National park security performance based on resort (Cases in Betung Kerihun National Park, Gunung Gede Pangrango National Park and Alas Purwo National Park)

(1)

BERBASIS RESORT

(Kasus Taman Nasional Betung Kerihun,

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan

Taman Nasional Alas Purwo)

BAMBANG HARI TRIMARSITO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

201


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir Kinerja Pengamanan Taman Nasional Berbasis Resort (Kasus Taman Nasional Betung Kerihun, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan Taman Nasional Alas Purwo) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.

Bogor, Agustus 2010

Bambang Hari Trimarsito


(3)

BAMBANG HARI TRIMARSITO, National Park Security Performance based on Resort (Cases in Betung Kerihun National Park, Gunung Gede Pangrango National Park and Alas Purwo National Park). Under supervision of Sambas Basuni and Rinekso Soekmadi.

National Park Resort is security force one of whose roles and main tasks is safeguarding national park’s resources ecosystem. Various disturbances that still occured in national park areas raise questions related to the performance of the national park resorts. The limited security resources and the low intensity of security activities were suspected to affect the securing performance. The purposes of this study are (1) to describe the conditions of resort security resources in the three national parks : Betung Kerihun National Park in West Kalimantan, Gunung Gede Pangrango National Park in West Java, and Alas Purwo National Park in East Java (2) to describe the security areas based on disturbance intensity (3) to analyze the factors that affect the performance of the security (4) to asses efficiency of the national park resorts. Data were collection from literature study, focus group discussions, observation, and interviews. Data were then analyzed by using descriptive and comparative analysis. The results showed that conditions of resources in the most of resorts are inadequate. The multiple regressions showed that losses caused by disturbances were affected by personnel finance, equipment, infrastructure and operational financing. Inefficiency of resort closely related to the value of losses was caused by the disturbance of the areas especially illegal use of forest products.

Keywords : national park’s resorts, performance, disturbances


(4)

BAMBANG HARI TRIMARSITO. Kinerja Pengamanan Taman Nasional Berbasis Resort (Kasus Taman Nasional Betung Kerihun, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan Taman Nasional Alas Purwo). Dibimbing oleh SAMBAS BASUNI dan RINEKSO SOEKMADI.

Perlindungan (save) kawasan merupakan langkah awal konservasi kawasan sebagai prasyarat untuk dapat mempelajari (study) seluruh potensi dan pemanfaatannya (use) secara berkelanjutan. Strategi untuk lebih mengefektifkan perlindungan kawasan konservasi adalah membagi wilayah ke dalam resort-resort. Resort menjadi “ujung tombak” perlindungan kawasan konservasi khususnya dalam pengamanan kawasan.

Strategi pengamanan berbasis resort sudah lama diterapkan dalam pengelolaan taman nasional di Indonesia. Taman-taman nasional telah membagi wilayahnya ke dalam resort-resort. Jumlah resort-resort pada setiap taman nasional bervariasi disesuaikan dengan kondisi biofisik kawasan maupun tingkat gangguan keamanan kawasan.

Resort-resort bertangung jawab dalam mengamankan wilayahnya dari gangguan terhadap kawasan taman nasional. Berbagai gangguan yang saat ini masih terjadi pada kawasan taman nasional telah menimbulkan pertanyaan mengenai kinerja pengamanan resort-resort. Kondisi kinerja pengamanan saat ini diduga terkait dengan terbatasnya sumber daya pengamanan maupun rendahnya intensitas kegiatan pengamanan. Dugaan tersebut cukup beralasan, namun sejauh ini belum banyak upaya untuk mengetahui kondisi sebenarnya sumber daya pengamanan di resort-resort taman nasional. Upaya tersebut penting dilakukan untuk memberikan gambaran tentang kondisi kinerja pengamanan di resort-resort taman nasional. Gambaran mengenai kondisi sumber daya pengamanan di tingkat resort-resort merupakan informasi yang berharga untuk perbaikan kinerja pengamanan resort-resort taman nasional.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk (1) mendeskripsikan kondisi sumber daya pengamanan resort-resort di ketiga taman nasional (2) mendeskripsikan keamanan kawasan dilihat dari besarnya gangguan (3) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pengamanan (4) menghitung efisiensi resort-resort taman nasional. Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam pengelolaan taman nasional khususnya sebagai masukan dalam pengembangan pengelolaan taman nasional berbasis resort.

Penelitian dilakukan di tiga lokasi yaitu Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK) di Kalimantan Barat, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP), di Jawa Barat dan Taman Nasional Alas Purwo (TNAP) di Jawa Timur. Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi literatur, focus group discussion, observasi dan wawancara. Analisis data dilakukan secara deskriptif, dan menggunakan instrumen analisis hubungan, serta analisis perbandingan.

Jumlah keseluruhan di ketiga taman nasional 33 resort : TNBK sebanyak 5 resort, TNGGP 22 resort dan di TNAP 6 resort. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi sumberdaya pengamanan (personel pengamanan, sarana dan prasarana) pada beberapa resort masih belum memadai jika mengacu pada ketentuan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 597/Kpts-VI/1998


(5)

Gangguan kawasan yang terjadi di semua resort umumnya berupa pemanfaatan hasil hutan secara illegal. Gangguan tersebut telah menyebabkan kerugian negara karena hilangnya kekayaan (asset) berupa hasil hutan.

Hasil analisis hubungan menggunakan model regressi berganda menunjukkan bahwa sebagian kerugian akibat gangguan kawasan dipengaruhi oleh fakor-faktor pengamanan seperti pembiayaan personel, ketersediaan sarana, prasarana dan anggaran. ln Rugi = - 4,18 + 1,37 ln Personel - 0,144 ln Sarana - 0,0334 ln Prasarana - 0,330 ln Operasional. Berdasarkan persamaan regresi penambahan sarana, prasarana dan anggaran dapat mengurangi kerugian. Sedangkan untuk penambahan pembiayaan untuk personel justru meningkatkan kerugian. Berdasarkan intepretasi persamaan regressi dan gambaran kondisi sumberdaya pengamanan maka perlu dilakukan perbaikan dan peningkatan sarana dan prasarana di resort-resort. Berkaitan dengan personel pengamanan perlu dilakukan kajian terhadap kinerja personel pengamanan.

Hasil perhitungan ketidakefisienan pada setiap resort berdasarkan perbandingan nilai rupiah kerugian (output) dan nilai rupiah sumber daya (input)

yang meliputi pembiayaan untuk personel, sarana dan prasarana serta anggaran pengamanan menunjukkan bahwa resort-resort yang paling tidak efisien adalah resort-resort yang kehilangan sumberdaya hutan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Resort-resort yang memiliki kekayaan jenis-jenis flora fauna yang bernilai ekonomi tinggi sangat berpotensi mengalami gangguan. Gangguan-gangguan tersebut telah menyebabkan kerugian paling besar. Oleh karena itu dalam penanganan gangguan sebaiknya difokuskan pada gangguan-gangguan yang menyebabkan nilai kerugian paling besar.


(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(7)

BERBASIS RESORT

(

Kasus Taman Nasional Betung Kerihun, Taman Nasional

Gunung Gede Pangrango dan Taman Nasional Alas

Purwo

)

BAMBANG HARI TRIMARSITO

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi

pada Program Konservasi Keanekaragaman Hayati

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(8)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tugas Akhir : Ir. Adi Susmianto, M.Sc.


(9)

Gede Pangrango dan Taman Nasional Alas Purwo) Nama : Bambang Hari Trimarsito

NRP : E351080135

Program Studi : Konservasi Keanekaragaman Hayati

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Ketua, Anggota,

Prof . Dr. Ir. Sambas Basuni, MS. Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.ScF.

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Konservasi Keanekaragaman

Hayati

Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA. Prof. Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.


(10)

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat diberi kesempatan untuk menyelesaikan laporan penelitian yang merupakan tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi Konservasi Keanekaragaman Hayati. Penyusunan tugas akhir ini didasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan di tiga lokasi yaitu : Taman Nasional Alas Purwo di Jawa Timur, Taman Nasional Betung Kerihun di Kalimantan Barat dan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango di Jawa Barat.

Penyusunan tugas akhir berjudul “ Kinerja Pengamanan Taman Nasional Berbasis Resort (Kasus Taman Nasional Betung Kerihun, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan Taman Nasional Alas Purwo) “ dilatarbelakangi kenyataan bahwa dalam pengelolaan taman nasional resort-resort merupakan satuan pengamanan wilayah yang mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam melakukan kegiatan perlindungan dan pengamanan kawasan. Resort-resort menjadi ujung tombak dalam mengatasi dan menanggulangi berbagai gangguan keamanan. Masih terjadinya gangguan pada kawasan taman nasional telah menimbulkan pertanyaan mengenai kinerja resort-resort taman nasional. Oleh karena itu penelitian ini mencoba menggambarkan tentang kondisi kinerja pengamanan taman nasional berbasis resort pada 3 (tiga) taman nasional yaitu Taman Nasional Betung Kerihun di Kalimantan Barat, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango di Jawa Barat dan Taman Nasional Alas Purwo di Jawa Timur.

Dalam tulisan tugas akhir ini diuraikan mengenai kondisi sumber daya pengamanan, kegiatan pengamanan maupun tingkat kerawanan kawasan di tiap-tiap resort pada ketiga taman nasional. Selain itu, diuraikan pula ketidakefisienan resort-resort berdasarkan perbandingan nilai rupiah gangguan (output) dan nilai rupiah sumber daya pengamanan (input). Perbandingan antar resort yang mempunyai nilai ketidakefisienan paling tinggi dan paling rendah pada ketiga taman nasional juga diuraikan dalam laporan ini,

Akhirnya, disadari bahwa dalam tulisan ini masih banyak kekurangan, kekeliruan dan kelemahan. Oleh karena itu diharapkan saran dan kritik membangun untuk perbaikan dan penyempurnaan tugas akhir ini. Semoga hasil penelitian yang dituangkan dalam tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Bogor, Agustus 2010


(11)

Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar magister profesi konservasi keanekaragaman hayati dari Institut Pertanian Bogor. Tugas akhir ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Taman Nasional Alas Purwo di Jawa Timur, Taman Nasional Betung Kerihun di Kalimantan Barat dan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango di Iawa Barat.

Pada kesempatan ini izinkanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada: (1) Departemen Kehutanan, yang telah memberikan izin dan sponsor beasiswa dalam penyelenggaraan pendidikan Program Magister Profesi di Institut Pertanian Bogor, (2) Ir. Hartono. MSc. selaku Kepala Balai Taman Nasional Alas Purwo, (3) Ir. Ludvie Achmad, selaku Kepala Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun, (4) Ir. Sumarto, MM, selaku Kepala Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian. (4) Rekan-rekan Polhut, PEH dan segenap Staf Balai/Balai Besar Taman Nasional Alas Purwo, Taman Nasional Betung Kerihun dan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, (5) Mas Ansori beserta keluarga terima kasih atas segala bantuannya (6) Mas Adi Supriyono atas semua informasi dan masukan yang berharga bagi penelitian ini (7) Terima kasih pula kepada kawan-kawan seperjuangan mahasiswa S2 KKH angkatan 2008, Pak Sofwan, Bi Um dan pak Udin atas bantuannya.

Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya disampaikan kepada Komisi Pembimbing, yakni: Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS sebagai Ketua dan Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.ScF. selaku anggota Komisi atas curahan pemikiran, waktu, kesabaran, saran dan arahan serta petunjuk yang diberikan selama pembimbingan sehingga penyusunan tugas akhir ini dapat diselesaikan. Kepada Ir. Adi Susmianto, M.Sc yang telah bersedia meluangkan waktu sebagai penguji luar komisi diucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya.

Akhirnya ucapan terimakasih secara khusus penulis sampaikan kepada istri tercinta Chatarina Kusumawardhani atas pengertian, kasih dan dukungannya selama penulis menjalani studi sehingga mengurangi hari-hari kebersamaan kita. Kepada Ibu/Ibu mertua Y. Sutinarni dan MM Supartien atas dukungan dan doa yang tiada henti serta adik-adik tersayang diucapkan terima kasih atas dukungan dan doa yang diberikan. Akhirnya apabila terdapat kesalahan penulisan dalam tesis ini, maka hanya penulis yang bertanggungjawab. Kiranya Tuhan Yang Maha Kuasa sendiri yang memberi balasan berkat kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis dan akhir kata Semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi banyak pihak.


(12)

Penulis dilahirkan di Sleman, Yogyakarta pada tanggal 26 Juni 1974 dari (Alm.) Bapak H.Y. Suharyadi dan Ibu Y. Sutinarni. Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaudara.

Pendidikan SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi, penulis selesaikan di Yogyakarta. Tahun 1992 penulis lulus dari SMA Negeri 7 Yogyakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada. dan lulus tahun 2000.

Pada tahun 2001 penulis diterima sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Departemen Kehutanan RI dan ditempatkan pada Balai Taman Nasional Betung Kerihun, Provinsi Kalimantan Barat. Pada tahun 2003, penulis diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil dan ditempatkan di instansi yang sama. Pada tahun 2008 penulis menikah dengan Chatarina Kusumawardhani. Dari tahun 2002 sampai dengan sekarang penulis merupakan Pegawai Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan pada Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun.

Pada tahun 2008, penulis diberi kesempatan untuk melanjutkan pendidikan program Magister Profesi (S2) di Institut Pertanian Bogor pada program Konservasi Keanekaragaman Hayati melalui beasiswa Departemen Kehutanan. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi pada Program Studi Konservasi Keanekaragaman Hayati Sekolah Pascasarjana Institut

Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian tentang “Kinerja Pengamanan Taman Nasional Berbasis Resort (Kasus Taman Nasional Betung Kerihun, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan Taman Nasional Alas Purwo)” yang dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS sebagai Ketua dan Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.ScF. sebagai Anggota Komisi Pembimbing.


(13)

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiiv

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 5

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Taman Nasional ... 9

2.2 Konsep Pengelolaan Taman Nasional ... 10

2.3 Resort Taman Nasional ... 11

3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 19

3.1 Taman Nasional Betung Kerihun ... 19

3.2 Taman Nasional Gunung Gede Pangrango ... 30

3.3 Taman Nasional Alas Purwo ... 37

4 METODOLOGI PENELITIAN ... 45

4.1 Batasan Operasional ... 45

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 46

4.3 Pengumpulan Data ... 48

4.4 Teknik Pengumpulan Data ... 49

4.5 Analisis Data ... 49

5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 51

5.1 Deskripsi Pengamanan Kawasan ... 51

5.2 Kondisi Keamanan Kawasan Berdasarkan Besarnya Gangguan 60 5.3 Faktor Yang Mempengaruhi Kerugian ... 63

5.4 Efisiensi Pengamanan ... 65

5.5 Analisis Perbandingan antar Resort ... 67

5.6 Sumber Daya Hutan yang Dimanfaatkan Secara Illegal ... 69

6 SIMPULAN DAN SARAN ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 73


(14)

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Jumlah dan rata-rata luas resort di beberapa taman nasional ... 1

2 Tujuan normatif pengelolaan taman nasional ... 8

3 Jumlah personel pengamanan pada ketiga taman nasional ... 51

4 Kualifikasi personel pengamanan pada ketiga taman nasional ... 54

5 Sarana pengamanan pada ketiga taman nasional ... 56

6 Kerugian akibat gangguan kawasan (Rupiah/Resort) selama tahun 2009 ... 61

7 Nilai efisiensi resort-resort TNBK, TNGGP dan TNAP berdasarkan perbandingan nilai kerugian dan nilai rupiah input (sumber daya) ... 66

8 Perbandingan kondisi resort-resort yang mempunyai nilai ketidakefisienan paling rendah dan paling tinggi pada setiap taman nasional ... 68

9 Jenis-jenis sumber daya hutan yang dimanfaatkan secara illegal ... 79


(16)

(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Pola ancaman yang sering dihadapi kawasan konservasi ... 13

2 Citra landsat TNBK ... 20

3 Struktur organisasi Balai Besar TNBK ... 29

4 Citra landsat TNGGP ... 32

5 Struktur organisasi Balai Besar TNGGP ... 35

6 Citra landsat TNAP ... 39


(18)

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Jumlah personel pengamanan ... 76

2 Kualifikasi personel ... 77

3 Sarana pengamanan ... 78

4 Prasarana pengamanan ... 79

5 Penganggaran pengamanan ... 80

6 Jumah penjagaan selama tahun 2009 (hari/tahun) ... 81

7 Jumlah patroli selama tahun 2009 (hari/tahun) ... 82

8 Tingkat kerawanan kawasan ... 83

9 Nilai rupiah personel pengamanan ... 87

10 Nilai rupiah gangguan kawasan ... 88

11 Nilai rupiah sarana pengamanan ... 92

12 Nilai rupiah prasarana pengamanan ... 95

13 Nilai rupiah total input ... 96


(20)

(21)

1.1.LatarBelakang

Perlindungan (save) kawasan merupakan langkah awal konservasi kawasan sebagai prasyarat untuk dapat mempelajari (study) seluruh potensi dan pemanfaatannya (use) secara berkelanjutan. Strategi untuk lebih mengefektifkan perlindungan dan pengamanan kawasan konservasi adalah dengan membagi wilayah ke dalam resort-resort. Strategi pengamanan tersebut sudah lama diterapkan dalam pengelolaan taman nasional di Indonesia. Sampai saat ini hampir semua taman nasional telah membagi wilayahnya ke dalam resort-resort. Pembagian wilayah ke dalam resort-resort dapat dilihat pada contoh yang terdapat di beberapa taman nasional di Indonesia sebagaimana yang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Jumlah dan rata-rata luas resort di beberapa taman nasional Taman

Nasional

Luas Taman Nasional

Jumlah Resort Rata-rata Luas Resort

TN Gunung Gede 21.976 ha 22 998.9 ha

TN Alas Purwo 43.420 ha 6 7.236,67

ha TN Way Kambas 125.621,3

ha

9 13.957,92

ha TN Gunung

Palung

90.000 ha 4 22.500 ha

TN Kutai 198.629 ha 6 33.104,83

ha TN KerinciSeblat 1.300.000

ha

37 35.135,14

ha TN BetungKerihun 800.000 ha 6 133.333,3

ha TN Lorenzts 2.505.600

ha

9 278.400

ha Sumber : informasi dari masing-masing Taman Nasional

Berdasarkan data di atas, diketahui rata-rata luas resort bervariasi antara 998,9 ha sampai dengan 278.400 ha dan jumlah resort tiap-tiap taman nasional juga berbeda-beda antara 4 – 37 unit. Jumlah dan luas resort yang bervariasi disebabkan belum tersedianya pedoman untuk menentukan jumlah dan luas suatu resort taman nasional. Penetapan jumlah dan luasan resort yang selama ini sudah dilakukan dianggap tidak didasarkan pada “kriteria” dan “indikator” yang mencukupi dari justifikasi ilmiahnya (Wiratno 2009). Walau demikian, kenyataan menunjukkan


(22)

bahwa taman-taman nasional telah membentuk resort-resort di wilayah kerjanya.

Dalam pengelolaan taman nasional, resort-resort merupakan satuan pengamanan wilayah taman nasional yang mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam melaksanakan kegiatan perlindungan dan pengamanan. Resort-resort menjadi ujung tombak dalam mengatasi berbagai bentuk gangguan kawasan. Saat ini, resort-resort dihadapkan pada berbagai bentuk gangguan terhadap keamanan kawasan taman nasional berupa kegiatan-kegiatan illegal seperti : perambahan, illegal logging, illegal fishing, illegal mining, poaching dan lain sebagainya.

Gangguan-gangguan sebagaimana disebutkan di atas terjadi hampir di semua taman nasional. Kegiatan perambahan misalnya terjadi di kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan seluas > 50.000 ha yang berupa perkebunan kopi rakyat, sedangkan di Taman Nasional Gunung Leuser 20.000 ha kawasan rusak akibat perambahan dan 4.000 ha kawasan sudah ditanami dengan sawit (Wiratno 2009). Bentuk gangguan lain yang terjadi di kawasan konservasi termasuk taman nasional yang dilaporkan selama tahun 2009 adalah penebangan liar sejumlah lebih dari 21.208 batang, perburuan liar terhadap berbagai jenis satwa liar sebanyak 5.808 ekor dan penambangan emas seluas 716,97 ha (Ditjen PHKA 2009). Berbagai bentuk gangguan tersebut telah memunculkan pertanyaan mengenai kinerja pengamanan resort-resort taman nasional.

Kinerja sering disamakan artinya dengan hasil kerja dan prestasi kerja. Dalam arti yang lebih luas kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Menurut Amstrong dan Baron (1998), diacu dalam Wibowo (2007) pencapaian pekerjaan dilakukan melalui serangkaian kegiatan dengan mengerahkan sumber daya yang diperlukan. Dalam konteks pengamanan maka kinerja pengamanan dapat diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan mengerahkan sumber daya pengamanan di tingkat resort yang diperlukan untuk mencapai tujuan pengamanan. Berdasarkan pengertian tersebut maka kinerja pengamanan berkaitan erat dengan kondisi sumber


(23)

daya pengamanan (input), kegiatan pengamanan (process) yang dilakukan serta hasil-hasil dari kegiatan pengamanan (output).

Kenyataan menunjukkan bahwa pengelolaan taman nasional terkendala oleh keterbatasan sumber daya manusia, sarana, prasarana dan anggaran pengelolaan. Kondisi demikian berpengaruh terhadap ketersediaan sumber daya pengamanan di tingkat resort-resort taman nasional yang pada akhirnya berdampak pada kinerja pengamanannya. Meskipun demikian sejauh ini belum ada upaya untuk mengetahui kondisi sebenarnya dari sumber daya pengamanan di tingkat resort-resort taman nasional. Oleh karena itu perlu suatu kegiatan yang dapat memberikan gambaran yang sebenarnya tentang kondisi sumber daya pengamanan di tingkat resort. Gambaran kondisi sumber daya pengamanan di tingkat resort ini diharapkan dapat menjadi informasi berharga guna perbaikan kinerja pengamanan resort-resort taman nasional.

Kegiatan sebagaimana dimaksud pada uraian sebelumnya penting untuk dilakukan mengingat sejak diterbitkannya Peraturan Menteri Kehutanan No. 03/Menhut-II/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Taman Nasional dinyatakan bahwa resort-resort yang selama ini dikenal sebagai satuan tugas dalam pengamanan wilayah taman nasional dimungkinkan untuk dibentuk menjadi resort pengelolaan. Disamping itu kebijakan pengelolaan taman nasional berbasis resort yang sedang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam semakin mempertegas pentingnya gambaran mengenai kondisi kinerja pengamanan di tingkat resort-resort taman nasional.

Mengingat kondisi jumlah resort dan ketersediaan sumberdaya pengamanan yang berbeda-beda di semua taman nasional di Indonesia maka upaya penggambaran kondisi kinerja pengamanan sebaiknya dilakukan tidak hanya pada resort-resort pada satu taman nasional. Semakin banyak resort yang “dievaluasi” diharapkan akan semakin banyak memberikan gambaran tentang kondisi kinerja pengamanan di tingkat resort taman nasional. Hasil penggambaran kondisi kinerja pengamanan di tingkat resort diharapkan dapat menemukan


(24)

praktik-praktik pengelolaan terbaik (best management practices) dalam pengamanan kawasan di tingkat resort taman nasional.

Untuk menemukan praktik-praktik pengelolaan terbaik (best

management practices) dalam pengamanan kawasan di tingkat resort maka perlu dipertimbangkan untuk memilih lokasi pada beberapa taman nasional khususnya yang ada di luar Pulau Jawa maupun yang ada di Pulau Jawa sebagai pembanding. Pertimbangan pemilihan lokasi didasarkan pada kenyataan mengenai kondisi taman nasional di luar Jawa yang dihadapkan pada sedikitnya jumlah tenaga pengamanan dengan luasnya areal kawasan yang harus dikelola. Kondisi demikian sering berkebalikan dengan taman nasional yang ada di Pulau Jawa dimana jumlah tenaga pengamanan lebih banyak dan areal yang dikelola jauh lebih sempit. Atas dasar pertimbangan tersebut maka untuk mendapatkan gambaran yang berbeda mengenai kondisi kinerja pengamanan di tingkat

resort-resort dipilih Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK) di

Kalimantan Barat, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) di Jawa Barat dan Taman Nasional Alas Purwo (TNAP) di Jawa Timur.

Gambaran kondisi kinerja pengamanan pada resort-resort taman

nasional kemudian diperbandingkan untuk dapat menemukan

praktik-praktik pengelolaan terbaik (best management practices). Hasil dari kegiatan ini diharapkan dapat memberikan informasi penting yang dapat menjadi masukan untuk meningkatkan kinerja pengelolaan taman nasional di Indonesia. Oleh karena itu, untuk dapat menghasilkan gambaran mengenai kondisi kinerja pengamanan di tingkat resort-resort taman nasional perlu dilakukan penelitian mengenai kinerja pengamanan taman nasional berbasis resort.

1.3. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan-permasalahan yang perlu diperhatikan terkait dengan kinerja pengamanan resort-resort taman nasional adalah :

1. Bagaimanakah kondisi sebenarnya sumberdaya pengamanan pada setiap resort pada ketiga taman nasional yang diperbandingkan?


(25)

2. Bagaimanakah kondisi keamanan resort-resort berdasarkan gangguan yang terjadi?

3. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi kinerja pengamanan? 4. Bagaimanakah efisiensi resort-resort pada ketiga taman nasional?

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1.Mendeskripsikan kondisi sumberdaya pengamanan resort-resort di ketiga taman nasional

2.Mendeskripsikan keamanan kawasan dilihat dari besarnya gangguan 3.Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pengamanan 4.Menghitung efisiensi resort-resort taman nasional.

1.5. Manfaat penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :

1. Manfaat bagi pengelola adalah dapat menjadi masukan bagi unit pengelola (Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun, Balai Taman Nasional Gunung Gede Panrango dan Balai Taman Nasional Alas Purwo) untuk mengembangkan pengelolaan taman nasional berbasis resort.

2. Manfaat bagi peneliti adalah untuk mengembangkan kemampuan analisis dan sintesis atas permasalahan-permasalahan dalam pengelolaan kawasan konservasi

3. Manfaat bagi ilmu pengetahuan adalah mengembangkan cara-cara pendekatan untuk memperoleh pengetahuan yang berguna (manajemen kawasan konservasi).


(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi, Fungsi dan Tujuan Taman Nasional

Taman Nasional adalah kawasan luas yang relatif tidak terganggu, yang mempunyai nilai alam yang menonjol dengan kepentingan pelestarian yang tinggi, potensi rekreasi besar, mudah dicapai oleh pengunjung dan manfaat yang jelas bagi wilayah tersebut (Mackinnon et al. 1990). Taman Nasional adalah kawasan konservasi di darat atau di laut yang memiliki ciri-ciri keaslian dan keanekaragaman ekosistem yang khas karena tumbuhan, fauna atau geomorfologis dan/atau budaya, memiliki nilai-nilai keindahan yang secara keseluruhan menyangkut kepentingan dan merupakan warisan kekayaan alam nasional atau internasional, dikelola untuk tujuan pelestarian sumberdaya alam, penelitian, pendidikan lingkungan, turisme dan rekreasi (Basuni 1987). Taman nasional bertujuan untuk melindungi kawasan alami dan berpemandangan indah yang penting, secara nasional atau internasional serta memiliki nilai bagi pemanfaatan ilmiah, pendidikan dan rekreasi (IUCN 1994). Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai eksosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi, yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi (UU No.5 Tahun 1990; PP No.68 Tahun 1998).

Taman nasional merupakan kawasan pelestarian alam yang memiliki fungsi sebagai wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan, keanekaragaman spesies tumbuhan dan/atau satwa beserta ekosistemnya, dan pemanfaatan secara lestari sumberdaya hayati dan ekosistemnya (UU No. 5 1990; PP No. 68. Tahun 1998). Fungsi taman nasional sesuai dengan sesuai dengan strategi Konservasi Dunia (IUCN 1991) adalah 1) perlindungan proses-proses ekologi, dan sistem penyangga kehidupan, 2) perlindungan keragaman genetik dan tipe-tipe ekosistemnya sehingga mampu menunjang pembangunan, ilmu pengetahuan dan teknologi yang memungkinkan pemenuhan kebutuhan manusia sebagai pengguna sumberdaya alam hayati bagi kesejahteraan (pengawetan sumber plama nutfah), dan 3) pemanfaatan spesies atau ekosistem secara lestari, yang mendukung kehidupan penduduk serta menopang sejumlah industri.


(27)

Suatu kawasan ditunjuk sebagai kawasan taman nasional, apabila telah memenuhi kriteria sebagai berikut : 1) mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologis secara alami, 2) memiliki sumberdaya alam yang khas dan unik, baik berupa spesies tumbuhan maupun satwa dan ekosistemnya serta gejala alam yang masih utuh dan alami, 3) memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh, 4) memiliki keadaan alam yang asli dan alami untuk dikembangkan sebagai wisata alam, dan 5) kawasan yang dapat dibagi ke dalam zona inti, zona pemanfaatan, zona rimba dan zona lain yang karena pertimbangan kepentingan rehabilitasi kawasan, ketergantungan penduduk sekitar kawasan, serta dalam rangka mendukung upaya pelestarian sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya dapat ditetapkan sebagai zona tersendiri (PP. No. 68 Tahun 1998).

Suatu kawasan taman nasional dikelola berdasarkan rencana pengelolaan yang disusun berdasarkan kajian aspek-aspek ekologi, teknis, ekonomis dan sosial budaya. Konsep pengelolaan taman nasional adalah: 1) berwawasan lingkungan, 2) berorientasi pada kekhasan sumber daya dan pemakai, dan 3) berorientasi pada pembagunan wilayah, wisata ilmiah dan pendidikan (Basuni 1987).

Menurut Miller (1978), diacu dalam Basuni (1987), tujuan normatif pengelolaan taman nasional yang utama dan diterapkan untuk seluruh areal adalah : 1) memelihara contoh yang mewakili unit-unit biotik utama untuk melestarikan fungsinya dalam ekosistem, 2) memelihara keanekaragaman ekologis dan hukum lingkungan, 3) memelihara sumber genetik (plasma nutfah), dan 4) memelihara obyek, struktur dan tapak peninggalan atau warisan kebudayaan. Sedangkan untuk memelihara produksi daerah aliran sungai, mengendalikan erosi dan pengendapan, serta melindungi investasi daerah hilir, merupakan tujuan normatif pengelolaan taman nasional yang penting dalam kaitannya dengan tujuan lain yang sesuai. Keterkaitan pengelolaan dengan tujuan normatif taman nasional dapat dilihat pada Tabel 2.


(28)

Tabel 2 Tujuan normatif pengelolaan taman nasional

Tujuan Normatif Pengelolaan Keterkaitan dengan pengelolaan

Memelihara contoh yang mewakili unit-unit biotik utama untuk melestarikan fungsinya dalam ekosistem

Utama

Diterapkan untuk seluruh areal taman nasional.

Memelihara keanekaragaman ekologis dan hukum lingkungan.

Utama

Diterapkan untuk seluruh areal taman nasional.

Memelihara sumber daya genetik (plsma nutfah)

Utama

Diterapkan untuk seluruh areal taman nasional.

Memelihara obyek, struktur dan tapak peninggalan warisan kebudayaan

Utama

Diterapkan untuk seluruh areal taman nasional.

Melindungi keindahan panorama alam Utama

Terbatas pada sebagian areal taman nasional

Menyediakan fasilitas pendidikan,

penelitian dan pemantauan lingkungan di dalam areal alamiah

Utama

Terbatas pada sebagian areal taman nasional

Menyediakan fasilitas rekreasi dan turisme Utama

Terbatas pada sebagian areal taman nasional

Mendukung pembangunan/pengembangan daerah pedesaan dan penggunaan lahan marginal secara rasional

Utama

Dicapai sesuai dengan tujuan lainnya

Memelihara produksi daerah aliran sungai Penting

Dicapai kaitannya dengan tujuan lain yang sesuai

Mengendalikan erosi dan pengendapan serta melindungi investasi daerah hilir

Penting

Dicapai kaitannya dengan tujuan lain yang sesuai

Pengelolaan taman nasional dapat memberikan manfaat, antara lain ;

1. Ekologi, yaitu dapat menjaga keseimbangan kehidupan, baik biotik maupun abiotik di daratan maupun perairan.

2. Ekonomi, yaitu dapat dikembangkan sebagai kawasan yang mempunyai nilai ekonomis

3. Estetika, yaitu memiliki keindahan sebagai obyek wisata alam yang dikembangkan sebagai usaha pariwisata alam atau bahari.

4. Pendidikan dan penelitian, yaitu obyek dalam pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan penelitian.


(29)

5. Jaminan masa depan, yaitu keanekaragaman sumber daya alam baik di darat maupun perairan memiliki jaminan untuk dimanfaatkan secara terbatas bagi kehidupan yang lebih baik untuk generasi kini dan yang akan datang.

2.2 Konsep Pengelolaan Taman Nasional di Indonesia

Secara fisik, karakteristik Taman Nasional digambarkan sebagai kawasan yang luas, relatif tidak terganggu, mempunyai nilai alam yang menonjol, kepentingan pelestarian yang tinggi, potensi rekreasi yang besar, aksesibilitas baik, dan mempunyai manfaat yang jelas bagi wilayah (MacKinnon et al. 1990). Kawasan Taman Nasional ini memiliki manfaat majemuk, seperti : tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi.

Tujuan dibentuknya kawasan Taman Nasional diantaranya untuk : - melindungi kawasan alami dan berpemandangan indah yang

penting, secara nasional atau internasional serta memiliki nilai bagi pemanfaatan ilmiah, pendidikan dan rekreasi (MacKinnon et al.

1990); dan

- terwujudnya kelestarian SDAH serta keseimbangan ekosistemnya dan mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat (UU No. 5/1990).

Di Indonesia, kewenangan penetapan kriteria, standar dan penyelenggaraan pengelolaan kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, taman buru termasuk daerah aliran sungai didalamnya diserahkan kepada pemerintah pusat (PP No. 25/2000) tentang Kewenangan Pemerintah Dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonomi, pasal 2). Sedangkan pemerintah daerah dapat membantu sebagian urusan pelaksanaan konservasi seperti penyelenggaraan inventarisasi dan pemetaan, tata batas, dan penyediaan dukungan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan teknis (UU No. 5/1990 Bab 10 dan PP No. 25/2000 pasal 3). Untuk kegiatan kepariwisataan dan rekreasi pemerintah dapat memberikan hak pengusahaan atas zona pemanfaatan di ketiga bentuk KPA (Taman Nasional, Taman


(30)

Hutan Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam) dengan mengikut sertakan masyarakat. Sarana pariwisata dapat dibangun dalam zona pemanfaatan.

2.3. Resort Taman Nasional

Penggunaan istilah resort dalam pengelolaan taman nasional dikenal melalui Surat Keputusan Bersama Meneteri Kehutanan dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor : 10/Kpts-II/93-SKEP/07/I/93 tanggal 7 Januari 1993 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Jagawana. Istilah resort juga ditemui dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor : 597/Kpts-VI/1998 Tanggal 18 Agustus 1998 tentang Satuan Tugas Operasional Jagawana. Pada kedua peraturan tersebut pengertian resort merujuk pada satuan tugas wilayah dari organisasi Jagawana/Polisi Kehutanan. Meskipun diatur dalam kedua peraturan tersebut dalam perkembangan pengelolaan taman nasional resort bukan merupakan bagian hirarki dari struktur organisasi pengelola taman nasional. Pengggunan istilah resort sebagai bagian dari hirarki dari struktur organisasi pengelola taman nasional baru muncul sejak diterbitkannya Peraturan Menteri Kehutanan No. 03/Menhut-II/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Taman Nasional.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. 03/Menhut-II/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Taman Nasional maka Resort Pengelolaan Taman Nasional merupakan bagian dari struktur organisasi dari Unit Pengelola Teknis Taman Nasional yaitu Balai Besar Taman Nasional atau Balai Taman Nasional. Organisasi Balai Besar Taman Nasional terdiri dari : a) Bagian Tata Usaha, b) Bidang Teknis Konservasi Taman Nasional, c) Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah, d) Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah dan e) Kelompok Jabatan Fungsional sedangkan Balai Taman Nasional terdiri dari : a) Sub Bagian Tata Usaha, b) Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah, dan c) Kelompok Jabatan Fungsional.

Diluar struktur organisasi tersebut masih memungkinkan dibentuk bagian organisasi lainnya sesuai ketentuan yang terdapat dalam pasal 31 ayat 1 yang menyebutkan untuk meningkatkan efektifitas pengelolaan


(31)

wilayah pada Balai Besar Taman Nasional Tipe A, Balai Besar Taman Nasional Tipe B, Balai Taman Nasional Tipe A dan Balai Taman Nasional Tipe B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dapat ditetapkan Resort Pengelolaan Taman Nasional Wilayah yang merupakan jabatan non struktural dengan keputusan Kepala Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional.

2.4. Pengamanan Kawasan Konservasi

2.4.1. Kelembagaan Perlindungan dan Pengamanan Kawasan Konservasi Pengelolaan kawasan konservasi sangat erat hubungannya dengan pembangunan kehutanan di Indonesia dan hal ini tidak terlepas dari kenyataan bahwa kebanyakan kawasan konservasi di Indonesia merupakan kawasan hutan. Dengan kondisi demikian maka dalam setiap bentuk pengamanan kawasan konservasi selalu mengacu pada kelembagaan dan organisasi kehutanan. Pengamanan kawasan konservasi telah banyak diatur kelembagaan dan organisasinya dalam undang-undang maupun peraturan di bidang kehutanan sehingga dalam implementasinya selalu mengacu pada kelembagaan perlindungan dan pengamanan hutan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam bertujuan untuk menjaga hutan, kawasan hutan dan lingkungannya, agar fungsi lindung, fungsi konservasi, dan fungsi produksi, dapat tercapai secara optimal dan lestari. Menurut fungsinya perlindungan dan pengamanan hutan meliputi pengamanan kekayaan negara berupa hutan, guna mendukung terselenggaranya pembangunan kehutanan sesuai dengan pola dan rencana yang telah ditetapkan, meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya hutan bagi pembangunan, serta turut menjamin terselenggaranya stabilitas keamanan umum (Dephut 1985). Perlindungan hutan merupakan usaha untuk : 1). mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama, serta penyakit; dan 2). mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat, dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang


(32)

berhubungan dengan pengelolaan hutan (UU No. 41 Tahun 1999; PP No. 45 Tahun 2004).

2.4.2. Gangguan Kawasan

Situasi masalah yang dihadapi dalam perlindungan dan pengamanan hutan adalah gangguan kawasan. Jenis-jenis gangguan meliputi : 1). Gangguan terhadap kawasan hutan, hutan cadangan dan hutan lainnya, 2). Gangguan terhadap tanah hutan, 3). Gangguan terhadap tegakan hutan, 4). Gangguan terhadap hasil hutan 5). Gangguan terhadap flora dan fauna yang dilindungi. Gangguan keamanan hutan umumnya ditimbulkan oleh beberapa penyebab yang saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya. Secara terpisah, beberapa penyebab gangguan tersebut adalah : 1) manusia, 2) api, 3) hewan, 4) hama dan penyakit, dan 5) alam (Dephut 1985).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan, gangguan kawasan yang kebanyakan terjadi pada kawasan taman nasional adalah gangguan yang diakibatkan oleh perbuatan manusia seperti : illegal logging, perambahan, perburuan liar, penambangan tanpa ijin. Gangguan kawasan tersebut dapat mengancam keutuhan dan kelestarian kawasan taman nasional. Gangguan terhadap keutuhan suatu kawasan konservasi pada dasarnya akan mengikuti teori pengaruh tepi (edge effect theory).

Berdasarkan teori pengaruh tepi menyatakan bahwa setiap aktivitas manusia dan perubahan lansekap akan membuat efek terhadap populasi dan ekologi spesies tertentu. Selain dirusak dalam arti yang sebenarnya, habitat-habitat yang semula luas tidak terpecah-pecah kini terbelah-belah menjadi beberapa bagian oleh jalan, lapangan, kota, dan berbagai pembangunan konstruksi yang dilakukan oleh manusia. Fragmentasi habitat adalah peristiwa yang menyebabkan habitat yang luas dan utuh menjadi berkurang atau terbagi menjadi dua atau lebih fragmen. Antara satu fragmen dengan lainnya seringkali terisolasi oleh bentang alam yang terdegradasi atau telah diubah. Seringkali pada bentang alam


(33)

tersebut daerah tepinya mengalami serangkaian perubahan kondisi, yang dikenal dengan istilah efek tepi (Supriatna 2007).

Kawasan Taman Nasional ditunjuk oleh Departemen Kehutanan Republik Indonesia yang sebelum dilakukan pengukuhan terdapat proses penataan batas yang membutuhkan waktu relatif lama, hingga beberapa tahun. Banyak hal yang dapat terjadi selama masa tersebut ataupun ketika sudah dikukuhkan, antara lain berupa ancaman yang terjadi pada kawasan. Ancaman yang dihadapi oleh kawasan dilindungi juga merupakan kunci dalam menentukan bentuk pola dalam pengelolaan yang akan diperuntukkan bagi kawasan. Pada kenyataannya sangat sedikit kawasan dilindungi yang kebal terhadap satu jenis ancaman saja, melainkan cenderung mendapat ancaman-ancaman yang sangat kompleks pada satwaliar dan habitat di dalam kawasan. Penyebab utama timbulnya gangguan tersebut tidak jarang juga disebabkan oleh kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak bersahabat dengan visi dan misi konservasi. Berikut adalah pola-pola ancaman yang umum terjadi pada kawasan dilindungi berdasarkan (Carey et al. 2000), seperti ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1 Pola ancaman yang sering dihadapi kawasan dilindungi Migrasi manusia

Perkembangan hewan domestikasi

Serbuan spesies asing Dampak erosi air Perbedaan kebijakan Dampak konflik Aktivitas krimnal Pengaruh wisatawan Akses transportasi Polusi Perubahan iklim Pemukiman Pertanian Perburuan Memancing Eksploitasi Hasil Hutan Kayu Bakar Kebakaran Penebangan untuk kepentingan lokal

Perdagangan daging satwaliar

Produksi kehidupan liar (ikan, aquarium, tumbuhan,karang,dll) Kayu

Perdagangan kayu bakar komersial Bahan bakar tambang mineral lainnya Dampak External Dampak Internal Output SDA dari kawasan


(34)

Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya gangguan hutan dapat dibedakan menjadi dua yaitu intern dan ekstern. Faktor-faktor intern yaitu : keadaan hutan, aparatur, sarana dan prasarana serta dana, sedangkan faktor ekstern berupa pengaruh pembangunan, keadaan sosial, ekonomi, sosial budaya, kesadaran masyarakat serta faktor politis (Dephut 1985).

2.4.3. Organisasi Pengamanan Kawasan Konservasi

Aparatur perlindungan hutan memegang peranan penting dalam menjaga kawasan hutan. Aparatur perlindungan dan pengamanan hutan adalah pejabat kehutanan tertentu sesuai dengan sifat pekerjaannya diberikan wewenang kepolisian khusus di bidangnya. Pejabat Kehutanan tertentu diberikan wewenang kepolisian khusus meliputi : a) Pegawai Negeri Sipil yang diangkat sebagai pejabat fungsional Polisi Kehutanan, b) Pegawai Perusahaan Umum Kehutanan Indonesia (Perum Perhutani) yang diangkat sebagai Polisi Kehutanan, c) Pejabat Struktural Instansi Kehutanan Pusat maupun Daerah yang sesuai dengan tugas dan fungsinya mempunyai wewenang dan tanggung jawab di bidang perlindungan hutan (PP No.45 Tahun 2004).

Wewenang Polisi Kehutanan meliputi kegiatan dan tindakan kepolisian khusus di bidang kehutanan yang bersifat preventif, tindakan administrif dan operasi represif. Penjabaran dari wewenang tersebut meliputi : a) mengadakan patroli atau perondaan di dalam kawasan hutan atau wilayah hukumnya, b) memeriksa surat-surat atau dokumen yang berkaitan dengan pengangkutan hasil hutan di dalam kawasan hutan atau wilayah hukumnya, c) menerima laporan tentang telah terjadinya tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan, d) mencari keterangan dan barang bukti terjadinya tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan, e) dalam hal tertangkap tangan, wajib menangkap tersangka untuk diserahkan kepada yang berwenang; dan f) membuat laporan dan menandatangani laporan tentang terjadinya tindak pidana yang


(35)

menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan (PP No.45 Tahun 2004).

Struktur organisasi mengenai Polisi Kehutanan diatur dalam Keputusan Bersama Menteri Kehutanan dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor: 10/Kpts II/93-Skep/07/I/93 tanggal 7 Januari 1993. Berdasarkan Surat Keputusan Bersama tersebut, Organisasi Polisi Hutan terdiri dari: 1) Satuan Tugas Wilayah yaitu satuan tugas setingkat peleton yang terdiri atas 30 (tiga puluh) orang anggota Jagawana, 2) Satuan Tugas Resort yaitu satuan tugas setingkat regu yang terdiri atas 10 (sepuluh) orang.

Menurut ketentuan yang diatur dalam Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor : 597/Kpts-VI/1998 tanggal 18 Agustus 1998 tentang Satuan Tugas Operasional Jagawana disebutkan bahwa Satuan Tugas Jagawana ialah Satuan Tugas Operasional yang berkedudukan di Dinas Kehutanan Tingkat II/Cabang Dinas Kehutanan/Balai Taman Nasional/Unit Balai Taman Nasional/Balai Konservasi Sumberdaya Alam/Unit Konservasi Sumber Daya Alam. Satuan Unit Jagawana ialah Unit Operasional Jagawana yang berkedudukan di Resort Pemangkuan Hutan/Sub Seksi Konservasi Balai/Unit Taman Nasional/Unit Konservasi Sumber Daya Alam.

2.5.4. Pelaksanaan Kegiatan Perlidungan dan Pengamanan Kawasan

Perlindungan dan pengamanan kawasan pada dasarnya adalah upaya melindungi dan mengamankan kawasan dari gangguan manusia, baik yang berada disekitar maupun yang jauh dari kawasan namun mempunyai akses yang tinggi terhadap kawasan tersebut, atau bentuk gangguan lainnya, kebakaran, gangguan ternak, hama dan penyakit.

Bentuk-bentuk kegiatan pengamanan meliputi :

1. Pengamanan pre-emtif

Pengamanan pre-emtif Merupakan salah satu betuk pengamanan, baik fungsional maupun gabungan, yang dilaksanakan melalui pembinaan dan penyuluhan terhadap masyarakat pengguna kawasan, dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya fungsi kawasan konservasi bagi pembangunan nasional/daerah dan kehidupan manusia, serta


(36)

dalam rangka meningkatkan kesadaran hukum masyarakat untuk tidak ikut terlibat dalam pelanggaran /kejahatan dibidang kehutanan.

2. Pengamanan preventif

Merupakan salah satu bentuk pengamanan, baik fungsional maupun gabungan, yang bersifat pengawasan dan pencegahan , dalam rangka mencegah masyarakat melaksanakan pelanggaran /Kejahatan dibidang kehutanan, antara lain:

a. Penjagaan

Penjagaan adalah kegiatan pengamanan, baik fungsional maupun gabungan, yang dilaksanakan dengan menempatkan petugas pengamanan dalam pos-pos penjagaan dalam rangka pengawasan di dalam kawasan.

b. Patroli

Patroli adalah bentuk pengamanan bergerak yang dilakukan baik secara fungsional maupun gabungan, antara lain melalui:

1) Patroli rutin.

Kegiatan pengamanan, baik fungsional maupun gabungan, yang dilaksakan dengan frekwensi tertentu, dengan menggunakan alat transportasi Speed Boat maupun ”Floating Rangers Station” (FRS). 2) Patroli Insidentil/Mendadak.

Kegiatan pengamanan, baik fungsional maupun gabungan yang dilakukan secara mendadak atau insidentil, apabila mendapat informasi akan terjadinya pelanggaran/tindak pidana bidang kehutanan, yang perlu segera dilakukan pencegahannya.

3. Pengamanan Represif

Kegiatan pengamanan baik fungsional maupun gabungan dalam rangka penanggulangan atau tindakan hokum terhadap pelaku pelanggaran/kejahatan di bidang kehutanan yang dilaksanakan dengan cara dan sistem yang bersifat strategis dan dilakukan secara simultan.


(37)

Pengamanan represif dilakukan melalui : a. Operasi intelijen

Dilaksanakan untuk pengumpulan bahan, keterangan terjadinya pelanggaran/kejahatan di bidang kehutanan, antara lain tentang tokoh penggerak, pemodal, aktor intelektual, rencana kegiatan pelanggaran/kejahatan dan lain-lain

b. Operasi represif.

Dilaksanakan dalam rangka pengejaran, penangkapan, terhadap pelaku pelanggaran/kejahatan di bidang kehutanan, serta penahanan dan penanganan barang bukti

c. Operasi khusus

Dilaksanakan dalam rangka penanggulangan terhadap gangguan/pelanggaran /kejahatan di bidang kehutanan yang sangat, komplek serta sudah mengancam kelestarian kawasan, sehingga perlu dilakukan tindakan-tindakan khusus.

4. Pengamanan partisipatif/swakarsa

Pengamanan kawasan yang dilakukan oleh unsur masyarakat yang merupakan bentuk kearifan lokal dalam rangka upaya pelestarian sumberdaya alam disekitarnya Pengamanan parsitipatif ini harus mendapat pembinaan oleh balai Taman Nasional atau Balai K0nservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), melalui kerjasama dengan unsur terkait di daerah dan masyarakat setempat sehingga pelaksanaannya tetap berdasarkan peraturan perundang-undangan dan nilai kearifan lokal setempat yang telah ada. Pembinaan yang dilakukan oleh Balai Taman Nasional atau BKSDA dalam rangka peningkatan peran aktif masyarakat dalam pengamanan, antara lain melalui upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat yang meliputi kehidupan ekonomi, pendidikan dan spiritual dengan maksud agar masyarakat tidak mengganggu kelestarian kawasan serta mengajak masyarakat berpartisipasi dalam pengamanan kawasan.


(38)

5. Penyidikan

Serangkaian tindakan penyidik dalam hal mencari dan mengumpulkan bukti-bukti untuk menjelaskan tentang tindak pidana di bidang hutan dan kehutanan serta dalam rangka menemukan tersangka, dalam hal dan menurut tata cara yang di atur dalam KUHP dan peraturan perundangan lannya.

2.5.5. Sarana dan Prasarana Pengamanan

Di dalam pelaksanaan tugasnya Polisi Kehutanan dilengkapi dengan sarana dan prasarana perlindungan. Yang termasuk sarana perlindungan hutan dapat berupa alat pemadam kebakaran baik perangkat lunak maupun perangkat keras, alat komunikasi, perlengkapan satuan pengaman hutan, tanda batas kawasan hutan, plang/tanda-tanda larangan, alat mobilitas antara lain dapat berupa kendaraan roda empat dan roda dua serta kendaraan air. Yang termasuk prasarana perlindungan hutan dapat berupa asrama satuan pengamanan hutan, rumah jaga, jalan-jalan pemeriksaan, menara pengawas, dan parit batas (PP No.45 Tahun 2004).


(39)

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Penelitian dilakukan di 3 (tiga) lokasi yaitu : Taman Nasional Betung Kerihun di Kalimantan Barat, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango di Jawa Barat, dan Taman Nasional Alas Purwo di Jawa Timur. Keadaan umum lokasi penelitian diuraikan di bawah ini.

1. TAMAN NASIONAL BETUNG KERIHUN 1.1. Letak dan Luas

Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK) adalah kawasan konservasi terbesar di Propinsi Kalimantan Barat. Kawasan konservasi ini berstatus Taman Nasional melalui surat keputusan Menteri Kehutanan No 467/Kpts-II/1995 pada tanggal 5 September 1995 dan secara administratif termasuk ke dalam wilayah Daerah Tingkat II Kabupaten Kapuas Hulu dengan ibukotanya Putussibau. Kawasan TNBK berada dalam empat kecamatan yaitu Kecamatan Embaloh Hulu, Kecamatan Embaloh Hilir dan Kecamatan Putussibau Utara serta Kecamatan Putussibau Selatan. Kawasan TNBK terbentang memanjang pada 112o 15' - 114o 10' Bujur Timur dan 0o 40' - 1o35' Lintang Utara yang meliputi total area 800,000 hektar atau sekitar 5,5% dari luas total daratan Propinsi Kalimantan Barat yang sebesar 14.807.700 hektar (BBTNBK 1999).

TNBK berbentuk sempit memanjang berbatasan dengan negara bagian Sarawak, Malaysia di sebelah utara, propinsi Kalimantan Timur di sebelah timur, di sebelah selatan dengan Banua Martinus dan Putussibau, dan wilayah Lanjak/Nanga Badau di sebelah barat. Berdasarkan peta lampiran SK, total garis perbatasan TNBK sepanjang 812 Km yang terbagi menjadi sepanjang 398 Km berbatasan dengan Malaysia, 146 Km dengan batas Propinsi Kalimantan Timur, dan sepanjang 268 Km dengan batas di dalam propinsi Kalimantan Barat. Garis batas yang sangat panjang ini mempunyai konsekuensi pengelolaan dan pengamanan yang amat berat. Bentuk ketebalan TNBK pun bervariasi. Wilayah yang tertipis hanya 15 km diwilayah Gunung Lawit - Sungai Menjakan di bagian tengah, dan menebal menjadi 25 km di sekitar Gunung Betung di bagian barat, dan setebal sekitar 35 km di antara


(40)

Sarawak dan Kaltim di bagian timur. Bentuk yang memanjang dan tipis ini kurang menguntungkan bagi hewan yang mempunyai daya jelajah jauh. Bila memungkinkan daerah yang sempit ini harus diperlebar dengan mencari wilayah tambahan di luarnya yaitu yang sekarang berstatus hutan lindung di hulu kampung Nanga Potan (BBTNBK 1999).

Gambar 3 Citralandsat TNBK

1.2 Aksesibilitas

Terdapat dua jalur (gateway) yang dapat dilalui untuk memasuki kawasan TNBK. Pintu pertama dari Pontianak, Kalimantan Barat menuju ke kota Putussibau ibukota Kabupaten Kapuas Hulu. Dengan melewati jalur Tayan-Sosok, perjalanan dari Pontianak menuju Putussibau menempuh jarak sejauh 600 Km. Perjalanan Pontianak Putusssibau dapat ditempuh dengan menggunakan transportasi umum, yaitu bus umum atau travel selama sekitar 12 - 16 jam atau menggunakan pesawat udara dengan waktu tempuh sekitar 1 jam (BBTNBK 1999).


(41)

Jalur kedua adalah pintu jalur perbatasan Indonesia ‐ Malaysia (Sarawak). Jalur ini dapat dilalui menggunakan transportasi darat melalui jalur lintas utara. Dari Sarawak mencapai Lubok Antu (Wilayah Malaysia) sekitar 4 jam, dan dari Lubok Antu - Badau (Wilayah Indonesia) membutuhkan waktu setengah jam dengan menggunakan kendaraan roda empat. Kemudian dilanjutkan dengan perjalanan ke Dusun Sadap (dusun terdekat di wilayah barat TNBK) yang memerlukan waktu sekitar 2 jam.

Untuk memasuki kawasan barat TNBK dari kota Putussibau dapat menggunakan jalur lintas utara dengan kendaraan umum dengan waktu tempuh sekitar 3 jam menuju dusun Sadap. Dari Dusun Sadap perjalanan menuju kawasan dapat dilanjutkan dengan perahu motor (speed boat) melalui jalur sungai Embaloh, dengan waktu tempuh sekitar 3 jam.

Untuk memasuki wilayah tengah kawasan TNBK terdapat dua jalur yaitu melalui Sungai Sibau dan Sungai Mendalam. Perjalanan melawati sungai Sibau dilakukan untuk memasuki wilayah Sibau. Perjalanan untuk memasuki wilayah Sibau, dari Putussibau hingga pos jaga di dusun Nanga Potan memerlukan waktu sekitar 3 jam dengan menggunakan perahu motor (speed boat). Perjalanan menuju kawasan TNBK dari dusun Nanga Potan dilanjutkan dengan menggunakan perahu motor ke arah hulu Sungai Sibau dengan waktu tempuh sekitar 3 jam. Sedangkan untuk memasuki wilayah Mendalam dari Putussibau harus memudiki sungai Kapuas kemudian masuk ke sungai Mendalam hingga sampai ke dusun Nanga Hovat dengan waktu tempuh sekitar 4 jam. Perjalanan mencapai batas kawasan membutuhkan waktu sekitar 3 jam.

Untuk memasuki wilayah timur kawasan, yang merupakan wilayah Daerah Aliran Sungai Kapuas, dilakukan dengan perahu tempel (longboat) menuju hulu Sungai Kapuas. Dari Putussibau untuk mencapai pos jaga Nanga Bungan di Hulu Kapuas membutuhkan waktu sekitar 6 jam dengan long boat. Dilanjutkan memudiki hulu Sungai Kapuas hingga Riam Matahari, dengan waktu tempuh sekitar 3 jam. Dan untuk menuju ujung Timur kawasan dari pos jaga Nanga Bungan dilakukan dengan memudiki sungai Bungan hingga


(42)

ke Dusun Tanjung Lokang dengan waktu tempuh sekitar 2,5 jam (BB TNBK 2009).

1.3. Topografi

Keadaan topografi TNBK sebagian besar berbukit dan bergunung serta sedikit dataran dengan ketinggian tempat berkisar antara 150 m sampai dengan sekitar 2.000 m dari permukaan laut. Kawasan bukit dan gunung terdiri dari rangkaian pegunungan Kapuas Hulu di bagian Utara yang berbatasan dengan Sarawak dan di bagian Timur adalah pegunungan Muller yang berbatasan dengan Propinsi Kalimantan Timur.

Kawasan TNBK terbagi atas beberapa kelompok ketinggiannya terbesar pada kisaran 200 - 500 m sebanyak 38.51%, diikuti oleh kisaran 500 - 700 m sebanyak 28.14%, 700 - 1.000 m sebanyak 15.90% , 1.000 - 1.500 m sebanyak 11,19%, lebih rendah dari 200 m sebanyak 5,34%, dan yang berketinggian diatas 1.500 m dari permukaan laut hanya 0,92%. Sebagian besar kawasan ini (61,15%) mempunyai kelerengan yang terjal di atas 45% dan yang berlereng diantara 25% - 45% sebanyak 33,08% dari luas kawasan, serta hanya sebanyak 5,77% yang berlereng dibawah 25%. Jadi TNBK hampir tidak mempunyai daerah landai kecuali pada lembah-lembah sungai yang relatif sempit (BBTNBK 1999).

1.4. Iklim

Secara garis besar iklim di kawasan TNBK adalah tipikal iklim Kalimantan daerah pedalaman yang sangat basah. Mengacu pada stasiun pencatat terdekat yaitu Putussibau (alt. 50 m dpl) dari tahun 1974 sampai dengan tahun 1996, data curah hujan aktual pertahun berkisar antara 2.863 - 5.517 mm dengan jumlah hari hujan 120 - 309 per tahun. Bulan yang agak kering adalah antara bulan Juni - September walaupun jumlah curah hujannya masih diatas 100 mm setiap bulan. Tahun yang terkering terjadi pada tahun 1976 dengan curah hujan 2.863 mm dan hari hujan 120 per tahun. Sedangkan tahun terbasah terjadi pada tahun 1988 dengan curah hujan 5.517 mm dan hari hujan 184 per tahun. Tahun 1995 juga istimewa karena hari hujannya sebanyak 309, walaupun curah hujannya hanya 4.804 mm per tahun. Menurut


(43)

Schmidt & Ferguson hal seperti ini termasuk iklim selalu basah type A dengan nilai Q = 2.6%.

Tipe dan pola iklim di kawasan Putussibau nampak tidak banyak berubah dalam kurun waktu yang cukup lama. Hal ini terlihat bila dibandingkan dengan data Berlage Jr. (1949) yang mencatat data selama 40 tahun (1902 - 1941) menunjukan bahwa curah hujan rata-rata per tahunnya adalah 4.341 mm dengan jumlah hari hujan 182.2 per tahun. Berdasarkan data tahun 1974 - 1996 dari Bandara Pangsuma (Putussibau) pun menghasilkan nilai yang mirip yakni curah hujan 4.201 mm dengan jumlah hari hujan 177.8 per tahun. Hal ini menggambarkan bahwa iklim di sekitar TNBK tidak banyak berubah selama kurun waktu hampir 100 tahun (BBTNBK 1999).

1.5. Hidrologi

Sistem hidrologi di kawasan TNBK cukup unik dengan ratusan jaringan sungai kecil dan besar yang termasuk dalam sistem besar Daerah Aliran Sungai (DAS) Kapuas. DAS Kapuas sendiri meliputi area seluas 9.874.910 hektar atau sekitar 67% dari Propinsi Kalimantan Barat yang seluas 14.680.700 hektar. Secara keseluruhan TNBK mempunyai lima bagian Sub DAS yaitu Sub DAS Embaloh di barat, Sub DAS Sibau-Menjakan dan Sub DAS Mendalam di bagian tengah, serta Sub DAS Hulu Kapuas/Koheng dan Sub DAS Bungan di bagian timur.

Berdasarkan pola dan kerapatan aliran sungai dari analisis foto udara skala 1:25.000 serta dipadukan dengan struktur geologinya, kawasan TNBK dapat dibagi menjadi 13 unit bentang lahan (terrain unit) atau satuan ekologi (ecological unit) yang berbeda. Bentukan pola aliran sungai ini disebabkan oleh kelurusan-kelurusan yang dapat berupa patahan-patahan ataupun kekar-kekar. Seperti telah disebut dimuka, sungai-sungai di TNBK banyak yang dramatis dengan jurang yang terjal dan licin serta berlantai dasar batuan induk hitam akibat aktivitas vulkanik pada post-Eocene. Salah satu diantaranya adalah Sungai Embaloh yang batuan dasar sungainya berumur sangat tua dan tertanam dalam pada bagian lipatan yang curam dari batuan basalt dan andesit.


(44)

Panjang dan kondisi sungai di TNBK sangat bervariasi mulai yang lebar, sempit, keruh, jernih, dalam, dangkal, berlumpur, berbatu, berarus tenang, deras, bahkan berjeram yang cukup tinggi. Panjang Sungai Embaloh diukur mulai dari mata air di puncak Gunung Tunggal (1.120 m) sampai di perbatasan kawasan TNBK di muara Sungai Paloh sepanjang sekitar 95 Km. Sungai Sibau mengalir sepanjang 25 Km diukur dari mata air di Gunung Aseh (850 m) ke perbatasan TNBK bagian selatan. Sungai Menjakan yang merupakan cabang Sungai Sibau dengan mata air di Gunung Lawit (1.770 m) malah lebih panjang yaitu sepanjang 65 Km. Sungai Mendalam yang bermata air di Gunung Batu (1.410 m) sepanjang sekitar 30 Km. Sungai Hulu Kapuas/Koheng yang terdapat di dalam kawasan TNBK dengan mata air di Gunung Cemaru (1.180 m) sepanjang sekitar 100 Km.

Sungai Bungan yang bermuara di Kapuas Koheng cabang terpanjangnya adalah 50 Km dan bermata air di Gunung Liang Cahung di perbatasan dengan Kalimantan Timur. Sungai Bungan mempunyai banyak cabang yang bermata air di pegunungan Muller yang berbatasan dengan Kalimantan Timur yang puncaknya antara lain adalah Gunung Lepuyan (1.120 m), Gunung Batu Tapung (1.300 m), Gunung Dayang (1.640 m), dan Gunung Kerihun (1.790 m). Gunung Kerihun adalah nama yang dikenal oleh penduduk setempat yang disalah-ucapkan menjadi Gunung Karimun (BBTNBK 1999)

1.6. Ekosistem

Keanekaragaman ekosistem di kawasan TNBK sangat tinggi dan keadaan vegetasi hutannya masih baik dan relatif utuh. Berdasarkan pengamatan lapangan, kawasan hutan di Taman Nasional Betung Kerihun dapat dikelompokkan menjadi delapan tipe ekosistem, walaupun dari interpretasi foto udara bisa dikenali sebanyak 13 unit bentang lahan yang berbeda. Analisis ekosistem hutan didapat dari 49 petak berukuran 10 X 50 m yang secara bersistem dicuplik di ketinggian antara 150 sampai dengan 1.150 m. Kedelapan tipe hutan tersebut adalah Hutan Dipterocarpaceae Dataran Rendah (Low Land Dipterocarp Forest), Hutan Aluvial (Alluvial Forest), Hutan Rawa (Swamp Forest), Hutan Sekunder Tua (Old Secondary Forest),


(45)

Hutan Dipterocarpaceae Bukit (Hill Dipterocarp Forest), Hutan Berkapur (Limestone Forest), Hutan Sub-Gunung (Sub-Montane Forest), dan Hutan Gunung (montane forest). Pengamatan dan analisa langsung di lapangan (ground thruthing) dari ekosistem hutan TNBK masih sangat diperlukan mengingat kerja lapangan yang selama ini dilakukan baru mencakup sebagian kecil kawasan TNBK. Studi ekosistem dan analisis vegetasi di masa datang hendaknya berpijak pada peta pembagian 13 bentang lahan dari analisis foto udara ini (BBTNBK 1999)

1.7.KeanekaragamanFlora

Keanekaragaman jenis pohon, hutan Taman Nasional Betung Kerihun memiliki keragaman jenis yang tinggi dan beberapa diantaranya merupakan jenis baru. Hutan Dipterocarpaceae dataran rendah yang merupakan porsi terbesar dari Taman Nasional Betung Kerihun mempunyai keanekaragaman jenis yang tinggi dan umumnya dari marga Dipterocarpus, Dryobalanops,

Hopea, Parashorea, Shorea, Vatica. Di luar koleksi umum, jenis yang terdapat di 49 petak berukuran 10 x 50 m yang secara bersistem dicuplik di ketinggian antara 50 sampai dengan 1.150 m di dapat 695 jenis pohon yang tergolong dalam 15 marga, dan 63 suku yang 50 jenis diantaranya merupakan jenis endemik pulau Borneo. Sebagai contoh adalah jenis Amyxa pluricormis

yang merupakan kerabat kayu Gaharu (Aquilaria spp) tidak hanya endemik Borneo, namun juga merupakan marga yang tunggal. Selain itu, pisang jenis baru Musa lawitiensis dan beberapa jenis flora temuan baru (new record) seperti Neo uvaria, Acuminatissima, Castanopsis inermis, Lithocarpus Phillipinensis, Chisocheton caulifloris, Eugenia spicata, dan Shorea peltata

juga didapatkan.

Keanekaragaman nabati yang tinggi ini terlihat juga dengan jenis di setiap famili tumbuhan. Suku Dipterocarpaceae misalnya, mempunyai jumlah jenis terbesar, yaitu 121 dari total 267 jenis yang tumbuh di Borneo. Marga Shorea saja mempunyai jumlah jenis tidak kurang dari 30 jenis. Suku tumbuhan lain yang mempunyai jumlah jenis tidak kurang dari 30 jenis. Suku tumbuhan lain yang mempunyai jumlah jenis banyak adalah


(1)

lanjutan lampiran 11

No. Sarana

Pengamanan

R E S O R T

R11 R12 R13 R14 R15 R16 R17 R18 R19 R20

1.

Sepeda motor

trail

1

-

1

1

-

1

-

1

1

1

2.

Nilai Rupiah

11.100.000 - 11.100.000 11.100.000 - 11.100.000 - 11.100.000 11.100.000 11.100.000

3.

Speedboat/lon

gboat

1

-

-

-

-

-

--

-

-

4.

Nilai Rupiah

5.028.000

-

-

-

-

-

-

-

-

-5.

Perahun Karet

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

6.

Nilai Rupiah

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

7.

Jukung

(perahu kecil)

-

-

-

-

-

-

--

-

-

8.

Nilai Rupiah

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-9.

Senjata Api

2

1

1

1

1

1

-

1

1

1

11.

Nilai Rupiah

80.000.000 40.000.000 40.000.000 40.000.000 40.000.000 40.000.000 - 40.000.000 40.000.000 40.000.000

12.

HT

1

-

-

-

-

-

-

-

-

-

13.

Nilai Rupiah

1.053.125

-

-

-

-

-

-

-

-

-14.

Rig.

1

-

1

1

-

1

-

-

-

-

15.

GPS

1

-

-

-

-

-

-

-

-

-16

Nilai Rupiah

4.930.923

-

-

-

-

-

-

-

-

-17.

Kamera digital

1

-

-

-

-

-

-

-

-

-19.

Nilai Rupiah

4.450.000

-

-

-

-

-

-

-

-


(2)

lanjutan lampiran 11

No. Sarana

Pengamanan

R E S O R T

R21 R22 R23 R24 R25 R26 R27 R28 R29 R30 R31 R32 R33

1.

Sepeda motor

trail

-

1

1

1

-

1

1

1

1

1**

1*

1**

-

2.

Nilai Rupiah

- 11.100.000 11.100.000 11.100.000

-

11.100.000 11.100.000 11.100.000 11.100.000

-

11.100.000 -

3.

Speedboat/lon

gboat

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

5.

Perahun Karet

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

7.

Jukung

(perahu kecil)

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

9.

Senjata Api

2

2

1

1

1

1

-

1

1

1

1

1

-

11.

Nilai Rupiah

80.000.000 80.000.000 40.000.000 40.000.000 40.000.000 40.000.000 - 40.000.000 40.000.000 40.000.000 40.000.000 40.000.000

12.

HT

-

-

-

-

-

-

-

-

-

1

-

1

-

13.

Nilai Rupiah

-

-

-

-

-

-

-

-

-14.

Rig.

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

15.

GPS

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

16

Nilai Rupiah

17.

Kamera digital

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

Jumlah Total

80.000.000 91.100.000 51.100.000 51.100.100 40.000.000 51.100.000 11.100.000 51.100.000 51.100.000 40.000.000 40.000.000 40.000.000 -

Sumber data : Diolah dari laporan barang kuasa pengguna tahunan gabungan intrakompatibel dan ekstrakompatibel rincian sub-sub kelompok barang Tahun Anggaran 2009 BBTN Gunung Gede Pangrango, laporan barang kuasa pengguna tahunan gabungan intrakompatibel dan ekstrakompatibel rincian sub-sub kelompok barang Tahun Anggaran 2009 BTN Alas Purwo, laporan barang kuasa pengguna tahunan gabungan intrakompatibel dan ekstrakompatibel rincian sub-sub kelompok barang Tahun Anggaran 2009 BBTN Betung Kerihun.

Keterangan : - R1(Resort Sadap), R2( Resort Nanga Potan), R3 (Resort Nagan Hovat), R4(Resort Nanga Bungan), R5(Resort Tanjung Lokang). R6(Resort Rowobendo), R7(Resort Pancur), R8 (Resort Grajagan), R9(Resort Kucur), R10(Resort Sembulungan), R11(Resort Tanjung Pasir), R12 (Resort Pasir Sumbul), R13 (Resort Mandalawangi), R14(Resort Gunung Putri), R15(Resort Maleber), R16(Resort Sarongge), R17 (Resort Sukamulya), R18 (Resort Cijoho), R19(Resort Tegallega), R20(Resort Goalpara), R21(Resort Cipetir), R22(Resort Selabintana), R23 (Resort Situgunung), R24 (Resort Cimungkad), R25(Resort Cirendeu), R26(Resort Nagrak), R27(Resort Pasir Hantap), R28(Resort Bodogol), R29(Resort PPKAB), R30(Resort Cimande), R31(Resort Tapos), R32(resort Cisarua), R33 (Resort Tugu)


(3)

Lampiran 12.

Nilai rupiah prasarana pengamanan

No. Prasana

Pengamanan

R E S O R T

R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10

1.

Pondok Jaga

1

1

1

1

1**

2

1

2

2

2

2.

Nilai Rupiah

28.800.000 28.800.000 41.850.000 28.800.000

-

92.922.364 46.461.183 92.922.364 92.922.364 92.922.364

3.

Pos Jaga

-

-

-

-

-

-

-

-

-4.

Nilai Rupiah

-Jumlah Total

28.800.000 28.800.000 41.850.000 28.800.000 - 92.922.364 46.461.183 92.922.364 92.922.364 92.922.364

lanjutan kolom tabel 12

No. Prasarana

Pengamanan

R E S O R T

R11 R12 R13 R14 R15 R16 R17 R18 R19 R20

1.

Pondok Jaga

-

-

1

1

-

1

1

1

1

1

2.

Nilai Rupiah

27.528.473 27.528.473 27.528.473 27.528.473 27.528.473 27.528.473 27.528.473

3.

Pos Jaga

-

-

1 1 - 1 - - - 1

4.

Nilai Rupiah

15.373.495 15.373.495 15.373.495 15.373.495

Jumlah Total

- - 42.901.968 42.901.968 42.901.968 27.528.473 27.528.473 27.528.473 42.901.968

lanjutan kolom tabel 12

No. Prsarana Pengamanan

R E S O R T

R21 R22 R23 R24 R25 R26 R27 R28 R29 R30 R31 R32 R33

1.

Pondok Jaga

-

1

1

1

-

1

1

1

-

1

1

1*

-

2.

Nilai Rupiah

- 27.528.473 27.528.473 27.528.473 27.528.473 27.528.473 27.528.473 27.528.473 27.528.473 27.528.473

3.

Pos jaga

-

1

-

-

-

-

-

1

-

-

-

-

4.

Nilai Rupiah

- -

-

-

- -

-

-

- - -

Jumlah Total

- 42.901.968 27.538473 27.538473 27.538473 27.538473 42.901.968 - 27.538473 27.538473 27.538473

Sumber data : Diolah dari laporan barang kuasa pengguna tahunan gabungan intrakompatibel dan ekstrakompatibel rician sub-sub kelompok barang Tahun Anggaran 2009 BTN Gunung Gede Pangrango, laporan barang kuasa pengguna tahunan gabungan intrakompatibel dan ekstrakompatibel rician sub-sub kelompok barang Tahun Anggaran 2009 BTN Alas Purwo, laporan barang kuasa pengguna tahunan gabungan intrakompatibel dan ekstrakompatibel rician sub-sub kelompok barang Tahun Anggaran 2009 BTN Betung Kerihun.

Keterangan : - R1(Resort Sadap), R2( Resort Nanga Potan), R3 (Resort Nagan Hovat), R4(Resort Nanga Bungan), R5(Resort Tanjung Lokang). R6(Resort Rowobendo), R7(Resort Pancur), R8 (Resort Grajagan), R9(Resort Kucur), R10(Resort Sembulungan), R11(Resort Tanjung Pasir), R12 (Resort Pasir Sumbul), R13 (Resort Mandalawangi), R14(Resort Gunung Putri), R15(Resort Maleber), R16(Resort Sarongge), R17 (Resort Sukamulya), R18 (Resort Cijoho), R19(Resort Tegallega), R20(Resort Goalpara), R21(Resort Cipetir), R22(Resort Selabintana), R23 (Resort Situgunung), R24 (Resort Cimungkad), R25(Resort Cirendeu), R26(Resort Nagrak), R27(Resort Pasir Hantap), R28(Resort Bodogol), R29(Resort PPKAB), R30(Resort Cimande), R31(Resort Tapos), R32(resort Cisarua), R33 (Resort Tugu)


(4)

Lampiran 13.

Nilai rupiah total

input

No. Uraian R E S O R T

R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10

1.

Nilai rupiah

Personel

58,224,000

34,410,000

26,466,000

25,634,400

25,634,400

171,684,000

181,119,600

176,638,800

1159,770,400

169,309,200

2.

Nilai rupiah

Sarana

21.050.000 19.575.000 11.600.000 11.600.000 11.600.000 97.084.048 57.084.048 97.084.048 173.884.048 97.084.048

3.

Nilai rupian

Prasarana

28.800.000 28.800.000 41.850.000 28.800.000 - 92.922.364 46.461.183 92.922.364 92.922.364 92.922.364

4.

Nilai rupiah

biaya

operasional

36.000.000 27.000.000 27.000.000 27.000.000 27.000.000 42.834.500 27.058.500 40.614.000 32.931.750 42.611.500

Jumlah Rupiah

Total Input

144.074.

000

109,885,

000

106,916,

000

93,034,

400

64,234,

400

404,524,

912

311,723,

331

407,259,

212

459,508,

562

401,927,

112

Lanjutan lampiran 13

No. Uraian R E S O R T

R11 R12 R13 R14 R15 R16 R17 R18 R19 R20

1.

Nilai Rupiah

Personel

168,138,000

29,588,400

81,373,200

55,753,200 32,091,600

59,209,200 59,209,200 29,274,000 56,900,400

30,892,800

2.

Nilai Rupiah

Sarana

106.562.048 40.000.000 51.100.000 51.100.000 40.000.000 51.100.000 - 51.100.000 51.100.000 51.100.000

3.

Nilai Rupian

Prasarana

- - 42.901.968 42.901.968 - 42.901.968 27.528.473 27.528.473 27.528.473 42.901.968

4.

Nilai rupiah

biaya

operasional

55.844.500 700.000 700.000 700.000 700.000 700.000 700.000 700.000 700.000 700.000

Jumlah Rupiah

Total Input

330,544, 548 70,288, 400 176,075, 168 150,455, 168

72,791,600 153,911, 168

87,437,673 108,602, 473

136,228, 873

125,594, 768


(5)

lanjutan lmpiran 13

No. Uraian R E S O R T

R21 R22 R23 R24 R25 R26 R27 R28 R29 R30 R31 R32 R33

1.

Nilai rupiah

personel

86,508,000

56,901,600

51,720,000

60,248,400

60,026,400

57,438,000

53,318,400

58,392,000

64,029,600

84,681,200

51,650,400

51,058,800

57,847,200

2.

Nilai rupiah

sarana

80.000.000 91.100.000 51.100.000 51.100.100 40.000.000 51.100.000 11.100.000 51.100.000 51.100.000 40.000.000 40.000.000 40.000.000 -

3.

Nilai rupian

prasarana

-

42.901.968 27.538.473 27.538.473

-

27.538,473 27.538.473 42.901.968 42.901.968 - 27.538.473 27.538.473

-

4.

Nilai rupiah

biaya

operasional

700.000 700.000 700.000 700.000 700.000 700.000 700.000 700.000 700.000 700.000 700.000 700.000 700.000

Jumlah rupiah

total Input

167,208, 000

191,603, 568

131,058, 473

139,586, 973

100,726, 400

136,776, 473

92,656, 873

153,093, 968

158,731, 568

125,381, 200

119,888, 873

119,297, 273

58,547, 200

Keterangan : - R1(Resort Sadap), R2( Resort Nanga Potan), R3 (Resort Nagan Hovat), R4(Resort Nanga Bungan), R5(Resort Tanjung Lokang). R6(Resort Rowobendo), R7(Resort Pancur), R8 (Resort Grajagan), R9(Resort Kucur), R10(Resort Sembulungan), R11(Resort Tanjung Pasir), R12 (Resort Pasir Sumbul), R13 (Resort Mandalawangi), R14(Resort Gunung Putri), R15(Resort Maleber), R16(Resort Sarongge), R17 (Resort Sukamulya), R18 (Resort Cijoho), R19(Resort Tegallega), R20(Resort Goalpara), R21(Resort Cipetir), R22(Resort Selabintana), R23 (Resort Situgunung), R24 (Resort Cimungkad), R25(Resort Cirendeu), R26(Resort Nagrak), R27(Resort Pasir Hantap), R28(Resort Bodogol), R29(Resort PPKAB), R30(Resort Cimande), R31(Resort Tapos), R32(resort Cisarua), R33 (Resort Tugu)


(6)

Lampiran 14.

Nilai rupiah total

output

No. Uraian R E S O R T

R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10

1.

Nilai Total

Kerugian

Akibat

Gangguan

4.000.000 0 0

0

0

63.190.000

0

0

3.920.500

2.615.000

Jumlah Rupiah

Total Output

4.000.000 0 0

0

0

63.490.000

0

0

3.920.500

2.615.000

lanjutan lampiran 14

No. Uraian R E S O R T

R11 R12 R13 R14 R15 R16 R17 R18 R19 R20

1.

Nilai Total

Kerugian

Akibat

Gangguan

8.559.000

2.240.000

580.000

540.000

360.000

1.200.000

10.600.000

4.795.000

780.000

300.000

Jumlah Rupiah

Total Output

8.559.000

2.240.000

580.000

540.000

360.000

1.200.000

10.600.000

4.795.000

780.000

300.000

lanjutan lampiran 14

No. Uraian R E S O R T

R21 R22 R23 R24 R25 R26 R27 R28 R29 R30 R31 R32 R33

1.

Nilai Total

Kerugian

Akibat

Gangguan

940.000 60.000 1.840.000 472.000 321.000 1.550.000 1.620.000 1.537.000 1.680.000 747.000 1.520.000 1.460.000 3.884.000

Jumlah Rupiah

Total Input

940.000 60.000 1.840.000 472.000 321.000 1.550.000 1.620.000 1.537.000 1.680.000 747.000 1.520.000 1.460.000 3.884.000

Keterangan : - R1(Resort Sadap), R2( Resort Nanga Potan), R3 (Resort Nagan Hovat), R4(Resort Nanga Bungan), R5(Resort Tanjung Lokang). R6(Resort Rowobendo), R7(Resort Pancur), R8 (Resort Grajagan), R9(Resort Kucur), R10(Resort Sembulungan), R11(Resort Tanjung Pasir), R12 (Resort Pasir Sumbul), R13 (Resort Mandalawangi), R14(Resort Gunung Putri), R15(Resort Maleber), R16(Resort Sarongge), R17 (Resort Sukamulya), R18 (Resort Cijoho), R19(Resort Tegallega), R20(Resort Goalpara), R21(Resort Cipetir), R22(Resort Selabintana), R23 (Resort Situgunung), R24 (Resort Cimungkad), R25(Resort Cirendeu), R26(Resort Nagrak), R27(Resort P asir Hantap), R28(Resort Bodogol), R29(Resort PPKAB), R30(Resort Cimande), R31(Resort Tapos), R32(resort Cisarua), R33 (Resort Tugu)