Analisis pendapatan usaha pembesaran ikan lele sangkuriang (clarias gariepinus) di Bojong Farm Kabupaten Bogor

(1)

ANALISIS PENDAPATAN USAHA PEMBESARAN IKAN LELE SANGKURIANG (CLARIAS GARIEPINUS) DI BOJONG FARM

KABUPATEN BOGOR

JAMALUDIN 109092000023

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

i ANALISIS PENDAPATAN USAHA PEMBESARAN IKAN LELE

SANGKURIANG (CLARIAS GARIEPINUS) DI BOJONG FARM KABUPATEN BOGOR

JAMALUDIN 109092000023

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Agribisnis

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

(4)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, Juni 2015

Jamaludin 109092000023


(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Jamaludin

Jenis Kelamin : Laki-Laki Tempat, Tanggal

Lahir

: Tangerang, 7 Januari 1992 Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Islam

Alamat : Villa Mutiara Blok W No.8 Sawah Baru - Ciputat No. HP : 0896 359 359 92

Email : jamaludinskywave@gmail.com

2006-2008 : Anggota WEB Design SMA Negeri 2 Ciputat

2010-2011 : Staff Divisi Inforrmasi dan Komunikasi BEM Jurusan Agribisnis Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1997-2003 : SD Negeri Sawah Baru 2 2003-2006 : SMP Negeri 3 Ciputat 2006-2009 : SMA Negeri 2 Ciputat

2009-2015 : Strata I Jurusan Agribisnis, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

Data Diri

Riwayat Pendidikan


(6)

RINGKASAN

Jamaludin. 109092000023. Analisis Pendapatan Usaha Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) di Bojong Farm Kabupaten Bogor. (Dibawah bimbingan Siti Rochaeni dan Armaeni Dwi Humaerah)

Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan budidaya air tawar yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan ikan lele mudah untuk dibudidayakan, tidak banyak memerlukan air untuk hidup, dan harga relatif murah. Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) juga menjadikan lele sebagai salah satu komoditas unggulan. Salah satu jenis ikan lele yang dibudidayakan petani adalah ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus). Kabupaten Bogor merupakan salah satu Kabupaten yang ditetapkan pemerintah

sebagai kawasan percontohan minapolitan ikan lele sejak tahun 2011. Usaha pembesaran ikan lele khususnya ikan lele sangkuriang yang ada di

Kabupaten Bogor, salah satunya adalah Bojong Farm. Usaha pembesaran ikan lele sangkuriang di Bojong Farm tergolong baru. Dalam perkembangannya, permintaan ikan lele sangkuriang untuk para pedagang sayur dan warung tenda pecel lele terus meningkat, namun permasalahan yang dialami oleh Bojong Farm adalah belum bisa memenuhi permintaan dari konsumen tersebut dikarenakan produksi ikan lele di Bojong Farm belum bisa maksimal untuk memproduksi ikan lele sangkuriang siap konsumsi. Melihat peluang pangsa pasar terbuka luas karena banyaknya permintaan ikan lele sangkuriang di kawasan lokasi usaha pembesaran ikan lele sangkuriang di Bojong Farm dan sekitarnya, Bojong Farm ingin memperbesar bisnis usaha pembesaran ikan lele sangkuriang dan ingin terus meningkatkan produksi ikan lele agar dapat memenuhi permintaan ikan lele untuk para pedagang sayur maupun pedagang warung tenda pecel lele. Usaha pembesaran ikan lele membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk membiayai investasi dalam jangka panjang. Risiko usaha pada kegiatan pembesaran ikan lele juga cukup besar. Untuk mengurangi risiko tersebut perlu perhitungan yang tepat agar dana yang diinvestasikan dapat memberikan keuntungan. Selain itu, biaya variabel yang cenderung meningkat menyebabkan adanya perubahan yang terjadi pada biaya produksi.

Tujuan dari penelitian ini adalah: 1). Mengetahui biaya dan pendapatan usaha pembesaran ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) di Bojong Farm. 2). Menganalisis kelayakan usaha pembesaran ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) di Bojong Farm dengan menggunakan R/C Rasio, B/C Rasio, Break Event Point dan Payback Period. 3). Menganalisis kenaikan biaya variabel pada usaha pembesaran ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) di Bojong Farm yang dapat ditorelansi.

Penelitian dilakukan di Bojong Farm Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian tersebut dilakukan secara sengaja (purposive). Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara, observasi langsung. Data sekunder berasal dari studi literatur seperti hasil penelitian, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor dan Kementerian Perikanan dan Kelautan Republik Indonesia. Data dan informasi


(7)

vi yang telah dikumpulkan dianalisis secara kuantitatif yang diolah dengan Microsoft Excel 2010. Analisis kuantitatif dilakukan dalam menilai kelayakan usaha. Penilaian kelayakan usaha dilakukan dengan melakukan perhitungan R/C Ratio, B/C Ratio, Break Event Point dan Payback Period. Selain itu, dilakukan juga analisis switching value untuk menilai sensitivitas kelayakan usaha terhadap perubahan kenaikan biaya variabel dalam usaha pembesaran ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) di Bojong Farm.

Hasil penelitian ini yaitu: 1) Total Biaya usaha pembesaran ikan lele sangkuriang di Bojong Farm sebesar Rp23.530.537. Total biaya usaha pembesaran ikan lele sangkuring di Bojong Farm yang dihasilkan dari penjumlahan biaya tetap dan biaya varibel. Dan Total Pendapatan usaha

pembesaran ikan lele sangkuriang di Bojong Farm sebesar Rp6.469.427.

Hasil tersebut dihasilkan dari total penerimaan dikurangi total biaya. 2). Analisis kelayakan usaha pembesaran ikan lele sangkuriang di Bojong Farm

menghasilkan R/C Rasio sebesar 1,27, B/C Rasio sebesar 0,27, break event point (BEP) terbagi menjadi 2, yaitu BEP produksi/volume dan BEP harga. BEP produksi/volume mendapatkan nilai sebesar 1.177 Kg, Sedangkan BEP harga

mendapatkan nilai Rp15.687. dan payback period (PP) dalam jangka waktu 1 tahun 10 bulan 25 hari (8 Periode). 3) Berdasarkan hasil analisis sensitivitas dan

switching value, kenaikan biaya variabel sebesar 7% masih bisa ditoleransi, namun kenaikan biaya variabel sebesar 31% maka Bojong Farm akan mengalami kerugian.

Kata kunci: Pendapatan, Usahatani, Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang, Bojong Farm,Kabupaten Bogor.


(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, karunia, dan hidayah-Nya, shalawat beserta salam selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabat-Nya yang telah membawa umat manusia menuju jalan kebaikan sehingga penyusunan skripsi

yang berjudul “Analisis Pendapatan Usaha Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang (Clarias Gariepinus) di Bojong Farm Kabupaten Bogor” dapat diselesaikan dengan baik.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Agribisnis, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam kepada semua pihak yang telah ikut membantu serta menjadi motivasi penulis, yaitu kepada:

1. Ibu Ir. Siti Rochaeni, M.Si, selaku dosen pembimbing I atas waktu, tenaga, bimbingan, saran, dan motivasi yang konstruktif dalam penyusunan skripsi ini. Semoga Allah selalu memberikan keberkahan untuk ibu. Aamiin. 2. Ibu Armaeni Dwi Humaerah, M.Si, selaku dosen pembimbing II atas

bimbingan, saran, motivasi, waktu, tenaga, dan pemikiran hingga selesainya skripsi ini. Semoga Allah selalu memberikan keberkahan untuk ibu. Aamiin.


(9)

viii 3. Bapak Mursali dan Ibu Ety yang telah mencurahkan cinta dan kasih sayang yang tiada henti, perhatian, dukungan moril maupun materil, nasihat yang tak ternilai, serta doa yang tak pernah putus bagi penulis. Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik dan semoga selalu diberikan berkah kesehatan, kasih sayang, dan perlindungan dari Allah SWT. Aamiin.

4. Keluraga besar Bapak Mursali yaitu Abang Dani, Abang Didin dan Kakak Umi, berserta RCM (Rombongan Cucu Mursali) yaitu para keponakan penulis sendiri diantaranya Zidan, Rara, Adzki, Afika, Nadifa semoga kalian diberi umur panjang, menjadi anak yang sholeh dan sholeha dapat berguna dan membanggakan keluarga dan semoga kalian memiliki cita-cita yang tinggi dan dapat menggapainya. Aamiin

5. Segenap keluarga besar Bojong Farm yang telah bersedia menjadi lokasi usahanya sebagai tempat penelitian, terimakasih telah membantu penulis memperoleh pengalaman serta pengetahuan lebih mengenai usaha pembesaran ikan lele, sekali lagi terimakasih banyak untuk Bapak Sigeg, Bapak Sartono dan Istri, dan Bapak Ari, Semoga Allah selalu memberikan keberkahan untuk bapak dan ibu. Aamiin.

6. Bapak Dr. Yon Girie Mulyono, M.Si, selaku dosen penguji I atas waktu yang telah dicurahkan dan masukan yang positif dalam rangka penyempurnaan skripsi bagi penulis. Semoga Allah selalu memberikan keberkahan untuk bapak. Aamiin.

7. Bapak Drs. Acep Muhib, MM, selaku dosen penguji II atas waktu yang telah dicurahkan, masukan positif dalam rangka penyempurnaan skripsi ini


(10)

ix dan motivasi yang konstruktif bagi penulis. Semoga Allah selalu memberikan keberkahan untuk bapak. Aamiin.

8. Ibu Dr. Elpawati, MM selaku Ketua Program Studi Agribisnis dan Bapak Ahmad Mahbubi Mufti, MM, selaku sekretaris Program Studi Agribisnis, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga ibu dan bapak senantiasa dalam perlindungan Allah SWT dan selalu dimudahkan segala urusannya. Aamiin.

9. Bapak Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

10.Dian, Bim-Bim, Ade, Eriza, Azzam, Mas Slamet dan seluruh kawan-kawan Agribisnis 2009 lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas perhatian, solidaritas, motivasi, bantuan dan doanya. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan kalian, selalu di dalam perlindunganNya, diberi nikmat sehat. Aamiin.

11.Seluruh rekan rekan LKLG diantaranya Avi, Azri, Iki, Ade Gendut, Bege, Aby, Akbar dan lain lain, terimakasih kebersamaannya selama ini, selalu tertawa dan ceria.

12.Seluruh keluarga besar PT Batu Putih Properti, Bapak Khemal, Bapak Hendy, Bapak Iwe, Ibu Julia telah memberikan izin untuk menyelesaikan skripsi penulis sampai selesai, dan tak lupa rekan kantor di PT Batu Putih Properti diantarnya Elis, Silvi, Rina, Nindi, Syifa, Dony, Mas Kardi, Fahmi terimakasih telah menjadi rekan kantor yang asik.


(11)

x 13.Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu tanpa mengurangi rasa hormat. Semoga Allah SWT membalas Segala kebaikan kalian.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan dimasa yang akan datang. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun semua pihak yang membutuhkan. Aamiin.

Wassalamualaikum Wr Wb

Jakarta, Juni 2015

Jamaludin 109092000023


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI xi

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR TABEL xv

DAFTAR LAMPIRAN xvi

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 6

1.3 Tujuan Penelitian 7

1.4 Manfaat Penelitian 8

1.5 Ruang Lingkup Penelitian 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9

2.1 Ikan Lele Sangkuriang 9

2.2 Prospek Pasar Ikan Lele Sangkuriang 12

2.3 Usaha Pembesaran Ikan Lele 14

2.4 Biaya 19

2.5 Penerimaan 20

2.6 Pendapatan 20

2.7 Analisis Kelayakan Usaha 21

2.7.1 Analisis Rasio Penerimaan atas Biaya (R/C Rasio) 22 2.7.2 Analisis Rasio Keuntungan atas Biaya (B/C Rasio) 22 2.7.3 Analisis Break Event Point (BEP) 23 2.7.4 Analisis Payback Period (PP) 24 2.8 Analisis Sensitivitas dan Switchig Value 25

2.9 Penelitian Terdahulu 27

2.10 Kerangka Pemikiran 29


(13)

xii

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 31

3.2 Data dan Sumber Data 31

3.3 Metode Pengumpulan Data 32

3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data 32

3.4.1 Biaya Usaha 33

3.4.2 Penerimaan 33

3.4.3 Pendapatan 34

3.4.4 Rasio Penerimaan atas Biaya (R/C Rasio) 34 3.4.5 Rasio Keuntungan atas Biaya (B/C Rasio) 35

3.4.6 Break Event Point (BEP) 35

3.4.7 Payback Period (PP) 36

3.5 Analisis Sensitivitas dan Switchig Value 36

3.6 Definisi Operasional 38

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 41

4.1.Gambaran Umum Desa Kedung Waringin 41

4.1.1 Letak dan Kondisi Geografis Lokasi Penelitian 41 4.1.2 Kependudukan dan Keadaan Sosial Ekonomi 42

4.1.3 Lahan dan Jenis Penggunaannya 42

4.1.4 Keadaan Sarana dan Prasarana 43

4.2.Gambaran Umum Bojong Farm 44

4.2.1 Sejarah Bojong Farm 45

4.2.2 Sarana dan Prasarana Perusahaan 47

4.2.3 Keadaan di Bojong Farm 49

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 51

5.1 Biaya dan Pendapatan di Bojong Fam 51

5.1.1 Biaya Pembesaran Ikan Lele di Bojong Farm 51 5.1.2 Pendapatan Pembesaran Ikan lele di Bojong Farm 58 5.2 Analisis Kelayakan Usaha di Bojong Farm 59 5.2.1 R/C Ratio Pembesaran Ikan Lele di Bojong Farm 60 5.2.2 B/C Ratio Pembesaran Ikan Lele di Bojong Far 60 5.2.3 BEP Pembesaran Ikan Lele di Bojong Farm 60 5.2.4 Payback Periode Pembersaran Ikan Lele di Bojong

Farm 61

5.3 Analisis Sensitivitas dan Switching Value Kenaikan Biaya Variabel Pada Usaha Pembesaran Ikan Lele di Bojong Farm 62


(14)

xiii

6.1 Kesimpulan 66

6.2 Saran 67

DAFTAR PUSTAKA 68


(15)

xiv DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) 9 2. Kerangka pemikiran Analisis Pendapatan Usaha Pembesaran Ikan

Lele Sangkuriang Intensif Pada Kolam Terpal di Bojong Farm 30 3. Kolam Pembesaran dan Kolam Penampungan Ikan Lele di Bojong

Farm menggunakan kolam terpal dengan rangka baja ringan 49 4. Pemberian Pakan pada Ikan lele di Bojong Farm 50 5. Proses Panen Ikan Lele Sangkuriang di Bojong Farm 50


(16)

xv DAFTAR TABEL

Halaman 1. Produk Domestik Bruto (PDB) Perikanan Indonesia 2014 1 2. Sentra Produsen Lele di Indonesia Tahun 2013 3 3. Peruntukan lahan pada Kelurahan Kedung Waringin pada

Tahun 2015 42

4. Peralatan penunjang produksi pembesaran ikan lele di Bojong Farm 48 5. Biaya Tetap dan Biaya Variable dalam satu periode di Bojong Farm 51 6. Total Pendapatan Bojong Farm dalam satu periode (3 Bulan) 58 7. Analisis kelayakan usaha pembesaran ikan lele di Bojong Farm

dengan melihat R/C Rasio, B/C Rasio, Break Even Point (BEP)

dan Payback Period (PP) 59

8. Analisis Sensitvitas dan Switching Value Kenaikan Biaya Variabel


(17)

xvi DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Layout Bojong Farm 72

2. Rincian Nilai Investasi dan Penyusutan Usaha Pembesaran Ikan Lele

di Bojong Farm 73

3. Rincian Biaya Tetap dan Biaya Variable Usaha Pembesaran Ikan Lele di Bojong Farm dalam satu periode (3 Bulan) 74 4. Rincian Penerimaan Usaha Pembesaran ikan lele di Bojong Farm

dalam satu periode (3 Bulan) 75

5. Laporan Laba Rugi Usaha Pembesaran Ikan Lele di Bojong Farm

dalam Satu Periode (3 Bulan) 75

6. Analisis R/C Ratio, B/C Ratio, Break Event Point dan Payback

Period Usaha Pembesaran Ikan Lele di Bojong Farm 76

7. Screenshoot Inflasi Nasional pada Periode November 2014 Sampai Januari 2015 yang diakses di www.bi.go.id 77 8. Analisis Sensitivitas dengan Kenaikan Total Biaya Variable

Sebesar 7% 78

9. Analisis Sensitivitas dengan Kenaikan Total Biaya Variable

Sebesar 30% 79

10. Analisis Sensitivitas dengan Kenaikan Total Biaya Variable

Sebesar 31% 80

11. Proses Kegiatan Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus)

Yang dilakukan di Bojong Farm 81

12. Foto Usaha Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus)

di Bojong Farm 82

13. Peta Lokasi Bojong Farm, Kelurahan Kedung Waringin, Kecamatan


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kekayaan Indonesia mempunyai potensi besar di dalam menyukseskan pembangunan khususnya mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Cita- cita itu tidak akan mungkin dicapai tanpa adanya usaha atau kerja keras dan pengorbanan dari seluruh rakyat, yang sadar akan tanggung jawabnya sebagai warga negara. Kekayaan potensi harus dimanfaatkan seoptimal mungkin dan dikelola dengan baik agar dapat menghasilkan nilai tambah dalam sektor ekonomi, guna meningkatkan kesejahteraan dan kehidupan masyarakat. Perkembangan pembangunan perikanan di Indonesia sebagai bagian integral pembangunan nasional telah menampakkan hasil yang cukup baik. Hal ini terlihat pada Tabel 1 dimana nilai PDB perikanan di Indonesia terus meningkat.

Sumber : Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2014.

2008 2009 2010 2011 2012 2013

Harga Berlaku 14,700 17,540 19,870 23,200 25,260 29,400

Harga Konstan 4,780 4,950 5,000 5,160 5,280 5,320

0 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000 35,000

M

il

yar

Rup

iah


(19)

2 Salah satu produk perikanan adalah ikan lele. Ikan lele mudah dibudidayakan, dapat dipelihara dengan padat tebar yang tinggi dan dapat dibudidayakan di kawasan marjinal dan hemat air. Ikan lele memiliki pertumbuhan yang cepat, sehingga dalam waktu 2 – 3 bulan sudah dapat dipanen. Pertumbuhan yang cepat ini menjadikan peternak mudah mengatur aliran kas. Ikan lele juga kaya kandungan gizi, jumlah proteinnya mencapai 20%. Dalam setiap 100 gram ikan lele, kandungan lemaknya hanya dua gram, jauh lebih rendah dibandingkan daging sapi atau ayam selain itu harga ikan lele relatif lebih terjangkau.

Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) juga

menjadikan ikan lele sebagai salah satu komoditas unggulan. Persyaratan komoditas unggulan adalah teknologi berkembang dan dikuasai

masyarakat, peluang pasar ekspor tinggi, serapan pasar dalam negeri cukup besar, permodalan relatif rendah, dan hemat bahan bakar minyak. Dirjen Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) menargetkan pertambahan luas areal budidaya ikan lele sebesar 38,19 % per tahun. Sehingga diharapkan oleh

pemerintah pada tahun 2014 target produksi ikan lele mencapai 900.000 ton (Amri dan Khairuman, 2013).

Sentra produsen ikan lele terbesar pada tahun 2013 berada di Jawa Barat dengan produksi 197.783 ton. Jawa Timur berada diurutan dua dengan produksi

79.927 ton. Jawa Tengah diurutan tiga dengan produksi 75.236 ton. Sentra produsen dan produksi ikan lele di Indonesia tahun 2013 dapat dilihat pada


(20)

3 Sumber : Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2014.

Kabupaten Bogor merupakan daerah yang memiliki kontribusi terbesar penghasil ikan lele yang kedua di Jawa Barat setelah Indramayu. Kabupaten Bogor merupakan salah satu Kabupaten yang ditetapkan pemerintah sebagai kawasan percontohan minapolitan ikan lele sejak tahun 2011. Daerah ini cukup strategis dan didukung dengan sumber daya lahan dan air yang memadai, akses jalan yang cepat dan jangkauan pasar yang cukup luas. Jika dibandingkan dengan Indramayu, posisi kabupaten bogor yang wilayahnya berbatasan langsung dengan DKI Jakarta memberi keuntungan lebih dalam upaya membantu ketersediaan sumber daya ikan lele untuk kawasan DKI Jakarta dan sekitarnya dimana konsumsi terbesar nasional berada pada daerah tersebut (Andika, 2012).

Tingkat konsumsi ikan mengalamai kenaikan dari tahun ke tahun.

Tingkat Konsumsi ikan pada tahun 2000 sebesar 21,57 kg/kapita. Tahun 2003 naik menjadi 25,67 kg/kapita. Kenaikan konsumsi rata rata 4,6%

per tahun. Amri dan Khairuman (2013) menyatakan bahwa berdasarkan data Jawa Barat Jawa Timur Jawa Tenga h D.I Yogyak arta Sumat era Utara Sumat era Barat Sumat era Selata n Lampu ng Kepula uan Riau Riau

Lele 197,78 79,927 75,236 29,205 27,128 26,258 24,328 19,291 10,816 9,979 0 50,000 100,000 150,000 200,000 250,000 T on


(21)

4 Departemen Keluatan dan Perikanan, tingkat konsumsi ikan masyarakat indonesia pada tahun 2010 sampai 2012 rata-rata naik hingga 5,44% kg/kapita dan pada tahun 2011 sebesar 32,25 kg/ kapita. Tahun 2012, tingkat konsumsi ikan mencapai 33,89 kg/kapita. Dan pada tahun 2013 ditargetkan tingkat konsumsi ikan masyrakat naik hingga 35,14 kg/kapita.

Kondisi permintaan ikan lele diperkirakan akan selalu meningkat di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) permintaan setiap hari tidak kurang dari 75 ton atau 2.250 ton/bulan Suryanto (dalam Rochaeni, 2009). Jika diakumulasi dalam satu tahun. Permintaan ikan lele untuk daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) menjadi 27.000 ton/tahun, Sedangkan Dinas Perikanan Jawa Barat menyatakan bahwa produksi ikan lele di Kabupaten Bogor hanya 18.313 ton/tahun artinya walaupun Kabupaten Bogor ditetapkan sebagai daerah minapolitan ikan lele, tetapi masih belum mampu memenuhi permintan ikan lele untuk wilayah Jakarta, Depok, Bogor, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek). Salah satu jenis ikan lele yang banyak dibudidayakan di Kabupaten Bogor karena memiliki banyak peminat mulai dari pedagang pecel lele pinggir jalan hingga pedagang sayur eceran yaitu ikan lele sangkuriang.

Bojong Farm yang berlokasi di Kelurahan Kedung Waringin Kecamatan Bojong Gede Kabupaten Bogor merupakan salah satu lokasi pembesaran ikan lele sangkuriang (clarias gariepinus) secara intensif di kolam terpal yang baru berdiri pada tanggal 22 November 2013. Bojong Farm telah dapat menyuplai ikan lele sangkuriang (clarias gariepinus) siap konsumsi untuk pedagang sayur eceran dan untuk warung tenda pecel lele di daerah sekitar lokasi pembesaran ikan lele


(22)

5 tersebut. Dalam perkembangannya, permintaan ikan lele sangkuriang untuk para pedagang sayur dan warung tenda pecel lele terus meningkat, namun permasalahan yang dialami oleh Bojong Farm adalah belum bisa memenuhi permintaan dari konsumen tersebut dikarenakan produksi ikan lele di Bojong Farm belum bisa maksimal untuk memproduksi ikan lele sangkuriang siap konsumsi. Melihat peluang pangsa pasar terbuka luas karena banyaknya permintaan ikan lele sangkuriang di kawasan lokasi usaha pembesaran ikan lele di Bojong Farm dan sekitarnya, Bojong Farm ingin memperbesar bisnis usaha pembesaran ikan lele sangkuriang dan ingin terus meningkatkan produksi ikan lele ditempat tersebut agar dapat memenuhi permintaan ikan lele untuk para pedagang sayur maupun pedagang warung tenda pecel lele.

Usaha pembesaran ikan lele tersebut membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk membiayai investasi dalam jangka panjang. Resiko usaha pada kegiatan pembesaran ikan lele juga cukup besar. Untuk mengurangi risiko tersebut perlu perhitungan yang tepat agar dana yang diinvestasikan dapat memberikan keuntungan. Selain itu, biaya variabel seperti harga pakan, bibit, obat-obatan dan multivitamin ikan lele yang cenderung meningkat menyebabkan adanya perubahan yang terjadi pada biaya produksi.

Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis untuk mengetahui biaya dan pendapatan dari usaha yang dijalankan masih menguntungkan atau sebaliknya, selain itu menganalisis kelayakan usaha untuk meyakinkan bahwa usaha tersebut dapat dikatakan layak untuk dijalankan. Kemudian dalam penelitian ini menganalisis sensitivitas yang terjadi jika ada perubahan-perubahan biaya variabel yang terjadi dalam menjalankan usaha pembesaran ikan lele sangkuriang


(23)

6 (Clarias gariepinus) di Bojong Farm. Penelitian dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan untuk menyusun alternatif-alternatif demi kemajuan usaha dan memberikan keuntungan bagi pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan usaha tersebut.

1.2Rumusan Masalah

Dalam usaha pembesaran ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) di

Bojong Farm masih terdapat berbagai kendala baik dari segi biaya variabel. keberhasilan produksi ikan lele dipengaruhi oleh biaya variabel seperti biaya

pakan, biaya obat-obatan dan multivitamin, dengan adanya kenaikan harga Bahan Bakar Minyak pada tahun 2014 yang secara langsung berdampak kepada kenaikan harga seluruh biaya variabel. Hal tersebut menjadi pertimbangan bagi Bojong Farm sebagai salah satu usaha pembersaran ikan lele yang baru berjalan satu tahun ini untuk meneruskan usahanya.

Bojong Farm sebagai lokasi usaha pembesaran ikan lele sangkuriang (clarias gariepinus) sudah banyak mengeluarkan biaya, namun belum pernah

dilakukan perhitungan mengenai jumlah biaya yang telah dikeluarkan. Semua biaya yang diperlukan dalam kegiatan usaha baik berjumlah besar ataupun

kecil akan diperhitungkan. Oleh karena itu, perlu diketahui berapa besar seluruh biaya yang telah dikeluarkan dan seberapa besar penerimaan yang dicapai. Selain itu juga perlu dianalisis kelayakan usaha untuk meyakinkan bahwa usaha tersebut dapat dikatakan layak untuk dijalankan. Kemudian dalam penelitian ini juga dianalisis sensitivitas yang terjadi jika ada kenaikan biaya variabel yang terjadi dalam menjalankan usaha pembesaran ikan lele sangkuriang, dengan demikian


(24)

7 penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan untuk menyusun alternatif-alternatif demi kemajuan usaha dan memberikan keuntungan bagi pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan usaha tersebut. Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, dirumuskan pemasalahan sebagai berikut:

1. Berapa besar biaya dan pendapatan usaha pembesaran ikan lele sangkuriang (clarias gariepinus) di Bojong Farm ?

2. Apakah usaha pembesaran ikan lele sangkuriang (clarias gariepinus) di Bojong Farm layak dijalankan dengan melihat R/C Rasio, B/C Rasio, Break Even Point (BEP) dan Payback Period (PP) ?

3. Berapa besar kenaikan biaya variabel yang dapat ditoleransi pada usaha pembesaran ikan lele sangkuriang (clarias gariepinus) agar Bojong Farm tidak mengalami kerugian ?

1.2Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui besar biaya dan pendapatan usaha pembesaran ikan lele sangkuriang (clarias gariepinus) di Bojong Farm.

2. Menganalisis kelayakan usaha pembesaran ikan lele sangkuriang (clarias gariepinus) di Bojong Farm dilihat dari R/C Rasio, B/C Rasio, Break Even Point (BEP) dan Payback Period (PP).

3. Menganalisis kenaikan biaya variabel pada usaha pembesaran ikan lele sangkuriang (clarias gariepinus) di Bojong Farm yang dapat ditorelansi.


(25)

8 1.3Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat ataupun tambahan pengetahuan antara lain:

1. Bahan informasi dan bahan rujukan penelitian bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

2. Bagi pembudidaya ikan lele, sebagai salah satu rekomendasi untuk pengambilan keputusan dalam mengembangkan usaha yang sedang dijalankan. 3. Bagi penulis, penelitian ini dapat melatih kemampuan dalam menganalisis

masalah dan memberikan pemecahannya. Selain itu penilitian ini ditujukan untuk menyelesaikan skripsi yang merupakan prasyarat untuk mendapatkan gelar sarjana.

4. Bagi pembaca, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan informasi mengenai usaha ikan lele serta sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

1. Penelitian ini dilakukan hanya pada usaha pembesaran ikan lele sangkuriang (clarias gariepinus) di Bojong Farm.

2. Obyek yang dilakukan pada penelitian ini adalah analisis pendapatan serta menganilisis tingkat sensitivitas kenaikan biaya variabel yang terjadi dalam usaha pembesaran ikan lele sangkuriang (clarias gariepinus) di Bojong Farm.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Lele Sangkuriang

Menurut Lukito (2002) Klasifikasi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) adalah sebagai berikut :

Filum : Chordata Kelas : Pisces Sub Kelas : Teleostei Ordo : Ostariophysi Sub Ordo : Siluroidea Family : Clariidae Genus : Clarias

Spesies : Clarias gariepinus

Gambar 1. Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus)

Pada tahun 2002, pemerintah lewat Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) melakukan penelitian untuk meningkatkan kembali kualitas ikan lele dumbo. Dengan menggunakan metode silang balik (back cross) ternyata ikan lele dumbo bisa diperbaiki kualitasnya. Kawin silang balik yang dilakukan Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) adalah mengawinkan


(27)

10 indukan betina generasi ke-2 atau biasa disebut F2 dari ikan lele dumbo yang pertama kali didatangkan pada tahun 1985, dengan indukan jantan ikan lele dumbo F6. Perkawinannya melalui dua tahap, pertama mengawinkan indukan betina F2 dengan indukan jantan F2, sehingga dihasilkan ikan lele dumbo jantan F2-6. Kemudian ikan lele dumbo F2-6 jantan ini dikawinkan lagi dengan indukan F2 sehingga dihasilkan ikan lele sangkuriang. Proses penelitian ikan lele sangkuriang memakan waktu yang cukup lama. Dua tahun setelah itu benih ikan lele sangkuriang baru diperkenalkan secara terbatas. Pengujian dilakukan pada tahun 2002-2004 di daerah Bogor dan Yogyakarta. Baru pada tahun 2004, dikeluarkan keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang pelepasan varietas ikan lele sangkuriang nomor 26/MEN/2004 tanggal 21 Juli 2004.

Perbandingan yang paling mencolok antara ikan lele dumbo dengan ikan lele Sangkuriang antara lain, adalah kemampuan bertelur (fekunditas) ikan lele sangkuriang yang mencapai 40.000-60.000 per kg induk betina dibanding lele dumbo yang hanya 20.000-30.000, derajat penetasan telur dari ikan lele sangkuriang lebih dari 90% sedangkan ikan lele dumbo lebih dari 80%. Dilihat dari pertumbuhannya, pembesaran harian ikan lele sangkuriang bisa mencapai 3,53% sedangkan ikan lele dumbo hanya 2,73% dan konversi pakan atau FCR (Food Convertion Ratio) ikan lele sangkuriang mencapai 0,8-1 sementara ikan lele dumbo lebih besar sama dengan 1. FCR (Food Convertion Ratio) merupakan nisbah antara berat pakan yang diberikan dengan berat pertumbuhan daging ikan. Semakin kecil nisbah FCR (Food Convertion Ratio) semakin ekonomis ikan lele dipelihara. Penamaan ikan lele sangkuriang mengambil nama seorang anak dari cerita mitologi Sunda. Dalam cerita tersebut adalah seorang anak bernama


(28)

11 Sangkuriang yang berhasrat mengawini ibunya sendiri. karena hal itulah nama ikan lele sangkuriang menjadi nama varietas ikan lele hasil silang balik.

Secara umum morfologi ikan lele sangkuriang tidak memiliki banyak perbedaan dengan ikan lele Dumbo. Hal tersebut terjadi karena ikan lele sangkuriang sendiri merupakan hasil silang dari induk lele dumbo. Tubuh ikan lele sangkuriang mempunyai bentuk tubuh memanjang, berkulit licin, berlendir, dan tidak bersisik. Bentuk kepala menggepeng (depress), dengan mulut yang relatif lebar, mempunyai empat pasang sungut. Ikan lele sangkuriang memiliki tiga sirip tunggal yaitu sirip punggung, sirip ekor, dan sirip dubur. Sementara itu sirip yang berpasangan ada dua yaitu sirip dada dan sirip perut. Pada sirip dada terdapat sepasang patil atau duri keras yang dapat digunakaan untuk mempertahankan diri dan kadang-kadang dapat dipakai untuk berjalan dipermukaan tanah. Pada bagian atas ruangan rongga insang terdapat alat pernapasan tambahan yang berbentuk seperti batang pohon yang penuh dengan kapiler-kapiler darah.

Menurut Lukito (2002), ikan lele sangkuriang dapat hidup di lingkungan yang kualitas airnya sangat jelek. Kualitas air yang baik untuk pertumbuhan yaitu kandungan oksigen sekitar 6 ppm, karbondioksida kurang dari 12 ppm, suhu antara 24°C-26°C, NH3 kurang dari 1 ppm dan cahaya tembus matahari ke dalam air maksimum 30 cm. Ikan lele dikenal aktif pada malam hari. Pada siang hari, ikan lele lebih suka berdiam di dalam lubang atau tempat yang tenang dan aliran air tidak terlalu keras. Ikan lele memiliki kebiasaan mengaduk-aduk lumpur dasar untuk mencari binatang-binatang kecil yang terletak di dasar perairan.


(29)

12 2.2 Prospek Pasar Lele Sangkuriang

Ikan lele sangkuriang merupakan salah satu komoditas unggulan air tawar yang penting dalam rangka pemenuhan dan peningkatan gizi masyarakat. Komoditas perikanan ini mudah dibudidayakan dan harganya terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Pasar utama ikan lele sangkuriang adalah pedagang sayur dan warung warung tenda pecel lele. Warung tenda pecel lele sebagai menu utama telah menjamur. Selain di pasar tradisional maupun warung kaki lima, menu ikan lele dalam berbagai variasi juga mudah dijumpai di restoran, supermarket dan industri olahan. Beberapa menu makanan yang umum dijumpai adalah pecel lele, lele goreng, lele kremes atau lele bakar.

Usaha ikan lele sangkuriang tidak pernah ada matinya. Permintaan ikan lele baik untuk konsumsi maupun benih terus meningkat. Bahkan hingga kini permintaan ikan lele untuk pasar lokal saja belum dapat terpenuhi khususnya pedagang pecel dan restoran padang. Permintaan ikan lele konsumsi cukup besar, Untuk pasar Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek)

permintaan setiap hari tidak kurang dari 75 ton atau 2.250 ton/bulan (Suryanto dalam Rochaeni, 2009)

Pasokan ikan lele di Jabodetabek berasal dari berbagai daerah diantaranya Kabupaten Bogor dan Indramayu. Jika produksi ikan lele masih kurang, pasokan ikan lele didatangkan dari sentra prosuksi lain seperti Tulungagung, Jombang (Jawa Timur), Sleman, Kulonprogo, Boyolali dan Perbaungan.

A. Peluang Pasar Ekspor

Menurut Amri dan Khairuman (2013), ekspor ikan lele belum marak seperti ekspor ikan patin dan ikan nila. Ini disebabkan produksi ikan lele di Indonesia


(30)

13 masih bertumpu pada pemenuhan kebutuhan pasar lokal. Vietnam sebagai pesaing utama eksportir ikan lele masih mendominasi dan menguasai pangsa pasar ekspor lele dunia. Akan tetapi, pada tahun 2008 Provinsi Jawa Timur sudah berhasil mengekspor ikan lele ke mancanegara antara lain Cina, Vietnam, Korea Selatan dan Uni Eropa (Khairuman dan Amri, 2011)

Sejak Tahun 2009, Kementrian Kelautan dan Perikanan sudah merintis ekspor lele asap ke negara negara Timur Tengah untuk memenuhi kebutuhan Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Sebelumnya, Indonesia sudah berhasil mengekspor ikan lele asap ke Singapura dan Malaysia dalam jumlah yang kecil, yaitu kurang dari 1 ton per Bulan. Ekspor ikan lele asap ini dicukupi dari produsen di Bogor. Namun, produsen tersebut masih mendapat bahan bakunya dari Boyolali dan Yogyakarta.

Negara-negara tujuan ekspor ikan lele potensial lainnya adalah Taiwan, Hongkong, Jepang, Belanda, Italia, Spanyol dan Amerika Serikat. Negara-negara ini membutuhkan jenis olahan ikan lele berupa surimi semua ukuran dan fillet ikan lele ukuran 300-700 gram/ekor. Untuk masuk ekspor ini, penyuplai biasanya diharuskan memiliki stok yang berkelanjutan dengan kualitas yang terjamin.

Ekspor ikan lele juga terbuka untuk produk olahan seperti abon. Salah satu negara peminat abon ikan lele adalah Belanda. Sejak pertengahan tahun 2009, produsen abon ikan lele di Cilacap sudah merintis pengiriman ke Belanda melalui distributor makanan di Jakarta dan mendapat sambutan baik di negara tujuan. Setiap bulan mereka mengirim 10 Kg abon (Amri dan Khairuman, 2013).


(31)

14 2.3 Usaha Pembesaran Ikan Lele

Menurut Amri dan Khairuman (2013), usaha Pembesaran ikan lele pantas dilirik, tidak hanya oleh pelaku usaha pembesaran ikan lele yang sudah berpengelaman, tetapi juga oleh pemula karena kemudahan dan peluangnya yang besar, yang dimaksud dengan usaha pembesaran ikan lele adalah kegiatan produksi ikan lele dari pemeliharaan ikan lele dari ukuran bibit sampai ukuran siap konsumsi. Ikan lele yang dipanen kemudian dijual ke konsumen atau pasar.

Sebelumnya orang-orang beranggapan bahwa memelihara ikan lele memerlukan lahan yang luas dan air yang banyak. Anggapan tersebut kini sudah tidak berlaku karena terbukti ikan lele dapat dipelihara dilahan dan air yang terbatas.

Ikan lele dapat dipelihara dan dibesarkan di berbagai wadah atau media. Bagi calon pelaku usaha pembesaran ikan lele yang berdomisili di pedesaan, ikan lele dapat dipelihara di kolam tanah. Masyarakat yang memiliki lahan terbatas atau tinggal di perkotaan, pemeliharaan ikan lele bisa di kolam terpal atau di kolam tembok. Teknik pembesarannya bisa dengan menfaatkan teknologi atau disesuaikan dengan pola tanam. Untuk pembesaran yang dilakukan secara semiintensif, gunakan kolam tanah, sementara itu untuk pembesaran yang intensif, kolam terpal dapat dijadikan wadah untuk pembesaran ikan lele, di bawah ini beberapa alasan untuk memilih usaha pembesaran ikan lele, antara lain :

a. Pasar terbuka luas

Pasar ikan lele sangat luas dan potensial sehingga berapapun ikan lele yang diproduksi oleh pelaku usaha pembesaran ikan lele selalu terserap oleh pasar.


(32)

15 Belum pernah terdapat pelaku usaha pembesaran ikan lele kesulitan menjual ikan lele hasil pemeliharaannya.

b. Sarana dan prasarana mudah didapat

Untuk menunjang usaha pembesaran ikan lele diperlukan sarana dan prasarana penunjang. Saat ini semua peralatan utama maupun penunjang sudah mudah diperoleh, baik di kota-kota besar maupun di pasar tradisional di daerah. Pakan, obat-obatan dan multivitamin, alat alat perikanan (alat tangkap, plastik terpal dan lain-lain) saat ini mudah didapat dimana saja.

c. Teknologi mudah dilakukan dan dikuasai serta mudah didapat.

Teknologi pembesaran ikan lele mudah dilakukan, termasuk bagi calon pelaku usaha pembesaran ikan lele yang masih pemula. Teknologi hasil penelitian tersebut sudah tersedia, mudah diakses dan dapat diaplikasikan tanpa harus kursus atau pelatihan.

d. Dapat dilakukan di lahan dan air yang terbatas.

Ikan lele dapat dipelihara di lahan yang terbatas seperti di samping dan di belakang rumah atau di kebun-kebun pekarangan rumah. Usaha ini bisa didirikan di mana saja, baik di pedesaan maupun perkotaan. Media air yang digunakan

tidak sebanyak kebutuhan air untuk membudidayakan ikan-ikan jenis lain. Ikan lele dapat hidup dengan air terbatas dari berbagai sumber air, seperti air

irigasi, air pompa, sumur timba, air hujan atau air dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya terdapat dua cara untuk melakukan usaha pembesaran ikan lele yaitu semiintensif di kolam tanah dan dengan cara intensif di kolam terpal, salah satu pilihan yang banyak digemari dan dilakukan


(33)

16 oleh pelaku usaha pembesaran ikan lele saat ini adalah dengan cara intensif, yaitu dengan melakukan pemeliharaan ikan lele di kolam terpal sebagai wadah untuk pembesaran ikan lele.

A. Pembesaran Secara Intensif di Kolam Terpal

Menurut Amri dan Khairuman (2013), Kolam terpal adalah salah satu alternatif wadah untuk melakukan pembesaran ikan lele. Ada beberapa keuntungan yang didapat bila membesarkan ikan lele di kolam terpal. Berikut ini adalah keuntungan keuntungan bagi pelaku usaha pembesaran ikan lele dengan menggunakan kolam terpal :

1) Panen lebih mudah

Ikan lele yang dipelahara di kolam terpal jauh lebih mudah untuk dipanen bila dibandingnkan dengan ikan lele yang dipelihara di kolam tanah. Dalam beberapa menit saja air media dapat dibuang menggunakan selang atau pompa air sehingga ikan lele terkumpul di dasar kolam. Kemudian ikan lele ditangkap menggunakan alat tangkap dan langsung diangkut untuk dijual ke pasar atau pengumpul.

2) Hemat air

Selama ini orang-orang selalu beranggapan bahwa membudidayakan ikan lele membutuhkan banyak air, lokasinya harus dekat dengan sungai atau saluran irigasi dan airnya harus senantiasa mengalir. Ternyata, pembesaran ikan lele yang dilakukan oleh pelaku usaha pembesaran ikan lele di berbagai daerah membuktikan bahwa memelihara ikan lele di kolam terpal tidak memerlukan air dalam jumlah banyak. Air yang digunakan untuk pembesaran ikan lele di kolam terpal dapat bersumber dari sumur pompa atau sumur bor, atau berasal dari


(34)

17 Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Penggunaan air sangat terbatas dan hanya digunakan sesuai kebutuhan. Bahkan, air bekas pemeliharaan pun dapat digunakan kembali dengan cara diendapkan terlebih dahulu lalu dipompa kembali. 3) Terhindar dari hama

Kegiatan pembesaran ikan lele yang dilakukan di kolam terpal jauh lebih aman dan lebih terkontrol dibandingkan di kolam tanah. Ikan lele dapat terhindar dari serangan hama seperti ular, biawak dan hama lainnya. Hal ini karena kolam terpal pada umumnya di tempatkan di kebun kebun atau di pekarangan rumah yang bersih dari rumput-rumputan yang biasanya jadi termpat bersarangnya berbagai jenis hama

4) Lebih Terkontrol.

Sampai saat ini belum pernah terdengar bahwa ikan lele yang dipelihara di kolam terpal terserang penyakit secara masal. Pada kenyataannya, ikan lele yang dipelihara di kolam terpal lebih sehat dan relatif bebas penyakit. Pada kolam terpal, ikan lele yang dipelihara akan lebih terkontrol sehingga dapat terhindar dari penyakit ikan, sebab antara satu kolam yang satu dengan satu kolam yang lainnya tidak saling berhubungan, jika ikan lele ada yang terserang penyakit dalam satu kolam, maka lebih mudah diisolasi atau diobati dan tidak akan menyebar ke kolam terpal yang lain.

5) Berbagai skala usaha

Pembesaran ikan lele di kolam terpal cocok untuk berbagai skala usaha (usaha kecil, menegah atau besar) tergantung dari ketersediaannya dana. Besar kecilnya usaha ditentukan oleh target produksi, modal usaha yang dimiliki dan luas lahan yang dimiliki. Untuk skala usaha kecil, kolam terpal yang perlu


(35)

18 dimiliki hanya beberapa . untuk skala usaha sedang dan besar dapat mencapai lebih dari 30 kolam terpal.

Berikut ini dijelaskan urutan pemeliharaan ikan lele jika dibesarkan pada kolam terpal :

a. Persiapan kolam

Sama seperti pemeliharaan di kolam tanah, yang pertama kali dilakukan sebelum memelihara ikan lele di kolam terpal adalah mempersiapkan kolam. Kolam dikeringkan selama 2-3 hari untuk membunuh bibit-bibit penyakit. Kemudian, kolam diisi air setinggi 75-100 cm dengan air irigasi, air pompa atau sumber air lainnya. Tambahkan probiotik sesuai petunjuk dan dosis yang ada di label probiotik dan biarkan selama 4-5 hari.

b. Penebaran benih

Penebaran benih dilakukan setelah persiapan kolam selesai yaitu pada hari ke lima atau keenam. Benih ikan lele yang ditebarkan sebaiknya berukuran 7-9 cm. benih yang ditebar harus sehat, tidak cacat berukuran sama besar dan sama panjang. Penebaran benih dilakukan pada pagi atau sore hari saat suhu rendah untuk menghindari ikan lele mengalami stress.

c. Pemeliharaan

Selama pemeliharaan, ikan lele harus diberi makanan tambahan berupa pelet sebanyak 3-5% per hari dari berat ikan lele. Pakan diberikan 3-5 kali sehari yaitu pagi, sore dan malam hari selama ikan lele masih mau makan. Selain pemberian pakan, setiap 10 hari sekali kolam terpal juga perlu diberikan probiotik. Dosis dan cara penggunaannya terdapat pada label probiotik. Penambahan atau pergantian air dilakukan sewaktu-waktu


(36)

19 tergantung kebutuhan, bila ketinggian air berkurang maka perlu ditambahkan air baru sampai ketinggiannya sama seperti awal penebaran benih.

d. Pemanenan

Pemanenan dilakukan setelah ikan lele berukuran 100-125 gram/ekor atau 8-10 ekor/kg atau usia 2-3 Bulan. Panen dilakukan pada pagi atau sore hari dengan cara mengeringkan air kolam agar ikan lele terkumpul di bagian yang paling dalam . kemudian tangkap menggunakan alat tangkap seperti sair atau seser. Sebelum diangkut dan dijual ke pasar, sebaiknya ikan lele dipuasakan selama beberapa jam untuk membuang kotoran-kotorannya. Usahakan ikan-ikan yang dipasarkan berukuran sama dengan cara disortir terlebih dahulu, agar dapat diterima oleh pasaran.

2.4 Biaya

Pengertian biaya dalam usahatani adalah sejumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi kegiatan usahatani. Biaya usahatani merupakan pengorbanan yang dilakukan oleh petani dalan mengelola usahanya dalam mendapatkan hasil yang maksimal Soekartawi (dalam Mia, 2014). Selanjutnya Menurut Hermanto (dalam Fahmi, 2011) biaya dalam usahatani dapat dibedakan berdasarkan atas jumlah output yang dihasilkan terdiri dari :

1) Biaya tetap, adalah biaya yang besar kecilnya tidak tergantung kepada besar kecilnya produksi, seperti : penyusutan alat-alat bangunan pertanian, pajak tanah dan sewa lahan.


(37)

20 2) Biaya Variabel, adalah biaya yang berhubungan langsung dengan jumlah produksi, seperti : pengeluaran-pengeluaran untuk bibit, pakan ternak, pupuk, obat-obatan dan multivitamin.

Selanjutnya menurut Supari (2001), berbagai kehidupan bisnis maupun kehidupan pribadi sehari-hari, biaya-biaya merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam upaya mempertahankan kualitas hidup. Biaya-biaya itu ada yang sifatnya tetap, ada yang berubah-ubah tergantung pada prestasi yang diciptakan. Kelompok yang pertama disebut biaya tetap dan yang kedua disebut biaya variabel.

2.5Penerimaan

Menurut Soekartawi (dalam Mia, 2014) penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi dengan harga jual. Biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam suatu usahatani dan pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dengan pengeluaran usahatani.

2.6Pendapatan

Pendapatan adalah kenaikan ekuitas pemilik sebagai hasil dari penjualan produk atau jasa kepada pelanggan (Warren, 2005). Sedangkan menurut Soekartawi (2006), pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya. Analisis pendapatan usahatani dapat dipakai sebagai ukuran untuk melihat apakah suatu usahatani menguntungkan atau merugikan, sampai seberapa besar keuntungan atau kerugian tersebut.


(38)

21 Menurut Niswonger (dalam Mia, 2014) pendapatan dari penjualan adalah seluruh total tagihan kepada pelanggan atas barang yang dijual, baik secara tunai maupun kredit. Pendapatan yaitu pertambahan harta diluar tambahan investasi yang mengakibatkan modal bertambah. Pendapatan usaha merupakan pendapatan yang diperoleh dari hasil usaha pokok perusahaan, sedangkan pendapatan diluar usaha yaitu pendapatan yang diperoleh dari bukan usaha pokok perusahaan.

2.7 Analisis Kelayakan Usaha

Menurut Soekartawi, (2006) untuk mengalisis kelayakan usaha diperlukan dua keterangan pokok yaitu keadaan penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan. Penerimaan usahatani adalah hasil perkalian dari jumlah produksi total dan harga satuan. Penerimaan adalah total nilai produk yang dijalankan yang merupakan hasil perkalian antara jumlah fisik intput dengan harga atau nilai uang yang diterima dari penjualan pokok usahatani tersebut. Penerimaan usaha yaitu penerimaan dari semua sumber usaha. Sedangkan biaya atau pengeluaran yang dimaksud adalah nilai penggunaan sarana produksi dan lain lain yang dikeluarkan dalam proses produksi. Menurut Soeharjo dan Patong (dalam Fahmi, 2011) analisis kelayakan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat pendapatan yang sesungguhnya diperoleh oleh pengusaha dan untuk membantu perbaikan pengelolaan usaha.

Permintaan ikan lele yang semakin meningkat setiap periodenya membuat orang berlomba-lomba membesarkan ikan lele, namun sebelum memulainya para pelaku bisnis pembesaran ikan lele harus mempersiapkan segala sesuatunya dengan matang. Bagi seorang pengusaha analisis kelayakan membantu untuk


(39)

22 mengukur apakah usaha pada saat itu berhasil atau tidak. untuk menganalisis kelayakan pada umumnya disertai dengan analisis seperti analisis R/C Ratio (penerimaan atas biaya), B/C Ratio (analisis rasio keuntungan atas biaya), Break Even Point (analisis titik impas) dan Payback Period (PP)

2.7.1 Analisis Rasio Penerimaan atas Biaya (R/C Rasio)

Menurut Rahim dan Hastuti (2007), analisis rasio penerimaan atas biaya (R/C rasio) merupakan perbandingan (rasio dan nisbah) antara penerimaan (revenue) dan biaya (cost).

Sedangkan menurut Soeharjo dan Patong (dalam Mia, 2014) rasio penerimaan atas biaya menunjukkan berapa besarnya penerimaan yang akan diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam produksi usahatani. Rasio penerimaan atas biaya produksi dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan relatif kegiatan usahatani, artinya dari angka rasio penerimaan atas biaya tersebut dapat diketahui apakah usahatani menguntungkan atau tidak.

2.7.2 Analisis Rasio Keuntungan atas Biaya (B/C Rasio)

Menurut Soeharto (dalam Fahmi 2011) B/C Rasio merupakan metode yang dilakukan untuk melihat berapa manfaat yang diterima oleh proyek untuk satu satuan mata uang (dalam hal ini rupiah) yang dikeluarkan. B/C Rasio adalah suatu rasio yang membandingkan antara benefit atau pendapatan dari suatu usaha dengan biaya yang dikeluarkan.

Analisis rasio keuntungan atas biaya (B/C rasio) adalah perbandingan antara tingkat keuntungan yang diperoleh dengan total biaya yang dikeluarkan.


(40)

23 Suatu usaha dikatakan layak dan memberikan manfaat apabila analisis rasio keuntungan atas biaya (B/C rasio) lebih besar dari nol. Semakin besar nilai rasio keuntungan atas biaya (B/C rasio), maka semakin besar pula manfaat yang akan diperoleh dari usaha tersebut (Rahardi dan Hartono, 2003).

Menurut Rahim dan Hastuti (2007), analisis rasio keuntungan atas biaya (B/C rasio) merupakan perbandingan (rasio atau nisbah) antara manfaat (benefit) dan biaya (cost). Analisis rasio keuntungan atas biaya (B/C rasio) pada prinsipnya sama saja dengan analisis rasio penerimaan atas biaya (R/C rasio), hanya saja pada analisis rasio keuntungan atas biaya (B/C ratio) yang dipentingkan adalah besarnya manfaat.

2.7.3 Analisis Break Event Point (BEP)

Analisa Break Even Point (BEP) atau titik impas atau sering juga disebut titik pulang pokok adalah suatu metode yang mempelajari hubungan antara biaya, keuntungan, dan volume penjualan atau produksi. Hubungan tersebut juga dikenal dengan analisa C.B.V. (Cost-Profit-Volume) untuk mengetahui tingkat kegiatan minimal yang harus dicapai, dimana pada tingkat tersebut perusahaan tidak mengalami keuntungan maupun kerugian (Harmaizar dan Rosidayanti, 2003).

Menurut Kuswadi (dalam Mia, 2014) break even tidak lain adalah kembali pokok, pulang pokok, impas, yang maksudnya adalah tidak untung dan tidak rugi. Titik pulang pokok atau Break Even Point (BEP) atau titik impas adalah suatu titik atau kondisi saat tingkat volume penjualan (produksi) tertentu dengan harga penjualan tertentu, perusahaan tidak mengalami laba atau rugi. Dengan kata lain,


(41)

24 kembali pokok artinya seluruh penghasilan sama besar dengan seluruh biaya yang telah dikeluarkan.

2.7.4 Analisis Payback Period (PP)

Payback periode adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan aliran kas (Umar, 2009). Payback period merupakan teknik penilaian terhadap jangka waktu (periode) pengembalian investasi suatu proyek atau usaha. Perhitungan ini dapat dilihat dari perhitungan kas bersih yang diperoleh setiap tahun. Nilai kas bersih merupakan penjumlahan laba setelah pajak ditambah dengan penyusutan (dengan catatan investasi menggunakan 100% modal sendiri) (Kasmir dan Jakfar,2009).

Ada 2 macam model perhitungan yang akan digunakan dalam menghitung masa pengembalian investasi, pertama perhitungan apabila kas bersih setiap tahun sama, maka menggunakan rumus perbandingan investasi dengan kas bersih yang dikalikan 12 bulan didapatlah nilai payback period dalam jangka beberapa bulan. Cara kedua adalah apabila kas bersih setiap tahun berbeda, maka Payback Period dihitung dengan cara pengurangan nilai investasi dengan kas bersih pertahun sampai di temukan nilai Payback Period-nya.

Untuk menilai apakah usaha layak diterima atau tidak dari segi Payback Period, maka hasil perhitungan tersebut haruslah sebagai berikut :

1. Payback period sekarang lebih kecil dari nilai investasi 2. Dengan membandingkan rata-rata industri usaha sejenis 3. Sesuai dengan target perusahaan


(42)

25 Perhitungan kelayakan dari segi payback period memiliki kelemahan. Perhitungan yang dilakukan mengabaikan time value of money dan tidak mempertimbangkan arus kas yang terjadi setelah pengembalian (Kasmir dan Jakfar, 2009).

2.8 Analisis Sensitivitas dan Switching Value

Menurut Umar (2009), pada saat kita menganalisis arus kas dimasa daang, kita berhadapan dengan ketidak pastian. Akibatnya, hasil perhitungan di atas kertas itu dapat menyimpang jauh dari kenyataannya. Ketidakpastian itu dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan suatu proyek bisnis dalam beroperasi untuk menghasilkan laba bagi perusahaan.untuk dapat melakukan analisis sensitivitas kita dapat merujuk pada bagian pemasaran dan bagian produksi. Mereka disuruh untuk memberikan taksiran yang optimistik dan pesimistik.

Menurut Kasmir dan Jakfar (2003), terkadang dalam praktiknya sekalipun telah dilakukan studi secara baik dan benar faktor kegagalan suatu usaha tetap ada, apalagi yang dilalui tanpa studi sebelumnya. Hal ini disebabkan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan banyak sekali hambatan yang akan dihadapi dan resiko yang mungkin timbul setelah usaha berjalan. Oleh sebab itu, untuk menghindari kegagalan ini perlu dilakukan studi sebelum proyek itu dijalankan, salah satu tujuan dilakukan analisis sensitivitas adalah untuk mencari jalan keluar agar dapat meminimalkan hambatan dan resiko yang mungkin timbul di masa yang akan datang.

Ketidakpastian di masa yang akan mendatang dapat terjadi di berbagai bidang kehidupan, mulai ketidakpastian di bidang ekonomi, hukum, politik,


(43)

26 budaya, perilaku, dan perubahan lingkungan masyarakat. Semua ketidakpastian ini akan mengakibatkan apa yang sudah direncanakan menjadi meleset dan tidak tercapai sehingga resiko kerugian tidak akan terelakan. Sebagai contoh ketidakpastian di bidang ekonomi akan menyebabkan harga yang tidak stabil, bahkan kecenderungan kenaikan biaya produksi akan sangat mungkin meningkat. Akibatnya harga jual produk juga meningkat sehingga menyulitkan perusahaan untuk menjualnya ke pasar. Sementara itu justru daya beli masyarakat menurun, sehingga sudah dapat dipastikan produk tersebut tidak laku di pasaran.

Kemudian tidak stabilnya tingkat suku bunga perbankan juga akan berdampak pada sektor riil, terutama dalam hal penyediaan dana. Pihak perbankan enggan untuk menyalurkan dana dengan berbagai sebab, sehingga mengakibatkan langkanya dana untuk mebiayai sektor riil. Langkanya kegiatan di sektor riil menyebabkan penyediaan barang dan jasa menjadi berkurang, akibatnya barang tersedia juga menjadi langka. Pengaruh lain dari sektor moneter terhadap sektor riil akan dapat menurunkan pendapatan masyarakat yang pada akhirnya akan dapat menurunkan daya beli masyarakat secara umum.

Analisis sensitivitas harus dilakukan untuk mengindentifikasi masalah di masa yang akan datang, sehingga dapat meminimalkan kemungkinan melesetnya hasil yang ingin dicapai dalam suatu investasi, dimana analisis sensitivitas akan memperhitungkan hal-hal yang akan menghambat atau peluang dari investasi yang akan dijalankan, dan dapat dijadikan pedoman atau arahan kepada usaha yang akan dijalankan. Selain itu menurut Gittinger (2008), suatu variasi pada analisis sensitivitas adalah nilai pengganti (switching value). Switching value ini


(44)

27 merupakan kegiatan analisis yang mencoba melihat seberapa besar perubahan maksimum yang dapat mempengaruhi kelayakan suatu usaha.

2.9 Penelitian Terdahulu

Lestari (2011) melakukan penelitian kelayakan usaha pembenihan pada komoditi ikan lele Sangkuriang di usaha Bapak Endang, Desa Gadog Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor Jawa Barat. Dari hasil analisis finansial

didapatkan bahwa usaha Bapak Ending menghasilkan nilai NPV sebesar Rp 364.446.022,00, IRR sebesar 32,25 persen, Net B/C sebesar 2,20 dan payback

period selama 3,97 tahun. Kemudian dilakukan analisis pengembangan dengan menggunakan lahan sewa dan modal sendiri menghasilkan nilai NPV sebesar Rp 861.543.234,00, IRR sebesar 78,78 persen, Net B/C sebesar 4,20 dan payback period selama 1,89 tahun.

Andika (2012) Analisis Kelayakan Usaha Pembenihan Dan Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang (Studi Kasus Perusahaan Parakbada Kelurahan Katulampa Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat) Hasil dari penelitian ini adalah 1). Dari aspek finansial, usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang yang dilakukan oleh Perusahaan Parakbada layak untuk dijalankan. 2). Berdasarkan hasil perhitungan analisis kelayakan finansial usaha, usaha pembenihan ikan lele merupakan usaha yang paling layak untuk dijalankan. 4). Dilihat dari hasil perhitungan analisis switching value dengan parameter perubahan penurunan harga jual output, penurunan produksi dan kenaikan total biaya pakan, usaha pembesaran ikan lele merupakan usaha yang paling sensitif terhadap perubahan parameter tersebut.


(45)

28 Wiwit Rahayu (2011) yang berjudul Analisis Pendapatan Usaha Pembesaran Ikan Nila Merah, dari penelitian yang telah dilakukannya terdapat kesimpulan bahwa , Rata-rata biaya total usaha pembesaran ikan nila merah di kolam air deras di Kecamatan Polanharjo Kabupaten Klaten selama satu kali proses pembesaran

ikan (Juni-Oktober 2009) dengan luas kolam rata-rata 257 m2 sebesar Rp 49.059.430,00 rata penerimaan sebesar Rp 51.461.465,83 sehingga

rata-rata pendapatan yang diperoleh sebesar Rp 2.402.035,83. Nilai R/C rasio 1,05. Hal ini berarti bahwa setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan selama proses pembesaran ikan nila merah di kolam air deras memberikan penerimaan sebesar 1,05 kali dari biaya yang telah dikeluarkan.

Dwi Rosalina (2013) Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Ikan Lele di Kolam Terpal di Desa Namang Kabupaten Bangka Tengah. Hasil dari penelitian ini adalah investasi sebesar Rp. 8.680.000 (belum termasuk biaya operasional yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel) maka nilai rasio penerimaan dengan biaya atau (R/C) dalam usaha budidaya lele diperoleh sebesar 1,78. Waktu pengembalian investasi atau Payback Period (PP) selama 0,53 tahun, BEP produksi ikan lele pada tahun pertama 844 kg, Penjualan ikan lele pada tahun kedua sampai dengan tahun kelima akan mencapai BEP sebesar 1.012 kg/tahun. Nilai NPV sebesar Rp 33,482,143,00 dan nilai IRR sebesar 62 %. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah potensi pembenihan ikan lele dumbo di Bangka Belitung ini dipandang baik untuk dikembangkan terlebih provinsi Bangka Belitung memiliki sumber daya alam yang melimpah yang siap mendukung terlaksananya kegiatan usaha ini.


(46)

29 Indah Sulistyo Rahayu (2003) Analisis Kelayakan Usahatani Ikan Sistim Karamba di Kabupaten Sukoharjo. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini Pada usahatani ikan nila sistim karamba, dalam satu kali masa produksi (5 bulan) rata-rata biaya mengusahakan sebesar Rp806.977 per karamba/mp. Rata-rata-rata penerimaan sebesar Rp1.101.000 per karamba/mp. Rata-rata pendapatan sebesar Rp294.022 per karamba /mp. Sehingga rata-rata pendapatan per bulan sebesar Rp58.804. Pada usahatani ikan patin sistim karamba, dalam satu kali masa produksi (8 bulan) rata-rata biaya mengusahakan sebesar Rp 1.056.936 per karamba/mp. rata penerimaan sebesar Rp 1.725.000 per karamba/mp. Rata-rata pendapatan sebesar Rp 534.400,71 per karamba/mp. Sehingga Rata-rata-Rata-rata pendapatan per bulan Rp83.500. Pendapatan pada usahatani ikan patin sistim karamba (Rp83.500,11 per karamba/bulan) lebih besar daripada pendapatan usahatani ikan nila sistim karamba (Rp58.804 per karamba/bulan). Nilai R/C rasio usahatani ikan nila sistim karamba sebesar 1,4. Nilai R/C rasio usahatani ikan patin sistim karamba sebesar 1,6 sehingga usahatani ikan patin sistim karamba lebih efisien dibandingkan usahatani ikan nila.

2.10 Kerangka Pemikiran

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui biaya dan pendapatan usaha pembesaran ikan lele sangkuriang di Bojong Farm. Selain itu dalam penelitian ini mengalanisis kelayakan usaha untuk meyakinkan bahwa usaha tersebut dapat dikatakan layak untuk dijalankan. sehingga dapat dilihat usaha ikan lele di Bojong Farm ini layak untuk dilaksanakan atau tidak, Kemudian dalam penelitian ini menganalisis sensitivitas yang terjadi jika ada perubahan-perubahan biaya


(47)

30 variable yang terjadi dalam menjalankan usaha pembesaran ikan lele sangkuriang (clarias gariepinus) di Bojong Farm. Analisis kelayakan usaha pembesaran ikan lele ini menggunakan R/C rasio, B/C rasio, dan Break Even Point (BEP) dan Payback Period. Selanjutnya analisis sensitivitas kenaikan biaya variabel dalam usaha pembesaran ikan lele sangkuriang di Bojong Farm. Berdasarkan uraian diatas maka gambaran kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Analisis Pendapatan Usaha Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) di Bojong Farm

Evaluasi Usaha

Layak Tidak Layak

1. Biaya Tetap 2. Biaya Variable

Jumlah Produksi Total Penerimaan

1. Total Biaya dan Total Pendapatan 2. Analisis Kelayakan Usaha

(R/C Rasio,B/C Rasio,BEP,PP)

3. Analisis Sensitivitas dan Switching Value Bojong Farm

Usaha Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus)


(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Waktu pengambilan data untuk penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 dan penelitian pendapatan usaha pembesaran ikan lele sangkuriang dilakukan di Bojong Farm, Desa Kedung Waringin, Kecamatan Bojong Gede, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa usaha pembesaran ikan lele pada perusahaan Bojong Farm menggunakan cara intensif di kolam terpal dan baru berdiri 1 Tahun.

3.2 Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan responden yakni pemilik, pengelola dan pekerja Bojong Farm serta dengan pengamatan langsung di lapangan.Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi pustaka hasil riset terdahulu dan berbagai literatur seperti buku, internet yang berkaitan, dan instansi-instansi yag terkait seperti Kelurahan Kedung Waringin Kecamatan Bojong Gede. Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Bogor, Balai Riset Penelitian Budidaya Ikan Air Tawar, artikel, hasil riset, dan bahan pustaka yang lain.


(49)

32 3.3 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan di Bojong Farm Desa Kedung Waringin Kecamatan Bojong Gede Kabupaten Bogor dan instansipemerintah yakni Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor. Teknik pengumpulan data (data kualitatif dan kuantitatif) dengan metode wawancara dengan pemilik dan pengelola Bojong Farm. Wawancara yakni pengumpulan data dengan langsung mengadakan tanya jawab kepada objek yang diteliti dalam penelitian ini ialah pemilik dan pengelola di Bojong Farm.

3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan analisis kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif akan dianalisis secara deskriptif, sedangkan analisis data kuantitatif dilakukan untuk mengetahui biaya usaha dan penerimaan sehingga dapat diketahui tingkat pendapatan dari usaha pembesaran ikan lele di Bojong Farm dalam satu periode. Selain itu menganalisis kelayakan usaha untuk melihat sejauh mana suatu kegiatan usaha dapat dikatakan memiliki manfaat dan layak untuk dikembangkan dilihat dari analisis rasio penerimaan atas biaya (R/C rasio), analisis rasio keuntungan atas biaya (B/C rasio), break even point (BEP), dan payback period (PP), selanjutnya untuk mengindentifikasi masalah di masa yang akan datang dan meminimalisir kegagalan dari hasil yang ingin dicapai dalam suatu investasi dan mencoba melihat seberapa besar perubahan maksimum yang dapat mempengaruhi kelayakan suatu usaha dilakuakan sebuah Analisis Sensitivitas dan Switching Value. Pengolahan data


(50)

33 kuantitatif ini menggunakan alat bantu berupa kalkulator dan software komputer melalui program Microsoft Excel 2010.

3.4.1 Biaya Usaha

Menurut Rahim dan Hastuti, (2007) menjelaskan bahwa total biaya atau total cost (TC) adalah jumlah dari biaya tetap atau fixed cost (FC) dan biaya tidak tetap atau variable cost (VC). Pernyataan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut

TC = FC + VC Dimana:

TC : total biaya (total cost) FC : biaya tetap (fixed cost)

VC : biaya tidak tetap (variable cost)

3.4.2 Penerimaan

Penerimaan usaha adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual (Rahim dan Hastuti, 2007). Hal tersebut dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut:

TR = P x Q Dimana:

TR : total penerimaan (total revenue)

Q : produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani P : harga


(51)

34 3.4.3 Pendapatan

Menurut Soekartawi, (2006) pendapatan usaha adalah selisih antara penerimaan dan seluruh biaya. Hal tersebut dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut:

π= TR – TC Dimana:

π : pendapatan usahatani

TR : total penerimaan (total revenue) TC : total biaya (total cost)

Menurut Soekartawi, (2006) dalam banyak hal jumlah TC atau total biaya ini selalu lebih besar bila analisis ekonomi yang dipakai dan selalu lebih kecil bila analisis finansial yang dipakai.

3.4.4 Rasio Penerimaan atas Biaya (R/C Rasio)

Menurut Rahim dan Hastuti, (2007) analisis rasio penerimaan atas biaya (R/C rasio) merupakan perbandingan (rasio atau nisbah) antara penerimaan (revenue) dan biaya (cost). Analisis ini digunakan untuk melihat perbandingan total penerimaan dengan total biaya usaha, dengan kriteria hasil :

1. R/C > 1 berarti usaha layak untuk dijalankan.

2. R/C = 1 berarti usaha yang dijalankan dalam kondisi titik impas. 3. R/C ratio < 1 usaha tidak menguntungkan dan tidak layak.

Secara sistematis R/C rasio dapat dirumuskan sebagai berikut :


(52)

35 Analisis ini digunakan untuk melihat keuntungan dan kelayakan dari usaha. Usaha tersebut dikatakan menguntungkan jika nilai R/C rasio lebih besar dari satu (R/C > 1). Hal ini menunjukan bahwa setiap nilai rupiah yang dikeluarkan dalam produksi akan memberikan manfaat sejumlah nilai penerimaan yang diperoleh.

3.4.5 Rasio Keuntungan atas Biaya (B/C Rasio)

Menurut Rahardi dan Hartono, (2003) analisis keuntungan dan biaya (B/C rasio) adalah perbandingan antara tingkat keuntungan yang diperoleh dengan total biaya yang dikeluarkan. Suatu usaha dikatakan layak dan memberikan manfaat apabila nilai B/C rasio lebih besar dari nol. Semakin besar nilai B/C rasio maka semakin besar nilai manfaat yang akan diperoleh dari usaha tersebut. Secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut :

3.4.6 Break Even Point (BEP)

Analisis Break Even Point (BEP) atau titik impas atau sering juga disebut titik pulang pokok adalah suatu metode yang mempelajari hubungan antara biaya, keuntungan, dan volume penjualan atau produksi. Hubungan tersebut juga dikenal dengan analisis C.B.V. (Cost-Profit-Volume) untuk mengetahui tingkat kegiatan minimal yang harus dicapai, dimana pada tingkat tersebut perusahaan tidak mengalami keuntungan maupun kerugian (Harmaizar dan Rosidayanti, 2003). Ada dua jenis perhitungan BEP, yaitu BEP volume dan BEP harga produksi. Dirumuskan sebagai berikut :


(53)

36

3.4.7 Payback Period (PP)

Menurut Lukman, (2004) payback period (PP) adalah perhitungan atau penentuan jangka waktu yang dibutuhkan untuk menutup kembali nilai investasi suatu proyek dengan menggunakan aliran kas yang dihasilkan oleh proyek tersebut. Perhitungan payback period untuk suatu proyek yang mempunyai pola aliran kas yang sama dari tahun ke tahun dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

PP = Dimana:

I : investasi

π : pendapatan (benefit)

3.5 Analisis Sensitivitas dan Switching Value

Analisis ini digunakan untuk melihat dampak dari suatu keadaan yang berubah-ubah terhadap hasil suatu analisis kelayakan. Tujuan dari analisis ini adalah untuk menilai apa yang akan terjadi dengan hasil analisis kelayakan suatu kegiatan investasi atau bisnis apabila terjadi perubahan di dalam perhitungan biaya atau manfaat. Analisis ini perlu dilakukan karena dalam analisis kelayakan suatu usaha ataupun bisnis perhitungan umumnya didasarkan pada


(54)

proyeksi-37 proyeksi yang mengandung ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi di waktu yang akan datang (Kadariah, Lien K, Clive G, 1999).

Menurut Gittinger, (2008) nilai pengganti atau switching value merupakan suatu variasi pada analisis sensitivitas. Analisis switching value ini merupakan perhitungan untuk mengukur perubahan maksimum dari perubahan suatu komponen inflow (penurunan harga output, penurunan produksi) atau perubahan komponen outflow (peningkatan harga input atau peningkatan biaya produksi) yang masih dapat ditoleransi agar bisnis masih tetap layak.

Analisis sensitivitas harus dilakukan untuk mengindentifikasi masalah di masa yang akan datang, sehingga dapat meminimalkan kemungkinan melesetnya hasil yang ingin dicapai dalam suatu investasi, dimana analisis sensitivitas akan memperhitungkan hal-hal yang akan menghambat atau peluang dari investasi yang akan dijalankan, dan dapat dijadikan pedoman atau arahan kepada usaha yang akan dijalankan.

Analisis sensitivitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

parameter perubahan harga seluruh biaya variabel sebesar 7%. Penentuan kenaikan harga biaya variabel sebesar 7% diperoleh dari inflasi rata

rata nasional dalam 3 bulan yaitu pada bulan November 2014 sampai Januari 2015 sebesar 7,1% yang dibulatkan menjadi 7% dapat dilihat pada (lampiran 7). Menurut Sofyan, (2003) Inflasi merupakan salah satu fenomena ekonomi yang umum berfluktuasi sesuai dengan perkembangan ekonomi dan perkembangan situasi politik di suatu negara, yang pengaruhnya dapat berdampak negatif bagi kemajuan usaha pada saat ini dan di masa yang akan datang. Hasil studi kelayakan usaha itu biasanya akan dilaksanakan justru pada saat yang akan datang walaupun


(55)

38 secara tidak langsung dapat tercermin dari perkembangan tingkat suku bunga pinjaman, tetapi memperhatikan langsung pengaruh inflasi dalam studi kelayakan usaha adalah cukup penting.

Analisis nilai pengganti (switching value) digunakan untuk mengetahui seberapa besar perubahan maksimal pada biaya variabel dalam usaha pembesaran ikan lele di Bojong Farm yang dapat ditolerir dengan cara simulasi menaikan harga biaya variabel hingga menemukan batas maksimum kenaikan biaya variabel dimana usaha tersebut masih layak untuk dilaksanakan, dalam menjalankan usaha pembesaran ikan lele sangkuriang hal yang paling signifikan adalah kenaikan biaya biaya variabel seperti biaya pakan, biaya bibit dan biaya obat-obatan serta multivitamin, maka dalam keadaan biaya variabel seperti biaya pakan dan obat-obatan serta multivitamin yang terus meningkat dan ketersidaan bibit yang sulit, sehingga para pelaku usaha pembesaran ikan lele sangkuriang harus membeli lebih tinggi dari biasanya. Oleh karena itu seluruh biaya variabel memegang peran yang besar dalam biaya usaha pembesaran ikan lele sangkuriang, dengan demikian, yang dianalisis merupakan hal yang signifikan terhadap usaha pembesaran ikan lele sangkuriang yaitu kenaikan biaya variabel.

3.6 Definisi Operasional

Menurut Bungin, (2006) definisi operasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat hal definitive yang dapat diukur dan diamati, sebagai titik tolak persamaan persepsi dalam penelitian.


(56)

39 Definisi operasional dalam penelitian ini adalah:

1. Usaha yang dilakukan adalah usaha pembesaran ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus).

2. Harga-harga yang digunakan adalah harga yang berlaku selama bulan Januari 2015 dan konstan selama penelitian.

3. Biaya usaha dalam penelitian ini yaitu penjumlahan dari dua jenis yaitu biaya tetap dan biaya variabel dalam satu periode (3 Bulan) usaha pembesaran ikan lele sangkuriang.

4. Biaya tetap dalam penelitian ini yaitu biaya yang dikeluarkan selama proses produksi dalam satu periode (3 Bulan) yang besarnya tidak dipengaruhi oleh banyak produksi yang dihasilkan.

5. Biaya variabel dalam penelitian ini yaitu biaya yang dikeluarkan dalam satu periode (3 Bulan) yang besarnya dipengaruhi oleh banyaknya produksi yang dihasilkan.

6. Biaya total dalam penelitian ini yaitu penjumlahan total biaya tetap dan biaya variabel dalam satu periode (3 Bulan) usaha pembesaran ikan lele.

7. Total Penerimaan dalam penelitian ini yaitu hasil produksi dikali dengan harga jual dalam satu periode (3 Bulan) usaha pembesaran ikan lele sangkuriang.

8. Pendapatan dalam penelitian ini yaitu total penerimaan dikurangi biaya total dalam satu periode (3 Bulan) usaha pembesaran ikan lele sangkuriang.

9. R/C Rasio dalam penelitian ini yaitu perbandingan antara total peneriman dengan biaya produksi selama satu periode (3 Bulan) usaha pembesaran ikan lele sangkuriang.


(57)

40 10. B/C Rasio dalam penelitian ini yaitu perbandingan antara total pendapatan dengan biaya produksi selama satu periode (3 Bulan) usaha pembesaran ikan lele sangkuriang.

11. Break Even Ponit (BEP) dalam penelitian ini yaitu titik pertemuan antara biaya dan penerimaan dimana usaha tidak mengalami rugi atau untung dalam satu peroide (3 Bulan) usaha pembesaran ikan lele sangkuriang.

12. Inflasi yang digunakan adalah rata rata inflasi dalam 3 bulan yaitu inflasi nasional periode November 2014 sampai Januari 2015 dengan nilai rata rata 7,1% untuk menentukan kenaikan seluruh biaya variabel yang kemudian dibulatkan menjadi 7%.

13. Analisis sensitivitas dalam penelitian ini menggunakan metode switching value, dengan adanya perubahan pada kenaikan seluruh biaya variabel sebesar 7% .


(58)

BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Desa Kedung Waringin

Gambaran umum Desa Kedung Waringin meliputi keadaan letak dan kondisi geografis, Kependudukan dan keadaan sosial ekonomi, lahan dan Jenis Penggunaannya, keadaan sarana pendidikan, kesehatan, transportasi dan komunikasi Desa Kedung Waringin.

4.1.1 Letak dan Kondisi Geografis Lokasi Penelitian

Kelurahan Kedung Waringin terletak di Kecamatan Bojong Gede , Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Kelurahan Kedung Waringin memiliki luas wilayah sebesar 180 Ha. Bataswilayah Kelurahan Kedung Waringin sebagai berikut :

a. sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Bojong Gede b. sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Waringin Jaya c. sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Cimanggis

d. sebelah timur berbatasan dengan Kali Ciliwung dan Cibinong

Jarak antara Kelurahan Kedung Waringin dan Bojong Farm cukup strategis, karena jarak Kelurahan Kedung Waringin dan Bojong Farm Dekat dengan Pasar Bojong Gede dan Dekat dengan Stasiun Bojong Gede hanya berjarak 2 KM. Suhu rata-rata Desa Kedung Waringin 26°C (Kelurahan Kedung Waringin, 2015).


(1)

78

Lampiran 8. Analisis sensitivitas dengan kenaikan total biaya variabel sebesar 7%

1 PENERIMAAN 30.000.000

TOTAL PENERIMAAN 30.000.000

2 PENGELUARAN

A. Biaya Tetap

Penyusutan 1.999.813

Pajak Lahan 25.000

Total Biaya Te tap 2.024.813

B. Biaya Variabel Pakan

Tipe 781-1 1.887.480

Tipe 781-2 5.296.693

Tipe 781 5.123.353

Bibit 2.889.000

Listrik 802.500

Obat Obatan & Vitamin

Sel Multi 73.830

Amino Liquid 73.830 Red Bluedox 57.780 Inroflox-25 48.150 Aquaenzyms 32.100

Progol 64.200

Grotop 64.200

Garam Krosok (Persiapan Kolam) 17.976 Garam Krosok Campuran Obat 10.272 Transportasi 963.000 Tenaga Kerja

Pak Pitoyo 1.605.000

Pak Sartono 2.140.000

Pak Ari 1.605.000

Kemasan Plastik 160.500

Perawatan 96.300

Total Biaya Variabe l 23.011.163 TOTAL BIAYA 25.035.976 3 PENDAPATAN 4.964.024

4 R/C RATIO 1,20

5 B/C RATIO 0,20

6 BEP VOLUME 1.252 7 BEP HARGA 16.691

8 PAYBACK PERIOD 2,4


(2)

79

Lampiran 9. Analisis sensitivitas dengan kenaikan total biaya variabel sebesar 30%

1 PENERIMAAN 30.000.000

TOTAL PENERIMAAN 30.000.000

2 PENGELUARAN

A. Biaya Tetap

Penyusutan 1.999.813

Pajak Lahan 25.000

Total Biaya Te tap 2.024.813

B. Biaya Variabel Pakan

Tipe 781-1 2.293.200

Tipe 781-2 6.435.234

Tipe 781 6.224.634

Bibit 3.510.000

Listrik 975.000

Obat Obatan & Vitamin

Sel Multi 89.700

Amino Liquid 89.700 Red Bluedox 70.200 Inroflox-25 58.500 Aquaenzyms 39.000

Progol 78.000

Grotop 78.000

Garam Krosok (Persiapan Kolam) 21.840 Garam Krosok Campuran Obat 12.480 Transportasi 1.170.000 Tenaga Kerja

Pak Pitoyo 1.950.000

Pak Sartono 2.600.000

Pak Ari 1.950.000

Kemasan Plastik 195.000

Perawatan 117.000

Total Biaya Variabe l 27.957.488 TOTAL BIAYA 29.982.301 3 PENDAPATAN 17.699

4 R/C RATIO 1,001

5 B/C RATIO 0,001

6 BEP VOLUME 1.499 7 BEP HARGA 19.988

8 PAYBACK PERIOD 691,9


(3)

80

Lampiran 10. Analisis sensitivitas dengan kenaikan total biaya variabel sebesar

31%

1 PENERIMAAN 30.000.000

TOTAL PENERIMAAN 30.000.000

2 PENGELUARAN

A. Biaya Tetap

Penyusutan 1.999.813

Pajak Lahan 25.000

Total Biaya Te tap 2.024.813

B. Biaya Variabel Pakan

Tipe 781-1 2.310.840

Tipe 781-2 6.484.736

Tipe 781 6.272.516

Bibit 3.537.000

Listrik 982.500

Obat Obatan & Vitamin

Sel Multi 90.390

Amino Liquid 90.390 Red Bluedox 70.740 Inroflox-25 58.950 Aquaenzyms 39.300

Progol 78.600

Grotop 78.600

Garam Krosok (Persiapan Kolam) 22.008 Garam Krosok Campuran Obat 12.576 Transportasi 1.179.000 Tenaga Kerja

Pak Pitoyo 1.965.000

Pak Sartono 2.620.000

Pak Ari 1.965.000

Kemasan Plastik 196.500

Perawatan 117.900

Total Biaya Variable 28.172.546 TOTAL BIAYA 30.197.359 3 PENDAPATAN (197.359)

4 R/C RATIO 0,993

5 B/C RATIO -0,007

6 BEP VOLUME 1.510 7 BEP HARGA 20.132

8 PAYBACK PERIOD


(4)

81

Lampiran 11. Proses Kegiatan Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang

(

Clarias gariepinus

)

yang dilakukan di Bojong Farm

Hari Kegiatan Penjelasan

Ke-1

Sebelum melakukan penebaran bibit ikan lele,

kolam kolam diisi oleh air setinggi 30 cm dan

didiamkan selama 7 hari.

Ke-8 Penebaran bibit ukuran 5-7 cm

Pemberian pakan pelet berukuran 1 mm hingga

kenyang. Frekuensi pemberiannya 3 kali sehari

yaitu pada pukul 09.00, 15.00 dan 20.00

Ke-9 - 22 Pada hari ke-13, air kolam yang awalnya 30 cm

ditambahkan sampai pada ketinggian 60-80cm.

Setelah itu, tambahkan pula probiotik atau suplemen

agar ikan tumbuh sehat dan tidak mudah stress.

Ke 23- 47 Pergantian pakan pelet butiran 1 mm menjadi 2 mm

Pemberian pakan tersebut dengan frekuensi 3 kali

dalam satu hari dengan pola yang sama seperti

sebelumnya yaitu pada pukul 09.00,15.00 dan 20.00.

Pemberian pakan dihentikan ketika ikan lele sudah malas untuk makan.

Ke- 48 Pergantian air kolam dengan cara membuang Biarkan air meluap dan mengalir melalui pembuangan air setengahnya, lalu diganti sebanyak air otomatis selama 10 sampai 15 menit melalui pipa

yang dibuang. pembuangan yang telah diri lubang.

Ke-49-53 Pada Hari ke 53 ada pergantian pakan dengan ukuran

yang lebih besar lagi yaitu ukuran 3 mm

Ke-54-66 Jadwal pemberian pakan bisa sama 3 hari Bila kondisi air mulai buruk (warna cokelat/hijau pekat) atau bisa dikurangi menjadi 2 kali sehari dapat dilakukan pergantian air kolam dengan cara yaitu pada pagi dan sore hari yang sama seperti sebelumnya.

Ke-67 Panen ikan lele konsumsi ukuran 7-10 ekor/ Kg.

Proses panen ikan lele sangkuriang di Bojong Farm

biasanya dilakukan pada sore hari.


(5)

82

Lampiran 12. Foto Usaha Pembesaran Ikan Lele Sangkuring (

Clarias gariepinus

)

di Bojong Farm

No Foto Keterangan

1 Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus)

Jenis Ikan Lele yang diusahakan di Bojong Farm.

2

Kolam terpal dengan rangka baja ringan menjadi

media atau wadah yang digunakan oleh Bojong Farm dalam usaha pembesaran ikan lele

sangkuriang (Clarias gariepinus).

3

Pakan Pelet yang digunakan oleh Bojong Farm dalam usaha pembesaran ikan lele sangkuriang

(Clarias gariepinus).

4

Obat-obatan dan Multivitamin yang digunakan

oleh Bojong Farm dalam usaha pembesaran ikan

lele sangkuriang (Clarias gariepinus).


(6)

83

Lampiran 13. Peta Lokasi Usaha Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang (

Clarias gariepinus

) Bojong Farm, Kelurahan Kedung Waringin,