Drs. Pernis Badudu, 1985:50 mengatakan bahwa “analogi ialah faktor yang terpenting dalam setiap bahasa”. Hal ini nampaknya benar adanya banyak bentukan baru yang
dianalogikan dari bentukan yang sudah ada.
2. Gejala Kontaminasi
Kontaminasi adalah suatu gejala bahasa yang rancu atau kacau susunan.Yangdirancukan adalah susunan dua unsur bahasa,baik itu imbuhan,kata,ataupun kalimat.
Kontaminasi Kata
Kata-kata seperti berulang kali dan sering kali adalah contoh kontaminasi kata yang sebenarnya kata-kata tersebut terbentuk dari kata-kata: berulang-ulang dan berkali-kali.
Berulang-ulang Berulang kali
Berkali-kali
di belakang hari di belakang kali
lain kali
jangan biarkan jangan boleh
tidak boleh
Kontaminasi kata terjadi karena adanya dua kata yang sebenarnya dapat berdiri sendiri yang ketika diucapkan dua kata tersebut diucapkan menjadi satu.
Kontaminasi Bentukan Kata
Adakalanya kita melihat bentukan kata dengan beberapa imbuhan afiks sekaligus yang memperlihatkan gejala kontaminasi. Contoh:
dipertinggi
dipertinggikan ditinggikan
Adanya bentukan dipertinggikan menyebabkan arti khususnya menjadi tak jelas.
4
menyampingkan
mengenyampingkan mengesampingkan
Kontaminasi Kalimat
Kalimat yang rancu pada umumnya dapat kita kembalikan pada dua kalimat asal yang betul strukturnya. Gejala kontaminasi ini timbul karena dua kemungkinan, yaitu:
a.Orang kurang menguasai penggunaan bahasa yang tepat menyusun kalimat atau frasa ataupun dalam penggunaan beberapa imbuhan sekaligus.
b.Kontaminasi terjadi tidak disengaja. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan antara kompetensi dan performansi. Orang tahu dua bentuk yang benar namun ketika ditulis
atau diucapakan lahirlah sebuah bentuk penggabungan dua bentukan yang benar. Contoh:
Kalimat rancu Kalimat asal
Di sekolah murid-murid dilarang tidak boleh merokok
- Di sekolah murid-murid dilarang
merokok -
Di sekolah muri-murid tidak boleh merokok
Bentukan kontaminasi seperti contoh di atas dapat kita hindari apabila kita tahu benar bagaimana bentukan yang semestinya dan tahu benar mengapa bentukan-bentukan yang
semacam itu salah.
3. Gejala Pleonasme
Pleonasme berasal dari bahasa latin “pleonasmus” dalam bahasa Grika “pleonazein” artinya kata yang berlebih-lebihan. Gejala pleonasme timbul karena beberapa
kemungkinan antara lain:
a. Pembicara tidak sadar bahwa apa yang diucapkan itu mengandung sifat yang
berlebih-lebihan. Jadi, dibuat dengan tidak sengaja; b.
Dibuat bukan karena tidak sengaja, melainkan karena tidak tahu bahwa kata-kata yang digunakan mengandung pengertian yang berlebih-lebihan;
c. Dibuat dengan sengaja sebagai salah satu bentuk gaya bahasa untuk memberikan
tekanan pada arti intensitas. Contoh gejala pleonasme:
5
a. Dalam satu prasa terdapat dua atau lebih kata yang searti, misalnya:
Mulai dari waktu itu ia jera berjudi. mulai = dari; salah satunya saja dipakai.
b. Kata kedua sebenarnya tak perlu lagi karena pengertiannya sudah terkandung pada
kaya yang mendahuluinya. Contoh: naik ke atas, turun ke bawah. c.
Bentuk jamak yang dinyatakan dua kali, misalnya: Telah dipamerkan sebanyak 50 buah lukisan-lukisan.
50 = memberi pengertian jamak, lukisan-lukisan = menyatakan jamak .
4. Gejala Hiperkorek