0,49 0,45 0,53 0,42 0,45

0,24 0,3 0,29 0,19 0,24 0

0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

H

2008

0,19 0,15 0,23 0,29 0,29 0,24 0,29 0,18 0,16 0,18 0,17 0,17 0

0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

H


(77)

Gambar 4.24 Grafik bulanan gelombang rata-rata pada tahun 2010

Gambar 4.25 Grafik bulanan gelombang rata-rata pada tahun 2011

0,26 0,29 0,31 0,23 0,17 0,17 0,18 0,17 0,12 0,15 0,11 0,1 0

0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

H

2010

0,09 0,12 0,11 0,14 0,16 0,14 0,15 0,15 0,15 0,1 0,05 0,04 0

0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

H


(1)

���

1

1/α

=

�−� �

Y =

���

1

1/α

= W; X = H; A =

1

; B = -

� �

Gambar 4.18 Distribusi Weibull Y = AX + B A = 1

� = 1

0.88 = 1,2

B = -� � =

-1,23

0,88 = 1,4

Y = 1,2 x – 1,4

Tabel 4.12 Prediksi Gelombang dengan Periode Ulang :

a) Weibull

Periode Ulang (tahun)

Ht λ α β γ 20 50 100 200

0,000 1,000 2,000 3,000 4,000 5,000 6,000 7,000 8,000

0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00

Va ri a si R e duk si

Tinggi Gelombang H(m)

Distribusi Weibull


(2)

1.5 9.2 1.3 0.88 1.23 2.22 2.68 3.05 3.43

2 3.6 1 0.46 3.02 2.36 2.78 3.65 3.88

2.5 0.36 1.1 0.58 3.72 2.36 2.79 3.65 3.88

b) Gumbel

Periode Ulang (tahun)

Ht λ β γ 20 50 100 200

1.5 9.2 0.50 1.88 2.43 2.98 3.27 3.67

2 3.6 0.43 3.17 2.38 2.78 3.11 3.85

2.5 0.36 0.46 3.96 2.41 2.82 3.12 3.85

c) Log-Normal

Periode Ulang (tahun)

Ht λ ��������� s 20 50 100 200

1.5 9.2 0.65 0.35 2.36 2.84 3.18 3.53

2 3.6 1.18 0.17 2.26 2.56 2.91 3.12


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang angin, gelombang, serta aspek hidro-oseanografi lainnya, maka dapat disimpulkan :

1. Dari analisa data arah angin maksimum disimpulkan bahwa angin dominan bertiup dari arah timur laut yaitu sebesar 22,73%, sedangkan kecepatan dominan yaitu ≥ 22 knot sebesar 41,67%. Sementara kecepatan maksimum adalah ≥ 22 knot yang mana dominan dari arah barat.

2. Hasil analisa fetch dengan tiga arah mata angin yang berbeda yaitu : utara, timur laut, dan timur dengan sudut datang (42, 36, 30, 24, 18, 12, 6, 0, -6, -12, -18, -24, -30, -36, -42) didapat fetch efektif terpanjang berasal dari arah utara yaitu 608,87 km.

3. Berdasarkan analisa data angin maksimum (kecepatan dan arah), gelombang tertinggi terjadi di ketinggian 3,8 m serta gelombang terendah terjadi di ketinggian 1,2 m.

4. Berdasarkan analisa data angin maksimum (kecepatan dan arah), gelombang tertinggi terjadi pada saat bulan juni 2008, sedangkan gelombang terendah terjadi pada saat bulan Juni, September, dan Oktober 2012.


(4)

5. Berdasarkan analisa data angin maksimum (kecepatan dan arah), gelombang yang paling sering di amati yaitu terjadi di ketinggian 1,65 m.

6. Berdasarkan analisa data angin maksimum (kecepatan dan arah), ambang batas gelombang yang paling sering di amati yaitu berkisar antara ketinggian 1,75 – 2 m.

7. Dengan melakukan kajian hidro-oseanografi di perairan Pelabuhan Belawan, maka dapat diprediksi proses – proses fisik yang terjadi sehingga dapat membantu dalam pengelolaan dan pengembangan Pelabuhan Belawan agar lebih baik lagi.

5.2 Saran

1. Untuk mendapatkan hasil analisa yang lebih baik diperlukan suatu studi yang lebih lanjut terhadap gelombang yang didukung oleh data lapangan yang lebih lengkap dan dalam jangka waktu yang cukup lama, sehingga nantinya dapat berguna dalam merencanakan dan memilih laout bagi pengembangan Pelabuhan Belawan ke depannya, agar dapat memberikan kemudahan bagi alur pelayaran.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Chairunnisa, 2008. Kajian Sedimentasi Alur Pelayaran Pelabuhan Belawan. Tugas Akhir Teknik

Kelautan ITB, Bandung,

Dauhan, S.K. (2013), “Analisis Karakteristik Gelombang Pecah Terhadap Perubahan Garis Pantai di Atep Oki”, Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sam Ratulangi Manado

Kamphuis, J. W. (2000), Introduction to Coastal Engineering and Management. World Scientific, Singapura.

Kramadibarata, Soedjono. (1985), Perencanaan Pelabuhan, Bandung, Ganexa Exact Bandung.

Ramadhan, K.H. (2013), “Kajian Hidro-Oseanografi Dalam Mendukung Operasional Di Belawan International Container Terminal (BICT)” Skripsi Sarjana pada Departemen Teknik Sipil,

Universitas Sumatera Utara, Medan

Riyaldi, S., (2010), ”Studi Refraksi Gelombang Di Peraian Dangkal”, Skripsi Sarjana pada Jurusan Teknik Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya.


(6)

Triatmodjo, B. (1999), Teknik Pantai, Beta Offset, Yogyakarta.

Triatmodjo, B (2003), Pelabuhan, Beta Offset, Yogyakarta.

Triatmodjo, B. (2009), Perencanaan Pelabuhan, Beta Offset, Yogyakarta.

Wibowo, S.A. (2005),Studi Erosi Pantai Batu Beriga Pulau Bangka”, Jurusan Magister Pengelolaan Sumber Daya Air, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung Zulfikar, A.Z. (2004), “Desain Breakwater Pelabuhan Perikanan Pekalongan”,Program Studi Teknik Kelautan, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung,

Google Earth, 2012