Sustainability Analysis on Direct Water Utilization in Gunung Gede Pangrango National Park, Bogor Regency Area

ANALISIS KEBERLANJUTAN PEMANFAATAN AIR
SECARA LANGSUNG DI KAWASAN TAMAN NASIONAL
GUNUNG GEDE PANGRANGO KABUPATEN BOGOR

MAMAY MAISAROH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Keberlanjutan
Pemanfaatan Air Secara Langsung di Kawasan Taman Nasional Gunung
Gede Pangrango Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor,

Maret 2013

Mamay Maisaroh
NRP. A156110224

RINGKASAN
MAMAY MAISAROH.
Analisis Keberlanjutan Pemanfaatan Air Secara
Langsung di Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Kabupaten
Bogor. Dibimbing oleh DWI PUTRO TEJO BASKORO dan KHURSATUL
MUNIBAH.
Air merupakan barang publik dan merupakan salah satu jasa lingkungan
yang dihasilkan oleh hutan. Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
(TNGGP) sebagai salah satu Kawasan Pelestarian Alam (KPA) memiliki potensi
sumber daya air yang cukup besar yaitu berupa surplus sebesar 548.960.480
m3/th (Rushayati 2006). Berbagai pihak dapat memanfaatkan sumber daya air
tanpa harus membayar, namun pemanfaatan air yang berlebihan dan tidak

bijaksana dapat mengakibatkan penurunan dalam kualitas dan kuantitas sumber
daya air.
Pada kawasan TNGGP kegiatan pemanfaatan sumber daya air dikelola
melalui kelembagaan Forum Peduli Air (FORPELA) TNGGP yang
beranggotakan pihak pengguna air yang memanfaatkan secara langsung air dari
dalam kawasan, namun belum didukung dengan kebijakan teknis yang mengatur
pemanfaatan air di KPA sebagai pedoman bagi pengelola kawasan untuk
melakukan evaluasi.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) Menganalisis bentuk mekanisme kegiatan
pemanfaatan air di kawasan TNGGP; (2) Menganalisis status keberlanjutan
kegiatan pemanfaatan air di kawasan TNGGP; dan (3) Menyusun arahan untuk
pengelolaan kegiatan pemanfaatan air di kawasan TNGGP. Penelitian ini
dilaksanakan di lokasi pengguna air sekitar kawasan Taman Nasional Gunung
Gede Pangrango (TNGGP) yang termasuk wilayah administrasi Kabupaten
Bogor.
Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan
data primer dibagi menjadi 3 tahap yaitu : 1) penyebaran kuisioner; 2) wawancara
dan diskusi mendalam (in-depth interview); dan 3) pengisian kuisioner Analytical
Hierarchy Process (AHP). Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi
pemerintah dan non-pemerintah. Analisis data dilakukan secara kuantitatif dan

kualitatif untuk mencapai tujuan penelitian. AHP digunakan untuk mengetahui
bobot dari dimensi-dimensi keberlanjutan.
Berdasarkan hasil kajian dan analisis yang telah dilakukan, diketahui bahwa
mekanisme kegiatan pemanfaatan air di kawasan TNGGP dilakukan dengan
konsep kemitraan bersama lembaga pihak pengguna air bernama FORPELATNGGP dan perlu dukungan upaya peningkatan kapasitas kelembagaan pengguna
serta penerbitan peraturan teknis pemanfaatan air. Berdasarkan analisis
keberlanjutan, maka kegiatan pemanfaatan air secara langsung di kawasan
TNGGP Kabupaten Bogor tergolong Cukup Berkelanjutan secara ekologi,
kelembagaan dan teknologi, dengan nilai indeks keberlanjutan masing-masing
secara berurutan sebesar 73.79%, 66.79%, dan 60.51%, serta tergolong
Berkelanjutan secara sosial dan ekonomi, dengan nilai indeks keberlanjutan
masing-masing secara berurutan sebesar 82.47% dan 81.53%. Secara keseluruhan
dengan mempertimbangkan prioritas/bobot untuk setiap dimensi keberlanjutan,
kegiatan pemanfaatan air secara langsung di kawasan TNGGP Kabupaten Bogor

memiliki status Berkelanjutan dengan nilai indeks keberlanjutan 76.06%. Arahan
untuk pengelolaan pemanfaatan air di kawasan TNGGP diperoleh berdasarkan
peningkatan indeks keberlanjutan untuk dimensi ekologi, dimensi kelembagaan,
dan dimensi teknologi, sehingga dapat meningkatkan nilai indeks keberlanjutan
secara keseluruhan sebesar 3.66%.

Dalam rangka mendukung keberlanjutan dalam pemanfaatan air di KPA,
maka dapat disampaikan beberapa saran, yaitu antara lain: a) penyusunan
peraturan teknis kegiatan pemanfaatan air di KPA yang mengakomodasi
mekanisme pemanfaatan air (kerjasama atau perijinan), penerapan sanksi dan
penghargaan, dan mekanisme penentuan insentif berdasarkan kriteria teknis
termasuk mekanisme pengelolaan dana insentif tersebut; b) peningkatan kapasitas
pihak pengguna air non komersial terkait pengetahuan inovasi teknologi dalam
kegiatan konservasi sumber daya air; dan c) melakukan kajian lebih lanjut di
bidang teknis dan ekonomi terkait pembaharuan data potensi ketersediaan air di
KPA, dasar penilaian kompensasi yang dapat diterapkan, dan valuasi manfaat
atas penggunaan air yang telah berlangsung sampai dengan saat ini.

Kata kunci: Keberlanjutan, Pemanfaatan air, Taman Nasional.

SUMMARY
MAMAY MAISAROH. Sustainability Analysis on Direct Water Utilization in
Gunung Gede Pangrango National Park, Bogor Regency Area,. Supervised by
DWI PUTRO TEJO BASKORO and KHURSATUL MUNIBAH.
Water is common good and one of environmental services produced by
forest. Gunung Gede Pangrango National Park (TNGGP) as Nature Preserve Area

(KPA) has great potential of water resources over 548,960,480 m3/year
(Rushayati 2006). Publics can use water resources without fee; though, the
excessive and unwisely water uses can lead to decreasing its quality and quantity.
Moreover, there are no technical rules which can be used as a guide to evaluate
water utilization in KPA’s areas.
The study objectives are to analyze mechanism of water utilization; to study
sustainability status of water utilization; and to construct guidance in management
of water utilization in TNGGP. This research was conducted in TNGGP focused
to Bogor regency area. Data and facts were analyzed quantitatively and
qualitatively in order to achieve the research objectives. Furthermore, Analytical
Hierarchy Process (AHP) is used to determine weight of sustainability dimensions.
The results reveal that the mechanism of water utilization is managed
through partnership concept, yet it is not run very well due to there is no
regulation at higher level that specifically regulates compensation mechanisms for
environmental services. The direct water utilization in TNGGP for Bogor regency
applies sustainability principle and its status is Sustainable with the sustainability
index value 76.06%.
Keywords : Sustainability, Water utilization, National Park.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ANALISIS KEBERLANJUTAN PEMANFAATAN AIR
SECARA LANGSUNG DI KAWASAN TAMAN NASIONAL
GUNUNG GEDE PANGRANGO KABUPATEN BOGOR

MAMAY MAISAROH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Widiatmaka, DAA

Judul Tesis

:

Nama
NRP

:
:

Analisis Keberlanjutan Pemanfaatan Air Secara Langsung di
Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Kabupaten

Bogor
Mamay Maisaroh
A156110224

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, M.Sc.Agr
Ketua

Dr. Khursatul Munibah, M.Sc.
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi
Ilmu Perencanaan Wilayah

Dekan Sekolah Pascasarjana


Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr

Tanggal Ujian : 8 Februari 2013

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Bismillahirrahmanirrahiim..
Alhamdulillah, puji syukur dipanjatkan bagi Allah SWT atas segala karunia dan
rahmatNya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Karya ilmiah ini
berjudul Analisis Keberlanjutan Pemanfaatan Air Secara Langsung di Kawasan
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Kabupaten Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan
penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, M.Sc.Agr selaku ketua komisi
pembimbing atas segala arahan, motivasi, bimbingan, dan kritik yang telah
diberikan dari tahap awal sampai penyelesaian karya ilmiah ini.
2. Ibu Dr. Khursatul Munibah, M.Sc. selaku anggota komisi pembimbing atas

segala dukungan, motivasi, arahan, bimbingan, dan kritik yang telah
diberikan selama penelitian sampai penyelesaian karya ilmiah ini.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus selaku ketua Program Studi Ilmu
Perencanaan Wilayah atas segala bantuan yang telah diberikan.
4. Bapak Dr. Ir. Widiatmaka, DAA selaku penguji luar komisi atas segala
bimbingan yang telah diberikan dalam penyelesaian karya ilmiah ini.
5. Kepala Pusbindiklatren Bappenas beserta jajarannya atas kesempatan
beasiswa yang diberikan kepada penulis.
6. Seluruh staf pengajar dan staf manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan
Wilayah IPB yang telah membantu dalam kegiatan-kegiatan akademik.
7. Kementerian Kehutanan yang telah memberikan izin kepada penulis untuk
mengikuti program tugas belajar ini.
8. Rekan-rekan PWL Bappenas dan Reguler Angkatan 2011 atas dukungan dan
jalinan pertemanan selama ini, serta pihak-pihak lain yang tidak bisa
disebutkan satu persatu dalam membantu penyelesaian karya ilmiah ini
Dan tak lupa, penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya
disampaikan kepada suami, kedua anak tercinta, dan orang tua serta seluruh
keluarga atas segala do’a dan dukungan yang tidak ada henti-hentinya selama ini.
Penulis menyadari karya ini jauh untuk dikatakan sempurna, oleh karena itu
saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan di masa

mendatang. Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai
pihak. Amiin.

Bogor,

Maret 2013

Mamay Maisaroh

v

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

ix

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Studi
Kerangka Pemikiran

1
1
4
4
5
5
5

TINJAUAN PUSTAKA
Air
Peranan Hutan dalam Ketersediaan Air
Analisis Keberlanjutan
Pemanfaatan Air Berkelanjutan
Analytical Hierarchy Process (AHP)
Tinjauan Studi Terdahulu

7
7
7
8
13
16
17

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Sumber Data dan Informasi Penelitian
Pengumpulan Data
Analisis Data

20
20
21
21
24

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
Kegiatan Pemanfaatan Air di Kawasan TNGGP

31
31
35

HASIL DAN PEMBAHASAN
Mekanisme Kegiatan Pemanfaatan Air di Taman Nasional Gunung
Gede Pangrango
Kegiatan Pemanfaatan Air di Kawasan TNGGP Sebelum Tahun
2006
Kegiatan Pemanfaatan Air di Kawasan TNGGP Setelah Tahun 2006
Analisis Kegiatan Pemanfaatan Air di TNGGP Sebelum dan Setelah
Tahun 2006
Keberlanjutan Pemanfaatan Air di Kawasan TNGGP Kabupaten
Bogor
Status Keberlanjutan Pemanfaatan Air di Kawasan TNGGP untuk
Kabupaten Bogor
Arahan Pengelolaan Pemanfaatan Air di Kawasan TNGGP

37

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

72
72
72

DAFTAR PUSTAKA

73

37
38
39
43
49
63
67

vi

LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

76
111

vii

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.

Matriks kriteria keberlanjutan berdasarkan IDARio
Kriteria keberlanjutan berdasarkan panduan Water Forever
Kriteria keberlanjutan jasa penyediaan air baku
Skala dasar ranking Analytical Hierarchy Process (AHP)
Pengguna air di Kabupaten Bogor yang tergabung dalam FORPELA
Lokasi pengambilan contoh data
Matrik hubungan antara tujuan, jenis data, sumber data, teknik analisis
dan keluaran
Kategori penilaian status keberlanjutan
Data kondisi iklim kawasan TNGGP
Data kondisi hidrologis kawasan TNGGP
Peningkatan pengguna air di TNGGP tahun 1998-2009
Tahapan pembentukan FORPELA
Pengguna air non komersial di kawasan TNGGP
Pengguna air komersial di kawasan TNGGP
Perbandingan kegiatan pemanfaatan air di kawasan TNGGP periode
sebelum dan setelah tahun 2006
Hasil analisis pada dimensi ekologi
Perubahan tutupan lahan kawasan TNGGP dari tahun 1999-2011
Hasil perhitungan persentase luas fungsi kawasan hutan terhadap tata
ruang 2 DAS (DAS Ciliwung dan DAS Cisadane)
Hasil perhitungan IPA pada kawasan TNGGP
Hasil perhitungan IPA pada pengguna air Kabupaten Bogor di
Kecamatan Caringin, Ciawi, Cisarua, dan Megamendung.
Hasil analisis dimensi sosial
Hasil analisis dimensi ekonomi
Hasil analisis dimensi kelembagaan
Hasil analisis dimensi teknologi
Status keberlanjutan kegiatan pemanfaatan air di kawasan TNGGP
untuk Kabupaten Bogor
Status keberlanjutan setelah peningkatan indeks keberlanjutan dimensi
ekologi (Strategi I)
Status keberlanjutan setelah peningkatan indeks keberlanjutan dimensi
kelembagaan (Strategi II)
Status keberlanjutan setelah peningkatan indeks keberlanjutan dimensi
teknologi (Strategi III)
Status keberlanjutan setelah peningkatan indeks keberlanjutan dimensi
ekologi, kelembagaan dan teknologi (Strategi IV)

11
15
16
17
22
23
24
29
33
35
36
40
46
46
47
50
51
52
53
54
56
58
60
62
64
69
69
69
69

viii

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Diagram alir kerangka pemikiran
Peta lokasi penelitian
Tahapan penelitian
Skema proses pemetaan TNGGP dalam tata ruang DAS
Diagram layang-layang indeks keberlanjutan multidimensi
Model hierarki AHP
Peta daerah aliran sungai di kawasan Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango
8. Peta kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
9. Skema mekanisme kegiatan pemanfaatan air di TNGGP
10. Prioritas dimensi keberlanjutan berdasarkan AHP
11. Diagram layang-layang indeks keberlanjutan pemanfaatan sumber daya
air di kawasan TNGGP
12. Indeks keberlanjutan berdasarkan Strategi I, II, III dan IV

6
20
26
27
30
30
33
34
37
64
65
71

ix

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

8.
9.
10.
11.
12.
13.

Kriteria dan indikator serta metode analisis dimensi ekologi
76
Kriteria dan indikator serta metode analisis dimensi sosial
78
Kriteria dan indikator serta metode analisis dimensi ekonomi
79
Kriteria dan indikator serta metode analisis dimensi kelembagaan
80
Kriteria dan indikator serta metode analisis dimensi teknologi
81
Daftar pengguna air yang tergabung ke dalam FORPELA sampai
dengan tahun 2009
82
Penilaian status nilai penting kawasan TNGGP berdasarkan Nilai
Konservasi Tinggi/NKT (High Conservation Value) (Panduan
Identifikasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi di Indonesia 2008)
85
Peta kecukupan luas kawasan hutan pada DAS Ciliwung dan DAS
Cisadane
89
Tugas pokok dan fungsi instansi pemerintah terkait kegiatan
pemanfaatan sumber daya air
90
Kondisi sarana pemanfaatan air pada lokasi pihak pengguna air
91
Kuesioner terhadap pengguna air non komersial
92
Kuesioner terhadap pengguna air komersial
96
Kuesioner Analytical Hierarchy Process (AHP)
102

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Air merupakan kebutuhan dasar makhluk hidup dan sebagai barang publik
yang tidak dimiliki oleh siapapun, melainkan dalam bentuk kepemilikan bersama
(global commons atau common resources), sumber daya alam yang dikelola
secara kolektif, bukan untuk dijual atau diperdagangkan guna memperoleh
keuntungan (Sanim 2011). Ketersediaan air tersebut mengikuti siklus hidrologis
yang dipengaruhi secara langsung oleh kondisi ekologi dan secara tidak langsung
juga dipengaruhi oleh kondisi ekonomi dan sosial pada suatu wilayah.
Dalam segi ekologi, ketersediaan air sangat bergantung pada peran
ekosistem hutan sebagai daerah tangkapan air (catchment area). Sebagaimana
disampaikan oleh Asdak (2007), bahwa tegakan hutan sebagai hulu DAS (Daerah
Aliran Sungai) merupakan bagian yang penting karena mempunyai fungsi
perlindungan tata air terhadap seluruh bagian DAS, sehingga setiap aktivitas yang
terdapat di dalamnya dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas air. Peningkatan
jumlah penduduk dalam suatu wilayah sebagai salah satu kondisi sosial turut
meningkatkan jumlah kebutuhan air, sedangkan upaya peningkatan kesejahteraan
masyarakat melalui pengembangan ekonomi juga menyebabkan peningkatan
kegiatan pemanfaatan air, terutama untuk kebutuhan industri. Kananto et al.
dalam Rusdiana (2001) memprekdisikan kebutuhan air di Pulau Jawa dan Madura
akan meningkat seiring dengan peningkatan laju pertumbuhan penduduk yaitu
pada tahun 2020 akan dibutuhkan air sejumlah 60,295.45 juta m3/tahun. Ketiga
kondisi tersebut lambat laun akan membuat ketersediaan air menjadi terbatas,
sedangkan kebutuhan air terus meningkat. Dengan demikian, diperlukan suatu
pengelolaan pemanfaatan air agar dapat memenuhi kebutuhan makhluk hidup
sepanjang masa.
Dalam kegiatan pemanfaatan air, terdapat dua cara pandang yang berbeda,
yang pertama yaitu cara pandang anthropocentrisme yang menganggap bahwa
manusia adalah pemilik semua yang ada di bumi ini sehingga setiap keputusan
atau kegiatan ekonomi harus mengedepankan kepentingan manusia di atas
kepentingan elemen alam lainnya. Sistem ekonomi muncul dari kelangkaan yang
berorientasi pada pemenuhan kebutuhan manusia semata, sehingga dalam
memperlakukan sumber daya alam cenderung eksploitatif bahkan terkadang
destruktif, sehingga air dapat dimanfaatkan secara tidak efisien, boros dan tanpa
dilandasi perlunya keberlanjutan dari keberadaan air tersebut. Pandangan yang
kedua yaitu ecocentrisme, yaitu menganggap bahwa setiap elemen ekosistemmanusia memiliki kedudukan yang setara dalam mendapatkan kebutuhan dan
kepentingannya. Sistem nilai ekonomi yang diberlakukan terhadap benda-benda
alam dikaitkan dengan nilai intrinsik yang tidak dapat dinilai secara konvensional
oleh perangkat ekonomi semata, sehingga pemanfaatan air diperlakukan secara
ramah lingkungan dengan memperhatikan efisiensi dan keberlanjutan dari
keberadaan sumber daya air (Diesendorf dan Hamilton 1997 dalam Sanim 2011).
Pengelolaan pemanfaatan air perlu didasarkan atas cara pandang
ecocentrisme, karena ketersediaan air dipengaruhi oleh kondisi ekologi dan harus
dapat memenuhi kebutuhan bagi semua makhluk hidup tanpa mengganggu

2

kapasitas potensi air tersebut. Dengan
demikian, diperlukan pendekatan
pemanfaatan air yang efisien dan tidak boleh mengorbankan hak pemenuhan
kebutuhan generasi yang akan datang. Konsep pendekatan ini disebut juga dengan
konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development), yakni suatu
konsep pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa
mengorbankan generasi yang akan datang (Rustiadi et al. 2009). Pembangunan
berkelanjutan dapat dilihat melalui tiga dimensi keberlanjutan, yaitu keberlanjutan
secara ekonomi, sosial, dan ekologi yang membentuk segitiga kerangka kerja (“a
triangular framework”), sebagaimana dikemukakan oleh Serageldin dalam
Rustiadi (2009).
Dalam konteks keberlanjutan pemanfaatan air, selain tiga dimensi tersebut
diatas, terdapat dua dimensi lain yang dianggap cukup mempengaruhi yaitu
dimensi kelembagaan dan dimensi teknologi. Kelembagaan penting untuk
dibentuk sebagai dukungan pihak-pihak yang berkepentingan dalam kegiatan
pemanfaatan air antara lain negara, sektor swasta, dan masyarakat sipil, sedangkan
teknologi yang diterjemahkan sebagai infrastruktur juga berperan dalam tata
pengaturan ketika ketersediaan air berlimpah di musim hujan maupun ketika
terjadi kelangkaan air di musim kemarau (Sanim 2011).
Kegiatan pemanfaatan air di Indonesia pertama kali diatur oleh UndangUndang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, dengan pertimbangan
bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang
memberikan manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat
Indonesia dalam segala bidang dan sebagai salah satu upaya menghadapi
ketidakseimbangan antara ketersediaan air yang cenderung menurun dan
peningkatan kebutuhan air, maka diperlukan suatu pengelolaan sumber daya air.
Dalam undang-undang tersebut, kegiatan pemanfaatan air diistilahkan dengan
“pendayagunaan sumber daya air”, dimana kegiatan ini mengacu pada pola
pengelolaan sumber daya air pada setiap wilayah sungai dan dikecualikan untuk
kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam.
Pada kenyataannya, terdapat kawasan pelestarian alam yang menjadi lokasi
kegiatan pemanfaatan air untuk pemenuhan kebutuhan air masyarakat di
sekitarnya, diantaranya yaitu Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP)
yang telah dimanfaatkan sejak tahun 1998 untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
di Kabupaten Cianjur dan Sukabumi. Keseluruhan pengguna air di kawasan
TNGGP merupakan pengguna air secara langsung yaitu pengguna yang
menggunakan sarana dan prasarana secara langsung yang terhubung dengan
sumber air yang berada di dalam kawasan dengan menggunakan pipa atau paralon.
Kawasan Pelestarian Alam (KPA) adalah kawasan hutan dengan ciri khas
tertentu, yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga
kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta
pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya (UndangUndang R.I. Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan). Meskipun dalam UU
No.7/2004 tidak mengatur kegiatan pemanfaatan air untuk KPA, namun kegiatan
pemanfaatan air yang telah berjalan di TNGGP tetap mengacu pada undangundang tersebut. Hal ini dikarenakan dalam UU No.41/1999 belum mengatur jenis
kegiatan pemanfaatan yang diperbolehkan dalam KPA.
TNGGP merupakan salah satu KPA yang diketahui memiliki potensi air
berlimpah yaitu berupa surplus sebesar 548,960,480 m3/tahun (Rushayati 2006),

3

dan menjadi penyedia kebutuhan air untuk tiga kabupaten di sekitarnya yaitu
Kabupaten Cianjur, Bogor, dan Sukabumi. Sejak tahun 1998 sampai dengan tahun
2009, pengguna air secara langsung dari kawasan ini telah meningkat sebanyak
hampir 37 kali lipat. Pengguna air yang semula hanya berjumlah 3 (tiga)
pengguna yang tersebar pada 2 (dua) kabupaten yaitu Cianjur dan Sukabumi
(Sumarto 2008), hingga saat ini sudah mencapai 113 pengguna yang tersebar pada
3 (tiga) kabupaten yaitu 39 pengguna di Bogor, 21 pengguna di Sukabumi, dan 53
pengguna di Cianjur (FORPELA 2009).
Balai Besar TNGGP selaku pengelola kawasan telah mengelompokkan
pengguna air secara langsung di kawasan TNGGP menjadi 2 (dua) jenis pengguna,
yaitu pengguna air non komersial dan pengguna air non komersial. Pengguna air
non komersial merupakan masyarakat desa di sekitar kawasan TNGGP yang
memanfaatkan air untuk pemenuhan kebutuhan air bersih atau kegiatan rumah
tangga, sedangkan pengguna air komersial merupakan pihak perorangan atau
kelompok di sekitar kawasan TNGGP yang memanfaatkan air untuk tujuan usaha.
Sumber air yang digunakan berasal dari mata air, sungai, dan kali yang terdapat di
dalam kawasan TNGGP. Data FORPELA (2009) menyebutkan bahwa dari 113
pengguna air di kawasan TNGGP, 91 diantaranya merupakan pengguna komersial.
Meningkatnya pengguna air tersebut dapat menimbulkan ketidakseimbangan
antara ketersediaan air dan kebutuhan air, sehingga diperlukan suatu pengelolaan
kegiatan pemanfaatan air agar dapat berkelanjutan.
Kegiatan pemanfaatan air di TNGGP sejak tahun 2006 dikelola berdasarkan
konsep kemitraan melalui pembentukan kelembagaan
Forum Peduli Air
(FORPELA) TNGGP yang beranggotakan pihak pengguna air secara langsung
dari kawasan TNGGP. Kemitraan ini diwujudkan dalam bentuk perjanjian
kerjasama antara pihak pengguna dan pihak pengelola kawasan yaitu Balai Besar
TNGGP. Hal ini dilakukan karena sampai saat ini peraturan terkait kegiatan
pemanfaatan air di KPA masih dalam tahap penyusunan pada instansi terkait yaitu
Kementerian Kehutanan. Lemahnya payung hukum yang mendukung kegiatan
pemanfaatan air ini menyebabkan adanya ketidakjelasan hak dan kewajiban para
pihak yang dapat menimbulkan potensi konflik, karena dalam perjanjian
kerjasama tersebut belum menyebutkan bagaimana kewajiban pihak pengguna
terhadap kawasan TNGGP dalam satuan yang terukur. Selain itu, hal ini juga
dapat menghambat evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan pemanfaatan air yang
telah dilakukan karena belum adanya pedoman yang menjadi acuan, sehingga
pada akhirnya dapat mengganggu keberlanjutan kegiatan pemanfaatan air yang
sudah berjalan di kawasan TNGGP.
Dalam rangka mendukung keberlanjutan pemanfaatan air di kawasan
TNGGP dan mendukung percepatan proses penyusunan kebijakan pemanfaatan
air di KPA, maka dilakukan penelitian yang menganalisis faktor-faktor yang dapat
mendukung keberlanjutan pemanfaatan air melalui penilaian status keberlanjutan
dari masing-masing dimensi keberlanjutan yaitu dimensi ekologi, sosial, ekonomi,
kelembagaan, dan teknologi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
yang dikuantifikasi untuk mengetahui status keberlanjutan dari masing-masing
dimensi keberlanjutan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu
arahan untuk pengelolaan kegiatan pemanfaatan air di kawasan TNGGP. Sebagai
lokasi contoh dalam kajian ini, maka dipilih satu lokasi yang dianggap cukup
mewakili karakteristik pengguna air di kawasan TNGGP. Dari ketiga wilayah

4

pengguna air di kawasan TNGGP, Kabupaten Bogor memiliki karakteristik yang
lebih bervariasi dibandingkan kedua kabupaten lainnya. Hal ini dikarenakan
penggunaan air pada Kabupaten Bogor selain untuk kebutuhan rumah tangga dan
pertanian, juga banyak digunakan untuk kepentingan usaha di bidang air minum,
peternakan, hortikultura, penginapan dan wisata, sehingga Kabupaten Bogor
dipilih sebagai lokasi pengambilan contoh dalam penelitian ini.

Perumusan Masalah
Air merupakan barang publik dan merupakan salah satu jasa lingkungan
yang dihasilkan oleh hutan. Berbagai pihak dapat memanfaatkan air tanpa harus
membayar, namun pemanfaatan air yang berlebihan dan tidak bijaksana dapat
mengakibatkan penurunan dalam kualitas dan kuantitas air. Peningkatan pengguna
air secara langsung di kawasan TNGGP dan belum adanya kebijakan yang
mengatur secara khusus kegiatan pemanfaatan air di KPA dapat mempengaruhi
keberlanjutan dari pemanfaatan air tersebut. Penggunaan air yang semakin
meningkat tanpa memperhatikan pertimbangan teknis dapat mengakibatkan
penurunan ketersediaan air, sedangkan belum adanya kebijakan yang menjadi
acuan dalam pelaksanaan kegiatan dapat menghambat upaya konservasi sumber
daya air.
Di lain pihak, sangat penting untuk memelihara ketersediaan air agar tetap
berlimpah sehingga dapat memberikan manfaat yang optimal bagi wilayahwilayah disekitarnya. Sejalan dengan kegiatan pemanfaatan air yang telah
dilakukan di kawasan TNGGP, diharapkan pihak pengguna air dapat memberikan
timbal balik yang sesuai terhadap kawasan sebagai kompensasi akibat
pemanfaatan air. Berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan oleh pihak
pengelola kawasan, upaya timbal balik tersebut masih dirasakan kurang optimal,
karena penentuan kompensasi atas penggunaan air ditentukan tanpa adanya
pertimbangan teknis. Hal ini disebabkan belum ada kebijakan teknis terkait
pemanfaatan air di KPA, yang dapat menjadi pedoman bagi pegelola kawasan
untuk melakukan evaluasi, sehingga sampai saat ini belum pernah dilakukan
penilaian keberlanjutan dari kegiatan pemanfaatan air di kawasan TNGGP.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut : 1) Mekanisme kegiatan pemanfaatan air di
kawasan TNGGP masih belum diatur dengan jelas; 2) Keberlanjutan kegiatan
pemanfaatan air di kawasan TNGGP belum diketahui; dan 3) Pengelolaan
kegiatan pemanfaatan air di TNGGP belum didukung dengan kebijakan teknis
terkait pemanfaatan air di KPA.

Tujuan
Tujuan dari penelitian ini yaitu : 1) Menganalisis bentuk mekanisme
kegiatan pemanfaatan air di kawasan TNGGP; 2) Menganalisis status
keberlanjutan kegiatan pemanfaatan air di kawasan TNGGP; dan 3) Menyusun
arahan untuk pengelolaan kegiatan pemanfaatan air di kawasan TNGGP.

5

Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan informasi mengenai
keberlanjutan kegiatan pemanfaatan air yang terdapat di kawasan TNGGP dan
sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan kegiatan pemanfaatan air di
kawasan TNGGP serta penyusunan kebijakan teknis terkait pemanfaatan air di
KPA.

Ruang Lingkup Studi
Penelitian yang dilakukan merupakan suatu studi berkaitan dengan kegiatan
pemanfaatan air secara langsung dari dalam kawasan TNGGP yang terdiri dari :
1) persepsi dan partisipasi pengguna air non komersial dan pengguna air
komersial yang termasuk wilayah Kabupaten Bogor dan termasuk dalam
keanggotaan FORPELA; dan 2) penilaian kondisi ekologi, sosial, ekonomi,
kelembagaan, dan teknologi terkait kegiatan pemanfaatan air secara langsung di
kawasan TNGGP.
Ruang lingkup penelitian berbasis kawasan TNGGP sebagai daerah
tangkapan air (catchment area) dan lokasi pengguna air secara langsung yang
termasuk wilayah Kabupaten Bogor. Studi ini menggunakan dua pendekatan,
yaitu pendekatan kualitatif dan kuantitatif dengan pembobotan dalam dalam
analisis status keberlanjutan kegiatan pemanfaatan air dan analisis arahan terkait
penyusunan kebijakan pemanfaatan air di KPA.

Kerangka Pemikiran
Kajian keberlanjutan pemanfaatan air ini diawali dengan pemikiran adanya
peningkatan jumlah pengguna air secara langsung di kawasan TNGGP sejak tahun
1996 – 2009 dan belum adanya dukungan peraturan teknis terkait kegiatan
pemanfaatan air di KPA, maka dapat mempengaruhi potensi ketersediaan air
apabila tidak dilakukan suatu pengelolaan khusus dalam kegiatan pemanfaatan air.
Dalam hal ini, diperlukan suatu mekanisme pemanfaatan air yang dapat mengatur
hak dan kewajiban pengguna air dalam memanfaatkan air sekaligus mendukung
kelestarian potensi air.
Dengan memperhatikan kondisi tersebut diatas, maka kebijakan teknis
terkait pemanfaatan air di KPA menjadi hal yang penting dalam pengelolaan
kegiatan pemanfaatan air di kawasan TNGGP agar dapat berkelanjutan. Salah satu
upaya untuk mendukung hal tersebut adalah melakukan suatu kajian keberlanjutan
kegiatan pemanfaatan air yang meliputi analisis mekanisme kegiatan dan analisis
status keberlanjutan pemanfaatan air termasuk menganalisis bagaimana kondisi
setiap dimensi keberlanjutan yaitu dimensi ekologi, ekonomi, sosial, kelembagaan
dan teknologi. Hasil analisis tersebut diharapkan dapat menjadi dasar dalam
menentukan arahan pengelolaan kegiatan pemanfaatan air di kawasan TNGGP.
Secara skematik kerangka pemikiran ini digambarkan pada Gambar 1.

6

Peningkatan
jumlah pengguna
air di kawasan

TNGGP

Peraturan teknis
kegiatan
pemanfaatan air di
KPA belum tersedia

Pengelolaan kegiatan
pemanfaatan air di
TNGGP

Ketersediaan air di
TNGGP

Ekologi

Mekanisme kegiatan
pemanfaatan air di
TNGGP

Sosial

Pemanfaatan
air
berkelanjutan

Kelembagaan

Analisis status keberlanjutan

Arahan pengelolaan pemanfaatan air di
TNGGP

Gambar 1 Diagram alir kerangka pemikiran

Ekonomi

Teknologi

7

TINJAUAN PUSTAKA

Air
Air merupakan bagian penting dalam kehidupan, karena semua makhluk
hidup membutuhkan air untuk tumbuh dan berkembang. Setiap organisme yang
hidup tersusun dari sel-sel berisi air sedikitnya 60% dan menggunakan larutan air
sebagai tempat untuk menjalankan aktivitas metaboliknya (Enger dan Smith 2000
dalam Kodoatie et al. 2010). Air juga merupakan sumber daya yang dapat
diperbaharui dan bersifat dinamis yang berarti sumber utama air yang berupa
hujan akan selalu datang sesuai dengan waktu atau musimnya sepanjang tahun
(Kodoatie et al. 2010). Dengan demikian air sebagai sumber daya bersifat sangat
penting bagi kehidupan dan harus dipertahankan keberadaannya agar dapat
dimanfaatkan sepanjang masa.
Undang-Undang R.I. Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
mendefinisikan sumber daya air ke dalam tiga bagian yaitu air, sumber air, dan
daya air yang terkandung di dalamnya, sedangkan sumber air adalah tempat atau
wadah air alami dan/atau buatan yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah
permukaan tanah. Dalam undang-undang ini juga dinyatakan pada Pasal 4 bahwa
“Sumber daya air mempunyai fungsi sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi yang
diselenggarakan dan diwujudkan secara selaras”, dimana dalam penjelasannya
masing-masing fungsi tersebut diterjemahkan sebagai berikut :
1. Fungsi sosial berarti peruntukan sumber daya air lebih diutamakan untuk
kepentingan umum dibandingkan kepentingan individu.
2. Fungsi lingkungan memposisikan sumber daya sebagai bagian dari ekosistem,
sekaligus sebagai tempat kelangsungan hidup flora dan fauna.
3. Fungsi ekonomi lebih memprioritaskan pendayagunaan air untuk menunjang
kegiatan usaha.
Hal ini sependapat dengan apa yang dikemukakan oleh Gleick (1998),
bahwa air dinilai tidak hanya penting untuk mendukung keberlangsungan hidup,
tetapi sangat penting dalam mendukung suatu ekosistem, pengembangan ekonomi,
taraf kesejahteraan masyarakat, dan memiliki nilai budaya. Berdasarkan ketiga
fungsi tersebut, maka sudah selayaknya kegiatan pemanfaatan air dapat dilakukan
dengan bijak agar tidak saling mengganggu fungsi-fungsi lainnya.

Peranan Hutan dalam Ketersediaan Air
Dengan adanya kegiatan pemanfaatan sumber daya air, maka ketersediaan
air menjadi syarat utama agar pemanfaatan dapat terlaksana dan terpenuhinya
fungsi-fungsi yang dimilikinya. Air dihasilkan dari suatu proses yang disebut
siklus hidrologi, dimana siklus hidrologi atau daur hidrologi merupakan suatu
pola pendauran yang umum yang terdiri dari susunan gerakan-gerakan air yang
rumit dan transformasi-transformasinya yang secara sederhana diartikan sebagai
perjalanan air mengalir dari atmosfer ke daratan ke laut sampai atmosfer (Lee
1990).

8

Perjalanan air dalam siklus hidrologi dimulai dari hujan yang turun
(presipitasi) lalu mendekati muka tanah, jumlahnya terdistribusi menjadi
intersepsi (lewat vegetasi), hujan di saluran, tampungan depresi, aliran permukaan
dan infiltrasi ke dalam tanah (Kodoatie et al. 2010). Lebih lanjut Harto (1993)
menjelaskan bahwa hutan mempunyai peranan sangat penting dalam pengendalian
besar dengan limpasan permukaan, terutama sekali fungsi hutan dalam intersepsi
dan infiltrasi. Semakin baik kondisi hutan, pada umumnya jumlah kehilangan air
semakin besar dan intersepsi di daerah dengan hutan yang masih baik juga relatif
besar, mengingat kerapatan pohon dan kerapatan daunnya.
Suatu kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, mempunyai fungsi pokok
perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis
tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati
dan ekosistem ditetapkan sebagai Kawasan Pelestarian Alam (KPA) (UndangUndang R.I. Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan). Dalam menjalankan
fungsinya, KPA dikelola secara sistematis melalui kegiatan perencanaan,
perlindungan, pengawetan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian.
Pemanfaatan pada KPA, khususnya pada Taman Nasional, dapat berupa kegiatan
penyimpanan dan/atau penyerapan karbon, pemanfaatan air serta energi air, panas,
dan angin serta wisata alam (Peraturan Pemerintah R.I. Nomor 28 Tahun 2011
tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam).
Dengan demikian, air sebagai bagian dari sumber daya alam dan berperan penting
untuk mendukung perikehidupan yang berada di dalam suatu kawasan hutan wajib
untuk dilindungi.
Hal ini selaras dengan amanat pemerintah yang disampaikan dalam
Peraturan Pemerintah R.I. Nomor 42 Tahun 2008 Pasal 60 tentang Pengelolaan
Sumber Daya Air sebagai penjabaran dari Undang-Undang R.I. Nomor 7 Tahun
2004 tentang Sumber Daya Air, bahwa pengelolaan KPA yang dilakukan untuk
memberikan perlindungan terhadap kawasan dibawahnya dalam rangka menjamin
ketersediaan air tanah, air permukaan,dan unsur hara tanah, merupakan tanggung
jawab dari Kementerian Kehutanan atau pemerintah daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Analisis Keberlanjutan
Konsep berkelanjutan pertama kali dirumuskan dalam Brundtland Report
sebagaimana dilaporkan oleh World Commission on Environment and
Development (WCED) pada tahun 1987 yang mendefinisikan pembangunan
berkelanjutan sebagai pembangunan yang mewujudkan kebutuhan saat ini tanpa
mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk mewujudkan kebutuhan
mereka (Kajikawa 2008). Konsep pembangunan berkelanjutan terdiri atas tiga
dimensi keberlanjutan, yaitu keberlanjutan ekonomi (profit), keberlanjutan
kehidupan sosial (people), dan keberlanjutan ekologi alam (planet). Ketiga
dimensi tersebut saling mempengaruhi dan harus diperhatikan secara berimbang.
World Bank menjabarkan kerangka pembangunan berkelanjutan ke dalam konsep
segitiga pembangunan berkelanjutan dengan tiga tujuan pembangunan yaitu
ekonomi, sosial dan ekologi.

9

Definisi pembangunan berkelanjutan, yang diterima secara luas bertumpu
pada tiga pilar ekonomi, sosial, dan ekologi. Bila tidak maka akan terjadi “tradeoff” antar tujuan (Munasinghe dalam Suwarno 2011). Pembangunan berkelanjutan
pada aspek ekonomi ditekankan pada efisiensi pembangunan, aspek sosial berupa
keadilan pemerataan, dan aspek ekologi berupa kelestarian sumberaya alam.
Tujuan pembangunan diarahkan pada keberimbangan pencapaian tujuan pada
ketiga aspek yaitu aspek ekonomi, sosial dan ekologi. Menurut Spangenberg
dalam Rustiadi et al. (2009) menambahkan dimensi kelembagaan (institution)
sebagai dimensi keempat keberlanjutan, sehingga keempat dimensi tersebut
membentuk suatu prisma keberlanjutan (prism of sustainability).
Ochsenbein et al. (2004) menyebutkan bahwa konsep kerangka penilaian
keberlanjutan pada tingkat normatif mengikuti prinsip-prinsip yang dirumuskan
oleh Federal Council dalam Strategi Pembangunan Berkelanjutan pada tanggal 27
Maret 2002. Penilaian ini dirumuskan berdasarkan model modal saham serta
kelemahan dan kelebihan suatu keberlanjutan (“weak sustainability plus”). Model
modal saham ini memunculkan prinsip umum keberlanjutan dalam definisi modal
yang lebih luas, yaitu sesuatu yang tidak boleh habis tetapi harus dapat
diperbaharui dan ditingkatkan. hal ini berarti jual beli diperbolehkan antara tiga
dimensi keberlanjutan (ekologi, ekonomi, sosial), dengan memperhatikan
persyaratan dasar minimum masing-masing dimensi (misalnya hak asasi manusia,
tingkat polusi).
Suatu kegiatan dapat menjadi subjek dalam penilaian keberlanjutan dan
optimisasi apabila terdapat konflik serius minimal antara dua dimensi
keberlanjutan, khususnya yang memenuhi karakteristik sebagai berikut :
1. Permasalahan yang ada sudah cukup kritis dalam suatu area atau dampak,
atau telah ada kecenderungan yang memburuk.
2. Beban (dampak negatif) yang muncul akan dirasakan oleh generasi
berikutnya dan tidak dapat diubah (‘irreversible”) atau sulit diubah.
3. Kegiatan tersebut terikat kuat dengan resiko yang sulit untuk dinilai dan
evaluasi yang ada penuh dengan ketidak pastian.
4. Adanya persyaratan minimum, misalnya adanya batas tidak dapat
dinegosiasikan atau telah melewati ambang batas.
5. Dampak spasial dari suatu kegiatan tersebut menjadi pertimbangan.
6. Ruang lingkup untuk mengoptimalkan kegiatan tersebut cukup luas.
Penilaian keberlanjutan mengevaluasi dampak-dampak dari suatu kegiatan
berdasarkan satu set standar kriteria yang sudah ditetapkan. Satu set kriteria ini
mengacu pada 15 kriteria yang dirumuskan oleh Federal Council dalam Strategi
Pembangunan Berkelanjutan (“Sustainable Development Strategy”), yang
dikelompokkan kedalam tiga dimensi tujuan keberlanjutan yaitu :
1. Keberlanjutan pada dimensi pengelolaan lingkungan yang bertanggung jawab,
dimana lingkungan hidup untuk manusia, hewan, dan tumbuhan tetap lestari
dan pemanfaatan sumber daya yang ada diatur sedemikian rupa untuk
mendukung kebutuhan generasi yang akan datang. Hal ini berarti memenuhi
kriteria-kriteria sebagai berikut :
a. Pelestarian terhadap kawasan yang memiliki nilai penting berupa potensi
sumber daya alam dan keanekaragaman hayati.

10

b. Pemeliharaan terhadap tingkat konsumsi sumber daya yang dapat
diperbaharui (misalnya bahan mentah yang dapat diproduksi ulang, air)
agar tetap di bawah tingkat regenerasi/produksi sumber daya.
c. Tingkat konsumsi sumber daya yang tidak dapat diperbaharui (misalnya
bahan bakar fosil, bahan mentah lainnya) dijaga agar tetap di bawah
tingkat produksi sumber daya alam yang dapat diperbaharui.
d. Segala macam dampak berupa emisi maupun bahan beracun terhadap
lingkungan (air, udara, tanah, dan iklim) dan kesehatan manusia
diturunkan ke tingkat yang aman.
e. Pengurangan terhadap dampak dari potensi bencana alam dan resiko
terhadap lingkungan hanya dapat diterima apabila tidak menimbulkan
kerusakan yang permanen dalam suatu generasi, meskipun dalam skenario
yang terburuk.
2. Keberlanjutan pada dimensi efisiensi ekonomi, dimana kemakmuran dan
kapasitas perkembangan ekonomi dapat terus berlangsung. Hal ini berarti
memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut :
a. Tingkat pendapatan dan ketersediaan tenaga kerja dijaga agar sesuai
dengan yang dibutuhkan, dengan pertimbangan secara sosial dapat
diterima dan tersebar secara geografis.
b. Modal produksi berdasarkan sumber daya sosial dipelihara agar dapat
memberikan peningkatan secara kualitatif.
c. Persaingan ekonomi dan kapasitas inovasi ditingkatkan.
d. Mekanisme pasar harus menjadi tujuan utama ekonomi, dengan
mempertimbangkan faktor eksternal dan kelangkaan.
e. Sektor publik tidak dikelola dengan mengorbankan generasi yang akan
datang (misalnya hutang, kerusakan asset-aset yang dilindungi).
3. Keberlanjutan pada dimensi kepedulian sosial, dimana pembangunan tersebut
dapat mendukung kepedulian dan kehidupan yang layak dalam kehidupan
manusia dan perkembangannya. Hal ini berarti memenuhi kriteria-kriteria
sebagai berikut :
a. Kesehatan dan keamanan umat manusia dilindungi dan diupayakan secara
komprehensif.
b. Pendidikan yang akan diberikan, mendukung jati diri dan pengembangan
individu.
c. Kebudayaan diupayakan bersama-sama dengan upaya pelestarian dan
pengembangan dari nilai sosial dan sumberdaya yang menjunjung modal
sosial.
d. Persamaan hak dan perlindungan hukum dijamin bagi semua orang,
terutama dalam hal persamaan hak antara pria dan wanita, persamaan hak
dan perlindungan untuk kaum minoritas, dan menghormati hak asasi
manusia.
e. Kepedulian sosial dijalin dalam dan antar generasi, serta pada tingkat
global.
Pada akhir tahun 2003, Interdepartmental Rio Committee (IDARio)
melakukan penjabaran lebih lanjut terhadap kriteria-kriteria yang dirumuskan
sebelumnya oleh Federal Council menjadi 27 kriteria sebagaimana dapat dilihat
pada Tabel 1.

11

Tabel 1 Matriks kriteria keberlanjutan berdasarkan IDARio
No.

Lingkungan/Ekologi

Ekonomi

1

Kenekaragaman hayati

PDB per kapita

2

Iklim

3

Emisi

4

Tata ruang/budaya dan
warisan alam
Air
Bahan-bahan, organisme,
limbah
Energi
Tanah, wilayah, kesuburan

Fasilitas dan infrastruktur
yang efisien
Laju investasi dan nilai
tambah
Utang negara jangka panjang
yang berkelanjutan
Efisiensi sumber daya
Persaingan/kompetisi

5
6
7
8
9

Resiko terhadap
lingkungan

Potensi usaha kerja
Inovasi, penelitian tingkat
tinggi
Kerangka kebijakan

Sosial
Pendidikan, kemampuan
belajar
Kesehatan, kesejahteraan,
keamanan
Kemerdekaan, kebebasan,
kepribadian
Identitas, budaya
Nilai-nilai
Solidaritas, masyarakat
Keterbukaan, toleransi
Perlindungan sosial, tingkat
kemiskinan
Pemerataan kesempatan dan
partisipasi

Sumber : IDARio (2004) dalam Ochsenbein et al. (2004)

Ochsenbein et al. (2004) menyampaikan bahwa suatu penilaian
keberlanjutan dilakukan dalam tiga tahap, yaitu :
1. Suatu analisis yang saling terkait menetapkan apakah penilaian keberlanjutan
secara penuh (analisis secara luas atau detail) adalah layak untuk kegiatan
tertentu.
2. Suatu analisis secara luas atau detail yang menelaah dampak dari suatu
kegiatan terhadap ketiga dimensi keberlanjutan.
3. Sebagai tahap akhir, dampak-dampak dinilai dalam kerangka pembangunan
berkelanjutan dan kegiatan tersebut dapat dioptimalkan.
Dengan demikian, keseluruhan prosedur penilaian keberlanjutan terdiri dari
tiga fase yaitu analisis yang terkait (relevance analysis), analisis dampak (impact
analysis), dan penilaian/optimalisasi (assessment/optimization). Masing-masing
fase tersebut dijabarkan kembali kedalam 7 (tujuh) tahapan yang saling terkait
sebagai berikut :
1. Analisis yang terkait
a. Tahap 1 (Subjek saat ini) :
 Latar belakang, pemicu, sumber, tujuan kegiatan.
 Ukuran kegiatan, varian.
 Dampak dan model kasar secara kasar.
 Para stakeholders yang terpengaruh
b. Tahap 2 (Membangun kaitan dengan keberlanjutan)
 Hal-hal yang menjadi dasar (matriks kriteria)
 Menetapkan keterkaitan dengan keberlanjutan dengan menggunakan
matriks kriteria.
2. Analisis dampak
c. Tahap 3 (Mendefinisikan prosedur)
 Tujuan-tujuan dari analisis
 Kedalaman dari analisis (luas/detail)
 Rancangan metodologi, penentuan analisis dan metode penilaian

12

d. Tahap 4 (Membangun analisis)
 Menjelaskan ruang lingkup, keragaman, dan skenario-skenario dan
(jika diperlukan) tujuan keberlanjutan secara spesifik pada sector
tertentu.
 Menyeleksi model dampak
 Membangun analisis
3. Penilaian/optimalisasi
e. Tahap 5 (Penilaian)
 Menilai dampak-dampak, memastikan konflik-konflik dan jual-beli
(kualitatif/kuantitatif)
 Melakukan evaluasi berdasarkan metode evaluasi
f. Tahap 6 (Optimalisasi)
 Menunjukkan peluang-peluang optimalisasi
 Kesimpulan dan rekomendasi
g. Tahap 7 (Hasil saat ini)
 Hasil saat ini secara transparan/jelas
 Melakukan verifikasi dari penilaian keberlanjutan
Salah satu contoh penerapan konsep pembangunan berkelanjutan yang dapat
digunakan sebagai bahan pembelajaran yaitu penerapan yang dilakukan oleh
propinsi Manitoba di Kanada (Manitoba 1992 dalam Mitchell 2000) yang
mendefinisikan pembangunan berkelanjutan sebagai pembangunan ekonomi yang
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Prinsip dan arahan untuk
pembangunan berkelanjutan yang diterapkan oleh Manitoba yaitu terdiri dari :
1. Keterpaduan keputusan lingkungan dan ekonomi : mempunyai syarat bahwa
keputusan ekonomi selalu merefleksikan dampak lingkungan termasuk
kesehatan manusia.
2. Pemanduan : dalam mengelola lingkungan manusia menjadi pemegang
kendali dari lingkungan dan ekonomi untuk keuntungan generasi sekarang
dan yang akan datang.
3. Pembagian tanggungjawab : semua masyarakat mempunyai tanggungjawab
untuk keberlanjutan lingkungan dan ekonomi dengan spirit kemitraan dan
kerjasama terbuka.
4. Pencegahan : adanya antisipasi, pencegahan atau mengurangi dampakdampak lingkungan dan ekonomi dari politik, program, dan keputusan.
5. Pelestarian : memelihara proses ekologi, keanekaragaman hayati dan sistem
penyangga kehidupan dari lingkungan, serta pemakaian yang efisien dari
sumber daya yang dapat dan tidak dapat diperbaharui.
6. Pendaur ulangan : mengurangi pemakaian, memakai kembali, dan mengganti
produk-produk masyarakat kita.
7. Peningkatan : memacu kemampuan, kualitas, dan kapasitas produksi
ekosistem alamiah untuk jangka panjang.
8. Rehabilitasi dan reklamasi : melakukan perbaikan pada kerusakan lingkungan
untuk pemakaian yang bermanfaat dengan dukungan kebijakan, program dan
pembangunan di masa mendatang.

13

9. Inovasi ilmu dan teknologi : melakukan penelitian, pengembangan, uji coba
dan penerapan teknologi yang menyangkut kepentingan kualitas lingkungan,
termasuk kesehatan manusia dan pertumbuhan ekonomi.
10. Tanggungjawab global : memahami bahwa tidak ada batas lingkungan, ada
ketergantungan antar wilayah, dan ada kebutuhan untuk bekerjasama untuk
mempercepat keterpaduan lingkungan dan ekonomi dalam pengambilan
keputusan dan mengembangkan penyelesaian masalah secara menyeluruh dan
merata.
Pemanfaatan Air Berkelanjutan
Air sebagai barang publik memiliki arti milik umum dan bukan milik
pribadi, dan oleh karenanya menjadikan air berfungsi sosial, dimana pemanfaatan
air harus mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, tidak
terkecuali untuk sumber daya air yang berada di dalam KPA. Agar sumber daya
air dapat dimanfaatkan sepanjang masa, maka ketersediaan air harus dijaga dan
pemanfaatannya harus dapat dilaksanakan dengan dengan adil.
Dalam rangka mendukung upaya kelestarian sumber daya air, pemerintah
menerbitkan Undang-Undang R.I. Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
yang secara eksplisit menyampaikan bahwa dalam pengelolaan sumber daya air
harus didasari prinsip kelestarian sebagai hal yang utama dengan tujuan
pemanfaatan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
sebagaimana tertulis pada Pasal 2 yang menyatakan “Sumber daya air dikelola
berdasarkan asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan
keserasian, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas”, serta
Pasal 4 yang menyatakan “Sumber daya air dikelola secara menyeluruh, terpadu,
dan berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan
sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
Selain itu, negara juga menjamin setiap warganya untuk dapat memenuhi
kebutuhan air secara merata, sebagaimana dinyatakan pada Pasal 5 yaitu “Negara
menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal
sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih, dan produktif”. Hal
ini juga dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah R.I. Nomor 42 Tahun
2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air pada Pasal 65 yang menyatakan
bahwa “Pendayagunaan sumber daya air mencakup kegiatan: a) penatagunaan
sumber daya air yang ditujukan untuk menetapkan zona pemanfaatan sumber air
dan peruntukan air pada sumber air; b) penyediaan sumber daya air; c)
penggunaan sumber daya air; d) pengembangan sumber daya air; dan e)
pengusahaan sumber daya air”. Pendefinisian lebih lanjut atas penggunaan air
disebutkan pada Pasal 73 bahwa “Penggunaan sumber daya air adalah
pemanfaatan sumber daya air dan prasarananya sebagai media dan/atau materi”.
Dalam rangka mengatur kegiatan pemanfaatan sumber daya air di dalam
kawasan h