Rumusan Masalah Ruang Lingkup Masalah Orisinalitas Penelitian Landasan teoritis

1.2 Rumusan Masalah

Dalam uraian latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Faktor- faktor apa yang menyebabkan terjadinya kredit macet pada PD. BPR Bank Pasar Kabupaten Bangli Kabupaten Bangli? 2. Bagaimanakah upaya penyelesaian kredit macet padaPD. BPR Bank Pasar Kabupaten Bangli?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Untuk menghindari dalam penafsiran dan untuk mengarahkan tujuan serta memperoleh gambaran yang jelas dari penelitian ini, maka penulis merasa perlu memberikan batasan-batasan yang jelas dari judul penelitian ini yaitu mengenai faktor penyebab terjadinya kredit macet dan bagaimana upaya PD. BPR Bank Pasar Kabupaten Bangli untuk menyelesaikan masalah kredit macet tersebut.

1.4 Orisinalitas Penelitian

Penulis menyatakan bahwa sesungguhnya penelitian yang berjudul “ Penyelesaian Kredit Macet PadaPD. BPR Bank Pasar Kabupaten Bangli” ini merupakan hasil pemikiran asli penulis. Beberapa Penelitian terdahulu dengan jenis yang sama yang ada dalam perpustakaan skripsi dan internet diantaranya: No Penulis Judul Rumusan masalah 1 I Wayan Agus Oka Sutresna Alumni Universitas Udayana Penyelesaian Kredit Macet melalui Lembaga Paksa Badan - Persyaratan apa yang harus dipenuhi kreditur untuk mengajukan upaya paksa badan kepada debitur yang kreditnya macet - Apa akibat hukum bagi debitur yang telah diputus oleh Pengadilan Negeri untuk menjalankan Paksa Badan selama waktu tertentu yang ditetapkan undang-undang? 2 Maargareth Eka Purba Universitas Sumatera Utara Analisa Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit MacetStudi Pada PT. Bank Sumut - Bagaimana Pelaksanaan penghapusan piutang? - Bagaimana Kendala dalam penghapusan piutang?

1.5 Tujuan penelitian

1.5.1 Tujuan umum

1. Untuk mengetahui dan mengerti penyelesaian permasalahan kredit macet. 2. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum khususnya hukum perbankan mengenai kredit macet.

1.5.2 Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui dan mengkaji apa saja faktor-faktor yang dapat menimbulkan kredit macet padaPD. BPR Bank Pasar Kabupaten Bangli. 2. Untuk mengetahui bagaimana proses penyelesaian kredi macet dan upaya yang dilakukan oleh Pihak PD. BPR Bank Pasar Kabupaten Bangli untuk mencegah terjadinya kredit macet tersebut.

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian dari skripsi ini dibedakan atas manfaat teoritis dan manfaat praktis, yaitu sebagai berikut:

1.6.1 Manfaat Teoritis

1. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan sekaligus sebagai sumbangan ilmu khususnya dalam materi mengenai kredit macet sehingga dapat membantu mempersiapkan diri sebagai generasi penerus bangsa yang berwawasan dan bercita-cita tinggi. 2. Untuk memperluas pengetahuan mengenai penyelesaian kredit macet melalui teori-teori hukum perbankan sebagai dasar hukumnya yang tentunya berkaitan dengan kebijakan penyelesaian kredit macet oleh pihak bank yang yang bersangkutan.

1.6.2 Manfaat Praktis

1. Memperluas pengetahuan dalam hal mekanisme penyelesaian kredit macet dan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kredit macet pada PD. BPR Bank Pasar Kabupaten Bangli. 2. Kiranya dapat membantu jika suatu saat dihadapkan pada penyelesaian kasus serupa yang berkaitan dengan penyelesaian kredit macet dalam perbankan yang dalam hal ini dikhususkan pada PD. BPR Bank Pasar Kabupaten Bangli.

1.7 Landasan teoritis

Sehubungan dengan permasalahan yang diajukan maka dipandang perlu untuk membahas atau mengajukan kerangka teoritis. Kerangka teoritis yang dimaksudkan tiada lain untuk dapat memberikan landasan-landasan teori terhadap pembahasan atas permasalahan yang diajukan. Adapun beberapa teori, asas-asas hukum serta pandangan sarjana sebagai pembenaran teoritis adalah sebagai berikut :

1. Teori Efektifitas Hukum

Efektifitas merupakan suatu fakta bahwa kaidah hukum secara aktual diterapkan dan dipatuhi, sehingga warga masyarakat bertingkah laku sesuai dengan kaidah hukum tersebut.Dengan demikian, maka efektifitas merupakan kondisi dari sahnya suatu kaidah hukum, dalam arti bahwa efektifitas harus menyertai suatu kaidah agar sahnya tidak hilang. 7 Namun, suatu kaidah tidak identik dengan kenyataan yang berwujud suatu prilaku dan hal tersebut sama dengan ketidaksamaan antara sahnya suatu kaidah dengan efektifitasnya. Efektifitas suatu tertib hukum dan efektifitas suatu kaidah hukum tertentu, merupakan suatu kondisi bagi sahnya kaidah tersebut.Efektifitas merupakan suatu kondisi dalam arti bahwa tertib hukum tertentu tidak dapat dianggap sah lagi apabila efektifitasnya hilang atau pudar.Kaidah dasar adalah dasar sahnya suatu kaidah hukum tersebut. Suatu tertib hukum tidak akan kehilangan efektifitasnya apabila salah satu diantara kaidah-kaidah tersebut kehilangan efektifitasnya. Kaidah hukum berjalan secara umum efektif dengan cara diterapkan dan dipatuhi, maka suatu tertib hukum tersebut dapat dikatakan sah. Suatu kaidah juga tidak kehilangan efektifitasnya apabila pelaksanaannya tidak efektif dalam beberapa kasus tertentu.Namun, suatu kaidah tidak dapat dianggap sah jika kaidah tersebut tidak pernah diterapkan atau tidak pernah dipatuhi oleh siapapun juga. 8 Membicarakan tentang efektivitas hukum berarti membicarakan daya kerja hukum itu dalam mengatur dan atau memaksa masyarakat untuk taat terhadap hukum.Hukum dapat efektif jikalau faktor-faktor yang mempengaruhi hukum tersebut dapat berfungsi dengan sebaik-baiknya.Ukuran efektif atau tidaknya suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat dilihat dari perilaku masyarakat. Suatu hukum atau peraturan perundang-undangan akan efektif 7 Soerjono Soekanto, 1983, Penegakan Hukum, Bina Cipta, Jakarta, selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto I, h. 20. 8 Ibid, h. 26. apabila warga masyarakat berperilaku sesuai dengan yang diharapkan atau dikehendaki oleh atau peraturan perundang-undangan tersebut mencapai tujuan yang dikehendaki, maka efektivitas hukum atau peraturan perundang-undangan tersebut telah dicapai. Teori efektivitas hukum menurut Soerjono Soekanto 9 adalah bahwa efektif atau tidaknya suatu hukum ditentukan oleh 5 lima faktor, yaitu : 1. Faktor hukumnya sendiri undang-undang. 2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum. 3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. 4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan. 5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Kelima faktor di atas saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur daripada efektivitas penegakan hukum.Pada elemen pertama, yang menentukan dapat berfungsinya hukum tertulis tersebut dengan baik atau tidak adalah tergantung dari aturan hukum itu sendiri.Pada elemen kedua yang menentukan efektif atau 9 Soerjono Soekanto, 2008, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto II, h.8. tidaknya kinerja hukum tertulis adalah aparat penegak hukum.Dalam hubungan ini dikehendaki adanya aparatur yang handal sehingga aparat tersebut dapat melakukan tugasnya dengan baik.Kehandalan dalam kaitannya disini adalah meliputi keterampilan profesional dan mempunyai mental yang baik.Pada elemen ketiga, tersedianya fasilitas yang berwujud sarana dan prasarana bagi aparat pelaksana di dalam melakukan tugasnya.Sarana dan prasarana yang dimaksud adalah prasarana atau fasilitas yang digunakan sebagai alat untuk mencapai efektivitas hukum.Berfungsinya hukum tersebut sangat tergantung pada usaha menanamkan ketentuan hukum itu sendiri. 10 Hukum menentukan peranan apa yang sebaiknya dilakukan oleh para subyek hukum maka, hukum yang berlaku tersebut berjalan secara efektif dan semakin mendekati apa yang telah ditentukan dalam kaidah hukum. 11 Teori efektivitas hukum yang dikemukakan Soerjono Soekanto tersebut relevan dengan teori yang dikemukakan oleh Romli Atmasasmita 12 yaitu bahwa faktor-faktor yang menghambat efektivitas penegakan hukum tidak hanya terletak pada sikap mental aparatur penegak hukum hakim, jaksa, polisi dan penasihat hukum akan tetapi juga terletak pada faktor sosialisasi hukum yang sering diabaikan. Soekanto mengemukakan, bahwa secara konseptual, arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam 10 Soerjono Soekanto I, op.cit,h.77. 11 Soerjono Soekanto I, op.cit, h. 79. 12 Romli Atmasasmita, 2001, Reformasi Hukum, Hak Asasi Manusia Penegakan Hukum, Mandar Maju, Bandung, h. 55. didalam kaidah-kaidah yang mantap dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.Penegakan hukum rule of law baik dalam arti formal maupun material atau ideologis mendapat pengakuan. Selanjutnya Friedman berpendapat, 13 bahwa penegakkan hukum rule of law dalam arti material berarti : a Penegakkan hukum yang sesuai dengan ukuran-ukuran tentang hukum yang baik atau hukum yang buruk. b Kepatuhan dari warga-warga masyarakat terhadap kaidah-kaidah hukum yang dibuat serta diterapkan oleh badan-badan legislatif, eksekutif dan yudikatif. c Kaidah-kaidah hukum harus selaras dengan hak-hak asasi manusia. d Negara mempunyai kewajiban untuk menciptakan kondisi-kondisi sosial yang memungkinkan terwujudnya aspirasi-aspirasi manusia dan penghargaan yang wajar terhadap martabat manusia. e Adanya badan yudikatif yang bebas dan merdeka yang akan dapat memeriksa serta memperbaiki setiap tindakan yang sewenang-wenang dari badan-badan eksekutif dan legislatif. Dengan demikian, sistem penegakan hukum yang baik menyangkut penyerasian antara nilai dengan kaidah serta dengan prilaku manusia yang 13 Soerjono Soekanto, 1983,Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto III, h. 149. nyata. 14 Hakikatnya penegakkan hukum bukan hanya menjadi tugas dari para penegak hukum yang sudah dikenal secara konvensional, tetapi menjadi tugas dari setiap orang.

2. Teori Kepastian Hukum

Menurut Kelsen, hukum adalah sebuah sistem norma. Norma adalah pernyataan yang menekankan aspek “seharusnya” atau das sollen, dengan menyertakan beberapa peraturan tentang apa yang harus dilakukan. Norma-norma adalah produk dan aksi manusia yang deliberatif.Undang-Undang yang berisi aturan-aturan yang bersifat umum menjadi pedoman bagi individu bertingkah laku dalam bermasyarakat, baik dalam hubungan dengan sesama individu maupun dalam hubungannya dengan masyarakat.Aturan-aturan itu menjadi batasan bagi masyarakat dalam membebani atau melakukan tindakan terhadap individu.Adanya aturan itu dan pelaksanaan aturan tersebut menimbulkan kepastian hukum. 15 Menurut Gustav Radbruch, hukum harus mengandung 3 tiga nilai identitas, yaitu sebagai berikut : 1. Asas kepastian hukumrechtmatigheid. Asas ini meninjau dari sudut yuridis. 2. Asas keadilan hukum gerectigheit. Asas ini meninjau dari sudut filosofis, dimana keadilan adalah kesamaan hak untuk semua orang di depan pengadilan. 14 Soerjono Soekanto I, op.cit, h. 13. 15 Peter Mahmud Marzuki,2008, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, h.158. 3. Asas kemanfaatan hukum zwechmatigheid atau doelmatigheid atau utility. Tujuan hukum yang mendekati realistis adalah kepastian hukum dan kemanfaatan hukum.Kaum Positivisme lebih menekankan pada kepastian hukum, sedangkan Kaum Fungsionalis mengutamakan kemanfaatan hukum, dan sekiranya dapat dikemukakan bahwa “summum ius, summa injuria, summa lex, summa crux” yang artinya adalah hukum yang keras dapat melukai, kecuali keadilan yang dapat menolongnya, dengan demikian kendatipun keadilan bukan merupakan tujuan hukum satu-satunya akan tetapi tujuan hukum yang paling substantif adalah keadilan. 16 Menurut Utrecht, kepastian hukum mengandung dua pengertian, yaitu pertama, adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua, berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu. 17 Ajaran kepastian hukum ini berasal dari ajaran Yuridis-Dogmatik yang didasarkan pada aliran pemikiran positivistis di dunia hukum, yang cenderung melihat hukum sebagai sesuatu yang otonom, yang mandiri, karena bagi penganut pemikiran ini, hukum tak lain hanya kumpulan aturan. Bagi penganut aliran ini, tujuan hukum tidak lain dari sekedar menjamin terwujudnya kepastian hukum. 16 Dominikus Rato, 2010, Filsafat Hukum Mencari: Memahami dan Memahami Hukum, Laksbang Pressindo, Yogyakarta, h.59. 17 Riduan Syahrani,1999, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Penerbit Citra Aditya Bakti,Bandung,h.23. Kepastian hukum itu diwujudkan oleh hukum dengan sifatnya yang hanya membuat suatu aturan hukum yang bersifat umum.Sifat umum dari aturan-aturan hukum membuktikan bahwa hukum tidak bertujuan untuk mewujudkan keadilan atau kemanfaatan, melainkan semata-mata untuk kepastian. 18

3. Teori Penyelesaian Sengketa

Tata cara penyelesaian konflik dapat di bagi 2 kategori, yaitu : a. Penyelesaian sengketa yudisial, yang lazim di sebut dengan litigasi. Litigasi adalah penyelesaian sengketa antara para pihak yang dilakukan di muka pengadilan.Definisi litigasi secara eksplisit di peraturan perundang- undangan. Namun, Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa selanjutnya disebut UU Arbitrase dan APS menyebutkan bahwa Sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh para pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa yang didasarkan pada itikad baik dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri. Frans Hendra Winarta mengatakan bahwa secara konvensional, penyelesaian sengketa dalam dunia bisnis, seperti dalam perdagangan, perbankan, proyek pertambangan, minyak dan gas, energi, infrastruktur, dan sebagainya dilakukan melalui proses litigasi. Dalam proses litigasi menempatkan para pihak saling berlawanan satu sama lain, selain itu penyelesaian sengketa secara litigasi merupakan sarana akhir ultimum remidium setelah alternatif penyelesaian 18 Achmad Ali, 2002, Menguak Tabir Hukum Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, PT. Gunung Agung, Jakarta, h. 82-83. sengketa lain tidak membuahkan hasil. 19 Hal serupa juga dikatakan oleh Rachmadi Usman, bahwa selain melalui pengadilan litigasi, penyelesaian sengketa juga dapat diselesaikan di luar pengadilan non litigasi, yang lazim dinamakan dengan Alternative Dispute Resolution ADR atau Alternatif Penyelesaian Sengketa. 20 b. Penyelesaian sengketa non-yudisial atau alternative penyelesaian sengketa. 21 Jalur non litigasi adalah kebalikan dari litigasi sebagian besar tugasnya adalah untuk penyelesaiaan sengketa di luar pengadilan dengan melalui perdamaian. Asas-asas yang berlaku pada alternatif penyelesaian sengketa adalah 1. Asas kerahasiaan. 2. Asas itikad baik. 3. Asas mengikat. 4. Asas kontraktual. 5. Asas kebebasan. 22 Menurut Pasal 1 angka 10 UU Arbitrase dan APS, Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. 19 Frans Hendra Winarta, 2012, Hukum Penyelesaian Sengketa, Sinar Grafika, Jakarta, h.1-2. 20 Rachmadi Usman, 2012, Mediasi di Pengadilan. Sinar Grafika, Jakarta, h.8. 21 Widnyana, 2007, Alternative Penyelesaian Sengketa ADR, Indonesia Business Law Center IBLC, Jakarta, h. 60. 22 Jimmy Joses Sembiring, 2011, Cara Menyelesaikan Sengketa di Luar Pengadilan, Visimedia, Jakarta, h.11-12. 1.8 Metode penelitian 1.8.1 Jenis penelitian