Pengelolaan harta wakaf menurut hukum islam dan hukum positif (studi kasus pada Yayasan al-Matiin Ciputat Tangerang Selatan)
MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
(Studi Kasus Pada Yayasan Al-Matiin Ciputat Tangerang Selatan)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
Oleh:
MUHAMMAD NUR 104043101327
KONSENTRASI PERBANDINGAN MADZHAB FIQIH
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R TA
(2)
Segala puji dan syukur dipersembahkan kepada kehadirat Allah swt yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya serta memberikan berkah,kasih dan
karunia-nya sehingga penulis dapat menyelelesaikan skripsi dengan judul
“PENGELOLAAN HARTA WAKAF MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM
POSITIF (Study Kasus Pada Yayasan Al-Matiin di Ciputat Tangerang Selatan)”
Allahumma shalli ‘Alasayyidinaa Muhammad senantiasa tercurah untuk pemimpin umat manusia yang oleh karenanyalah ilmu dan cahaya islam bias
dirasakan.
Penulis bersyukur dengan tiada henti karena pada akhirnya tugas akhir dalam
jenjang pendidikan Strata Satu (S1) yang penulis hadapi telah selesai dikerjakan.
Manusia tak luput dari kesalahan. Oleh Karen itu penulis bila ada penulisan dalam
skripsi ini ada yang kurang berkenan dihati pembaca.
Selain itu penulisan karya ilmiah ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan
dan dukungan dari semua pihak yang telah memberikan setiap waktu dan fikiran
untuk membantu dan mendukung penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Terima
kasih yang sedalam-dalamnya penulis haturkan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat, M.A, selaku Rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
(3)
2. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H, M.A, M.M, Dekan Fakultas Syari’ah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. KH. Ahmad Mukri Adji, M.A, Ketua Jurusan PMH, dan Dr. H. Muhammad
Taufiqi, M.Ag., Sekertaris Jurusan PMH yang telah memberikan arahan,
bimbingan dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Dra. Hj. Halimah Ismail dan Drs. Djawahir Hejazziey. SH. MH., dosen
pembimbing yang rela meluangkan waktunya dan selalu memberikan masukan,
arahan, dan kritikan yang konstruktif pada penulis sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan.
5. Pimpinan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan
Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan
studi kepustakaan berupa buku ataupun literatur lainnya sehingga penulis
memperoleh informasi yang dibutuhkan.
6. Semua dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum, atas semua pengetahuan yang
diberikan pada penulis selama masa pendidikan berlangsung.
7. Kepada yang tercinta bapak M. Saman, Ibu Asiah, kakak Asmanah, Imang, dan
adik Supriadi, yang senangtiasa tiada henti selalu memberikan yang terbaik bagi
penulis berupa dorongan moril dan materil dalam kehidupan sehari-hari serta doa
restunya agar penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
8. Keluarga besar sanak famili kakek dan nenek tercinta, Abah Hasan, Abah H.
(4)
senantiasa memberikan yang terbaik dan motivasi bagi penulis serta doa dan
restunya
9. Keluarga Besar Yayasan Al-Matiin Ciputat Pimpinan KH. Ucup Ridwan B.sc dan
seluruh dewan pengurus yang selalu memberikan doa restunya kepada penulis
10.Keluarga besar PP AL-FALAH bandung pimpinan bapak Drs KH Q Ahmad
Syahid M.Sc, KH Cecep Abdullah Syahid S.Ag, dan dewan pengurus yang selalu
memberikan doa restunya, dan bekal ilmu semasa penulis di Aliyah, agar menjadi
generasi yang mumpuni.
11.Keluarga Umi Hj Shofiah yang senantiasa selalu memberikan yang terbaik dan
motivasi dan doa restunya bagi penulis.
12.Keluarga bapak Wisnu MM. dan Ibu Endang Sulastri SH yang telah banyak
memberikan motivasi, berupa dukungan moril maupun materil serta doa restunya
agar penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan hasil terbaik.
13.Teman-teman PMF uinjkt Abdul Halim SHI, Rhama Jhuwandi. SHI., Anas
Shofwan Kholid. SHI.,Neng Dea PBA, Andry, Lathifah SHI, Nana Lesmana,
Jannatul Firdaus, S.HI, Jefi Efrianti. S.HI, Sinarembulan MS. S.HI, , Jay, Endar,
Ole, Adi, Sugeng. SHI., Abdul2, Mustofa Zahri. SHI., Madinah SHI., Djuheri.
SHI., Husaini, Rusli, Edi cshi, mas Father,Habib, H Abul. SHI., Juga
teman-teman PMF lainnya bersama kalian adalah yang terbaik.
14.Teman-teman Tuan Rumah di Musyawarah Ciputat Tangerang Selatan; Hery,
(5)
Andry SEI, Andi, Gendon, Rohmat, Ancha, Gonjes, Didon dan semua yang tidak
bisa penulis sebutkan, dengan kalian adalah yang terbaik. Maybe yes maybe
no .maybe write maybe wrong.
15.Terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah banyak
membantu penulis demi terselesainya karya ilmiah ini. Penulis menyadari
bahwasanya “manusia tempatnya salah dan lupa” oleh karenanya setiap perbuatan
manusia tentunya harus dilandasi dengan ilmu agar tidak mudah terjerumus di
duni maya ini, sekali lagi penulis mohon maaf , karna sesungguhnya yang benar
datangnya hanya dari Allah SWT dan yang salah tentunya dari penulis. Akhir
kata penulis ucapkan terima kasih.
Jakarta , 07 Desember 2009
(6)
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN... i
KATA PENGANTAR... ii
DAFTAR ISI... v
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Pembatasan Masalah... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 6
D. Metode Penulisan... 7
E. Sistematika Penulisan ... 9
BAB II KERANGKA TEORITIS A. Pengertian Harta Wakaf ... 12
B. Macam-macam jenis Wakaf ... 15
C. Unsur dan Syarat Wakaf ... 17
D. Pengelolaan Harta Wakaf Menurut Hukum Islam ... 21
E. Pengelolaan Harta Wakaf Menurut Hukum Positif ... 23
BAB III PROFIL YAYASAN AL-MATIIN CIPUTAT TANGERANG SELATAN A. Sejarah Berdirinya Yayasan Al-Matiin ... 31
(7)
vi
B. Visi dan Misi Yayasan Al-Matiin... 38
C. Struktur Organisasi Yayasan Al-Matiin ... 41
D. Kedudukan Hukum Yayasan sebelum Undang-undang
No. 28 tahun 2004 ………. 44
E. Kedudukan Hukum Yayasan sesudah Undang-undang
No. 28 tahun 2004………... 46
BAB IV ANALISA PENGELOLAAN HARTA WAKAF YAYASAN AL-MATIIN.
A. Pengelolaan Harta Wakaf Yayasan Al-Matiin Menurut Pandangan
HukumIslam... 49
B. Pengelolaan Harta Wakaf Yayasan Al-Matiin Menurut Pandangan
Hukum Positif ... . 52
C. Analisa Pengelolaan Harta Wakaf di Yayasan Al-Matiin
menurut Hukum Islam dan Hukum Positif ... 54
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 64
B. Kritik dan Saran... 65
DAFTAR PUSTAKA ... 66 LAMPIRAN...
(8)
Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum. Segala
sesuatu hal harus berdasarkan hukum yang dilaksanakan dari tingkat
pemerintahan sampai rakyat. Pemerintah sebagai wakil rakyat yang melaksanakan
tugas pemerintahan untuk mensejahterakan rakyat dan melaksanakan
pembangunan seperti yang tertera dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945,
yang menyatakan, bahwasanya Negara Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia melindungi dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
perdamaian abadi dan keadilan sosial” .1
Secara ringkas tujuan Negara Indonesia adalah untuk mencapai
masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila. Dengan demikian tujuan itu
hanya akan dapat tercapai apabila Negara melaksanakan pembangunan disegala
bidang, antara lain dalam bidang ekonomi dan hukum.
Keadilan dan kesejahteraan sosial yang tidak merata dapat menimbulkan
kemiskinan. Hal ini merupakan problem kemanusiaan yang sudah menjadi
realitas global. Problem ini akan selalu menuntut haknya kepada para pemikir,
1
DPR RI, UUD 1945 setelah amandemen kedua tahun 2000: dilengkapi dengan materi rancanangan perubahan UUD 1945 MPR RI tahun 1999-2000, (Jakarta , sinar Grafika), cet 1 . h. 7
(9)
ahli hukum untuk menciptakan produk hukum yang mengikat semua lapisan
masyarakat serta lembaga terkait.
Yayasan secara yuridis dalam teknis operasionalnya memang
dikembangkan untuk membantu masyarakat yang kurang mampu, yagn masih
banyak dijumpai di Indonesia sebagai Negara berkembang. Sehingga yayasan
yang sesungguhnya dapat dipergunakan sebagai sarana untuk memajukan dan
untuk mencapai Negara yang adil dan makmur, maka yayasan adalah suatu
lembaga yang tepat untuk itu.
Seperti yang kita ketahui bahwa keberadaan yayasan di Indonesia bukan
merupakan hal yang baru. Adapun tujuan dari yayasan ini berbeda-beda menurut
kepentigannya masing-masing sesuai dengan bidang dimana mereka bergerak.
Segala sesuatu yang berpuncak pada keyakinan terhadap keesaan tuhan
harus dibarengi dengan kesadaran akan perwujudan keadilan social. Islam
mengajarkan kepada umatnya agar meletakan persoalan harta (kekayaan dunia)
dalam tinjauan yang relatif, yaitu harta (kekayaan dunia) yang dimiliki oleh
seseorang atau sebuah lembaga harus mempunyai kandungan nilai-nilai sosial
(humanistik). Prinsip pemilikan harta dalam Islam menyatakan bahwa harta tidak
dibenarkan hanya dikuasai oleh sekelompok orang.
Pemilikan harta benda dalam Islam harus disertai dengan pertanggung
jawaban moral. Semua yang ada di langit dan bumi adalah milik Allah.pemilikan
(10)
Azas kepemilikan terhadap harta benda adalah tidak mutlak, tetapi
dibatasi atau disertai dengan ketentuan-ketentuan yang merupakan tanggung
jawab moral akibat dari pemilikan tersebut. Pengaturan manusia berhubungan
dengan harta benda merupakan hal yang esensiil dalam hukum dan kehidupan
manus. 2
Yayasan di Indonesia sejak tahun 1945 atau setelah Indonesia
merdeka.Yayasan-Yayasan yang dididrikan itu selama ini hanya mengikuti
kebiasaan dalam masyarakat dan mengambil contoh Yayasan-Yayasan di negeri
belanda,Yang disana dinamakan stichting dan diatur oleh reglement (semacam
peraturan pemerintah), tetapi reglement ini tidak diberlakukan di Indonesia.
Yayasan tersebut telah tumbuh dan berkembang pesat dengan berbagai
kegiatan maksud dan tujuan ,tetapi tidak ada dasar hukumnya, sehingga tidak ada
kepastian /ketertiban hukum dan sering disalahgunakan untuk tujan-tujuan
tertentu, misalnya manipulasi, penipuan atau menghindari pajak.
Atas dasar realitas yang terjadi di masyarakat dan untuk menjamin
ketertiaban, kepastian hukum serta agar yayasan berfungsi sesuai maksud dan
tujuannya berdasarkan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas kepada masyarakat ,
maka pemerintah dengan persetujuan dewan perwakilan rakyat menetapkan
undang-undang republik Indonesia no. 16 tahun 2001 tentang yayasan yang
2
Dr. H. Samuran Harahap,M. Ag. M.M. M.H.,Panduan Pemberdayaan Tanah wakaf produktif strategis di Indonesia,( Direktorat Pemberdayaan wakaf Direktorat Jenderal bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI ), h. 10
(11)
diundangkan pada tanggal 6 agustus 2001, yang kemudian mengalami perubahan
menjadi Undang-undang Yayasan No. 28 Tahun 2004.
Selama ini yayasan-yayasan berdiri dengan beraneka ragam tujuan dan
kegiatan yang kegiatan usahanya menyentuh semua sendi kehidupan masyarakat,
maksud dan tujuannya adalah membantu masyarakat atau bersifat social,
sebagaimana tertera dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangganya dan
memang esensi dari Yayasan adalah badan/lembaga non profit.3
Untuk mendirikan Yayasan sangat mudah, satu atau beberapa orang,
dengan modal saecukupnya (tidak ada batasan minimal) menghadap Notaris
dengan membawa KTP dan menyampaikan kehendaknya untuk mendirikan
yayasan dengan nama XYZ misalnya, berkedudukan di kota ABC dan
sebagainya.
Maka segera Notaris akan akan membuat Akta Pendirian Yayasan
berikut Anggaran Dasar Yayasan yang sebagai besar hamper sama, sehingga
jadilah Yayasan XYZ dan untuk lebih gagah maka deregister di panitera
Pengadilan Negeri. Prosesnya sangat cepat krena belum ada ketentuan yang
mengatur, mengharuskan dan membatasinya. Notaries yang hanya mengikuti
kebiasaan, kepatutan dan sumpah jabatan (kode etik) Notaris dihampir setiap desa
ada Yayasan.
3
(12)
Berdirinya yayasan adalah realitas yang memiliki indikasi positif.
Terbukti Maraknya pendirian yayasan memang bukan hal yang baru dalam
Islam.4
Setelah Yayasan berdiri, bisa langsung melakukan kegiatan atau berdiam
diri sampai bertahun-tahun. Tidak ada keharusan untuk melaporkan kondisinya
pada instansi. Yayasan sangat bebas dalam segala hal, seperti Yayasan Sosial,
Keagamaan dan Pendidikan, bebas pajak penghasilan, bebas melakukan kegiatan
disegala bidang dan sebagainya. Kondis tersebut banyak dimanfaatkan oleh orang
atau badan untuk mencari untung dan untuk memperkaya diri atau kelompoknya
sendiri, seperti kasus yang terjadi belakangan ini.
Banyak sekali dijumpai praktek-praktek Yayasan yang menyimpang dari
Anggaran dasarnya, tetapi tidak bias ditindak karena ketentuan hukumnya
(sanksinya) tidak ada, Yayasan banyak yang berpotensi profit, sehingga kekayaan
Yayasan tertentu hamper menyamai kekayaan konglomerat, padahal prinsip
Yayasan adalah non profit.
Yayasan hanya dijadikan kedok (kamuflase) untuk mengeruk
keuntungan sebesar-besarnya dan terbebas dari pajak serta pungutan-pungutan
lainnya, bahkan sering terjadi dan Yayasan yang diproleh dari sumbangan
masyarakat diselewengkan atau dipergunakan untuk kepentingan sendiri atau
bisnisnya.
4
Moh. Achyat Ahmad , Anak Yatim, Kajian Fikih Realitas Sosial. (Pustaka Sidogiri, tth). h. 48
(13)
Sejak adanya aturan undang-undang tentang yayasan ,maka yayasan
yang telah ada harus siap-siap menyesuaikan diri dengan ketentuan-ketentuan
yang diatur dalam undang –undang tersebut .mka dengan hal ini harus tunduk
pada undang –undang dan harus rela mengatakanselamat tinggal
kebebasan,karena undang-undang yayasan dengan tegas mengatuir
pembatasan,pengawasan, pemeriksaan,pembubaran, pelaporan dan sangsi pidana.
Semua ketentuan tersebut sangat ideal dan keras serta bertolak belakang dengan
praktek yayasan selama ini.
Berdasarkan kenyataan-kenyataan yang terjadi dalam praktek sehari-hari
akibat ketidakpastian hukum yang ada mengenai yayasan, pemerintah
menindaklanjutinya dengan mengundang-udangkan Undang-undang tentang
Yayasan nomor 16 tahun 2001 sebagai bahan acuan tambahan pada analisis
skripsi penulis menambahkan undang-undang yayasan nomor 28 tahun 2004 yang
baru saja di sahkan di harapkan dengan keberadaan Undang-undang ini,
masyarakat dapat memiliki pemahaman yang benar tentang yayasan, kepastian
dan ketertiban hukum lebih terjamin , serta yayasan dapat berfungsi kembali
sebagai pranata hukum untuk mencapai tujuan tertentu di bidang social,
keagamaan dan kemanusiaan.
Berdasarkan apa yang telah penulis uraikan di atas maka dalam skripsi
ini akan di bahas,, “PENGELOLAAN HARTA WAKAF MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF (Studi Kasus Pada Yayasan Al-Matiin Ciputat Tangerang Selatan)” yang di harapkan dari penulis skripsi ini
(14)
adalah dapat memberikan pengetahuan baru yang bermanfaat bagi para praktisi
hukum., masyarakat dan sebagainya.
B. Pembatasan dan Rumusan Permasalahan
1. Pembatasan Masalah
Bertolak dari latar belakang masalah yang telah disebutkan di atas ,
maka penulis membatasi ruang lingkup permasalahan pada pasal 5 dan Pasal
11 Undang-undang No. 28 tahun 2004 dan aplikasinya di Yayasan Al-Matiin
tentang pengelolaan harta wakaf di Yayasan Al-Matiin menurut Hukum Islam
dan Hukum Positif
2. Perumusan Masalah
Melihat kehadiran Undang-undang tentang yayasan yang baru saja
diundangkan penulis merumuskan beberapa pokok permasalahan , yaitu
meliputi beberapa hal sebagai berikut:
a Bagaimana kedudukan Harta Wakaf di Yayasan Al-Matiin?
b. Bagaimana Pengelolaan Harta Wakaf di Yayasan Al-Matiin menurut
Hukum Islam?
c. Bagaimana Pengelolaan Harta Wakaf di Yayasan Al-Matiin menurut
(15)
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan
Penulisan skripsi ini dapat dikategorikan ke dalam dua bagian, yaitu
umum dan khusus, yang kesemuanya ditujukan untuk menjawab pokok-pokok
permasalahan yang dirinci diatas.
Secara umum, penulisan skripsi ini bertujuan untuk membahas
Undang-undang No.41 Tahun 2004 tentang wakaf, dan undang-undang
No.28 tahun 2004 tentang Yayasan di Indonesia di tinjau dari Hukum Positif.
Secara khusus, ada beberapa tujuan penulisan skripsi ini, yaitu :
a. Menjelaskan bagaimana kedudukan Yayasan sebagai badan hukum.
b. Mengetahui Bagaimana Pengelolaan Harta Wakaf menurut Hukum Islam
dan Hukum Positif
c. Mengetahui Bagaimana Pengelolaan Harta Wakaf di Yayasan Al-Matiin
menurut pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif.
2. Manfaat dari penelitian skripsi ini adalah :
a. Bagi penulis, hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan yang luas
dan mendasar mengenai Pandangan hukum positif dan hukum Islam
dalam pengelolaan harta wakaf Yayasan, sehingga hasil penenelitiian ini
dapat menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman, serta selanjutnya
untuk dikembangkan dan diterapkan dalam Yayasan.
b. Bagi akademis, membantu pihak UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
(16)
dan hukum dalam rangka pemenuhamn bahan referensi
penelitian-penelitian selanjutnya.
c. Bagi Yayasan, membantu memudahkan pihak-pihak terkait, secara
langsung maupun tidak langsung dalam pengamalan Hukum Islam dan
Hukum positif di Yayasan.
D. Metode Penelitian
1. Metode penelitian
Untuk memperoleh data yang lengkap dan objektif, maka dalam
menyusun skripsi ini, penulis melakukan beberapa langkah metode
penelitian yaitu:
a. Penelituian lapangan (Field Research) yaitu mengadakan
observasi langsung ke tempat penelitian di yayasan Al-Matiin
sebagai data primer yaitu dengan menggunakan teknik
pengumpulan data:
b. Wawancara: yaitu melakukan interview dengan pengurus
Yayasan Al-Matiin untuk mengumpul data yang berkaitan
dengan Pengelolaan Harta Wakaf di Yayasan Al-Matiin
c. Observasi: penulis terjun langsung ke tempat penelitian
mengumpulkan data yang berkaitan dengan pengalihan harta
(17)
2. Penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu mengumpulkan dan menelaah dari beberapa literatur buku-buku yang berisikan data yang
berkaitan dengan Yayasan di Indonesia.
3. Analisa Data
Dalam menganalisis data, penulis menggunakan metode normative
yudikatif analisa yaitu suatu teknik analisa data dimana penulis
menganalisis data dengan perundang-undangan yang berhubungan dengan
penelitian dan menganalisis data-data yang diperoleh dari hasil wawancara
lapangan kemudian menganalisis dengan pedoman pada sunber tertulis
yang didapatkan.
Adapun teknik penulisan skripsi ini, mengacu pada buku
Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi cetakan ke-2 yang
diterbitkan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
E. Sistematika Penulisan
Dalam upaya untuk memudahkan penyusunan skripsi ini serta agar lebih
sistematik, maka dibuat sistematika pembahasan sebagai berikut :
BAB I : Bab ini membahas tentang Pendahuluan, yang meliputi: Latar
Belakang Permasalahan, Pembatasan dan Perumusan Masalah,
Tujuan & Manfaat Penulisan, Metode Penelitian dan Teknik
(18)
BAB II : Bab ini membahas tentang Tinjauan umum Pengertian Harta
Wakaf, Macam-macam jenis Wakaf, Syarat-syarat Wakaf, dan
Undang-undang Wakaf.
BAB III : Bab ini membahas tentang Profil, Sejarah berdirinya, Visi & Misi,
Struktur Organisasi Yayasan Al-Matiin dan Tinjauan Hukum
Positif Terhadap Yayasan di Indonesia, Menjelaskan Mengenai
Yayasan Sebelum di Undangkannya Undang-undang No. 28 Tahun
2004, dan Sesudah di undangkannya Undang-Undang No. 28 Tahun
2004.
BAB IV : Bab ini Membahas Analisa Pengelolaan harta wakaf menurut
hukum Islam dan hukum positif, dan analisa pengelolaan harta
Wakaf Yayasan Al-Matiin menurut hukum Islam dan hukum
positif.
BAB V : Pada Bab terakhir ini dikemukakan kesimpulan dari rangkaian
pembahasan dan saran-saran yang penulisan tujukan kebeberapa
(19)
KERANGKA TEORITIS WAKAF MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
A. Pengertian Harta Wakaf
1. Pengertian Wakaf
Kata “wakaf” berasal dari bahasa Arab “waqafa” berarti “menahan” atau “berhenti” atau “diam di tempat” atau tetap berdiri”. Kata “ waqafa-yaqifu-waqfan” sama artinya dengan “habasa-yahbisu-tahbisan”.1 Kata al-Waqf dalam bahasa Arabmengandung beberapa pengertian:
ﻮ݆اܾܹ
۸ܳݍى
ڰۿ݆ا܋۹ݛܙ
وڰۿ݆اܛ۹ݛ݅
Artinya: menahan, menahan harta untuk diwakafkan, tidak
dipindahmilikkan…
2. Sejarah Wakaf
Dalam sejarah Islam, Wakaf dikenal sejak masa Rasulullah SAW karena wakaf disyariatkan setelah Nabi SAW berhijrah ke Madinah, pada tahun kedua Hijriyah. Rasulullah SAW pada tahun ketiga Hijriyah pernah mewa-kafkan tujuh kebun Kurma di Madinah; diantaranya ialah kebun A’raf, Syafiyah, Dalal, Barqah dan kebun lainnya. Menurut sebagian ulama
1
Muhammad al-Khathib, al-Iqna’ (Bairut : Darul Ma’rifah),hal.26 dan Dr. Wahbah
Zuhaili, Al-Fiqhu al-Islami wa ‘Adillatu (Damaskus : Dar al-Fiqr al-Mu’ashir), hal.759
(20)
mengatakan bahwa yang pertama kali melaksanakan Syariat Wakaf adalah Umar bin Khathab. Pendapat ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan Ibnu Umar ra. Ia berkata:
(
وܲݍ
۸اݍ
ܲﺮ
رܦݙ
ﷲا
ܲݏﻬ݉ا
ܾلﺎ
:
اܢبﺎ
ܲﺮ
ارًضا
۸ݛ۹ﺮ
)
في
روݚاﺔڰݏ݆اܛئﺎي
.
اڰݎﻪ
آنﺎ
݆ܳﺮ
݊۲ﺎﺔ
رأس
ܺﺷﺎۿﺮى
۸ﻪا
݊۲ﺎﺔ
ܚﻬ݉
݊ݍ
ݛ۹ﺮ
. (
ܺﺄتى
ڰݏ݆ا۹ڰݙ
ܢڰ݇ﻰ
ﷲا
ܲ݇ݛﻪ
وܚڰ݇݉
ݚܛۿﺄ݊ﺮ
ܺݛﻪا
ܺܿلﺎ
:
ݚرﺎܚﻮل
ﷲا
اني
اܢ۹۽
ارًضا
۸ݛ۹ﺮ
݆݉
اܢ۷
ً݊ݢﺎ
ܾڱﻂ
هﻮ
اݎܻܙ
ܲݏﺪي
݊ݏﻪ
,
ܺܿلﺎ
:
ان
ﺷ۳۽
܊۹ܛ۽
اܢ݇ﻪا
و۾ܣڰﺪܾ۽
۸ﻪا
,
ܾلﺎ
:
ܺۿܣڰﺪق
۸ﻪا
ܲﺮ
واڰݎﻪ
ݢ
ݚ۹عﺎ
اܢ݇ﻪا
وݢ
ݚﻮرث
وݢ
ݚﻮه۷
ܺۿܣڰﺪق
۸ﻪا
في
ܻ݆اܿﺮءا
وفي
݆ܿاﺮبى
)
اي
ذوي
ܾﺮبى
ܲﺮ
(
وفي
ﺮ݆اܾبﺎ
وفي
ܚ۹ݛ݅
ﷲا
و۸اݍ
ڰܛ݆ا۹ݛ݅
وڰܧ݆اݛܹ
ݢ܆ݏحﺎ
ܲ݅ى
݊ݍ
وڰ݆ﺎݐا
ان
ݚﺄآ݅
݊ݏﻪا
۸݆اﺎܳﺮوف
او
۸ﻄܳ݉
ܢﺪݚܽ
ﻏݛﺮ
݊ۿﻮل
ً݊ݢﺎ
متفقعليݐ.٦Artinya: “Dari ibnu Umar, semoga Allah meridhoi keduanya. Ibnu Umar berkata bahwa umar telah mendapatkan sebidang tanah di Khaibar.lalu ia datang kepada Nabi SAW untuk meminta petunjuk tentang tanah itu. Umar berkata: “ Ya Rasulullah, sesungguhnya saya mendapat tanah di khaibar,saya belum pernah mendapat harta yang lebih berharga menurut pandangan saya dari padanya bagaimana petunjuk Anda”. Rasulullah menjawab: Kalau anda mau tahan pokoknya dan anda sedekahkan hasilnya”. Ibnu umar berkata: “ lalu Umar mensedekahkan (mewakafkan ). Bahwa pokoknya tidak dijual, tidak diwariskan. Maka ia mewakafkan kepada fakir, kepada keluarga yang dekat, kepada pembebasan budak, sabilillah, ibnu sabil, musafir dan kepada tamu. Dan tidak terhalamg bagi yang mengurusinya memakan untuknya secara wajar dan memberi makan saudaranya”.(HR. Bukhari).
Kemudian Syariat Wakaf yang telah dilakukan oleh Umar bin Khathab disusul oleh Abu Thalhah yang mewakafkan kebun kesayangannya, kebun “Bairaha”. Selanjutnya disusul oleh sahabat Nabi SAW. Lainnya.
(21)
3. Dasar Hukum Wakaf
Dalil yang menjadi sumber dasar disyariatkannya ibadah Wakaf bersumber dari :
a. Ayat al-Qur’an, antara lain :
وܺاܳ݅وا
݆اݛﺮ
݆ܳڰ݇ﻜ݉
۾ܻ݇܋ﻮن
(الحج : ٧٧)Artinya: “Perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat
kemenangan”(QS : al-Haj : 77)
݆ݍ
۾ݏ݆ﺎ۹݆اﻮڰﺮ܊ڰۿﻰ
۾ݏܻܽوا
݊ڰ۾ﺎ܋ڱ۹ﻮن
و݊۾ﺎݏܻܿ݊اﻮݍ
ﺷݙء
ܺﺎڰن
ﷲا
۸ﻪ
ܲ݇ݛ݉
(
ال
عمران
: ٩)
Artinya:
“
kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yangsempurna ) sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya allah ‘mengetahuinya”.(QS : Ali-imron:/ 92
b. Sunnah Rasulullah SAW.
ܲݍ
ابي
هﺮݚﺮة
اڰن
رܚﻮل
ﷲا
ܢڰ݇ﻰ
ﷲا
ܲ݇ݛﻪ
وܚڰ݇݉
ܾلﺎ
:
اذا
݊تﺎ
۸اݍ
ﺁدم
اݎܿﻄܱ
ܲ݇ﻪ
اڰݢ
݊ݍ
ﺛݣث
,
ܢﺪܾﺔ
܆رﺎݚﺔ
,
اوܲ݇݉
ݚݏۿܻܱ
۸ﻪ
او
و݆ﺪ
ܢ݆ﺎ܉
ݚﺪ݆ܲﻮﻪ
(رواݐمسلم)Artinya: “Dari Abu Hurairah ra., sesungguhnya Rasulullah
SAW.bersabda : “Apabila anak Adam (manusia) meninggal dunia, maka putuslah amalnya, kecuali tiga perkara : shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholeh yang mendoakan orang tuanya.” (HR. Muslim)
(22)
Muhammad Ismail al-Kahlani menafsirankan shadaqah jariyah dalam hadits tersebut yakni “dzakarahuu fii baabi al-waqfi liannahu fassara al-ulamaau al-shodaqota al-jaariyata bi al-waqfi” (“Hadits tersebut dikemukakan di dalam bab wakaf, karena para ulama menafsirkan shadaqah jariyah dengan wakaf.”).Imam Muhammad Ismail al-Kahlani, tt., 87)
B.Macam-macam Jenis Wakaf
Bila ditinjau dari segi peruntukan ditujukan kepada siapa wakaf itu, maka wakaf dapat dibagi menjadi dua (2) macam:2
1. Wakaf Ahli
Yaitu wakaf yang ditujukan kepada orang-orang tertentu, seorang atau lebih, keluarga si wakif atau bukan. Wakaf seperti ini juga disebut
wakaf Dzurri. Wakaf keluarga ini secara hukum islam dibenarkan
berdasarkan Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik tentang adanya wakaf keluarga Abu Thalhah kepada kaum kerabatnya. Diujung Hadits tersebut dinyatakan sebagai berikut :
ܾﺪ
ܚܳ۽
ما
ܾ݇۽
ܺݛﻪا
,
وانى
ارى
ان
۾܇ܳ݇ﻪا
فى
ݢاܾﺮ۸ݛݍ
,
ܺܿܛﻪا
ابو
ܪ݇܋ﺔ
فى
اܾرﺎݚ۹ﻪ
و۸ݍى
ܲﻪ
(رواݐمسلم)2
Dr. H. Samuran Harahap,M. Ag. M.M. M.H.,Panduan Pemberdayaan Tanah wakaf
produktif strategis di Indonesia,( Direktorat Pemberdayaan wakaf Direktorat Jenderal bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI ), h. 10
(23)
Artinya : “Aku telah mendengar ucapanmu tentang hal tersebut. Saya berpendapat sebaiknyakamu memberikannya kepada keluarga terdekat. Maka AbuThalhahmemberikannya untuk para keluarga dan anak-anak pamannya.” (HR. Muslim)
Wakaf jenis ini kadang-kadang juga disebut wakaf ‘alal aulad, yaitu wakaf yang diperuntukan bagi kepentingan dan jaminan sosial dalam lingkungan keluarga (famili), lingkungan kerabat sendiri.3
2. Wakaf Khairi
Yaitu, wakaf yang secara tegas untuk kepentingan agama atau kemasyarakatan. Seperti wakaf yang diserahkan untuk keperluan pembangunan masjid, sekolah, jembatan, rumah sakit, panti asuhan anak yatimdan lain sebagainya.
Jenis wakaf ini seperti yang dijelaskan dalam Hadits Nabi Muhammad SAW yang menceritakan tentang wakaf sahabat Umar bin Khathab. Beliau memberikan hasil kebunnyakepada fakir miskin, ibnu sabil, sabilillah, para tamu, dan hamba sahaya yang berusah menebus dirinya. Wakaf ini ditujukan kepada umum dengan tidak terbatas penggunaannya yagn mencakup semua aspek untuk kepentingan dan kesejahteraan umat manusia pada umumnya.
(24)
Dalam tinjauan penggunaannya, wakaf jenis ini lebih banyak manfaatnya dibandingkan dengan jenis wakaf ahli, dan jenis wakaf inilah yang sesungguhnya paling sesuai dengan tujuan perwakafan itu sendiri secara umum.
C. Unsur dan Syarat Wakaf
Dalam fiqih Islam ada empat rukun atau unsur wakaf, yaitu: 1. Orang yang berwakaf (wakif).
2. Benda yang diwakafkan.
3. Penerima wakaf.
4. Lafaz atau pernyataan penyerahan wakaf.
Bagi orang yang berwakaf, disyaratkan bahwa ia adalah orang yang ahli berbuat kebaikan dan wakaf dilakukannya secara sukarela, tidak karena dipaksa.
Untuk barang yang diwakafkan, ditentukan beberapa syarat sebagai berikut:
a. Barang atau benda itu tidak rusak atau habis ketika diambil manfaatnya.
b. Kepunyaan orang yang berwakaf. Benda yang bercampur haknya dengan
orang lain pun boleh diwakafkan seperti halnya boleh dihibahakan atau disewakan.
c. Bukan barang haram atau najis.
Sedangkan untuk orang atau fihak yang menerima wakaf (maukuf alaih) berlaku beberapa ketentuan, yaitu:Orang yang ahli memiliki, seperi syarat bagi
(25)
orang yang berwakaf (wakif). Artinya ia berakal (tidak gila), balig, tidak mubazir (boros).Hendaklah diterangkan dengan jelas kepada siapa suatu benda diwakafkan. Orang tersebut harus sudah ada pada waktu terjadi wakaf.Karena itu tidak sah mewakafkan satu benda untuk anak yang belum lahir. Dan tidak sah wakaf kalau seseorang misalnya berkata: “Saya wakafkan rumah ini”, karena tidak terang kepada siapa diwakafkannya. Sedangkan Imam Malik berpendapat sah saja.
Lafaz atau sigat ialah pernyataan kehendak dari wakif yang dilahirkan dengan jelas tentang benda yang diwakafkan, kepada siapa diwakafkan dan unutk apa dimanfaatkan. Kalau penerima wakaf adalah fihak tertentu, sebagian ulama berpendapat perlu ada qabul (jawaban penerimaan). Tapi kalau wakaf itu untuk umum saja, tidak harus ada qabul.
Beberapa persyaratan umum yang harus diperhatikan dalam melaksanakan wakaf, di antaranya ialah:
d. Tujuan wakaf tidak boleh bertentangan dengan kepentingan agama Islam.
Oleh karena itu mewakafkan rumah untuk dijadikan tempat ibadah agama lain, tidak sah. Tapi kalau misalnya mewakafkan tanah untuk dijadikan jalanan umum yang akan dilalui oleh orang Islam dan non Islam (orang kafir), tidak mengapa.
e. Jangan memberikan batas waktu tertentu dalam perwakakafan. Karena itu
tudak sah kalau seseorang menyatakan: “Saya wakafkan kebun ini selama satu tahun”.
(26)
f. Tidak mewakafkan barang yang semata-mata menjadi larangan Allah SWT tidak mengizinkan hal seperti itu. Dan semua wakaf yang dimaksudkan untuk menghentikan perintah Allah dan menghasilkan sesuatu yang berlawanan dengan kewajiban-kewajiban dari Allah azza wa jalla, maka wakaf itu batal.
Kalau wakaf diberikan melalui wasiat, yaitu baru terlaksana setelah si wakif meninggal dunia, maka jumlah atau nilai harta yang diwakafkan tidak boleh lebih dari 1/3 sebagian jumlah maksimal yang boleh diwasiatkan.
Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 mengatur perwakafan yang sudah lebih khusus, dalam hal ini mengenai tanah milik. Dalam [asal 3 ayat (1) dinyatakan bahwa yang dapat mewakafkan tanah miliknya ialah:
- Badan-badan Hukum Indonesia
- Orang atau orang-orang yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Telah dewasa
b. Sehat akalnya serta yang oleh hokum tidak terhalang untuk melakukan
perbuatan hokum.
c. Atas kehendak sendiri dan tanpa paksaan dari fihak lain. Dalam PP No.
28 Tahun 1977 ini diperkenalkan adanya badan hikum di samping orang sebagai wakif. Hal ini tidak ditemui secara khusus dalam pembicaraan kitab fiqih.
Pasal 3 ayat (2) menentukan bahwa untuk badan hokum ini, yang bertindak atas namanya adalah pengurusnya yang sah menurt hokum.Untuk benda yang diwakafkan, seperti dicantumkan dalam
(27)
pasal 4, adalah khusus tanah hak milik dengan syarat, harus bebas dari segala:
- pembebanan,
- ikatan, - sitaan,
- perkara.
Kelompok orang atau badan hokum yang diserahi tugas pemeliharaan dan penggunaan benda wakaf disebut nadzir, seperti dimaksud oleh pasal 1 ayat (1).Selanjutnya pasal 6 ayst (1) menentukan bahwa nadzir yang terdiri dari perorangan harus memenuhu syarat-syarat:
a. Warga Negara Republik Indonesia,
b. Beragama Islam,
c. Sudah dewasa
d. Sehat jasmani dan rohaniah,
e. Tidak berada dibawah pengampunan,
f. Bertempat tinggal di kecamatan tempat letaknya tanah yang diwakafkan.
D. Pengelolaan Harta Wakaf Menurut Hukum Islam
Harta diperlukan sebagai pemenuhan kebutuhan kehidupan pribadi dan keluarga, namun harta yang diperlukan itu juga mempunyai fungsi sosial. Oleh
(28)
sebab itu umat Islam dengan sesamanya harus tolong menolong untuk dan atas dasar pertimbangn kebaikan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Hal ini sesuai dengan firman-Nya:
اﻮݎوﺎܳ۾و
ﻰ݇ܲ
ڲﺮ۹݆ا
ىﻮܿڰۿ݆او
ﺎ݆و
اﻮݎوﺎܳ۾
ﻰ݇ܲ
݉ﺛﺈ݆ا
ناوﺪ݆ܳاو
اﻮܿڰ۾او
ﻪڰ݆݇ا
ڰنإ
ﻪڰ݆݇ا
ﺪݚﺪﺷ
بﺎ݆ܿܳا
(
المائدة
: )
Artinya:“Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebaikan
dan ketaqwaan, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksanya. (QS. 5:2)”
Allah menganjurkan kepada umatnya agar mereka harus bersedia menghilangkan kesulitan saudaranya. Allah juga mengingatkan manusia agar tidak menjadi lalai bila telah mendapatkan rezeki yang diberikannya. Bahkan diingatkan bahwa harta itu merupakan fitnah (ujian) dan karunia yang harus dipertanggung jawabkan dihari kelak sebagaimana dalam surat At-Takatsur:
݉آﺎﻬ݆أ
ﺮﺛﺎﻜۿ݆ا
ﻰۿ܊
݉۾رز
ﺮ۸ﺎ݆ܿا
ݣآ
فﻮܚ
نﻮ݇ܳ۾
݉ﺛ
ݣآ
فﻮܚ
نﻮ݇ܳ۾
ݣآ
ﻮ݆
نﻮ݇ܳ۾
݉݇ܲ
ݍݛܿݛ݆ا
نوﺮۿ݆
݉ݛ܋܇݆ا
݉ﺛ
ﺎﻬݎوﺮۿ݆
ݍݛܲ
ݍݛܿݛ݆ا
݉ﺛ
ݍ݆ﺄܛۿ݆
ﺬ۳݊ﻮݚ
ݍܲ
ݛܳݏ݆ا݉
(
التكاثر
:
-٨)Artinya:“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu
masuk ke dalam kuburJanganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainulyaqin kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu)” (QS. 102:1-8)”
(29)
Islam telah mewariskan sifat toleransi dan tolong menolong dalam mencapai kebahagiaan. Islam merealisir-nya dalam bentuk ibadah berupa pemberian, seperti zakat, infak,wakaf, sedekah, hibah, wasiat dan sebagainya.
Harta dalam bahasa arab ( مال- يميل- ميلا) artinya kecenderungan dan kecintaan terhadap sesuatu. Manusia diciptakan dengan memiliki sifat kecenderungan dan kecintaan terhadap sesuatu benda duniawi untuk memenuhi kebutuhan, agar kehidupannya berjalan sebagaimana masing-masing individu menginginkan hidupnya bahagia dan memiliki harta yang cukup guna memenuhi kehidupannya.
Dilihat dari status harta, ulama fiqh membaginya menjadi harta al-mamluk, al-mal,al-mubah, al-mal al-mahjur. Al-mal al-mamluk, adalah harta yang telah dimiliki, baik pemilikannya itu pribadi maupun badan Hukum, misalnya organisasi masyarakat. Al-mal al-mubah adalah harta yang tidak dimiliki seseorang, seperti air disumbernya, hewan buruan.
Al-mal al-mahjur adalah harta yang padanya ada larangan untuk secara pribadi, baik itu karena dijadikan wakaf maupun diperuntukkan bagi kepentingan
umum.4
Sesuai keterangan diatas, harta yayasan termasuk dalam kategori mal al-mahjur. Sedangkan badan hokum yayasan dalam Islam dapat diidetikkan dengan
4
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta. Gaya Media, 2000), cet ke -1, h. 73
5
Chatamarrasjid, Badan Hukum Yayasan (Satu Analisis Mengenai Yayasan Sebagai
(30)
wakaf. Sebagaimana halnya dengan yayasan, wakaf juga dapat melakukan kegiatan usaha dengan mendirikan suatu badan usaha ataupun ikut serta dalam suatu perusahaan.5
Pengurus wakaf atau biasa disebut dengan nazhir wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukkannya yang dilaksanakan sesuai prinsip syariah.6
Demikian pula dengan yayasan Al-Matiin yang melakukan upaya untuk mengembangkan yayasan melalui dana sumbangan donatur tetap dan tidak tetap.
Serta melakukan kegiatan usaha yang sesuai maksud dan tujuan yayasan Al-Matiin yaitu pendidikan dan kemasyarakatan.
E. Pengelolaan Harta Wakaf Menurut Hukum Positif
Pengelolaan keuangan dapat diartikan sebagai tata pembukuan. Sedang dalam arti luas mengandung arti pengurusan dan pertanggung jawaban suatu lembaga terhadap penyandang dana, baik individual maupun lembaga.7
6
Drs. H. Abdul Halim, M.A., Hukum Perwakafan di Indonesia, (Ciputat, Ciputat
Press, 2005), h. 139
7
Drs. H. M. Sulthon Masyhud. M. Pd, Manajemen Pondok Pesantren, (Jakarta, Diva
(31)
Harta merupakan segala barang yang dianggap sebagai kekayaan. Harta yang berbentuk uang, benda yang dapat dinilai dengan uang sehingga dengan harta dapat menjalankan suatu transaksi-transaksi yang bernilai.
Harta dapat dimiliki perorangan baik berupa uang maupun barang, dengan harta tersebut pemilik harta dapat menggunakan apapun yang dikehendaki untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Terdapat pula harta yang dimiliki bersama-sama seperti koperasi, harta yang dimiliki bersama-sama dengan usaha kegiatan ekonominya sehingga hasilnya dapat dinikmati bersama-sama pula.
Namun berbeda dengan harta yang dimiliki suatu Yayasan yang berdiri untuk kepentingan umum. Harta yayasan yang didapat dari sumber para donatur yang bersedia memberikan sumbangan hartanya kepada yayasan untuk perkembangn kehidupan social, keagamaan maupun kemanusiaan.
Harta yang dari donator dan dana para pendiri ditampung dan dikelola untuk suatu tujuan yang berbentuk social, keagamaan dan kemanusiaan. Harta yayasan selain yang berasal dari donator, dapat juga berupa kegiatan usaha yang dijalankan untuk mencapai maksud dan tujuan suatu yayasan.
Hasil kegiatan usaha yayasan tidak boleh diberikan kepada organ yayasan seperti Pembina, pengurus dan pengawas. Harta hasil kegiatan usaha digunakan untuk kepentingan yayasan mencapai maksud dan tujuan. Hal ini tercantum dalam pasal 3 UU No. 28 tahun 2004.
(32)
Dalam pasal 40 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang wakaf ; Bahwasanya Harta benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang.:8
a. dijadikan jaminan;
b. disita;
c. dihibahkan;
d. dijual;
e. diwariskan;
f. ditukar; atau
g. dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf. Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau
menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
2. Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya .
8
Departemen Agama, Peraturan perundangan perwakafan (Jakarta, Direktorat Jenderal
(33)
3. Ikrar Wakaf adalah pernyataan kehendak wakif yang diucapkan secara lisan dan/atau tulisan kepada Nazhir untuk mewakafkan harta benda miliknya.
4. Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif
untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.
5. Harta Benda Wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan
lama dan/atau manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah yang diwakafkan oleh wakif.
6. Pejabat pembuat Akta Ikrar Wakaf, selanjutnya disingkat PPAIW,
adalah pejabat berwenang yang ditetapkan oleh Menteri untuk membuat akta ikrar wakaf.
7. Badan Wakaf Indonesia adalah lembaga independent untuk
mengembangkan perwakafan di Indonesia.
8. Pemerintah adalah perangkat Negara Kesatuaan Republik Indonesia
yang terdiri atas Presiden beserta para Menteri.
9. Menteri Agama adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang
agama.
Diketahui bahwa Undang-undang No. 41 tentang Wakaf ini terdiri dari 71 Pasal, Dengan melihat judul Penulis yang berjudul: “PENGELOLAAN HARTA WAKAF MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF (Study Kasus Pada Yayasan Al-Matiin Ciputat Tangerang Selatan)” maka dari
(34)
itu penulis hanya mengutip Pada Pasal 43 tentang Pengelolaan dan Pengembangan Harta benda Wakaf, yang berbunyi:
(1) Pengelolaan dan pengembangan harta benda Wakaf oleh Nazhir
sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 dilaksanakan sesuai dengan prinsip syariah.
(2) Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara produktif.
(3) Dalam hal Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang
dimaksud pada ayat (1) diperlukan penjamin, maka digunakan lembaga penjamin syariah.
Pengurus wakaf atau biasa disebut dengan nazhir wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukkannya yang dilaksanakan sesuai prinsip syariah.9
Demikian pula dengan Yayasan Al-Matiin yang melakukan upaya untuk mengembangkan yayasan melalui dana sumbangan donatur tetap dan tidak tetap. Serta melakukan kegiatan usaha yang sesuai maksud dan tujuan yayasan Al-Matiin yaitu pendidikan dan kemasyarakatan
9
Drs. H. Abdul Halim, M.A., Hukum Perwakafan di Indonesia, (Ciputat, Ciputat
Press, 2005), h. 139
10
Drs. H. M. Sulthon Masyhud. M. Pd, Manajemen Pondok Pesantren, (Jakarta, Diva Pustaka, 2003), h. 187.
(35)
Pengelolaan Harta dapat diartikan sebagai tata pembukuan. Sedang dalam arti luas mengandung arti pengurusan dan pertanggung jawaban suatu lembaga terhadap penyandang dana, baik individual maupun lembaga.10
Harta merupakan segala barang yang dianggap sebagai kekayaan. Harta yang berbentuk uang, benda yang dapat dinilai dengan uang sehingga dengan harta dapat menjalankan suatu transaksi-transaksi yang bernilai.
Harta dapat dimiliki perorangan baik berupa uang maupun barang, dengan harta tersebut pemilik harta dapat menggunakan apapun yang dikehendaki untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Terdapat pula harta yang dimiliki bersama-sama seperti koperasi, harta yang dimiliki bersama-sama dengan usaha kegiatan ekonominya sehingga hasilnya dapat dinikmati bersama-sama pula.
Namun berbeda dengan harta yang dimiliki suatu Yayasan yang berdiri untuk kepentingan umum. Harta yayasan yang didapat dari sumber para donatur yang bersedia memberikan sumbangan hartanya kepada yayasan untuk perkembangan kehidupan sosial, keagamaan maupun kemanusiaan.
Harta yang bersumber dari donator dan dana para pendiri atau disebut Harta Wakaf Yayasan yang ditampung dan dikelola untuk suatu tujuan yang berbentuk sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Harta yayasan selain yang berasal dari donatur, dapat juga berupa kegiatan usaha yang dijalankan untuk
(36)
mencapai maksud dan tujuan suatu yayasan. Dengan ketentuan hasil kegiatan usaha Yayasan tidak boleh diberikan kepada organ Yayasan seperti Pembina, pengurus dan pengawas. Harta hasil kegiatan usaha digunakan untuk kepentingan yayasan mencapai maksud dan tujuan. yang hal ini tercantum dalam pasal 5 Undang-Undang No. 28 tahun 2004.
Harta benda wakaf menurut pasal 15 Undang-undang no.41 Tahun 2004 Tentang wakaf sebagai berikut:
(1) Harta benda wakaf terdiri dari: a. benda tidak bergerak; dan b. beda bergerak
(2) Benda tidak bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a Meliputi :
a. hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum terdaftar;
b. bangunan atau bagian bangunan yang berdiri diatas tanah
sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c. tanaman dan benda lain yang bekaitan dengan tanah;
d. hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
e. benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan
(37)
(3) Benda bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah harta benda yang tak bisa habis karena dikonsumsi, meliputi:
a. Uang;
b. Logam mulia;
c. Surat berharga;
d. Kendaraan;
e. Hak atas kekayaan intelektual;
f. Hak sewa; dan
g. Benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(38)
A. Sejarah Yayasan Al-Matiin
Yayasan Al-Matiin terletak di Jalan Kihajar Dewantara kurang lebih 3
kilo meter dari kecamatan Ciputat, yang lebih tepatnya di Jalan Musyawarah
Rt. 05 Rw 04 No. 10, Kelurahan Desa Sawah Kecamatan Ciputat Kabupaten
Tangerang.
Lokasi Yayasan Al-Matiin ini berada diantara komplek perumahan
dan lingkungan perkampungan yaitu kampung Sawah. Yang mayoritas
warganya adalah masyarakat menengah kebawah, dilain pihak dapat juga
dikatakan sebagai lingkungan yang bersipat urban.
Hal ini dapat dari sektor umum para pendudukyang secara relatif
bersifat kosmopolitan, sedangkan pada dasarnya kehidupan mayoritas
penduduknya merupakan wiraswasta , guru, pegawai negeri,pengrajin kayu,
buruh pabrik, dan juga sebagian kecil masih ada yang bertani.
Yayasan Al-Matiin didirikan pada tanggal 07 Mei 1999 oleh KH.Ucup
Ridwan Saputra, yang berdiri di atas tanah wakaf, Dengan Akta Ikrar Wakaf
Nomor : W.2/311/16 Tahun : 2000. berupa tanah darat, yang diberikan oleh
Bapak Hanafi Edy dengan sertifikat/persil 10 nomor: Psl. 15 c.2017 ukuran
panjang D.II, luas 250 M2 dan sebagian kekayaanya yang disisikan untuk
mengoperasikan yayasan Al-matiin.
(39)
Yayasan Al-Matiin berdiri di atas sebuah bangunan diatas tanah wakaf
yang dikelola oleh KH.Ucup Ridwan Saputra yang mana di dalamnya ada
mushola 3 ruang majelis taklim ruang belajar taman kanak-kanak dan ruang
lokal sekolah formal SMP Islam Al-Matiin dan taman pendidikan
al-quran,Kantor TK, kantor SMP dan Kantor Yayasan.
Adapun latar belakang didirikannya yayasan Al-Matiin ini menurut
KH.Ucup Ridwan Saputra sebaimana yang tercantum di dalam maksud dan
tujuan pandirian yayasan Al-matiin adalah sebuah yayasan yang bertujuan
turut serta secara aktif dalam rangka mengigatkan pendidikan, kesehatan,dan
kesejateraan masyarakat indonesia serta mendukung kebijak sanaan
pemerintah mengenai pembagunan di segala bidang.
Melalui berbagai usaha yang dilakukan yang berasal dari utamanya
adalah “dana mandiri”yang hasilnya akan disampaikan untuk mencetak
masyarkat sebagai generasi ulil albab, sebagi mana salah satu tujuannya yaitu
pendidikan untuk menjadi generasi yang kelak menjadi seorang ahli dzikir1 Sedangkan di Indonesia Yayasan merupakan salah satu lembaga yang
kehadirannya telah lama ada, bahkan Yayasan jauh lebih tua dari berbagi
lembaga usaha lain,
1
Wawancara Pribadi dengan KH Ucup Ridwan, Ciputat Tangerang Selatan: 27 Mei 2009
(40)
Misalnya: Perseoran terbatas, CV dan Firma Lembaga-lembaga
tersebut baru dikenal pada tahun 1847 yaitu ketika di undangkannya beberapa
peraturan perundang-undangan antara lain adalah W.v.K atau kitab
Undang-Undang hukum dagang, dalam sbt 1947. akan tetapi menjadi samgat ironis,
karena hingga akhir abad ke 21, di Indonesia belum mempunyai peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang Yayasan.2
Yayasan yang kita kenal selama ini merupakan peninggalan
pemerintah Belanda yang banyak digunaan pada saat itu. Pada masa
pemerintahan Belanda badan ini disebut dengan nama Stichting. Sebagaimana
diartikan oleh Prof. Drs. C.S.T. Kansil, SH dan Christine S.T. Kansil, SH.,
MH. Yayasan : Stichting (Bld), suatu badan hukum yang melakukan berbagai
kegiatan sosial.3
Sebelum adanya Undang-Undang No. 16 Tahun 2001, Yayasan yang
berlaku di Indonesia tidak dapat pengaturan yang tegas dan jelas kecuali
hanya pada beberapa bagian Burgerlijk Wetboek yang menyebut kata
Yayasan dalam bahasa Belanda “stichting”4 yaitu :
3
Chatamarrasjid, (Tujuan Sosial…), Op. Cit.. h.2 3
C.S.T. Kansil. Dan Christine S.T. Kansil, Kamus Istilah, Aneka Hukum, cet I, (Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 2000). H. 198
4
Abdul Halim, “Kedudukan dan Legalitas Yuridis status Badan Hukum Yayasan Pasca Pemberlakuan UU No. 16/2001 Tentang Yayasan”, Ultimatum, Vol. 1, No. 2, (November 2002), h. 15
(41)
1. Pasal 899 (2) BW mengenai larangan untuk melaksanakan sesuatu dan
surat-surat wasiat yang ditujukan kepada lembaga-lembaga.
2. Pasal 900 BW mengenai hibah kepada badan-badan amal seperti
lembaga-lembaga keagamaan, gereja, rumah sakit, dan seterusnya.
3. Pasal 1680 BW mengenai penghibahan kepada lembaga-lembaga
umum, lembaga-lembaga keagamaan, dan seterusnya.
4. Pasal 60 BW mengenai diperbolehkannya perwalian pada suatu
perhimpunan badan-badan hukum yang berkedudukan di Indonesia
yang anggaran dasarnya nyata-nyata disebutkan akta pendiriannya
memelihara anak-anak belum dewasa.
Menurut kamus hukum, Yayasan adalah sebuah badan hukum yang
didirikan dengan suatu akte notaris dengan menyisikan sebagian dari pada
kekayaan para pendiri dan mengadakan ketentuan-ketentuan dan anggaran
dasarnya. Biasanya sebuah yayasan tidak bertujuan untuk mencari
keuntungan, tetapi bergerak di bidang social. (lihat pasal 365 BW).5
Yayasan dipandang sebagai bentuk ideal untuk mewujudkan keinginan
manusia. Yayasan tidak semata-mata mengutamakan profit atau mengejar
keuntungan maupun penghasilan sebesar-besarnya sebagai mana layaknya
badan usaha lain. Keberadaan yayasan merupakan suatu kebutuhan bagi
5
J.C.T. Simorangkir, S.H., Drs. Rudy T. Erwin, S.H., J.T. Prasetyo, S.H., Kamus Hukum, (Jakarta:Sinar Grafika, 2004), cet 8, h. 161
(42)
masyarkat yang menginginkan adanya wadah atau lembaga yang bersipat
sosial, keagamaan, dan kemanusiaan.
Yayasan di sini diartikan sebagai dana permanent yang dibuat dan
dipelihara berdasarkan kontribusi. Seperti berasal dari sumbangan untuk amal,
pendidikan, keagamaan, penelitian, atau tujuan baik lainnya. Sebuah lembaga
atau perkumpulan diberi wewenang untuk memberi bantuan keuangan untuk
perguruan-perguruan tinggi, sekolah-sekolah, rumah sakit-rumah sakit,
kegiatan amal, dan secara umum, di dukung oleh pemberian untuk tujuan
seperti itu.
Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya yang berjudul “Hukum perdata
tentang persetujuan-persetujuan tertentu” berpendapat bahwa yayasan adalah
badan hukum. Dasar suatu yayasan adalah suatu harta benda kekayaan, yang
dengan kemauan pemilik ditetapkan guna mencapai suatu tujuan tertentu.
Pengurus yayasan juga di tetapkan oleh pendiri yayasan itu. Pendiri (dapat)
mengadakan peraturan untuk mengisi lowongan dalam pengurus. Meskipun
yaysan pada masa sebelum adanya Undang-undang Yayasan tidak diatur sama
sekali dalam Undang-undang, tetapi dalam pegaulan hidup nyata diakui
keberadaannya sebagai badan hukum yang dapat turut serta dalam pergaulan
hidup di masyarakat, artinya dapat jual beli, sewa menyewa, dan lain-lain,
dengan mempunyai kekayaan yang terpisah dari kekayaan orang-orang yang
(43)
Yayasan sebagai badan hukum, berdasarkan uraian di atas disebut
“artificial persons”6 yaitu sebuah badan hukum yang dapat menyandang hak dan kewajiban sendiri, dapat digugat meupun menggugat di pengadilan, serta
memiliki status yang dipersamakan dengan orang perorangan sebagai subyek
hukum dan keberadaannya ditentukan oleh hukum. Ditetntukan oleh hukum di
sini dimaksudkan untuk menjadi badan hukum Yayasan, pendiriannya pun
memiliki syarat formil dan syarat Materil.
Dengan diundangkannya Undang-Undang No. 28 tahun 2004 tentang
Yayasan, maka pengertian yayasan menjadi lebih jelas. Pengertian yayasan
berdasarkan pasal 1 angka (1) Undang-Undang Yayasan adalah sebagai
berikut:
“Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang
dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang
social, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota”.
Menurut Rochmat Soemitro, yayasan merupakan suatu bentuk usaha
yang lazim digunakan untuk melakukan usaha yang mempunyai tujuan idiil
(filantropis).7
6
I. P. M. Ranuhandoko B.A., Terminologi Hukum, (Jakarta, Sinar Grafika, 2000), h. 71. cet ke-3
7
H. Rochmat Soemitro, Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan dan Wakaf, (Bandung Eresco, 1993), h. 159
(44)
Dalam hasil karya ulama fiqih tidak ditemukan pembahasan khusus
mengenai yayasan, namun dengan menelusuri pendapat ulama atau ahli
hukum tentang wakaf, maka dapat dianalisis bahwa yayasan dapat juga
disamakan dengan wakaf.
Sebagaimana menurut Undang-Undang tentang wakaf no. 41 tahun
2004 pasal 1 angka 1 (satu) Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk
memisahkan dan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya, untuk
untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai
kepentingannya guna keperluan ibadah dan atau kesejahteraan menurut
syariah.
Padahal sisi lain yayasan sudah berkembang cukup luas dan sudah
banyak di kenal di seluruh indonesia. sehingga dengan demikian, keberadan
yayasan saat ini merupakan sebuah realita yang harus di terima apa adanya.
Keberadaan Yayasan merupakan suatu kebutuhan bagi masyarkat yang
menginginkan adanya wadah atau lembaga yang bersipat sosial, keagamaan,
dan kemanusiaan.
Yayasan bukan lagi suatu lembaga yang kecil, terpisah dari kegiatan
hidup kemasyarakatan, hanya berusaha dibidang tertentu yang bersipat
idealistis belaka. Kegiatan yayasan dapat bermacam-macam, mulai dari
yaysan rumah sakit bersalin sampai yayan yang mengurus kematian, dan
yayasan yang mengurus pemulung ssampai yayasan yang mengurus lebih dari
(45)
Indonesia menurut data yang ada di Departemen kehakiman hingga bulan
maret 1990 sudah terdapat 3054 Yayasan.8
B. Visi dan Misi Yayasan Al-Matiin
Sejak semula, tujuan pendirian Yayasan adalah untuk mencapai suatu
tujuan ideal yang tidak dilarang oleh Undang-undang atau ketertiban umum.
Tidak ada ketentuan hukum yang menentukan dengan jelas apa yang menjadi
maksud dan tujuan yayasan didirikan, tetapi pada prakteknya, dalam
Anggaran dasar Yayasan ditentukan maksud dan tujuan pada bidang social,
keagamaan, dan kemanusiaan. Rechtbank Amsteerdam 15 Februari 19359 dalam putusannya mengatakan di antaranya, bahwa anggaran dasar yayasan
berhubungan erat dengan siat yayasan yang berarti bahwa tidak diperbolehkan
adanya kewenangan bagi orang-orang yang berada di belakang yayasan
(pengurus yayasan) untuk menyimpang dari salah satu tujuan apalagi
bertentangan dengan maksud dan tujuan pendirian yayasan.
Tujuan Yayasan sangat tergantung pada pendiriannya untuk apa ia
telah memisahkan sebagian harta kekayaan justru untuk mencapai tujuan yang
telah dirancang oleh pendiri yayasan. Oleh karena itu pada prinsipnya,
10
Warta Ekonomi, No. 22 Tahun 1999, h. 23 9
Astrid Setianingsih, Tinjauan Yuridis tentang yayasan sebelum dan sesudah diundangkannya undang-undang No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, (Depok, Skripsi, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia), h. 46-47, t.d, lihat juga herlien Budiono, “Peralihan dari Yayasan Lama Ke Yayasan Baru, Badan Hukum Alternatif Pengganti Yayasan Lama”, (makalah disampaikan pada seminar Ikatan Notaris Indonesia, Jakarta 21-22 Juni 2002), h. 11
(46)
maksud dan tujuan Yayasan tidak dapat diubah, pengurus juga tidak berhak
menggunakan kekayaan yayasan menurut kehendaknya sendiri, karena hal
mana akan bertentangan dengan sifat, hakekat, maksud, dan tujuan yayasan.
Kekayaan yang dipisah diperlukan untuk mengejar tercapainya tujuan
dan merupakan dari segala hubungan-hubungan hukum. Tujuan Yayasan
harus bertujuan idiil, dengan demikian tidak dibenarkan tujuan yang komersil
atau tujuan untuk kepentingan sendiri.10
Pada umumnya bahwa peruntukan wakaf hanya terbatas untuk
kepentingan peribadatan khusus seperti untuk masjid, mushalla , sekolah,
makam dan lain-lain.11
Umumnya ulama memandang bahwa setiap peruntukan yang tidak
sesuai denagan syariat islam adalah maksiat dan perbuatan itu tidak sah
hukumnya. Berbagai macam pengertian tersebuit tidak jauh berbeda dengan arti
Yayasan dalam konsep dan literatur ilmiah. Pengertian dan
pandangnan-pandangan dalam karya ilmiah tersebut umumnya meninjau dari sudut pandang
masing-masing,sehingga muncul berbagai macam definisi.
10
Ali Rido, Badan Hukum Dan Kedudukan Badan Bukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi Yayasan, dan Wakaf, (Bandung, Alumni, 1986), h. 115
11
Dr. Uswatun Hasanah, Wakaf tunai, Inovasi Finansial Islam. (Jakarta. PSTTI-UI). H. 54
(47)
Dibandingkan dengan pengertian Yayasan maka dapat terlihat jelas
bahwa yayasan dan wakaf sama-sama bertujuan untuk kepentingan orang
banyak yaitu masyarakat,tetapi wakaf dalam pengelolaanya berdasar pada
prinsip syariah,sedangkan yayasan memiliki suatu tujuan yang lebih luas, yaitu
tujuan sosial kemanusiaan termasuk keagamaan yang pencantumannya
merupakan penegasan.12
Unsur-unsur wakaf yang juga dimiliki oleh Yayasan adalah:
a. Harta yang dipisahkan atau dikeluarkan dari pemilik semula.
b. Tujuan yang bersipat sosial, keagamaan dan kemanusuiaan.
c. Adanya organisasi yang mengurus masing-masing lembaga.
Dari beberapa pengertian yang telah diuraikan di atas, secara umum
dapat disimpulkan bahwa yayasan merupakan suatu organisasi yang
melakukun kegiatan sosial,kemanusiaan dan keagamaan, yang terkait dengan
lembaga-lembaga amal seperti le,mbaga sosial,keagamaan, kemanusiaan, dan
lain-lain.
Dari Penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Yayasan Al-Matiin
bertujuan turut serta membantu sebaimana yang tercantum di dalam maksud
dan tujuan pandirin Yayasan itu sendiri Yayasan Al-matiin adalah sebuah
yayasan yang bertujuan turut serta secara aktif dalam rangka mengigatkan
pendidikan, kesehatan,dan kesejateraan masyarakat indonesia serta
12
Chatamarrasjd, Badan Hukum Yayasan (Jakarta, PT.Citra Aditya Bakti, 2002), h. 145
(48)
mendukung kebijak sanaan pemerintah mengenai pembagunan di segala
bidang.
Melalui berbagai usaha yang dilakukan yang berasal dari utamanya
adalah “dana mandiri”yang hasilnya akan disampaikan untuk mencetak
masyarkat sebagai generasi ulil albab, sebagi mana salah satu tujuannya yaitu
pendidikan untuk menjadi generasi yang kelak menjadi seorang ahli dzikir
C. Struktur Organisasi Yayasan Al-Matiin
Organ Yayasan sebelum adanya Undang-Undang No. 28 Tahun 2004
terdiri dari Pendiri/Pelindung, Penasehat, Pengurus. Sedangkan Yayasan
menurut Undang-Undang Yayasan pasal 2 mempunyai organ yang terdiri dari
atas Pembina, Pengurus, Pengawas. Anggota Pembina, Pengurus, dan
Pengawas tidak boleh merangkap menjadi anggota Direksi atau Pengurus.
Organ Yayasan mempunyai hak dan kewajibannya masing-masing. Mereka
bekerja secara sukarela tanpa digaji dalam upah atau honor tetap.
Sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-Undang Yayasan pasal
5 bahwa kekayaan Yayasan baik berupa uang, maupun kekayaan lain yang
diperoleh Yayasan berdasarkan Undang-Undang ini, dilarang dialihkan atau
dibagikan secara langsung atau tidak langsung kepada pembina, pengurus,
pengawas, karyawan, atau pihak lain yang mempunyai kepentingan terhadap
(49)
Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan satu persatu tentang
masing-masing organ Yayasan yang berperan dalam tercapai dan terlaksananya
maksud dan tujuan sebuah badan hukum yayasan.
a. Pembina
Pembina adalah organ Yayasan yang mempunyai kewenangan
yang tidak diserahkan kepada pengurus atau pengawas berdasarkan
Undang-Undang yayasan atau anggaran dasar Yayasan menurut pasal 28
ayat 1. Yang memiliki kewenangan sebagaimana yang disebutkan pada
pasal 28 ayat 2: merubah anggaran dasar: mengangkat dan
memberhentikan anggota pengurus pengawas; menetapkan kebijakan
umum berdasarkan Anggaran Dasar; mengesahkan program kerja dan
rancangan anggaran tahunan; menetapkan kebijakan umum berdasarkan
Anggaran Dasar; mengesahkan program kerja dan rancangan Anggaran
Tahunan; menetapkan keputusan tentang penggabungan atau pembubaran
Yayasan.
Sedangkan kewajiban-kewajiban yang dimiliki pada pasal 28 ayat
4 adalah sebagai berikut: mengadakan rapat sekurang-kurangnya satu kali
dalam satu tahun, melakukan evaluasi tentang kekayaan, hak dan
kewajiban yayasan tahun yang lampau sebagai dasar pertimbangan bagi
perkiraan tentang perkembangan yayasan untuk tahun yang akan dating
(50)
b. Pengurus
Pengurus menurut pasal 31 adalah organ yang melaksanakan
kepengurusan yayasan, orang perseorangan yang mampu melakukan
perbuatan hukum, menurut pasal 35 pengurus menjalankan tugas dengan
itikad baik, dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan dan tujuan
Yayasan, mengangkat dan memberhentikan pelaksana kegiatan Yayasan,
bertanggung jawab penuh atas kepengurusan yayasan untuk kepentingan
dan tujuan Yayasan berhak mewakili baik di dalam maupun diluar
Pengadilan, bertanggung jawab penuh, secara pribadi apabila yang
bersangkutan dalam menjalankan tugasnya tidak sesuai dengan ketentuan
anggaran dasar, yang mengakibatkan kerugian yayasan atau pihak ketiga.
Menurut pasal 32 ayat 2 susunan pengurus sekurang-kurangnya terdiri
dari seorang ketua, seorang sekertaris, dan seorang bendahara.
c. Pengawas
Pengawas menurut pasal 40 adalah organ yayasan yang bertugas
melakukan pengawasan dan memberi nasihat kepada pengurus dalam
menjalankan kegiatan yayasan.
Yayasan menurut pasal 40 ayat 2 memiliki Pengawas
sekurang-kurangnya 1 (satu) orang pengawas yang wewenang, tugas, dan tanggung
jawabnya diatur dalam Anggaran Dasar. Yang memiliki masa jabatan 5
(lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan
(51)
Adapun susunan organ Yayasan Al-Matiin dengan disertai tugas-tugas
dan wewenang dari Organ Yayasan sebagai berikut yang disesuaikan dengan
jabatannya masing-masing:
a. Pembina : Ir. Anwar Karim Jusuf
b. Ketua : H. Ucup Ridwan S BSc
c. Sekretaris : Dedeng Sudarjat S.Pd
d. Bendahara : Hj. Shofiah
e. Pengawas : Ir. Ifyandri
D. Kedudukan Hukum Yayasan sebelum Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004
1. Pokok-Pokok Ketentuan Yayasan
Pendirian yayasan di Indonesia sampai saat ini hanya berdasarkan atas
kebiasaan dalam masyarakat dan Yurisprudensi Mahkamah Agung, karena
belum ada Undang-undang yang mengaturnya. Fakta menunjukkan
kecenderungan masyarakat pendirian yayasan dengan maksud untuk
belindung di balik status badan hukum yayasan, yang tidak hanya digunakan
sebagai wadah mengembangkan kegiatan social, keagamaan, kemanusiaan,
melainkan juga adakalanya bertujuan untk memperkaya diri para Pendiri,
(52)
Sejalan dengan kecenderungan tersebut yayasan mengalami proses
pembahasan oleh para pengamat yayasan di kalangan akademis perguruan
tinggi, maupun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam bentuk Rancangan
Undang-Undang (RUU) Yayasan, yang akhirnya RUU Yayasan tersebut
disetujui oleh DPR pada tanggal 6 Agustus 2001, Rancangan Undang-Undang
Yayasan tersebut disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001
tentang Yayasan yang dimuat dalam Lembaran Negara Nomor 112 Tahun
2001.
2. Status Hukum Yayasan
Walaupun peraturan perundang-undangan tidak mengatur tentang
yayasan, namun baik di Belanda maupun di jaman Hindia Belanda, kemudian
Indonesia sampai berlakunya Undang-undang Yayasan, yayasan diakui
sebagai suatu badan hukum berlandaskan pada yurisprudensi dan doktrin.13 Pengakuan suatu lembaga hukum sebagai suatu badan hukum dapat
terjadi karena undang-undang maupun karena yurisprudensi dan doktrin,
tidaklah selalu karena diatur dalam undang-undang.
Mengenai status hukum yayasan, yurisprudensi Indonesia memberikan
keududukan yang sama kepada wakaf dan yayasan. Hal ini terlihat dalam
13
(53)
putusan Mahkamah Agung yang menyatakan Yayasan Sukapura dan wakaf
sukapura adalah wakaf atau badan hukum.14
Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 476 K/Sip/1975
menyatakan bahwa perubahan Wakaf Al Is Af menjadi Yayasan Al Is Af
dapat saja dilakukan, karena dalam hal tersebut tujuan dan maksudnya tetap,
yaitu untuk membantu keluarga keturunan almarhum Almuhsin bin Abubakar
Alatas.
E. Kedudukan Hukum Yayasan sesudah Undang-Undang No. 28 Tahun 2004 1. Pokok-Pokok Ketentuan
Sebagaimana ketentuan-ketentuan yang dimiliki Yayasan sebelum
adanya Undang-Undang Yayasan, yaitu adanya pokok-pokok ketentuan,
Status Hukum Yayasan. Maka pada bagian berikut ini penulis akan
menjelaskan hal yang sama namun disesuaikan dengan undang-undang No. 28
Tahun 2004 tentang Yayasan.
Menurut Undang-Undang Yayasan pasal 1 ayat 1, Yayasan harus
mempunyai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan.
Sebagaimana halnya dalam yurisprudensi dan doktrin, maksud dan tujuan
yayasan tidak dapat diubah menurut pasal 17, menurut pasal 21 perubahan
anggaran dasar yang meliputi nama dan kegiatan yayasan harus mendapatkan
persetujuan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, sedangkan
14
Chatamarrasjid, Badan Hukum Yayasan (Satu Analisis Mengenai Yayasan Sebagai Suatu Badan Hukum Sosial), (Jakarta, PT. Citra Aditya Bakti, 2002), h. 150. cet ke 1
(54)
perubahan mengenai hal lainnya cukup diberitahukan kepada Menteri
Kehakiman. Undang-Undang Yayasan melarang untuk mengubah maksud dan
tujuan yayasan. Karena sampai pada masa sebelum adanya Undang-Undang
yayasan belum ditemukan suatu ketentuan yang mengatur mengenai
perubahan dan batasan dari maksud dan tujuan sebauh yayasan.
2. Status Hukum Yayasan
Yayasan yang didirikan setelah tanggal 6 Agustus 2002 atau setelah
adanya Undang-Undang Yayasan dianggap sebagai badan hukum. Status
Yayasan dianggap sebagai badan hukum setelah memenuhi persyaratan
sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-undang yayasan pasal 11 ayat 1
yaitu :
a. Memiliki Akta pendirian yang memuat anggaran dasar yang dibuat
dengan akta notaris, dibuat dalam bahasa Indonesia dan disahkan
oleh Menteri Kehakiman.
b. Memiliki Organ Yayasan, yaitu Pembina, Pengurus, dan Pengawas
yang menjalankan Anggaran Dasar Yayasan.
Mengenai yayasan yang telah ada sebelum adanya undang-undang
yayasan terbentuk, perlu diadakan penyesuaian terhadap status hukumnya.
Dalam ketentuan pasal 71 ayat 1 yayasan yang telah ada tetap diakui sebagai
badan hukum dengan syarat telah :
i. Didaftarkan di Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam
(55)
ii. Didaftarkan di Pengadilan Negeri dan mempunyai izin melakukan
kegiatan dari instansi terkait
Tetapi pada kenyataanya, masih banyak yayasan yang didirikan hanya
berdasarkan akta pendirian dan sama sekali belum didaftarkan di Pengadilan
Negeri dan dimuat dalam TBNRI. Sebagaiman Undang-Undang Yayasan
yang tidak mengatur secara tegas terkait dengan permasalahan tersebut.
Pemecahan masalah tersebut adalah dengan melakukan
pendekatan-pendekatan sebagai berikut :
a. Jika kita memandang Undang-undang ini secara eksplisit, maka
yayasan tersebut tidak diakui keberadaannya sebagai badan
hukum.
b. Jika tidak memandang Undang-undang ini secara tersirat, maka
terdapat kemungkinan yayasan yang tidak termasuk dalam
kategori pasal 71 masih dapat diakui keberadaannya sebagai badan
hukum, yang masih melakukan syarat tindakan hukum lebih lanjut.
F. Kedudukan Hukum Yayasan Al-Matiin
Sedangkan Yayasan Al-Matiin yang berdiri sejak 07 Mei 1999
tergolong Yayasan yang tidak termasuk dalam kategori pasal 71
Undang-undang No. 28 Tahun 2002, yang mana yayasan Al-Matiin sedang memproses
pendaftaran penyesuaian syarat tindakan hukum lebih lanjut. Dengan
(56)
A. Pengelolaan Harta Wakaf Yayasan Al-Matiin Menurut Hukum Islam
Harta diperlukan sebagai pemenuhan kebutuhan kehidupan pribadi dan keluarga, namun harta yang diperlukan itu juga mempunyai fungsi sosial. Oleh sebab itu umat Islam dengan sesamanya harus tolong menolong untuk dan atas dasar pertimbangn kebaikan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Hal ini sesuai dengan firman-Nya:
اﻮݎوﺎܳ۾و
ﻰ݇ܲ
ڲﺮ۹݆ا
ىﻮܿڰۿ݆او
ﺎ݆و
اﻮݎوﺎܳ۾
ﻰ݇ܲ
݉ﺛﺈ݆ا
ناوﺪ݆ܳاو
اﻮܿڰ۾او
ﻪڰ݆݇ا
ڰنإ
ﻪڰ݆݇ا
ﺪݚﺪﺷ
بﺎ݆ܿܳا
)
ةﺪ۲ﺎ݆ا
:
(
Artinya:“Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebaikan
dan ketaqwaan, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksanya. (QS. 5:2)”
Allah menganjurkan kepada umatnya agar mereka harus bersedia menghilangkan kesulitan saudaranya. Allah juga mengingatkan manusia agar tidak menjadi lalai bila telah mendapatkan rezeki yang diberikannya. Bahkan diingatkan bahwa harta itu merupakan fitnah (ujian) dan karunia yang harus dipertanggung jawabkan dihari kelak sebagaimana dalam surat At-Takatsur:
(57)
نﻮ݇ܳ۾
فﻮܚ
ݣآ
݉ﺛ
نﻮ݇ܳ۾
فﻮܚ
ݣآ
ﺮ۸ﺎ݆ܿا
݉۾رز
ﻰۿ܊
ﺮﺛﺎﻜۿ݆ا
݉آﺎﻬ݆أ
ݣآ
݉݇ܲ
نﻮ݇ܳ۾
ﻮ݆
ݍ݆ﺄܛۿ݆
݉ﺛ
ݍݛܿݛ݆ا
ݍݛܲ
ﺎﻬݎوﺮۿ݆
݉ﺛ
݉ݛ܋܇݆ا
نوﺮۿ݆
ݍݛܿݛ݆ا
݉ݛܳݏ݆ا
ݍܲ
ﺬ۳݊ﻮݚ
)
ﺮﺛﺎﻜۿ݆ا
:
-٨
(
Artinya:“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu
masuk ke dalam kuburJanganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainulyaqin kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu)” (QS. 102:1-8)”
Islam telah mewariskan sifat toleransi dan tolong menolong dalam mencapai kebahagiaan. Islam merealisir-nya dalam bentuk ibadah berupa pemberian, seperti zakat, infak,wakaf, sedekah, hibah, wasiat dan sebagainya.
Harta dalam bahasa arab ( ﻼﻴ -ﻞﻴﻤ -لﺎ ) artinya kecenderungan dan
kecintaan terhadap sesuatu. Manusia diciptakan dengan memiliki sifat kecenderungan dan kecintaan terhadap sesuatu benda duniawi untuk memenuhi kebutuhan, agar kehidupannya berjalan sebagaimana masing-masing individu menginginkan hidupnya bahagia dan memiliki harta yang cukup guna memenuhi kehidupannya.
Dilihat dari status harta, ulama fiqh membaginya menjadi harta al-mamluk, al-mal,al-mubah, al-mal al-mahjur. Al-mal al-al-mamluk, adalah harta yang telah dimiliki, baik pemilikannya itu pribadi maupun badan Hukum, misalnya organisasi masyarakat. Al-mal al-mubah adalah harta yang tidak dimiliki seseorang, seperti air disumbernya, hewan buruan.
(58)
Al-mal al-mahjur adalah harta yang padanya ada larangan untuk secara pribadi, baik itu karena dijadikan wakaf maupun diperuntukkan bagi kepentingan
umum.1
Sesuai keterangan diatas, harta yayasan termasuk dalam kategori mal al-mahjur. Sedangkan badan hokum yayasan dalam Islam dapat diidetikkan dengan wakaf. Sebagaimana halnya dengan yayasan, wakaf juga dapat melakukan kegiatan usaha dengan mendirikan suatu badan usaha ataupun ikut serta dalam suatu perusahaan.2
Pengurus wakaf atau biasa disebut dengan nazhir wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukkannya yang dilaksanakan sesuai prinsip syariah.3
Demikian pula dengan yayasan Al-Matiin yang melakukan upaya untuk mengembangkan yayasan melalui dana sumbangan donatur tetap dan tidak tetap. Serta melakukan kegiatan usaha yang sesuai maksud dan tujuan yayasan Al-Matiin yaitu pendidikan dan kemasyarakatan. Jadi dapat disimpulkan bahwa Yayasan Sejalan dengan aturan-aturan menurut hukum Islam.
1
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta. Gaya Media, 2000), cet ke -1, h. 73
2
Chatamarrasjid, Badan Hukum Yayasan (Satu Analisis Mengenai Yayasan Sebagai
Suatu Badan Hukum Sosial), (Jakarta, PT. Citra Aditya Bakti, 2002), h. 151. cet ke-1 3
Drs. H. Abdul Halim, M.A., Hukum Perwakafan di Indonesia, (Ciputat, Ciputat Press,
(59)
B. Pengelolaan Harta Wakaf Yayasan Al-Matiin Menurut Hukum Positif
Pengelolaan harta dapat diartikan sebagai tata pembukuan. Sedang dalam arti luas mengandung arti pengurusan dan pertanggung jawaban suatu lembaga terhadap penyandang harta, baik individual maupun lembaga.4
Harta merupakan segala barang yang dianggap sebagai kekayaan. Harta yang berbentuk uang, benda yang dapat dinilai dengan uang sehingga dengan harta dapat menjalankan suatu transaksi-transaksi yang bernilai.
Harta dapat dimiliki perorangan baik berupa uang maupun barang, dengan harta tersebut pemilik harta dapat menggunakan apapun yang dikehendaki untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Terdapat pula harta yang dimiliki bersama-sama seperti koperasi, harta yang dimiliki bersama-sama dengan usaha kegiatan ekonominya sehingga hasilnya dapat dinikmati bersama-sama pula.
Namun berbeda dengan harta yang dimiliki suatu Yayasan yang berdiri untuk kepentingan umum. Harta yayasan yang didapat dari sumber para donatur yang bersedia memberikan sumbangan hartanya kepada yayasan untuk perkembangn kehidupan social, keagamaan maupun kemanusiaan.
Harta yang dari donator dan dana para pendiri ditampung dan dikelola untuk suatu tujuan yang berbentuk social, keagamaan dan kemanusiaan. Harta
4
Drs. H. M. Sulthon Masyhud. M. Pd, Manajemen Pondok Pesantren, (Jakarta, Diva
(60)
yayasan selain yang berasal dari donator, dapat juga berupa kegiatan usaha yang dijalankan untuk mencapai maksud dan tujuan suatu yayasan.
Hasil kegiatan usaha yayasan tidak boleh diberikan kepada organ yayasan seperti Pembina, pengurus dan pengawas. Harta hasil kegiatan usaha digunakan untuk kepentingan yayasan mencapai maksud dan tujuan. Hal ini tercantum dalam pasal 3 UU No. 28 tahun 2004.
Dalam pasal 40 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang wakaf ; Bahwasanya Harta benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang.:5
a. dijadikan jaminan;
b. disita;
c. dihibahkan;
d. dijual;
e. diwariskan;
f. ditukar; atau
g. dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya.
Batasan-batasan bentuk kegiatan yang ada dalam suatu yayasan yang telah diterapkan dalam UU Yayasan No. 28 Tahun 2004 adalah berbentuk kegiatan HAM, kesenian, olah raga, perlindungan konsumen, pendidikan, lingkungan hidup, kesehatan dan ilmu pengetahuan.
5
Departemen Agama, Peraturan perundangan perwakafan (Jakarta, Direktorat Jenderal
(61)
Sebagaimana Yayasan Al-Matiin yang terletak di daerah Ciputat Tangerang, memiliki kekayaan yang berasal dari sumbangan para donatur tetap dan tidak tetap, hibah, wasiat dan wakaf yang berupa uang atau barang, yang digunakan un tuk mencapai maksud dan tujuan Yayasan Al-Matiin yaitu dibidang pendidikan dan kemasyarakatan.
Adapun kegiatan usaha yayasan Al-Matiin berupa Taman kanak-kanak, SLTP Islam terpadu,Majlis Ta’lim kaum ibu-ibu dan bapak-bapak, peternakan ikan lele,serta usaha tanaman sereh.
Semua hasil kegitan usaha tersebut diberikan kepada Al-Matiin untuk mengembangkan Yayasan. Yayasan Al-Matiin membedakan antara harta yang berasal dari kegiatan usaha dengan harta yang berasal dari sumbangan para donatur dalam bentuk laporan keuangan yayasan.
C. Analisa Pengelolaan Harta Wakaf Yayasan Al-Matiin Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif
1. Analisis penulis tentang Pengelolaan Harta wakaf Yayasan Al-Matiin Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif sebagai berikut :
Harta kekayaaan disuatu yayasan tidak boleh dialihkan kepada organ yayasan, sesuai dengan yang tertera pada pasal 5 Undang-Undang Yayasan. A-Matiin yang bergerak dibidang pendidikan dan kemasyarakatan, dana yang didapat dari sumbangan tetap dan tidak tetap, hibah serta kegiatan usaha di
(1)
63
serta secara aktif dalam rangka mengigatkan pendidikan, kesehatan,dan kesejateraan masyarakat indonesia serta mendukung kebijak sanaan pemerintah mengenai pembagunan di segala bidang. Maka Yayasan Al-Matiin menggunakan harta Wakafnya sebagaimana maksud dari tujuan Yayasan sendiri.
2. Membiasakan demokrasi dan kebersamaan serta transparansi mengenai managemen administrasi yang ada di Yayasan Al-Matiin.
3. Mengelola harta Wakaf dengan melaksanakan kegiatan usaha demi ketercapaian maksud dan tujuan Yayasan untuk membantu Masyarakat yang tidak mampu terutama dibidang Pendidikan dan keagamaan.
(2)
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Kedudukan status hukum Yayasan sebelum Undang-Undang yurisprudensi
Indonesia memberikan kedudukan yang sama kepada wakaf dan yayasan, Yayasan diakui sebagai suatu badan hukum berlandaskan pada yurisprudensi dan doktrin. Yayasan yang didirikan setelah tanggal 6 Agustus 2002 atau setelah adanya Undang-Undang, status Yayasan dianggap sebagai badan hukum dan memiliki ketentuan-ketentuan yang dimiliki Yayasan sebelum adanya Undang-Undang Yayasan, yaitu adanya pokok-pokok ketentuan Yayasan namun disesuaikan dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.
2. Pengelolaan harta kekayaan Yayasan yang dikelola oleh organ yayasan dalam
Undang-undang No.16 tahun 2001 pasal 5. Yayasan Al-Matiin yang bergerak dalam bidang pendidikan dan kemasyarakatan, harta kekayaan Yayasan Al-Matiin telah dikelola sebagaimana menurut Hukum Islam dan Hukum positif dan tidak ada pengalihan kepada organ yayasan seperti pembina, pengurus, pengawas maupun pihak yang kepentingan dengan Yayasan Al-Matiin.Karena organ yayasan bekerja secara sukarela.
3. Wakaf dalam hukum Islam tidak bergerak dalam bidang keagamaan saja, namun
bergerak di bidang yang lebih luas untuk kepentingan umum yang dilaksanakan sesuai prinsip Syariah. Pengelolaan harta kekayaan wakaf oleh nadzhir
(3)
65
dikembangkan dalam bentuk kegiatan usaha dan boleh mendapatkan pengalihan harta untuk kepentingan kepengurusan yang sesuai dengan tujuan dan peruntukan wakaf. Begitu juga Yayasan Al-Matiin dengan pengelolaan harta kekayaan Yayasan Al-Matiin yang bergerak dibidang pendidikan.
4. Yayasan yang berdiri sebelum tahun 2002 harus menyesuaikan dengan aturan
Undang-undang No. 28 Tahun 2004, dan Yayasan Al-Matiin termasuk kategori Yayasan yang masih dalam proses penyesuaian.
B. Saran-saran
1. Untuk Yayasan Al-Matiin dalam mengembangkan harta kekayaan yayasan agar
tidak hanyabergerak disatu bidang sajaserta secara proaktif dalam menggali dan
mencari pengetahuan, informasi dan tata cara pengelolaan kekayaan yayasan maupun dari kondisi secara objektif yang dilaksanakan sesuai syariat Islam dan Undang-Undang Yayasan.
2. Agar wakaf disosialisasikan lebih baik lagi di masyarakat, agar minat masyarakat
terhadap wakaf lebih banyak.
3. Agar masyarakat lebih berpartisipasi dalam kegiatan kepengurusan baik dalam
(4)
Al Quran Al Karim
Ali, Chidir. Badan Hukum, Bandung: Alumni, 1975.
Achyat, Ahmad, Anak Yatim, Kajian Fikih Realitas Sosial. Sidogiri: Pustaka,
2002.
Budiono, Herlien “Peralihan dari Yayasan Lama Ke Yayasan Baru, Badan
Hukum Alternatif Pengganti Yayasan Lama”, makalah disampaikan pada
seminar Ikatan Notaris Indonesia, Jakarta 21-22 Juni 2002.
Chatamarrasjid, Badan Hukum Yayasan. Jakarta: PT.Citra Aditya Bakti, 2002.
Chatamarrasjid, Badan Hukum Yayasan Satu Analisis Mengenai Yayasan Sebagai
Suatu Badan Hukum Sosial. Jakarta: PT. Citra Aditya Bakti, 2002.
Chatamarrasjid, Tujuan Sosial Yayasan dan Kegiatan Usaha Bertujuan Laba.
Jakarta: Citra Aditya Bakti, 2000.
Departemen Agama, Peraturan Perundangan Perwakafan Jakarta: Direktorat
Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, 2006.
DPR RI, UUD 1945 Setelah Amandemen Kedua Tahun 2000: Dilengkapi Dengan
Materi Rancanangan Perubahan UUD 1945 MPR RI Tahun 1999-2000,
Jakarta: Sinar Grafika, 2000.
Halim, Abdul, “Kedudukan dan Legalitas Yuridis status Badan Hukum Yayasan
Pasca Pemberlakuan UU No. 16/2001 Tentang Yayasan”, Ultimatum,
Vol. 1, No. 2, November 2002
___________________, Hukum Perwakafan di Indonesia, Ciputat, Ciputat Press,
2005
Harahap Samuran, Dr., H., M.Ag., M.M. M.H.,Panduan Pemberdayaan Tanah
wakaf produktif strategis di Indonesia, Direktorat Pemberdayaan wakaf Direktorat Jenderal bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI
Harianto. Yayasan Dahulu dan Sekaran., Jakarta: Pustaka Damar, 2002
(5)
67
Hasanah, Uswatun Dr., Wakaf tunai, Inovasi Finansial Islam. Jakarta.
PSTTI-UI.
I. P. M. Ranuhandoko B.A., Terminologi Hukum, (Jakarta, Sinar Grafika, 2000),
cet ke-3
Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991
J.C.T. Simorangkir, S.H., Drs. Rudy T. Erwin, S.H., J.T. Prasetyo, S.H., Kamus
Hukum, Jakarta:Sinar Grafika, 2004, cet 8
Kansil, C.S.T. Dan Christine S.T. Kansil, Kamus Istilah, Aneka Hukum, , Jakarta,
Pustaka Sinar Harapan, 2000 cet I Majalah Tempo, No. 24 Tahun 2001
Masyhud, Sulthon Drs,. H. M,. M. Pd,. Manajemen Pondok Pesantren, Jakarta,
Diva Pustaka, 2003
Muhammad, Abu Bakar, Subulus Salam, Surabaya, Al-Ikhlas, 1995, jilid III
No.16/2001”, Ultimatum, Vol.1 No.2 November 2002
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977, pasal 1 ayat (1)
Rido, Ali R.,S.H..,Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan,
Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, dan Wakaf, Bandung, Alumni 2001
_________., Badan Hukum Dan Kedudukan Badan Bukum Perseroan,
Perkumpulan, Koperasi Yayasan, dan Wakaf, Bandung, Alumni, 1986
Ridwan, Ucup H.,S. Bsc, Ketua Yayasan Al-Matiin, Ciputat, Wawancara pribadi, 2009
Setianingsih, Astrid Tinjauan Yuridis tentang yayasan sebelum dan sesudah
diundangkannya undang-undang No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan,
Depok, Skripsi, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, t.d,
(6)
Subekti, R., Prof., S.H.,R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Burgerlijk Wet Boek : dengan Tambahan Undang-Undang Pokok Agraria
dan Undang-Undang Perkawinan, Jakarta, PT. Pradnya Paramita, 2004
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1989
Warson, Ahmad Al-Munawwir, Al-Munawwir Arab Indonesia, Yogyakarta,