Simpulan EKSPRESI KESANTUNAN DALAM TUTURAN BAHASA INDONESIA OLEH PENUTUR DWIBAHASAWAN SUNDA-INDONESIA.

R HENDARYAN, 2015 EKSPRESI KESANTUNAN DALAM TUTURAN BAHASA INDONESIA OLEH PENUTUR DWIBAHASAWAN SUNDA-INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 250 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

5.1 Simpulan

Penelitian ini berupaya untuk menemukan jawaban terhadap pokok masalah yakni “Bagaimana penutur dwibahasawan Sunda-Indonesia melakukan unjuk santun dalam berbahasa Indonesia”. Masalah tersebut dirinci dalam pertanyaan penelitian 1 Indikator kebahasaan apa yang digunakan oleh penutur dan lawan tutur dwibahasawan dalam unjuk kesantunan? 2 Bagaimana strategi yang digunakan penutur dan lawan tutur dwibahasawan dalam unjuk kesantunan? 3 Prinsip-prinsip apa yang diperhatikan oleh penutur dan lawan tutur dalam berunjuk santun? 4 Nilai- nilai kearifan lokal apa yang digunakan penutur dan lawan tutur dwibahasawan Sunda-Indonesia dalam berunjuk kesantunan? Setelah melakukan kajian dengan menggunakan metode analisis kontekstual naturalistik terhadap tuturan penutur dwibahasawan Sunda-Indonesia dari aspek kebahasaan yang meliputi kesesuaian pilihan kata, kesantunan menggunakan kalimat, dan penggunaan intonasi serta strategi dan kearifan lokal dalam penunjukan kesantunan diperoleh simpulan sebagai berikut: 1. Indikator kebahasaan yang disepakati dan ditetapkan oleh penutur dwibahasawan Sunda-Indonesia dalam berunjuk santun berbahasa Indonesia adalah: a. Kata yang sesuai dan halus, artinya kata tersebut memiliki nilai rasa bahasa yang secara khas kedaerahan bermakna penghormatan dan penghalusan sesuai dengan budaya daerah. Merujuk pada pernyataan itu, kata dan atau kelompok kata yang dimaksud ada yang berbentuk kata yang tidak sesuai dengan norma bahasa, namun ada pula bentuk yang sengaja dilakukan oleh penutur dengan melakukan campur kode antara 251 R HENDARYAN, 2015 EKSPRESI KESANTUNAN DALAM TUTURAN BAHASA INDONESIA OLEH PENUTUR DWIBAHASAWAN SUNDA-INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu bahasa Indonesia dengan bahasa Sunda. Contoh kata “kasepuhan” yang dirasakan oleh penutur lebih bernilai rasa halus daripada kata “tokoh masyarakat”. Kata “mangga” dirasakan lebih bernilai rasa halus daripada menggunakan kata “silahkan”. b. Kalimat literal tidak langsung, artinya kalimat yang digunakan oleh penutur dwibahasawan Sunda-Indonesia adalah kalimat yang tidak langsung tertuju pada maksud kalimat itu. Kalimat literal tidak langsung disamping berkonsekuensi pada kalimat tersebut merupakan kalimat panjang, kalimat tersebut juga memiliki makna implisit sehingga memerlukan penafsiran yang harus mendalam dari mitra tutur. Misalnya seorang penutur yang meminta kesediaan waktu dari mitra tutur untuk menerima dirinya bersilaturahmi akan menyatakan “Maaf Pak mengganggu, barangkali ada waktu, kapan saya bisa bersilaturahmi? ” dituturkan oleh seorang mahasiswa yang mau bimbingan dengan dosennya. c. Lagu tutur langgam hormat, artinya lagu tersebut bernada mengalun dengan tekanan tidak keras, pelafalan mengalami pemanjangan pada akhir kata dan berjeda lambat. Dalam bahasa Sunda, lagu tutur langgam hormat disebut lentong santun. Dari tiga unsur kebahasaan sebagai penentu kesantunan, lagu tutur langgam hormat intonasi dalam tuturan merupakan penentu utama penunjukan kesantunan berbahasa Indonesia oleh penutur dwibahasawan Sunda-Indonesia untuk aspek kebahasaan. Lagu tutur inilah yang akan memunculkan “keberterimaan” mitra tutur terhadap tuturan dari pihak penutur. Keberterimaan inilah hakikat isi komunikasi yang santun. 2. Strategi yang digunakan oleh penutur dan lawan tutur dwibahasawan Sunda- Indonesia dalam berunjuk santun berbahasa Indonesia terdiri atas penggunaan norma, penggunaan ragam bahasa dan relevansi. Strategi ini dikelompokkan 252 R HENDARYAN, 2015 EKSPRESI KESANTUNAN DALAM TUTURAN BAHASA INDONESIA OLEH PENUTUR DWIBAHASAWAN SUNDA-INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu menjadi dua jenis, yakni 1 strategi bahasa dan 2 strategi cara. Strategi bahasa dilakukan melalui a. menggunakan kalimat literal tidak langsung; b. melakukan campur kode dan alih kode; c. menggunakan ungkapan baik ungkapan dalam bahasa daerah Sunda babasan, pribahasa Sunda paribasa maupun ungkapan dan pribahasa dalam bahasa Indonesia. Strategi cara berunjuk santun berbahasa Indonesia yang dilakukan oleh penutur dwibahasawan Sunda-Indonesia adalah a. menggunakan fatis basa-basi; b. melakukan perendahan diri – peninggian martabat mitra tutur; c. mengangkat kearifan lokal bidang bahasa. Strategi kesantunan dwibahasawan Sunda-Indonesia dalam dimensi budaya adalah strategi yang dinamakan trirasa yakni. a. Raba rasa, adalah ungkapan yang dapat diartikan sebagai upaya memahami keadaan perasaan orang lain; b. Balik rasa, merupakan ungkapan yang diartikan sebagai upaya introspeksi diri yang dilakukan oleh seseorang sehingga ia akan berprinsip kondisi yang dirasakan oleh orang lain akan dirasakan pula oleh penutur; dan c. Genah rasa, adalah ungkapan yang memiliki makna senang, enak, yang timbul karena bahasa yang digunakan memiliki kepatutan dan kelayakan. 3. Prinsip-prinsip kesantunan yang harus digunakan dan diterima oleh penutur dan mitra tutur dwibahasawan Sunda-Indonesia dalam berunjuk santun adalah “penghormatan dan peninggian martabat mitra tutur” permufakatan. Disamping itu disepakati pula penjagaan dan penghormatan martabat diri melalui “keberterimaan” terhadap bentuk dan makna tuturan. Bentuk tuturan 253 R HENDARYAN, 2015 EKSPRESI KESANTUNAN DALAM TUTURAN BAHASA INDONESIA OLEH PENUTUR DWIBAHASAWAN SUNDA-INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu merujuk pada kata dan kalimat yang jelas untuk diterima dan dipahami karena memiliki nilai kehalusan, makna tuturan merujuk pada maksud dan tujuan yang jelas yang terkandung dalam tuturan. 4. Kearifan lokal dalam bidang bahasa yang diangkat dan digunakan oleh penutur dwibahasawan Sunda-Indonesia dalam menunjukkan kesantunan berbentuk ungkapan dan pribahasa yang memiliki nilai-nilai a. Pernyataan bijaksana sebagai falsafah kehidupan Sunda = wawaran luang, contoh Silih asah silih asih silih asuh; b. Pendorong berperilaku baik Sunda = pangjurung laku hade, contoh Hade ku basa goreng ku basa; dan c. Pencegah perilaku salah Sunda = panyaram lampah salah, contoh Ulah getas harupateun;

5.2 Implikasi