Fungsi dan kewenangan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) terhadap pendaftaran tanah wakaf (studi kasus PPAIW Kecamatan Kebayoran Baru)

(1)

(STUDI KASUS PPAIW KECAMATAN KEBAYORAN BARU)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SH.I)

OLEH RIZAL ANSHOR NIM: 205040100581

KONSENTRASI PERADILAN AGAMA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011 M / 1432 H


(2)

(STUDI KASUS PPAIW KECAMATAN KEBAYORAN BARU)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SH.I)

Oleh

RIZAL ANSHOR NIM: 205040100581

Di Bawah Bimbingan

Drs. H. Asep Syarifuddin Hidayat, SH, MH.

KONSENTRASI PERADILAN AGAMA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH


(3)

IKRAR WAKAF (PPAIW) TERHADAP PENDAFTARAN TANAH WAKAF. (STUDI KASUS PPAIW KECAMATAN KEBAYORAN BARU). Telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 20 Juni 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SH.I) pada program studi Ahwal Syaksiyyah/Peradilan Agama.

Jakarta 20 Juni 2011 Dekan

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH,MA, MM NIP. 195505051982031012

Sidang Munaqasyah

1. Ketua

Drs. H. Ahmad Yani, MA. NIP. 196404121994031004

2. Seketaris

Moch Syafii, SE.I

3. Penguji I

Dr. Djawahir Hejazziey, MA. NIP. 195510151979031002

4. Penguji II

Dr. Moch. Ali Wafa, S.Ag. M.Ag NIP. 150321584

5. Pembimbing

Drs. H. Asep Syarifuddin Hidayat, SH, MH NIP. 196911211994031001


(4)

Puji sukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah kepada

hamba-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Fungsi

dan Kewenangan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) Terhadap Pendaftaran Tanah Wakaf (Studi Kasus PPAIW Kecamatan Kebayoran

Baru)”. Sholawat serta salam atas nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa penyelesaian skripsi ini bukan semata-mata hasil usaha penulis sendiri, melainkan berkat bimbingan, dukungan, dan bantuan yang tidak ternilai harganya dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma,SH, MA, MM. Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta.

2. Drs. H. Asep Sarifuddin Hidayat, SH.,MH. Dosen pembimbing atas pendapat

dan saran yang diberikan kepada penulis.

3. Dr. A. Sudirman Abbas, S.Ag, MH. sebagai pembimbing akademik penulis

selama menimbah ilmu di Fakultas Syariah dan Hukum.

4. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah membantu dalam proses

pembelajaran.

5. Staf administrasi yang ada di akademik Fakultas Syariah dan Hukum.

6. Pegawai perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayahtullah

Jakarta.

7. Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kebayoran Baru (H. AH.


(5)

yang kekuatan doanya selalu menyertai penulis yang tanpa henti memberikan dukungan moril dan materil, hanya Allah yang bisa membalas jasa yang tak terhingga yang telah kalian berikan kepada penulis.

9. Saudara-saudaraku yang ku sayangin, ke empat adikku (Amsal Arfah Hsb, Tuti

Chairani Hsb, Juni Dawati Hsb, dan Erwin Syahputra Hsb), terima kasih atas motivasi, perhatian dan kasih sayang yang telah kalian berikan, dan bersedia direpotkan oleh penulis selama proses penyelaisaian tugas akhirni ini. Terima kasih buat adik ipar (Joni) telah banyak juga memberikan semangat dan motivasinya untuk penulis.

10. Ade Irma Suryana Hrp, yang selalu memberikan Motivasi, semangat, dan

perhatiannya, telah memberikan/menambah warna baru dalam perjalanan hidupku, terimakasih atas nasihat dan udah mau berbagi atas pengalaman hidup.

11. Sahabat sejatiku di kampus yang sudah saya anggap saudara dekat (Riswanto

SH.I beserta keluarga), yang juga salah satu Motivator dalam penyelesaian skripsi ini, dan terima kasih atas nasihat dan masukan-masukan yang sangat baik sekali untu penulis.

12. Teman-teman sekelas dan seperjuangan selama menimba ilmu dikampus, yang

tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu, terima kasih yang telah menemani penulis selama berkuliah di fakultas syariah dan hukum.

13. Saudara-saudara seperantauan, teman-teman di IKAPDH, SEMARI Banten, febri

kasrilah, imam syafi’i, hambali, bayu musfofa arif, dan sadar rukmana, yang

tidak mungkin saya sebutkan satu persatu terimakasih atas persaudaraan yang terjalin dari semenjak lulus dari pesantren sampai sekarang.

14. Teman-teman seperantauan satu daerah di IPEMAROHIL Jakarta, Thamri,


(6)

penulis mengetahui masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini.

Akhirnya, penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Jakarta Mei 2011


(7)

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR BAGAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Metode Penelitian... 10

E. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II WAKAF MENURUT FIQIH DAN HUKUM POSITIF A. Pengertian Wakaf dan Dasar Hukum Wakaf ... 12

B. Rukun dan Syarat Perwakafan ... 20

C. Peruntukan Tanah Wakaf ... 25

BAB III GAMBARAN UMUM MENGENAI MEKANISME PENDAFTARAN TANAH WAKAF A. Pengertian Pendaftaran Tanah... 28


(8)

E. Proses Tanah Hak Milik yang Belum Bersertifikat (Bekas Tanah Hak Milik Adat) ... 46

F. Tanah yang Belum Ada Haknya (yang Dikuasai/Tanah Negara) 51

BAB IV FAKTOR DAN PENGHAMBAT PENCATATAN TANAH

WAKAF

A. Profil KUA Kecamatan Kebayoran Baru ... 55

B. Fungsi dan Kewenangan PPAIW Terhadap Pendaftaran Tanah

Wakaf Pada PPAIW Kecamatan Kebayoran Baru... 63

C. Faktor-faktor yang Menjadi Keberhasilan dan Hambatan Bagi

Mekanisme Pendaftaran Tanah Wakaf ... 78 D. Analisis Penulis ... 81

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 84 B. Saran ... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 90


(9)

(10)

2006 tentang pelaksanaan UU No. 41 tahun 2004 tentang wakaf ... 71 Bagan : Dalam hal pembuatan akta pengganti akta ikrar wakaf (APAIW) ... 72 Bagan : Tata cara pendaftaran harta benda wakaf ... 73 Bagan : Tata cara pendaftaran sertifikat harta benda wakaf berdasarkan AIW atau


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian hartanya yang berupa tanah milik, dan melembagakan untuk selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya, sesuai dengan

ajaran Islam.1

Bila dicermati, pengertian wakaf yang dimaksud dalam PP No. 28 Tahun 1977 tersebut di atas, tentulah sangat sempit dan hanya terbatas pada wakaf tanah saja, dan tidak mengherankan jika sebagian masyarakat mengangap bahwa seolah-olah hanya tanah saja yang boleh diwakafkan.

Melalui undang-undang No.41 Tahun 2004 pasal (1) angka 1 disebutkan wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingan guna keperluan ibadah dan kesejahteraan umum menurut syari‟ah.2

Sementara dalam undang-undang No.41 Tahun 2004 juga disebutkan dalam pasal (1) angka 5, harta benda wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan

1 Lihat Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 1977 (pasal 1) 2Lihat Undang-undang No.41 tahun 2004


(12)

lama atau manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syari‟ah

yang diwakafkan oleh wakif.3

Dari hal tersebut di atas dapat disebutkan bahwa uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak atas kekayaan intelektual, hak sewa dan benda bergerak lainnya yang sesuai dengan ketentuan syari‟ah dan peraturan perundang-undangan

termasuk bagian dari benda wakaf.4

Sebagai sebuah tradisi, wakaf telah dikenalkan serta dipraktekkan masyarakat dunia semenjak zaman Romawi Kuno, sebelum datangnya islam. Dalam sejarah islam wakaf dikenal sejak masa Rasulullah SAW berhijrah ke Madinah, pada tahun kedua Hijriah. Sebagaian ulama berpendapat bahwa yang pertama kali melaksanakan wakaf adalah Rasulullah SAW, yakni wakaf tanah milik Nabi SAW untuk dibangun

mesjid.5

Di Indonesia, wakaf telah dikenal dan dilaksanakan oleh umat Islam sejak agama Islam masuk Indonesia. Sebagai salah satu institusi keagamaan yang erat hubungannya dengan sosial ekonomi, wakaf telah banyak membantu pembangunan secara menyeluruh di Indonesia, baik dalam pembangunan sumber daya manusia maupun dalam pembangunan sumberdaya sosial. Tak dapat dipungkiri, bahwa

3

Ibid. hal. 2 4

Murat Cizakca, Awqaf in History And Its Implications For Modern Islamic

Econoies, Islamic Economi Studies, (Jakarta : terjemahan, 1999), hal. 48 5

John L.Esposito, The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World,


(13)

sebagian besar rumah ibadah, perguruan islam, dan lembaga-lembaga islam lainnya

dibangun diatas tanah wakaf.6

Pengelolaan wakaf mengalami masa yang cukup panjang, paling tidak ada tiga periode besar pengelolaan wakaf di Indonesia. Pertama, periode tradisional yaitu dimana pada periode ini wakaf masih ditempatkan sebagai ajaran murni yang dimasukkan dalam kategori ibadah mahdhoh (pokok) dimana hampir semua benda-benda wakaf diperuntukkan untuk kepentingan pembangunan fisik. Kedua, periode semi professional. Yaitu di mana pengelolaan wakaf yang kondisinya relative sama dengan periode tradisional, namun pada masa ini sudah mulai dikembangkan pola pemberdayaan wakaf secara produktif, meskipun belum maksimal. Ketiga, periode professional, yaitu periode di mana potensi wakaf di Indonesia sudah mulai dilirik

untuk diberdayakan secara professional-produktif.7

Untuk memajukan dunia perwakafan di Indonesia, pemerintah melalui Depertemen Agama berupaya menjalankan fungsi dan perannya memfasilitasi pengembangan administrasi perwakafan di Indonesia sesuai dengan ketentuan

perkembangan masyarakat.8

6

Departemen Agama RI, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Bunga Rampai Perwakafan, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Wakaf, (tahun 2006), hal. 19

7

Departemen Agama RI, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Bunga Rampai Perwakafan, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Wakaf, (tahun 2006), hal. 20

8


(14)

Pada awalnya berdasarkan keputusan menteri agama Nomor 18 Tahun 1975 tentang susunan organisasi dan tata kerja depertemen agama bahwa urusan wakaf merupakan bagian tugas sub direktorat pada direktorat urusan agama Islam. Pada tahun 2001 berdasarkan keputusan menteri agama Nomor 1 tahun 2001 tentang kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, susunan organisasi dan tata kerja departemen agama yang tadinya wakaf termasuk zakat merupakan sub direktorat urusan agama Islam kedudukannya diwakaf menjadi direktorat pengembangan zakat dan wakaf dengan sub-sub direktorat: sub direktorat pemberdayaan zakat sub direktorat bina lembaga pengelolaan zakat, sub Direktorat pemberdayaan wakaf, sub direktorat bina lembaga pengelolaan wakaf, sub direktorat pengendalian dan evaliasi,

dan bagian tata usaha.9

Setelah disahkannya UU No.41 tahun 2004 oleh Presiden Republik Indonesia DR. Susilo Bambang Yodhoyono Pada Tanggal 27 Oktrober 2004 dan pada tahun 2006 pemerintah memecah Direktorat Zakat dan Wakaf menjadi dua direktorat yang berdiri sendiri, dilingkungan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Peneyelenggaraan Haji yang didasarkan pada Peraturan Menteri Agama Nomor 3

tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama.10

Dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1978 tentang Peraturan Pelaksanaan

Peraturan Pemerintah No, 28 tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik telah diatur bahwa

9

Departemen Agama RI, Peraturan Perwakafan Depag RI Ditjen Bimas Islam dan Urusan Haji Direktorat Urusan Agama Islam, (Jakarta : 1998), hal. 51

10

Departemen Agama RI, Peraturan Perwakafan Depag RI Ditjen Bimas Islam dan Urusan Haji Direktorat Urusan Agama Islam, (Jakarta : 1998), hal. 52


(15)

Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan ditunjuk sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW), dan administrasi perwakafan diselenggarakan oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan.

Melihat kewenangan penyelenggaraan administrasi wakaf terdapat pada Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf tingkat Kecamatan. Hal ini menjadi sebuah peninjauan terhadap salah satu wilayah di Jakarta Selatan yaitu wilayah Kecamatan Kebayoran Baru.

Melihat kondisi tanah perwakafan di Kecamatan Kebayoran Baru yang cukup baik dengan jumlah 85 lokasi tanah wakaf, namun masih adanya kendala mengenai tanah wakaf sehingga memunculkan sengketa tanah wakaf yang beberapa tahun ini terjadi seperti pada wilayah tanah wakaf di Kelurahan Senayan, Kelurahan Petogogan terhadap tanah wakaf Wan Syarifah, hal ini menarik perhatian terhadap tugas, peran serta implementasi kewenangan PPAIW di Wilayah Kecamatan Kebayoran Baru terhadap mekanisme pendaftaran tanah wakaf yang ada.

Tugas, Peran, Fungsi dan Kewenangan PPAIW dibebankan oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan, yang memiliki tugas Tugas dan fungsi Kantor Urusan Agama Kecamatan, sesuai dengan Keputusan Menteri Agama Nomor 517 tahun 2001 sebagai upaya meningkatkan kinerja dan pelayanan masyarakat dibidang perkawinan dan pengembangan keluarga sakinah dipandang perlu melaksanakan penataan organisasi Kantor Urusan Agama Kecamatan.


(16)

Sesuai dengan Keputusan Menteri Agama Nomor 517 tahun 2001, Kantor Urusan Agama Kecamatan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota di bidang Urusan Agama Islam dalam wilayah kecamatan.(Bab I, Pasal 2)

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Kantor Urusan Agama Kecamatan menyelenggarakan fungsi:

a. Menyelenggarakan statistik dan dokumentasi;

b. Menyelenggarakan surat menyurat, pengurusan surat, kearsipan, pengetikan

dan rumah tangga Kantor Urusan Agama Kecamatan;

c. Melaksanakan pencatatan nikah dan rujuk, mengurus dan membina masjid,

zakat, wakaf, baitul maal dan ibadah sosial, kependudukan dan pengembangan keluarga sakinah sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan

Haji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.11

PPAIW adalah pejabat berwenang yang ditetapkan oleh Menteri untuk membuat Akta Ikrar Wakaf, hal ini lah yang tertuang dalam Pasal 1 angka 6 dalam UU No.41

tahun 2004.12

Melihat dari uraian tersebut menunjukan adanya suatu bentuk pendelegasian Menteri kepada PPAIW terhadap sistem permulaan dari perwakafan, tentunya sangat

11

KMA 517 tahun 2001 Pasal 3 12


(17)

memiliki kewenangan yang cukup besar terhadap pendataan, maupun pengawasan terhadap tanah wakaf yang telah di Ikrarkan.

Melihat kondisi ini jika dikatakan PPAIW hanya sebagai Pembuat Akta Ikrar Wakaf lalu bagaimana sistem yang diterapkan oleh PPAIW dalam melaksanakan Kewenangannya menurut Undang-undang atau hukum positif yang berlaku di Indonesia terhadap tanah wakaf yang terletak di wilayah Kecamatan Kebayoran Baru. Dari uraian di atas menarik perhatian penulis untuk dapat melakukan uji analisis terhadap fungsi dan kewenangan yang telah dilaksanakan oleh PPAIW pada wilayah

Kecamatan Kebayoran Baru, dengan mengangkat judul skripsi Fungsi dan

Kewenangan PPAIW Terhadap Pendaftaran Tanah Wakaf (Studi Kasus PPAIW Kecamatan Kebayoran Baru)

B. Rumusan Masalah

Pemilikan harta benda mengandung prinsip atau konsep bahwa semua benda hakikatnya milik Allah SWT. Kepemilikan dalam ajaran Islam disebut juga amanah (kepercayaan), yang mengandung arti, bahwa harta yang dimiliki harus dipergunakan sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh Allah.

Untuk menjaga harta wakaf berupa benda tidak bergerak yaitu tanah. Tanah tersebut harus didaftarkan kepada Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW), sesuai dengan Undang-undang perwakafan, yang menyebutkan bahwa tugas PPAIW adalah membuat Akta Ikrar Wakaf (AIW).


(18)

Hal ini bertujuan agar tanah wakaf yang telah diserahkan oleh wakif atau pemilik tanah kepada nadzir (pengelola tanah wakaf, dapat memiliki sebuah payung hukum terhadap status tanah wakaf tersebut maupun setiap kegiatan yang berkaitan dengan tanah wakaf tersebut agar dapat sesuai dengan syari'ah dan hukum positif yang berlaku.

Namun dalam kenyataannya masyarakat masih sangat minim dalam pemahaman terhadap sistem pendaftaran tanah wakaf yang telah diwakafkan oleh siwakif sehingga ketika muncul sengketa tanah wakaf sulit menemukan payung hukum yang dapat melindungi keberadaan tanah wakaf tersebut.

Adapun seharusnya tanah wakaf yang akan diwakafkan sebelumnya harus didaftarkan kepada Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) sesuai dengan dimana letak tanah wakaf tersebut berada. Hal ini bertujuan untuk menjaga dan melakukan pengawasan dengan menerbitkan Akta Ikrar Wakaf (AIW) yang dibuat oleh PPAIW.

Sehingga memunculkan suatu rumusan masalah yang menurut penulis perlu untuk diketahui secara komprehensif.

1. Bagaimana fungsi dan kewenangan PPAIW terhadap pendaftaran tanah


(19)

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi PPAIW dalam melaksanakan fungsi dan kewenangannya tehadap pendaftaran tanah wakaf di wilayah Kecamatan Kebayoran Baru?

C. Tujuan Penelitian

Harapan dalam penggalian suatu analisis terhadap pejabat pembuat akta ikrar Wakaf (PPAIW) khususnya pada wilayah kecamatan kebayoran baru, penulis berusaha untuk mendapat mencapai suatu tujuan penelitian, yaitu:

1. Berusaha untuk menyelesaikan tugas akhir dan menggapai gelar sarjana S1 di

Universitas Islam Negeri pada fakultas syariah dan hukum.

2. Berusaha memberikan suatu sosialisasi secara umum kepada masyarakat

untuk dapat mengetahui:

a. Tugas, fungsi dan kewenangan PPAIW terhadap mekanisme pendaftaran

tanah wakaf.

b. Mengetahui mekanisme dan tata cara pendaftaran tanah wakaf.

3. Berupaya menemukan solusi terbaik terhadap factor-factor yang dapat

memberikan peningkatan terhadap tanah wakaf dan menemukan solusi penanganan terhadap faktor-faktor penghambat dalam mekanisme pendaftaran tanah wakaf.


(20)

D. Metode penelitian

Karya tulis ini disusun dengan menggunakan suatu metode penelitian untuk dapat mendukung keakurasian data serta keobjektifan mengenai masalah-masalah yang akan penulis coba analisis terkait dengan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf.

Metode penelitian yang digunakan dengan metode Kuantitatif yaitu pengolahan

data dengan mengedepankan data statistik yang tersaji, adapun dalam melengkapi

karya tulis ini penulis menggunakan metode kutipan yang terambil dari beberapa buku referensi, selain dari metode tersebut penulisan juga menggunakan metode wawancara.

E. Sistematika Penulisan

Untuk dapat membantu dalam memudahkan penulis menyajikan analisis, sekripsi ini tersusun dengan sistematika sebagai berikut:

Bab pertama berisikan : pendahuluan, latar belakang, rumusan masalah tujuan penelitian, landasan teori, metode penelitian, sistematika penulisan

Bab kedua menjelaskan : Wakaf menurut Fiqih dan Hukum Positif, Pengertian Wakaf dan dasar Hukum Wakaf, Rukun dan Syarat Perwakafan, Peruntukan Tanah Wakaf .

Bab ketiga menjelaskan : Mekanisme pendaftaran tanah wakaf, pengertian pendaftaran tanah, fungsi pendaftaran tanah, proses pendaftaran tanah yang


(21)

bersertifikat yang berstatus hak guna bangunan dan hak pakai, proses pendaftaran tanah yang sudah bersertifikat, proses tanah hak milik yang belum bersertifikat (bekas tanah hak milik) ,tanah yang belum ada haknya (yang dikuasai/tanah negara)

Bab empat menjelaskan : Profil KUA kecamatan kebayoran baru, Faktor dan penghambat pencatatan tanah wakaf, fungsi dan kewenangan PPAIW terhadap pendaftaran tanah wakaf pada PPAIW kecamatan kebayoran baru, faktor-faktor yang menjadi keberhasilan dan hambatan sebagai mekanisme pendaftaran tanah wakaf, analisis penulis


(22)

BAB II

WAKAF MENURUT FIQIH DAN HUKUM POSITIF

A. Pengertian Wakaf Dan Dasar Hukum Wakaf 1. Pengertian Wakaf

Kata wakaf atau “waqf” berasal dari bahasa arab “waqafa”. Asal kata waqafa berarti “menahan”. Kata “waqafa-yaqifu-waqfan” sama artinya dengan “habasa

-yahbisu-tahbisan.13

Istilah wakaf didalam syarah, yaitu menahan suatu harta yang boleh dimanfaatkannya dengan syarat kekal zatnya, yang dilarang tasharuf (tindakan) pada zatnya itu, dibelanjakannya pada jalan kebijakan untuk tujuan taqarrub (pendekatan

diri) kepada Allah ta‟ala.14

1. Menurut istilah ahli fiqih

Para ahli fikih berpendapat mendefinisikan wakaf menurut istilah, sehingga mereka berbeda dalam memandang hakikat wakaf itu sendiri.berbagai pandangan tentang wakaf menurut istilah sebagai berikut:

13

Drs. H. Suparman usman,SH. Hukum Perwakafan di Indonesia, (Darul

ulum press, 1999), hal. 7 14

Direktorat Pengembangan Zakat Dan Wakaf, Fiqih Wakaf, Direktorat

Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Dan Penyelenggaraan Haji.(Jakarta : 2005), hal. 18


(23)

a. Abu Hanifah

Wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut hukum, tetap miliki siwakif dalam rangka mempergunakan manfaatnya untuk kebajikan.

b. Mazhab Maliki

Mazhab maliki berpendapat bahwa wakaf itu tidak melepaskan harta yang di wakafkan dari pemilikan wakif, namun wakaf tersebut mencegah wakif melakukan tindakan yang dapat melepaskan kepemilikannya atas harta tersebut kepada yang lain dan wakif berkewajiban menyedekahkan manfaatnya serta tidak boleh menarik kembali wakafnya.

c. Mazhab Syafi‟i dan Ahmad bin Hambal

Syafi‟I dan ahmad berpendapat bahwa wakaf adalah melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, setelah sempurna prosedur perwakafan. Wakif tidak boleh melakukan apa saja terhadap harta yang diwakafkan. Seperti : perlakuan pemilik dengan cara pemilikannya kepada yang lain, baik dengan tukaran ataupun tidak.

d. Mazhab Lain

Mazhab lain sama dengan mazhab ketiga namun berbeda dari segi

kepemilikan atas benda yang diwakafkan yaitu menjadi milik mauquf „alaih


(24)

suatu tindakan atas benda wakaf tersebut, baik menjual atau

menghabiskannya.15

Definisi wakaf menurut etimologis atau lughat yang bermakna menahan harta dan memanfaatkan hasilnya dijalan Allah atau ada juga yang bermaksud menghentikan seperti telah d sebutkan di atas. Menghentikan manfaat keuntungan dan diganti untuk amal kebaikan sesuai dengan tujuan wakaf. Menghentikan segala aktifitas yang pada mulanya diperbolehkan terhadap harta („ain benda itu), seperti menjual, mewariskan menghibahkan mentransaksikanya, maka setelah dijadikan harta wakaf, tidak boleh tidak, hanya untuk keperluan agama semata, bukan untuk keperluan siwakif atau individual lainnya.

2. Menurut hukum positif

Ada beberapa pengertian tentang wakaf yang dirumuskan oleh hukum positif yang mengatur masalah perwakafan, baik itu berupa UU, PP, maupun Kompilasi Hukum Islam atau KHI.

a. Menurut PP No. 28 tahun 1977 pasal 1 (1)

Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan

15

Direktorat Pengembangan Zakat Dan Wakaf, Fiqih Wakaf, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, (Jakarta : 2005), hal, 15


(25)

melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan peribadatan atau

keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam16

b. Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Perbuaatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah dan keperluan umum lainnya sesuai

dengan ajaran Islam.17

c. Menurut undang-undang No. 41 tahun 2004 tentang wakaf

Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna kepentingan ibadah dan / atau kesejahteraan umum menurut syariah.

Diuraikan dalam hukum positif Indonesia yang mengatur masalah wakaf khususnya, seperti redaksional dari pengertian wakaf itu tidak jauh berbeda, baik itu yang ada di PP, Inpres, KHI, maupun UU No.41 tahun 2004 itu sendiri, baik itu dari segi makna dan tujuan dari wakaf itu sendiri.

16

Idijani Al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia Dalam Teori dan Praktek,

(Jakarta : PT Raja Grapindo persada, 2002), hal. 26 17

Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta : Akademika Pressindo, 2007), cet, Ke 1, hal. 165


(26)

Hal ini terjadi dikarenakan sumber pengambilan rujukan mengenai wakaf memang berasal kitab-kitab klasik ulama mazhab, dan memang semua peraturan mengenai perwakafan yang ada di Indonesia sumber pengambilan rujukannya bersumber dari Hukum Islam yang terpetakan dalam berbagi mazhab fiqih.

Dapat disimpulkan dari defenisi diatas pada dasarnya mengandung makna yang sama yaitu eksistensi benda wakaf itu harus bersifat tetap, artinya biarpun faedah atau manfaat benda itu diambil, zat benda itu masih tetap ada selamanya, sedangkan hak pemiliknya berakhir, tidak di jual, di wariskan, di hibahkan.

2. Dasar Hukum Wakaf a. Al-Qur‟an





























“ Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan

Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.”(QS : Ali imran : 92)

Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (dia dijalan Allah) sebagian dari hasil ushamu yang baik-baik”.(QS : Al-Baqarah : 267)


(27)











































Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu Amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS : Al An‟am : 165).

b. Hadits

ع

با

ر ر

ا

ل سر

ها

ص

ها

س

لاق

:

ا ا

ا

با

ا

عطق ا

ع

اا

اث

:

ق ص

راج

,

ا

ع

ع

ب

,

ا

ل

حلاص

ل ع

(

ا ر

س

.)

Dari Abu Hurairah ra, sesungguhnya Rasulullah saw bersabda : Apabila anak Adam (manusia) meninggal dunia, maka putuslah amalnya kecuali tiga perkara, shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mendoakan orang tuanya” (HR. Muslim).18

ع

با

ر ع

لاق

:

لاق

ر ع

ل

ص

ها

ع

س

ا

ئاا لا

س

لا

ر ب

ل

بصا

اا

طق

بجعا

لا

ا

را ق

ا

صتا

ا ب

,

لاقف

لا

ص

ها

ع

س

:

س حا

ا صا

ل س

ا تر ث

(

ا ر

را لا

س

)

18


(28)

Artinya : Dari Ibnu Umar, Ia berkata : “Umar mengatakan kepada Nabi Muhammad saw,

saya mempunyai seratus dirham saham di Khaibar, saya belum pernah mendapatkan harta yang paling saya kagumi seperti itu, tetapi saya ingin menyedekahkannya. Nabi saw, mengatakan kepada Umar : tahanlah (jangan di jual, hibah atau wariskan) asal (pokok) dan jadikan buahnya sedekah untuk sabilillah. (HR. Bukhari dan Muslim).19

c. Dasar hukum yang mengatur perwakafan di Indonesia

Peraturan wakaf di Indonesia diatur dalam berbagai peraturan dalam Perundang-undangan.

1. Undang-undang pokok agraria nomor 5 tahun 1960, pada pasal 5, pasal 14 ayat 1 dan pasal 49 memuat rumusan-rumusan antara lain sebagai berikut.

a. Pasal 5 UUPA menyatakan bahwa hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan Nasional dan Negara.

Segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.

Dalam rumusan pasal ini telah jelas bahwa hukum adat yang menjadi dasar hukum agraria Indonesia, yaitu hukum Indonesia asli yang tidak tertulis dalam bentuk undang-undang republik Indonesia bahwa di sana sini mengandung unsur agama yang di revisi dalam lembaga hukum adat, khusus nya lembaga wakaf. b. Pasal 14 ayat 1 menyatakan bahwa pemerintah dalam rangka sosialisme

Indonesia, membuat suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukan, dan penggunaan bumi, air, dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung

19


(29)

di dalamnya untuk keperluan Negara, untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainya sesuai dengan dasar ketuhanan yang maha Esa.

c. Pasal 49 UUPA menyatakan bahwa hak tanah-tanah badan keagamaan dan sosial sepanjang dipergunakan untuk dalam usaha dalam bidang keagamaan sosial telah diakui dan di lindungi. Badan-badan tersebut di jamin akan memperoleh tanah yang cukup untuk bangunan dan usahanya dalam bidang keagamaan dan sosial. Oleh karena itu, perwakafan tanah di atur dalam PP No. 28 tahun 1977.

2. Peraturan pemerintah Nomor 28. Tahun 1977.

Peraturan ini dikeluarkan untuk memberikan jaminan kepastian hukum mengenai tanah wakaf secara pemanfaatannya sesuai dengan tujuan wakaf.

3. Peraturan mentri agama Nomor 1 Tahun 1978

Peraturan ini dikeluarkan sebagai perincian terhadap PP No.28 tahun 1977 tentang tata cara perwakafan tanah milik, antara lain akta ikrar wakaf, hak dan kewajiban nazir, perubahan perwakafan tanah milik, pengawasan dan bimbingan, penyelesaian perselisihan wakaf, serta biaya perwakafan tanah milik.

4. Intruksi bersama mentri agama Republik Indonesia dan kepala badan pertanahan nasional nomor 4 tahun 1990 , nomor 24 tahun 1990 tentang sertifikasi tanah wakaf. 5. Badan pertahanan Nasional Nomor 630.1-2782 tentang pelaksanaan pensertifikasian

tanah wakaf.

6. Intruksi presiden Nomor 1 tahun 1991 Kompilasi Hukum Islam

Hukum mengenai perwakafan sebagaimana diatur dalam Kompilasi Hukum Islam pada dasarnya sama dengan hukum perwakafan yang telah diatur dalam perundang-undangan yang telah ada sebelumnya, sehingga Kompilasi Hukum Islam merupakan


(30)

pengembangan dan penyempurnaan terhadap materi perwakafan yang ada pada perundang-undangan sebelumnya.20

B. Rukun Dan Syarat Wakaf

1. Rukun Wakaf

Meskipun para pakar Hukum Islam berbeda pendapat dalam merumuskan defenisi wakaf, namun mereka sepakat dalam menentukan rukun wakaf, tanpa ada nya rukun-rukun sesuatu tidak akan berdiri tegak. Wakaf sebagai satu lembaga Islam mempunyai beberapa rukun. Tanpa ada rukun-rukun yang ditetapkan, wakaf tidak dapat berdiri atau tidak sah.

Adapun unsur-unsur atau rukun wakaf menurut sebagian besar ulama dan fiqih Islam, telah dikenal ada 6 (enam) rukun atau unsur wakaf adalah seperti diuraikan dibawah ini:

a. Orang yang berwakaf

Yang di maksud dengan wakif adalah pemilik harta benda yang melakukan perbuatan hukum (yang menyerahkan harta bendanya).menurut para pakar hukum Islam, suatu wakaf dianggap sah dan dapat dilaksanakan apabila wakif kecakapan untuk melakukan (tabarru) yakni melepas hak milik dengan ikhlas tanpa mengharapkan imbalan materil. Artinya mereka telah dewasa (baligh), berakal sehat, tidak dibawah pengampuan dan tidak karena terpaksa berbuat.

b. Benda yang diwakafkan (mauquf)

20

Elsi Kartika sari, “Pengantar Hukum Zakat Dan Wakaf”, (Jakarta : PT Grapindo), 2006, hal. 48


(31)

Mauquf dipandang sah apabila merupakan harta bernilai, tahan lama dipergunakan, dan hak milik wakif murni. Benda yang dwakafkan dipandang sah apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut, pertama: Benda harus memiliki nilai guna, tidak sah hukumnya sesuatu yang bukan benda. Kedua: Benda tetap atau benda bergerak, secara garis besar yang dijadikan sandaran golongan syafi‟iyyah dalam mewakafkan hartanya dilihat dari kekekalan fungsi atau manfaat dari harta tersebut,baik berupa barang tak bergerak, barang bergerak maupun barang kongsi (milik bersama). Ketiga: benda yang diwakafkan harus tertentu (diketahui) ketika terjadi akad wakaf. Keempat: benda yang diwakafkan benar-benar telah menjadi milik tetap (al-milk at-tamm) si wakif (orang yang mewakafkan) ketika terjadi wakaf.

c. Tujuan/tempat di wakafkan harta itu adalah penerima wakaf (mauquf‟ alaih)

Mauquf‟ alaih tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai ibadah, hal ini disesuaikan dengan sifat amalan wakaf sebagai salah satu bagian dri ibadah.

d. Pernyataan /lafaz penyerahan wakaf (sighat) ikrar wakaf

Sighat lafaz atau pernyataan wakaf dapat dikemukakan dengan tulisan, lisan atau dengan suatu isyarat yang dapat dipahami maksudnya. Setiap pernyataan /ikrar wakaf dilaksanakan oleh wakif kepada nazir dihadapan pejabat pembuat ikrar wakaf (PPAIW) dengan dilaksakan oleh 2 (dua) orang saksi. Pejabat pembuat ikrar wakaf (PPAIW) berdasarkan peraturan mentri agama No. 1 tahun 1979 maka kepada kantor urusan agama (KUA) ditunjuk sebagai PPAIW untuk administrasi perwakafan diselenggarakan oleh kantur urusan agama kecamatan. Ada pengelola wakaf (Nazhir) Nazir wakaf adalah orang yang memegang amanat untuk memelihara dan menyelenggarakan harta wakaf sesuai dengan tujuan perwakafaan. Dalam pasal 11


(32)

Undang-Undang No. 41 tahun 2004, tugas dari nazir meliputi. Pertama: melakukan pengadministrasian harta benda wakaf. Kedua: mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan keperuntukannya. Ketiga: mengawasi dan melindungi harta harta benda wakaf. Keempat: melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia.

e. Ada jangka waktu yang tak terbatas

Dalam pasal 215 Kompilasi Hukum Islam bahwa wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang yang memisahkan sebagian benda miliknya dan melembagakan untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam. Maka berdasarkan pasal diatas wakaf sementara adalah tidak sah, sedangkan dalam pasal 1 Undang-undang no 41 tahun 2004 dinyatakan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan kesejahteraan umum menurut syariah maka berdasarkan pasal diatas wakaf sementara diperbolehkan asalkan sesuai dengan kepentingannya.21

2. Syarat-Syarat Wakaf

Pelaksanaan wakaf dianggap sah bila terpenuhi syarat-syarat wakif pada pewakaf, benda yang diwakafkan, pihak penerima wakaf, dan perkataan yang diucapkan saat wakaf.

a. Wakif

21

Elsi Kartika Sari,SH.,M.H., Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf, (Jakarta : PT Grasindo, 2006), hal. 59-65


(33)

Orang yang mau memberikan harus memiliki kecakapan hukum dan dia bisa dikatakan memiliki kecakapan hukum jika memenuhi 4 syarat yaitu:

1. Berakal

Tidak sah jika wakaf diberikan oleh orang gila, karena dia tidak berakal tidak pula dapat membedakan sesuatu dan dia tidak layak untuk melakukan kesepakatan (akad) dan aturan. Demikian juga wakaf orang lemah mental (idiot), berubah akal, karena faktor usia, sakit atau kecelakaan, hukumnya tidak sah karena akalnya tidak sempurna dan tidak cakap menggugurkan hak miliknya. 2. Merdeka

Wakaf yang dilakukan oleh seorang budak (hamba sahaya) tidak sah, karena wakaf adalah pengguguran hak hak milik itu kepada orang lain.

3. Dewasa (baliqh)

Wakaf yang dilakukan oleh anak yang belum dewasa (baliqh), hukumnya tidak sah karena ia dipandang tidak cakap melakukan akad dan tidak cakap pula untuk menggugurkan hak milik.

4. Tidak berada di bawah pengampuan (boros/lalai)

Orang yang berada di bawah pengampuan dipandang tidak cakap untuk membuat kebaikan (tabarru‟), maka wakaf yang dilakukan hukumnya tidak sah.22

b. Mauquf (benda diwakafkan)

22

Direktorat Pengembangan Zakat Dan Wakaf, Fiqih Wakaf, (Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, 2005), hal. 25


(34)

Harta wakaf diisyaratkan merupakan harta yang mempunyai nilai, milik wakif dan dapat tahan lama dalam peggunaannya. Selain itu, objek wakaf harus kepunyaan yang mewakafkan, walaupun musya (bercampur dan tidak dapat dipisahkan dengan lain).

Adapun Syarat-syarat harta yang diwakafkan diantaranya adalah:

1. Benda yang diwakafkan harus bernilai ekonomis, tetap zatnya dan boleh dimanfaatkan menurut ajaran Islam dalam kondisi apapun.

2. Benda yang diwakafkan harus jelas wujudnya dan pasti batas-batasnya.

3. Harta yang diwakafkan itu harus benar-benar kepunyaan wakif secara sempurna, artinya bebas dari segala beban.

4. Benda yang diwakafkan harus kekal. c. Mauquf „ alaih (yang diberikan wakaf)

Syarat Mauquf „ alaih adalah Qurbat atau mendekatkan dari pada allah SWT. d. Sighat (pernyataan pemberi wakaf)

Adapun syarat-syarat sighat antara lain adalah:

1. Sighat wakaf itu harus mengandung kepastian 2. Sighat itu harus tidak diikat sebagai syarat yang batil

3. Sighat itu harus mengandung arti tegas dan tidak boleh ditinggalkan untuk masa yang akan datang, sebab wakaf itu mengandung ketentuan pemindahan dalam kepemilikan ketika akad diucapkan.


(35)

C. Peruntukan Tanah Wakaf

Pembentukan wakaf dan pertumbuhannya yang berkembang sangat pesat dalam Islam serta pemeliharaannya yang baik, telah menjadikan aset wakaf berlimpah. Wakaf yang jumlahnya melimpah ini berasal dari berbagai jenis wakaf, berbagai macam bentuk, tujuan dan targetnya, substansi ekonominya, serta bentuk wakaf berdasarkan jenis wakifnya atau bentuk manajemennya.

Dalam sejarah pelaksanaan wakaf, yang terpenting dalam macam-macam wakaf adalah wakaf berdasarkan tujuannya. Sejak dulu, umat Islam dikenal kreatif dalam menciptakan tujuan-tujuan baru wakaf yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.

Kemudian setelah itu, wakaf berkembang sangat luas, sekalipun pertamanya untuk tujuan kekerabatan, namun tidak berapa lama berkembang menjadi wakaf social atau umum. Realita ini telah menjadikan wakaf sebagai lembaga sosial yang sangat besar dan turut membantu pemerintah dalam merealisasikan agenda kemasyarakatan baik di perkotaan maupun di pedesaan. Adapun wakaf ditinjau

dalam tujuannya adalah sebagai berikut;23

1. Wakaf air minum. Wakaf ini termasuk di antara tujuan wakaf yang pertama

dalam Islam dan tercermin dalam wakaf Usman bin Affan Radhiyallahu anhu yang berupa sumur Raumah.

23

DR. Mundzir Qahaf, Manajemen Wakaf Produktif”Khalifa, (Jawa Timur :


(36)

2. Wakaf sumur dan sumber mata air dijalan-jalan yang biasa menjadi lalu lintas jamaah haji yang datang dari Iraq, Syam, Mesir dan Yaman, serta kafilah yang berpergian menuju India dan Afrika.

3. Wakaf Jalan dan jembatan untuk memberi pelayanan umum kepada

masyarakat.

4. Wakaf khusus bantuan fakir miskin dan orang-orang yang sedang bepergian.

5. Wakaf pembinaan sosial bagi mereka yang membutuhkan.

6. Wakaf sekolah dan universitas serta kegiatan Ilmiah lainnya.

7. Wakaf asrama pelajar dan mahasiswa.

8. Wakaf pelayanan kesehatan.

9. Wakaf pelestarian lingkungan.

Dalam perkembangan dinamika saat ini yang lebih mengenalkan terhadap fungsi wakaf yang lebih baik, dengan mengedepankan system wakaf produktif, peruntukan

wakaf yang terlihat saat ini di Indonesia, wakaf digunakan sebagai24;

1. Penggunaan wakaf sebagai sarana ibadah sepeti Musholla dan masjid.

2. Penggunaan wakaf sebagai sarana sosial umum, seperti, yayasan pendidikan

dari tingkat Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah dasar hingga perguruan tinggi, yayasan sosial seperti yatim-piatu, panti jompo dan fungsi umum lainnya.

24

Direktorat Pengembangan Zakat dan wakaf “Fiqih Wakaf” (Jakarta :


(37)

Dengan demikian, wakaf dan segala manfaatnya, telah memainkan peranan yang sangat penting dalam pembangunan masyarakat muslim sepanjang sejarah. Hal tersebut tidak terlepas dari inti ajaran yang terkandung dalam wakaf itu sendiri, yakni semakin banyak manfaat harta wakaf dinikmati orang, maka semakin besar pula

pahala yang mengalir kepada pihak yang berwakaf (wakif).25

25

Bunga Rampai Perwakafan, (Jakarta : Depertemen Agama Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2006), hal. 84


(38)

BAB III

GAMBARAN UMUM MENGENAI MEKANISME PENFTARAN TANAH WAKAF

A. Pengertian Pendaftaran Tanah

Dalam kamus bahasa Indonesia disebutkan pengertian mengenai tanah, yaitu

permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali. Pengertian tanah diatur dalam pasal 4 UUPA dinyatakan sebagai berikut.”atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum”.

Maka permukaan bumi sebagai bagian dari tanah yang dapat dihaki oleh setiap orang atau badan hukum. Persoalan hukum yang dimaksud adalah persoalan yang berkaitan dengan dianutnya asas-asas yang berkaitan dengan hubungan antara tanah

dengan tanaman dan bangunan yang terdapat diatasnya.26

Pendaftaran tanah adalah suatu rangkaian kegiatan, yang dilakukan oleh Negara/ pemerintah secara terus menerus dan teratur, berupa pengumpulan keterangan atau data tertentu mengenai tanah-tanah tertentu yang ada diwilayah-wilayah tertentu, pengolahan, penyimpanan dan penyajiannya bagi kepentingan rakyat, dalam rangka


(39)

memberikan jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan, termaksud penerbitan tanda buktinya dan pemeliharaannya.

Penyelenggaraan pendaftaran tanah dalam masyarakat modern merupakan tugas Negara yang dilaksanakan oleh pemerintah bagi kepentingan rakyat, dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan. Sebagian kegiatan yang berupa pengumpulan data fisik tanah yang haknya didaftar, dapat ditugaskan kepada swasta. Tetapi untuk memperoleh kekuatan hukum, hasilnya memerlukan pengesahan

pejabat pendaftaran yang berwenang, karena akan digunakan sebagai data bukti.27

Pendaftaran tanah merupakan persoalan yang sangat penting dalam UUPA, karena pendaftaran tanah merupakan awal dari proses lahirnya sebuah bukti kepemilikan hak atas tanah. Pentingnya persoalan pendaftaran tanah tersebut sehingga UUPA memerintahkan kepada pemerintah untuk melakukan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Indonesia. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam pasal 19 UUPA dinyatakan sebagai berikut.

a. Untuk menjamin kepastian hukum, oleh pemerintah diadakan pendaftaran

tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah.

b. Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi:

 Pengukuran, perpetaan, dan pembukuan tanah

27 Prof. Boedi harsono, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria,Isi dan Pelaksanaannya, (Jakarta: Djambatan, 2008), hal. 519


(40)

 Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut

 Pemberian surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat

pembuktian yang kuat

c. Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan demikian dengan mengingat

keadaan Negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas social ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Mentri Agraria.

d. Dalam peraturan pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan

pendaftaran tanah termaksud dalam ayat (1) diatas dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya

tersebut.28

Kegiatan pendaftaran tanah meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dan kegiatan pemeliharaan data yang tersedia. Pendaftaran tanah yang pertama kali (initial registration) meliputi 3 (tiga) bidang kegiatan yaitu:

1. Bidang fisik atau teknis kadastral

2. Bidang yuridis dan

3. Penerbitan dokumen tanda bukti hak

Pendaftaran untuk pertama kali adalah kegiatan mendaftar utuk pertama kalinya sebidang tanah yang semula belum didaftar menurut ketentuan peraturan pendaftaran

28


(41)

tanah yang bersangkutan. Pendaftaran tanah menggunakan sebagai dasar obyek satuan-satuan bidang tanah yang d sebut persil, yang merupakan bagian-bagian permukaan bumi tertentu yang berbatas dan berdimensi dua, dengan ukuran luas yang umumnya dinyatakan dalam mater persegi.

Kegiatan Pendaftaran tanah untuk pertama kali (initial registration) dapat dilakukan 2 (dua) cara yaitu:

1. Secara sistematik

Pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak, yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa atau kelurahan.

2. Secara sporadik

Pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah satu desa atau kelurahan secara individual atau missal, yang dilakukan atas permintaan pemegang atau penerima hak atas tanah yang bersangkutan.

Tanah yang diwakafkan harus merupakan tanah hak milik atau tanah milik yang baik seluruhnya maupun sebagian harus bebas dari beban ikatan, jaminan, sitaan dan


(42)

sengketa, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 4 peraturan pemerintah No. 28/1977

Pendaftaran dan pencatatan perwakafan tanah hak milik:

1. Semua Tanah yang diwakafkan sebagaimana yang dimaksud dalam

pengertian tanah yang diwakafkan diatas harus di daftarkan kepada kantor sub direktorat agraria kabupaten/kotamadya setempat.

2. PPAIW berkewajiban untuk mengajukan permohonan pendaftaran kepada

kantor sub direktorat agraria kabupaten/kotamadya setempat atas tanah-tanah yang telah dibuatkan akta ikrar wakaf.

3. Permohonan pendaftaran perwakafan tanah hak milik tersebut pada pengetian

diatas harus disampaikan selambat-lambatnya dalam jangka waktu 3 bulan sejak dibuatnya akta ikra wakaf.

Permohona pendaftaran perwakafan tanah-tanah milik yang belum terdaftar dikantor sub direktorat agraria kabupaten/kotamadya atau belum ada sertifikatnya, dilakukan bersama-sama dengan permohonan pendaftaran haknya kepada kantor sub dorektorat agraria kabupaten/kotamadya setempat menurut ketentuan peraturan

pemerintah No. 10 tahun 1961.29

29

Prof. Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Himpunan Peraturan-Peraruran Hukum Tanah, (Jakarta: Djambatan, 2008), hal. 134-135


(43)

B. Fungsi dan Tujuan Pendaftaran Tanah

Pendaftaran yang berisikan sejumlah dokumen yang berkaitan merupakan sejumlah rangkaian dari proses dari yang mendahuluinya sehingga sesuatu bidang tanah terdaftar, dan demikian pula prosedur apa yang harus dilaksanakan dan demikian pula hal-hal yang menghalangi pendaftaran tersebut ataupun larangan-larangan bagi para pejabat yang bertanggung jawab dalam pendaftaran tanah tersebut.

Pendaftaran ini melalui sesuatu ketentuan yang sangat teliti dan terarah sehingga tidak mungkin asal saja, lebih-lebih lagi bukan tujuan pendaftaran pendaftaran tersebut untu sekedar diterbitkannya bukti pendaftaran tanah saja. (sertifikat hak atas tanah)

Dalam ketentuan dari PP 24 tahun 1997 maka dikatakan adanya panitia ajudikasi yang akan menilai dilapangan bukti-bukti hak dari yang dipegang oleh pemiliknya. Pendaftaran tanah menurut PP 24 tahun 1997 pasal 3 menyatakan sebagai berikut:

a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada

pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.

b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan


(44)

diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar.

c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.30

Fungsi dibidang pendaftaran tanah, Sesuai dengan pasal 22 keputusan kepala badan pertahanan Nasional, No, 1 tahun 1989 tertanggal 31 januari 1989, maka badan pengukuran dan pendaftaran tanah mempunyai fungsi sebagai berikut:

a. Menyiapkan dan melakukan identifikasi dan pengukuran untuk keperluan

kerangka dasar kadasteral pendaftaran desa demi desa pengukuran sporadis dan pemeliharaan peralatan.

b. Menyiapkan dan melaksanakan analisa perhitungan penggambaran dan

pemetaan berdasarkan hasil pengukuran kerangka dasar kadasteral, pendaftaran desa demi desa dan pengukuran sporadis serta memberikan bimbingan analisa perhitungan dan pemetaan.

c. Mengumpulkan bahan-bahan untuk penyusunan sistem informasi pertanahan,

memberikan bimbingan pelaksanaan tata pendaftaran dan tata usaha pendaftara tanah dan menyiapkan surat

d. keputusa pengakuan hak atas tanah adat.

e. Memberikan bimbingan dalam pelaksanaan peralihan hak pembedaan hak,

petunjuk penyelesaian permasalahan Pendaftaran Tanah dan penyiapan saran

30

Prof. Dr. A. P. Parlindungan, SH. Pendaftaran Tanah di Indonesia, (Berdasarkan PP. 24 Tahun 1997) Dilengkapi Dengan Peraturan Pejabatan Pembuat Akta Tanah (PP No. 37, 1998), CV Mandar Maju, 2009. Hal. 37


(45)

yang berhubungan dengan tugas pendaftaran serta memberikan mimbingan dan menyiapkan bahan penelitian pelaksanaan tugas pejabat pembuat akta tanah (PPAT).

Maka bimbingan pengukuran dan pendaftaran tanah, mempunyai tugas kordinasi, menyusun program dan memberikan bimbingan, pengendalian dan pelayanan di

bidang pengukuran dan pendaftaran tanah.31

C. Proses Pendaftaran Tanah yang Bersetifikat yang Bersetatus Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai

1. Hak guna bangunan

Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendri dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. Dengan demikian hak guna bangunan adalah suatu hak memberikan wewenang kepada pemegangnya untuk dapat mendirikan bangunan diatas tanah yang bukan miliknya sendri. Hak guna bangunan diatur dalam pasal 35-40 UUPA. Yaitu:

a. Pendaftaran hak guna bangunan

Hak guna bangunan termasuk syarat-syarat pemberiannya juga setiap peralihan dan hapusnya hak guna bangunan harus di daftarkan menurut ketentuan pemerintah. Pendaftaran ini merupakan alat pembukti yang kuat mengnai hapusnya hak guna bangunan serta sahnya peralihan hakguna

31

H. Ali Achmad Chomzah, SH. Hukum Agraria (Pertanahan) Indonesia, Jilid 2, (Penerbit Prestasi Pustaka Publisher, 2004), hal. 12


(46)

bangunan, kecuali dalam hal hak guna bangunan tersebut hapus karena

jangka waktunya berakhir.32

Hak guna bangunan merupakan salah satu hak-hak atas tanah yang bersifat primer, selain hak milik, hak guna usaha, dan hak pakai atas tanah. Perkembangan hak guna bangunan merupakan hak primer yang mempunyai peranan penting kedua, setelah hak guna usaha setelah hak guna usaha.

Begitu pentingnya hak guna bangunan, maka pemerintah mengaturnya lebih lanjut dalam peraturan pemerintah No 40 tahun 1996 mengatur hak guna bangunan ini, seiring dengan pesatnya pembangunan perumahan , baik yang dibangun oleh pemerintah maupun pihak suwasta. Oleh karena itu, dalam perkembangan pembangunan perumahan atau gedung yang semakin marak akhir-akhir ini, objek

tanah yang dijadikan sasaran ada tiga, yaitu: Tanah Negara, Tanah Hak Pengelolaan,

dan Tanah Hak Milik (Pasal 21).

Salah satu yang paling mendasar dalam memberikan hak guna bangunan adalah menyangkut adanya kepastian hukum mengenai jangka waktu pemberiannya. Sehubungan dengan pemberian perpanjangan jangka waktu apabila hak guna bangunan telah berakhir, maka hak guna bangunan atas tanah Negara, atas permintaan pemegang haknya dapat diperpanjang atau diperbaharui, dengan memenuhi syarat-syarat sebagai mana yang diatur dalam pasal 26 sebagai berikut:

32

Marihot Pahala Siahaan, SE , Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Teori dan Praktek, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 141-142


(47)

a. Tanahnya masih dipergunakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak tersebut.

b. Syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang

hak.

c. Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagaimana disebutkan dalam pasal

19.

d. Tanah tersebut masih sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah yang

bersangkutan.33

Dari berbagai masalah yang menyangkut tentang hak yang berada di atas tanah terdapat hak guna bangunan. Dalam pemberian hak guna bangunan ini, dapat saja tanah ini milik orang lain atau dengan kata lain, bangunan ini berdiri bukan di atas tanah yang secara yuridis miliknya.

b. Pemegang hak guna bangunan

Dan suatu pemilikan hak di atas tanah orang lain yang bukan untuk usaha pertanian. Dalam kaitan hak guna bangunan ini yang dapat mempunyai atau siapa yang berhak mempunyai hak guna bangunan ini adalah sebagai berikut:

a. Warga Negara Indonesia.

33


(48)

b. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia(pasal 36 ayat 1 undang-undang pokok agraria)

Hanya warga Negara Indonesia saja yang dapat mempunyai hak guna bangunan ini, dan disini terlihat bahwa prinsip nasional tetap dipertahankan, sehingga orang yang bukan warga Negara Indonesia hanya dapat mempunyai hak seperti yang ditentukan pada huruf b diatas yaitu badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, oleh karena orang atau badan hukum yang mempunyai hak guna bangunan dan tidak lagi memenuhi syarat-syarat sebagai pemegang hak, dalam jangka waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak guna bangunan itu kepada orang lain yang memenuhi syarat. Dan ketentuan itu juga berlaku terhadap pihak yang memperoleh hakguna bangunan, jika dia tidak mempunyai syarat tersebut. Jika hak guna bangunan yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu tersebut di atas, hak itu hapus karena hokum, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain akan diindahkan, menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah (pasal 36 ayat 2 undang-undang pokok agraria).

Dalam rangka pemberian hak dapat saja terjadi, karena konversi yang telah di keluarkan, yaitu peraturan mentri dalam negeri nomor 1 tahun 1977 tentang tata cara permohonan dan pemberian hak atas bagian-bagian tanah hak pengelohaan serta Pendaftarannya. Dalam peraturan mentri tersebut dihubungkan dengan surat Nomor


(49)

BTU. 3/692/3/1977 yang ditunjukkan kepada Gubernur kepala daerah Tk. 1 seluruh Indonesia sebagai pedoman pelaksanaan atas peraturan mentri dalam negeri No. 1 tahun1977 diatas, tentang tata cara permohonan dan penyelesaian pemberian hak atas bagian-bagian tanah hak pengolahaan serta pendaftaran. Karena pemerintah menyadari sepenuhnya bahwa pengembangan hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai akan memerlukan penyediaan tanah yang sangat luas, oleh karena setiap jengkal tanah harus dimanfaatkan secara efisien dengan dilandasi asas-asas tata guna

tanah.34

2. Hak pakai

Hak pakai adalah hak untuk mengunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang langsung dikuasai oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang member wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam putusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala

sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan UUPA.35 Hak pakai diatur

dalam pasal 41-43 UUPA. Yaitu:

34

Soedharyo Soimin, SH,. Status Hak dan Pembebasan Tanah,(Jakarta: Sinar Grafika. 2008), hal. 23

35

Marihot Pahala Siahaan, SE, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Teori dan Praktek, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 141-142


(50)

1. Ciri-ciri hak pakai

Pemberian atas hak tentuan melihat status, sejauh manakah hak itu akan diberikan dengan melihat kegunaan dan manfaat dari pada penerimaan hak itu, walupun kita tahu bahwa hak-hak atas tanah apa pun yang melekat diatasnya mempunyai fungsi sosial, hak pakai misalnya adalah merupakan salah satu hak yang diatur dalam hukum agraria yang juga mempunyai fungsi sosial, yang artinya apabila kepentingan umum lebih menghendakidapat saja haknya dicabut. Pengertian hak pakai dalam rangka pemilikan tanah yang dikenal di dalam undang-undang pokok agararia, dimana Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain yang memberikan wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah. Segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan undang-undang pokok agraria (pasal 41 ayat 1 undang-undang pokok agraria). Maka pemberian hak pakai atas tanah itu hanya dapat diberikan:

a. Selama jangkau waktu yang tertentu dan selama tanahnya dipergunakan untuk

keperluan yang tertentu.

b. Dengan Cuma-Cuma dengan pembayaran atau pemberian jasa berupa apa

pun.


(51)

d. Hak pakai diberikan atas tanah yang dikuasai oleh Negara maupun tanah milik seseorang atau badan hukum

e. Pemberian Hak pakai tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung

unsur-unsur pemerasa.

2. Pemegang hak pakai

Dengan pengertian hak pakai atas tanah, kepada siapa saja dapat diberikan akan tetapi secara tegas hak pakai ini hanya dapat diberikan kepada:

a. Warga Negara Indonesia

b. Orang-orang yang berkedudukan di Indonesia

c. Badan-badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan

berkedudukan di Indonesia

d. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia

Maka jelas bahwa hak pakai ini hanya boleh dipunyai oleh warga Negara Indonesia saja atau orang-orang asing yang menjadi penduduk Indonesia atau badan hukum yang mempunyai perwakilan di Indonesia serta perwakilan-perwakilan

Negara-negara sahabat dapat pula diberikan hak pakai.36

36

Soedharyo Soimin, SH,. Status Hak dan Pembebasan Tanah, (Jakatra: Sinar Grafika, 2008), hal. 20


(52)

3. Terjadinya hak pakai

Terjadinya hak pakai terbagi 2 sesuai dengan siapa yang memberikan hak pakai tersebut, yaitu:

a. Diatas tanah Negara yaitu terjadi sesuai dengan keputusan pejabat yang

berwenang untuk memberikan hak pakai atas tanah Negara

b. Diatas tanah milik orang lain yaitu terjadi karena perjanjian yang bersifat

autentik, yang bermaksud menimbulkan hak pakai, antara pemilik tanah dan orang yang akan memperoleh hak pakai itu

4. Peralihan dan berakhirnya hak pakai

Peralihan hak pakai atas tanah yang dikuasai langsung oleh Negara hanya dapat dilakukan kepada pihak lain dengan izin pejabat yang berwenang. Sedangkan hak pakai atas tanah hak milik hanya dapat diliahatkan kepada pihak lain jika hal itu dimungkinkan dalam perjanjian yang bersangkuta. Karena jangka waktu berlangsungnya hak pakai adalah tertentu, maka hak pakai berakhir sesuai dengan waktu yang ditentukan dalam surat keputusan pejabat yang berwenang memberikan hak pakai ataupun perjanjian yang dilakukan antara pemilik tanah dengan pihak yang

memproleh hak pakai.37

37

Marihot Pahala Siahaan, SE, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Teori dan praktek, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 145-146


(53)

D. Proses Pendaftaran Tanah yang Sudah Bersertifikat.

Hal yang sangat penting dalam hukum untuk membuktikan adanya suatu hak atas tanah adalah dengan melakukan pendaftaran atas tanah tersebut. Pendaftaran tanah maksudnya adalah meminta kepada kantor badan pertahan nasional agar tanah yang dimiliki atau dikuasai oleh seseorang atau badan hukum dicatat identitasnya dikantor badan pertanahan nasional dan kepada pemegang hak yang sah diberikan sertifikat tanah. Dalam pendaftaran tanah yang penting adalah adanya catatan identitas atas tanah yang dimiliki dan dikuasai. Identitas tanah adalah keterangan-keterangan mengenai sebidang tanah tersebut jelas jenis haknya, luasnya, batasa-batasanya, keadaannya, siapa yang memiliki dan menguasai, dan cirri-ciri khas lainnya.

Sertifikat hak atas tanah adalah tanda bukti sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat 2 huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolahan, tanah wakaf, hakmilik atas sesuatu rumah susun, dan hak tanggungan, yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan. Sertifikat atas tanah diberikan kepada setiap pemegang hak atas tanah dengan maksud untuk memberikan kepastian hokum dan perlindungan hokum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun, dan hak-hak lain yang terdaftar.

Surat tanah terdiri dari 2 bagian yaitu, pertama: salinan surat ukur, kedua: buku tanah. Salinan surat ukur merupakan salinan dari hasil pengukuran yang dilakukan oleh BPN atas tanah yang didaftarkan, baik dengan pendaftaran tanah sistematik


(54)

maupun pendaftaran tanah secara sporadik. Hasil pengukuran yang asli tersimpan dikantor BPN setempat sebagai arsip sehingga kepada pemegang hak atas tanah hanya diberikan salinan surat ukur yang sama dengan surat ukur asli yang ada di BPN. Buku tanah merupakan dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data fisik suatu obyek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya.

Identitas tanah merupakan suatu hal yang penting karena berfungsi agar setiap

tanah mempunyai “keperibadian” sendri, sehingga setiap bidang tanah dapat dikenal

dan dibedakan dengan bidang tanah lainya. Sertifikat tanah memiliki nilai praktis. Yang sangat penting dan menguntungkan bagi setiap pihak yang memiliki atau menguasai sebidang tanah. Nilai praktis dari sertifikat tanah adalah:

a. Dengan sertifikat tanah maka dapat dibuktikan secara meyakinkan akan hak

milik atas sebidang tanah

b. Sertifikat tanah sangat perlu dalam pengajuan kredit bank sebab pihak bank

berpendapat bahwa sertifikat tanah adalah jaminan yang aman

c. Bagi ahli waris maka sertifikat tanah atas harta berupa tanah yang diwariskan

oleh pewaris akan menjamin hak-hak yang akan diperoleh ahli waris atas tanah yang diwariskan tersebut

d. Biasanya dalam transaksi jual beli pembeli tanah akan menawar harga tanah

lebih tinggi apabila tanah yang diperjual belikan telah memiliki sertifikat tanah


(55)

e. Selain itu biasanya pula penjualan tanah yang telah bersertifikat akan lebih mudah

Karena begitu banyak fungsi sertifikat tanah bagi masyarakat pemegang hak atas tanah maka sudah selayaknya setiap pemegang atas tanah mendaftarkan tanahnya untuk memproleh sertifikat tanah. Setiap pemegang hak atas tanah yang telah bersertifikat akan lebih tenang karena memiliki kepastian hukum dengan adanya pengakuan Negara atas haknya tersebut dan dapat dipertahankan secara mutlak

terhadap siapa pun.38

Kendala di dalam pensertifikatan tanah wakaf umumnya berkisar pada masalah biaya, yang juga pernah dialami oleh muhammadiyah sehingga pempinan pusat muhammadiyah meminta kepada dirjen agraria depdagri untuk ikut mempronakan pensertifikatan tanah muhammadiyah. Sehubungan dengan hal tersebut, mentri dalam negri telah mengeluarkan telah mengeluarkan keputusan mentri dalam negri Nomor 348 yang dicantumkan pertama menyatakan:

Dalam melaksanakan pensertifikatan tanah secara masal, maka tanah yang dikuasai/dipunyai oleh Badan Hukum Keagamaan, Badan Hukum Sosial dan Lembaga Pendidikan yang dipergunakan secara langsung unuk kepentingan

38

Marihot Pahala Siahaan, SE, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Teori dan praktek, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 162-163


(56)

di bidang keagamaan, sosial dan pendidikan, dapat dijadikan objek Proyek Nasional Agraria.39

E. Proses Tanah Hak Milik Yang Belum Bersertifikat (Bekas Tanah Milik Adat)

Mengenai pengertian hak ulayat atau tanah milik adat tertuang dalam pasal 3

undang-undang pokok agraria menetapkan bahwa “hak ulayat dan hak-hak yang

serupa itu dari masyarakat hukum adat” masih tetap dapat dilaksanakan oleh masyarakat hukum adat yang bersangkutan sepanjang hak ulayat itu “menurut masih adat”.

Hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat hukum adat,

didefenisikan sebagai “kewenangan yang menurut hukum adat dipunyai oleh

masyarakat hukum adat tertentu atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hidup para warganya untuk mengambil manfaat dari sumberdaya alam, termaksud tanah, dalam wilayah tersebut, bagi kelangsungan hidup dan kehidupannya, yang timbul dari hubungan secara lahiriah dan batinia turun menurun dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah yang bersangkutan.

Hak hulayat mengandung 2 (dua) unsure yaitu:

39

Adrian Sutedi,SH,M.h, Peralihan Hak atas Tanah dan Pendaftarannya, (Jakarta: Sinar Grafika 2006), hal. 108


(57)

1. Hukum perdata, yaitu sebagai hak kepunyaan bersama para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan atas tanah ulayat, yang dipercayai berasal mula-mula sebagai peninggalan nenek moyang mereka dan merupakan karunia suatu kekuatan gaib.

2. Hukum publik, yaitu sebagai kewenangan untuk mengelola dan mengatur peruntukan, penggunaan, dan penguasaan tanah ulayat tersebut, baik dalam hubungan interen dengan para warganya sendri maupun eksteren dengan

orang-orang bukan warga atau “orang luat”.

Tanda-tanda yang perlu diteliti untuk menentukan masih adanya hak ulayat meliputi 3 (tiga) unsur yaitu:

1. Unsur masyarakat adat, yaitu terdapatnya sekelompok orang yang masih merasa terikat oleh tatanan hukum adatnyasebagai warga bersama suatu persekutuan hukum tertentu yang mengakui dan menerapkan ketentuan-ketentuan persekutuan tersebut dalam kehidupannya sehari-hari.

2. Unsur wilayah, yaitu terdapatnya tanah ulayat tertentu yang menjadi lingkungan hidup para warga persekutuan hukum tersebut dan tempatnya mengambil keperluan hidupnya sehari-hari.

3. Unsur hubungan antara masyarakat tersebut dengan wilayahnya, yaitu terdapatnya tatanan hukum adat mengenai pengurusan, penguasaan dan penggunaan tanah ulayatnya yang masih berlaku dan ditaati oleh para warga

persekutuan hukum tersebut.40

40

Prof. Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah, (Jakarta: Djambatan, 2008), hal. 58-59


(58)

Hak milik atas tanah sebagai salah satu jenis hak milik, sangat penting bagi Negara, bangsa, dan rakyat Indonesia, sebagai masyarak agraria yang sedang membangun ke arah perkembangan indusrti dan lain-lain. Akan tetapi tanah yang merupakan kehidupan pokok bagi manusia akan berdampak dengan berbagi hal, antara lain:

1. Keterbatasan tanah, baik dalam jumlah maupun kualitas dibanding dengan

keputusan yang harus dipenuhi.

2. Pergeseran pola hubungan antara pemilik tanah dan tanah sebagai akibat

perubahan-perubahan yang ditimbulkan oleh proses pembangunan dan perubahan-perubahan social pada umumnya.

3. Tanah di suatu pihak telah tumbuh sebagai benda ekonomi yang sangat

penting, pada lain pihak telah tumbuh sebagai bahan perniagaan dan objek spekulasi.

4. Tanah di suatu pihak harus dipergunakan dan dimanfaatkan untuk

sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat lahir batin, adil dan merata, sementara dilain

pihak harus dijaga kelestarian.41

Berkenaan dengan hak-hak atas tanah yang berasal dari Hukum Adat dikaitkan dengan pasal 2 ayat (1) ketentuan konversi UUPA, maka hak milik Yasan, Andarbeni, Hak atas Druwe, Hak atas Druwe Desa, Pesini secara hukum dikonversi

41

Adrian Sutedi,SH,M.h, Peralihan Hak atas Tanah dan Pendaftarannya, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hal. 1


(59)

menjadi hak milik. Terhadap tanah-tanah tersebut menurut ketentuan pasal 19 UUPA jo. Peraturan pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, harus didaftarkan namun sebagian besar masih belum didaftar kan. Ini adalah kenyataan mengenai keadaan tanah-tanah di Indonesia, tanah-tanah yang sudah didaftarkan jumlahnya relative kecil dibandingkan dengan tanah-tanah yang belum didaftarkan. Bagi tanah yang sudah didaftarkan memang tidak banyak mengalami hambatan dalam hal adanya peralihan hak atas tanah tersebut, akan tetapi, untuk tanah yang belum didaftarkan akan ditemukan banyak hambatan dalam hal adanya peralihan hak

atas tanah tersebut.42

Tidak sedikit tanah yang sudah diwakafkan diperkarakan. Sering terjadi perwakafan tanah yang sudah berlangsung puluhan tahun dan wakif sudah meninggal dunia. Ahli warisnya atau masyarakat adat menuntut tanah tersebut dan menyangkal adanya perwakafan yang tidak sah, dan mengajukan banyak bukti hak milik atas tanah. Dalam hal ini, pasal 50 UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang peradilan agama (sebagaimana diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006) sudah memberikan batasan bahwa yang menyangkut hak milik dan keperdataan bukan merupakan wewenang Pengadilan Agama tetapi pengadilan Umum. Artinya jika timbul sengketa pemilikan tanah wakaf, harus diputuskan melalui putusan perdata. Adapun Pengadilan Agama

42


(60)

hanya dapat mengadili mengenai proses perwakafan, ada tidaknya perbuatan

perwakafan tanah dan bukan pada status tanah.43

Sekalipun pada hakekatnya lembaga wakaf ini adalah berasal dari hukum Islam, akan tetapi pada kenyataan seakan-akan sudah merupakan kesepakatan dikalangan para ahli hukum kita untuk memandang masalah wakaf ini sebagai masalah dalam hukum adat Indonesia. Hal ini adalah dikarenakan sudah meresapnya penerimaan lembaga wakaf ini didalam masyarakat Indonesia dan dianggap sebagai suatu lembaga hukum yang timbul sebagai hukum adat/kebiasaan dalam pergaulan hidup mereka.44

F. Tanah Yang Belum Ada Haknya (Yang Dikuasai/Tanah Negara)

Pengunaan istilah tanah Negara bermula pada zaman Hindia Belanda. Sesuai dengan konsep hubungan antara penguasa (pemerintah Hindia Belanda) dengan tanah yang berupa hubungan kepemilikan, maka dikeluarkanlah suatu pernyataan yang

terkenal dengan nama Domein Verklaring pada tahun 1870, yang secara singkat

menyatakan bahwa semua tanah yang pihak lain tidak dapat membuktikan sebagai hak egindom-nya, adalah domain (milik) Negara.

43

Adrian Sutedi,SH,M.h, Peralihan Hak atas Tanah dan Pendaftarannya, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hal. 111

44

Abdurrahman, SH, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Kedudukan Tanah Wakaf di Negara Kita, (Bandung : Alumni, 1984), hal. 13


(61)

Akibat hukum pernyataan tersebut ternyata merugikan hak atas tanah yang dipunyai rakyat sebagai perseorangan serta hak ulayat yang dipunya oleh masyarakat hukum adat karena, berbeda dengan tanah-tanah hak barat/eropa, diatas tanah-tanah hak adat tersebut pada umumnya tidak ada alat bukti haknya.

Dalam konsep domein Negara tersebut, maka tanah-tanah hak milik adat disebut

sebagai tanah Negara tidak bebas/onvrij landsdomain (karena sudah dilekati dengan

suatu hak), tetapi diluar itu, semua tanah (termasuk tanah ulayat) disebut sebagai

tanah Negara bebas/urij landomaein.

Penguasan tanah Negara diletakkan dalam satu tangan dan instansi yang diserahi tugas tersebut adalah kementrian dalam negeri. Sebagai konsekuensinya, maka tanah-tanah Negara yang tidak diperlukan lagi atau tidak dipergunakan lagi oleh suatu instansi sesuai tugas masing-masing harus diserahkan kembali kepada mentri dalam negeri (sekarang mentri Negara agraria/kepada badan pertanahan Nasional). Dengan dmikian bararti bahwa penyerahan tanah-tanah Negara tidak boleh dilakukan oleh

masing-masing instansi secara individual.45

Hak penguasaan atas tanah Negara sebagai dimaksud dalam peraturan pemerintah No. 8 tahun 1953, yang diberikan kepada dapertemen-dapertemen, direktorat-direktorat dan daerah-daerah Swatantra sebelum berlakunya peraturan ini sepanjang tanah-tanah tersebut hanya dipergunakan untuk untuk kepentingan

45

Prof. Dr. Maria S.W, Sumardjono,SH,MCL,MPA, Kebijakan Pertanahan antara Regulasi dan Implementsi,(Jakarta : Buku Kompas, 2005), hal. 61


(62)

instansi-instansi itu sendri dikonversi menjadi hak pakai, sebagai dimaksud dalam Undang-Undang Pokok Agraria, yang berlangsung selama tanah tersebut dipergunakan untuk keperluan itu oleh instansi yang bersangkutan.

Jika tanah Negara sebagai dimaksud diatas, selain dipergunakan untuk kepentingan instansi-instansi itu sendri, dimaksudkan juga untuk diberikan dengan suatu hak kepada pihak ketiga, maka hak penguasaan tersebut diatas dikonversi menjadi hak pengelolaan, yang berlangsung selama tanah tersebut dipergunakan

untuk keperluan itu oleh instansi yang bersangkutan.46

a. Hak menguasai

Hak menguasai itu ada pada negara atau instansi manakah yang akan menjalankan wewenang-wewenang yang bersumber pada kekuasaan itu,sebagai yang diperinci dalam pasal 2 ayat 2, di dalam penjelasan pasal 2 dinyatakan bahwa, soal agraria menurut sifatnya dan pada azasnya merupakan tugas pemerintah pusat. Mengenai hal-hal dalam bidang legislative wewenang itu di jalankan oleh badan-badan Perundang-undangan, yaitu pemerintah bersama DPR (pembentuk Undang-undang).

Mengenai soal mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi dan lain-lainnya. Terdapat ketentuan yang

46

Prof. Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah, (Jakarta: Djambatan, 2008), hal. 53-54


(63)

khusus dalam UUPA yaitu ketentuan pasal 14 UUPA mewajibkan pemerintah membuat suatu rencana umum, suatu nasional plenning, yang kemudian yang akan diperinci dengan plenning-plenning daerah yang dibuat oleh pemerintah daerah. Terdapat pula didalam pasal 15 ketentuan kewajiban memelihara tanah termaksud menambah kesuburannya serta menjaga kerusakannya yang disertai sanksi pidana (pasal 52).

b. Hak menguasai dari Negara meliputi semua bumi

Klu hak domain Negara haknya mengenai tanah-tanah yang tidak dipunyai dengan hak igendom dan agrarisch egindom, maka sebagai mana halnya dengan hak ulayat, hak mengusai dari Negara meliputi semua bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam, yang terkandung didalamnya. Baik yang sudah dihaki seseorang maupun yang tidak atau belum dihaki. Kekeuasan Negara mengenai tanah yang sudah di punyai orang dengan sesuatu hak dibatasi oleh isi dari hak itu.

Saat ini tidak mudah untuk menyatakan berapa luas tanah Negara itu. Di satu pihak apabila pemerintah memerlukan tanah untuk kepentingan umum dengan mengambil tanah yang dipunyai pemegang hak, alas an yang dikemukakan adalah karena tanah Negara jumlahnya tidak memadai lagi. Namun, dilain pihak, ketika timbul gagasan untuk membentuk lembaga yang berfungsi menyediakan,

mematangkan, dan menyalurkan tanah (Land Banking). Maka diusulkan bahwa


(64)

BAB IV

FAKTOR DAN PENGHAMBAT PENCATATAN TANAH WAKAF

A. Profil Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kebayoran Baru

Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan adalah sebuah instansi Kementerian Agama yang bertugas melaksanakan sebagian tugas Kantor Kementerian Agama Kota di bidang urusan agama Islam dalam wilayah kecamatan (PMA No.11 tahun 2007 tentang Pencatatan Nikah Pasal 1 angka 1.

KUA Kecamatan Kebayoran Baru adalah KUA Kecamatan yang terletak di kota

Jakarta Selatan. Wilayah KUA Kecamatan ini sebagian besar merupakan daerah pemukiman, meskipun beberapa bagian juga merupakan daerah pertokoan ("Blok

M") dan pusat bisnis (Sudirman Business District, SBD). Bursa Efek Indonesia

berlokasi di sini. Di Kecamatan Kebayoran Baru berdiri gedung balaikota Jakarta

Selatan, markas Kepolisian Resor Jakarta Selatan, gedung pusat Kejaksaan Agung

Republik Indonesia, dan juga gedung Sekretariat Jenderal ASEAN. Kebayoran Baru


(65)

1. Peta Wilayah

Kecamatan Kebayoran Baru

Peta lokasi Kecamatan Kebayoran Baru

Provinsi Jakarta

Kota Jakarta Selatan

Camat -

Luas 12,58 km²


(66)

- Kepadatan - per km²

Desa/kelurahan 10

2. Batas dan Pembagian Administratif Wilayah

Di sebelah utara Kebayoran Baru berbatasan dengan Kecamatan Tanah Abang dan Setiabudi. Sebagian kecil Jalan Hang Lekir dan Jalan Jendral Sudirman serta Jalan Gatot Soebroto adalah batas utara kecamatan ini. Di sebelah barat Kali Grogol memisahkan Kebayoran Baru dengan kecamatan Kebayoran Lama. Kali Krukut membatasi di sebelah timur dengan kecamatan Mampang Prapatan, sedangkan di sebelah selatan berbatasan dengan kecamatan Cilandak dengan batasnya adalah Jalan Margaguna dan Jalan Haji Nawi Raya.

Kecamatan Kebayoran Baru terdiri atas 10 kelurahan berikut:

1. Selong, Kebayoran Baru dengan kode pos 12110

2. Gunung, Kebayoran Baru dengan kode pos 12120

3. Kramat Pela, Kebayoran Baru dengan kode pos 12130

4. Gandaria Utara, Kebayoran Baru dengan kode pos 12140

5. Cipete Utara, Kebayoran Baru dengan kode pos 12150


(67)

7. Melawai, Kebayoran Baru dengan kode pos 12160

8. Petogogan, Kebayoran Baru dengan kode pos 12170

9. Rawa Barat, Kebayoran Baru dengan kode pos 12180

10.Senayan, Kebayoran Baru dengan kode pos 12190

3. Sejarah Singkat Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kebayoran Baru

Kantor Urusan Agama Kecamatan Kebayoran Baru, kota Jakarta selatan memiliki sejarah sejak pendiriannya hingga sekarang. Pada dasarnya Kecamatan Kebayoran Baru adalah merupakan daerah hasil pemekaran dari wilayah KUA Kecamatan Kebayoran lama. Di bawah ini point-point penting mengenai sejarah KUA Kec. Kebayoran Baru, sebagia berikut:

1. Pada tahun 1952 sampai dengan 1964 KUA Kec. Kebayoran Baru bertempat

di Kantor Kelurahan Gunung (Jl. Hang Lekir I No. 5 Kel. Gunung)

2. Di tahun 1964 sampai tahun 1967 KUA Kec, Kebayoran Baru pindah ke

Kantor Kawedanan Kebayoran Baru (Jl. Barito Kebayoran Baru)

3. Sementara di tahun 1967 sampai dengan 1972 pindah kantor ke Blok O, yang

menempati salah satu ruangan Masjid Syarif Hidayatullah” (Jl. Iskandar


(68)

4. Selanjutnya di tahun 1972, KUA Kecamatan Kebayoran Baru pindah menempati gedung baru yang berlantai 1 (satu) yang disediakan oleh PEMDA DKI (Jl. Singgalang No. 20 Kel. Gunung)

5. Pada tahun 1986 gedung tersebut dibangun menjadi 2 (dua) lantai oleh

PEMDA DKI dengan luas tanah kurang lebih 450 m2. selama pembangunan karyawan/ti menempati kantor pemiliki pendidikan agama Islam (Jl. Praja Kebayoran Lama)

6. Setelah selesai dibangun tahun 1987 dan diresmikan oleh Walikota Jakarta

Selatan, Bpk. H. Muhtar Zakaria, karyawan/ti kembali menempati gedung KUA yang berada di Jl. Singgalang No.20 yang sekarang bernama Jl. Kerinci Raya No.20 Blok E Kel. Gunung, dan masih ditempati hingga sekarang.

4. Visi dan Misi

1. Visi

Visi dari Kantor Urusan Agama Kecamatan Kebayoran Baru, adalah:

Visi

“UNGGUL DALAM MEWUJUDKAN PELAYANAN DI BIDANG

URUSAN AGAMA ISLAM YANG BERKUALITAS DAN PARSTISIPATIF


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)