MAKALAH PENYIMPANGAN BAHASA INDONESIA

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Problematika gejala bahasa Indonesia, yakni gejala bahasa kontaminasi, pleonasme, hiperkorek, serta beberapa gejala bahasa yang lain. Begitu banyaknya Problematika tersebut sehingga banyak terjadi kesalahan dalam menggunakan tata bahasa Indonesi. Baik dalam penulisan maupun pengucapannya. Dalam pemakaian bahasa Indonesia, termasuk bahasa Indonesia ragam ilmiah, sering dijumpai penyimpangan dari kaidah yang berlaku sehingga mempengaruhi kejelasan pesan yang disampaikan.

B. RUMUSAN MASALAH

Dalam pembahasan makalah ini yang menjadi rumusan masalah yaitu;

1. Apa fungsi bahasa Indonesia dan apa saja komponen yang berhubungan dengan sikap bahasa?

2. Apa saja yang termasuk problematika dan penyimpangan dalam bahasa Indonesia?

3. Adakah problem gejala bahasa yang lain dalam menggunakan bahasa Indonesia?

C. MANFAAT PENULISAN

Dengan dibuatnya makalah ini, diharapkan dapat bermanfaat baik untuk pembaca maupun untuk penulis sendiri dan juga bisa digunakan sebagai mana mestinya. Dan terlebih lagi kita bisa membedakan mana bahasa Indonesia yang baik dan juga benar.


(2)

BAB II

PEMBAHASAN

A. GEJALA BAHASA

Gejala bahasa ialah peristiwa yang menyangkut bentukan-bentukan kata atau kalimat dengan segala macam proses pembentukannya. Gejala bahasa dalam bahasa Indonesia diantaranya adalah gejala analogi, gejala kontaminasi, gejala pleonasme, gejala hiperkorek, dan gejala-gejala lainnya.

1. Gejala Analogi

Analogi dalam bahasa artinya suatu bentukan bahasa yang meniru contoh yang sudah ada. Terbentuknya bentukan-bentukan baru tentu akan memperkaya perbendaharaan bahasa Indonesia. Hal ini tentu akan menguntungkan bagi bahasa yang tumbuh dan sedang berkembang.

Tabel 1. analogi dalam bahasa Indonesia N

o

Kata/bentukan yang sudah lama

dikenal Keterangan Kata/ bentukan baru 1. 2. 3. Putra-putri, dewa-dewi Hartawan, bangsawan Budiman

Kata-kata itu berasal dari bahasa Sansekerta. Fonem /a/: menyatakan jenis kelamin laki-laki, /i/ menyatakan perempuan.

-wan menyatakan lelaki, untuk menyatakan perempuan dipakai akhiran –

wati. - Saudara-saudari, mahasiswa-mahasiswi, pemuda-pemudi, dsb. Olahragawan, negarawan, sosiawan, pragawati, negarawati, sosiawati. Seniman.

Dalam bahasa Indonesia tak ada alat (bentuk gramatika) untuk menyatakan atau membedakan jenis laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu, jenis kelamin dinyatakan


(3)

dengan pertolongan kata lain yaitu kalau laki-laki (pria) dan perempuan (wanita) di belakang kata-kata yang dimaksud. Contohnya, murid laki-laki, pelayan wanita.Untuk binatang atau tumbuhan dipakai kata jantan dan betina.Contohnya, kuda jantan, bunga betina.

Pembatasan unsur a dan i yang bukan merupakan unsur asli bahasa Indonesia perlu dilakukan. Misalnya, di samping kata bapak tak perlu dibentuk kata bapik sebab untuk ini sudah ada kata lain yaitu ibu. Jadi analogi dalam bahasa tak selalu berlaku mutlak.

Analogi dari Bahasa Indonesia Asli

Dalam bahasa Indonesia ada kata-kata: dikemukakan, diketengahkan, atau mengemukakan, mengetengahkan. Beranalogi kepada kata-kata itu dibentuklah kata-kata baru: dikesampingkan, dikebumikan, dikedepankan, mengebelakangkan; tidak tergolong ke dalam bentukan dike-kan. Dari kata semasa dibentuk kata-kata baru; sedari, selagi sewaktu, semasih.Pada masa orde baru pun lahir kata pemersatu yang kemudian muncul kata-kata baru seperti pemerlain, pemerhati.

Bentukan Analogi Hasil Suadaya Bahasa

Dari bahasa yang tersedia, orang mencoba membentuk dan melahirkan sesuatu yang baru. Misalnya dari bahasa Belanda “onrechtvaardigheid”, dibuatlah istilah ketidakadilan (onrechtvaardig: tidak adil, heid: morvem pembentuk kata benda menyatakan sifat). “heid” disejajarkan dengan imbuhan ke-an dalam bahasa Indonesia, sehingga lahirlah analogi bentukan ketidak-an seperti; ketidaktertiban, ketidakbecusan, ketidakberesan. Pembentukan kata-kata seperti ini sungguh sangat berhasil.

Analogi yang Salah

Analogi yang salah sering terjadi karena kata bervokal satu dijadikan kata yang bervokal dua yang disebut diftongisasi. Contoh: teladan dijadikan tauladan, anggota dijadikan anggauta. Mungkin hal tersebut terjadi karena pemakai bahasa menganalogikannya dengan pemungutan kata-kata bahasa Arab seperti: taubat, taufan, taurat. Dalam bahasa Indonesia kata-kata itu menjadi tobat, tofan, torat.Karena analogi itulah bentukan-bentukan teladan dan anggota dikembalikan kepada bentuk dengan au (tauladan, anggauta).Inilah yang dinamakan dengan analogi yang salah yang menimbulkan terjadinya hiperkorek.


(4)

Drs. Pernis (Badudu, 1985:50) mengatakan bahwa “analogi ialah faktor yang terpenting dalam setiap bahasa”. Hal ini nampaknya benar adanya banyak bentukan baru yang dianalogikan dari bentukan yang sudah ada.

2. Gejala Kontaminasi

Kontaminasi adalah suatu gejala bahasa yang rancu atau kacau susunan.Yangdirancukan adalah susunan dua unsur bahasa,baik itu imbuhan,kata,ataupun kalimat.

Kontaminasi Kata

Kata-kata seperti berulang kali dan sering kali adalah contoh kontaminasi kata yang sebenarnya kata-kata tersebut terbentuk dari kata-kata: berulang-ulang dan berkali-kali.

Berulang-ulang Berulang kali Berkali-kali di belakang hari di belakang kali lain kali

jangan biarkan jangan boleh tidak boleh

Kontaminasi kata terjadi karena adanya dua kata yang sebenarnya dapat berdiri sendiri yang ketika diucapkan dua kata tersebut diucapkan menjadi satu.

Kontaminasi Bentukan Kata

Adakalanya kita melihat bentukan kata dengan beberapa imbuhan (afiks) sekaligus yang memperlihatkan gejala kontaminasi. Contoh:

dipertinggi dipertinggikan ditinggikan


(5)

menyampingkan mengenyampingkan mengesampingkan Kontaminasi Kalimat

Kalimat yang rancu pada umumnya dapat kita kembalikan pada dua kalimat asal yang betul strukturnya. Gejala kontaminasi ini timbul karena dua kemungkinan, yaitu:

a.Orang kurang menguasai penggunaan bahasa yang tepat (menyusun kalimat atau frasa ataupun dalam penggunaan beberapa imbuhan sekaligus).

b.Kontaminasi terjadi tidak disengaja. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan antara kompetensi dan performansi. Orang tahu dua bentuk yang benar namun ketika ditulis atau diucapakan lahirlah sebuah bentuk penggabungan dua bentukan yang benar.

Contoh:

Kalimat rancu Kalimat asal

Di sekolah murid-murid dilarang tidak boleh merokok

- Di sekolah murid-murid dilarang

merokok

- Di sekolah muri-murid tidak

boleh merokok

Bentukan kontaminasi seperti contoh di atas dapat kita hindari apabila kita tahu benar bagaimana bentukan yang semestinya dan tahu benar mengapa bentukan-bentukan yang semacam itu salah.

3. Gejala Pleonasme

Pleonasme berasal dari bahasa latin “pleonasmus” dalam bahasa Grika “pleonazein” artinya kata yang berlebih-lebihan. Gejala pleonasme timbul karena beberapa kemungkinan antara lain:

a. Pembicara tidak sadar bahwa apa yang diucapkan itu mengandung sifat yang

berlebih-lebihan. Jadi, dibuat dengan tidak sengaja;

b. Dibuat bukan karena tidak sengaja, melainkan karena tidak tahu bahwa kata-kata

yang digunakan mengandung pengertian yang berlebih-lebihan;

c. Dibuat dengan sengaja sebagai salah satu bentuk gaya bahasa untuk memberikan

tekanan pada arti (intensitas). Contoh gejala pleonasme:


(6)

a. Dalam satu prasa terdapat dua atau lebih kata yang searti, misalnya: Mulai dari waktu itu ia jera berjudi.

(mulai = dari; salah satunya saja dipakai).

b. Kata kedua sebenarnya tak perlu lagi karena pengertiannya sudah terkandung pada kaya yang mendahuluinya. Contoh: naik ke atas, turun ke bawah.

c. Bentuk jamak yang dinyatakan dua kali, misalnya: Telah dipamerkan sebanyak 50 buah lukisan-lukisan.

(50 = memberi pengertian jamak, lukisan-lukisan = menyatakan jamak ). 4. Gejala Hiperkorek

H.D. van Pernis (dalam Badudu 1985 : 58)menyebutkan gejala hiperkorek sebagai proses bentukan betul dibalik betul.Maksudnya, yang sudah betul dibetul-betulkan lagi akhirnya menjadi salah.Gejala hiperkorek menunjukkan sesuatu yang salah, baik ucapan, maupun ejaan (tulisan).

1. /s/ dijadikan /sy/

Tabel. 2 Alih huruf bahasa Arab ke bahasa Indonesia N

o

Bahasa Arab Bahasa Indonesia Contoh

1 sin /s/ Islam, salam,

selamat, muslim, saat, sebab, insan.

2 Syin /sy/

-3 tsa /s/ misal, amsal, Senin,

Selasa, hadis, salju.

4 Shad /s/ sehat,sahabat,

nasihat, hasil, insaf, salat, pasal, maksud.

Hiperkorek terjadi karena kata-kata yang seharusnya tidak boleh dijadikan /sy/ dijadikan /sy/, misalnya, insaf dijadikan insyaf, sah dijadikan syah.


(7)

2. /h/ dijadikan /kh/

Dalam bahasa Arab, ada dua macam bunyi laringal /h/. /h/ berdesah seperti pada kata-kata: sehat, nasihat, hasil, sahabat, dan /h/ bersuara seperti pada kata-kata-kata: paham, hidayat, jihad, lahir.Dalam bahasa Indonesia kedua macam fonem ini dituliskan dengan h saja, jadi tidak dibedakan.Ucapannya pun tidak dibedakan.

Selain daripada itu ada fonem /kh/ yang dasar ucapannya langit-langit lembut (artikulasi velar) seperti yang terdapat pada kata-kata: Khalik, makhluk, khusus, khayal, akhir, khabar, ikhtisar. Dalam bahasa Indonesia, fonem itu dituliskan dengan kh menurut ejaan lama ch. Fonem /kh/ pada awal suku bisa dijadikan /k/ saja seperti pada kata-kata: kabar, akhir, ketubah, kesumat.

Karena pengaruh bahasa Sunda, maka huruf kh itu biasanya dituliskan orang sebagai h saja, jadi: makhluk, husus, hayal, akhir. Memang dalam ucapannya lebih cenderung pada bunyi /h/ dari pada /k/ walaupun /kh/ mempunyai satu daerah artikulasi yaitu velar. Bentuk mahluk, husus, ahir, bukanlah bentuk baku.

Hewan dari bahasa Arab haiwani ditulis dengan kh menjadi khewan, (dalam ejaan lama chewan) padahal dalam bahasa Arab h pada kata ini sama dengan h pada sehat, nasihat, sahabat.

3. /p/ dijadikan /f/

Dalam bahasa Arab, tak terdapat fonem /p/, yang ada hanyalah /f/.Sebaliknya dalam bahasa Melayu tak terdapat fonem /f/. Itu sebabnya pada umumnya kata-kata yang berasal dari bahasa Arab dengan f dijadikan p seperti: fikir – pikir, faham – paham, hafal – hapal, fasal – pasal, disesuaikan dengan fonem atau ucapan kita. Namun yang sering salah adalah kata-kata bahasa Indonesia yang berawalan fonem /p/ dijadikan /f/ contoh: pihak – fihak inilah yang disebut kasus hiperkorek.

4. /j/ dijadikan /z/

Fonem /z/ dari bahasa Arab, yang merupakan fonem asing dalam bahasa Melayu/Indonesia sering dijadikan /j/, seperti: zaman – jaman, izin – ijin, ziarah – jiarah, zambrut – jambrut. Fonem /z/ yang berasal dari bahas Belanda dijadikan /s/ dalam bahasa Indonesia, seperti: zak – saku; zaal – sal; zadel – sadel, zonder – sonder (= tanpa), zuster – suster.

Dalam bahasa Indonesia ada kita lihat yang sebaliknya dari yang disebutkan di atas ini yaitu /j/ dijadikan /z/ sehingga terjadi pula hiperkorek.


(8)

Misalnya:

ijazah, tidak boleh dijadikan izazah.

5. Gejala Hiperkorek dengan /au/ Pengganti /o,e/

Dalam bahasa Indonesia dewasa ini, kita jumpai penulisan kata-kata seperti: anggota dijadikan anggauta

teladan dijadikan tauladan sentosa dijadikan sentausa

Contoh-contoh tersebut terjadi karena adanya analogi yang salah, yaitu dikira berasal dari bahasa Arab seperti tuabat, taurat, aurat, taufan.Kata-kata di atas tadi tidak berasal dari bahasa Arab, jadi bunyi /o/ atau /e/-nya jangan dikembalikan kepada bunyi /au/.Frekuensi penulisan anggauta memang sangat besar.

Kata-kata yang diambil dari bahasa daerah seperti sajen dan kabupaten, buro, dan windon adalah bentuk-bentuk yang disandikan: saji + an – sajen, ka + bupati + an – kabupaten, buru + an – buron, windu + an – windon. Namun sering orang mengucapkan kata sajenan dan buronan.Sajen dan buron dianggap sebagai bentuk dasar.

Ada pula gejala monoftongisasi (dua vokal dijadikan satu vokal di dalam satu kata).Misalnya, syaitan, hairan, haiwan (dari bahasa Arab) menjadi setan, heran, hewan.Kata taubat dan taurat menjadi tobat dan torat.

6. Timbulnya Gejala Hiperkorek

Beberapa alasan yang menyebabkan timbulnya hiperkorekadalah :

1. Orang tak tahu mana bentuk yang asli, yang betul, lalu meniru saja yang

diucapkan/dituliskan oleh orang lain.

2. Mungkin juga karena ingin gagah, ingin hebat, sehingga disamping apa yang sudah

dibicarakan di atas, kita lihat juga orang menuliskan kata-kata seperti hadir, rela, fasal, hasil, batin, menjadi hadir, redla, fatsal, hatsil, bathin.

3. Dari segi linguistik /f, kh, sy, z/ bukan fonem-fonem Indonesia asli. Itu sebabnya

variasi antara f – p, kh – k – h, sy – s, z – j, tidak menimbulkan perbedaan arti.Karena sifatnya yang tidak fonemis itulah, maka variasi bentuk kembar seperti contoh di atas dimungkinkan dalam bahasa Indonesia.

Hanya bila oleh perbedaan fonem timbul perbedaan arti, haruslah orang berhati-hati. Contohnya: sakit polio - kertas folio

seni - zeni


(9)

B. Kesalahan berbahasa yang berhubungan dengan pemakaian atau penghilangan kata tugas.

Kesalahan pemakaian kata tugas dalam berbahasa Indonesia ada tiga macam: a. Ketidaktepatan kata tugas yang digunakan. Contoh:

 Hipotesis daripada penelitian ini terbukti. (tidak tepat) Menjadi: Hipotesis penelitian ini terbukti.(baku)

b. Pemakaian kata tugas yang tidak diperlukan. Contoh:

Dalam penyusunan makalah ini dibantu oleh berbagai pihak. (tidak baku). Menjadi: Penyusunan makalah ini dibantu oleh berbagai pihak. (baku).

c. Penghilangan kata tugas yang diperlukan. Contoh:

 Data dikumpulkan sesuai kriteria yang sudah ditentukan. (tidak baku). Menjadi: Data dikumpulkan sesuai dengan kriteria yang sudah ditentukan. (baku). 8. Perombakan Bentuk Pasif

a. Penghilangan awalan di-untuk bentuk pasif yang seharusnya menggunakan awalan di-. Contoh:

 Praktik kerja lapangan ini mahasiswa semester satu lakukan. (tidak baku) Menjadi: Praktik kerja lapangan ini dilakukan oleh mahasiswa semester satu. (baku)  Pustaka itu peneliti rujuk. (tidak baku)

Menjadi: Pustaka itu dirujuk oleh peneliti. (baku)


(10)

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Begitu banyak kesalahan atau penyimpangan dalam pemakaian berbahasa Indonesia.Termasuk bahasa Indonesia ragam ilmiah, sering dijumpai penyimpangan dari kaidah yang berlaku sehingga mempengaruhi kejelasan pesan atau tulisan yang disampaikan. Diantaranya adalah:

1. Kontaminasi 2. Pleonasme 3. hiperkorek

4. Kesalahan berbahasa yang berhubungan dengan pemakaian atau penghilangan kata tugas. Dengan begitu banyak kesalahan atau pun penyimpangan dalam bahasa Indonesia diharapkan bagi bangsa Indonesia untuk dapat mengetahui dan memahami bahasa Indonesia yang baik dan benar.

B. SARAN

Sebagai bangsa Indonesia yang baik tentunya kita harus mampu menguasai bahasa Indonesia itu sendiri. Karena kebanyakan orang mengaku bangsa Indonesia tetapi mereka sendiri tidak mampu berbahasa Indonesia.Jangan pernah malu menjadi bangsa dan berbahasa Indonesia. Kalau bukan kita, siapa lagi yang mau membanggakannya????.Semangat dan jangan pernah berhenti untuk belajar.


(11)

DAFTAR PUSTAKA

 Suswito, 1985:87.

 Harimurti, 1984: 42.

 Badudu,1981:47. Dan hal:55.

 St.Y. Slamet, 2010. Problematika berbahasa Indonesia. Surakarta.

 Widya Sari, Kridalaksana, Harimurti. (2008). Kamus Linguistik (edisi ke-Edisi Keempat). Jakarta:Gramedia Pustaka Utama. ISBN 978-979-22-3570-8

 Kridalaksana, Harimurti. (1996). Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

 Alam Sutawijaya, dkk. (1996). Morfologi Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Kebudayaan.

 www.tiyapoenya.blogspot.com-gejala-bahasa- diunduh tanggal3 Desember 2016.

 http://bundaarik.multiply.com/journal/item/29-diunduh hari Minggu, 13 Desember 2016.

 http://www.scribd.com/doc/8963368/Th-Js-Badudu- diunduh hari Senin, 21 Desember 2016.

 http://www.scribd.com/doc/30828869/Gejala-Bahasa-diunduh hari Senin, 21 Desember 2016.


(1)

a. Dalam satu prasa terdapat dua atau lebih kata yang searti, misalnya: Mulai dari waktu itu ia jera berjudi.

(mulai = dari; salah satunya saja dipakai).

b. Kata kedua sebenarnya tak perlu lagi karena pengertiannya sudah terkandung pada kaya yang mendahuluinya. Contoh: naik ke atas, turun ke bawah.

c. Bentuk jamak yang dinyatakan dua kali, misalnya: Telah dipamerkan sebanyak 50 buah lukisan-lukisan.

(50 = memberi pengertian jamak, lukisan-lukisan = menyatakan jamak ).

4. Gejala Hiperkorek

H.D. van Pernis (dalam Badudu 1985 : 58)menyebutkan gejala hiperkorek sebagai proses bentukan betul dibalik betul.Maksudnya, yang sudah betul dibetul-betulkan lagi akhirnya menjadi salah.Gejala hiperkorek menunjukkan sesuatu yang salah, baik ucapan, maupun ejaan (tulisan).

1. /s/ dijadikan /sy/

Tabel. 2 Alih huruf bahasa Arab ke bahasa Indonesia N

o

Bahasa Arab Bahasa Indonesia Contoh

1 sin /s/ Islam, salam,

selamat, muslim, saat, sebab, insan.

2 Syin /sy/

-3 tsa /s/ misal, amsal, Senin,

Selasa, hadis, salju.

4 Shad /s/ sehat,sahabat,

nasihat, hasil, insaf, salat, pasal, maksud.

Hiperkorek terjadi karena kata-kata yang seharusnya tidak boleh dijadikan /sy/ dijadikan /sy/, misalnya, insaf dijadikan insyaf, sah dijadikan syah.


(2)

2. /h/ dijadikan /kh/

Dalam bahasa Arab, ada dua macam bunyi laringal /h/. /h/ berdesah seperti pada kata-kata: sehat, nasihat, hasil, sahabat, dan /h/ bersuara seperti pada kata-kata-kata: paham, hidayat, jihad, lahir.Dalam bahasa Indonesia kedua macam fonem ini dituliskan dengan h saja, jadi tidak dibedakan.Ucapannya pun tidak dibedakan.

Selain daripada itu ada fonem /kh/ yang dasar ucapannya langit-langit lembut (artikulasi velar) seperti yang terdapat pada kata-kata: Khalik, makhluk, khusus, khayal, akhir, khabar, ikhtisar. Dalam bahasa Indonesia, fonem itu dituliskan dengan kh menurut ejaan lama ch. Fonem /kh/ pada awal suku bisa dijadikan /k/ saja seperti pada kata-kata: kabar, akhir, ketubah, kesumat.

Karena pengaruh bahasa Sunda, maka huruf kh itu biasanya dituliskan orang sebagai h saja, jadi: makhluk, husus, hayal, akhir. Memang dalam ucapannya lebih cenderung pada bunyi /h/ dari pada /k/ walaupun /kh/ mempunyai satu daerah artikulasi yaitu velar. Bentuk mahluk, husus, ahir, bukanlah bentuk baku.

Hewan dari bahasa Arab haiwani ditulis dengan kh menjadi khewan, (dalam ejaan lama chewan) padahal dalam bahasa Arab h pada kata ini sama dengan h pada sehat, nasihat, sahabat.

3. /p/ dijadikan /f/

Dalam bahasa Arab, tak terdapat fonem /p/, yang ada hanyalah /f/.Sebaliknya dalam bahasa Melayu tak terdapat fonem /f/. Itu sebabnya pada umumnya kata-kata yang berasal dari bahasa Arab dengan f dijadikan p seperti: fikir – pikir, faham – paham, hafal – hapal, fasal – pasal, disesuaikan dengan fonem atau ucapan kita. Namun yang sering salah adalah kata-kata bahasa Indonesia yang berawalan fonem /p/ dijadikan /f/ contoh: pihak – fihak inilah yang disebut kasus hiperkorek.

4. /j/ dijadikan /z/

Fonem /z/ dari bahasa Arab, yang merupakan fonem asing dalam bahasa Melayu/Indonesia sering dijadikan /j/, seperti: zaman – jaman, izin – ijin, ziarah – jiarah, zambrut – jambrut. Fonem /z/ yang berasal dari bahas Belanda dijadikan /s/ dalam bahasa Indonesia, seperti: zak – saku; zaal – sal; zadel – sadel, zonder – sonder (= tanpa), zuster – suster.

Dalam bahasa Indonesia ada kita lihat yang sebaliknya dari yang disebutkan di atas ini yaitu /j/ dijadikan /z/ sehingga terjadi pula hiperkorek.


(3)

Misalnya:

ijazah, tidak boleh dijadikan izazah.

5. Gejala Hiperkorek dengan /au/ Pengganti /o,e/

Dalam bahasa Indonesia dewasa ini, kita jumpai penulisan kata-kata seperti: anggota dijadikan anggauta

teladan dijadikan tauladan sentosa dijadikan sentausa

Contoh-contoh tersebut terjadi karena adanya analogi yang salah, yaitu dikira berasal dari bahasa Arab seperti tuabat, taurat, aurat, taufan.Kata-kata di atas tadi tidak berasal dari bahasa Arab, jadi bunyi /o/ atau /e/-nya jangan dikembalikan kepada bunyi /au/.Frekuensi penulisan anggauta memang sangat besar.

Kata-kata yang diambil dari bahasa daerah seperti sajen dan kabupaten, buro, dan windon adalah bentuk-bentuk yang disandikan: saji + an – sajen, ka + bupati + an – kabupaten, buru + an – buron, windu + an – windon. Namun sering orang mengucapkan kata sajenan dan buronan.Sajen dan buron dianggap sebagai bentuk dasar.

Ada pula gejala monoftongisasi (dua vokal dijadikan satu vokal di dalam satu kata).Misalnya, syaitan, hairan, haiwan (dari bahasa Arab) menjadi setan, heran, hewan.Kata taubat dan taurat menjadi tobat dan torat.

6. Timbulnya Gejala Hiperkorek

Beberapa alasan yang menyebabkan timbulnya hiperkorekadalah :

1. Orang tak tahu mana bentuk yang asli, yang betul, lalu meniru saja yang diucapkan/dituliskan oleh orang lain.

2. Mungkin juga karena ingin gagah, ingin hebat, sehingga disamping apa yang sudah dibicarakan di atas, kita lihat juga orang menuliskan kata-kata seperti hadir, rela, fasal, hasil, batin, menjadi hadir, redla, fatsal, hatsil, bathin.

3. Dari segi linguistik /f, kh, sy, z/ bukan fonem-fonem Indonesia asli. Itu sebabnya variasi antara f – p, kh – k – h, sy – s, z – j, tidak menimbulkan perbedaan arti.Karena sifatnya yang tidak fonemis itulah, maka variasi bentuk kembar seperti contoh di atas dimungkinkan dalam bahasa Indonesia.

Hanya bila oleh perbedaan fonem timbul perbedaan arti, haruslah orang berhati-hati. Contohnya: sakit polio - kertas folio

seni - zeni


(4)

B. Kesalahan berbahasa yang berhubungan dengan pemakaian atau penghilangan kata tugas.

Kesalahan pemakaian kata tugas dalam berbahasa Indonesia ada tiga macam: a. Ketidaktepatan kata tugas yang digunakan. Contoh:

 Hipotesis daripada penelitian ini terbukti. (tidak tepat)

Menjadi: Hipotesis penelitian ini terbukti.(baku)

b. Pemakaian kata tugas yang tidak diperlukan. Contoh:

Dalam penyusunan makalah ini dibantu oleh berbagai pihak. (tidak baku). Menjadi: Penyusunan makalah ini dibantu oleh berbagai pihak. (baku).

c. Penghilangan kata tugas yang diperlukan. Contoh:

 Data dikumpulkan sesuai kriteria yang sudah ditentukan. (tidak baku).

Menjadi: Data dikumpulkan sesuai dengan kriteria yang sudah ditentukan. (baku). 8. Perombakan Bentuk Pasif

a. Penghilangan awalan di-untuk bentuk pasif yang seharusnya menggunakan awalan di-. Contoh:

 Praktik kerja lapangan ini mahasiswa semester satu lakukan. (tidak baku)

Menjadi: Praktik kerja lapangan ini dilakukan oleh mahasiswa semester satu. (baku)

 Pustaka itu peneliti rujuk. (tidak baku) Menjadi: Pustaka itu dirujuk oleh peneliti. (baku)


(5)

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Begitu banyak kesalahan atau penyimpangan dalam pemakaian berbahasa Indonesia.Termasuk bahasa Indonesia ragam ilmiah, sering dijumpai penyimpangan dari kaidah yang berlaku sehingga mempengaruhi kejelasan pesan atau tulisan yang disampaikan. Diantaranya adalah:

1. Kontaminasi 2. Pleonasme 3. hiperkorek

4. Kesalahan berbahasa yang berhubungan dengan pemakaian atau penghilangan kata tugas. Dengan begitu banyak kesalahan atau pun penyimpangan dalam bahasa Indonesia diharapkan bagi bangsa Indonesia untuk dapat mengetahui dan memahami bahasa Indonesia yang baik dan benar.

B. SARAN

Sebagai bangsa Indonesia yang baik tentunya kita harus mampu menguasai bahasa Indonesia itu sendiri. Karena kebanyakan orang mengaku bangsa Indonesia tetapi mereka sendiri tidak mampu berbahasa Indonesia.Jangan pernah malu menjadi bangsa dan berbahasa Indonesia. Kalau bukan kita, siapa lagi yang mau membanggakannya????.Semangat dan jangan pernah berhenti untuk belajar.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

 Suswito, 1985:87.  Harimurti, 1984: 42.

 Badudu,1981:47. Dan hal:55.

 St.Y. Slamet, 2010. Problematika berbahasa Indonesia. Surakarta.

 Widya Sari, Kridalaksana, Harimurti. (2008). Kamus Linguistik (edisi ke-Edisi Keempat).

Jakarta:Gramedia Pustaka Utama. ISBN 978-979-22-3570-8

 Kridalaksana, Harimurti. (1996). Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama

 Alam Sutawijaya, dkk. (1996). Morfologi Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen

Pendidikan Kebudayaan.

 www.tiyapoenya.blogspot.com-gejala-bahasa- diunduh tanggal3 Desember 2016.

 http://bundaarik.multiply.com/journal/item/29-diunduh hari Minggu, 13 Desember 2016.

 http://www.scribd.com/doc/8963368/Th-Js-Badudu- diunduh hari Senin, 21 Desember 2016.

 http://www.scribd.com/doc/30828869/Gejala-Bahasa-diunduh hari Senin, 21 Desember 2016.