Analisis perubahan albedo, suhu permukaan dan suhu udara sebagai dampak perubahan penutupan lahan menggunakan data citra satelit landsat

ANALISIS PERUBAHAN ALBEDO, SUHU PERMUKAAN
DAN SUHU UDARA SEBAGAI DAMPAK PERUBAHAN
PENUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN DATA CITRA
SATELIT LANDSAT
(Studi Kasus : Provinsi Jambi, Path/Row 125/61)

RYAN KARIDA PRATAMA

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Perubahan
Albedo, Suhu Permukaan dan Suhu Udara Sebagai Dampak Perubahan Penutupan
Lahan Menggunakan Data Citra Satelit Landsat (Path/Row 125/61) adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang

berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Ryan Karida Pratama
NIM G24100023

ABSTRAK
RYAN KARIDA PRATAMA. Analisis Perubahan Albedo, Suhu Permukaan dan
Suhu Udara Sebagai Dampak Perubahan Penutupan Lahan Menggunakan Data
Citra Satelit Landsat. Dibimbing oleh IDUNG RISDIYANTO.
Suhu permukaan dan suhu udara suatu wilayah dipengaruhi oleh strata
tutupan lahan. Strata tutupan lahan terbagi atas tiga yaitu badan air, lahan
vegetasi, dan lahan terbangun. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh
perubahan parameter fisik yaitu albedo, suhu permukaan dan suhu udara sebagai
dampak perubahan penutupan lahan dan mengetahui perubahan pola distiribusi
suhu udara yang disebabkan perubahan lahan. Data yang digunakan merupakan
data citra Landsat pada tahun 1997, 2000, 2009, dan 2013. Parameter fisik

dihasilkan dari hasil pengolahan spectral radiance resolusi resample dari
30 m x 30 m menjadi 250 m x 250 m. Nilai albedo dan suhu udara diduga
menggunakan band visible (Landsat 5 dan 7 band 3, 2, 1) sedangkan nilai suhu
permukaan diduga menggunakan band thermal (Landsat 5 dan 7 band 6).
Distribusi spasial suhu udara diturunkan dengan menggunakan interpolasi IDW
(inverse distance weighted). Hasil analisis menunjukkan bahwa pada tahun 1997,
2000, 2009 dan 2013 rata-rata albedo yaitu badan air (0.054, 0.050, 0.052 dan
0.056),
lahan vegetasi (0.092, 0.083, 0.089 dan 0.098), lahan terbuka
(0.187, 0,118, 0.106 dan 0.134). Rata-rata suhu permukaan yaitu 26,1oC, 24,4 oC,
26,5 oC, dan 31oC. Rata-rata suhu udara yaitu 29 oC, 27 oC, 28 oC dan 29 oC.
Penurunan luas lahan terbuka sebesar 7% menjadi lahan vegetasi (1997-2000)
yang disebabkan lahan vegetasi menyebabkan nilai albedo,suhu permukaan dan
suhu udara mengalami penurunan. Penurunan lahan vegetasi sebesar 4% (20002009) yang disebabkan pembukaan lahan menyebabkan nilai albedo, suhu
permukaan dan suhu udara mengalami kenaikan. Peningkatan lahan terbuka
sebesar 6% (2009-2013) menyebabkan nilai albedo, suhu permukaan dan suhu
udara mengalami kenaikan. Peningkatan lahan terbuka pada tahun 2000-2009
memiliki nilai spesifik suhu permukaan yaitu 7,94x106 0C/Ha. Peningkatan lahan
terbuka pada tahun 2009-2013 memiliki nilai spesifik suhu permukaan yaitu
9,03x106 0C/Ha.

Kata kunci: Klasifikasi Lahan, Albedo, Suhu Permukaan, Suhu udara, Interpolasi
IDW.

ABSTRACT
RYAN KARIDA PRATAMA. Analysis of Albedo, Surface and Air Temperature
Changes as The Impact Land Cover Changes Using Landsat Satellite Image Data.
Supervised by IDUNG RISDIYANTO.
Surface and air temperature of a region are influenced by strata land cover.
Strata land cover of the area including water-body, vegetated area, and open land.
The purposes of this study were to determine the effect of physical parameters use
changes on the values of albedo, the surface and air temperature and also observe
the changes in distribution pattern of temperature induced by land changes. The
data used in this research were Landsat image data of 1997, 2000, 2009, and 2013.
Physic parameters obtained were the result of spectral radiance processing
resolution resample from 30 m x 30 m to 250 m x 250 m. Albedo and air
temperature values used the visible band (Landsat 5 and 7 band 3, 2, 1), while
surface temperature value used thermal band (Landsat 5 and 7 band 6). Air
temperature distribution derived using IDW interpolation (Inverse Distance
Weighted). The analysis showed that in 1997, 2000, 2009, 2013 the average
albedo is a water body (0.054, 0.050, 0.052 and 0.056), vegetated area (0.092,

0.083, 0.089 and 0.098), open land (0.187, 0,118, 0.106 dan 0.134). Average of
surface temperature was 26.1 oC, 24.4 oC, 26.5 oC, 31 oC. Average of air
temperatures was 29 oC, 27 oC, 28 oC and 29oC. Decline in open land by 7%
(1997-2000) to vegetated area caused value of albedo, surface and air temperature
decreased. Decline in vegetated area by 4% (2000-2009) caused of open land
causing value of albedo, surface and air temperature increase. Increase of open
land by 6% (2009-2013) caused value of albedo, surface and air temperature
increase. Increase of open land in 2000-2009 has a value of spesific surface
temperature is 7,94x106 0C/Ha. Increase in open land in 2009-2013 has a value of
spesific surface temperature is 9,03x106 0C/Ha.

Keyword : Land Classification, Albedo, Surface Temperature, Air Temperature,
IDW Interpolation

ANALISIS PERUBAHAN ALBEDO, SUHU PERMUKAAN
DAN SUHU UDARA SEBAGAI DAMPAK PERUBAHAN
PENUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN DATA CITRA
SATELIT LANDSAT
(Studi Kasus : Provinsi Jambi, Path/Row 125/61)


RYAN KARIDA PRATAMA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Geofisika dan Meteorologi

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Analisis Perubahan Albedo, Suhu Permukaan dan Suhu Udara
Sebagai Dampak Perubahan Penutupan Lahan Menggunakan Data
Citra Satelit Landsat
Nama
: Ryan Karida Pratama
NIM

: G24100023

Disetujui oleh

Idung Risdiyanto, SSi, MSc
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Tania June, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2013 sampai
april 2014 ialah suhu permukaan, dengan judul Analisis Perubahan Albedo, Suhu
Permukaan dan Suhu Udara Sebagai Dampak Perubahan Penutupan Lahan

Menggunakan Data Citra Satelit Landsat.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayah
(Abdul Kadir), Ibu (Marida Simamora), Adik (Ridho Karida Putra dan Dhena
Aulia Karida) serta seluruh keluarga yang memberikan semangat, dukungan, doa,
dan kerja keras sehingga penulis dapat menyelesaikan gelar sarjana. Terima kasih
sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Bapak Idung Risdiyanto, Ssi, MSc
selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan dan
pola pikir dalam proses penelitan tugas akhir dan penulisan skripsi. Terima kasih
juga penulis ucapkan kepada Bapak Dr Rahmat Hidayat Ssi, MSc, Ph.D dan
Bapak Sonni Setiawan Ssi, Msi selaku dosen penguji sidang. Terima kasih juga
penulis ucapkan kepada Prof Rizaldi Boer selaku pembimbing akademik penulis,
Bapak Prof Dr Ir Ahmad Bey selaku ketua laboratorium meteorologi dan
Pencemaran Atmosfer yang telah memberikan ilmu, saran, perhatian dan
dukungan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Tania June, Msc selaku
ketua departemen GFM, serta seluruh dosen dan staf departemen Geofisika dan
Meteorologi Terapan IPB, Khususnya Pak Azis yang telah membantu dalam
proses administrasi dan Pak Nandang yang telah membantu dalam proses
penelitan tugas akhir. Terima kasih penulis ucapkan kepada Yayasan Karya
Salemba Empat sebagai donatur yang telah memberikan beasiswa kepada penulis.

Terima Kasih penulis ucapakan kepada Sri Muslimah yang memberikan bantuan,
semangat serta doa kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir.
Teman-teman seperjuangan GFM 47 umumnya dan khusunya Taisir, Indro,
Haikal dan Givo yang telah bersama selama 3 tahun. Teman-teman Himaja
(Himpunan Mahasiswa Jambi) atas dukungan dan kebersamaan selama ini.
Terima kasih atas ilmu dan pengalamnnya selama ini. Bapak Supri dari Badan
Meteorologi dan Geofisika Provinsi Jambi yang telah membantu dalam proses
data penelitian tugas akhir. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu
yang telah membantu dan memberikan dukungannya selama ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014
Ryan Karida Pratama

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR


vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian


2

Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

3

METODE

3

Waktu dan tempat penelitian

3

Bahan


3

Alat

3

Prosedur Analisis Data

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

8

Profil Wilayah Kajian

8

Perubahan Luasan Penutupan Lahan

9

Distribusi Spasial Albedo

11

Distribusi Spasial Suhu Permukaan

13

Distribusi Spasial Suhu Udara

16

SIMPULAN DAN SARAN

19

Simpulan

19

Saran

19

DAFTAR PUSTAKA

20

LAMPIRAN

22

RIWAYAT HIDUP

45

DAFTAR TABEL
1. Nilai albedo hasil ekstraksi data citra landsat dan literatur

11

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

Peta Wilayah Kajian
Persentase kelas tutupan lahan dengan data citra Landsat
Distribusi nilai albedo
Hubungan albedo, Suhu Permukaan, dan Suhu Udara
Distribusi Suhu Permukaan di Provinsi Jambi
Nilai Spesifik Suhu permukaan terhadap luas area
Peta hasil nilai suhu udara menggunakan interpolasi IDW
Distribusi perubahan nilai suhu udara

9
10
12
13
14
15
17
18

DAFTAR LAMPIRAN
1 Nilai sudut Azimuth dan sudut Elevation matahari saat tanggal akuisisi
citra satelit landsat
2 TM spectral range, post-calibration dynamic ranges, and mean ESUN
3 ETM spectral range, post-calibration dynamic ranges, and resolution
4 Band-band pada landsat dan kegunaannya
5 Meta data citra satelit
6 Peta Albedo
7 Peta suhu permukaan
8 Peta suhu udara
9 Diagram alir penelitan
10 Foto kondisi dilapangan sebagai titik Ground Control Point

22
22
22
23
24
36
38
40
42
43

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Provinsi Jambi merupakan provinsi yang memiliki kontribusi dalam
konservasi hutan di Sumatera. Kerusakan hutan semakin lama semakin
meningkat,Sumargo et al. (2011) menyatakan bahwa kerusakan hutan terbesar
berada di Sumatera (3,33 juta ha) dan Kalimantan (4,95 juta ha) pada tahun 2009.
Menurut Surat Keputusan Gubernur Jambi Nomor :108 Tahun 1999 Provinsi
Jambi memiliki luas kawasan hutan sebesar 2.179.440 hektar atau 42,73 % luas
daratannya. Hampir setengah dari luar Provinsi Jambi adalah kawasan hutan
dengan berbagai tipe vegetasi. Namun saat ini luas hutan Provinsi Jambi
mengalami perubahan yang signifikan. Menurut data Forest Watch Indonesia
2001 hutan Provinsi Jambi yang sudah gundul atau mengalami perubahan fungsi
sebesar 522.858 hektar pada tahun 1990. Kehilangan hutan semakin bertambah
dan diduga mempengaruhi suhu. Kenaikan suhu global rata-rata disebabkan oleh
berbagai faktor. Salah satu faktor yaitu berkurangnya kelestarian hutan yang
mendukung naiknya suhu yang dipengaruhi oleh aktivitas manusia. Namun tahun
2014 hutan telah mengalami perubahan yang besar, hutan mengalami alih fungsi
lahan dan penebangan hutan secara ilegal dan legal mulai dibuka secara besarbesaran. Laju kerusakan hutan pada tahun 1985-1997 telah mencapai sebesar 2,2
juta hektar per tahun (FWI, 2001). Kerusakan hutan terutama disebabkan oleh
penebangan liar, kebakaran hutan (baik disengaja atau tidak), pembukaan
perkebunan secara besar-besaran serta kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan
oleh HPH (Hak Pengusahaan Hutan).
Perubahan komposisi tutupan lahan vegetasi dari hutan menjadi lahan
perkebunan, lahan pertanian bahkan lahan terbangun menyebabakan perubahan
penerimaan radiasi yang sampai permukaan bumi. Komposisi tutupan lahan
berupa hutan memiliki radiasi yang akan tertahan di kanopi hutan, namun ketika
komposisi berubah dari komposisi tutupan lahan berupa hutan menjadi lahan
terbuka maka radiasi matahari akan sampai langsung ke permukaan bumi dan
akan diserap sehingga akan meningkatkan suhu permukaan. Menurut Dobos 2013
kemampuan permukaan dalam menyerap, memantulkan dan mentransmisikan
radiasi matahari di pengaruhi nilai albedo. Albedo merupakan nisbah
perbandingan besar radiasi gelombang pendek yang dipantulkan dengan besar
radiasi glombang pendek yang diterima. Nilai albedo dipengaruhi oleh jenis
permukaan, sifat radiasi permukaan, kondisi atmosfer dan sifat fisik tanah. Nilai
albedo tersebut tentu akan mempengaruhi nilai suhu permukaan yang berada di
wilayah tersebut. Perubahan fungsi lahan mengakibatkan berubahnya suhu
permukaan di Provinsi Jambi. Pendekatan yang dapat dilakukan dengan
melakukan penginderaan jauh dengan menggunakan Citra Landsat. Weng et al.
2001 mengestimasi perubahan suhu permukaan akibat perluasan daerah perkotaan
dengan mengkombinasikan data GIS (Geographic Information System)dengan
citra landsat. Hasilnya menunjukkan bahwa pertumbuhan daerah perkotaan
meningkatkan suhu permukaan sebesar 13,01 K yang berkolerasi positif dengan
penurunan biomassa tumbuhan.

2
Penelitian ini akan menghitung nilai albedo, suhu permukaan, dan suhu
udara dengan menggunakan citra satelit landsat. Satelit landsat 5 TM dan 7 ETM
dipilih karena merupakan pengembangan dari citra sebelumnya yang
disempurnakan dengan peningkatan resolusi spasial dan kepakaan sensor
radiometrik. Resolusi Spasial merupakan kemampuan sensor satelit dalam
mengindera ukuran terkecil dari suatu objek sedangkan sensor radiometrik
merupakan kemampuan sensor dalam merekam atau mengindera perbedaan
terkecil suatu objek dengan objek yang lain (ukuran kepekaan sensor). Satelit
landsat memiliki band yang peka terhadap nilai albedo, suhu permukaan dan suhu
udara (lampiran 4). Nilai albedo dan suhu udara diturunkan dari spectral radiance
dengan menggunakan band visible yang peka terhadap tanaman, pengukuran nilai
pantul dan pemetaan tanah dan tumbuhan. Nilai suhu permukaan diturunkan dari
spectral radiance dengan menggunakan band 6 yaitu band thermal yang peka
terhadap pemetaan panas. Nilai suhu udara diinterpolasi dengan menggunakan
metode IDW (Inverse Distance Weighted) sehingga akan terlihat wilayah-wilayah
mana saja yang mengalami perubahan suhu udara.

Perumusan Masalah
Apakah perubahan tutupan lahan wilayah Provinsi Jambi menyebabkan
nilai suhu permukaan dan suhu udara ikut berubah. Jika ya, apa penyebabnya,
seberapa besar perubahan dengan menggunakan data citra satelit dan bagaimana
pola perubahan nilai suhu permukaan dan suhu udara. Jika tidak, hal apakah yang
dominan menyebabkan perubahan tersebut tidak terjadi.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah
1. Mengetahui pengaruh perubahan lahan terhadap nilai-nilai albedo, suhu
permukaan, dan suhu udara yang diturunkan dari citra satelit landsat.
2. Mengetahui perubahan pola distribusi suhu udara yang disebabkan oleh
perubahan lahan.

Manfaat Penelitian
Perhitungan suhu permukaan dapat memberikan informasi mengenai
kemampuan suatu objek seperti tutupan lahan perkebunan, lahan pertanian dan
lahan terbuka dalam menyerap energi radiasi matahari sehingga dapat diketahui
tutupan lahan mana yang paling maksimum menyerap energi radiasi matahari.
Perhitungan suhu permukaan dapat mempengaruhi nilai suhu udara, sehingga
dapat diketahui tutupan lahan apakah yang dapat menyerap energi radiasi
matahari yang tidak membuat suhu udara menjadi naik. Selain itu, hasil
perhitungan suhu permukaan dan suhu udara dapat digunakan dalam perencanaan
tata ruang suatu wilayah dengan melihat apakah wilayah tersebut dapat

3
menampung kapasitas panas dari energi radiasi matahari sehingga tetap berada
dalam suhu dan iklim yang nyaman.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini hanya dibatasi untuk wilayah yang mengalami perubahan
tutupan lahan vegetasi menjadi lahan terbuka. Nilai yang diperoleh
mengggambarkan nilai pergerakan suhu permukaan dan suhu udara yang
mengalami perubahan tutupan lahan dengan citra satelit yang digunakan.

METODE
Waktu dan tempat penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2013 hingga bulan April
2014 di Provinsi Jambi dan Laboratorium Meteorologi dan Pencemaran Atmosfer.
Departemen Geofisika dan Meteorologi, FMIPA IPB. Kegiatan penelitian
dilakukan dua tahap yaitu survei lapangan di Provinsi Jambi pada bulan
September 2013 hingga Januari 2014, tahap kedua pengolahan data di
Laboratorium Meteorologi dan Pencemaran Atmosfer.

Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitan ini adalah data citra setelit Landsat 5
TM dan citra satelit Landsat 7 ETM dengan Path/Row yang digunakan yaitu
125/61. Tahun akuisisi data untuk Landsat 5 TM yaitu tahun 1997, 2000, dan
2009 sedangkan untuk Landsat 7 ETM yaitu tahun 2013. Data citra dapat diunduh
di situs glovis.usgs.gov. Data Landuse 2012 dan data batas administrasi.

Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer
beserta software. Software yang digunakan yaitu ER Mapper 7.1 yang digunakan
dalam pengolahan data citra satelit, ArcGIS 10.1, Google Earth dan Global
Mapper 12 yang digunakan dalam pengolahan GIS (Geographic Information
System). Selain itu digunakan juga Minitab 14 dan Microsoft Office 2007 yang
digunakan dalam pengolahan data.

4
Prosedur Analisis Data
Penelitian dilakukan dalam beberapa proses tahapan, tahapan pertama survei
lapangan untuk menentukan lokasi yang mengalami perubahan tutupan lahan
selanjutnya tahapan kedua melakukan pengolahan data citra satelit.
Pengolahan Awal Data Citra Satelit
Langkah awal dalam pengolahan data citra satelit terdiri dari koreksi
geometrik, membuat file shp wilayah penelitian, pemotongan wilayah penelitian
dan klasifikasi penutupan lahan. Menurut Jensen 2000, Koreksi geometrik
dilakukan agar error geometri dapat dikurangi sehingga proyeksi serta anotasi
citra sesuai dengan peta. Selain itu koreksi geometrik dapat digunakan untuk
pemilihan datum dan Gound Control Point (GCP) yang digunakan untuk
mengkoreksi peta. Pembuatan file shp dilakukan dengan menggunakan software
ArcGIS dengan mendigitasi daerah wilayah penelitian. Pemotongan wilayah
penelitian dengan menggunakan software ER Mapper dan file shp yang telah
dibuat untuk membatasi cakupan wilayah. Klasifikasi penutupan lahan dilakukan
dengan menggunakan metode klasifikasi tak terbimbing. Klasifikasi tak
terbimbing pada citra menggunakan band 5, band 4, dan band 2 baik untuk landsat
5 dan landsat 7. Panjang gelombang band 5 yaitu 1.55-1.75 µm dengan
gelombang SWIR, band 4 yaitu 0.76-0.90 µm dengan gelombang NEAR dan
band 2 yaitu 0.52-0.60 µm dengan gelombang green. Klasifikasi tak terbimbing
merupakan proses pengelompokan dari nilai digital number menjadi beberapa
kelas dengan menggunakan analisis cluster (Indarto dan Faisol 2009). Kelas
klasifikasi dibagi menjadi tiga yaitu badan air, lahan vegetasi (lahan yang
memiliki klorofil seperti hutan, semak, belukar, sawit, dll), lahan terbuka (lahan
non klorofil seperti permukiman, tanah terbuka dll).
Pengolahan Nilai Parameter Suhu Permukaan
Langkah awal dari pengolahan nilai parameter suhu permukaan dengan
menentukan band yang akan digunakan dalam menentukan nilai parameter. Band
6 merupakan band thermal dengan panjang gelombang 10,4-12,5 µm, Spektral
infra merah Termal yang dapat digunakan untuk menganalisis tegakan tumbuhan,
pemisahan kelembaban tanah dan pemetaan panas (Lillesand dan Kiefer 1997).
1. Konversi nilai Digital Number menjadi Spectral Radiance
Digital Number merupakan raw data yang didapat dari citra yang ditangkap
oleh satelit. Nilai digital Number yang terdapat pada band 6 harus di konversi
menjadi Nilai Spectral Radiance dengan menggunakan persamaan dari USGS
(2013) :
Lλ = (
L
Qcal
Qcal max
Qcal min
LMAX
LMIN

LMAX λ–LMIN λ

Qcalmax –Qcalmin

)(Qcal– Qcalmin + LMINλ)

: Spectral radiance band ke-i (Wm sr m )
: Nilai digital number band ke-i
: Nilai piksel maksimum
: Nilai piksel minimum
: Nilai maksimum spectral radiance band ke-i (Wm-2 sr-1 m-1)
: Nilai minimum spectral radiance band ke-i (Wm-2 sr-1 m-1)
-2

-1

-1

(1)

5
2. Konversi nilai Spectral Radiance menjadi Suhu Kecerahan
Suhu Kecerahan adalah perhitungan intensitas radiasi termal yang
diemisikan oleh suatu objek yang diturunkan dari nilai spectral radiance band
termal (Chander et al. 2007). Nilai dari spectral radiance akan di konversi
menjadi nilai suhu kecerahan dengan menggunakan hukum plank dari radiasi
benda hitam (Janssen 2001). Benda hitam dapat menyerap seluruh energi dari
matahari dan memancarkan kembali emisi yang didapatkan. Hukum planck dapat
menghitung intensitas radiasi yang dipancarkan oleh suatu objek permukaan.
Persamaan untuk suhu kecerahan USGS (2013) :
K2
TB =
(2)
K1
ln ⁡
(

L

+1)

TB
: Suhu Kecerahan
K1 (Landsat 5)
: 607.76 Wm-2 sr-1 m-1
K2 (Landsat 5)
: 1260.56 Kelvin
K1 (Landsat 7)
: 666.09 Wm-2 sr-1 m-1
K2 (Landsat 7)
: 1282.71 Kelvin (Chander et al. 2003)
* K1 dan K2 merupakan nilai kalibrasi terhadap sensor landsat.
3. Konversi nilai Suhu kecerahan menjadi Suhu Permukaan
Suhu Permukaan adalah suhu bagian terluar dari suatu objek yang
mendapatkan energi dari sinar matahari. Suhu permukaan menurut data citra
satelit adalah suhu rata-rata dari suatu permukaan yang digambarkan dengan tipetipe permukaan dalam cakupan suatu piksel. Suhu permukaan didapatkan dari
turunan nilai suhu kecerahan dengan menggunakan hukum planck. Hukum planck
memiliki pendekatan dengan objek benda hitam yaitu menyerap seluruh radiasi
elektromagnetik dan memancarkan energi yang diserapnya. Sehingga suhu
permukaan dapat dihitung dengan mengetahui nilai emisivitas dari berbagai
penggunaan lahan. Persamaan yang digunakan menduga suhu permukaan (Artis &
Carnahan. 1982), yaitu :
Ts =
TS
TB

TB


(1+



ln ε)

(3)

: Suhu Permukaan
: Suhu Kecerahan
: Panjang gelombang radiasi emisi (11.5 m)
∂*
: 1,438 x 10-2 mK
ε
: Nilai emisivitas benda (ε badan air 0.98, ε vegetasi 0.95, ε lahan terbuka
0.92) (Jin & Liang 2006, Van De Griend & Owe 1993).
* ∂ didapat dari hc/σ. (h = konstanta planck (6.26 x 10-34J sec),
c = kecepatan cahaya (2.998 x 108 m s-1) dan σ = Konstanta Boltzman
(1.38 x 10-23 J K-1)
4. Spesifik suhu permukaan terhadap luas lahan

�T
TS

�T = LUAS AREA
: Nilai spesifik suhu permukaan (oC ppm/Ha)
: Nilai rata-rata suhu permukaan (oC)

(4)

6
Pengolahan Nilai Parameter Albedo dan Suhu Udara
Langkah awal dari pengolahan nilai parameter albedo dan suhu udara
dengan menetukan band yang akan di gunakan dalam menentukan nilai parameter.
Pengolahan nilai parameter albedo menggunakan band 3, band 2, dan band 1 yang
disebut dengan band visilbe (tampak) dengan panjang gelombang band 3 yaitu
0.63-0.69 µm, band 2 yaitu 0.52-0.60 µm dan band 1 yaitu 0.45-0.52 µm.
Pengolahan nilai parameter suhu udara menggunakan band yang sama seperti
albedo dan ditambah dengan hasil pengolahan nilai parameter suhu permukaan
dan klasifikasi lahan.
1. Konversi nilai spectral radiance menjadi nilai albedo
Albedo merupakan nilai perbandingan antara jumlah radiasi gelombang
pandek yang di pantulkan dengan jumlah energi radiasi gelombang pendek yang
diterima oleh suatu permukaan. Nilai spectral radiance dengan menggunakan
band 3, band 2, dan band 1 dikonversi menjadi nilai albedo dengan menggunakan
persamaan albedo USGS (2013) yaitu:
πL d2
(5)
α=
ESUN cos θ
L
: Spektral radiance tiap kanal
d2
: Jarak astronomi matahari ke bumi (dalam unit astronomi nilainya
mendekati 1)
ESUN : Rata-rata nilai solar spectral Irradiance (W.m-2. m-1) (lampiran 2)
Ѳs
: Sudut zenit matahari
Radiasi gelombang pendek merupakan radiasi yang diberikan oleh sinar
matahari ke suatu permukaan. Radiasi gelombang pendek yang dipantulkan dapat
diduga dengan menggunakan persamaan :
1
Rs out= π x L x d2 x
(6)
band
1

Nilai radiasi yang diperoleh merupakan dari fungsi nilai irradiance dan
band
merupakan nilai tengah panjang gelombang yang digunakan dari setiap band.
Radiasi gelombang pendek yang diterima dapat diduga dengan melihat
perbandingan antara nilai dari radiasi gelombang panjang yang di pantulkan dan
albedo. Persamaan yang digunakan yaitu :
Rs Out
Rs in =
(7)
Nilai total radiasi gelombang pendek (Rs Netto) dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan yaitu :
Rs Netto= Rs in – Rs Out
(8)
Total radiasi gelombang pendek diduga dengan mengurangkan nilai radiasi
pendek yang diterima dengan nilai radiasi pendek yang dipantulkan. Perhitungan
dalam menentukan nilai radiasi netto (Rn) masih dipengaruhi oleh nilai radiasi
gelombang panjang yang keluar permukaan bumi. Gelombang panjang yang
keluar permukaan bumi terhadang dengan adanya aerosol dan partikel, namun
ukuran aerosol dan partikel sangat kecil sehingga radiasi yang dipancarkan
kembali di abaikan, Nilai radiasi gelombang panjang yang dipancarkan (RL Out)
diturunkan dari persamaan Stefan-Bolztman, yaitu :
RL out = ε σ Ts4
(9)

7
RL Out: Radiasi gelombang panjang yang diemisikan oleh
permukaan objek (Wm-2)
ε
: Emisivitas
σ
: Tetapan Stefan-Bolztman (5.67 x 10-8 Wm-2K-4)
Ts
: Suhu Permukaan (K)
Nilai radiasi netto (Rn) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
Rn = Rs Netto – RL Out

(10)

2. Perhitungan Soil Heat Flux (G)
Bahang tanah (soil heat flux) merupakan bahang yang diterima oleh suatu
objek dari sinar radiasi matahari. Perpindahan bahang tanah (soil heat flux)
dipengaruhi oleh perbedaan suhu permukaan, suhu tanah dan nilai konduktivitas
thermal (k) dari suatu jenis tanah. Allen et al. (2001) menghitung soil heat flux
dari nilai radiasi netto, suhu permukaan, albedo dan Normalized Difference
Vegetation Index (NDVI) dengan menggunakan persamaan berikut :
G
Rn

=



(0.0038α+0.0074α2) (1-0.98NDVI4)

(11)

-2

G
: Perpindahan bahang tanah (soil heat flux) (Wm )
α
: Albedo permukaan (diturunkan dari data satelit)
NDVI : Normalized Difference Vegetation Index (diturunkan dari data satelit)
3. Perhitungan Sensible Heat Flux (H)
Sensible heat flux merupakan energi radiasi netto yang digunakan dalam
proses pemanasan udara di atmosfer secara konveksi (Monteith & Unsworth
1990). Persamaan yang digunakan merupakan modifikasi persamaan dari bowen
H
rasio β= dan neraca energi Rn=H+G+LE dan sehingga diperoleh :
LE

H=
Nilai badan air yaitu 0.11 dan
yaitu 4 (Oliver 1973).

β(Rn −G)

(12)

1+β

lahan Vegetasi yaitu 0.50 dan

lahan terbuka

4. Perhitungan Suhu Udara (Ta)
Suhu udara adalah energi kinetis rata-rata dari pergerakan molekul yang
dipengaruhi oleh radiasi matahari. Persamaan yang digunakan dari modifikasi
persamaan Monteith & Unsworth (1990) yaitu :
HraH
)
(13)
Ta = Ts - (
���



H
: Fluks Pemanasan Udara (Wm-2)
raH* : Tahanan Aerodinamik
ρair : Kerapatan udara lembab (1.27 kg m-3) .
Cp
: Panas spesifik udara pada tekanan konstan (1004 J Kg-1 K-1)
Ts
: Suhu permukaan (K)
Ta
: Suhu udara (K)
* Tahanan Aerodinamik menggunakan rumus 31,9.u-0,96 , u untuk badan air 2,01,
u untuk lahan vegetasi 1,79 dan u untuk lahan terbuka 1,41 (Khomarudin 2005).
5. Interpolasi IDW (Inverse Distance Weighted)
Interpolasi adalah metode untuk mendapatkan data berdasarkan beberapa
data yang telah diketahui. Interpolasi berdasarkan pemetaan adalah proses

8
estimasi nilai pada wilayah yang tidak disampel atau ukur. Metode IDW dapat
dikelompokkan dalam estimasi deterministic dimana interpolasi dilakukan
berdasarkan perhitungan matematik. Menurut NCGIA (1997) Metode Inverse
Distance Weighted (IDW) merupakan metode deterministik yang sederhana
dengan mempertimbangkan titik disekitanya. Model Deterministik diasumsikan
bahwa kejadian-kejadian yang ada memiliki peluang yang tetap. Metode ini
memiliki asumsi yaitu nilai interpolasi akan lebih mirip pada data sampel terdekat
daripada yang terjauh. Sedangkan bobot akan berubah secara linear sesuai dengan
jaraknya dengan data sampel. (Pramono H 2005). Interpolasi IDW digunakan
pada suhu udara. Suhu udara merupakan suhu di atas permukaan bumi sehingga
tidak di pengaruhi oleh objek tertentu.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Profil Wilayah Kajian
Provinsi Jambi adalah sebuah provinsi Indonesia yang terletak di pesisir
timur di bagian tengah pulau sumatera. Secara geografis wilayah kajian berada
pada 0.450 Lintang utara - 2.450 Lintang Selatan dan 101.100 – 104.550 Bujur
Timur. Batas-batas Provinsi Jambi yaitu sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi
Riau, sebelah Timur dengan Laut Cina Selatan, sebelah Selatan berbatasan dengan
Provinsi Sumatera Selatan dan sebelah Barat dengan Provinsi Sumatera Barat dan
Provinsi Bengkulu. Kondisi geografis yang cukup strategis di antara kota-kota
lain di provinsi sekitarnya membuat peran provinsi ini cukup penting terlebih lagi
dengan dukungan sumber daya alam yang melimpah. Berdasarkan data
Pemerintah Provinsi Jambi 2013, topografi Provinsi Jambi bervariasi. Provinsi
Jambi berada di bagian tengah Pulau Sumatera dengan topografi wilayah yang
bervariasi mulai dari ketinggian 0 meter diatas permukaan laut (mdpl) di bagian
timur sampai pada ketinggian di atas 1.000 meter diatas permukaan laut (mdpl),
ke arah barat kontur lahannya semakin tinggi dimana di bagian barat merupakan
kawasan Sumatera Barat yang merupakan bagian dari kawasan Taman Nasional
Kerinci Seblat.
Luas wilayah Provinsi Jambi tercatat 53.435,92 Km2 yang terbagi atas luas
daratan 48.989,98 Km2 dan luas lautan 4.445,94 Km2. Iklim Provinsi Jambi
bertype A berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson dengan curah hujan ratarata 1.903.200 mm/tahun dan rata-rata curah hujan 116-154 hari pertahun.
Klasifikasi Schmidt dan Ferguson ditentukan dengan memperhatikan unsur iklim
curah hujan dan memerlukan data hujan bulanan paling sedikit 10 tahun. Kriteria
yang digunakan adalah menentukan bulan kering dengan curah hujan dibawah 60
mm, bulan lembab dengan curah hujan 60 -100 mm dan bulan basah dengan curah
hujan diatas 100 mm pada masing-masing bulan setiap tahun. Tipe A pada
klasifikasi Schmidt dan Ferguson mencirikan daerah sangat basah dengan vegetasi
hutan hujan tropis. Provinsi Jambi mengalami musim hujan pada bulan oktober
sampai dengan april dan musim kemarau pada bulan mei sampai september.

9

Gambar 1 Wilayah kajian

Perubahan Luasan Penutupan Lahan
Penutupan lahan pada wilayah kajian diklasifikasikan dengan menggunakan
metode klasifikasi tidak terbimbing. Metode klasifikasi tidak terbimbing
menggunakan cara pengelompokan piksel-piksel menjadi beberapa kelas dengan
menggunakan analisis cluster. Kelas klasifikasi dibagi atas empat kelas yang
terdiri dari badan air, lahan vegetasi, lahan terbuka dan awan. Alasan pembagian
kelas klasifikasi lahan dibagi empat dikarenakan penelitian ini fokus melihat
perubahan lahan di Provinsi Jambi yang mayoritas hutan yang berubah menjadi
lahan terbuka. Badan air termasuk dalam kelas klasifikasi dikarenakan Provinsi
Jambi memiliki area lahan gambut yang akan mempengaruhi komposisi
penutupan lahan. Lahan vegetasi dalam kelas klasifikasi dibagi atas semak,
belukar, hutan dan lahan pertanian. Lahan terbuka dalam kelas klasifikasi dibagi
atas area pembukaan lahan, bangunan dan perumahan dan jalan. Dalam
pengolahan kelas klasifikasi lahan data yang digunakan yaitu data band pada citra
satelit landsat yaitu band 542. Kombinasi band 542 dapat mendeteksi dan
membedakan hasil pemotretan citra secara visual dengan menempatkan band 542
pada ruang tiga warna primr (red green blue)secara berurutan. Kombinasi band
542 merupakan band yang terdiri dari gelombang mid IR dengan panjang
gelombang 1.55-1.75 m yang peka terhadap pantulan batuan dan kelembaban
tanah, gelombang NIR dengan panjang gelombang 0.75-0.90 m yang peka
terhadap pantulan struktur internal daun sehingga dapat menentukan kandungan
biomassa dan tipe vegetasi dan gelombang hijau yang peka terhadap kesuburan
dan pantulan nilai hujau vegetasi dengan panjang gelombang 0.525-0.605 m
(EROS data center 1995).

10

Persentase Luas Lahan

52

48

46

42
40
37

34

30

Badan Air
Lahan Vegetasi

18

1997

17

2000

18

2009

18

Lahan Terbuka

2013

Gambar 2 Persentase kelas tutupan lahan dengan data citra Landsat

Persentase badan air dari tahun 1997 sampai 2013 tidak mengalami
perubahan yang signifikan, rata-rata persentase berada pada angka 17,75 hal ini
dikarenakan perubahan lahan badan air tidak terlalu dimanfaatkan sehingga relatif
stabil dan perubahan lahan yang terlihat signifikan pada lahan vegetasi dan lahan
terbuka. Pada tahun 1997 persentase lahan vegetasi cenderung rendah dan
persentase lahan terbuka cenderung meningkat hal ini menunjukkan bahwa
adanya area pembukaan lahan hutan yang dimanfaatkan oleh pihak terkait.
Menurut Lubis I dan Surya 2001 Adanya konflik kepentingan menyebebkan
adanya kebakaran hutan yang panjang disumatera pada tahun 1990-an. Provinsi
Jambi mengalami dampak yang sangat serius pada kebakaran hutan lahan gambut
dengan jumlah titik api 440 titik pada bulan juli sampai otober 1997. Memasuki
tahun 2000 terlihat adanya peningkatan persentase luas lahan vegetasi sebesar 6%
dari tahun 1997-2000. Hal ini disebabkan oleh kondisi lahan yang sebelumnya
terbakar mengalami suksesi yang berasal dari vegetasi lantai hutan seperti semak
dan perdu serta pemanfaatan oleh pihak-pihak terkait dalam penanaman kelapa
sawit. Kondisi ekosistem hutan yang terbakar akan merubah dari tipe hutan yang
tertutup dengan formasi hutannya yang terdiri dari strata pohon sampai strata
paling bawah atau lantai hutan menjadi lahan terbuka dan membentuk vegetasi
pionir dan rintisan. Tidak tertutup kemungkinan kondisinya akan berubah menjadi
ekosisitem padang rumput dan ekosistem rawa terbuka (Lubis I dan Surya 2001).
Akibatnya persentase luas lahan terbuka mengalami penurunan sebesar 7%. Pada
tahun 2009 persentase luas lahan vegetasi mengalami penurunan sebesar 4%
dibandingkan tahun 2000 dan persentase lahan terbuka mengalami kenaikan
sebesar 4%. Hal ini dikarenakan pada tahun 2009 diduga perkebunan kelapa sawit
mengalami akhir pemanenan sehingga terjadi pergantian tanaman kelapa sawit
baru dan aktivitas pembangunan yang meningkat. Namun persentase luas lahan

11
vegetasi mengalami penurunan kembali pada tahun 2013 sebesar 6% dan
persentase luas lahan terbuka mengalami kenaikan sebesar 6%, hal ini
dikarenakan pembukaan perkebunan kelapa sawit yang terus melonjak dan
pembukaan lahan besar-besaran untuk di jadikan area industri dan bandara.
Perkembangan dan pembangunan infrastruktur yang semakin meningkat sebesar
80% pada pembangunan rumah sederhana (Rahman 2010). Luasan tiap tutupan
lahan diwilayah kajian tidak sepenuhnya menunjukkan kondisi di lapangan karena
faktor error spasial saat proses klasifikasi dilakukan.

Distribusi Spasial Albedo
Albedo adalah rasio total radiasi matahari yang di pantulkan (RS out)
terhadap total radiasi yang masuk (RS in) (stull 2000). Nilai albedo dapat
memberikan informasi fisik pada suatu objek yang mendapat radiasi. Nilai albedo
diekstraksi dari data citra landsat dengan menggunakan band visible yaitu band 3,
band 2, dan band 1 yang memiliki kisaran panjang gelombang pendek (band 3 =
0.63-0.6λ m, band 2 = 0.52-0.60 m, band 1 = 0.45-0.52 m).

Tabel 1 Nilai albedo hasil ekstraksi data citra landsat dan literatur
Albedo Ekstraksi dari citra
Albedo Literatur
Klasifikasi Lahan

1997

2000

2009

2013

Badan Air

0.054

0.050

0.052

0.056

0.05-0.09 *

Lahan Vegetasi

0.092

0.083

0.089

0.098

0.06-0.20 **

Lahan Terbuka

0.187

0.118

0.106

0.134

0.07-0.40 ***

Keterangan : * Stull (2000) ** Dobos (2003) ***Post et al (2000)

Nilai albedo berkisar antara 0 sampai 1 yang berarti ketika bernilai 0 maka
objek menyerap seluruh panjang gelombang yang datang sedangkan bernilai 1
maka objek memantulkan seluruh panjang gelombang yang datang. Albedo yang
dihasilkan tiap permukaan bervariasi berdasarkan tipe tutupan lahan (Wen 2009).
Albedo dipengaruhi oleh nilai gelombang pendek yang datang (Rs In) dan
gelombang pendek yang dipantulkan (Rs Out) oleh suatu objek. Nilai Rs In untuk
semuat tutupan lahan yaitu 534,4 – 586,3 Wm-2 untuk tahun 1997, 540,2 – 597,9
Wm-2 untuk tahun 2000, 630,1 – 679,4 Wm-2 untuk tahun 2009 dan 612,3 – 640,2
Wm-2 untuk tahun 2013. Nilai Rs Out tiap tutupan lahan berbeda-beda yaitu badan
air (35,1 – 40,2 Wm-2), lahan vegetasi (52,9 – 72 Wm-2), dan lahan terbuka (79 –
193 Wm-2). Nilai albedo (Tabel 1) yang terkecil pada lahan badan air dan tertinggi
pada lahan terbuka. Hal ini menunjukkan bahwa badan air meyerap lebih banyak
radiasi yang datang sedangkan lahan terbuka memantulkan radiasi yang datang.
Tabel 1 terlihat kisaran nilai albedo dari ekstraksi citra satelit landsat masuk
kedalam rentang nilai dari hasil penelitan sebelumnya. Nilai albedo tiap klasifikasi

12
lahan berbeda yang dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kandungan air, warna
dan kekasaran permukaan. Albedo pada tutupan lahan vegetasi memeiliki nilai
yang lebih kecil dibandingkan dengan lahan terbuka. Radiasi yang didapatkan
pada lahan cenderung sama namun radiasi yang dipantulkan cenderung berbeda.
Radiasi yang dipantulkan pada permukaan vegetasi lebih rendah dari pada
penutupan lahan non vegtasi (Dobos 2003).

Gambar 3 Distribusi Nilai Albedo

Gambar 3 menunjukkan sebaran nilai albedo pada tiap-tiap tahun. Tahun
1997 terlihat nilai albedo dominan berada pada kisaran nilai 0,3-0,7. Tahun 2000
terlihat nilai albedo dominan lebih rendah dari tahun sebelumnya pada kisaran
nilai 0,3 -0,5. Pada tahun 2009 terlihat nilai albedo mengalami kenaikan yang
dominan pada nilai 0,2-0,6. Pada tahun 2013 terlihat nilai albedo mengalami
puncak penyebaran dengan dominan pada nilai 0,15-0,72. Nilai albedo yang besar
menunjukkan radiasi gelombang pendek yang dipantulkan permukaan juga besar
sedangkan albedo yang kecil menunjukkan radiasi gelombang pendek yang
dipantulkan permukaan tersebut rendah. Selain itu nilai albedo yang besar
menunjukkan radiasi gelombang pendek yang diserap kecil sedangkan nilai
albedo yang kecil menunjukkan radiasi gelombang pendek yang diserap besar.
Dari gambar 3 menunjukkan bahwa adanya perubahan lahan yang cenderung
besar yang puncaknya pada tahun 2013 dimana nilai albedo pada kisaran yang
nilai yang besar menjelaskan bahwa objek memantulkan radiasi yang datang.
Lahan vegetasi lebih banyak menyerap radiasi yang datang sedangkan lahan
terbuka lebih banyak memantulkan radiasi yang datang.

13
45

Suhu Permukaan
Suhu Udara

Suhu (Celcius)

40

y = 1.335x + 18.44
R² = 0.900

35

30

25

y = 0.460x + 19.44
R² = 0.882

20

15
0.05 0.05 0.06 0.08 0.09 0.09 0.09 0.09 0.09 0.12 0.16 0.20 0.20 0.21 0.21 0.22 0.24

Albedo
Gambar 4 Hubungan Albedo, Suhu permukaan dan suhu udara

Albedo merupakan perbandingan sinar datang dan sinar dipantulkan dari
suatu objek. Sinar datang yang mengenai objek akan membuat objek menyerap
energi/radiasi sehingga meningkatkan suhu permukaan pada objek tersebut, suhu
permukaan akan mempengaruhi suhu udara yang berada diatas objek tersebut.
Gambar 4 terlihat adanya hubungan antara albedo, suhu permukaan dan suhu
udara. Suhu permukaan mengalami kenaikan maka suhu udara dan albedo relatif
mengikuti untuk naik. Nilai albedo erat kaitannya dengan suatu objek, nilai albedo
dan suhu permukaan suatu benda tergantung dengan sifat fisik permukaan objek
diantaranya emisivitas, kapasitas panas jenis dan kondutivitas termal. Emisivitas
adalah kemampuan suatu objek untuk menyerap radiasi. Kapasitas panas adalah
besaran yang menggambarkan banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan
suhu suatu objek. Konduktivitas termal adalah suatu besaran yang menunjukkan
kemampuannya untuk mengahantarkan panas. Suatu objek mendapatkan radiasi
dan objek memiliki emisivitas dan kapasitas panas yang besar dan konduktivitas
termal yang rendah maka radiasi cenderung diserap yang menunjukkan nilai
albedo kecil dan suhu permukaan objek tersebut akan menurun dan suhu udara
yang berada diatas suhu permukaan akan cenderung mengalami penurunan
contohnya pada badan air, sedangkan emisivitas dan kapasitas panas yang rendah
dan konduktivitas termal besar maka radiasi akan dipantulkan yang berarti nilai
albedo besar dan suhu permukaan akan meningkat contohnya pada lahan terbuka
berupa bangunan/daratan (Sutanto 1994).

Distribusi Spasial Suhu Permukaan
Suhu permukaan merupakan suhu terluar dari suatu objek (suhu permukaan
air pada badan air, kanopi vegetasi pada lahan vegetasi dan permukaan
tanah/bangunan pada lahan terbuka). Suhu permukaan pada citra landsat

14
mengunakan band 6 yaitu band thermal. Band 6 dengan panjang gelombang 10.412.5 m dapat mendeteksi gejala alam yang berhubungan dengan panas sehingga
dapat digunakan untuk pemetaan dan informasi geologi thermal (Eros Data Center
1995). Suhu permukaan didapat dari ekstraksi spectral radiance kemudian
menjadi suhu kecerahan dan diturunkan menjadi suhu permukaan.

Gambar 5 Distribusi Suhu Permukaan di Provinsi Jambi (0C)

Hasil suhu permukaan rataan hasil ekstraksi data citra satelit Landsat pada
lahan badan air, lahan vegetasi dan lahan terbuka berturut-turut adalah Nilai
minimum dari pengolahan data citra yaitu 36oC, 38 oC, 41 oC untuk tahun 1997, 31
o
C, 35 oC, 38 oC untuk tahun 2000, 31 oC, 33 oC, 38 oC untuk tahun 2009, 32 oC, 36
o
C, 41 oC untuk tahun 2013. Peningkatan suhu permukaan dari lahan badan air,
lahan vegetasi dan lahan terbuka disebabkan oleh perbedaan emisivitas, kapasitas
panas dan kondutivitas termal. Gambar 5 terlihat sebaran dan nilai rata-rata suhu
permukaan tiap tahun. Tahun 1997 memiliki sebaran yang luas namun suhu
permukaan rata-rata cenderung kecil, hal ini disebabkan oleh adanya awan
sehingga memiliki nilai minus. Tahun 2000 memiliki sebaran yang normal dengan
suhu permukaan rata-rata meningkat dari tahun sebelumnya. Tahun 2009 suhu
permukaan rata-rata cenderung menurun namun penyebaran lebih banyak pada
sisi atas kotak. Tahun 2013 memiliki sebaran yang padat pada suhu yang tinggi
dengan nilai suhu permukaan rata-rata yang besar yaitu 31.8 yang menunjukkan
bahwa kemampuan wilayah dalam menyimpan panas yang berasal dari radiasi
mengalami penurunan dan lebih banyak memantulkan radiasi yang datang.
semakin besar kotak pada tiap-tiap tahun menunjukkan perubahan lahan
cenderung besar. Tahun 2013 perubahan lahan terlihat jelas hal ini disebabkan
nilai suhu permukaan rata-rata besar dan memiliki kotak yang besar. Nilai rata-

15

Spesifik Suhu Permukaan (ppm C/Ha)

rata suhu permukaan berbeda-beda hal ini dipengaruhi oleh tanggal akuisisi dari
data yang digunakan. Tanggal akuisisi data mempengaruhi besar radiasi yang
datang. Weng et al. (2001, 2004) juga menjelaskan bahwa kondisi amtosfer saat
pemotretan citra, kondisi vegetasi, biomassa vegetasi, tutupan lahan, serta
perbedaan pencahayaan radiasi matahari pada data citra dapat mempengaruhi nilai
suhu permukaan.
Pengolahan data pada suhu permukaan dipengaruhi oleh suhu permukaan
awan. Data citra satelit yang digunakan tidak terlalu bersih dari awan sehingga
nilai suhu permukaan dari awan dihapus dari data. Dikarenakan permukaan
dibawah awan tidak diketahui berapa nilai suhu permukaannya sehingga diambil
batas yaitu sebesar 0 (0C), hal ini diakibatkan oleh nilai minimum pada hasil
pengolahan data. Perubahan suhu permukaan dipengaruhi berbagai faktor-faktor
yaitu emisivitas, kapasitas panas jenis, dan konduktivitas termal pada lahan
tersebut. Suatu objek dipermukaan yang memiliki emisivitas dan kapasitas panas
jenis rendah sedangkan konduktivitas termalnya tinggi maka objek tersebut akan
mendapat suhu permukaan yang lebih tinggi. Terlihat badan air memiliki
emisivitas dan kapasitas panas jenis paling tinggi dibandingkan lahan vegetasi dan
lahan terbuka sehingga suhu akan lebih rendah dibandingkan lahan vegetasi dan
lahan terbuka. Emsivitas badan air, lahan vegetasi dan lahan terbuka yaitu
0.98,0.95,0.92. Selain itu nilai NDVI dari badan air, lahan vegetasi dan lahan
terbuka semakin berkurang, menurut Weng et al (2004) menyatakan bahwa suhu
permukaan berkorelasi negatif dengan NDVI.

18
16.92

16
14
12

11.15
11.08

10

10.19

8
6

4
2
0
1997

2000

2009

2013

Gambar 6 Nilai Spesifik Suhu permukaan terhadap luas area (ppm OC/Ha)

Nilai spesifik suhu permukaan merupakan nilai yang didapat dari nilai ratarata suhu permukaan dibagi luas area. Nilai spesifik suhu permukaan digunakan
untuk melihat faktor perubahan lahan. Gambar 6 menjelaskan nilai spesifik suhu
permukaan pada masing-masing tahun yang dibagi luas lahan. Nilai spesifik suhu

16
permukaan pada tahun 1997 sebesar 11.15 ppm oC/Ha dengan nilai suhu
permukaan rata-rata yaitu 27.8 oC. Tahun 2000 nilai suhu permukaan rata-rata
sebesar 24 oC dan spesifik suhu permukaan mengalami penurunan. Pada tahun
2009 nilai suhu permukaan mengalami kenaikan yaitu 26.2 oC dan peningkatan
puncak pada tahun 2013 dengan nilai suhu permukaan rata-rata yaitu 31.4 oC dan
nilai spesifik suhu permukaan yaitu 16.92 ppm oC/Ha. Dilihat dari tahun 1997 –
2000 menunjukkan penurunan nilai spesifik suhu permukaan yang menjelaskan
bahwa faktor perubahan lahan diwilayah kajian cenderung menurun. Sedangkan
dilihat dari tahun 2000 – 2013 menunjukkan kenaikan nilai spesifik suhu
permukaan yang menjelaskan bahwa faktor perubahan lahan diwilayah kajian
meningkat. Peningkatan terlihat ditahun 2013 apabila dibandingkan dengan tahun
lainnya. Gambar 2 terlihat pada tahun 2000 – 2009 lahan vegetasi mengalami
penurunan dan lahan terbuka mengalami peningkatan. Peningkatan lahan terbuka
sebesar 4 % (165250 Ha) dengan nilai spesifik suhu permukaan yaitu 7.94x106
o
C/Ha. Pada tahun 2009 – 2013 persentase luas lahan vegetasi mengalami
penurunan dan lahan terbuka mengalami peningkatan sebesar 6 % (341331,25 Ha)
dengan nilai spesifik suhu permukaan yaitu 9,03x106 oC/Ha.

Distribusi Spasial Suhu Udara
Suhu udara adalah tingkat atau derajat panas dari kegiatan molekul dalam
atmosfer. Suhu udara dipengaruhi oleh suhu permukaan dikarenakan suhu udara
di atmosfer dipengaruhi oleh permukaan wilayah tersebut. suhu udara tidak
dipengaruhi oleh suatu objek yang terkena radiasi matahari, namun suhu udara
dipengaruhi oleh partikel-partikel/molekul yang berada pada wilayah tersebut dan
dipengaruhi oleh angin. Semakin kasar molekul/partikel disuatu tempat maka
suhu udara cenderung meningkat sedangkan semakin kecil molekul/partikel
disuatu tempat maka suhu udara cenderung menurun. Dikarenakan tidak
dipengaruhi objek sehingga suhu udara dapat di interpolasi dengan metode IDW.
Interpolasi IDW (Inverse Distance Weighting) adalah teknik interpolasi lokal
deterministik yang menghitung nilai rata-rata sebagai jarak poin terdekat terhadap
sampel. Poin lebih dekat terhadap sample memiliki pengaruh yang lebih besar dari
bobot yang terjauh. Teknik interpolasi IDW tidak menghasilkan puncak, lubang,
dan lembah dari input sample dan menyesuaikan dengan struktur data input.
Teknik intrpolasi didasarkan pada prinsip-prinsip autokorelasi spasial. Prinsip
interpolasi mengasumsikan bahwa poin lebih dekat lebih mirip dibandingkan poin
yang terjauh

17

Tahun 1997

Tahun 2000

Tahun 2009

Tahun 2013

Gambar 7 Peta hasil nilai suhu udara menggunakan Interpolasi IDW

Perubahan suhu udara diakibatkan perubahan lahan di permukaan.
Perubahan lahan dari lahan vegetasi ke lahan terbuka membuat suhu cenderung
naik. Gambar 7 menunjukkan sebaran nilai suhu udara dengan menggunakan
interpolasi IDW. Tahun 1997 suhu cenderung rendah dikarenakan pada tahun
1997 baru pembukaan lahan menjadi perkebunan. Suhu cenderung meningkat
dengan bertambahnya tahun. Puncak dari meningkatnya suhu udara yaitu pada
tahun 2013. Penyebaran suhu terlihat semakin bertambah dibagian timur provinsi
jambi, hal ini dikarenakan bagian timur provinsi jambi merupakan daerah ibukota
provinsi jambi yang terdapat pusat pemukiman dan aktivitas kerja sehingga
pembangunan dan deforestasi hutan meningkat. Bagian utara juga mengalami
peningkatan suhu dikarenakan di daerah ini pada tahun 2013 mengalami
pembukaan lahan perkebunan dan untuk pembangunan daerah seperti pembuatan
bandara dan pemukiman.

18

Gambar 8 Distribusi perubahan nilai Suhu Udara

Gambar diatas menggambarkan distribusi perubahan nilai suhu udara dari
tahun sekarang dengan tahun sebelumnya. Tahun 1997 menjadi tahun
pembanding yang akan dibandingkan dengan tahun selanjutnya. Terlihat
perubahan tahun 1997 dan 2000 mempunyai hasil berkorelasi negatif, hal ini
menunjukkan tahun 1997 sebaran nilai suhu udara lebih besar dari nilai suhu
udara tahun 2000. Tahun 2000 dan tahun 2009 mempunyai hasil berkorelasi
normal yang menunjukkan bahwa tahun 2000 dan tahun 2009 memiliki nilai suhu
udara yang hampir sama atau memiliki perbedaan cenderung kecil. Tahun 2009
dan tahun 2013 mempunyai hasil berkorelasi positif yang menunjukkan bahwa
tahun 2013 memilki nilai suhu udara yang lebih besar dari tahun 2009. Semakin
besar range dari selisih tahun nilai suhu udara maka dianggap bahwa daerah
tersebut cenderung memiliki kondisi kenyamanan yang kurang baik. Suhu udara
merupakan suhu yang terdapat di atmosfer dan tidak dapat pengaruh dari suatu
objek tertentu. Faktor yang mempengaruhi suhu udara yaitu radiasi dari sinar
matahari dan topografi. Suhu udara sangat di pengaruhi oleh permukaan bumi
atau tutupan lahan dari suatu tempat.
Hubungan suhu udara dan klasifikasi lahan menunjukkan pengaruh yang
signifikan, ketika lahan vegetasi berkurang maka suhu udara cenderung naik,
sebaliknya ketika lahan vegetasi bertambah maka suhu udara cenderung turun.
Perubahan suhu dari tahun 1997 sampai 2013 terjadi secara berurutan. Suhu udara
tahun 1997 yaitu 29 0C, tahun 2000 yaitu 27 0C, tahun 2009 yaitu 28 0C dan tahun
2013 yaitu 290C. Tahun 1997 cenderung lahan vegetasi berkurang sehingga suhu
udara cenderung naik yang disebabkan pembukaan perkebunan kelapa sawit,
sedangkan tahun 2000 suhu cenderung mengalami penurunan dan perkubunan

19
mulai berkembang sehingga lahan vegetasi mengalami pertumbuhan. Tahun 2013
beberapa daerah di provinsi jambi membuka lahan secara besar besaran sehingga
lahan vegetasi cenderung berkurang yang berdampak naiknya suhu udara

SIMPULA