BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Usia remaja merupakan usia peralihan dari anak-anak menuju dewasa yang berawal dari usia 10 tahun dan berakhir pada usia 19 tahun. Banyak perubahan yang terjadi dengan
bertambahnya massa otot dan jaringan lemak dalam tubuh. Selain itu juga terjadi perubahan hormonal, perubahan dari aspek sosiologis maupun psikologisnya. Perubahan ini
berpengaruh terhadap kebutuhan gizinya. Kondisi hormonal pada usia remaja menyebabkan aktivitas fisiknya makin meningkat sehingga kebutuhan energi juga meningkat.
1
Meningkatnya aktivitas, kehidupan sosial, dan kesibukan pada remaja akan mempengaruhi kebiasaan makan mereka. Kebiasaan makan yang buruk yang berpangkal
pada kebiasaan makan keluarga yang sudah tertanam sejak kecil akan terus terjadi pada usia remaja. Mereka makan seadanya tanpa mengetahui kebutuhan akan berbagai zat gizi dan
dampak tidak dipenuhinya kebutuhan zat gizi tersebut terhadap kesehatan mereka.
2,3
Kesukaan yang berlebihan terhadap makanan tertentu dapat menyebabkan kebutuhan gizi tak terpenuhi. Keadaan seperti itu biasanya terkait dengan “mode” yang
tengah marak di kalangan remaja. Misalnya, di tahun 1960-an makanan berupa hot dog dan minuman coca-cola menjadi sangat populer bagi remaja-remaja di Amerika Serikat.
Kebiasaan ini kemudian menjalar ke remaja-remaja di berbagai negara lain termasuk di Indonesia.
3
Selain itu, media masa turut berperan menimbulkan masalah gizi pada remaja. Remaja sangat mudah tertarik pada hal-hal yang baru. Kondisi itu dimanfaatkan oleh
pengusaha makanan dengan mempromosikan produk makanan mereka, dengan cara yang disukai remaja.
3
Di masa sekarang sudah banyak beredar produk-produk makanan baru yang berasal dari negara lain secara bebas. Makanan tersebut merupakan jenis makanan siap santap fast
food seperti KFC, hamburger, pizza dan berbagai jenis makanan berupa kripik junk food yang sering dianggap sebagai lambang kehidupan modern oleh para remaja. Padahal
makanan tersebut mempunyai kandungan tinggi kalori, karbohidrat dan lemak, jika dikonsumsi dalam jangka panjang dapat memicu kelebihan berat badan.
3
Kelebihan berat badan terjadi dalam bentuk overweight dan obesitas. Obesitas yang muncul di usia remaja cenderung berlanjut hingga ke dewasa dan lansia. Kejadian overweight
dan obesitas menjadi masalah di seluruh dunia karena prevalensinya yang meningkat pada orang dewasa dan anak baik di negara maju maupun negara berkembang.
10,4
Menurut WHO, obesitas sudah merupakan epidemi global dan menjadi masalah kesehatan yang harus segera diatasi. Berdasarkan penelitian University of North Carolina
UNC Gillings School of Global Public Health, 29,4 dari orang dewasa di Carolina Utara mengalami obesitas dan 38 negara bagian di Amerika Serikat memiliki prevalensi obesitas
dewasa diatas 20 pada tahun 2010. Sedangkan obesitas pada anak usia 10 sampai 17 tahun mencapai lebih dari 12 juta kasus.
5
Di negara berkembang, jumlah anak remaja dengan overweight terbanyak berada di kawasan Asia yaitu 60 populasi atau sekitar 10,6 juta jiwa.
Menurut penelitian Ito Murata 1999 dalam Hadi 2005, di Jepang prevalensi obesitas pada anak umur 6-14 tahun
berkisar antara 5 sd 11.
4,10
Hasil Riset Kesehatan Dasar Nasional Riskesdasnas tahun 2010 menunjukkan bahwa prevalensi nasional kegemukan pada penduduk usia 13-15 tahun mencapai 2,5.
Survei obesitas pada remaja siswasiswi SLTP di Yogyakarta menunjukkan persentase 7,8 remaja di perkotaan dan 2 remaja di daerah pedesaan mengalami obesitas. Penelitian oleh
Hudha 2006 terhadap remaja di SMP Theresiana Semarang menyatakan persentase 25 siswa mengalami obesitas.
8,10,7
Di Propinsi Sumatera Barat, prevalensi kelebihan berat badan pada kelompok umur 13 sampai 15 tahun menunjukkan angka 2,7 2010. Ini menandakan prevalensi Propinsi
Sumatera Barat melebihi prevalensi nasional.
8
Kelebihan berat badan umumnya terjadi di daerah perkotaan. Seiring berjalannya waktu, kelebihan berat badan sudah banyak terjadi di pedesaan. Pada tahun 2009, di Kota
Sawahlunto prevalensi obesitas sentral pada pria umur di atas 18 tahun merupakan yang tertinggi dari kota lainnya di Sumatera Barat 17,4.
8,9
Kelebihan berat badan menimbulkan dampak fisik dan psikologis pada remaja yang mengalaminya. Obesitas merupakan salah satu faktor risiko penyakit degeneratif seperti
penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus, arthritis, penyakit kantong empedu, beberapa jenis kanker, gangguan fungsi pernapasan, dan berbagai gangguan kulit. Di Kota Sawahlunto,
penyakit hipertensi merupakan penyakit degeneratif dengan peningkatan prevalensi dari tahun 2008 sampai 2010.
15,6
Pengetahuan tentang gizi dapat menentukan perilaku individu dalam mengkonsumsi makanan. Selain itu remaja dalam memilih makanan juga dipengaruhi oleh selera dan
keinginan. Makanan yang sesuai dengan selera dan keinginan remaja cenderung tinggi kalori dan lemak. Remaja yang sering memakan makanan ini dapat memicu kelebihan berat
badan.
13
Aktivitas fisik berhubungan dengan kelebihan berat badan pada remaja. Di masa ini, penggunaan internet sudah menjadi hal yang biasa bagi remaja. Remaja rela duduk berjam-
jam di depan komputer menghabiskan waktu. Hal ini cenderung menimbulkan kurangnya aktivitas fisik. Remaja yang kurang melakukan aktivitas fisik sehari–hari menyebabkan
tubuhnya kurang mengeluarkan energi. Jika asupan energi berlebih tanpa diimbangi aktivitas
fisik yang seimbang maka seseorang remaja mudah mengalami kegemukan. Berdasarkan penelitian Hudha 2006, remaja yang kurang melakukan aktivitas fisik cenderung untuk
mengalami kelebihan berat badan.
4,7
Lamanya tidur seseorang juga berhubungan dengan berat badan. Menurut penelitian Weiss dkk 2010 terhadap 240 orang remaja menemukan bahwa remaja yang tidur kurang
dari 8 jam per hari cenderung memiliki keinginan yang lebih besar untuk makan dari pada remaja yang durasi tidurnya cukup 8,5 – 9,25 jam. Penelitian lain yang dilakukan oleh Shi
dkk 2004 pada anak-anak Australia usia 5-15 tahun menemukan bahwa hubungan antara durasi tidur 9 jam dan obesitas lebih kuat pada kelompok remaja awal.
16,17,18
SMPN 1 Sawahlunto merupakan salah satu SMP favorit di Kota Sawahlunto. Para siswa biasanya berkendaraan ke sekolah baik dengan kendaraan pribadi maupun kendaraan
umum. Kegiatan belajar yang cukup padat membuat para siswa memiliki peluang yang cukup besar untuk makan di luar rumah dan mengkonsumsi makanan jadi dengan pola makan yang
tidak seimbang. Pengamatan awal yang dilakukan peneliti terhadap 15 orang siswa, diperoleh 5 orang mengalami kelebihan berat badan. Berdasarkan wawancara yang dilakukan
dengan beberapa siswa tersebut, kegiatan yang mereka lakukan sepulang sekolah biasanya kegiatan yang tidak banyak mengeluarkan kalori, seperti bermain games komputer, menonton
televisi, membaca. Selain itu, durasi tidur mereka per hari rata-rata 10 jam dan pengetahuan tentang gizi tergolong rendah.
Mengingat besarnya dampak yang ditimbulkan akibat kelebihan berat badan dan masih sedikitnya data mengenai kelebihan berat badan remaja, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai beberapa faktor yang berhubungan dengan kelebihan berat badan remaja di SMPN 1 Sawahlunto.
1.2. Perumusan Masalah