Analisis kelayakan usaha pembenihan ikan patin (Pangasius spp): studi kasus Number One Fish Farm Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor

(1)

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN

IKAN PATIN (

Pangasius spp

)

(Studi Kasus : Number One Fish Farm, Desa Cihideung Ilir,

Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor)

SKRIPSI

ARMAYUNI H34066024

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

RINGKASAN

ARMAYUNI. Analisis Kelayakan Usaha Pembenihan Ikan Patin (Pangasius spp) Studi Kasus : Number One Fish Farm, Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan EVA YOLYNDA AVINY).

Sektor perikanan termasuk salah satu penyumbang devisa negara non migas yang cukup besar selain sektor kehutanan dan perkebunan. Sesuai dengan sasaran yang diharapkan dalam Rencana Strategis Pembangunan Kelautan dan Perikanan tahun 2005–2009, kontribusi sektor perikanan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2009 diharapkan mencapai 5,10 persen. Ikan patin adalah salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki prospek cukup baik untuk dibudidayakan. Bogor merupakan salah satu sentra produksi pembenihan ikan patin di daerah Jawa Barat, karena kondisi cuaca dan iklim yang menunjang selain itu pH air juga mendukung, pakan berupa cacing sutera banyak ditemukan, serta perkembangan teknologi penyuntikkan dan pengekstraan kelenjar hipofisa. Permasalahan yang dihadapi Number One Fish Farm yaitu ketidakmapuan untuk memenuhi permintaan benih patin yang terus meningkat. Number One Fish Farm berencana untuk meningkatkan kapasitas produksi sehingga dapat memenuhi permintaan benih ikan patin. Rencana ini membutuhkan biaya investasi yang cukup besar dan resiko kegagalan yang cukup tinggi sehingga perlu dilakukan kajian pada saat merencanakan dan mengembangkan usaha tersebut. Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah :1) Menganalisis kelayakan usaha pembenihan ikan patin di Number One Fish Farm dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial, aspek lingkungan dan aspek finansial. 2) Menganalisis tingkat kepekaan (sensitivitas) kelayakan usaha pembenihan ikan patin di Number One Fish Farm.

Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang aspek-aspek pembenihan ikan patin secara umum meliputi analisis aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial dan lingkungan. Analisis kuantitatif meliputi analisis kelayakan finansial usaha pembenihan ikan patin, analisis kelayakan finansial ini menggunakan perhitungan kriteria-kriteria investasi yaitu, Net Present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Payback Period (PBP) dan analisis sensitivitas. Data yang diperoleh diolah secara manual dengan menggunakan program komputer Ms. Excel.

Penelitian ini dilakukan di Number Fish Farm, yang terletak di Kapling Uska Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Number One Fish Farm merupakan penghasil benih ikan patin yang baru dirintis pada bulan Juli 2008.

Hasil analisis aspek non finansial yang terdiri dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial dan lingkungan usaha ini layak untuk dijalankan. Hal ini dikarenakan usaha pembenihan ikan patin memiliki peluang pasar yang tinggi; kondisi iklim lokasi sangat cocok untuk usaha pembenihan


(3)

serta sarana dan prasarana usaha sangat melimpah; organisasi serta pembagian tugas dan wewenang yang jelas, sehingga memberikan kemudahan dalam koordinasi diantara karyawan; dan usaha pembenihan ikan patin ini membawa dampak baik kepada sosial ekonomi dan lingkungan sekitar.

Berdasarkan hasil analisis finansial dari usaha pembenihan ikan patin bahwa nilai NPV, IRR, Net B/C, dan Payback Period yang diperoleh telah memenuhi ukuran kelayakan berdasarkan kriteria investasi. Dengan demikian bahwa secara finansial, usaha pembenihan ikan patin layak untuk dijalankan.

Hasil analisis sensitivitas usaha pembenihan ikan patin sangat sensitif terhadap perubahan harga jual benih namun tidak terlalu berpengaruh pada kenaikan harga cacing sutera dan artemia.


(4)

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN

IKAN PATIN (

Pangasius spp

)

(Studi Kasus : Number One Fish Farm, Desa Cihideung Ilir,

Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor)

ARMAYUNI H34066024

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011


(5)

Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Usaha Pembenihan Ikan Patin (Pangasius spp) Studi Kasus : Number One Fish Farm Desa Cihideung Ilir,

Kecamatan Ciampea,Kabupaten Bogor Nama : Armayuni

NIM : H34066024

Disetujui, Pembimbing

Eva Yolynda Aviny, SP. MM NIP. 19710402 200604 2 008

Diketahui,

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP.195809081984031002


(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Kelayakan Usaha Pembenihan Ikan Patin (Pangasius spp) Studi Kasus : Number One Fish Farm Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2011

Armayuni H34066024


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Aek Nagaga, Kota Medan pada tanggal 25 Januari 1985. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak N. Purwanto dan Ibu Nurhayati.

Penulis mengawali pendidikan dasar di SD Negeri 90 Sarik pada tahun 1991 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2000 di SLTPN 2 Pasaman. Pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2003. Pada tahun yang sama, penulis berkesempatan melanjutkan pendidikannya di Institut Pertanian Bogor lewat jalur USMI sebagai mahasiswa Program Studi Diploma III Teknologi Industri Kayu, Departemen Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan dan memperoleh gelar Ahli Madya pada tahun 2006. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan pada jenjang Strata Satu (S1) Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Analisis Kelayakan Usaha Pembenihan Ikan Patin (Pangasius spp) Studi Kasus : Number One Fish Farm Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian di Number One Fish Farm yang merupakan salah satu usaha yang bergerak dibidang pembenihan ikan patin di Kabupaten Bogor. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kelayakan usaha pembenihan ikan patin dari aspek non finansial dan aspek finansial, serta menganalisis tingkat kepekaan (sensitivitas) usaha pembenihan ikan patin di Number One Fish Farm.

Upaya memberikan yang terbaik telah dilakukan secara optimal dalam penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang terkait dan bagi pembaca pada umumnya.

Bogor, Maret 2011


(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Kelayakan Usaha Pembenihan Ikan Patin (Pangasius spp) Studi Kasus : Number One Fish Farm, Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor” ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Sehingga skripsi ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya sebagai salah satu syarat kelulusan.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Orang tua tercinta serta seluruh keluargaku atas doa dan dukungannya selama penulis menyelesaikan kuliah di IPB, semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik.

2. Eva Yolynda Aviny, SP. MM selaku dosen pembimbing terima kasih atas bimbingan, motivasi dan arahannya selama penulis menyusun skripsi ini. 3. Tintin Sarianti, SP, MM dan Ir Narni Farmayanti Msc selaku dosen penguji

pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

4. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS sebagai dosen evaluator yang telah memberikan masukan, dan saran sebagai bekal turun lapang, serta kesediaan waktu untuk berdiskusi.

5. Lidwina Dirgantara atas kesediaannya menjadi pembahas dalam seminar hasil skripsi yang telah memberikan masukan dan koreksi untuk perbaikan skripsi ini.

6. Bapak Ardi, atas izin dan kesempatan yang diberikan untuk melakukan penelitian di Number One Fish Farm serta telah memberikan informasi selama penelitian .

7. Ery Sulistyo Jati, terimakasih telah memberikan waktu dan perhatiannya untuk memotivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

8. Teman-teman satu bimbingan (Wina, Nadia dan Monang), teman-teman ekstensi Agribisnis terimakasih atas semangat dan sharing selama penelitian hingga penyempurnaan penyusunan skripsi ini.

9. Sahabat-sahabatku (Nuning, Retno, Tedi, Ami, Dora, Yeyet, Eno, Widi dan m Sigi) terimakasih untuk persahabatan dan canda tawanya.


(10)

10.serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini.

Semoga Allah SWT mencatat dan membalas semua amal baik ini dengan balasan yang lebih baik.

Bogor, Maret 2011


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ikan Patin ... 9

2.2. Teknik Pembenihan Ikan Patin Secara Intensif ... 9

2.3. Penelitian Terdahulu ... 11

III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 14

3.1.1. Teori Biaya dan Manfaat ... 14

3.1.2. Aliran kas (Casflow) ... 15

3.1.3. Analisis Laba Rugi... 15

3.1.4. Umur Usaha ... 16

3.1.5. Aspek-aspek Analisis Kelayakan Usaha ... 17

3.1.6. Analisis Sensitivitas ... 22

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 22

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 25

4.2. Jenis dan Sumber Data ... 25

4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 25

4.4. Analisis Sensitivitas ... 28

4.5. Asumsi Dasar ... 29

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Sejarah Perusahaan ... 30

5.2. Lokasi ... 30

5.3. Fasilitas Pembenihan ... 30

5.3.1. Fasilitas Utama ... 31

5.3.2. Fasilitas Pendukung ... 33

VI ANALISIS NON FINASIAL 6.1. Aspek Pasar ... 36


(12)

6.1.1. Permintaan dan Penawaran ... 36

6.1.2. Strategi Pemasaran ... 37

6.2. Aspek Teknis ... 38

6.2.1. Lokasi Usaha ... 38

6.2.2. Proses Produksi ... 39

6.3. Aspek Manajemen ... 46

6.4. Aspek Sosial ... 47

6.5. Aspek Lingkungan ... 47

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL 7.1. Inflow (Arus Manfaat) ... 48

7.2. Outflow (Arus Pengeluaran) ... 49

7.3. Analisis Laba Rugi Usaha Pembenihan Ikan Patin ... 56

7.4. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pembenihan Ikan Patin .... 57

7.5. Analisis Sensitivitas ... 58

VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan ... 60

8.2. Saran ... 60


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Perkembangan Budidaya Air Tawar Menurut Jenisnya Tahun

2005-2009 ... 1

2. Perkembangan Budidaya Air Tawar Menurut Komoditas Utama Tahun 2005-2009 ... 2

3. Produksi Provinsi Jawa Barat Per Komoditas Utama Tahun 2009 (Ton) ... 3

4. Perkembangan Produksi Ikan Kabupaten Bogor Tahun 2006-2009 ... 5

5. Produksi Benih Per Jenis Ikan Per Kecamatan Tahun 2009 ... 6

6. Nilai Sisa Investasi Usaha Pembenihan Ikan Patin ... 49

7. Biaya Investasi dan Penyusutan Usaha Pembenihan Ikan Patin . 50 8. Biaya Reinvestasi Usaha Pembenihan Ikan Patin ... 51

9. Rincian Biaya Tetap Usaha Pembenihan Ikan Patin ... 52

10. Rincian Biaya Variabel Usaha Pembenihan Ikan Patin ... 56

11. Kelayakan Finansial Usaha Pembenihan Ikan Patin ... 57

12. Analisis Sensitivitas Penurunan Harga Benih Sebesar 10 Persen ... 59

13. Analisis Sensitivitas Kenaikan Harga Artemia dan Cacing Sutera Sebesar 10 Persen ... 59


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kerangkan Pemikiran Operasional ... 24

2. Kolam Pemeliharaan Induk ... 31

3. Susunan Akuarium di Number One Fish Farm ... 32

4. Tempat Pemeliharaan Benih ... 32

5. Kelamin Induk Betina ... 41

6. Kelamin Induk Jantan ... 41

7. Penyuntikkan ... 42

8. Induk Betina Saat Stripping ... 42

9. Induk Jantan Saat Stripping ... 42

10. Pencampuran Telur dan Sperma ... 43

11. Panen Larva ... 43

12. Benih Ikan Patin Yang Siap Kirim ... 45


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kusioner ... 63

2. Diagram Alir Pembenihan Ikan Patin ... 66

3. Laporan Laba Rugi Usaha Pembenihan Ikan Patin ... 67

4. Analisis Kelayakan Usaha Pembenihan Ikan Patin ... 68

5. Analisis Sensitivitas Penurunan Harga Jual Benih Sebesar 10 Persen ... 69

6. Analisis Sensitivitas Kenaikan Harga Artemia dan Cacing Sutera Sebesar 10 Persen ... 70


(16)

I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Sektor perikanan termasuk salah satu penyumbang devisa negara non migas yang cukup besar selain sektor kehutanan dan perkebunan. Sesuai dengan sasaran yang diharapkan dalam Rencana Strategis Pembangunan Kelautan dan Perikanan tahun 2005–2009, kontribusi sektor perikanan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2009 diharapkan mencapai 5,10 persen. Sasaran lain yang ingin dicapai adalah total produksi perikanan sebanyak 9,7 juta ton, nilai ekspor perikanan US$5 miliar, konsumsi ikan penduduk 32,29 kg/kapita/tahun, dan penyediaan kesempatan kerja kumulatif sebanyak 10,24 juta orang1.

Pemenuhan kebutuhan ikan di masa akan datang salah satunya adalah melalui budidaya. Budidaya air tawar adalah salah satu subsektor perikanan budidaya dan memiliki karakteristik yang cukup beragam dibandingkan dengan subsektor perikanan budidaya laut dan budidaya air payau. Budidaya air tawar terdiri dari empat jenis yaitu budidaya kolam, budidaya karamba, budidaya jaring apung dan budidaya sawah. Perkembangan budidaya air tawar menurut jenisnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perkembangan Budidaya Air Tawar Menurut Jenisnya 2005 - 2009

Budidaya Tahun Kenaikan

per tahun

2005 2006 2007 2008 2009

Jaring Apung 109,421 143,251 190,894 263,169 238,606 23,18 Keramba 67,889 56,200 63,929 75,769 101,771 12,34 Kolam 331,966 381,945 410,373 479,167 554,067 13,72 Sawah 120,353 105,671 85,009 111,584 86,913 5,65 Total 629,629 687,067 750,205 929,688 981,358 11,95 Sumber : Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Tahun 2009

Perkembangan subsektor budidaya air payau selama tiga tahun terakhir ini cukup menggembirakan, yaitu adanya kenaikan 11,95 persen per tahun. Jika


(17)

dilihat pada tabel di atas maka semua jenis budidaya mengalami kenaikan positif kecuali untuk budidaya sawah yang mengalami gejolak kenaikan yang fluktuatif. Budidaya kolam pada tahun 2009, volume produksi mencapai 554.067 ton atau naik sebesar 15,63 persen dari tahun 2008 yang volume produksi mencapai 479.167 ton. Sementara kenaikan per tahunnya selama lima tahun terakhir ini sebesar 13,72 persen. Budidaya keramba juga mengalami tren yang positif setelah turun pada tahun 2006, produksi karamba terus mengalami peningkatan hingga pada tahun 2009 mencapai 100 ribu ton atau tepatnya 101.771 ton atau terjadi kenaikan rata-rata per tahun sebesar 12,34 persen. Budidaya jaring apung juga mengalami tren positif dan pada tahun 2008 terjadi lonjakan volume produksi yang sangat fantastis. Walaupun di tahun ini terjadi penurunan volume produksi namun itu tidaklah membuat Ditjen perikanan budidaya pesimis terhadap laju pertumbuhan budidaya jaring apung, karena potensi pengembangan budidaya jaring apung masih sangat terbuka. Satu lagi adalah budidaya sawah. Budidaya sawah memang trennya turun-naik. Hal ini disebabkan karena budidaya sawah hanya dijadikan kegiatan sambilan untuk menambah penghasilan bagi para petani sawah karena budidaya ikan di sawah memanfaatkan areal persawahan yang digabung dengan tumbuhan padi.

Perkembangan budidaya air tawar terhadap lima komoditas utama yaitu gurame, ikan mas, lele, nila dan patin menunjukkan tren positif selama lima tahun terakhir. Ikan gurami yang merupakan ikan konsumsi air tawar yang harga jualnya cukup tinggi, dengan kenaikan rata-rata per tahun sebesar 16,52 persen. Produksi ikan patin meningkat cukup tinggi selama tiga tahun terakhir. Hal ini disebabkan karena pasar ikan patin baik di dalam dan luar negeri sudah terbuka serta teknik budidaya yang tidak rumit sehingga banyak bermunculan para pembudidaya patin diberbagai daerah. Kenaikan rata-rata ikan patin selama lima tahun terakhir sebesar 49,62 persen. Lonjakan produksi ikan patin tertinggi terjadi antara tahun 2007 ke 2008, yaitu dari 36.755 ton menjadi 102.021 ton (Tabel 2).


(18)

Tabel 2. Perkembangan Budidaya Air Tawar menurut Komoditas Utama 2005 - 2009

Komoditi Tahun Kenaikan

Per Tahun

2005 2006 2007 2008 2009

Gurame 25,442 28,711 35,708 36,636 46,254 16,52

Ikan Mas 216,924 247,633 264,349 242,322 249,279 3,86

Lele 69,386 77,332 91,735 114,371 144,755 20,33

Nila 151,363 179,934 206,905 291,037 323,389 21,41 Patin 32,575 31,489 36,755 102,021 109,685 49,62 Sumber : Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Tahun 2009

Jawa Barat dikenal sebagai penghasil produksi ikan air tawar terbesar di Indonesia, sehingga provinsi ini dikatakan sebagai jantungnya produksi perikanan budidaya. Total produksi perikanan budidaya air tawar di Provinsi Jawa Barat mencapai 325.899 ton pada tahun 2009 atau sekitar 74 persen total produksi perikanan budidaya Jawa Barat yang sebesar 442.012 ton berasal dari perikanan budidaya air tawarnya. Jawa Barat yang memiliki Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar di Sukabumi memang dikenal sebagai sentra perikanan budidaya air tawar Indonesia. Persebaran komoditas perikanan budidaya air tawar di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Produksi Provinsi Jawa Barat Per Komoditas Utama Tahun 2009 (Ton)

Kabupaten/Kota Nila Mas Lele Patin Gurame

Kab Ciamis 4.549 1.201 1.063 - 2.524

Kab Tasikmalaya 4.460 9.215 583 - 509

Kab Garut 3.021 4.543 60 - 109

Kab Cianjur 20.600 34.362 248 1.319 2.884

Kab Sukabumi 987 534 374 1 39

Kab Bekasi 219 99 193 103 19

Kab Karawang 815 1.486 783 - -

Kab Subang 3.428 8.285 293 40 6

Kab Indramayu 237 197 17.093 - 1.560

Kab Cirebon 245 199 448 45 283

Kota Cirebon 14 8 34 7 2

Kab Bogor 1.828 3.857 18.313 581 1.946

Kab Purwakarta 23.831 39.745 250 6.617 1

Kab Bandung 1.985 3.530 1.066 - 115

Kota Bandung 485 1.260 891 - -

Kab Sumedang 1.669 2.317 23 - -

Kab Majalengka 2.288 919 778 - 589

Kab Kuningan 2.271 1.538 380 - 422

Kota Bekasi 142 510 378 - -

Kota Depok 166 324 482 96 334


(19)

Kota Bogor 559 470 480 485 390

Kota Banjar 488 374 113 - 397

Kota Cimahi 7 5 41 1 1

Kota Sukabumi 442 367 417 6 10

Kab Bandung Barat 10.635 12.412 394 3.611 189

Total 87.065 129.298 48.041 12.912 13.021 Sumber : Direktorat Jenderal Perikanan BudidayaTahun 2009

Jawa Barat dikenal sebagai penghasil utama ikan nila terbesar di Indonesia. Ikan nila di Provinsi Jawa Barat banyak ditemui di Kabupaten Cianjur, Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Bandung Barat. Ketiga Kabupaten ini memang dikenal sebagai sentra budidaya ikan nila. Sekitar 60 persen produksi ikan nila Jawa Barat berasal dari ketiga kabupaten tersebut. Selain ikan nila Provinsi Jawa Barat juga memiliki ikan mas yang produksinya pada tahun 2009 mencapai 129.298 ton. Produksi ini termasuk terbesar di Indonesia. Seperti halnya ikan nila sentra produksi budidaya ikan mas juga terdapat pada Kabupaten Cianjur, Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Bandung Barat. Ikan lele juga berkembang dengan baik di Jawa Barat. Sentra produksi ikan lele ada di Kabupaten Bogor dan Kabupaten Indramayu. Kabupaten Bogor pada tahun 2009 telah berhasil memproduksi ikan lele melalui usaha budidayanya sebesar 18.313 ton dan Kabupaten Cianjur sebesar 17.093 ton.

Patin dan gurame, dua komoditas utama perikanan budidaya juga berkembang di provinsi ini walaupun tidak sepesat perkembangan pada budidaya ikan mas, ikan nila dan ikan lele. Sentra produksi ikan patin di Jawa Barat ada di Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Bandung Barat. Sedangkan sentra untuk komoditas gurame, sentranya ada di Kabupaten Ciamis, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Bogor. Dengan produksi ikan nila, ikan mas dan ikan lelenya yang cukup besar, memang tidak dipungkiri jika Provinsi Jawa Barat dikatakan sebagai jantung perikanan budidaya air tawar Indonesia.

Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah yang memiliki prospek yang cukup potensial untuk mengembangkan produksi perikanan, karena Bogor memiliki curah hujan yang cukup tinggi sehingga cepat memicu ikan untuk berkembang biak. Berdasarkan data dari Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, perkembangan produksi ikan mengalami peningkatan setiap tahunnya (Tabel 4).


(20)

Tabel 4. Perkembangan Produksi Ikan Kabupaten Bogor Tahun 2006-2009

Jenis Produksi 2006 r (%)

2007 r (%)

2008 r (%)

2009

Ikan Konsumsi (Ton)

23,141.00 2.43 23,703.00 5.84 25,087.29 14.57 28,742.72

Ikan Hias (Ribu Ekor)

75,382.67 3.85 78,288.00 7.96 84,517.00 23.77 104,603.55

Pembenihan (Ribu Ekor)

708,594.00 1.14 716,660.00 3.90 744,600.00 13.77 847,112.06

Sumber: Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor 2009

Perkembangan produksi ikan konsumsi di Kabupaten Bogor meningkat empat tahun terakhir yaitu 28,741.72 ton. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Bogor menggemari ikan. Kabupaten Bogor memproduksi ikan hias. Produksi ikan hias terus meningkat, tahun 2009 mencapai 104,603.55 ribu ekor. Selain ikan hias, Kabupaten Bogor juga memproduksi benih. Dari empat tahun terakhir produksi pembenihan ikan terus meningkat menjadi 847,112.06 ribu ekor pada tahun 2009. Dari produksi yang terus meningkat, sehingga usaha pembenihan ikan patin di Kabupaten Bogor sangat potensial untuk dikembangkan.

Bogor merupakan salah satu sentra produksi pembenihan ikan patin di daerah Jawa Barat, karena kondisi cuaca dan iklim yang menunjang selain itu pH air juga mendukung, pakan berupa cacing sutera banyak ditemukan, serta perkembangan teknologi penyuntikkan dan pengekstraan kelenjar hipofisa. Berbeda dengan wilayah Kalimantan dan Sumatera yang memang difokuskan pada usaha pembesaran, sehingga tak jarang benih ikan patin yang dibesarkan berasal dari Jawa Barat. Pola konsumsi masyarakat Jawa Barat yang kurang menggemari ikan patin dibandingkan dengan masyarakat Sumatera dan Kalimantan menyebabkan pembudidaya ikan di Bogor lebih memilih kegiatan pembenihan daripada pembesaran. Produksi benih per jenis ikan per kecamatan di kabupaten Bogor pada tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 5.


(21)

Tabel 5. Produksi Benih Per Jenis Ikan Per Kecamatan Tahun 2009 Kecamatan

Jumlah

RTP Produksi Mas Nila Lele Patin

(orang) (RE)

Nanggung 33 5,936.00 2,014.00 1,518.00 927.00 0.00 Leuwiliang 34 7,935.00 2,862.00 1,217.00 885.00 7.00 Leuwisadeng 21 3,485.30 813.00 571.00 1,442.00 82.00 Pamijahan 132 13,676.00 3,745.00 2,713.00 3,220.00 704.00 Cibungbulang 106 608,816.35 631.00 454.00 1,463.00 886.00 Ciampea 54 34,322.00 8,872.00 4,971.00 6,748.00 8,852.00 Tenjolaya 69 62,582.00 22,303.00 6,051.00 5,245.00 6,958.00 Dramaga 64 20,272.65 4,903.50 3,957.00 23.65 105.00 Ciomas 21 16,980.00 3,707.75 3,427.00 1,877.50 3,325.00 Tamansari 26 4,359.00 1,335.00 910.00 241.60 242.40 Cijeruk 25 1,842.00 505.00 1,337.00 0.00 0.00 Cigombong 14 2,057.00 600.00 1,457.00 0.00 0.00 Caringin 21 2,951.00 751.00 2,200.00 0.00 0.00 Ciawi 18 2,990.00 671.00 994.00 965.00 0.00 Cisarua 5 1,662.00 0.00 674.00 988.00 0.00 Megamendung 10 3,304.00 0.00 1,328.00 1,976.00 0.00 Sukaraja 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Bbkn Madang 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Sukamakmur 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Cariu 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Tanjungsari 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Jonggol 5 21.20 20.00 1.20 0.00 0.00 Cileungsi 6 10.00 10.00 0.00 0.00 0.00 Klapanunggal 2 49.00 20.00 21.00 8.00 0.00 Gunung Putri 2 38.00 6.00 10.00 8.00 0.00 Citeureup 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Cibinong 25 1,455.69 272.80 227.52 597.18 69.69 Bojong Gede 30 812.55 173.29 120.87 265.02 128.87 Tajurhalang 32 1,781.67 422.16 294.90 454.65 299.68 Kemang 50 117.08 0.00 15.49 26.00 30.19 Rancabungur 30 6,558.72 1,398.69 165.82 2,948.60 1,020.66 Parung 4 11,598.00 0.00 140.00 10,600.00 360.00 Ciseeng 120 22,013.85 0.00 224.60 15,049.07 3,288.00 Gg Sindur 70 7,390.00 0.00 0.00 6,000.00 0.00 Rumpin 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Cigudeg 64 423.00 313.00 85.00 0.00 0.00 Sukajaya 5 1,290.00 111.00 497.00 0.00 0.00 Jasinga 10 112.00 62.00 40.00 10.00 0.00 Tenjo 2 72.00 72.00 0.00 0.00 0.00 Pr Panjang 11 199.00 69.00 78.00 52.00 0.00

Jumlah 1,105 847,112.06 56,663.19 35,700.40 62,020.27 26,358.49

Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor 2009

Kecamatan Ciampea merupakan penghasil benih patin terbesar di Kabupaten Bogor dengan jumlah 54 orang atau Rumah Tangga Produksi (RTP) dengan produksi benih patin sebanyak 8,852 per tahun. Salah satu perusahaan penghasil benih patin yang ada di Ciampea adalah Number One Fish Farm, yang baru dirintis pada bulan Juli 2008. Saat ini, dengan jumlah kapasitas 60 akuarium


(22)

perusahaan mampu menghasilkan 300.000 ekor benih setiap musim produksi, dan perusahaan belum mampu memenuhi permintaan benih terhadap perusahaan yang mencapai 400.000 ekor benih. Sehingga perusahaan berencana untuk menambah jumlah kapasitas produksi.

1.2. Perumusan Masalah

Peningkatan konsumsi ikan patin akan meningkatkan permintaan benih patin. Lonjakan produksi ikan patin tertinggi terjadi antara tahun 2007 ke 2008, yaitu dari 36.755 ton menjadi 102.021 ton menyebabkan permintaan benih patin sebagai input untuk kegiatan pembesaran terus meningkat. Sehingga usaha pembenihan ikan patin sangat potensial dan diperkirakan akan terus berkembang. Harga jual yang cukup tinggi menjadikan daya tarik pelaku usaha untuk memasuki usaha pembenihan ikan patin dengan harapan memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya.

Number One Fish Farm merupakan usaha yang menghasilkan benih patin. Meningkatnya permintaan benih patin sebagai input untuk kegiatan pembesaran yang belum terpenuhi menciptakan peluang bagi perusahaan untuk memenuhi permintaan tersebut. Melihat peluang tersebut Number One Fish Farm berencana melakukan penambahan kapasitas produksi yang akan dimulai pada bulan Juli tahun 2011. Penambahan kapasitas produksi dilakukan dengan menambah jumlah akuarium, yang pada awalnya berjumlah 60 akan ditambah menjadi 70 akuarium.

Penambahan kapasitas produksi memerlukan modal investasi yang cukup besar dan resiko kegagalan yang cukup tinggi. Sehingga perlu pertimbangan dalam menambah kapasitas produksi. Resiko kegagalan usaha tersebut antara lain benih patin termasuk makhluk hidup yang sangat peka terhadap lingkungan atau kondisi air yang kurang baik. Pengaruh kualitas air terhadap pertumbuhan benih, tingkat mortalitas yang tinggi, sehingga berpengaruh terhadap hasil panen dan penerimaan perusahaan. Selain itu, perusahaan juga perlu mengetahui apakah dengan penambahan kapasitas produksi usaha masih layak atau tidak, baik dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial, aspek lingkungan, dan aspek finansial.

Perubahan-perubahan yang terjadi terhadap harga input dan output produksi perlu diperhatikan terhadap manfaat dan keuntungan yang akan


(23)

diperoleh. Perubahan-perubahan yang terjadi seperti penurunan harga input, serta peningkatan biaya variabel yaitu kenaikan cacing sutera dan artemia mencapai 10 persen akan menunjukkan apakah usaha pembenihan ikan patin sensitif terhadap perubahan-perubahan tersebut.

Untuk pengembangan dan pengusahaan pembenihan ikan patin, membutuhkan waktu yaitu lima tahun, hal ini disesuaikan dengan umur ekonomis indukan ikan patin jantan. Oleh karena itu, penting untuk mempelajari bagaimana kelayakan pengusahaan pembenihan ikan patin tersebut. Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana kelayakan usaha pembenihan ikan patin di Number One Fish Farm, apakah sudah layak dari aspek non finansial dan aspek finansial?

2. Bagaimana tingkat kepekaan (sensitivitas) kelayakan usaha pembenihan ikan patin Number One Fish Farm jika terjadi penurunan harga benih patin dan peningkatan biaya artemia dan cacing sutera?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menganalisis kelayakan usaha pembenihan ikan patin di Number One Fish Farm dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial, aspek lingkungan dan aspek finansial.

2. Menganalisis tingkat kepekaan (sensitivitas) kelayakan usaha pembenihan ikan patin di Number One Fish Farm.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi pemilik usaha pembenihan ikan patin mengenai kelayakan usaha demi keberlangsungan usahanya. Bagi penulis, untuk penerapan ilmu yang diperoleh selama masa perkuliahan dan sebagai sarana informasi dunia usaha di sub-sektor perikanan secara nyata. Bagi pembaca, diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi atau rujukan sebagai informasi pengusahaan pembenihan ikan patin, serta sebagai pertimbangan ketika terjun ke dunia usaha atau pemilihan bisnis dalam pengambilan keputusan.


(24)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Ikan Patin

Hardjatmulia (1975) mengemukakan bahwa ikan patin berasal dari negara Thailand dan masuk ke wilayah Bogor pada tahun 1975. Ikan patin merupakan jenis ikan air tawar yang termasuk ke dalam golongan catfish, yaitu ikan yang memiliki kumis dan antena. Ikan patin memiliki sifat nocturnal (aktif pada malam hari) dan hidup di sungai-sungai. Di Indonesia terdapat beberapa jenis ikan patin yang populer dan banyak dipelihara di kolam budidaya, yaitu patin jambal, patin pasopati, dan patin siam. Ikan patin siam biasa juga disebut patin Bangkok atau lele Bangkok. Sebutan ini muncul tidak hanya ukurannya yang besar, tetapi juga berasal dari Bangkok. Ikan patin dapat hidup baik pada derajat keasaman (pH) 5-9, kandungan oksigen antara 3-6 ppm, kandungan CO2 9-20 ppm, alkalinitas 80-250 dan suhu antara 28-30ºC (Khairuman dan Sudena D 2002)

Dalam soal rasa, daging ikan patin memiliki rasa yang khas. Dari semua jenis ikan keluarga lele-lelean, rasa daging ikan patin termasuk enak. Analisis kandungan gizi, nilai protein daging cukup tinggi yaitu mengandung 68,6 persen protein, kandungan lemak sekitar 5,85 persen (Khairuman dan Sudena D 2002). 2.2. Teknik Pembenihan Ikan Patin Secara Intensif

Teknik pembenihan ikan patin secara intensif dapat dibagi menjadi empat tahap utama (Khairuman dan Sudena D 2002). Tahap pertama adalah penyiapan induk, dimana induk yang akan dipijahkan dapat diperoleh dari alam atau hasil dari pembesaran sendiri. Induk diberikan pakan berupa pasta atau pelet sebanyak lima persen per hari dari bobot tubuhnya, yang terdiri dari 35 persen tepung ikan, 30 persen dedak halus, 25 persen menir beras, 10 persen tepung kedelai serta 0,5 persen vitamin dan mineral. Untuk mempercepat kematangan gonad, induk patin dapat diberi ikan rucah dua kali seminggu. Sebanyak 10 persen dari bobot tubuhnya.

Tahap kedua adalah seleksi induk yang sudah matang gonad. Induk patin yang sudah matang gonad memiliki ciri-ciri sebagai berikut, umurnya minimal tiga tahun untuk induk jantan dan dua tahun untuk induk betina. Bobot tubuhnya 1,5 kg/ekor untuk induk jantan dan 2 kg/ekor untuk induk betina. Untuk induk


(25)

betina perutnya membesar kearah anus dan terasa empuk jika diraba. Kemudian kloakanya akan membengkak dan berwarna merah tua. Untuk memastikan telur sudah matang atau belum, petani sering memeriksa tingkat kematangan telur mengunakan selang kecil (kateter). Selang tersebut kemudian dimasukkan ke dalam kloaka sedalam 3 cm lalu disedot untuk mendapatkan beberapa butir telur. Telur-telur tadi kemudian akan diperiksa tingkat kematangannya, biasanya telur yang sudah matang akan berwarna kuning bening dengan inti yang berada di tepi sel. Sedangkan induk jantan yang sudah matang gonad akan mengeluarkan sperma berwarna putih jika perutnya dipijit kearah anus. Selain itu, alat kelaminnya akan membengkak dan berwarna kemerahan seperti induk betina.

Tahap ketiga adalah pemijahan. Pemijahan dilakukan menggunakan teknik kawin suntik (induced breeding) karena patin termasuk salah satu ikan yang sulit memijah secara alami. Tingkat keberhasilan teknik ini tergantung kepada tingkat kematangan gonad induk, kualitas air, pakan dan kecermatan dalam penanganan pelaksanaan penyuntikkan. Induced breeding dilakukan dengan menggunakan hormon buatan atau kelenjar hipofisa ikan lain untuk merangsang pemijahan induknya. Penyuntikkan hormon dilakukan dibagian punggung ikan sedalam 2 cm dengan sudut kemiringan jarum suntik 45 derajat. Induk-induk patin yang sudah disuntik kemudian dimasukkan ke dalam bak atau jaring dengan air yang mengalir untuk menunggu waktu ovulasi.

Tahap keempat adalah stripping dan pembuahan. Induk yang sudah disuntik dan akan ovulasi kemudian diangkat ke darat dengan mata tertutup kain basah. Hal ini dilakukan agar induk ikan patin tidak berontak saat dipegang. Induk-induk tersebut kemudian diambil telur dan spermanya dengan cara memijit bagian perutnya (stripping) ke arah anus. Telur dan sperma yang keluar akan ditampung ke dalam satu wadah, setelah itu diaduk beberapa menit agar terjadi proses pembuahan. Telur-telur kemudian akan ditetaskan ke dalam corong penetasan dengan aerasi yang tidak terlalu kuat sehingga telur-telur tidak berbenturan dengan keras. Telur akan menetas setelah 28 jam pembuahan. Setelah menetas, larva kemudian dipindahkan ke penampungan sementara berupa kain trilin yang dipasang di dalam bak penampungan larva. Setelah itu benih dapat dipelihara di akuarium atau bak fibre glass.


(26)

2.3. Penelitian Terdahulu

Dalam tinjauan pustaka ini akan dikemukakan beberapa hasil penelitian mengenai analisis kelayakan. Berdasarkan hasil kriteria investasi yang digunakan oleh peneliti terdahulu yaitu NPV, IRR, Net B/C dan Payback Period.

Net Present Value (NPV) dikatakan layak jika lebih besar dari nol. Agustika (2009), melakukan penelitian mengenai Analisis Kelayakan Perluasan Usaha Pemasok Ikan Hias Air Tawar Budi Fish Farm Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. NPV yang diperoleh sebesar Rp 483.160.979,00. Penelitian yang dilakukan oleh Perdana (2008) mengenai Analisis Kelayakan Usaha Pembesaran Ikan Mas dan Nila pada Keramba Jaring Apung (KJA) Sistem Jaring Kolor Waduk Cikoncong Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Banten diperoleh NPV pembesaran ikan mas dan nila pada KJA sebesar Rp 15.578.956,00. Bukit (2007), melakukan penelitian mengenai Analisia Kelayakan Usaha Ikan Patin di Kabupaten Bogor nilai NPV yang dihasilkan dari usaha pembenihan ikan patin sebesar Rp 108.796.492,2. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Ikan Mas dengan cara pemberokan di Desa Selajambe, Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi diteliti oleh Anggraini (2008) di peroleh NPV sebesar Rp 1.588.601,00. Pada penelitian Surahmat (2009), Analisis Kelayakan Usaha

Pembenihan Larva Ikan Bawal Air Tawar Ben’s Fish Farm Cibungbulang, Kabupaten Bogor dihasilkan NPV Rp 587.596.184,05.

Kriteria kelayakan lain adalah Net B/C, dan dikatakan layak jika nilai Net

B/C lebih besar dari satu. Nilai Net B/C yang diperoleh dari penelitian Agustika (2009) sebesar 2,70. Pada penelitian Perdana (2008) perhitungan Net B/C yang dihasilkan yaitu 1,204. Penelitian Bukit (2007) diperoleh Net B/C sebesar 1,725.

Net B/C yang dihasilkan Anggraini (2008) sebesar 4,45. Selain itu, penelitian Surahmat (2009) nilai Net B/C yang didapat sebesar 4,45.

Nilai IRR dikatakan layak jika IRR lebih besar dari Discount Rate (DR). Pada penelitian Agustika (2009) diperoleh IRR sebesar 66 persen. Penelitian Perdana (2008) memperoleh IRR 37,14 persen. Nilai IRR dari penelitian Bukit (2007) yaitu 22,75 persen. Penelitian Anggraini (2008) menghasilkan IRR 59 persen lebih besar dari tingkat suku bunga yaitu 5,5 persen. Selain itu, pada penelitian Surahmat (2009) didapat IRR sebesar 21 persen.


(27)

Kriteria kelayakan yang terakhir yaitu Payback Period (PP), dikatakan layak jika tingkat pengembalian usaha tidak melebihi dari umur ekonomis. Pada penelitian Agustika (2009) PP yang diperoleh selama dua tahun. Nilai PP yang dihasilkan oleh Perdana (2008) satu tahun tujuh bulan. Penelitian Bukit (2007) diperoleh PP selama tiga tahun sembilan bulan. Nilai PP yang dihasilkan dari penelitian Anggraini (2008) yaitu selama dua tahun sepuluh bulan. Selain itu, penelitian Surahmat (2009) diperoleh PP melebihi dari sepuluh tahun yang lebih besar dari umur proyek.

Agustika (2009) melakukan analisis sensitivitas untuk melihat sejauh mana kepekaan usaha pemasok ikan hias jika terjadi perubahan-perubahan dalam arus manfaat dan biaya. Dalam perubahan analisis sensitivitas ini dibuat dua skenario yang terjadi dalam operasional perusahaan. Skenario tersebut adalah terjadi kenaikan harga bahan bakar minyak sebesar 10 persen dan terjadi peningkatan harga cacing untuk pakan ikan hias dari Rp 5.000,00 per takar menjadi Rp 6.000,00 per takar. NPV yang dihasilkan positif yaitu sebesar Rp 453.361.955,00 dengan Net B/C sebesar 2,35 berarti masih lebih besar dari satu dan IRR sebesar 61 persen, maka pada skenario II usaha pemasok ikan hias yang dijalankan oleh Budi Fish Farm masih layak dijalankan.

Bukit (2007) juga melakukan analisis sensitivitas yang dilakukan untuk ketiga skenario adalah penurunan harga jual output produksi, dan kenaikan harga input dominan dalam hal ini harga pakan ikan patin. Pada skenario I kegiatan pembenihan masih layak dilaksanakan sampai penurunan harga 8,8 persen, penurunan volume produksi sampai 8,8 persen dan kenaikan artemia 22 persen dan cacing sutera 25,3 persen. Dari perbandingan ketiga skenario yang dilakukan maka skenario I kurang peka terhadap perubahan ketiga variabel switching value

bila dibandingkan dengan skenario II dan III.

Penelitian Perdana (2008) melakukan analisis switching value untuk melihat pengaruh-pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah. Analisis switching value dilakukan di KJA meliputi empat pola yaitu kenaikan harga benih ikan mas dan nila, kenaikan harga pakan, penurunan harga jual ikan mas dan nila, dan penurunan hasil produksi. Analisis switching value Usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJA sistem jaring kolor lebih sensitif


(28)

terhadap perubahan harga jual ikan dan hasil produksi dibandingkan dengan perubahan biaya pakan dan benih ikan. Penurunan harga jual ikan mas dan nila maksimum sebesar 1,77 persen masih memberikan kelayakan usaha karena menghasilkan NPV sama dengan nol, Nilai Net B/C sama dengan satu dan nilai IRR sama dengan tingkat suku bunga 13 pesen. Penurunan hasil produksi maksimum sebesar 1,77 persen masih dikatakan layak (dengan asumsi variabel lain tetap konstan), penurunan produksi sebesar 1,77 persen menghasilkan nilai NPV sama dengan nol, nilai Net B/C sama dengan satu dan nilai IRR sama dengan tingkat suku bunga 13 persen.

Analisis switching value yang dilakukan oleh Surahmat (2009) dengan menghitung perubahan maksimum yang boleh terjadi akibat adanya perubahan parameter. Parameter yang digunakan yaitu penurunan harga jual larva, penurunan jumlah produksi larva, dan kenaikan harga input. Skenario I dengan modal sendiri, penurunan harga jual larva yang masih dapat ditolerir sebesar 7,04 persen yaitu dari harga Rp 8 per ekor menjadi Rp 7,43 per ekor. Pengusahaan pembenihan larva ikan bawal masih layak diusahakan apabila penurunan jumlah produksi tidak melebihi 42,1 persen, yaitu dari 29.030.400 ekor menjadi 16.810.661 ekor. Sedangkan untuk peningkatan harga input agar usaha tersebut masih layak diusahakan sampai 95,89 persen. Skenario II dengan modal pinjaman, tidak dilakukan switching value karena dengan modal pinjaman usaha tidak layak untuk dilaksanakan berdasarkan waktu pengembalian modal investasi yang lebih besar dari umur proyek.


(29)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

Studi kelayakan bisnis merupakan dasar untuk menilai apakah kegiatan investasi atau suatu bisnis layak untuk dijalankan. Banyak peluang dan kesempatan yang ada dalam kegiatan bisnis menuntut adanya penilaian sejauh mana kegiatan dan kesempatan tersebut dapat memberikan manfaat (benefit) bila bisnis dilaksanakan. Penilaian dalam studi kelayakan bisnis dilakukan secara menyeluruh dari berbagai aspek yaitu dari aspek non finansial dan finansial. 3.1.1. Teori Biaya dan Manfaat

Tujuan analisis dalam suatu usaha harus disertai dengan definisi mengenai biaya dan manfaat. Biaya adalah sesuatu yang membantu tujuan (Gittinger, 1986). Biaya yang umumnya dimasukkan dalam analisis usaha adalah biaya-biaya yang langsung berpengaruh terhadap suatu investasi, antara lain seperti biaya investasi dan biaya operasional.

Biaya yang diperlukan untuk usaha terdiri dari biaya modal, biaya operasional dan biaya lainnya yang terlibat dalam pendanaan suatu usaha. Biaya modal merupakan dana untuk investasi yang penggunaannya bersifat jangka panjang, contohnya tanah, bangunan dan perlengkapan, pabrik dan mesin-mesinnya, biaya pendahuluan sebelum operasi, biaya-biaya lainnya seperti penelitian.

Biaya operasional disebut biaya modal kerja karena biaya ini dikeluarkan untuk menutupi kebutuhan dana yang dibutuhkan dan didasarkan pada situasi produksi, biasanya dibutuhkan sesuai dengan tahap operasi contohnya biaya bahan mentah, tenaga kerja, biaya perlengkapan serta biaya penunjang. Biaya operasional terdiri dari biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variabel cost). Biaya tetap adalah banyaknya biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan produksi yang jumlah totalnya tidak berubah atau tetap pada volume kegiatan tertentu, meliputi sewa, penyusutan, pajak dan sebagainya. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan cenderung berubah sesuai dengan bertambahnya volume produksi, meliputi biaya-biaya bahan baku, tenaga kerja langsung dan sebagainya.


(30)

Kadariah (2001) mengemukakan bahwa manfaat atau benefit dari usaha terbagi menjadi Direct benefits, Indirect benefits dan Intangible benefits. Direct benefits berupa kenaikan dalam output fisik atau kenaikan nilai output yang disebabkan oleh adanya perbaikan kualitas, perubahan lokasi, perubahan dalam waktu penjualan, penurunan kerugian dan penurunan biaya. Indirect benefits

adalah benefit yang timbul atau dirasakan di luar usaha karena adanya realisasi suatu usaha. Sedangkan intangible benefits yaitu benefit yang sulit dinilai dengan uang, diantaranya adalah seperti perbaikan hidup, perbaikan pemandangan karena adanya suatu taman, perbaikan distribusi pendapatan, integrasi nasional dan pertahanan nasional.

3.1.2. Aliran Kas (cashflow)

Husnan dan Muhammad (2005) mendefenisikan cashflow sebagai arus kas yang ada diperusahaan, baik arus kas masuk (inflow) maupun arus kas keluar (outflow). Aliran kas penting digunakan dalam akuntansi karena laba dalam pengertian akuntansi tidak sama dengan kas masuk bersih, dan yang relevan bagi para investor adalah kas bukan laba.

Aliran kas yang berhubungan dengan usaha dapat dikelompokkan dalam tiga bagian yaitu aliran kas permulaan (initial cashflow), aliran kas operasional (operational cashflow), dan aliran kas terminal (terminal cashflow). Pengeluaran-pengeluaran untuk investasi pada awal periode merupakan initial cashflow. Aliran kas yang timbul selama operasi usaha disebut operational cashflow. Aliran kas yang diperoleh pada saat usaha telah berakhir disebut terminal cashflow. Pada umumnya initial cashflow bernilai negatif sedangkan operasional dan terminal cashflow bernilai positif. Aliran-aliran kas harus dinyatakan dengan dasar setelah pajak. Dengan kata lain, cashflow terdiri dari biaya dan manfaat. Biaya adalah arus kas yang benar-benar dikeluarkan perusahaan, sedangkan manfaat adalah arus kas yang masuk kedalam kas perusahaan.

3.1.3. Analisis Laba Rugi

Nurmalina et al. (2009) mendeskripsikan laporan laba rugi sebagai ringkasan dari empat jenis kegiatan, yaitu: 1) pendapatan dari penjualan produk atau jasa, 2) beban produksi atau biaya untuk mendapatkan barang atau jasa yang


(31)

dijual, 3) beban yang timbul dalam memasarkan dan mendistribusikan produk atau jasa pada konsumen, serta yang berkaitan dengan beban administrasi operasional, dan 4) beban keuangan dalam menjalankan bisnis (contoh: bunga yang dibayarkan pada kreditur, pembayaran deviden pada pemegang saham preferen). Analisis laba rugi digunakan perusahaan untuk mengetahui perkembangan usaha dalam periode tertentu dan akan mempermudah penentuan besarnya aliran kas tahunan yang diperoleh suatu perusahaan. Komponen variabel yang termasuk dalam laba rugi terdiri dari pendapatan pokok dan sampingan perusahaan, biaya operasional perusahaan dimana di dalamnya termasuk biaya penyusutan dari barang investasi yang ditanamkan, beban bunga (jika perusahaan melakukan pinjaman). Hasil dari perhitungan pengurangan komponen inflow

dengan outflow tersebut, mengeluarkan hasil berupa laba kotor perusahaan yang dikenal dengan istilah Earning Before Tax (EBT). Dari EBT tersebut, perusahaan dapat memperhitungkan besarnya pajak (tax) yang harus dibayarkan berdasarkan undang-undang yang berlaku. Setelah perhitungan pajak dan bunga (jika ada) maka akan diketahui besarnya laba bersih perusahaan selama umur usaha.

3.1.4. Umur Usaha

Untuk menentukan panjangnya umur suatu usaha, terdapat beberapa pedoman yang dapat digunakan antara lain (Kadariah et al. 2001):

a) Sebagai ukuran umum dapat diambil suatu periode (jangka waktu) yang kira-kira sama dengan umur ekonomis suatu aset. Maksud dari umur ekonomis suatu aset adalah jumlah tahun selama pemakaian aset tersebut dan meminimumkan biaya tambahannya. Aset yang dijadikan sebagai patokan penentuan umur usaha adalah aset yang memiliki nilai investasi terbesar atau yang memiliki umur ekonomis terlama.

b) Umur ekonomis yang memiliki modal sangat besar, umur usaha yang digunakan adalah umur teknis. Dalam hal ini, untuk usaha tertentu umur ekonomis dari unsur-unsur pokok investasi adalah lama, tetapi umur ekonomisnya dapat jauh lebih pendek karena ketinggalan jaman akibat penemuan teknologi yang efisien.

Dengan kata lain, penentuan umur usaha diperlukan untuk mengetahui sampai sejauh mana batasan waktu pengembalian atas modal (investasi) yang


(32)

telah dikeluarkan pada awal usaha. Selain itu, umur usaha berguna untuk mengetahui kapan perusahaan tersebut harus melakukan reinvestasi terhadap aset yang terbesar dari usaha sehingga dapat menjadi suatu peringatan bagi perusahaan sebelum aset terbesar harus direinvestasi.

3.1.5. Aspek-Aspek Analisis Kelayakan Usaha

Terdapat beberapa aspek yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan dan menganalisa usaha yang efektif. Aspek-aspek tersebut secara bersama-sama menentukan bagaimana keuntungan yang diperoleh dari suatu penanaman investasi tertentu yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya, dan suatu putusan mengenai suatu aspek akan mempengaruhi putusan-putusan terhadap aspek-aspek lainnya. Seluruh aspek harus dipertimbangkan pada setiap tahap (stage) dalam perencanaan usaha (Nurmalina et al. 2009). Aspek-aspek tersebut adalah aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial, aspek lingkungan dan aspek finansial.

A.Aspek Pasar

Menurut Nurmalina et al. 2009 mengemukakan bahwa aspek pasar dan pemasaran mencoba mempelajari tentang :

1. Permintaan, baik secara total ataupun diperinci menurut daerah, jenis konsumen, perusahaan besar pemakai dan perlu diperkirakan tentang proyeksi permintaan tersebut.

2. Penawaran, baik yang berasal dari dalam negeri, maupun juga berasal dari impor. Bagaimana perkembangannya dimasa lalu dan bagaimana perkembangan dimasa yang akan datang.

3. Harga, dilakukan perbandingan dengan barang-barang impor, produksi dalam negeri lainnya.

4. Program pemasaran, mencakup strategi pemasaran yang akan dipergunakan bauran pemasaran (marketing mix). Identifikasi siklus kehidupan produk (product life cycle), pada tahap apa produk yang akan dibuat.

5. Perkiraan penjualan yang bisa dicapai perusahaan, market share yang bisa dikuasai perusahaan.


(33)

B.Aspek Teknis

Husnan dan Muhammad (2005) menyatakan bahwa aspek teknis merupakan analisis yang berhubungan dengan input usaha (penyediaan) dan output (produksi) berupa barang dan jasa. Aspek teknis memiliki pengaruh yang besar terhadap kelancaran jalannya usaha. Evaluasi ini mempelajari kebutuhan-kebutuhan teknis usaha, seperti karakteristik produk yang diusahakan, lokasi dimana usaha baik akan maupun sedang didirikan dan sarana pendukungnya serta

layout bangunan yang dipilih, peralatan dan teknologi yang diterapkan, dan penentuan luas produksi.

Dapat disimpulkan bahwa aspek teknis merupakan kelanjutan dari aspek pasar. Setelah diketahui pasar mampu menyerap penawaran produk perusahaan dengan baik maka fokus perhatian terhadap aspek teknis perlu dilakukan. Pada aspek teknis ada beberapa hal yang perlu diteliti terlebih dahulu sebelum usaha dilakukan, seperti penentuan lokasi usaha dengan variabel utama dan pelengkap, luas produksi, proses produksi dengan perhitungan resiko produksi, serta layout. Penentuan lokasi usaha diperlukan agar usaha yang telah dipilih untuk dijalankan dapat berjalan lancar dilokasi tersebut seperti dilihat dari sisi kemudahan transportasi, ketersediaan bahan baku, pasokan tenaga kerja, pasokan listrik dan air, serta ada tidaknya pasar yang dituju. Selain itu, dukungan dari kondisi agroekosistem, pemerintah serta masyarakat sekitar juga perlu diperhitungkan karena secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap kelancaran usaha.

C.Aspek Manajemen

Aspek manajemen memfokuskan pada kondisi internal perusahaan. Aspek-aspek manajemen yang dilihat pada studi kelayakan terdiri dari manajemen pada masa pembangunan yaitu pelaksanaan usaha. Jadwal penyelesaian usaha dan pelaksanaan studi masing-masing aspek dan manajemen pada saat operasi yaitu bentuk organisasi, deskripsi jabatan, dan jumlah tenaga kerja yang digunakan.

Umar (2005) menambahkan bahwa struktur manajemen antar perusahaan ada kemungkinan terdapat perbedaan. Hal ini, disesuaikan dengan skala usaha, strategi perusahaan serta keadaan karyawan perusahaan yang bersangkutan. Jika perusahaan masih dalam skala mikro maka tidak diperlukan direktur utama dan


(34)

para manajer sehingga pemegang kendali perusahaan melainkan hanya pemilik perusahaan dan beberapa karyawan (jika dianggap perlu).

D.Aspek Sosial

Nurmalina et al (2009) menyatakan bahwa terdapat beberapa pertimbangan sosial yang harus dipikirkan secara cermat agar dapat menentukan apakah suatu usaha yang diusulkan tanggap terhadap keadaan sosial seperti penciptaan kesempatan kerja yang merupakan masalah terdekat dari suatu wilayah.

Gittinger (1986) menambahkan bahwa menganalisis aspek sosial perlu mempertimbangkan pola dan kebiasaan sosial dari pihak yang akan dilayani usaha serta implikasi sosial yang lebih luas dari adanya investasi usaha. Hal-hal yang perlu dikaji pada aspek sosial adalah manfaat usaha bagi peningkatan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja, adanya penerangan listrik, serta kemudahan akses lalu lintas.

Dengan demikian, pertumbuhan dan perkembangan perusahaan tidak dapat dilepaskan dari lingkungan sekitarnya. Lingkungan dapat berpengaruh positif maupun negatif pada suatu usaha, sehingga aspek ini juga perlu dianalisis. Dengan kata lain, suatu usaha yang dijalankan perusahaan perlu mendapatkan perijinan dari masyarakat. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya bentrokan antara perusahaan dengan warga setempat karena secara tidak langsung masyarakat yang mendukung akan berpengaruh positif terhadap kenyamanan, ketenangan, dan kelancaran usaha tersebut.

E.Aspek Lingkungan

Aspek ini mempelajari bagaimana pengaruh usaha tersebut terhadap lingkungan, apakah dengan adanya usaha menciptakan lingkungan semakin baik atau semakin rusak. Pertimbangan tentang sistem alami dan kualitas lingkungan dalam analisis suatu usaha justru akan menunjang kelangsungan suatu usaha itu sendiri, sebab tidak ada usaha yang akan bertahan lama apabila tidak bersahabat dengan lingkungan (Nurmalina et al. 2009).

Dengan kata lain, pada aspek lingkungan suatu bisnis akan berjalan lama jika usaha yang dijalankan tersebut tidak memberikan dampak buruk terhadap


(35)

lingkungan sekitar seperti polusi udara, suara, air dan sebagainya. Jika hal tersebut mungkin terjadi dan tidak dapat dihindari maka tindakan seperti apa yang perlu dilakukan perusahaan untuk mengatasi hal tersebut.

F. Analisis Finansial

Aspek finansial berkenaan dengan pengaruh-pengaruh finansial bisnis terhadap petani sebagai pelaku dalam bisnis tersebut. Menurut Husnan dan Suwarsono (2005) menyebutkan bahwa analisis terhadap aspek finansial dilakukan untuk melihat apakah proyek tersebut mampu memenuhi kewajiban finansial ke dalam dan keluar perusahaan serta dapat mendatangkan keuntungan yang layak bagi perusahaan atau pemiliknya. Aspek finansial ditentukan berapa jumlah dana modal tetap dan modal awal kerja yang dibutuhkan, struktur permodalan, sumber pinjaman yang diharapkan dan persyaratan, serta kemampuan proyek memenuhi kewajiban finansial.

Menurut Husnan dan Suwarsono (2005), pada umumnya ada lima metode yang biasa dipertimbangkan untuk dipakai dalam penilaian investasi. Metode tersebut diantaranya metode Average Rate Return, Payback Periode, Present Value, Internal Rate Return, serta Profitability Indeks. Selain itu, Gittinger (1986) menyebutkan bahwa dana yang diinvestasikan itu layak atau tidak akan diukur melalui kriteria investasi Net Present Value, Gross Benefit Cost Ratio dan Internal Rate Return.

a. Net Present Value (NPV)

Net Present Value merupakan nilai selisih antara nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang (Husnan dan Suwarsono 2005). Menurut Gittinger (1986), Net Present Value

adalah nilai sekarang dari arus pendapatan yang ditimbulkan oleh penanaman investasi. Untuk menghitung NPV, perlu ditentukan tingkat bunga yang relevan.

Terdapat tiga penilaian investasi dalam metode NPV, yaitu jika NPV lebih besar dari nol berarti layak untuk dilakukan. Sebaliknya, jika nilai NPV kurang dari nol, maka usaha tersebut tidak layak untuk dilaksanakan, hal ini dikarenakan manfaat yang diperoleh tidak cukup untuk menutup biaya yang


(36)

dikeluarkan. Jika NPV sama dengan nol, berarti proyek sulit dilaksanakan karena manfaat yang diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya yang dikeluarkan. b. Net Benefit and Cost Ratio (Rasio Manfaat dan Biaya)

Rasio manfaat dan biaya diperoleh bila nilai sekarang arus manfaat dibagi dengan nilai sekarang arus biaya (Gittinger 1986). Net B/C didefinisikan sebagai angka perbandingan antara jumlah NPV positif sebagai pembilang dan jumlah NPV negatif sebagai penyebut. Nilai Net B/C menunjukkan besarnya tingkat tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu rupiah (Husnan dan Suwarsono, 2005). Untuk menggunakan metode Net B/C perlu menentukan tingkat bunga yang dipergunakan. Nilai Net B/C mengandung dua arti penting, yaitu :

1. NetB/C ≥ 1, maka proyek layak atau menguntungkan.

2. NetB/C ≤ 1, maka proyek tidak layak atau tidak menguntungkan.

c. Internal Rate of Return (IRR)

Perhitungan Internal Rate Return (Tingkat pengembalian internal) adalah tingkat bunga maksimal yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumber daya yang digunakan karena proyek membutuhkan dana lagi untuk biaya-biaya operasi dan investasi dan proyek baru sampai pada tingkat pulang modal (Gittinger 1986). Perhitungan IRR digunakan untuk mengetahui persentase keuntungan dari suatu proyek tiap tahunnya dan menunjukan kemampuan proyek dalam mengembalikan pinjaman. Jika dengan tingkat diskonto tertentu, nilai NPV menjadi sebesar nol, maka proyek yang bersangkutan berada dalam posisi pulang modal yang berarti proyek dapat mengembalikan modal dan biaya operasional yang dikeluarkan serta dapat melunasi bunga penggunaan uang. Suatu investasi dikatakan layak apabila nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku, apabila IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga berarti investasi tidak layak untuk dilaksanakan karena tidak menguntungkan.

d. Payback Period (PP)

Gittinger (1986) mengemukakan payback period adalah jangka waktu kembalinya keseluruhan jumlah investasi modal yang ditanamkan, dan dihitung


(37)

mulai dari permulaan proyek sampai dengan arus nilai netto produksi tambahan, sehingga mencapai jumlah keseluruhan investasi modal yang ditanamkan.

3.1.6. Analisis Sensitivitas

Kadariah et al (2001) mengemukakan bahwa analisis sensitivitas bertujuan untuk melihat apa yang akan terjadi terhadap hasil analisis usaha jika terjadi suatu kesalahan atau perubahan dalam dasar-dasar perhitungan benefit. Dalam analisis sensitivitas setiap kemungkinan harus dicoba, yang berarti setiap kali harus dilakukan analisis kembali. Hal ini perlu dilakukan karena analisis usaha biasanya didasarkan pada usaha yang biasanya mengandung banyak ketidakpastian dari perubahan yang akan terjadi dimasa depan.

Analisis sensitivitas merupakan salah satu perlakuan terhadap ketidak pastian (Gittinger, 1986). Analisis sensitivitas dilakukan dengan cara mengubah besarnya variabel-variabel yang penting, masing-masing dapat terpisah atau beberapa dalam kombinasi dengan suatu persentase tertentu yang sudah diketahui atau diprediksi. Kemudian dinilai seberapa besar sensitivitas perubahan variabel-variabel tersebut berdampak pada hasil kelayakan (NPV, IRR, Net, B/C).

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Usaha pembenihan ikan patin yang dilakukan Number One Fish Farm ini merupakan respon dari adanya permintaan benih patin yang tinggi dengan dukungan potensi sumberdaya alam yang mendukung baik dari segi bahan baku maupun keadaan geografis wilayah. Selain itu, benih ikan patin memiliki harga jual yang cukup tinggi yaitu sebesar Rp 100 per ekor. Harga benih patin yang tinggi menjadikan insentif bagi perusahaan untuk mengembangkan usaha pembenihan ikan patin. Adanya peluang bisnis tersebut, menyebabkan banyak orang yang tertarik berinvestasi langsung pada komoditi perikanan ini, khususnya pembenihan ikan patin.

Number One Fish Farm merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dibidang pembenihan ikan patin, yang berlokasi di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Usaha ini telah berjalan selama tiga tahun. Meningkatnya permintaan benih patin sebagai input untuk kegiatan pembesaran yang belum terpenuhi menciptakan peluang bagi perusahaan untuk


(38)

memenuhi permintaan tersebut. Melihat peluang tersebut Number One Fish Farm berencana melakukan penambahan kapasitas produksi yang akan dimulai pada bulan Juli tahun 2011. Penambahan kapasitas produksi dilakukan dengan menambah jumlah akuarium, yang pada awalnya berjumlah 60 akan ditambah menjadi 70 akuarium.

Penambahan kapasitas produksi memerlukan modal investasi yang cukup besar dan resiko kegagalan yang cukup tinggi. Sehingga perlu pertimbangan dalam menambah kapasitas produksi. Resiko kegagalan usaha tersebut antara lain benih patin termasuk makhluk hidup yang sangat peka terhadap lingkungan atau kondisi air yang kurang baik. Pengaruh kualitas air terhadap pertumbuhan benih, tingkat mortalitas yang tinggi, sehingga berpengaruh terhadap hasil panen dan penerimaan perusahaan.

Penelitian ini mempunyai tujuan menganalisis kelayakan penambahan kapasitas produksi usaha pembenihan ikan patin secara non-finansial dan finansial untuk melihat sejauh mana usaha ini layak atau tidak untuk diusahakan, yang dilanjutkan dengan pembahasan mengenai tingkat kepekaan (sensitivitas) untuk melihat sejauh mana usaha ini layak atau tidak untuk diusahakan apabila terjadi perubahan pada komponen manfaat dan biaya. Gambar 1 berikut ini akan memperjelas kerangka pemikiran yang dilaksanakan.


(39)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional

Pembenihan ikan patin Number One Fish

Seberapa besar tingkat kelayakan usaha pembenihan ikan patin jika kapasitas

produksi ditambah

Layak/Tidak

Analisis Kelayakan Finansial

 NPV

 IRR

 Net B/C  Payback Period

 Analisis Sensitivitas Analisis Non Finansial

Aspek pasar Aspek teknis Aspek sosial Aspek Lingkungan Aspek manajemen


(40)

IV METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Number One Fish Farm, Kapling Uska, Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi usaha pembenihan ikan patin dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Number One Fish Farm merupakan penghasil benih ikan patin yang baru dirintis pada bulan Juli 2008. Waktu penelitian berlangsung selama dua bulan yang dimulai dari bulan Februari sampai Maret 2010.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh langsung melalui peninjauan langsung terhadap kondisi perusahaan dan wawancara dengan pimpinan dan karyawan perusahaan pembenihan. Kegiatan wawancara dilakukan untuk mengetahui kondisi dan kegiatan yang dilakukan perusahaan baik dari segi non finansial maupun segi finansial.

Data sekunder diperoleh dari Number One Fish Farm, berbagai instansi yang terkait, seperti Dinas Perikanan dan Peternakan, Badan Pusat Statistik (BPS), Perpustakaan LSI Institut Pertanian Bogor (IPB), penelusuruan melalui internet, buku, skripsi, dan literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian.

4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data dan informasi yang dikumpulkan diolah dengan menggunakan

Microsoft excel 2007. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui keragaan usaha Number One Fish Farm di lokasi penelitian pada saat ini. Analisis kelayakan usaha dibagi menjadi analisis kelayakan non finansial dan kelayakan finansial. Kelayakan non finansial mengkaji berbagai aspek diantaranya aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial, dan aspek lingkungan. Analisis kuantitatif digunakan untuk mengkaji kelayakan usaha Number One Fish Farm secara finansial. Metode yang digunakan dalam analisis kuantitatif adalah analisis kelayakan fianansial dan analisis sensitivitas.


(41)

4.3.1. Analisis Kualitatif

Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui gambaran dari aspek-aspek sebagai berikut:

1) Aspek Teknik

Aspek ini dilakukan dengan menganalisis usaha harus terus menerus memastikan bahwa pekerjaan secara teknis berjalan dengan lancar dan perkiraan-perkiraan secara teknis cocok dengan kondisi sebenarnya.

2) Aspek Manajemen

Analisis ini dilakukan untuk melihat apakah fungsi manajemen dapat diterapkan dalam kegiatan operasional usaha pembenihan ikan patin. Jika fungsi manajemen dapat diterapkan, maka usaha pembenihan ikan patin dinilai layak dari aspek manajemen operasional.

3) Aspek Sosial Ekonomi dan Lingkungan

Suatu usaha harus tanggap (responsive) terhadap keadaan sosial masyarakat, seperti penciptaan lapangan kerja, distribusi pendapatan, dan lain sebagainya. Selain itu, apakah usaha dapat diterima oleh masyarakat sekitarnya.

4) Aspek Pasar

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui jumlah permintaan dan penawaran pasar terhadap benih patin.

4.3.2. Analisis Kuantitatif (Analisis Finansial)

Pada penelitian ini dilakukan analisis kelayakan pembenihan ikan patin terhadap aspek finansial. Analisis kuantitatif dilakukan dengan perhitungan nilai uang untuk mengkaji kelayakan investasi atau aspek finansial dari perusahaan. Dalam aspek finansial terdapat beberapa metode, adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah NPV, Net B/C, IRR, payback period dan analisis sensitivitas.

a) Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) adalah keuntungan yang akan diperoleh selama umur investasi. Metode ini dihitung dengan cara mengurangi nilai penerimaan arus tunai pada waktu sekarang dengan biaya arus tunai pada waktu sekarang selama waktu tertentu. Kriteria kelayakan investasi berdasarkan nilai NPV yaitu


(42)

bila NPV > 0, maka usaha tersebut menguntungkan dan layak didirikan. Rumus NPV adalah sebagai berikut:

Keterangan :

Bt = Penerimaan yang diperoleh pada tahun ke-t

Ct = Biaya yang dikeluarkan pada tahun ke-t i = Tingkat suku bunga (discount rate) t = Tahun

n = Jumlah Tahun b) Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)

Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) adalah tingkat besarnya manfaat tambahan pada setiap tambahan biaya sebesar satu satuan berupa perbandingan antara jumlah NPV yang positif (sebagai pembilang) dengan NPV yang negatif (sebagai penyebut). Kriteria kelayakan investasi berdasarkan nilai Net B/C yaitu semakin besar Net B/C, maka usaha tersebut semakin menguntungkan dan layak dijalankan. n 1 t n 1 t t i) (1 Bt Ct i) (1 Ct Bt B/C Net Keterangan :

Bt = Penerimaan yang diperoleh pada tahun ke-t Ct = Biaya yang dikeluarkan pada tahun ke-t i = Tingkat suku bunga (discount rate)

t = Tahun n = Jumlah Tahun c) Internal Rate Return (IRR)

Internal Rate of Return (IRR) adalah kemampuan suatu usaha untuk menghasilkan pengembalian atau dianggap sebagai tingkat keuntungan atas investasi bersih yang dapat dicapainya. Jika diperoleh nilai IRR lebih besar dari dari tingkat diskonto yang berlaku (discount rate), maka usaha dinyatakan layak untuk dilaksanakan. Sebaliknya jika nilai IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga yang berlaku maka usaha tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Rumus yang digunakan dalam menghitung IRR adalah sebagai berikut :

Untuk Bt-Ct > 0 Untuk Bt-Ct < 0


(43)

) (2 1 2

1 1

i i NPV NPV

NPV i

IRR t

Keterangan: i1 = discount rate yang menghasilkan NPV positif

i2 = discount rate yang menghasilkan NPV negatif

NPV1 = NPV positif NPV2 = NPV negatif d) Payback Period

Payback period (masa pembayaran kembali) didefinisikan sebagai jangka waktu kembalinya keseluruhan investasi yang ditanamkan, melalui keuntungan yang diperoleh suatu usaha. Kriteria investasi, semakin cepat tingkat pengembalian investasi, maka investasi tersebut dinilai semakin baik untuk dilaksanakan.

Payback period =

Ab I

Keterangan: PP = Payback Period

I = Jumlah Modal Investasi

Ab = manfaat bersih yang dapat diperoleh setiap tahunnya 4.4.Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas digunakan untuk melihat dampak dari suatu keadaan yang berubah-ubah terhadap hasil dari suatu analisis kelayakan. Tujuan analisis ini adalah untuk menilai apa yang akan terjadi dengan hasil analisis kelayakan suatu kegiatan investasi atau bisnis apabila terjadi perubahan di dalam perhitungan biaya atau manfaat. Apakah kelayakan suatu kegiatan investasi atau bisnis sensitif tidak terhadap perubahan yang terjadi.

Analisis sensitivitas ini perlu dilakukan karena dalam analisis kelayakan suatu usaha ataupun bisnis perhitungan umumnya didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang mengandung ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi di waktu yang akan datang (Kadariah, 2001). Serta merupakan analisis pasca kriteria investasi yang digunakan untuk melihat apa yang akan terjadi dengan kondisi ekonomi dan hasil analisa bisnis jika terjadi perubahan atau ketidaktepatan dalam perhitungan biaya atau manfaat.


(44)

4.8. Asumsi Dasar

Analisis kelayakan usaha pembenihan ikan patin menggunakan beberapa asumsi yaitu :

1. Produk yang dihasilkan hanya satu jenis yaitu benih ikan patin. 2. Luas lahan yang dimiliki Number One Fish Farm 500 m².

3. Umur proyek dari analisis kelayakan finansial usaha pembenihan ikan patin adalah lima tahun berdasarkan umur indukan jantan.

4. Harga yang digunakan dalam penelitian adalah harga konstan, baik harga input maupun harga output dari kegiatan pembenihan ikan patin.

5. Kegiatan pembenihan ikan patin dilakukan enam kali dalam satu tahun. Jumlah indukan patin yang digunakan 30 ekor betina dan 20 ekor jantan. Berat masing-masing indukan sekitar 1,5 kg dan dapat menghasilkan telur sebanyak 70000 per ekor induk betina.

6. Harga jual benih ikan patin per ekor sebesar Rp 100,00 nilai ini berdasarkan harga yang berlaku pada saat penelitian.

7. Daya tetas telur ikan patin sebesar 80 persen, tingkat mortalitas benih yang baru menetas sekitar 10 persen.

8. Perhitungan nilai sisa didapatkan dari nilai barang yang masih memiliki umur ekonomis sedangkan umur proyek telah berakhir. Untuk harga tanah diasumsikan sama dengan harga beli dengan harga jual pada akhir umur proyek. Reinvestasi dilakukan ketika umur ekonomis telah habis.

9. Biaya yang digunakan dalam usaha pembenihan ikan patin terdiri dari biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi dikeluarkan pada tahun ke-0. Biaya operasional terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. .

10. Tingkat diskonto yang digunakan merupakan tingkat suku bunga deposito Bank Mandiri pada tahun 2011 yaitu sebesar 6 persen karena pemilik menabungkan uangnya di Bank tersebut.

11. Bagi WP badan, tarif PPh yang semula terdiri dari 3 lapisan (10%, 15% dan 30%) menjaditarif tunggal 28% di tahun 2009 dan 25% tahun 2010.


(1)

E.

Biaya Variabel Usaha Pembenihan Ikan Patin pada Number One Fish Farm

No

Uraian

Jumlah

Satuan

Harga/Satuan

(Rp)

Total (Rp)

1

Induk Ikan Patin

2

Benih Ikan Patin

3

Pakan Ikan

4

Obat-obatan

5

Oksigen

6

Plastik

7

Karet Gelang

Total Biaya

F.

Nilai Penyusutan Barang pada Number One Fish Farm

No

Uraian

Nilai Beli

(Rp)

Nilai

Sisa

(Rp)

Umur

Ekonomis

Total

Penyusutan

(Rp)

2

Bangunan

3

Akuarium

4

Rak Akuarium

5

Timbangan Gantung

6

Instalasi Listrik


(2)

Lampiran 2. Diagram Alir Pembenihan Ikan Patin

Pemeliharaan Induk

Seleksi Induk

Penyuntikkan Hormon

Stripping

Induk

Inseminasi

Penetasan Telur

Pemanenan

Perawatan Larva


(3)

Lampiran 3. Laporan Rugi Laba Usaha Pembenihan Ikan Patin

Uraian Tahun

1 2 3 4 5

1. Pendapatan 210.000.000 210.000.000 210.000.000 210.000.000 210.000.000

2. Biaya Operasional

a. Biaya Tetap

Upah 1 Orang karyawan 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000

Makan 1 orang Karyawan Rp

@300.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000

Biaya Transportasi 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000

Biaya Perawatan 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000

Pajak PBB 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000

Penyusutan 11.361.700 11.361.700 11.361.700 11.361.700 11.361.700

Jumlah Biaya Tetap 37.261.700 37.261.700 37.261.700 37.261.700 37.261.700

b. Biaya Variabel

Pelet 9.000.000 9.000.000 9.000.000 9.000.000 9.000.000

Ovaprim 4.500.000 4.500.000 4.500.000 4.500.000 4.500.000

Artemia 29.400.000 29.400.000 29.400.000 29.400.000 29.400.000

Cacing Sutera 27.930.000 27.930.000 27.930.000 27.930.000 27.930.000

Alat Suntik 72.000 72.000 72.000 72.000 72.000

Obat-obatan 1.300.000 1.300.000 1.300.000 1.300.000 1.300.000

Biaya Gas 630.000 630.000 630.000 630.000 630.000

Biaya Listrik 4.200.000 4.200.000 4.200.000 4.200.000 4.200.000

Kantong Plastik 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000

Oksigen 756.000 756.000 756.000 756.000 756.000

Serokan 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000

Garam 1.282.500 1.282.500 1.282.500 1.282.500 1.282.500

Bensin 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000

Total Biaya Variabel 80.910.500 80.910.500 80.910.500 80.910.500 80.910.500

Total Biaya Tetap dan Variabel 118.172.200 118.172.200 118.172.200 118.172.200 118.172.200

laba Sebelum Pajak 91.827.800 91.827.800 91.827.800 91.827.800 91.827.800

Pajak 25% 22.956.950 22.956.950 22.956.950 22.956.950 22.956.950


(4)

Lampiran 4. Analisis Kelayakan Usaha Pembenihan Ikan Patin

Uraian

Tahun

0 1 2 3 4 5

INFLOW

Penjualan Benih 210.000.000 210.000.000 210.000.000 210.000.000 210.000.000

Nilai Sisa 38.900.000

Total Inflow 210.000.000 210.000.000 210.000.000 210.000.000 248.900.000

Outflow

Investasi 116.407.000 1.101.000 1.101.000 26.806.000

Biaya Tetap

Upah 1 Orang Karyawan 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000

Makan 1 orang

Karyawan Rp @300.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000

Biaya Transportasi 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000

Biaya Perawatan 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000

Pajak PBB 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000

Total Biaya Tetap 25.900.000 25.900.000 25.900.000 25.900.000 25.900.000

Biaya Variabel

Pelet 9.000.000 9.000.000 9.000.000 9.000.000 9.000.000

Ovaprim 4.500.000 4.500.000 4.500.000 4.500.000 4.500.000

Artemia 29.400.000 29.400.000 29.400.000 29.400.000 29.400.000

Cacing Sutera 27.930.000 27.930.000 27.930.000 27.930.000 27.930.000

Alat Suntik 72.000 72.000 72.000 72.000 72.000

Obat-obatan 1.300.000 1.300.000 1.300.000 1.300.000 1.300.000

Biaya Gas 630.000 630.000 630.000 630.000 630.000

Biaya Listrik 4.200.000 4.200.000 4.200.000 4.200.000 4.200.000

Kantong Plastik 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000

Oksigen 756.000 756.000 756.000 756.000 756.000

Serokan 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000

Garam 1.282.500 1.282.500 1.282.500 1.282.500 1.282.500

Bensin 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000

Pajak Penghasilan Usaha 22.956.950 22.956.950 22.956.950 22.956.950 22.956.950

Total Biaya Variabel 103.867.450 103.867.450 103.867.450 103.867.450 103.867.450

Total Outflow 116.407.000 129.767.450 130.868.450 129.767.450 130.868.450 156.573.450

Net Benefit -116.407.000 80.232.550 79.131.550 80.232.550 79.131.550 92.326.550

DF(6%) 1 0,943 0,89 0,84 0,792 0,747

PRESENT VALUE 116.407.000 75659294,7 70427079,5 67395342 62672187,6 68967932,9

NPV 228.714.837

IRR 63%

PV Positif 345.121.837

PV Negatif -116.407.000

NET B/C 2,964785937

PAYBACK PERIOD 1


(5)

Lampiran 5. Analisis Sensitivitas Penurunan Harga Jual Benih Sebesar 10 Persen

Uraian

Tahun

0 1 2 3 4 5

INFLOW

Penjualan Benih 189.000.000 189.000.000 189.000.000 189.000.000 189.000.000

Nilai Sisa 38.900.000

Total Inflow 189.000.000 189.000.000 189.000.000 189.000.000 227.900.000

Outflow

Investasi 116.407.000 1.101.000 1.101.000 26.806.000

Biaya Tetap

Upah 1 Orang Karyawan 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000

Makan 1 orang Karyawan

Rp @300.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000

Biaya Transportasi 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000

Biaya Perawatan 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000

Pajak PBB 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000

Total Biaya Tetap 25.900.000 25.900.000 25.900.000 25.900.000 25.900.000

Biaya Variabel

Pelet 9.000.000 9.000.000 9.000.000 9.000.000 9.000.000

Ovaprim 4.500.000 4.500.000 4.500.000 4.500.000 4.500.000

Artemia 29.400.000 29.400.000 29.400.000 29.400.000 29.400.000

Cacing Sutera 27.930.000 27.930.000 27.930.000 27.930.000 27.930.000

Alat Suntik 72.000 72.000 72.000 72.000 72.000

Obat-obatan 1.300.000 1.300.000 1.300.000 1.300.000 1.300.000

Biaya Gas 630.000 630.000 630.000 630.000 630.000

Biaya Listrik 4.200.000 4.200.000 4.200.000 4.200.000 4.200.000

Kantong Plastik 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000

Oksigen 756.000 756.000 756.000 756.000 756.000

Serokan 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000

Garam 1.282.500 1.282.500 1.282.500 1.282.500 1.282.500

Bensin 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000

Pajak Penghasilan Usaha 22.956.950 22.956.950 22.956.950 22.956.950 22.956.950

Total Biaya Variabel 103.867.450 103.867.450 103.867.450 103.867.450 103.867.450

Total Outflow 116.407.000 129.767.450 130.868.450 129.767.450 130.868.450 156.573.450

Net Benefit -116.407.000 59.232.550 58.131.550 59.232.550 58.131.550 71.326.550

DF(6%) 1 0,943 0,89 0,84 0,792 0,747

PRESENT VALUE 116.407.000 55.856.295 51.737.080 49.755.342 46040187,6 53280932,9

NPV 140.262.837

IRR 43%

PV Positif 256.669.837

PV Negatif -116.407.000

NET B/C 2,20493473

PAYBACK PERIOD (PP) 2


(6)

Lampiran 6. Analisis Sensitivitas Kenaikan Artemia dan Cacing Sutera Sebesar 10 Persen

Uraian

Tahun

0 1 2 3 4 5

INFLOW

Penjualan Benih 210.000.000 210.000.000 210.000.000 210.000.000 210.000.000

Nilai Sisa 38.900.000

Total Inflow 210.000.000 210.000.000 210.000.000 210.000.000 248.900.000

Outflow

Investasi 116.407.000 1.101.000 1.101.000 26.806.000

Biaya Tetap

Upah 1 Orang Karyawan 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000

Makan 1 orang Karyawan

Rp @300.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000

Biaya Transportasi 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000

Biaya Perawatan 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000

Pajak PBB 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000

Total Biaya Tetap 25.900.000 25.900.000 25.900.000 25.900.000 25.900.000

Biaya Variabel

Pelet 9.000.000 9.000.000 9.000.000 9.000.000 9.000.000

Ovaprim 4.500.000 4.500.000 4.500.000 4.500.000 4.500.000

Artemia 32.340.000 32.340.000 32.340.000 32.340.000 32.340.000

Cacing Sutera 30.723.000 30.723.000 30.723.000 30.723.000 30.723.000

Alat Suntik 72.000 72.000 72.000 72.000 72.000

Obat-obatan 1.300.000 1.300.000 1.300.000 1.300.000 1.300.000

Biaya Gas 630.000 630.000 630.000 630.000 630.000

Biaya Listrik 4.200.000 4.200.000 4.200.000 4.200.000 4.200.000

Kantong Plastik 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000

Oksigen 756.000 756.000 756.000 756.000 756.000

Serokan 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000

Garam 1.282.500 1.282.500 1.282.500 1.282.500 1.282.500

Bensin 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000

Pajak Penghasilan Usaha 22.956.950 22.956.950 22.956.950 22.956.950 22.956.950

Total Biaya Variabel 109.600.450 109.600.450 109.600.450 109.600.450 109.600.450

Total Outflow 116.407.000 135.500.450 136.601.450 135.500.450 136.601.450 162.306.450

Net Benefit -116.407.000 74.499.550 73.398.550 74.499.550 73.398.550 86.593.550

DF(6%) 1 0,943 0,89 0,84 0,792 0,747

PRESENT VALUE 116.407.000 70253075,65 65324709,5 62579622 58131651,6 64685381,85

NPV 204.567.441

IRR 58%

PV Positif 320.974.441

PV Negatif -116.407.000

NET B/C 2,75734656

PAYBACK PERIOD (PP) 2