Pengaruh Perubahan Penutupan Lahan Terhadap Distribusi Suhu Permukaan di Kota Bogor Dengan Menggunakan Citra Satelit Landsat dan Sistem Informasi Geografis

(1)

DI KOTA BOGOR

DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT

DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

NUR IKHWAN KHUSAINI

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008


(2)

PENGARUH PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN TERHADAP

DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN

DI KOTA BOGOR

DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT

DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

NUR IKHWAN KHUSAINI

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008


(3)

DI KOTA BOGOR

DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT

DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

NUR IKHWAN KHUSAINI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008


(4)

RINGKASAN

Nur Ikhwan Khusaini (E34103048). Pengaruh Perubahan Penutupan Lahan Terhadap Distribusi Suhu Permukaan di Kota Bogor Dengan Menggunakan Citra Satelit Landsat dan Sistem Informasi Geografis.

Dibimbing oleh Dr. Ir. Lilik B Prasetyo, M.Sc dan Dr. Ir . Endes N. Dahlan, MS.

Kota Bogor mengalami banyak perubahan luas lahan dalam beberapa tahun terakhir. Kondisi ini disebabkan karena meningkatnya jumlah penduduk dan aktivitasnya. Terbatasnya area untuk pemukiman dan aktivitas penduduk menyebabkan berubahya fungsi lahan. Keadaan ini akan mempengaruhi suhu permukaan Kota Bogor. Pengindraan jarak jauh dilakukan untuk memperoleh data spasial dalam waktu yang singkat dan akurasi yang tinggi. Selain itu, pengindraan jarak jauh akan memudahkan penggunanya untuk mendapatkan informasi tanpa melakukan survey langsung kelapangan, dan akan lebih baik jika dalam penggunaanya digabungkan dengan sistem informasi geografis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi perubahan penutupan lahan dan distribusi suhu permukaan dan hubungan antara keduanya di Kota Bogor dari tahun 1997 dan 2006.

Penelitian ini dilakukan di Kota Bogor dan pengolahan data dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan dan Permodelan Spasial, Fakultas Kehutanan, IPB dimulai dari bulan November 2007 hingga Februari 2008. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa citra Landsat 5 TM (Path 122 Row 65) tanggal 28 Juli 1997 dan Llandsat 7 ETM (Path 122 Row 65) tanggal 26 Juli 2006, Peta Batas Administratif Kecamatan Kota Bogor, data pendukung berupa data kependudukan. Alat yang diperlukan untuk pengolahan data dan analisis data yaitu satu set komputer beserta perangkat lunak ERDAS Imagine 9.0 untuk pengolahan citra dan analisis data, ArcView untuk pengolahan Sistem Informasi Geografis dan layout peta, Microsoft Excel untuk perekapan data dan pembuatan grafik, GPS untuk pengecekan lapangan. Pengolahan data Landsat meliputi layer stack, koreksi geometrik, pemotongan citra, klasifikasi penutupan lahan, uji akurasi. Untuk mengetahui distribusi suhu dilakukan konversi nilai-nilai pixel pada citra Landsat.

Hasil penelitian menunjukan bahwa Kota Bogor mengalami penurunan luas wilayah pada penutupan lahan badan air, vegetasi, ladang,dan semak dan rumput. Penurunan luas wilayah terbesar pada penutupan lahan ladang yaitu sebesar 385,38 Ha. Sedangkan peningkatan luasan terjadi pada wilayah penutupan lahan ladang terbangun. Peningkatan luasan wilayah tebangun sebesar 405,99 Ha. Peningkatan luas terbangun ini sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk 205.218 Jiwa dengan pertambahan rumah tangga sebanyak 46.578. Distribusi suhu permukaan di Kota Bogor pada Tahun 1997 hingga 2006 terjadi peningkatan luas penyebaran pada kelas suhu 24-28 OC dan terjadi penurunan luas penyebaran pada kelas

suhu 20-24 OC.

Perubahan luas lahan disebabkan oleh penambahan populasi penduduk dan aktivitasnya. Perubahan ini tidak hanya mempengaruhi luas lahan tetapi juga mempengaruhi distribusi suhu permukaan. Akan tetapi, perubahan luas lahan bukan satu-satunya faktor yang menyebabkan perubahan suhu. Salah satu faktor yang lainnya adalah gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global.

Kata kunci : Perubahan Jumlah Penduduk, Perubahan Penutupan Lahan, Perubahan Distribusi Suhu Permukaan.


(5)

Nur Ikhwan Khusaini (E34103048). The Influence of Land Coverage Alteration to Surface Temperatures Distribution in Bogor Using Landsat Image and Geographic Information System.

Under Supervision of Dr. Ir. Lilik B Prasetyo, M.Sc and Dr. Ir . Endes N. Dahlan, MS.

Bogor has many alteration in land coverage this recent years. This condition caused by increasing the number of citizen and their activity. Limited area for residence and human activity make the change of land function. Thus, will influence surface temperature in Bogor. Remote sensing try to get spatial data in a short time and wide area with high accuracy. These will make the user easier to get information without doing any field survey, and better if it is combined with Geographic Information System. The aims of this study are to identify land coverage alteration, distribution of surface temperature and both relation in Bogor from 1997 until 2006.

The study was conducted in Bogor and then I analyzed the data in Environment Analysis and Spatial Modeling Laboratory, Faculty of Forestry started from November 2007 until February 2008. I used landsat 5 TM image (Path 122 Row 65) on July 28th 1997 and landsat 7 ETM (Path

122 Row 65) on July 26th 2008., district boundary map of Bogor, and demography data. Besides, I

also used computer with ERDAS Imagine 9.0 for analyze the image, Arcview for processing Geographic Information System and map layout, Microsoft Excel for tabulation, and ground check point using GPS. Landsat data processing includes layer stack, geometric correction, subset image, land coverage classification and accuracy test were analyzed. Temperature distribution was known from the value of pixels on landsat images.

The result of this study show that Bogor has declined in body water coverage, vegetation, field, bushes and grass. The biggest declining happened on field coverage as wide as 385,38 Ha. While the increasing broad area was in land built area with 405,99 Ha which was equal to the number of human population as much 205.218 peoples. There were increasing distribution area of the surface temperature from 24-28° C and decreasing happened in the range of 20-24° C.

Land coverage alteration influenced by increasing the number of human population and their activity. And this alteration not only influence in the point of those land coverage but also will influence the surroundings and the surface temperature. But, the alteration of land coverage not the only factor which influence the surface temperature. There are a lot of factors and one of it is gas house effect which caused global warming.

Keywords: Human population total change, land coverage alteration, surface temperature distribution


(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Perubahan Penutupan Lahan Terhadap Distribusi Suhu Permukaan di Kota Bogor Dengan Menggunakan Citra Satelit Landsat dan Sistem Informasi Geografis adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Mei 2008

Nur Ikhwan Khusaini NRP E34103048


(7)

Nama : Nur Ikhwan Khusaini

NIM : E34103048

Menyetujui : Komisi Pembibing

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Lilik B Prasetyo, M.Sc. Dr. Ir . Endes N. Dahlan, MS. NIP. 131 760 841 NIP. 130 875 594

Mengetahui:

Dekan Fakultas Kehutanan IPB,

Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP. 131 578 788


(8)

i

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas segala karunia, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan umatnya yang senantiasa istiqomah hingga akhir zaman dan semoga kita termasuk di dalamnya. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanalan pada bulan November 2007 – Februari 2008 adalah Pengaruh Perubahan Penutupan Lahan Terhadap Distribusi Suhu Permukaan di Kota Bogor Dengan Menggunakan Citra Satelit Landsat dan Sistem Informasi Geografis.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya ilmiah yang disusun masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, diharapkan adanya masukan, kritik dan saran dari pembaca untuk memperlancar dan memperoleh hasil penelitian selanjutnya yang lebih baik. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2008


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sragen, 11 Oktober 1985 sebagai anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Suparlan dan Ibu Sunarti. Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak Aisyiah Pantirejo dan diselesaikan Tahun 1991, Sekolah Dasar MI Pantirejo hingga kelas 3 dan melanjutkan di SDN 1 Bendo yang diselesaikan Tahun 1997, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SMP MTA Gemolong diselesaikan Tahun 2000 dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di SMU N 1 Sragen diselesaikan pada Tahun 2003.

Pada Tahun 2003 penulis masuk ke jenjang pendidikan perguruan tinggi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI di Departemen Konssevasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan yang selanjutnya memilih bidang minat Laboratorium Analisis Lingkungan dan Permodelan Spasial. Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Penulis mengikuti kegiatan lapang dan profesi bidang kehutanan antara lain : Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di KPH Kuningan pada Tahun 2006 dan Praktek Kerja Lapang di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru pada Tahun 2007.

Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan penulis menyusun sebuah karya ilmiah yang berjudul Pengaruh Perubahan Penutupan Lahan Terhadap Distribusi Suhu Permukaan di Kota Bogor Dengan Menggunakan Citra Satelit Landsat dan Sistem Informasi Geografis, di bawah bimbingan Dr. Ir. Lilik B Prasetyo, M.Sc dan Dr. Ir . Endes N. Dahlan, MS.


(10)

iii

UCAPAN TERIMA KASIH

Sebagai manusia biasa yang memiliki keterbatasan, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu diperlukan kritik dan saran dari pembaca sebagai sarana untuk memperbaiki dan menyempurnakan bagi kegiatan penelitian lainnya. Kritik dan saran dapat disampaikan melalui e-mail (khusaini_nanang@yahoo.com).

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Allah SWT, sujud syukur atas segala rahmat dan hidayah-Nya. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

2. Allah SWT, sujud syukur atas segala rahmat dan hidayah-Nya

3. Ibu Sunarti, Bapak Suparlan, Kakaku Yunita Eni Ekowati, Adikku Fitria Adi Jaya, dan Saudariku Ambar P. Oentari yang telah memberikan doa, harapan, motivasi dan dukungan baik moril maupun spirituil.

4. Dr Dr. Ir. Lilik B Prasetyo, M.Sc dan Dr. Ir . Endes N. Dahlan, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan, bimbingan dan saran selama penelitian hingga penyelesaian karya ilmiah ini.

5. Ir. Ahmad Hadjib, MS. selaku Dosen Penguji wakil dari Departemen Manajemen Hutan dan Prof. Dr. Ir. Zahrial Coto, M.Sc. selaku Dosen Penguji wakil dari Departemen Teknologi Hasil Hutan.

6. Bappeda Kota Bogor, PPLH-IPB, dan Biotrop atas bantuan data-datanya. 7. Bapak Yudi Setiawan atas bimbingannya dalam pembuatan model distribusi

suhu permukaan.

8. Bilaluddin Khalil sebagai teman seperjuangan atas bantuan dan dukungannya. 9. Handy dan Jamal selaku kakak kelas yang telah memberikan masukan dan

bimbingan

10. Saudaraku di Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata 40: Karlina Fitri, Veronica Mariam, Reni Rahmayulis, Dwi Retno Rahayuni, Dede Hendra, Ardiansyah, Imran dan rekan KSHE 40 lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuan dan dukungan selama penelitian, seminar dan sidang. 11. Asyrafi, Aziz Hanggumantoro, Ferianto Puri Irwan Radiardi, Edy Saefrudin


(11)

DI KOTA BOGOR

DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT

DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

NUR IKHWAN KHUSAINI

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008


(12)

PENGARUH PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN TERHADAP

DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN

DI KOTA BOGOR

DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT

DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

NUR IKHWAN KHUSAINI

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008


(13)

DI KOTA BOGOR

DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT

DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

NUR IKHWAN KHUSAINI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008


(14)

RINGKASAN

Nur Ikhwan Khusaini (E34103048). Pengaruh Perubahan Penutupan Lahan Terhadap Distribusi Suhu Permukaan di Kota Bogor Dengan Menggunakan Citra Satelit Landsat dan Sistem Informasi Geografis.

Dibimbing oleh Dr. Ir. Lilik B Prasetyo, M.Sc dan Dr. Ir . Endes N. Dahlan, MS.

Kota Bogor mengalami banyak perubahan luas lahan dalam beberapa tahun terakhir. Kondisi ini disebabkan karena meningkatnya jumlah penduduk dan aktivitasnya. Terbatasnya area untuk pemukiman dan aktivitas penduduk menyebabkan berubahya fungsi lahan. Keadaan ini akan mempengaruhi suhu permukaan Kota Bogor. Pengindraan jarak jauh dilakukan untuk memperoleh data spasial dalam waktu yang singkat dan akurasi yang tinggi. Selain itu, pengindraan jarak jauh akan memudahkan penggunanya untuk mendapatkan informasi tanpa melakukan survey langsung kelapangan, dan akan lebih baik jika dalam penggunaanya digabungkan dengan sistem informasi geografis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi perubahan penutupan lahan dan distribusi suhu permukaan dan hubungan antara keduanya di Kota Bogor dari tahun 1997 dan 2006.

Penelitian ini dilakukan di Kota Bogor dan pengolahan data dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan dan Permodelan Spasial, Fakultas Kehutanan, IPB dimulai dari bulan November 2007 hingga Februari 2008. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa citra Landsat 5 TM (Path 122 Row 65) tanggal 28 Juli 1997 dan Llandsat 7 ETM (Path 122 Row 65) tanggal 26 Juli 2006, Peta Batas Administratif Kecamatan Kota Bogor, data pendukung berupa data kependudukan. Alat yang diperlukan untuk pengolahan data dan analisis data yaitu satu set komputer beserta perangkat lunak ERDAS Imagine 9.0 untuk pengolahan citra dan analisis data, ArcView untuk pengolahan Sistem Informasi Geografis dan layout peta, Microsoft Excel untuk perekapan data dan pembuatan grafik, GPS untuk pengecekan lapangan. Pengolahan data Landsat meliputi layer stack, koreksi geometrik, pemotongan citra, klasifikasi penutupan lahan, uji akurasi. Untuk mengetahui distribusi suhu dilakukan konversi nilai-nilai pixel pada citra Landsat.

Hasil penelitian menunjukan bahwa Kota Bogor mengalami penurunan luas wilayah pada penutupan lahan badan air, vegetasi, ladang,dan semak dan rumput. Penurunan luas wilayah terbesar pada penutupan lahan ladang yaitu sebesar 385,38 Ha. Sedangkan peningkatan luasan terjadi pada wilayah penutupan lahan ladang terbangun. Peningkatan luasan wilayah tebangun sebesar 405,99 Ha. Peningkatan luas terbangun ini sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk 205.218 Jiwa dengan pertambahan rumah tangga sebanyak 46.578. Distribusi suhu permukaan di Kota Bogor pada Tahun 1997 hingga 2006 terjadi peningkatan luas penyebaran pada kelas suhu 24-28 OC dan terjadi penurunan luas penyebaran pada kelas

suhu 20-24 OC.

Perubahan luas lahan disebabkan oleh penambahan populasi penduduk dan aktivitasnya. Perubahan ini tidak hanya mempengaruhi luas lahan tetapi juga mempengaruhi distribusi suhu permukaan. Akan tetapi, perubahan luas lahan bukan satu-satunya faktor yang menyebabkan perubahan suhu. Salah satu faktor yang lainnya adalah gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global.

Kata kunci : Perubahan Jumlah Penduduk, Perubahan Penutupan Lahan, Perubahan Distribusi Suhu Permukaan.


(15)

Nur Ikhwan Khusaini (E34103048). The Influence of Land Coverage Alteration to Surface Temperatures Distribution in Bogor Using Landsat Image and Geographic Information System.

Under Supervision of Dr. Ir. Lilik B Prasetyo, M.Sc and Dr. Ir . Endes N. Dahlan, MS.

Bogor has many alteration in land coverage this recent years. This condition caused by increasing the number of citizen and their activity. Limited area for residence and human activity make the change of land function. Thus, will influence surface temperature in Bogor. Remote sensing try to get spatial data in a short time and wide area with high accuracy. These will make the user easier to get information without doing any field survey, and better if it is combined with Geographic Information System. The aims of this study are to identify land coverage alteration, distribution of surface temperature and both relation in Bogor from 1997 until 2006.

The study was conducted in Bogor and then I analyzed the data in Environment Analysis and Spatial Modeling Laboratory, Faculty of Forestry started from November 2007 until February 2008. I used landsat 5 TM image (Path 122 Row 65) on July 28th 1997 and landsat 7 ETM (Path

122 Row 65) on July 26th 2008., district boundary map of Bogor, and demography data. Besides, I

also used computer with ERDAS Imagine 9.0 for analyze the image, Arcview for processing Geographic Information System and map layout, Microsoft Excel for tabulation, and ground check point using GPS. Landsat data processing includes layer stack, geometric correction, subset image, land coverage classification and accuracy test were analyzed. Temperature distribution was known from the value of pixels on landsat images.

The result of this study show that Bogor has declined in body water coverage, vegetation, field, bushes and grass. The biggest declining happened on field coverage as wide as 385,38 Ha. While the increasing broad area was in land built area with 405,99 Ha which was equal to the number of human population as much 205.218 peoples. There were increasing distribution area of the surface temperature from 24-28° C and decreasing happened in the range of 20-24° C.

Land coverage alteration influenced by increasing the number of human population and their activity. And this alteration not only influence in the point of those land coverage but also will influence the surroundings and the surface temperature. But, the alteration of land coverage not the only factor which influence the surface temperature. There are a lot of factors and one of it is gas house effect which caused global warming.

Keywords: Human population total change, land coverage alteration, surface temperature distribution


(16)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Perubahan Penutupan Lahan Terhadap Distribusi Suhu Permukaan di Kota Bogor Dengan Menggunakan Citra Satelit Landsat dan Sistem Informasi Geografis adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Mei 2008

Nur Ikhwan Khusaini NRP E34103048


(17)

Nama : Nur Ikhwan Khusaini

NIM : E34103048

Menyetujui : Komisi Pembibing

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Lilik B Prasetyo, M.Sc. Dr. Ir . Endes N. Dahlan, MS. NIP. 131 760 841 NIP. 130 875 594

Mengetahui:

Dekan Fakultas Kehutanan IPB,

Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP. 131 578 788


(18)

i

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas segala karunia, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan umatnya yang senantiasa istiqomah hingga akhir zaman dan semoga kita termasuk di dalamnya. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanalan pada bulan November 2007 – Februari 2008 adalah Pengaruh Perubahan Penutupan Lahan Terhadap Distribusi Suhu Permukaan di Kota Bogor Dengan Menggunakan Citra Satelit Landsat dan Sistem Informasi Geografis.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya ilmiah yang disusun masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, diharapkan adanya masukan, kritik dan saran dari pembaca untuk memperlancar dan memperoleh hasil penelitian selanjutnya yang lebih baik. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2008


(19)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sragen, 11 Oktober 1985 sebagai anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Suparlan dan Ibu Sunarti. Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak Aisyiah Pantirejo dan diselesaikan Tahun 1991, Sekolah Dasar MI Pantirejo hingga kelas 3 dan melanjutkan di SDN 1 Bendo yang diselesaikan Tahun 1997, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SMP MTA Gemolong diselesaikan Tahun 2000 dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di SMU N 1 Sragen diselesaikan pada Tahun 2003.

Pada Tahun 2003 penulis masuk ke jenjang pendidikan perguruan tinggi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI di Departemen Konssevasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan yang selanjutnya memilih bidang minat Laboratorium Analisis Lingkungan dan Permodelan Spasial. Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Penulis mengikuti kegiatan lapang dan profesi bidang kehutanan antara lain : Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di KPH Kuningan pada Tahun 2006 dan Praktek Kerja Lapang di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru pada Tahun 2007.

Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan penulis menyusun sebuah karya ilmiah yang berjudul Pengaruh Perubahan Penutupan Lahan Terhadap Distribusi Suhu Permukaan di Kota Bogor Dengan Menggunakan Citra Satelit Landsat dan Sistem Informasi Geografis, di bawah bimbingan Dr. Ir. Lilik B Prasetyo, M.Sc dan Dr. Ir . Endes N. Dahlan, MS.


(20)

iii

UCAPAN TERIMA KASIH

Sebagai manusia biasa yang memiliki keterbatasan, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu diperlukan kritik dan saran dari pembaca sebagai sarana untuk memperbaiki dan menyempurnakan bagi kegiatan penelitian lainnya. Kritik dan saran dapat disampaikan melalui e-mail (khusaini_nanang@yahoo.com).

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Allah SWT, sujud syukur atas segala rahmat dan hidayah-Nya. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

2. Allah SWT, sujud syukur atas segala rahmat dan hidayah-Nya

3. Ibu Sunarti, Bapak Suparlan, Kakaku Yunita Eni Ekowati, Adikku Fitria Adi Jaya, dan Saudariku Ambar P. Oentari yang telah memberikan doa, harapan, motivasi dan dukungan baik moril maupun spirituil.

4. Dr Dr. Ir. Lilik B Prasetyo, M.Sc dan Dr. Ir . Endes N. Dahlan, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan, bimbingan dan saran selama penelitian hingga penyelesaian karya ilmiah ini.

5. Ir. Ahmad Hadjib, MS. selaku Dosen Penguji wakil dari Departemen Manajemen Hutan dan Prof. Dr. Ir. Zahrial Coto, M.Sc. selaku Dosen Penguji wakil dari Departemen Teknologi Hasil Hutan.

6. Bappeda Kota Bogor, PPLH-IPB, dan Biotrop atas bantuan data-datanya. 7. Bapak Yudi Setiawan atas bimbingannya dalam pembuatan model distribusi

suhu permukaan.

8. Bilaluddin Khalil sebagai teman seperjuangan atas bantuan dan dukungannya. 9. Handy dan Jamal selaku kakak kelas yang telah memberikan masukan dan

bimbingan

10. Saudaraku di Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata 40: Karlina Fitri, Veronica Mariam, Reni Rahmayulis, Dwi Retno Rahayuni, Dede Hendra, Ardiansyah, Imran dan rekan KSHE 40 lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuan dan dukungan selama penelitian, seminar dan sidang. 11. Asyrafi, Aziz Hanggumantoro, Ferianto Puri Irwan Radiardi, Edy Saefrudin


(21)

12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah mencurahkan segala tenaga, waktu maupun pikirannya kepada penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.


(22)

v

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR ... i RIWAYAT HIDUP... viii DAFTAR TABEL... ixii DAFTAR GAMBAR viiix

DAFTAR LAMPIRAN... x BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Tujuan Penelitian ... 2 1.3. Manfaat Penelitian ... 2 1.4. Latar Belakang ... 2 BAB II TNJAUAN PUSTAKA ... 3 2.1. Penutupan Lahan... 3 2.1.1. Permukaan Bervegetasi... 3 2.1.2. Permukaan Terbuka (Tidak Bervegetasi)... 4 2.1.3. Tipe penutupan Lahan Kota Bogor ... 5 2.2. Suhu ... 5 2.3. Pengindraan Jauh ... 8 2.3.1. Analisis Digital ... 8 2.3.2. Karakteristik Saluran Spektral / Saluran Landsat TM ... 11 2.4. Sistem Informasi Geografis... 12 BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 14 3.1. Letak Geografis Dan Luas ... 14 3.2. Kondisi Fisik Lingkungan... 14 3.2.1. Topografi... 14 3.2.2. Klimatologi ... 15 3.2.3. Geologi... 15 3.3. Keadaan Penduduk... 15 BAB IV METODOLOGI ... 16


(23)

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 16 4.2. Alat dan Bahan... 16 4.3. Metode Penelitian ... 17 4.3.1. Layer Stack... 17 4.3.2. Koreksi Geometrik ... 17 4.3.3. Pemotongan Citra (Subset) ... 18 4.3.4. Klasifikasi Penutupan Lahan... 18 4.3.5. Uji Akurasi ... 19 4.3.6. Konversi Band 6 Menjadi Suhu Udara Permukaan ... 19 4.3.7. Pewarnaan Ulang (Recode)... 20 4.3.8. Hasil ... 20 4.4. Analisis Data ... 21 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN... 23 5.1. Penutupan Lahan... 23 5.1.1. Kategori Kelas Penutupan Lahan Kota Bogor ... 23 5.1.1.1. Lahan Bervegetasi (vegetasi pohon rapat dan vegetasi pohon

campuran)... 23 5.1.1.2. Ladang... 24 5.1.1.3. Sawah ... 25 5.1.1.4. Semak dan Rumput ... 26 5.1.1.5. Terbangun ... 27 5.1.1.6. Badan Air ... 28 5.1.1.7. Tidak Data... 28 5.1.2. Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 1997... 28 5.1.3. Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 2006... 31 5.2. Perubahan Penutupan Lahan ... 34 5.3. Distribusi Suhu Permukaan... 38 5.3.1. Distribusi Suhu Permukaan Berdasarkan Hasil Konversi Citra Landsat

Band 6 Tahun 1997 ... 39 5.3.1. Distribusi Suhu Permukaan Berdasarkan Hasil Konversi Citra Landsat

Saluran 6 Tahun 2006 ... 42 5.4. Perubahan Distribusi Suhu Permukaan... 46


(24)

vii

5.5. Pengaruh Perubahan Penutupan Lahan Terhadap Distribusi Suhu

Permukaan... 47 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 49 6.1. Kesimpulan ... 49 6.2. Saran... 49 DAFTAR PUSTAKA ... 50 LAMPIRAN... 52


(25)

DAFTAR TABEL

No Judul Tabel Halaman

1. Luas dan Presentase Tipe Penutupan Lahan di Kota Bogor ... 4 2. Karakteristik Spektral Landsat TM... 11 3. Data Kependudukan Kota Bogor Tahun 2006 ... 15 4. Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 1997... 28 5. Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 2006... 33 6. Data Kependudukan Kota Bogor Tahun 1997 dan 2006 ... 35 7. Distribusi Suhu Permukaan Tahun 1997... 39 8. Distribusi Suhu Permukaan Tahun 2006... 44 9. Suhu Permukaan Pada Setiap Penutupan Lahan... 47


(26)

ix

DAFTAR GAMBAR

No Judul Gambar Halaman

1 Peta Lokasi Penelitian ... 16 2 Bagan Alir Pengolahan dan Analisis Data ... 21 3 Analisis Overlay... 22 4 (a) Hutan CIFOR di wilayah Kecamatan Bogor Barat ... 24 (b) Kebun Raya Bogor di wilayah Kecamatan Bogor Tengah ... 24 5 (a) Ladang Singkong di Cimahpar-Bogor Utara... 25 (b) Ladang Talas di Situgede-Bogor Barat ... 25 6 (a) Sawah belum ditanami di Situgede-Bogor Barat ... 26 (b) Sawah Siap Panen di Situgede-Bogor Barat ... 26 7 (a) Rumput di Halaman Istana Bogor-Bogor Tengah ... 27 (b) Rumput di Kebun Raya Bogor-Bogor Tengah... 27 8 (a) Bangunan di wilayah Kecamatan Bogor Tengah ... 27 (b) Perumahan Taman Yasmin-Bogor Barat... 27 9 Situ Gede di wilayah Kecamatan Bogor Barat ... 28 10 Peta Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 1997 ... 29 11 Peta Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 2006 ... 32 12 Grafik Perubahan Penutupan Lahan... 35 13 Peta Distribusi Suhu Permukaan Bogor Tahun 1997... 40 14 Peta Distribusi Suhu Permukaan Kota Bogor 2006 ... 43 15 Grafik Perubahan Distribusi Suhu Permukaan ... 46


(27)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Lampiran Halaman

1. Hasil Perhitungan Uji Akurasi Citra Landsat TM 1997... 52 2. Hasil Perhitungan Uji Akurasi Citra Landsat ETM 2006 ... 54 3. Penutupan Lahan Perkecamatan Tahun 1997 ... 56 4. Penutupan Lahan Perkecamatan Tahun 2006 ... 56 5. Distrribusi Suhu Permukaan Perpenutupan Lahan Tahun 1997 ... 57 6. Distrribusi Suhu Permukaan Perpenutupan Lahan Tahun 2006 ... 58 7. Distribusi Suhu Permukaan Perkecamatan Tahun 1997 ... 59 8. Distribusi Suhu Permukaan Perkecamatan Tahun 2006 ... 60


(28)

I.PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kota Bogor dalam perkembangannya hingga masa sekarang ini telah mengalami banyak perubahan, terutama dalam hal penutupan lahan. Kondisi tersebut di sebabkan oleh semakin meningkatnya jumlah penduduk dan aktivitasnya, sehingga untuk dapat menampung peningkatan penduduk dengan berbagai aktivitasnya dibutuhkan lahan tinggal yang semakin luas pula.

Terbatasnya lahan yang tersedia untuk tempat tinggal dan aktivitas perekonomian menyebabkan terjadinya perubahan fungsi dari ruang terbuka hijau menjadi lahan terbangun. Hal inilah yang menjadi dilema di berbagai kota besar di Indonesia tidak terkecuali Kota Bogor. Permasalahan yang ada sekarang adalah bahwa di satu pihak masyarakat perkotaan membutuhkan suatu lingkungan yang indah, nyaman, dan sehat dan dilain pihak, pemerintah dan masyarakat membutuhkan lahan untuk tempat tinggal dan tempat berbagai aktivitas manusia.

Ruang terbuka hijau berfungsi sebagai pengendali lingkungan perkotaan yang mampu menetralisir polusi, menciptakan iklim mikro, dan menimbulkan kesan indah sangat dibutuhkan masyarakat kota. Perubahan penutupan lahan tidak hanya mengurangi keindahan kota tetapi juga mengurangi kenyamanan lingkungan. Dampak yang ditimbulkan akibat berkurangnya luasan ruang terbuka hijau adalah perubahan unsur-unsur iklim. Perubahan unsur-unsur iklim yang terjadi antara lain suhu, radiasi, kecepatan angin, dan keawanan. Dari keempat unsur-unsur iklim tersebut suhu merupakan unsur yang dapat dirasakan langsung perubahannya oleh manusia.

Menurut Effendy (2007), peningkatan suhu di daerah perkotaan ini menyebabkan perbedaan distribusi suhu permukaan dengan daerah pinggir kota dengan wilayah ruang terbuka hijau yang masih cukup luas. Fenomena perbedaan distribusi suhu di perkotaan dengan daerah pinggiran kota ini biasa disebut “Pulau Panas” atau “Heat Island”. Menurut Landsberg (1981) dalam Wisnu (2003) Heat island adalah suatu fenomena suhu udara di daerah yang padat bangunan lebih tinggi dari pada suhu udara terbuka sekitarnya.


(29)

Pemanfaatan data penginderaan jauh beberapa tahun belakangan ini berkembang pesat seiring berkembangnya teknologi. Teknologi penginderaan jauh memungkinkan untuk mendapatkan data spasial dalam waktu yang relatif singkat dan areal yang luas dengan ketelitian yang cukup tinggi dibandingknn dengan cara konvensional. Hal ini tentunya sangat memudahkan pengguna data tersebut untuk mendapatkan informasi yang diperlukan tanpa harus datang langsung kelokasi. Apabila digabungkan dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) maka akan semakin mempermudah kita untuk mengetahui perubahan iklim yang terjadi akibat penutupan lahan.

1.2. Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui perubahan penutupan lahan di Kota Bogor pada Tahun 1997 dan Tahun 2006.

2. Mengetahui distribusi suhu permukaan di Kota Bogor pada Tahun 1997 dan Tahun 2006.

3. Mengetahui pengaruh perubahan luasan penutupan lahan terhadap distribusi suhu permukaan di Kota Bogor.

1.3. Manfaat Penelitian

Manfaat yang didapatkan dari penelitian ini adalah :

1. Memberikan informasi mengenai pengaruh perubahan penutupan lahan terhadap suhu di Kota Bogor.

2. Bahan masukan dan pertimbangan sebagai dasar kebijakan dalam pengembangan Kota Bogor dan sekitarnya lebih lanjut oleh pihak pemerintah maupun stakeholder.

3. Dalam jangka panjang data ini juga dapat digunakan sebagai bahan studi lanjutan.


(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penutupan Lahan

Lillseland dan Kiefer (1990) menjelaskan bahwa penggunaan lahan atau tata guna lahan (land use) berhubungan dengan kegiatan manusia pada sebidang lahan tertentu, sedangkan penutupan lahan (land cover) lebih merupakan perwujudan fisik suatu obyek dan menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap obyek tersebut.

2.1.1. Permukaan Bervegetasi

Menurut Griffith (1976) dalam Wisnu (2003) antara vegetasi dan unsur iklim terutama untuk suhu dan curah hujan secara pasti terdapat hubungan yang erat. Namun, secara tidak langsung faktor tanah juga ikut menentukan. Daerah hutan dapat menyebabkan kelembaban tinggi sehingga akan memicu terjadinya hujan. Sehingga suhu disekitarnya relatif rendah jika dibandingkan dengan daerah sekitarnya.

Hasil penelitian Martono (1996) menemukan perubahan penutup lahan hutan, semak belukar, dan tegalan menjadi taman rekreasi di Cangkringan, Sleman, mempunyai pengaruh berarti terhadap kondisi klimatologis. Pengaruh ini sejalan dengan perkembangan daerah padat penduduk dan sarana transportasi yang mempunyai peranan cukup besar. Perubahan parameter iklim diperkirakan terjadi dalam kurun waktu. Oleh karena itu penggunaan lahan perlu dimonitor secara periodik. Lahan bervegetasi menyerap radiasi matahari dalam proses transpirasi dan fotosintesis. Radiasi yang -sampai ke permukaan tanah akan digunakan untuk evaporasi. Lahan bervegetasi memiliki suhu lebih mantap (kisaran suhu malam dan siang kecil) jika dibandingkan lahan yang jarang vegetasi.

Pepohonan merupakan ekosistem kota yang membentuk pengendalian bahang terasa dan penambahan bahang laten (laten heat) serta menjadikan pohon sebagai tempat penyimpanan bahang yang diterimanya. Selain itu pepohonan dapat mengurangi kecepatan angin yang selanjutnya berpengaruh terhadap suhu. Pengurangan kecepatan angin menyebabkan berkurangnya pertukaran termodinarnik antara lapisan udara sehingga menghasilkan suhu yang


(31)

lebih tinggi di daerah yang terlindung baik siang maupun malam hari (Murdiarso dan Suharsono, 1992).

Lahan bervegetasi menyerap radiasi matahari dalam proses transpirasi dan fotosintesis. Radiasi yang sampai ke permukaan tanah akan dibsnakan untuk evaporasi. Lahan bervegetasi memiliki suhu lebih mantap (kisaran suhu pada siang dan malam hari yang kecil) jika dibandingkan lahan yang jarang atau tidak bervegetasi (Martono, 1996).

2.1.2. Permukaan Terbuka (Tidak bervegetasi)

Daerah perkotaan ditandai dengan adanya permukaan berupa parit, selokan dan pipa saluran drainase, sehingga hujan yang jatuh sebagian menjadi aliran permukaan, tidak meresap ke dalam tanah. Akibatnya air untuk evaporasi menjadi kurang tersedia. Penguapan di daerah ini menjadi sedikit meyebabkan keadaan tidak sejuk jika dibandingkan dengan daerah pedesaan yang penuh vegetasi. Bangunan akan memperlambat pergerakan angin dan mengurangi gerak udara secara horisontal. Hal ini akan memicu beberapa gas polutan terkonsentrasi di dekat permukaan karena faktor pendispersian polutan hanya tergantung pada gerak udara vertikal yang selanjutnya mengakibatkan pemanasan di dekat permukaan bangunan (Fardiaz, 1992 dalam Wisnu, 2003).

Kota dengan dominasi bangunan dan jalan akan menyimpan kemudian melepaskan panas lebih cepat pada siang hari. Bangunan-bangunan kota dapat mengurangi efek aliran udara sehingga proses pengangkutan dan penumpukan panas kota menjadi lebih lambat. Kondisi iklim pada lapisan perbatas dicirikan oleh tingkat perubahan permukaan. Permukaan yang didominasi oleh bangunan secara aerodinamik merupakan permukaan yang kasar pada lapisan pembatas kota. Konsekuensinya di dalam lapisan pembatas tersebut proses-proses transfer panas massa dan momentum akan berlangsung sangat efektif (Murdiarso dan Suharsono, 1992).

Aspal, plesteran, atap seng merupakan material yang cepat menyerap dan melepaskan panas sehingga menyebabkan perbedaan antara perkotaan dan pedesaan. Hilangnya sebagian besar permukaan bervegetasi berlanjut pada berkurangnya air resapan dan menurunkan kelembaban lokal terutama pada kondisi siang hari. Perumahan, gedung, kantor membentuk permukaan yang tidak


(32)

5

teratur sehingga memperlambat angin dan melewatkan energi lebih besar oleh permukaan (Sutamiharja, 1992)

Penelitian Hakim et al. (1993) mendapatkan bahwa pengubahan 10 % wilayah pertanian menjadi pemukiman menyebabkan perubahan albedo sebesar 2 %, radiasi global 2 %, suhu permukaan 2 % dan suhu udara 2 %. Perubahan ketersediaan energi paling sensitif terhadap perubahan suhu permukaan dan suhu udara. Hakim menjelaskan bahwa pada daerah pertanian ketersediaan energi permukaan (Rn) kecil, sebab radiasi diserap oleh kanopi tanaman. Daerah pemukiman yang tanahnya relatif terbuka, radiasi langsung sampai ke permukaan tanah sehingga mengakibatkan Rn lebih besar.

2.1.3. Tipe Penutupan Lahan Kota Bogor

Menurut Haris (2006) melalui hasil analisis data citra Landsat ETM pada bulan Januari 2003 disampaikan bahwa tipe penutupan lahan Kota Bogor terbagi menjadi 10 kelas dengan presentase sebagaimana disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Luas dan Presentase Tipe Penutupan Lahan di Kota Bogor

No Tipe Penutupuan Lahan Luasan (Ha) Presentase (%)

1 Vegetasi rapat 400,83 3,58

2 Vegetasi campuran 3.507,91 31,30

3 Ladang 1.122,99 10,02

4 Sawah 869,37 7,76

5 Semak dan rumput 444,43 3,97

6 Area terbangun 3.961,85 35,35

7 Lahan kosong 397,16 3,54

8 Badan air 17,23 0,15

9 Awan 324,64 2,90

10 Bayangan awan 162,09 1,45

Total 11.208,5 100

Sumber : Haris, 2006.

2.2. Suhu

Menurut Handoko (1994) suhu merupakan gambaran umum energi suatu benda. Heat Island adalah suatu fenomena dimana suhu udara kota yang padat bangunan lebih tinggi daripada suhu udara terbuka di sekitarnya baik di desa maupun pinggir kota. Pada umumnya suhu udara yang tertinggi akan terdapat di pusat kota dan akan menurun secara bertahap ke arah pinggir kota sampai ke desa. Suhu tahunan rata-rata di kota lebih besar sekitar 3° K di bandingkan dengan pinggir kota. Heat island atau pulau panas terjadi karena adanya


(33)

perbedaan dalam pemakaian energi, penyerapan, dan pertukaran panas antara daerah perkotaan dengan pedesaan (Landsberg, 1981 dalam Wisnu 2003).

Menurut Lowry (1966) terjadinya perbedaan suhu udara antara daerah perkotaan dengan pedesaan disebabkan oleh lima sifat fisik permukaan bumi : 1. Bahan Penutup Permukaan

Permukaan daerah perkotaan tcrdiri dari beton dan semen yang memiliki konduktivitas kalor sekitar tiga kali lebih tinggi daripada tanah berpasir yang basah. Keadaan ini akan menyebabkan permukaan kota menerima dan menyimpan energi yang lebih banyak daripada pedesaan.

2. Bentuk dan Orientasi Permukaan

Bentuk dan orientasi permukaan kota lebih bervariasi daripada daerah pinggir kota atau pedesaan, sehingga energi matahari yang datang akan dipantulkan berulang kali dan akan mengalami beberapa kali penyerapan serta disimpan dalam bentuk panas (heat). Sebaliknya, daerah di pinggir kota atau pedesaan yang menerima pancaran adalah lapisan vegetasi bagian atas. Selain itu, padatnya bangunan di perkotaan juga dapat mengubah pola aliran udara yang bertindak sebagai perombak dan meningkatkan turbulensi.

3. Sumber Kelembaban

Di perkotaan air hujan cenderung manjadi aliran permukaan akibat adanya permukaan semen, parit, selokan dan pipa-pipa saluran drainase. Di daerah pedesaan sebagian besar air hujan meresap ke dalam tanah sehingga tersedia cadangan air untuk penguapan yang dapat menyejukkan udara. Selain itu, air menyerap panas lebih banyak sebelum suhu menjadi naik 1° C, dan memerlukan waktu yang lama untuk melepaskannya. Hal ini berarti bahwa pohon-pohon yang banyak di pedesaan akan menyerap air dalam jumlah yang banyak dan melepaskannya ke atmosfer sehingga menjaga suhu udara tetap sejuk, serta menyerap lebih banyak panas, dan melepaskannya dalam jangka waktu yang lebih panjang.

4. Sumber Kalor.

Kepadatan penduduk kota yang lebih tinggi akan mengakibatkan bertambahnya sumber kalor sebagai akibat dari aktivitas dan panas metabolisme penduduk.


(34)

7

5. Kualitas Udara

Udara perkotaan banyak mengandung bahan-bahan pencemaran yang berasal dari kegiatan industri dan kendaraan bermotor, sehingga mengakibatkan kualitas udaranya menjadi lebih buruk bila dibandingkan dengan kualitas udara di pedesaan.

Suhu udara berdasarkan estimasi dari Landsat band 7 yang telah dikorelasikan dengan data suhu stasiun permukaan menghasilkan model regresi umum untuk kasus Cekungan Bandung adalah y = 0,011637x + 18,5774 dengan y adalah suhu permukaan dan x adalah nilai digital number dari data band 7 (Mujiasih,1999 dalam Wisnu 2003).

Sementara itu, Givoni dalam Wisnu (2003) mengemukakan lima faktor berbeda yang tidak terikat satu sama lain yang menyebabkan berkembangnya heat Island :

1. Perbedaan keseimbangan seluruh radiasi antara daerah perkotaan dengan daerah terbuka di sekitarnya.

2. Penyimpanan energi matahari pada gedung-gedung di kota selama siang hari dan dilepaskan pada malam hari.

3. Konsentrasi panas yang dihasilkan oleh aktivitas sepanjang tahun di perkotaan (transportasi, industri dan sebagainya).

4. Evaporasi dari permukaan dan vegetasi di perkotaan lebih rendah dibandingkan dengan daerah pedesaan.

5. Sumber panas musiman, yaitu pemanasan dari gedung-gedung pada musim dingin dan pemanasan dari pendingin ruangan pada musim panas, yang akhirnya akan dilepaskan ke udara kota.

Teori tersebut sesuai dengan pendapat Owen (1971) yang menyebutkan beberapa faktor yang mendorong terciptanya heat island :

1. Adanya lebih banyak sumber yang menghasilkan panas di perkotaan daripada di lingkungan luar kota.

2. Adanya beberapa bangunan yang meradiasikan panas lebih banyak daripada lapangan hijau atau danau.


(35)

3. Jumlah permukaan air persatuan luas di dalam perkotaan lebih kecil daripada di pedesaan, sehingga di kota lebih banyak panas yang tersedia untuk memanaskan atmosfer dibandingkan dengan di luar kota.

Selain itu, keadaan di kota dengan bangunan-bangunan bertingkat dan tingkat pencemaran udara yang tinggi dapat menyebabkan timbulnya suatu "kubah debu" (dust dome), yaitu semacam selubung polutan (debu dan asap) yang menyelimuti kota. Hal ini disebabkan oleh pola sirkulasi atmosfir atas kota yang unik dan mengakibatkan terjadinya perbedaan suhu yang tajam antara perkotaan dengan daerah sekitarnya, sehingga udara panas akan berada di atas perkotaan dan udara dingin akan berada di sekitar perkotaan tersebut.

2.3. Penginderaan Jauh 2.3.1. Anisis Digital

Pada umumnya, informasi yang dapat diekstraksi dari sebuah citra satelit secara geomatris adalah obyek yang dapat berupa garis dan obyek yang berupa area. Analisis merupakan suatu cara untuk mendapatkan informasi dari data. Ada dua cara analisis yang dapat diterapkan untuk memperoleh informasi dari data citra, yaitu analisis visual (analog) dan analisis digital (numerik). Analisis secara digital, karena sifatnya kuantitatif dapat menggali kandungan yang sebenarnya dari data yang bentuknya digital (Lillesand dan Kiefer, 1990).

Pengolahan data digital meliputi proses transformasi data yang diterima dalam bentuk numerik. Secara garis besar, proses analisis data citra sebagai berikut :

1. Pemulihan Citra (Image Restoration)

Kegiatan ini dilakukan untuk memperbaiki data citra yang mengalami distorsi pada saat ditransmisikan ke bumi, ke arah gambaran yang lebih sesuai dengan gambaran sebenarnya. Nilai digital tidak selalu tepat secara radiometrik dalam kaitannya dengan tingkat energi obyek secara geometrik maka letak kenampakannya pun tidak tepat benar. Teknik koreksi bertugas untuk memperkecil masalah ini dan menciptakan data citra yang lebih bermanfaat bagi analisis. Koreksi ini terdiri atas :


(36)

9

1. Koreksi Radiometrik

Sistem Landsat menggunakan jajaran detektor jamak untuk mengindera beberapa garis citra secara bersama-sama pada tiap satuan cermin. Karena sifat keluaran detektor tidak tepat sama dan keluaran berubah sesuai dengan tingkat perubahan waktu maka diperlukan kalibrasi keluarannya. Nilai kalibrasi ini digunakan untuk mengembangkan fungsi koreksi bagi tiap detektor.

2. Koreksi Geometrik

Prosedur yang diterapkan pada koreksi geomatrik biasanya memperlakukan distorsi ke dalam dua kelompok yaitu distorsi yang dipandang sistematik atau dapat diperkirakan sebelumnya dan dan distorsi pada dasarnya dirancang secara acak atau tidak dapat diperlukan sebelumnya. Distorsi sistematik dikoreksi dengan menerapkan rumus yang diturunkan dengan membuat model matematik atas sumber distorsi.

2. Penajaman Citra ( image enhacement )

Teknik penajaman ini dilakukan dengan untuk menonjolkan kontras yang jelas kelihatan diantara objek di permukaan bumi. Pada umumnya kegiatan ini meningkatkan informasi yang dapat di interpretasi secara visual. Proses penajaman citra satelit secara garis besar terdiri dari dua kelompok pengoperasian yaitu penajaman per point dan penajaman lokal. Termasuk kelompok pengoperasian pertama adalah perentangan kontras (contrast stretching) baik dengan peralatan histogram (histogram equalized stretching), penisbahan citra (image rationing) dan utama (principal component transformation). Adapun dari operasi penghalusan (smoothing- operation) dan transformasi komponen penajaman lokal terdiri penajaman tepi (edge enhancement).

3. Klasifikasi Citra ( image classification)

Pengenalan pola spektral merupakan salah satu bentuk pengenalan pola secara otomatik. Kelompok titik mencerminkan pemerian multi dimensional tanggapan spektral tiap kelompok jenis tutupan yang di interpretasi. Teknik kuantitatif dapat menerapkan interpretasi secara otomatis data citra digital. Pada proses ini maka tiap pengamatan pixel (picture elemet) dievaluasi dan ditetapkan pada suatu kelompok informasi, jadi mengganti arsip data citra dengan suatu matrik jenis kategori.


(37)

Klasifikasi adalah proses mengelompokkan pixel-pixel ke dalam kelas-kelas atau kategori yang telah ditetapkan berdasarkan nilai kecerahan (Brightness Value/BV) atau Digital Number (DN) pixel yang bersangkutan. Berdasarkan tekniknya, klasifikasi dapat dibedakan atas klasifikasi manual dan klasifikasi kuantitatif. Pada klasifikasi manual, pengelompokan pixel ke dalam suatu kelas yang ditetapkan dilakukan oleh interpreter secara manual berdasarkan nilai kecerahan DN contoh yang diambil dari area contoh (training area).

Menurut Lillesand dan Kiefer (1990), teknik klasifikasi citra secara digital dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu klasifikasi secara terbimbing (supervised classification), klasifikasi tidak terbimbing (unsupervised classification) dan klasifikasi hibrida (hibrid classfication) yang merupakan gabungan dari dua cara di atas.

Pada klasifikasi terbimbing, seorang analis citra mengawasi prosedur pengenalan pola spektral dengan memilih kelompok atau kelas-kelas informasi yang diinginkan dan selanjutnya memilih contoh-contoh kelas (training area) yang mewakili setiap kelompok. Perhitungan statistik yang dilakukan terhadap contoh-contoh kelas setiap kelas digunakan sebagai dasar klasifikasi. Proses klasifikasi ini akan berhasil bila kelas-kelas spektral yang dipilih dapat dipisahkan dan contoh-contoh kelas yang dipilih mampu mewakili seluruh data. Selanjutnya pendekatan terbimbing disederhanakan menjadi tiga tahap yaitu tahap penentuan kelas contoh (training set), tahap klasifikasi dan ekstrapolasi, serta tahap penyajian hasil (output).

Klasifikasi kemiripan kemungkinan maksimum (maximum likehood classification) merupakan metode klasifikasi yang paling banyak digunakan dalam sebagian besar terapan algoritma klasifikasi ini, nilai peluang (probabilitas) masuknya suatu pixel yang belum dikenal ke setiap kelas dihitung oleh komputer. Kemudian pixel tersebut akan dimasukkan menjadi anggota salah satu kelas yang nilai peluangnya paling tinggi atau dikelaskan sebagai "tak dikenal" (unclassified) bila nilai peluangnya dibawah peluang ambang yang telah ditetapkan oleh analis.

Klasifikasi tidak terbimbing lebih banyak menggunakan algoritma yang mengkaji sejumlah besar pixel tidak dikenal dan membaginya ke


(38)

11

dalam sejumlah kelas berdasarkan pengelompokan natural nilai spektral citra. Anggapan dasarnya adalah bahwa nilai di dalam suatu jenis tutupan tertentu seharusnya saling berdekatan pada suatu ruang pengukuran, sedangkan data pada kelas yang berbeda harus dapat dipisahkan secara komparatif. Kelas yang dihasilkan dari klasifkasi tidak terbimbing adalah kelas spektral.

Ketelitian klasifikasi merupakan suatu kriteria penting dalam menilai hasil dari pemrosesan citra penginderaan jauh bagi suatu sistem klasifikasi penutupan atau penggunaan lahan yang disusun berdasarkan data penginderaan jauh. Badan Survey Geologi Amerika Serikat (USGS) telah mensyaratkan tingkat ketelitian sebagai kriteria utama bagi sistem klasifikasi penutupan atau penggunaan lahan yang disusun yaitu :

1. Tingkat ketelitian klasifikasi / interpretasi minimum dengan menggunakan penginderaan jauh harus tidak kurang dari 85 %. 2. Ketelitian klasifikasi / interpretasi harus lebih kurang sama untuk

beberapa kategori (Lillesand dan Kiefer, 1990)

2.3.2. Karakteristik Saluran Spektral / Saluran Landsat TM

Sistem Thematic Mapher meliput lebar sapuan (scanning) sebesar 185 km, direkam dengan menggunakan tujuh saluran panjang gelombang, yaitu tiga saluran panjang gelombang tampak, tiga-saluran panjang gelombang inframerah dekat, dan satu saluran panjang gelombang inframerah termal. Panjang gelombang dan karakteristik saluran spektral yang digunakan pada setiap saluran Landsat TM dijelaskan pada Tabel 2.

Tabel 2. Karakteristik Spektral Landsat TM

Saluran / Band

Panjang

Gelombang (m) Karakteristik

1 0,45 - 0,52

Dirancang untuk membuahkan peningkatan penetrasi ke dalam tubuh air, dan juga untuk mendukung analisis sifat khas penggunaan lahan tanah dan vegetasi. Pada batas kisaran atas adalah puncak penyerapan klorofil yang sangat

dibutuhkan untuk membedakan tanah dari vegetasi dan tanaman berdaun lebar dan berdaun jarum


(39)

Saluran / Band

Panjang

Gelombang (m) Karakteristik

2 0,52-0,60

Terutama dirancang untuk penginderaan puncak pantulan vegetasi pada spektrum hijau yang terletak diantara dua spektral serapan klorofil. Tanggapan pada saluran ini dimaksudkan untuk menekankan pembedaan vegetasi dan penilaian kesuburan.

3 0,63-0,69

Merupakan saluran terpenting untuk memisahkan vegetasi. Saluran ini berada pada salah satu bagian serapan klorofil dan memperkuat kontras antara kenampakan vegetasi dan bukan vegetasi, juga menajamkan kontras antara kelas vegetasi.

4 0,76 - 0,90

Dipilih agar tanggapan terhadap sejumlah biomassa vegetasi yang terdapat pada daerah kajian. Hal ini membantu

identifikasi tanaman dan akan memperkuat kontras antara tanaman-tanah dan lahan-air.

5 1,55- 1,75

Penting untuk menentukan jenis tanaman, kandungan air pada tanaman dan kondisi kelembaban tanah. Saluran ini juga penting untuk membedakan antara awan, salju, dan es.

6 2,08-2,35

Saluran ini penting untuk pemisah formasi batuan. Perbandingan saluran 5 dan 7 digunakan untuk pemetakan secara hidrotermal perubahan batuan sehubungan dengan kandungan mineral.

7 10,4 - 12,5

Saluran infra merah termal yang dikenal bermanfaat untuk klasifikasi vegetasi, pemisah kelembaban tanah dan sejumlah gejala lain yang berhubungan dengan panas.

Sumber : Lillesand dan Kiefer, 1990.

2.4. Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah cabang dari teknologi informasi yang didefinisikan sebagai sistem informasi berbasis komputer yang dapat melakukan penyimpanan, editing, manipulasi, transformasi analisis, dan penyajian terhadap data bereferensi geografis.

Adapun fungsi utama yang terdapat dalam sebuah SIG adalah : 1. Perolehan Data (Data Capture)

Fungsi perolehan data dalam citra SIG terbagi dalam dua jenis data, yaitu data grafis (peta melalui proses digitasi, citra dan sebagainya) dan data tabular (entry data dilakukan melalui keyed-in atau dari file yang telah ada).

2. Penyimpanan dan Manipulasi Data (Data Storage and Manipulalion)

Fungsi kedua merupakan tempat pengelolaan dan editing data. Semua pekerjaan aktualisasi dan penambahan-penambahan data baru dapat dilakukan dalam sebuah SIG.


(40)

13

3. Analisis Data (Data Analysis)

SIG juga mempunyai kemampuan analisis yang dapat digunakan untuk menghasilkan informasi-informasi baru dan dapat dimanfaatkan untuk membantu proses pengambilan keputusan. Beberapa jenis analisis yang dapat dilakukan adalah database query, analisis spasial dan modeling.

4. Penayangan Data (Data Display)

Semua data dan informasi yang tersimpan dalam SIG dapat ditampilkan dalam bentuk peta, laporan-laporan.


(41)

3.1. Letak Geografis dan Luas

Kota Bogor terletak diantara 106° 43' 30" BT - 106° 51' 00" BT dan 06° 30' 30" LS - 06° 41' 00 " LS serta mempunyai ketinggian rata-rata minimal 190 meter, maksimal 350 meter dengan jarak dari ibukota kurang lebih 60 kilometer.

Kota Bogor mempunyai luas wilayah 118,50 km2 yang terbagi menjadi 6 kecamatan yaitu Kecamatn Bogor Barat, Kecamatan Tanah Sareal, Kecamatan Bogor Utara, Kecamatan Bogor Tengah, Kecamatan Bogor Timur, dan Kecamatan Bogor Selatan. Adapun batas-batas Kota Bogor adalah:

1. Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor.

2. Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor.

3. Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja, Kecamatan Bojong Gede dan Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor. 4. Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Kemang dan Kecamatan

Dramaga Kabupaten Bogor.

3.2. Kondisi Fisik Lingkungan 3.2.1. Topografi

Kemiringan Kota Bogor berkisar antara 0 - 15 % dan sebagian kecil daerahnya mempunyai kemiringan antara 15 - 30 %. Jenis tanah hampir di seluruh wilayah adalah Latosol coklat kemerahan dengan kedalaman efektif tanah lebih dari 90 cm dengan tekstur tanah yang halus serta bersifat agak peka terhadap erosi. Kedudukan topografis Kota Bogor di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor serta lokasinya yang dekat dengan ibukota negara merupakan potensi yang strategis untuk perkembangan dan pertumbuhan kegiatan ekonomi. Kedudukan Bogor di antara jalur tujuan Puncak atau Cianjur juga mcrupakan potensi strategis bagi pertumbuhan ekonomi.


(42)

15

3.2.2. Klimatologi

Kota Bogor mempunyai ketinggian dari permukaan laut minimal 190 meter dan maksimal 330 meter. Keadaan cuaca dan udara yang sejuk dengan suhu rata-rata setiap bulan adalah 26 °C dan kelembaban udaranya kurang lebih 70 %. Suhu terendah di Bogor adalah 21,8 °C, paling sering terjadi pada bulan Desember dan Januari. Arah mata angin dipengaruhi oleh angin muson. Bulan Mei - Maret dipengaruhi angin Muson Barat dengan arah mata angin 6 % terhadap arah Barat. 3.2.3. Geologi

Jenis tanah hampir di seluruh wilayah adalah Latosol coklat kemerahan dan sebagian bcsar mengandung tanah liat serta bahan-bahan yang berasal dari letusan gunung berapi, sehingga keadaan tanahnya mengandung tanah liat, batu-batuan dan pasir. Ketahanan tanah di daerah ini bisa mencapai 2 sampai 5 kg/cm2, sedangkan pada tempat yang tidak berbatu masih menahan 1,50 kg/cm2.

3.3. Keadaan Penduduk

Berdasarkan data kependudukan Kota Bogor yang disajikan pada Tabel 3 diketahui jumlah penduduk Kota Bogor 2006 mencapai 879.138 jiwa dengan kepadatan rata-rata mencapai 7419 jiwa/km2. Wilayah dengan jumlah penduduk terbanyak terdapat pada Kecamatan Bogor Selatan namun memiliki kepadatan penduduk terkecil yaitu 5.547 jiwa/km2. Kecamatan Bogor Tengah memiliki kepadatan tertinggi dibandingkan dengan kecamatan lain yaitu mencapai 13.047 Jiwa/km2. Kepadatan yang tinggi tersebut disebabkan karena wilayah Kecamatan Bogor Tengah merupakan pusat aktivitas pemerintahan, perekonomian, perindustrian dan pariwisata serta terdapatnya sarana dan prasarana yang mendukung sehingga banyak masyarakat bermukim di wilayah ini.

Tabel. 3. Data Kependudukan Kota Bogor Tahun 2006

No. Wilayah

Jumlah

Penduduk Luas (km2)

Kepadatan Penduduk (Jiwa/km2)

1 Bogor Selatan 170.909 30,81 5.547

2 Bogor Timur 89.237 10,15 8.792

3 Bogor Utara 153.843 17,72 8.682

4 Tanah Sereal 163.226 18,84 8.664

5 Bogor Tengah 106.075 8,13 13.047

6 Bogor Barat 195.808 32,85 5.961

Jumlah 879.098 118,50 7.419


(43)

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Pengambilan data dan pengecekan lapangan dilakukan di Kota Bogor sebagai mana terlihat pada Peta Aministratif Kota Bogor pada Gambar 1 Tahap selanjutnya berupa pengolahan data yang dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan dan Permodelan Spasial Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor

Waktu pelaksanaan penelitian yaitu mulai dari penyusunan proposal, pengambilan data lapangan hingga pengolahan dilaksanakan selama 4 bulan. Penelitian dilakukan pada bulan November 2007 – Februari 2008.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian.

4.2. Alat dan Bahan

Alat yang diperlukan untuk pengolahan data dan analisis data yaitu satu set komputer beserta perangkat lunak ERDAS Imagine 9.0 untuk pengolahan citra, ArcView untuk pengolahan Sistem Informasi Geografis dan analisis data, Microsoft Excel untuk pengolahan data estimasi suhu, GPS untuk pengecekan lapangan, kamera dan alat tulis.


(44)

17

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa Citra Landsat TM (Path 122 Row 65) tahun penyiaman dari Tahun 1991, Tahun 1997, Tahun 2001 dan Tahun 2006, peta batas administratif kecamatan, data pendukung berupa data kependudukan.

4.3. Metode Penelitian

Kegiatan Pengolahan citra Landsat TM dan ETM menggunakan perangkat lunak ERDAS Imagine. Pengolahan citra Landsat TM dan ETM meliputi layer stack, koreksi geometrik, pemotongan citra, klasifikasi penutupan lahan, uji akurasi untuk hasil klasifikasi penutupan lahan dan konversi band 6 menjadi suhu udara permukaan.

4.3.1. Layer stack

Layer stack merupakan suatu proses pengkonversian dan penggabungan band. Band yang berbentuk .Tiff dikonversi menjadi bentuk .img, dan penggabungan band dilakukan sesuai kebutuhan. Pada penelitian ini band yang digabungkan adalah band 1, 2, 3, 4, 5, dan 7, sedangkan untuk band 6 hanya dikonversi dari bentuk .Tiff menjadi .Img.

4.3.2. Koreksi Geometrik

Data citra yang telah dilayer stack kemudian di koreksi berdasarkan koordinat geografisnya yang disebut dengan koreksi geometrik. Proses koreksi geometrik dilakukan dengan dua cara yaitu koreksi citra ke peta acuan atau koreksi citra ke citra acuan yang telah terkoreksi (Jaya, 1997 dalam Haris, 2006). Pada penelitian kali ini koordinat yang digunakan adalah Universal Transverse Mercator (UTM) dan sebagai acuan adalah citra Tahun 2006 yang telah terkoreksi. Penggunaan koordinat UTM dimaksudkan untuk mempermudah proses analisis. Adapun langkah-langkah pengkoreksian citra adalah sebagai berikut:

a. Koreksi geometrik citra menggunakan titik ikat medan (GCP) pada citra Landsat yang akan dikoreksi dengan peta atau citra acuan. Pada penelitian ini yang digunakan adalah citra Tahun 2006 yang telah terkoreksi (proses georeferensi dari citra ke citra). Dari citra yang


(45)

akan dikoreksi diambil koordinat filenya, dan citra acuan diambil koordinat lintang dan bujur pada lokasi yang sama.

b. Pencarian harga error dari titik kontrol agar dapat diketahui tingkat kesalahan pengolahan, dengan harga error maksimum 0,1.

c. Jika error mendekati 0,5 maka dapat dilakukan koreksi dengan interpolasi nearest neighbours.

4.3.3. Pemotongan Citra (Subset)

Pemotongan citra dilakukan sesuai dengan sesuai daerah penelitian. Pada penelitian ini citra yang telah terkoreksi dipotong dengan peta Batas Administratif Kota Bogor yang diperoleh dari BAPPEDA Kota Bogor.

4.3.4. Klasifikasi Penutupan Lahan

Klasifikasi merupakan kegiatan proses pengelompokan dari nilai-nilai spektral pada citra. Terdapat dua metode pengelompokan kelas yaitu klasifikasi terbimbing dan klasifikasi tidak terbimbing. Klasifikasi yang digunakan pada penelitian ini adalah klasifikasi terbimbing yang menggunakan training sample. Adapun langkah yang dilakukan adalah :

a. Pengambilan Sampel

Sebelum dilakukan proses klasifikasi peta diambil daerah latihan (training sample areas) dengan menggunakan peta rupa bumi sebagai acuan. Pengambilan sampel berdasarkan pada kenampakan warna yang terdapat pada citra atau pengamatan visual. Sampel dibagi dalam kelas lahan bervegetasi (vegetasi rapat dan campuran), ladang, sawah, semak dan rumput, area terbangun, dan badan air.

b. Proses Klasifikasi

Klasifikasi dilakukan terhadap hasil sampling dengan menggunakan

metode pengkelas kemiripan maksimum (maximum likehood

classification). Metode klasifikasi pengkelas kemiripan maksimum yaitu metode mempertimbangkan kemiripan spektral dengan spektral maksimum suatu objek yang dominan akan dimasukkan menjadi satu kelas dan jika nilai spektralnya jauh dari maksimum akan dimasukkan kedalam kelas lain. Pada proses klasifikasi ini akan diperoleh citra kelas pentupan lahan dan presentase penutupan lahan dari masing-masing kelas.


(46)

19

4.3.5. Uji Akurasi

Proses uji akurasi hanya dilakukan pada pengolahan penutupan lahan. Kegiatan uji akurasi digunakan untuk menilai seberapa besar kesesuaian antara hasil klasifikasi dengan kondisi tutupan lahan dilapangan. Uji akurasi dilakukan dengan cara memasukan titik ikat medan (GCP) yaitu titik-titik sample di lapangan pada citra yang telah diklasifikasikan yaitu titik-titik sample di lapangan. 4.3.6. Konversi Band 6 menjadi Suhu Udara Permukaan

Data citra yang dikonversi adalah nilai-nilai pixel pada band 6 citra landsat yang disebut digital number (DN). Menurut USGS dalam Panuju et al. (2003) Konversi data citra menjadi data temperatur menggunakan 2 tahapan konversi yaitu:

1. Konversi Digital Number (DN) menjadi spectral Radiance (Lλ)

Radiance (Lλ) = (gain x DN)+ offset

Dimana :

Lλ = Radian Spektral dalam watt Gain merupakan konstanta: 0,05518

DN (Digital Number) berasal dari nilai pixel pada citra Offset merupakan konstanta 1,2378

Rumus diatas merupakan hasil penyederhanaan dari rumus : Lλ= ((Lmax-Lmin)/(QCALmax-QCALmin)x

(QCAL-QCALmin)+Lmin Dimana:

QCALmin=1, QCALmax=255, dan QCAL=Digital Number Lmin dan Lmax adalah radian spektral (spektral radiance) menjadi temperatur.

2. Konversi Radian Spektral (Spectral Radiance) menjadi temperatur. Citra band thermal (band 6) dapat dikonversi menjadi peubah fisik dengan asumsi bahwa emisinya adalah satu. Persamaan konversi radian spektral menjadi temperatur adalah sebagai berikut:

T = K2/ln(K1/ Lλ+1) Dimana:


(47)

K1 = Konstata dalam watts dengan nilai 666,09 ETM+ dan 607,76 untuk TM

K2 = Konstata Kelvin dengan nilai 1282,71 untuk ETM+ dan 1260,56 untuk TM

Lλ = Radian Spektral dalam watt. 4.3.7. Pewarnaan Ulang (Recode)

Hasil dari pengklasifikasian diwarnai ulang (recode) sesuai dengan keinginan. Pewarnaan ulang ini ditujukan untuk mempermudah dalam mengenali kelas-kelas baik dalam penutupan lahan maupun suhu permukaan.

4.3.8. Hasil

Hasil dari semua proses pengolahan citra dihasilkan 2 jenis peta yaitu peta penutupan lahan dan peta distribusi suhu permukaan. Pada tiap jenis peta terdiri dari 2 peta yaitu peta Tahun 1997 dan Tahun 2006. Semua peta yang dihasilkan akan dihitung luasannya. Hasil dari perhitungan luasan digunakan untuk proses analisis yaitu dengan membandingkan luasan berdasarkan tahun. Tahapan pengolahan citra ini dapat dilihat pada Gambar 2.


(48)

21

Gambar 2. Bagan Alir Pengolahan dan Analisis Data.

4.4. Analisis Data

Hasil overlay dianalisis untuk mengetahui perkembangan suhu udara permukaan akibat adanya perubahan tutupan lahan di Kota Bogor. Overlay


(49)

dilakukan antara peta penutupan lahan dengan peta administratif kecamatan untuk mengetahui luasan penutupan lahan pada setiap kecamatan di Kota Bogor. Hasil dari overlay tersebut kemudian dibandingkan antara Tahun 1997 dengan Tahun 2006. Kemudian dilakukan pula overlay antara peta distribusi suhu dengan peta administratif untuk mengetahui luasan distribusi suhu permukaan pada setiap kecamatan di Kota Bogor. Dari hasil overlay tersebut kemudian dilakukan perbandingan pola distribusi suhu permukaan pada setiap kecamatan. Selain itu, dilakukan pula overlay antara peta distribusi suhu permukaan dengan peta penutupan lahan untuk rnengetahui hubungan penutupan lahan dengan distribusi suhu. Proses overlay peta-peta dapat dijelaskan pada Gambar 3.


(50)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Penutupan Lahan

Penginderaan jarak jauh dapat digunakan dengan mudah untuk mengenali suatu penutupan lahan pada suatu wilayah di permukaan bumi, hal tersebut sesuai dengan asumsi bahwa suatu objek di permukaan bumi yang memiliki kondisi penutupan lahan yang sama akan mempunyai sifat-sifat reflektansi yang sama pula dan asumsi bahwa variasi variabel ganda (multivariant) nilai digital pada suatu area mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kondisi penutupan lahannya (Lillesand and Kiefer, 1979).

Pengolahan citra Landsat TM dan ETM Kota Bogor di analisis dan diklasifikasikan berdasarkan survey pendahuluan yang telah dilakukan sebelumnya. Berdasarkan hasil survey yang telah dilakukan secara umum, Kota Bogor diklasifikasikan menjadi 7 kelas penutupan lahan, yaitu:

1. Lahan bervegetasi pohon (vegetasi pohon rapat dan vegetasi pohon jarang) 2. Ladang

3. Sawah

4. Semak dan rumput 5. Area terbangun 6. Badan air 7. Tidak ada data.

5.1.1. Kategori Kelas Penutupan Lahan Kota Bogor

5.1.1.1. Lahan Bervegetasi pohon (vegetasi pohon rapat dan vegetasi pohon campuran)

Lahan bervegetasi pohon pada penelitian ini tidak membedakan antara vegetasi rapat dan vegetasi campuran. Hal tersebut dikarenakan bahwa jenis lahan bervegetasi pohon rapat dan jenis lahan bervegetasi pohon jarang memberikan pengaruh yang hampir sama terhadap perubahan suhu. Selain itu, dengan pertimbangan bahwa lokasi penelitian mempunyai area yang tidak terlalu luas dan merupakan kawasan perkotaan maka lahan bervegetasi pohon rapat dan lahan bervegetasi pohon jarang tidak perlu dibedakan.


(51)

Berdasarkan penjelasan di atas maka beberapa contoh dari kategori lahan bervegetasi pohon di Kota Bogor adalah hutan tanaman keras (Hutan Litbang CIFOR dan Kebun Raya Bogor) yang disajikan pada Gambar 4, sempadan sungai, tanaman pekarangan rumah berupa tanaman keras dengan luasan yang bisa dideteksi citra landsat TM dan ETM sebagai lahan bervegetasi dan beberapa tempat pemakaman umum.

(a)

(b)

Gambar 4. (a) Hutan Litbang CIFOR di wilayah Kecamatan Bogor Barat. (b) Kebun Raya Bogor di wilayah Kecamatan Bogor Tengah. 5.1.1.2. Ladang

Ladang yang dimaksud berupa lahan pertanian kering dan pekarangan rumah yang ditanami bukan tanaman keras. Untuk lahan pertanian kering pada musim penghujan atau pada kondisi tertentu ada yang berubah fungsi menjadi lahan pertanian basah (sawah) yang ditanami dengan tanaman padi dengan kondisi lahan sering tergenang air. Area ladang di Kota Bogor terutama banyak dijumpai di Kecamatan Bogor Utara (Tegal Gundul, Tanah Baru, Ciluar, Cimahpar, dan Katulampa) seperti terlihat pada Gambar 5.


(52)

25

(a)

(b)

Gambar 5. (a) Ladang Singkong di Cimahpar-Bogor Utara. (b) Ladang Talas di Situgede-Bogor Barat. 5.1.1.3. Sawah

Sawah di Kota Bogor berupa sawah beririgasi dan sawah tadah hujan. Secara umum sawah juga dapat dibedakan menjadi dua yaitu sawah belum ditanami sampai awal masa tanam dan sawah siap panen. Sawah belum ditanami sampai awal masa tanam pada umumnya tegenang air hal ini mungkin sekali sawah pada citra Landsat TM dan Landsat ETM terdeteksi sebagai badan air. Pada kelas penutupan lahan berupa sawah ini hampir sama dengan ladang pada musim kemarau atau pada kondisi tertentu dapat berubah fungsi menjadi ladang. Lahan persawahan banyak dijumpai pada Kecamatan Bogor Barat (Kelurahan Situ Gede, Balumbang Jaya, dan Margajaya) serta Kecamatan Bogor Selatan (Kelurahan Cikaret). Contoh lahan persawahan dapat dilihat pada gambar 6.


(53)

(a)

(b)

Gambar 6. (a) Sawah belum ditanami di Situgede-Bogor Barat. (b) Sawah Siap Panen di Situgede-Bogor Barat. 5.1.1.4. Semak dan Rumput

Tipe kelas penutupan lahan semak dan rumput di kategorikan sebagai lahan yang penutupan lahannya di dominasi rumput dan tumbuhan bawah. Di Kota Bogor kelas penutupan lahan ini sebagian besar luasan dijumpai di Kecamatan Bogor Barat (Kelurahan Menteng) berupa lapangan golf dan Kecamatan Bogor Tengah berupa padang rumput di depan halaman Istana Bogor dan padang rumput yang merupakan tempat bermain di Kebun Raya Bogor). Pada Gambar 7 dapat dilihat contoh penutupan lahan semak dan rumput di Kota Bogor.


(54)

27

(a)

(b)

Gambar 7. (a) Rumput di Halaman Istana Bogor-Bogor Tengah. (b) Rumput di Kebun Raya Bogor-Bogor Tengah. 5.1.1.5. Terbangun

Kategori dari kelas penutupan lahan area terbangun ini adalah berupa bangunan dan daerah pengerasan termasuk didalamnya jalan aspal ataupun beton. Kategori dari kelas penutupan lahan area terbangun ini sangat mendominasi kawasan di Kecamatan Bogor tengah diluar area Istana Bogor dan Kebun Raya Bogor. Contoh gambar penutupan lahan terbangun ini dapat dilihat pada Gambar 8. Seiring pertumbuhan penduduk di Kota Bogor diperkirakan luas area terbangun ini akan semakin bertambah.

(a) (b)

Gambar 8. (a) Bangunan di wilayah Kecamatan Bogor Tengah. (b) Perumahan Taman Yasmin-Bogor Barat.


(55)

5.1.1.6. Badan Air

Kategori lahan yang termasuk kedalam kelas penutupan badan air ini adalah danau dan sungai. Kelas penutupan lahan ini berada di sepanjang Sungai Cisadane, Sungai Ciliwung dan Situ Gede di Kecamatan Bogor Barat. Contoh gambar badan air ini dapat dilihat pada Gambar 8. Badan air ini keberadaannya sangat mempengaruhi keberadaan sawah yang bertipe irigasi. Di Kecamatan Bogor Barat keberadaan Situ Gede dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat untuk mengairi sawah mereka.

Gambar 9. Situ Gede di wilayah Kecamatan Bogor Barat. 5.1.1.7. Tidak Ada Data

Kelas penutupan lahan Tidak ada data adalah pentupan lahan yang tertutup oleh awan dan bayangan awan sehingga tidak dapat diketahui kondisi sesungguhnya. Kelas penutupan ini disebabkan karena kondisi cuaca pada saat pengambilan citra.

5.1.2. Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 1997

Dari hasil pengolahan citra Landsat TM pada tanggal 28 Juli 1997 diperoleh luasan dan persentase penutupan lahan di Kota Bogor dengan Overall Classification Accuracy 87,80% sebagaimana disajikan pada tabel 4. Pada Gambar 10 dapat dilihat distribusi suhu permukaan di Kota Bogor Tahun 1997.

Tabel 4. Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 1997 Tahun 1997

No Penutupan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)

1. Badan air 107,73 0,91

2. Vegetasi pohon 2.813,94 23,84

3. Sawah 702,00 5,95

4. Ladang 2.641,23 22,38

5. Semak dan rumput 345,15 2,92

6. Terbangun 5.191,65 43,99

Jumlah 11.801,70 100,00


(56)

29


(57)

Total luas wilayah Kota Bogor pada Tahun 1997 berdasarkan pengolahan citra adalah 11.801,61 Ha. Luasan penutupan lahan terbesar di Kota Bogor Tahun 1997 adalah pada kelas area terbangun yaitu seluas 5.191,65 Ha dengan persentase 43,99 % dari total luas wilayah Kota Bogor. Kelas penutupan lahan ini tesebar pada seluruh kecamatan di Kota Bogor. Tipe penutupan lahan ini mendominasi sebagian besar wilayah di Kecamatan Tanah Sereal, Bogor Utara, Bogor Barat, Bogor Tengah, dan Bogor Timur. Pada Kecamatan Bogor Tengah di luar area Istana Bogor dan Kebun Raya Bogor hampir seluruh wilayahnya tertutupi tipe penutupan lahan ini, hal ini dikarenakan Kecamatan Bogor Tengah merupakan pusat perekonomian dan pusat pemerintahan Kota Bogor. Sedangkan luas area terbangun terkecil terdapat di Kecamatan Bogor Selatan.

Luasnya area terbangun di Kota Bogor dikarenakan Kota Bogor merupakan salah kota yang memiliki potensi lebih dibandingkan dengan kota yang lain dengan lokasi yang strategis sekitar 56 km dari DKI Jakarta yang merupakan ibukota negara. Secara tidak langsung Kota Bogor mendapatkan perhatian lebih sebagai kota penyangga yang sangat mempengaruhi perkembangannya. Sebagai kota penyangga Kota Bogor mempunyai aktivitas perekonomian yang cukup tinggi. Tingginya aktivitas perekonomian ini menimbulkan kecenderungan masyarakat untuk tinggal disekitar pusat perekonomian dengan tujuan mendapatkan akses yang mudah untuk melakukan kegiatan ekonomi. Hal ini dibuktikan dengan kondisi Kecamatan Bogor Barat yang sebagian besar wilayahnya ditutupi oleh area terbangun.

Penutupan lahan terluas kedua di Kota Bogor pada Tahun 1997 adalah kelas penutupan lahan bervegetasi pohon yaitu dengan luasan 2.813,94 Ha yang menutupi 23,84 % dari total luasan wilayah Kota Bogor. Kondisi ini dikarenakan Kota Bogor memiliki Hutan CIFOR (Center for International Research) yang berada di Kecamatan Bogor Barat dan Kebun Raya Bogor yang berada Kecamatan Bogor Tengah. Selain itu, kondisi penutupan lahan Kota Bogor pada Tahun 1997 terutama di Kecamatan Bogor Selatan masih banyak tersebar area yang ditutupi vegetasi walaupun itu kemungkinan bukan merupakan hutan melainkan hanya perkebunan saja. Kecamatan Bogor Utara pada Tahun 1997 juga


(58)

31

pada sebagian wilayahnya yaitu di Kelurahan Tanah Baru masih terdapat beberapa area yang ditutupi dengan vegetasi.

Ladang di Kota Bogor pada Tahun 1997 merupakan tutupan lahan terluas ketiga dengan luasan 2.641,23 Ha yang berarti menutupi 22,38 % dari total luas wilayah Kota Bogor. Ladang tersebar merata di 4 kecamatan yaitu Kecamatan Tanah Sereal, Bogor Barat, Bogor Utara, dan Bogor Selatan. Sedangkan di Bogor Tengah hanya sebagian kecil dari wilayahnya yang ditutupi oleh ladang. Secara umum ladang menyebar pada pinggiran Kota yang letaknya berjauhan dari pusat kota yang berada di Bogor Tengah.

Walaupun Kota Bogor mempunyai curah hujan bulanan yang cukup tinggi yaitu 250-335 mm ternyata kondisi pertaniannya tidak didominasi oleh sawah. Berdasarkan hasil pengolahan citra Landsat TM Tahun 1997 luasan sawah di Kota Bogor adalah sebesar 702 Ha yaitu 5,95 % dari total luasan Kota Bogor. Kondisi persawahan di Kota Bogor ada yang berupa sawah tadah hujan dan sawah irigasi. Sebagian besar luasan sawah di Kota Bogor berada di wilayah Kecamatan Bogor Barat.

Semak dan rumput memiliki luas penutupan lahan urutan kelima yaitu sebesar 345,15 Ha menutupi 2,29 % dari total luasan Kota Bogor. Semak dan rumput sebagian besar terdapat di padang rumput Istana Bogor dan padang golf di Kecamatan Bogor Barat. Sedangkan luasan penutupan lahan terkecil adalah badan air dengan luasan sebesar 107,73 Ha yang menutupi 0,91 % dari total luasan Kota Bogor. Komponen penyusun Badan air di Kota Bogor ini di dominasi oleh Sungai Cisadane, Sungai Ciliwung dan Situ Gede yang terletak di Kecamatan Bogor Barat.

5.1.3. Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 2006

Dari hasil pengolahan citra Landsat ETM penyiaman 27 Juni 2006 diperoleh penutupan lahan yang disajikan pada Gambar11.dengan akurasi 90,24 %. Tiap-tiap kelas penutupan lahan menunjukan perbedaan baik presentase maupun luasannya. Berikut ini kelas penutupan lahan, luasan, dan persentase dari luas wilayah Kota Bogor disajikan pada tabel 5.


(59)

(60)

33

Tabel 5.Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 2006 Tahun 2006

No Penutupan Lahan Luas (Ha) persentase (%)

1. Badan air 92,16 0,78

2. Vegetasi pohon 2.717,28 23,02

3. Sawah 797,31 6,76

4. Ladang 2.255,85 19,11

5. Semak dan rumput 341,46 2,89

6. Terbangun 5.597,64 47,43

Jumlah 11.801,70 100,00

Overall Classification Accuracy 1997= 90,24%

Luas penutupan lahan terbesar di Kota Bogor pada Tahun 2006 adalah kelas penutupan lahan terbangun dengan luasan 5.597,70 Ha yaitu 47,43 dari total luasan Kota Bogor. Dari lima kecamatan yang ada di Kota Bogor 4 diantaranya didominasi oleh kelas penutupan terbangun. Kelas penutupan lahan terbangun ini mendosminasi di Kecamatan Bogor Barat, Tanah Sereal, Bogor Utara, Bogor Tengah, dan Bogor Timur. Diperkirakan luasan kelas penutupan lahan terbangun ini akan terus bertambah seiring pertambahan jumlah penduduk. Pertambahan jumlah penduduk menyebabkan kebutuhan ruang yang lebih untuk tempat tinggal dan berbagai aktivitasnya.

Penutupan lahan terluas kedua di Kota Bogor pada Tahun 2006 adalah kelas penutupan lahan bervegetasi pohon yaitu dengan luasan 2.717,28 Ha yang menutupi 23,02 % dari total luas Kota Bogor. Penutupan lahan vegetasi terletak menyebar di Kecamatan Tanah Sereal, Bogor Utara, Bogor Timur, dan Bogor Selatan. Di Kecamatan Bogor Barat terletak mengelompok di Hutan CIFOR (Center for International Research) dan di Kecamatan Bogor Tengah terletak mengelompok di Kebun Raya Bogor. Sebagian besar luasan kelas penutupan lahan bervegetasi terdapat di Bogor Selatan.

Ladang di Kota Bogor pada Tahun 2006 memiliki luasan 2.255,85 Ha yang berarti menutupi 19,11 % dari total luas Kota Bogor. Kecamatan Bogor Selatan adalah kecamatan yang memiliki luas ladang paling luas. Kecamatan lain yang memiliki luas ladang yang cukup luas juga adalah Kecamatan Bogor Utara. Kecamatan Bogor Tengah memiliki luas penutupan lahan berupa ladang yang paling kecil dibandingkan kecamatan lainnya. Hal ini disebabkan sebagian luasan di Kecamatan Bogor Tengah telah terbangun untuk menunjang berbagai kegiatan ekonomi dan pemerintahan. Selain itu, Kecamatan Bogor Tengah berdasarkan


(1)

ACCURACY TOTALS ---

Class Reference Classified Number Producers Users

Name Totals Totals Correct Accuracy Accuracy

--- --- --- --- ---

1 1 1 --- ---

Badan air 1 1 1 100.00% 100.00%

Ladang 8 8 8 100.00% 100.00%

Semak dan rumpu 6 3 3 50.00% 100.00%

Sawah 7 7 7 100.00% 100.00%

Vegetasi 9 8 8 88.89% 100.00%

Terbangun 9 13 9 100.00% 69.23%

Totals 41 41 37 Overall Classification Accuracy = 90.24%

--- End of Accuracy Totals ---

KAPPA (K^) STATISTICS ---

Overall Kappa Statistics = 0.8793 Conditional Kappa for each Category. --- Class Name Kappa --- --- 1.0000 Badan air 1.0000 Ladang 1.0000 Semak dan rumput 1.0000 Sawah 1.0000 Vegetasi 1.0000 Terbangun 0.6058


(2)

Lampiran 3. Penutupan Lahan Perkecamatan Tahun 1997

Luas Perkecamatan (Ha)

Bogor Barat Tanah Sereal Bogor Utara Bogor Tengah Bogor Timur Bogor Selatan

Penutupan Lahan Ha % Ha % Ha % Ha % Ha % Ha %

Badan air 45,00 0,38 6,93 0,06 9,09 0,08 14,22 0,12 11,43 0,10 33,57 0,28 Ladang 431,73 3,62 502,74 4,21 508,95 4,27 28,26 0,24 277,92 2,33 904,14 7,58 Semak dan rumput 97,83 0,82 66,78 0,56 74,25 0,62 26,64 0,22 11,25 0,09 70,92 0,59 Sawah 270,36 2,27 151,65 1,27 66,78 0,56 5,400 0,05 53,91 0,45 160,29 1,34 Vegetasi 414,45 3,47 441,36 3,70 330,66 2,77 146,61 1,23 200,07 1,68 1301,76 10,91 Terbangun 1140,48 9,56 1179,09 9,88 942,93 7,90 604,08 5,06 529,20 4,43 872,28 7,31

Lampiran 4. Penutupan Lahan Perkecamatan Tahun 2006

Luas Perkecamatan (Ha)

Bogor Barat Tanah Sereal Bogor Utara Bogor Tengah Bogor Timur Bogor Selatan

Penutupan Lahan Ha % Ha % Ha % Ha % Ha % Ha %

Badan air 34,02 0,29 6,03 0,05 9,27 0,08 10,71 0,09 13,23 0,11 25,65 0,21 Ladang 323,82 2,71 418,59 3,51 536,13 4,49 19,17 0,16 157,14 1,32 814,77 6,83 Semak dan rumput 91,62 0,77 29,16 0,24 42,93 0,36 20,52 0,17 24,66 0,21 134,64 1,13 Sawah 254,79 2,14 144,18 1,21 48,24 0,40 4,86 0,04 67,5 0,57 279,9 2,35 Vegetasi 492,03 4,12 585,27 4,90 292,86 2,45 160,11 1,34 163,62 1,37 1045,44 8,76 Terbangun 1203,57 10,09 1165,32 9,77 1003,23 8,41 609,84 5,11 657,63 5,51 1042,56 8,74


(3)

Lampiran 5. Distrribusi Suhu Permukaan Perpenutupan Lahan Tahun 1997

Luas Perpenutupan Lahan (Ha) Badan air vegetasi sawah ladang

semak dan

rumput terbangun

Suhu Ha % Ha % Ha % Ha % Ha % Ha %

<20 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 20-21 5,76 0,05 115,20 0,98 13,68 0,12 48,96 0,41 4,32 0,04 29,52 0,25 21-22 8,28 0,07 330,84 2,80 54,72 0,46 178,92 1,52 16,92 0,14 128,16 1,09 22-23 35,64 0,30 1146,24 9,71 253,44 2,15 916,92 7,77 61,92 0,52 781,56 6,62 23-24 16,92 0,14 475,92 4,03 146,88 1,24 572,40 4,85 72,36 0,61 839,88 7,12 24-25 17,28 0,15 340,20 2,88 109,08 0,92 425,16 3,60 69,84 0,59 1044,36 8,85 25-26 16,92 0,14 299,16 2,53 90,00 0,76 381,60 3,23 71,64 0,61 1474,56 12,49 26-27 7,20 0,06 85,68 0,73 23,04 0,20 99,36 0,84 30,24 0,26 653,11 5,53 27-28 0,72 0,01 19,44 0,16 10,80 0,09 23,40 0,20 7,56 0,06 238,60 2,02 28-29 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,36 0,00 0,00 0,00 7,20 0,06 >29 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00


(4)

Lampiran 6. Distrribusi Suhu Permukaan Perpenutupan Lahan Tahun 2006

Luas Perpenutupan Lahan (Ha) Badan air vegetasi sawah ladang

semak dan

rumput terbangun

Suhu Ha % Ha % Ha % Ha % Ha % Ha %

<20 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 20-21 3,24 0,03 39,60 0,34 2,16 0,02 4,32 0,04 0,00 0,00 1,44 0,01 21-22 21,96 0,19 365,04 3,09 58,68 0,50 112,32 0,95 12,24 0,10 17,64 0,15 22-23 30,60 0,26 1260,00 10,68 412,20 3,49 958,32 8,12 137,16 1,16 371,88 3,15 23-24 12,96 0,11 256,68 2,17 53,28 0,45 296,28 2,51 55,08 0,47 1227,60 10,40 24-25 13,68 0,12 604,44 5,12 165,96 1,41 635,40 5,38 101,16 0,86 863,28 7,31 25-26 8,28 0,07 162,72 1,38 52,20 0,44 171,36 1,45 32,40 0,27 1956,60 16,58 26-27 2,88 0,02 32,04 0,27 8,64 0,07 56,52 0,48 9,72 0,08 859,68 7,28 27-28 1,08 0,01 16,20 0,14 6,48 0,05 24,12 0,20 4,32 0,04 282,60 2,39 28-29 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1,08 0,01 0,00 0,00 18,36 0,16


(5)

Lampiran 7. Distribusi Suhu Permukaan Perkecamatan Tahun 1997

Luas Perpenutupan Lahan (Ha) Bogor Barat Tanah Sereal Bogor Utara

Bogor

Tengah Bogor Timur Bogor Selatan

Suhu Ha % Ha % Ha % Ha % Ha % Ha %

<20 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

20-21 18,36 0,15 1,08 0,01 0,00 0,00 10,80 0,09 13,32 0,11 177,84 1,46

21-22 85,32 0,70 25,56 0,21 21,24 0,17 33,84 0,28 67,32 0,55 490,68 4,03

22-23 503,64 4,14 503,64 4,14 365,40 3,00 47,88 0,39 358,92 2,95 1458,72 11,98

23-24 448,92 3,69 544,68 4,47 423,36 3,48 54,00 0,44 243,72 2,00 465,12 3,82

24-25 469,80 3,86 468,36 3,85 526,68 4,33 135,00 1,11 189,36 1,56 295,20 2,42

25-26 619,20 5,08 568,08 4,67 464,04 3,81 316,44 2,60 183,60 1,51 295,56 2,43

26-27 234,36 1,92 199,44 1,64 144,72 1,19 181,44 1,49 49,32 0,41 146,52 1,20

27-28 69,48 0,57 69,12 0,57 28,44 0,23 75,24 0,62 12,96 0,11 61,92 0,51

28-29 1,08 0,01 3,96 0,03 0,00 0,00 2,88 0,02 0,36 0,00 1,08 0,01


(6)

Lampiran 8. Distribusi Suhu Permukaan Perkecamatan Tahun 2006

Luas Perpenutupan Lahan (Ha) Bogor Barat Tanah Sereal Bogor Utara

Bogor

Tengah Bogor Timur Bogor Selatan

Suhu Ha % Ha % Ha % Ha % Ha % Ha %

<20 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

20-21 10,08 0,08 0,00 0,00 0,36 0,00 5,76 0,05 0,00 0,00 34,56 0,28

21-22 96,84 0,80 23,76 0,20 23,76 0,20 40,32 0,33 13,68 0,11 394,56 3,24

22-23 616,32 5,06 617,76 5,07 475,56 3,91 68,04 0,56 161,64 1,33 1293,84 10,63

23-24 427,68 3,51 445,68 3,66 333,72 2,74 136,08 1,12 234,36 1,92 392,76 3,23

24-25 514,08 4,22 581,76 4,78 399,24 3,28 87,48 0,72 227,52 1,87 654,48 5,37

25-26 536,76 4,41 477,36 3,92 511,20 4,20 280,80 2,31 295,56 2,43 375,48 3,08

26-27 199,44 1,64 176,40 1,45 185,04 1,52 157,68 1,29 141,84 1,16 158,04 1,30

27-28 48,96 0,40 59,40 0,49 44,64 0,37 72,72 0,60 42,12 0,35 80,64 0,66

28-29 0,00 0,00 1,80 0,01 0,36 0,00 8,64 0,07 2,16 0,02 8,28 0,07