Evaluasi kelayakan usaha pembenihan ikan patin pada alma fish farm di kecamatan Ciampea kabupaten Bogor

(1)

EVALUASI KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN

IKAN PATIN PADA ALMA FISH FARM

DI KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR

Oleh

RINI RAHMAWATI

H24051595

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

RINGKASAN

Rini Rahmawati. H24051595. Evaluasi Kelayakan Usaha Pembenihan Ikan Patin Pada Alma Fish Farm Di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Di bawah bimbingan Budi Purwanto.

Luas perairan umum di Indonesia yang terdiri dari sungai, rawa, danau alam, dan danau buatan mendekati 13 juta hektar, merupakan potensi alam yang baik bagi pengembangan usaha budidaya perikanan air tawar. Salah satu budidaya perikanan air tawar adalah budidaya ikan patin. Kegiatan pembenihan merupakan kegiatan pokok atau kunci keberhasilan kegiatan pendederan dan pembesaran. Tanpa kegiatan pembenihan, kegiatan lainnya tidak akan dapat berjalan karena tentu akan memerlukan benih yang berasal dari kegiatan pembenihan.

Alma Fish Farm mulai dibangun pada awal tahun 2004. Alma Fish Farm

merupakan suatu usaha yang bergerak dalam budidaya ikan patin pada kegiatan pembenihan. Tetapi pada pertengahan tahun 2010 usaha ini berhenti beroperasi karena sulit beradaptasi dengan penurunan harga benih ikan patin dan kenaikan biaya produksi terutama harga pakan benih berupa cacing sutera. Oleh karena itu diperlukan suatu evaluasi kelayakan usaha. Evaluasi ini berguna untuk mengetahui gambaran perusahaan jika ingin membuka kembali usahanya. Penelitian ini bertujuan untuk (1) Menghitung kelayakan usaha pembenihan ikan patin, (2) Mengetahui faktor kritis, derajat titik kritis, dan risiko yang mempengaruhi kelayakan usaha pembenihan ikan patin, (3) Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kelancaran usaha pembenihan ikan patin.

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari observasi lapangan dan wawancara dengan petani ikan patin. Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi yang terkait seperti Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, Unit Pelaksana Teknis Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, Perpustakaan Institut Pertanian Bogor (IPB), penelusuran melalui internet, buku dan literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian. Analisis kualitatif dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang aspek-aspek budidaya ikan patin yang dilakukan yaitu meliputi analisis aspek teknis, aspek organisasi-manajerial, dan aspek pasar. Analisis kuantitatif meliputi analisis kelayakan finansial budidaya ikan patin. Analisis kelayakan finansial ini menggunakan perhitungan kriteria-kriteria invesatasi yaitu, NPV, IRR, BCR, PBP, BEP dan analisis sensitivitas. Data kuantitatif yang dikumpulkan, diolah dengan menggunakan Microsoft Excel2007 dan ditampilkan dalam bentuk tabulasi untuk memudahkan pembacaan dan diberikan penjelasan secara deskriptif.

Berdasarkan hasil analisis kualitatif, dilihat dari aspek pemasaran, Alma

Fish Farm memiliki segmen usaha yang ada di sekitar Bogor, Jawa Barat, Jawa

Tengah, Sumatera Selatan, sampai dengan Kalimantan. Target usaha ini yaitu petani pembesaran ikan patin dan petani pengumpul benih patin. Dilihat dari aspek teknis bahan baku yang dibutuhkan diperoleh dari daerah sekitar Bogor. Dilihat dari aspek manajemen, Alma Fish Farm dipimpin oleh seorang pemilik dan dibantu oleh 8 orang tenaga kerja yang terdiri dari 2 orang tenaga kerja tetap yang bekerja di bagian pemijahan dan perawatan larva, dan 6 orang tenaga kerja


(3)

tidak tetap bekerja di bagian penghitungan benih saat ada transaksi pembelian, pengepakan, dan mencari cacing sutera.

Berdasarkan hasil analisis kuantitatif, diperoleh NPV = 153.983.555, IRR = 51 persen, BCR = 2,95, PBP = 2,34, BEP (Rp) = 310.083.025, dan BEP (Q) = 1.946.422. Berdasarkan hasil analisis kualitatif dan kuantitatif, Alma Fish Farm

layak untuk dijalankan. Usaha pembenihan dapat dijalankan kembali jika harga benih mulai naik. Berdasarkan analisis sensitivitas diperoleh faktor kritis penurunan harga jual benih ikan patin dengan derajat titik kritis sebesar 25,79 persen, faktor kritis kenaikan tingkat kematian benih ikan patin dengan derajat titik kritis 25,79 persen yang menyebabkan usaha memiliki keuntungan normal (NPV = 0, IRR = 8%, BCR = 1,00, PBP = 10 tahun). Faktor-faktor yang mempengaruhi kelancaran usaha pembenihan ikan patin pada Alma Fish Farm

adalah perencanaan usaha, pembuatan anggaran, kualitas produk, dan pemilihan teknologi.


(4)

EVALUASI KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN

IKAN PATIN PADA ALMA FISH FARM

DI KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI

pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh

RINI RAHMAWATI

H24051595

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(5)

Judul Skripsi : Evaluasi Kelayakan Usaha Pembenihan Ikan Patin Pada Alma

Fish Farm Di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor

Nama : Rini Rahmawati

NIM : H24051595

Menyetujui Dosen Pembimbing,

Ir. Budi Purwanto, ME NIP 19630705 199403 1 003

Mengetahui: Ketua Departemen,

Dr. Ir. Jono M. Munandar, M. Sc NIP 19610123 198601 1 002


(6)

RIWAYAT HIDUP

Rini Rahmawati dilahirkan di Banjarnegara pada tanggal 9 September 1987, merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Sutardi dan Ibu Nur Soimah.

Lulus tahun 1993 dari TK Mawar Bogor, melanjutkan pendidikan di SD Negeri Sindang Sari Bogor lulus tahun 1999. Tahun 1999 melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 8 Bogor lulus tahun 2002 dan melanjutkan ke SMU Negeri 6 Bogor lulus tahun 2005. Tahun 2005 diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Tahun 2006 pendidikan mayor Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Selama menjadi mahasiswa aktif dalam keorganisasian kampus, antara lain bendahara UKM Agrifarma tahun 2005-2006, staf divisi Kajian Islam SES-C (Sharia Economic Student Club) tahun 2006-2007. Bergabung dalam kegiatan

softskill Departemen Manajemen yaitu BMT (Baitul Maal Wat Tamwil) tahun

2007. Aktif dalam kegiatan yang diadakan kampus antara lain PJK MPKMB (Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Baru) Angkatan 43, staf Konsumsi pada

5th Economic Contest (2007), staf konsumsi pada acara 3th SEASON (Sharia


(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Kelayakan Usaha Pembenihan Ikan Patin Pada Alma Fish Farm di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor”. Skripsi ini disusun sebagai syarat kelulusan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Petanian Bogor.

Budidaya perikanan ikan air tawar memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan karena luas perairan umum Indonesia mendekati 13 juta hektar. Salah satu budidaya perikanan air tawar adalah budidaya ikan patin. Kegiatan pembenihan pada budidaya ikan patin merupakan pangkal kegiatan dari budidaya ikan patin. Tahun 2009 produksi benih ikan patin di Bogor mengalami penurunan dan banyak petani pembenihan yang mengalami tutup usaha. Oleh karena itu dilakukan evaluasi untuk mengetahui sejauh mana kelayakan usaha pembenihan ikan patin.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, maka kritik dan saran sangat diharapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat terutama bagi pihak-pihak yang yang berkepentingan. Amin.

Bogor, Juni 2011


(8)

TERIMA KASIH

Penyusunan skripsi ini dibantu oleh berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada:

1. Bapak Ir. Budi Purwanto, ME, sebagai dosen pembimbing yang telah bersedia memberikan bimbingan, arahan dan motivasi serta perhatiannya yang sangat berarti sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Ibu Farida Ratna Dewi, SE, MM, dan Ibu Hardiana Widyastuti, S.Hut, MM, sebagai dosen penguji dalam ujian skripsi. Terima kasih atas saran dan masukan, sehingga penulis dapat memperbaiki karya akhir ini.

3. Seluruh Staf pendidik dan staf kependidikan di Departemen Manajemen, seluruh pendidik yang selalu membantu penulis selama menempuh pendidikan di IPB.

4. Bapak Syaiful Anwar, S.Ag. pemilik usaha pembenihan ikan patin yang berkenan memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

5. Bapak Dedi, Bapak Bejo, Bapak Bambang, dan petani-petani pembenihan ikan patin lainnya yang telah memberikan informasi dalam penyusunan skripsi ini.

6. Ibu Rita, Bapak Imza, serta seluruh staf Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor yang telah memberikan informasi dalam skripsi ini.

7. Bapak, Ibu, Fenny, Ana, serta keluarga besar yang selalu memberikan curahan kasih sayang, doa yang tulus, semangat, kesabaran, inspirasi hidup, dan dukungan yang tiada hentinya.

8. Guruh Afriantho atas segenap perhatian, motivasi dan bantuan yang tiada hentinya, juga seluruh Cyber Crew yang membantu penyelesaian skripsi penulis.

9. Mba Sri, Upi, Ayu, Teh Eti, Teh Asti atas doa, motivasi, dan nasihat-nasihat yang sangat berharga.

10.Zulrasyida “Izul” Amalia yang memberikan banyak saran dan motivasi. Fury Chintiya Dhewi yang memberikan semangat untuk terus maju, dan


(9)

sahabat-sahabat lainnya (Linda, Putri, dan Firdha) yang selalu memberikan semangat dan dukungannya.

11.Fery “Pei”, Santa, Ayu, Mbak Dewi, Didit, Gema, serta rekan-rekan IPB lainnya atas bantuan yang telah diberikan selama menyusun skripsi ini.

12.Rekan-rekan di kelas B01 dan Departemen Manajemen angkatan 42 atas kebersamaannya selama kuliah.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata, penulis mengharapkan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kemaslahatan umat dan bernilai ibadah dalam pandangan Allah SWT. Amin.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman RINGKASAN

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

1.5. Ruang Lingkup ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Agribisnis Budidaya Ikan Patin ... 9

2.1.1 Produksi ... 9

2.1.2 Konsumsi ... 11

2.1.3 Pemasaran ... 11

2.1.4 Harga ... 11

2.1.5 Persyaratan dan Kesesuaian Teknis Usaha Pembenihan Ikan Patin ... 13

2.1.6 Budidaya Pembenihan Ikan Patin ... 14

2.2. Evaluasi Kelayakan Usaha Pembenihan Ikan Patin ... 20

2.2.1 Batasan ... 21

2.2.2 Aspek Pasar dan Pemasaran ... 21

2.2.3 Aspek Legal ... 22

2.2.4 Aspek Teknis ... 24

2.2.5 Aspek Manajemen dan Organisasi ... 24

2.2.6 Aspek Finansial ... 24

2.3. Penelitian Terdahulu ... 25

III. METODE PENELITIAN ... 27

3.1. Kerangka Pemikiran ... 27

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 30

3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 30

3.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 30


(11)

3.5.2 Analisis Aspek Manajemen dan Organisasi ... 31

3.5.3 Analisis Aspek Pasar dan Pemasaran ... 31

3.5.4 Analisis Aspek Finansial ... 31

3.5.5 Analisis Sensitivitas ... 33

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

4.1. Gambaran Umum Usaha ... 34

4.2. Manajemen Usaha ... 34

4.3. Aspek Teknis Usaha Pembenihan Ikan Patin ... 35

4.3.1 Investasi ... 35

4.3.2 Modal Kerja ... 38

4.3.3 Proses Pembenihan Ikan Patin ... 42

4.4. Aspek Pasar dan Pemasaran Usaha Pembenihan Ikan Patin ... 48

4.4.1 Mengukur Permintaan Saat Ini ... 48

4.4.2 Menetapkan Pasar Sasaran ... 48

4.4.3 Bauran Pemasaran ... 49

4.5. Aspek Finansial ... 52

4.5.1 Asumsi-asumsi ... 52

4.5.2 Investasi dan Pengembangan ... 53

4.5.3 Modal Kerja ... 54

4.5.4 Proyeksi Pendapatan ... 56

4.5.5 Kriteria Kelayakan ... 56

4.6. Faktor Kritis, Derajat Titik Kritis, dan Risiko Usaha Pembenihan Ikan Patin ... 58

4.7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kelancaran Usaha Pembenihan Ikan Patin ... 60

4.7.1 Perencanaan Usaha dan Pembuatan Anggaran ... 60

4.7.2 Kualitas Produk dan Pemilihan Teknologi ... 61

4.8. Implikasi Manajerial ... 62

KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

Kesimpulan ... 65

Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 67


(12)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1 Perkembangan Produksi Ikan Konsumsi di Kabupaten Bogor

Tahun 2006-2009 ... 2 2 Data Produksi Benih Ikan Patin Pada Alma Fish Farm Tahun

2004 - 2010 ... 4 3 Perkembangan Produksi Benih Ikan di Kabupaten Bogor Tahun

2007 – 2009 ... 10 4 Perkembangan Konsumsi Ikan Di Kabupaten Bogor Tahun

2004-2008 ... 11 5 Perkembangan Harga Rata-rata Komoditas Perikanan di Tingkat

Konsumen di Kabupaten Bogor Tahun 2006 - 2008 ... 12 6 Ringkasan Biaya Investasi Usaha Pembenihan Ikan Patin ... 54 7 Ringkasan Biaya Modal Kerja Usaha Pembenihan Ikan Patin ... 55 8 Hasil Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pembenihan Ikan

Patin Pada Tingkat Suku Bunga 8 Persen ... 57 9 Hasil Analisis Sensitivitas Usaha Pembenihan Ikan Patin Pada

Tingkat Suku Bunga 8 Persen ... 59


(13)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman 1 Skema Jalur Pemasaran Ikan Patin dari Daerah Produksi ... 5 2 Kerangka Pemikiran ... 29 3 Beberapa Fasilitas Pembenihan Ikan Patin Pada Alma Fish Farm ... 37 4 Pakan Benih Ikan Patin Berupa Artemia dan Cacing Sutera ... 40 5 Hormon Buatan Untuk Kegiatan Pemijahan Ikan Patin ... 41 6 Alur Distribusi Benih Ikan Patin pada Alma Fish Farm ... 51


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1 Pola Tanam Pembenihan Ikan Patin pada Alma Fish Farm ... 69

2 Tata Letak Usaha Pembenihan Ikan Patin pada Alma Fish Farm .... 70

3 Rincian Biaya Investasi Usaha Pembenihan Ikan Patin ... 71

4 Rincian Biaya Modal Kerja Usaha Pembenihan Ikan Patin ... 72

5 Rincian Biaya Pembelian dan Penjualan Induk Usaha Pembenihan Ikan Patin pada Alma Fish Farm ... 73

2 Kebutuhan Fisik Usaha Pembenihan Ikan Patin pada Alma Fish Farm ... 74

3 Daftar Harga Barang Usaha Pembenihan Ikan Patin pada Alma Fish Farm ... 76

4 Kebutuhan Dana Usaha Pembenihan Ikan Patin pada Alma Fish Farm ... 78

5 Perhitungan Biaya Penyusutan Aset ... 80

6 Rekapitulasi Biaya Operasional (Biaya Tetap dan Biaya Tidak Tetap) ... 81

11 Cashflow pada Alma Fish Farm ... 82

12 Perhitungan PBP pada Alma Fish Farm ... 83

13 Perhitungan BEP pada Alma Fish Farm ... 84

14 Cashflow Penurunan Harga Jual Benih Ikan Patin sebesar 25,79 Persen pada Alma Fish Farm ... 85

15 Perhitungan PBP Penurunan Harga Jual Benih Ikan Patin sebesar 25,79 Persen pada Alma Fish Farm ... 86

16 Perhitungan BEP Penurunan Harga Jual Benih Ikan Patin sebesar 25,79 Persen pada Alma Fish Farm ... 87

17 Cashflow Kenaikan Harga Pakan Benih Ikan Patin sebesar 50 Persen pada Alma Fish Farm ... 88

18 Perhitungan PBP Kenaikan Harga Pakan Benih Ikan Patin sebesar 50 Persen pada Alma Fish Farm ... 89

19 Perhitungan BEP Kenaikan Harga Pakan Benih Ikan Patin sebesar 50 Persen pada Alma Fish Farm ... 90

20 Cashflow Kenaikan Tingkat Kematian Benih Ikan Patin sebesar 25,79 Persen pada Alma Fish Farm ... 91

21 Perhitungan PBP Kenaikan Tingkat Kematian Benih Ikan Patin Sebesar 25,79 Persen pada Alma Fish Farm ... 92

22 Perhitungan BEP Kenaikan Tingkat Kematian Benih Ikan Patin Sebesar 25,79 Persen pada Alma Fish Farm ... 93


(15)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Luas perairan umum di Indonesia yang terdiri dari sungai, rawa, danau alam, dan danau buatan mendekati 13 juta hektar, merupakan potensi alam yang baik bagi pengembangan usaha budidaya perikanan air tawar. Salah satu budidaya perikanan air tawar adalah budidaya ikan patin. Ikan patin termasuk dalam famili pangasidae dan dikenal dengan nama lokal patin, jambal, atau pangasius (Prahasta dan Masturi, 2009).

Kabupaten Bogor merupakan salah satu sentra produksi ikan konsumsi di Jawa Barat yang memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan. Perkembangan produksi ikan konsumsi di Kabupaten Bogor tahun 2006 sampai 2007 mengalami peningkatan sebesar 2,43 persen. Tahun 2006 ikan konsumsi yang diproduksi di kabupaten bogor adalah sebesar 23.141 ton ikan dan naik pada tahun 2007 menjadi 23.703 ton ikan. Pada tahun 2006 ikan konsumsi yang banyak diproduksi adalah ikan mas (9.924,55 ton), ikan lele (6.487,07 ton), dan ikan nila (3.324,18 ton). Namun pada tahun 2007, ikan mas dan lele mengalami penurunan produksi. Ikan mas mengalami penurunan sebesar 13,03 persen menjadi 8.631,50 ton dan ikan lele mengalami penurunan sebesar 1,75 persen menjadi 6. 373,75 ton. Sedangkan untuk ikan nila mengalami kenaikan sebesar 32,77 persen pada tahun 2007 menjadi 4.418,75 ton.

Menurut laporan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor tahun 2009 terdapat 105 unit usaha rakyat ikan patin skala mikro perorangan yang terdaftar di wilayah Bogor dengan rincian 84 unit usaha pada kegiatan pembenihan dan 21 unit usaha pada kegiatan pembesaran. Di Kecamatan Ciampea terdapat 47 unit usaha rakyat skala mikro dengan rincian 39 unit usaha pada kegiatan pembenihan dan 8 unit usaha pada kegiatan pembesaran. Di Desa Cihideung Ilir sendiri terdapat 10 unit usaha pada kegiatan pembenihan ikan patin.

Produksi ikan konsumsi di Kabupaten Bogor tahun 2006 sampai 2009 mengalami peningkatan. Produksi tiap komoditas ikan konsumsi mengalami


(16)

fluktuasi. Komoditas ikan patin sebagai ikan konsumsi mengalami peningkatan pada tahun 2007 dan 2009 tetapi mengalami penurunan pada tahun 2008. Perkembangan produksi ikan konsumsi di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perkembangan Produksi Ikan Konsumsi di Kabupaten Bogor Tahun 2006-2009

No Jenis Ikan

Produksi (Ton)

2006 2007 2008 2009

1 Patin 724,00 1.020,00

(40,88)

571,76 (-43,95)

584,84 (2,29)

2 Bawal 630,00 849,40

(34,83)

904,91 (6,54)

2.026,14 (123,91)

3 Nila 3.328,13 4.418,75

(32,77)

3.494,96 (-20,91)

1.842,17 (-47,29)

4 Tawes 355,10 430,00

(21,09)

278,80 (-35,16)

75,76 (-72,83)

5 Gurame 1.424,00 1.719,00

(20,72)

1.854,82 (7,90)

1.946,43 (4,94)

6 Sepat Siam 12,00 12,10

(0,83)

2,43 (-79,92)

2,24 (-7,82)

7 Tambakan 173,00 173,00

(0,00)

48, 50 (-71,97)

33,67 (-30,58)

8 Lele 6.487,07 6.373,75

(-1,75)

9.744,80 (52,89)

18.315,02 (87,95)

9 Nilam 15,00 13,70

(-8,67)

8,23 (-39,93)

2,10 (-74,46)

10 Mas 9.924,55 8.631,50

(-13,03)

8.124,35 (-5,88)

3.859,62 (-52,49)

11 Mujair 32,00 24,30

(-24,06)

29,21 (20,21)

31,68 (8,46)

12 Lain-lain 36,15 37,50

(3,73)

24,52 (-34,61)

23,05 (-6,14)

Jumlah 23.141,00 23.703,00

(2,43)

25.087,29 (5,84)

28.742,72 (14,57) Sumber: Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor Tahun 2009

Angka dalam kurung adalah pertumbuhan per tahun dalam persen

Ikan patin merupakan jenis ikan yang hidup di perairan umum dan banyak ditemukan pada perairan sungai di Sumatera dan Kalimantan. Ikan patin yang paling banyak dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia yaitu Patin Siam (Pangasius hypopthalmus). Saat ini kegiatan budidaya ikan patin sudah banyak dilakukan di kolam, waduk, ataupun keramba. Ikan patin merupakan salah satu jenis ikan tawar yang memiliki nilai ekonomis yang


(17)

tinggi dan prospek yang baik untuk dijual di dalam negeri maupun di luar negeri.

Menurut Prahasta dan Masturi (2009) ikan patin merupakan ikan konsumsi, berbadan panjang berwarna putih perak dengan punggung berwarna kebiru-biruan. Dagingnya memiliki kandungan kalori dan protein yang tinggi, rasanya khas, enak, dan gurih. Keunggulan ikan patin dibandingkan dengan ikan air tawar lainnya diantaranya tidak memiliki sisik dan tidak banyak duri sehingga aman dan mudah dikonsumsi, daging berwarna putih, dagingnya gurih, respon terhadap pakan tinggi, dan bergizi tinggi. Ikan patin memiliki kadar kolesterol yang rendah jika dibandingkan dengan daging ternak, sehingga dinilai lebih aman untuk kesehatan.

Kegiatan pembenihan merupakan kegiatan pokok atau kunci keberhasilan kegiatan pendederan dan pembesaran. Tanpa kegiatan pembenihan, kegiatan lainnya tidak akan dapat berjalan. Kegiatan pendederan dan pembesaran tentu akan memerlukan benih yang berasal dari kegiatan pembenihan (Khairuman dan Sudenda, 2009).

Usaha budidaya ikan patin di daerah Ciampea sudah ada sejak tahun 1995, sebagian besar dari usaha budidaya tersebut bergerak pada kegiatan pembenihan ikan patin. Salah satu contoh petani ikan patin yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah Alma Fish Farm dengan pemiliknya yang bernama Syaiful Anwar, S.Ag. Usaha pembenihan ikan patin Alma Fish Farm dikelola oleh pemilik secara langsung dibantu oleh dua orang karyawan tetap dan empat orang karyawan tidak tetap yang berasal dari daerah sekitar dengan tingkat pendidikan SMA. Karyawan bertanggung jawab pada kegiatan operasional harian. Oleh karena itu dalam kegiatan pembenihan ikan patin dilakukan pengorganisasian mengenai struktur organisasi yang dirancang, pembagian kerja, koordinasi, pelimpahan wewenang, dan prestasi organisasi yang diinginkan. Sedangkan masalah yang dihadapi oleh Alma Fish Farm

saat ini adalah perusahaan sementara berhenti dan dialih kontrak dengan perusahaan sejenis.

Alma Fish Farm mulai dibangun pada awal tahun 2004. Alma Fish Farm


(18)

kegiatan pembenihan. Alma Fish Farm ini merupakan usaha perorangan yang dimiliki oleh Bapak Syaeful Anwar, S. Ag. sebagai pemilik sekaligus kepala perusahaan.

Alma Fish Farm membuka usahanya dengan kapasitas produksi 100.000 ekor benih dengan ukuran 1 inchi yang dipelihara dalam 36 akuarium. Produksi benih dari tahun ke tahun meningkat tetapi harga jual benih mengalami penurunan. Alma Fish Farm mengalami tutup usaha sementara pada bulan Mei tahun 2010 karena tingginya biaya sarana produksi akibat harga pakan benih yang tinggi tetapi harga benih mengalami penurunan. Data produksi Alma Fish Farm dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Data Produksi Benih Ikan Patin Pada Alma Fish Farm Tahun 2004 - 2010

Tahun Banyak

Siklus

Harga Benih per 1 inchi

Banyak Akuarium

(buah)

Produksi Benih (ekor)

2004 6 90 36 100.000 – 150.000

2005 6 90 – 100 36 100.000 – 150.000

2006 6 90 – 100 45 150.000 – 180.000

2007 6 80 – 90 45 150.000 – 180.000

2008 4 70 – 75 70 200.000 – 250.000

2009 4 50 – 55 90 250.000 – 300.000

2010 1 40 - 45 90 250.000 – 300.000

Sumber: Wawancara bersama Pemilik Alma Fish Farm, 5 Juni 2011

Pengelolaan sumber daya perairan yang telah dilakukan belum menunjukkan hasil yang memuaskan, artinya peningkatan produksi perikanan harus diupayakan dengan memanfaatkan semua potensi perikanan yang dimiliki, seperti teknologi budidaya yang mempunyai produktivitas yang tinggi. Sehubungan dengan semakin jenuhnya perikanan tangkap Indonesia dan semakin dekatnya produksi perikanan Indonesia mencapai potensi lestari, maka peningkatan dan promosi upaya produksi melalui teknik budidaya ikan akan semakin penting.

Rantai tata niaga ikan patin relatif ringkas dan efisien, sehingga harga yang diterima pembudidaya sekitar 80-90% dari harga yang dibayar oleh konsumen. Pemasaran produk ikan patin dilakukan secara langsung kepada pedagang pengumpul atau agen tanpa melalui pedagang perantara. Pedagang pengumpul merupakan pedagang benih ikan, pakan, dan peralatan perikanan.


(19)

Untuk menjamin stok ikan patin, pedagang pengumpul atau agen memiliki kolam penampungan sementara.

Pedagang pengumpul menjual ikan patin langsung kepada pengecer di pasar lokal maupun pedagang pengumpul atau agen di luar daerah. Pedagang pengecer di pasar-pasar menjual kepada konsumen rumah tangga dan rumah makan atau warung (Prahasta dan Masturi, 2009). Rantai pemasaran ikan patin tersebut digambarkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Skema Jalur Pemasaran Ikan Patin Dari Daerah Produksi (Prahasta dan Masturi, 2009)

1.2. Perumusan Masalah

Produksi ikan patin sebagain besar dikelola oleh masyarakat secara tradisional dengan menggunakan keramba sungai, kolam dan keramba jaring apung. Proses pembenihannya memerlukan pengetahuan tersendiri, sehingga tidak semua petani ikan air tawar dapat mengawinkan induk ikan patin jantan dan betina. Meski demikian, potensi ikan patin belum sepenuhnya tergarap karena lemahnya daya dukung dan industri pengolahan. Keterbatasan industri pengolahan ikan patin menyebabkan produk yang diekspor umumnya merupakan produk ikan segar sehingga tidak menghasilkan nilai tambah produk. Selain itu pengembangan ikan patin terkendala oleh pembenihan dengan harga jual benih ikan patin saat ini yang tidak menentu.

Menurut wawancara dengan petani ikan dan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, budidaya ikan patin di Indonesia secara umum memiliki sentra produksi yang berada di wilayah Jawa Barat, Kalimantan, dan Sumatera. Salah satu sentra produksi ikan patin di Jawa Barat adalah

Petani/ Produsen

Pedagang Pengumpul/

Agen

Pedagang Pengumpul dari

Luar Daerah

Pedagang Pengecer

Luar Daerah

Konsumen Akhir Pedagang


(20)

Bogor yang lebih banyak bergerak pada kegiatan pembenihan. Hal ini terjadi karena kondisi cuaca dan iklim yang menunjang dalam hal PH air, pakan berupa cacing sutera yang banyak ditemukan, serta perkembangan teknologi penyuntikan yang baik. Berbeda dengan wilayah Kalimantan dan Sumatera yang difokuskan pada usaha pembesaran, sehingga tak jarang benih ikan patin yang dibesarkan berasal dari Jawa Barat. Kegiatan bisnis ikan patin yang terpotong-potong dalam rantai bisnis yang berbeda dengan lokasi terpisah menyebabkan biaya angkut produk semakin besar untuk petani pembesaran. Pengembangan usaha ikan patin di Bogor, khususnya di Ciampea berada dalam kegiatan pembenihan dengan pasar mencakup wilayah Bogor dan luar daerah, seperti Kerawang, Sukabumi, Solo, Palembang, Riau, Jambi, dan Kalimantan. Usaha pembenihan ikan patin di daerah Ciampea sudah ada sejak tahun 1995 dan menjadi salah satu sentra usaha pembenihan ikan patin yang ada di Bogor.

Harga jual benih patin di Ciampea dipengaruhi oleh harga benih di pasar Parung, sehingga harga jual benih di bawah atau setara dengan harga jual di Parung. Hal ini karena petani Parung memiliki kelompok tani yang organisasinya sudah baik, sedangkan petani Ciampea cenderung memiliki usaha secara perorangan.

Keuntungan yang didapatkan petani untuk pembenihan ikan patin cenderung menurun selama dua tahun terakhir karena daerah konsumen benih patin banyak yang memiliki hatchery sendiri. Selain itu dengan adanya krisis global tahun 2008 dan inflasi menyebabkan sarana produksi cenderung bertambah mahal. Hal ini terlihat dari naiknya pakan pokok benih berupa artemia dan cacing sutera. Harga cacing sutera tergantung dengan cuaca. Saat musim hujan cacing jarang ditemukan di sungai-sungai karena terbawa arus yang lebih besar daripada saat musim kemarau.

Usaha pembenihan patin tergolong usaha yang unik. Teknik pembenihan yang dilakukan di setiap usaha cenderung memiliki perbedaan, tergantung kondisi sarana dan teknik pembenihan. Petani benih yang satu memiliki kemungkinan keberhasilan menghasilkan benih yang berbeda dengan petani benih lainnya walaupun menggunakan teknik yang sama. Saat petani


(21)

melakukan proses pemijahan sampai perawatan, jika benih yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik maka petani mendapatkan keuntungan yang besar. tetapi jika terjadi kesalahan, disengaja ataupun tidak mengakibatkan terjadinya ancaman gagal panen. Hal seperti ini menyebabkan biaya produksi tinggi.

Usaha yang dijalankan oleh Alma Fish Farm masih tergolong skala usaha perikanan rakyat dan belum ada kewajiban dalam pendaftaran izin usaha ke Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor. Tata cara pendaftaran usaha berpedoman pada Keputusan Bupati Bogor tahun 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 8 Tahun 2003 tentang Izin Usaha Peternakan dan Perikanan. (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, 2009).

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan beberapa masalah dalam kegiatan usaha pembenihan ikan patin diantaranya sebagai berikut. 1.Bagaimana kelayakan usaha pembenihan ikan patin Alma Fish Farm? 2.Apa saja faktor kritis dan risiko yang mempengaruhi kelayakan usaha

pembenihan ikan patin Alma Fish Farm?

3.Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kelancaran usaha pembenihan ikan patin Alma Fish Farm?

1.3. Tujuan Penelitian

Usaha pembenihan ikan patin Alma Fish Farm telah berjalan sejak tahun 2004. Benih ikan patin dipilih karena memiliki nilai komersial yang baik dan kondisi lingkungan tempat usaha yang cocok untuk pembenihan ikan patin. Evaluasi kelayakan usaha merupakan suatu usaha untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan pelaksanaan usaha, apakah usaha tersebut berjalan sesuai rencana dan akan memberikan hasil seperti yang diharapkan. Evaluasi kelayakan usaha pembenihan ikan patin dilakukan untuk usaha pembenihan yang sudah berjalan dan untuk mengevaluasi keberlanjutan usaha pembenihan ikan patin di masa depan.

Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:


(22)

2. Mengetahui tingkat faktor kritis dan risiko yang mempengaruhi kelayakan usaha pembenihan ikan patin Alma Fish Farm.

3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kelancaran usaha pembenihan ikan patin Alma Fish Farm.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai bahan informasi dan pertimbangan keputusan bagi pihak-pihak yang memerlukan, yaitu petani ikan patin Alma Fish Farm dan calon pengusaha ikan patin. Bagi Alma Fish Farm, hasil ini dapat berguna sebagai salah satu masukan dan evaluasi usaha yang telah dijalankan. Dan juga sebagai salah satu bahan informasi untuk penelitian serupa di daerah ini maupun di daerah lain.

1.5. Ruang Lingkup

Penelitian ini difokuskan pada aspek kualitatif dengan menganalisis aspek teknis, aspek pemasaran, aspek manajemen, dan aspek legal, serta aspek kuantitatif dengan menganalisis kriteria-kriteria investasi. Proses perhitungan digunakan berbagai asumsi untuk mendapatkan hasil kriteria investasi dan sensitivitas yang diinginkan.


(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Agribisnis Budidaya Ikan Patin

Budidaya ikan patin lokal di Indonesia mulai dirintis sejak tahun 1985, setelah Balai Penelitian Perikanan Air Tawar berhasil mengembangkan ikan patin ini, tetapi belum disebarluaskan kepada masyarakat. Sampai tahun 1991, produksi ikan patin diperoleh dengan cara menangkap pada perairan umum di Sumatera dan Kalimantan dengan menggunakan peralatan tradisional seperti jarring, pancing, sero, bubu, dan lain-lain.

Cara penangkapan seperti itu, produksi ikan patin sangat terbatas. Meningkatnya aktivitas pembangunan yang merusak lingkungan juga menyebabkan kualitas lingkungan perairan umum tidak dapat dipertahankan, sehingga ikan patin terancam punah. Itulah sebabnya, pada tahun 1992, pemerintah mendorong masyarakat di Sumatera, Kalimantan, dan Jawa untuk mengembangkan budidaya ikan patin siam yang induknya didatangkan dari Thailand (Prahasta dan Masturi, 2009).

2.1.1 Produksi

Menurut Khairuman dan Sudenda (2009), dalam segi produksi ada beberapa hal yang merupakan keunggulan ikan patin. Pertama, ikan patin termasuk salah satu ikan yang rakus terhadap makanan, dalam usia enam bulan saja, ikan patin sudah bisa mencapai panjang antara 35 - 40 cm. Kedua, tempat pemeliharaan tidak memerlukan air yang mengalir, tidak seperti pemeliharaan ikan mas atau tawes. Bahkan di perairan yang kandungan oksigennya rendah sekalipun, ikan patin masih dapat hidup dan berkembang, seperti ikan lele. Di beberapa daerah sentra ikan patin, seperti Sumatera dan Kalimantan, ikan patin dengan mudah banyak ditemui di sungai-sungai dan danau, karena ikan ini merupakan ikan yang hidup di perairan umum. Masalahnya, kualitas lingkunagn perairan umum tidak selamanya dapat dipertahankan akibat tingginya aktivitas pemanfaatan sumber daya alam, termasuk untuk hal-hal yang kontraproduktif yang tidak memperhatikan sumberdaya alam lainnya.


(24)

Akibatnya lingkungan hidup patin ikut terancam. Maka, salah satu upaya mempertahankannya adalah melalui kegiatan pembudidayaan ikan patin. Tabel 3. Perkembangan Produksi Benih Ikan di Kabupaten Bogor

Tahun 2007 -2009

No Jenis Ikan Produksi (Ribu Ekor)

2007 2008 2009

1 Mas 187.847,00 166.502,00

(-11,36 )

56,663.190 (-65.97)

2 Nila 98.438,00 109.580,00

(11,32)

35,700.400 (-67.42)

3 Nilem 701,00 397,00

(-43,37)

0.000 (-100.00)

4 Mujair 1.097,00 2.181,00

(98,81)

693.060 (-68.22)

5 Gurame 78.770,00 92.282,00

(17,15)

36,166.890 (-60.81)

6 Tawes 18.940,00 9.459,00

(-50,06)

5,510.480 (-41.74)

7 Patin 58.126,00 79.893,00

(37,45)

26,358.490 (-67.01)

8 Lele 227.482,00 244.634,00

(7,54)

62,020.270 (-74.65)

9 Sepat Siam 659,00 488,00

(-25,95)

0.000 (-100.00)

10 Tambakan 8.285,00 6.051,00

(-26,96)

1,807.470 (-70.13)

11 Bawal 36.315,00 33.133,00

(-8,76)

622,191.810 (1,777.86)

Jumlah 716.660,00 744.600,00

(3,90)

847,112.06 (13.77) Sumber: Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor Tahun 2009

Angka dalam kurung adalah pertumbuhan per tahun dalam persen

Produksi benih ikan di Kabupaten Bogor tahun 2007 sampai tahun 2009 mengalami peningkatan. Tahun 2008 mengalami peningkatan sebesar 3,9 persen dari 716.660.000 ekor pada tahun 2007 menjadi 744.600.000 ekor pada tahun 2008. Tahun 2009 mengalami peningkatan pula meskipun untuk sebagian besar komoditas mengalami penururan yang relatif besar. Pertumbuhan produksi benih ikan patin di Kabupaten Bogor meningkat sebesar 37,45 persen dari 58.126.000 ekor pada tahun 2007 menjadi 79.893.000 ekor pada tahun 2008. Namun, tahun 2009


(25)

produksi benih mengalami penurunan yang relatif besar. Perkembangan produksi benih ikan patin di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 3. 2.1.2 Konsumsi

Jumlah konsumsi ikan di Kabupaten Bogor mengalami peningkatan setiap tahunnya. Tahun 2008 konsumsi ikan sebesar 19,8 kg per kapita per tahun. Perkembangan konsumsi ikan di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Perkembangan Konsumsi Ikan Di Kabupaten Bogor Tahun 2004-2008

Konsumsi Ikan 2004 2005 2006 2007 2008

Kg/Kapita/ Tahun

17,30 17,73

(2,49%)

18,24 (2,88%)

18,80 (3,07%)

19,18 (2,02%) Sumber: Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor Tahun 2008

(Angka dalam kurung adalah pertumbuhan) 2.1.3 Pemasaran

Produksi ikan air tawar yang ada di Kabupaten Bogor selain dipasarkan di Bogor juga dipasarkan di luar wilayah Bogor. Untuk pemasaran benih pemasarannya meliputi Sukabumi, Indramayu, Cianjur, Purwakarta, Sumatera, dan Kalimantan. Menurut Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Bogor pada tahun 2005 permintaan untuk benih sebesar 703.000.000 ekor dan mengalami peningkatan pada tahun 2006 sebesar 708.584.000 ekor. Untuk pemasaran ikan konsumsi meliputi Jakarta, Bandung, Jawa Tengah, dan Cirebon.

Kondisi yang ada sekarang banyak petani ikan patin hanya bergerak di pembenihan dan sedikit di kegiatan pembesaran. Kegiatan pembenihan dilakukan untuk mendapatkan benih yang berkualitas dengan ukuran sekitar ¾ inci sampai 1 inci, sedangkan pembesaran ikan patin merupakan kegiatan menghasilkan ikan patin ukuran konsumsi yaitu sekitar 0,3-1 kg.

2.1.4 Harga

Harga merupakan salah satu bagian yang sangat penting dalam pemasaran suatu produk karena harga adalah satu dari marketing mix / bauran pemasaran (product, price, place, promotion / produk, harga, distribusi, promosi). Harga adalah suatu nilai tukar dari produk barang


(26)

maupun jasa yang dinyatakan dalam satuan moneter. Harga merupakan salah satu penentu keberhasilan suatu perusahaan karena harga menentukan seberapa besar keuntungan yang akan diperoleh perusahaan dari penjualan produknya baik berupa barang maupun jasa. Menetapkan harga terlalu tinggi akan menyebabkan penjualan akan menurun, namun jika harga terlalu rendah akan mengurangi keuntungan yang dapat diperoleh organisasi perusahaan. (http://www.organisasi.org).

Harga rata-rata komoditas perikanan di tingkat konsumen di Kabupaten Bogor bervariasi. Pada tahun 2006 harga yang paling tinggi adalah jenis ikan gurame yang mencapai harga Rp 22.800 dan setiap tahunnya mengalami peningkatan harga. Harga yang paling rendah di yahun 2006 adalah jenis ikan nilam yaitu Rp 9.083.

Harga rata-rata komoditas perikanan untuk jenis ikan patin pada tahun 2006 adalah Rp 11.000 dan mengalami penurunan harga pada tahun 2007 menjadi Rp 9.000. Namun, pada tahun 2008 ikan patin mengalami peningkatan harga menjadi Rp 13.375. Tahun 2009 harga rata-rata ikan patin di tingkat konsumen mengalami peningkatan menjadi Rp 16.875 per kg. Perkembangan harga rata-rata komoditas perikanan di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Perkembangan Harga Rata-rata Komoditas Perikanan di Tingkat Konsumen di Kabupaten Bogor Tahun 2006 - 2009

NO JENIS

IKAN

2006 (Rp/Kg)

2007 (Rp/Kg)

2008 (Rp/Kg)

2009 (Rp/Kg)

1. Gurame 22.800 22.800 28.167 36.042

2. Mas 12.000 12.000 18.958 21.375

3. Lele 10.125 10.000 13.917 14.167

4. Nila 9.417 9.000 12.708 15.042

5. Mujair 7.792 7.000 10.833 16.458

6. Nilam 9.083 11.000 13.542 15.458

7. Tawes 9.833 14.000 15.167 15.208

8. Belut 15.958 25.000 28.917 34.917

9. Patin 11.000 9.000 13.375 16.875

10. Tambakan 10.417 9.000 11.792 13.625

Sumber: Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor Tahun 2009


(27)

Lokasi lahan untuk usaha pembenihan ikan patin sebaiknya di dataran rendah dengan ketinggian tidak lebih dari 300 meter di atas permukaan laut. Air yang dibutuhkan tidak perlu terlalu jernih asalkan debitnya cukup untuk mengganti air kolam. Penggantian air dilakukan setiap minggu dengan sumber air berasal dari sungai, waduk, danau, air irigasi, air sumur, atau air PAM (Perusahaan Air Minum). Kualitas air yang memenuhi syarat untuk pembenihan adalah oksigen 3-7 ppm, suhu 26-33 oC, pH air 7-8,5, karbondioksida tidak lebih dari 10 ppm, ammonia dan asam belerang tidak lebih dari 0,1 ppm, dan kecerahan antara 30-45 centimeter (Kordi, 2005).

Menurut Kordi (2005) fasilitas pembenihan disesuaikan dengan target produksi. Pembenihan ikan patin dapat dilakukan dalam skala kecil atau HSRT (hatchery skala rumah tangga) ataupun skala besar atau HSL (hatchery skala lengkap). Beberapa fasilitas yang dibutuhkan dalam kegiatan pembenihan adalah sebagai berikut.

1. Kolam Pemeliharaan Induk

Kolam pemeliharaan induk berfungsi sebagai kolam khusus yang digunakan untuk memelihara induk. Kolam ini digunakan sebagai tempat membesarkan ikan-ikan yang kemudian dijadikan induk atau memelihara ikan sampai matang gonad dan sebagai tempat induk-induk ikan yang telah selesai dipijahkan. Ukuran kolam terantung dari kebutuhan maupun lahan yang tersedia. Sebagai ikan yang menyukai perairan dalam, maka kedalaman air di kolam induk diatur pada kedalaman 100-150 cm.

2. Wadah Penetasan Telur

Wadah penetasan telur digunakan untuk menetaskan telur-telur yang telah dibuahi. Penetasan telur patin dapat menggunakan akuarium, bak

fibreglas atau corong penetasan yang dilengkapi dengan aerator.

3. Wadah Pemeliharaan Larva

Wadah pemeliharaan larva digunakan untuk memelihara larva. Wadah yang digunakan dapat berupa akuarium, bak fiberglass atau kolam beton dengan ukuran tergantung dari kebutuhan. Sebuah akuarium


(28)

berukuran 80 cm x 45 cm x 45 cm dapat ditebar larva patin sebanyak 500 ekor.

4. Bak Pemberokan Induk

Bak ini digunakan untuk menyimpan atau menempatkan induk hasil seleksi dari kolam pemeliharaan induk. Bak ini tidak perlu terlalu luas dan tidak terlalu dalam karena fungsinya hanya sementara.

5. Bak Inkubasi

Bak inkubasi adalah bak yang digunakan untuk menyimpan induk beberapa saat sebelum disuntik, sesudah disuntik, dan menunggu waktu ovulasi.

6. Kolam Pemeliharaan Benih

Kolam pemeliharaan benih digunakan untuk memelihara anak ikan pasca larva. Kolam dapat berupa kolam tanah, kolam beton, sawah, atau akuarium.

7. Wadah Pakan

Wadah pakan digunakan untuk pemanpungan pakan atau wadah untuk kultur pakan berupa akuarium, bak fiberglass atau bak beton. Ukuran bak disesuaikan dengan keutuhan.

8. Perlengkapan Lain

Unit pembenihan harus memperoleh pasokan listrik untuk dapat beroperasi, baik listrik dari PLN (Perusahaan Listrik Negara) maupun generator. Energi listrik digunakan untuk menggerakkan aerasi, pompa air, dan penerangan. Perlengkapan lain adalah sarana aerasi, pompa air, timbangan, pemanas air, serokan, pH meter, DO-meter, berbagai bahan dan perlengkapan untuk pemijahan benih, dan sebagainya.

2.1.6 Budidaya Pembenihan Ikan Patin

Patin (Pangasius sp.) adalah salah satu ikan asli perairan Indonesia yang telah berhasil di domestikasi. Patin tergolong ikan unggul karena rasa dagingnya lezat dan gurih, merupakan ikan berukuran besar, respon terhadap pakan buatan dan dalam pembudidayaannya tumbuh cepat. Patin mempunyai bentuk tubuh memanjang, agak pipih, dan tidak


(29)

bersisik. Panjang tubuhnya dapat mencapai 120 cm. warna tubuh patin pada bagian punggung keabu-abuan atau kebiru-biruan dan bagian perut putih keperak-perakan. Kepala patin relatif kecil dengan mulut terletak di ujung agak ke bawah. Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang sungut (kumis) pendek yang berfungsi sebagai peraba.

Menurut Prahasta dan Masturi (2009), jika dilihat secara ilmiah dalam taksonomi hewan atau sistematika hewan, ikan patin dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

Kingdom : Animalia

Sub-kingdom : Metazoa

Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Kelas : Pisces

Ordo : Ostarioplaysi

Subordo : Siluriodea

Famili : Pangasidae

Genus : Pangasius

Spesies : Pangasius pangasius Ham. Buch.

Budidaya ikan meliputi domestikasi, pembenihan, pemilihan lokasi, pembesaran, pengadaan pakan, dan penanggulangan hama dan penyakit. Salah satu faktor penting dalam budidaya ikan patin adalah ketersediaan benih dalan hal kualitas, kuantitas dan kontinuitas. Hingga saat ini, patin tidak dapat dipijahkan secara alami, sehingga pengadaan benihnya hanya dapat dilakukan dengan cara pemijhan buatan (induced breeding), baik dengan menggunakan kelenjar hipofisa maupun hormon komersial (Kordi, 2005).

Menurut Hernowo (2001) dalam kegiatan usaha budidaya ikan, dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap pembenihan dan tahap pembesaran. Tahap pembenihan dimulai dengan pengadaan benih hingga diperoleh benih dengan umur tertentu. Usaha pembesaran merupakan kelanjutan dari pembenihan, yaitu benih yang dibeli kemudian dibesarkan hingga mencapai ukuran uatau umur konsumsi.


(30)

Menurut Kordi (2005) tahapan kegiatan pembenihan patin dari teknis pemijahan sampai pemeliharaan benih adalah sebagai berikut: 1. Pemberokan dan penimbangan induk

Calon induk yang telah matang gonad dipisahkan dengan ikan-ikan lainnya. Calon induk diberok dengan wadah tersendiri dengan cara mempuasakan ikan selama 12-24 jam. Tujuannya agar kotoran keluar sekaligus meyakinkan hasil seleksi induk betina. Induk-induk yang matang gonad selanjutnya ditimbang untuk ditentukan jumlah hormin yang akan disuntikkan.

2. Penyuntikan

Hal yang perlu diperhatikan dalam penyuntikan adalah dosis, waktu, letak dan frekuensi penyuntikan serta penanganan induk. Budidaya pembenihan ikan patin saat ini dengan menggunakan hormon buatan. Hormon buatan yang sering digunakan untuk merangsang ikan adalah ovaprim yang dijual dalam bentuk cairan dalam kemasan ampul (botol kecil). Biasanya setiap botol berisi 10 ml. Dosis yang digunakan biasanya antara 0,5-0,75 ml/induk betina. Dosis tersebut digunakan untuk dua kali penyuntikan. Penyuntikan pertama dengan dosis 1/3 bagian, sedangkan 2/3 bagian sisanya diberikan pada penyuntikan kedua. Selang waktu antara penyuntikan pertama dan kedua sekitar 12 jam.

Penyuntikan induk jantan harus dilihat tingkat kematangannya. Bila induk jantan sangat siap untuk memijah, artinya tanpa disuntik pun sperma induk jantan dengan mudah dikeluarkan, maka induk jantan tidak harus disuntik dengan ovaprim. Namun, bila induk jantan belum terlalu matang, sebaiknya induk jantan disuntik ovaprim dengan 1/3 dari dosis yang digunakan untuk betina. Penyuntikan induk jantan dilakukan bersamaan dengan penyuntikan kedua pada induk betina.


(31)

Pemijahan patin dibantu dengan pemijatan (stripping). Caranya, jika sudah waktunya, yaitu dekat dengan tanda-tanda ovulasi atau sekitar 8-12 jam dari penyuntikan kedua, induk betina ditangkap. Begitu juga induk jantan. Induk dilap sampai tidak ada lagi air yang menetes. Selanjutnya perut ikan betina diurut perlahan-lahan kearah belakang dan telur yang keluar ditampung dalam piring beremail. Begitu juga perut ikan jantan diurut perlahan, kemudian sperma yang keluar ditampung dalam piring beremail. Kemudian telur dan sperma diaduk sampai rata dengan menggunakan bulu ayam atau bulu angsa. Setelah itu masukkan air bersih ke dalam wadah pembuahan dan pengadukan tetap dilakukan. Pada saat ada air bersih tersebut, proses pembuahan mulai berlangsung. Sperma yang tidak berhasil membuahi telur akan mati setelah tiga menit. Telur kemudian dicuci dari sperma yang tidak berhasil membuahi.

4. Penetasan telur

Wadah penetasan telur patin dapat berupa akuarium, hapa di dalam kolam, bak semen atau corong petesasan yang dilengkapi dengan aerator. Telur disebar merata di dalam wadah dan dijaga agar jangan sampai bertumpuk. Untuk itu, telur disebar dengan telur ayam agar telur-telur tidak pecah. Telur akan menetas pada 18-24 jam setelah ovulasi pada suhu 29-30oC, kemudian larva mulai bergerak naik turun.

5. Pemeliharaan dan Perawatan Larva

Larva berumur satu hari dapat dipindahkan ke wadah pemeliharaan larva. Sebuah akuarium berukuran 80 cm x 45 cm x 45 cm dapat diisi larva sebanyak 500 ekor. selama dua hari larva memanfaatkan kuning telur pada tubuhnya. Bekal kuning telur mulai habis ketika memasuki hari ke-3, sehingga segera diberi suspense kuning telur dan makanan alami berupa kutu air, artemia, rotifer, dan jentik-jentik nyamuk. Pada hari ke-5, larva sidah dapat diberikan pakan berupa tepung hati dan pada hari ke-10 larva sudah dapat diberikan cincangan cacing sutera.


(32)

Jumlah pakan yang diberikan pada larva adalah sampai kenyang (ad libitum).

6. Panen dan Pasca Panen

Faktor panen dan pascapanen yang baik akan meningkatkan harga jual ikan dalam usaha budidaya ikan patin. Setelah dipanen ikan harus selalu segar hingga sampai ke tangan konsumen. Penurunan mutu ikan akan menyebabkan nilai jualnya menjadi rendah.

Menurut Kordi (2005) dalam pengangkutan benih ikan patin, terdapat dua sistem pengangkutan, yakni sistem terbuka dan sistem tertutup. Masing-masing sistem dipergunakan tergantung dari keperluannya, terutama terhadap lama atau jarak pengangkutan benih. Pengangkutan benih sistem terbuka umumnya dilakukan untuk mengangkut ikan dalam jarak dekat atau relatif memerlukan waktu yang tidak lama. Sebagai alat pengangkut benih dapat digunakan ember, baskom, atau keramba pikulan. Namun dapat juga dilakukan dengan alat lain misalnya container dari plastik dengan alat pengangkut mobil.

Pengangkutan benih sistem tertutup umumnya diterapkan untuk jarak jauh yang memerlukan waktu lebih dari 4 jam. Biasanya sistem pengangkutan benih ini dilakukan dengan menggunakan mobil atau pesawat terbang. Wadah yang digunakan adalah kantong plastik. Untuk jarak dekat kantong plastik tidak perlu diisi oksigen, sedangkan untuk jarak jauh kantong harus ditambah dengan gas oksigen. Dalam satu kantong plastik biasanya diisi dengan sepuluh liter air bersih dengan kapasitas benih 300 ekor/liter berukuran 3-5 cm. kantong plastik dimasukkan ke dalam dos dengan posisi membujur atau ditidurkan. Hal ini dimaksudkan untuk memperluas permukaan air atau oksigen.

Setelah sampai di tempat tujuan, sebelum kantong plastik dibuka, disiapkan terlebih dahulu larutan tetrasiklin 25 ppm dalam baskom (satu kapsul tetrasiklin dalam sepuluh liter air bersih). Setelah kantong plastik dibuka, ditambahkan air bersih yang berasal dari


(33)

kolam atau perairan setempat sedikit demi sedikit agar perubahan suhu air dalam kantong terjadi perlahan-lahan sehingga mengurangi stres benih ikan yang diangkut. Benih ikan lalu dipindahkan ke dalam baskom yang berisi larutan tetrasiklin selama 1-2 menit.

Benih ikan patin dapat langsung ditebar ke dalam kolam atau wadah pemeliharaan lainnya. Akan tetapi lebih baik, bila benih dikarantina selama satu minggu dalam bak dan diberi makan secukupnya. Selain itu, dilakukan pengobatan dengan tetrasiklin 25 ppm selama tiga hari berturut-turut.

Menurut Kordi (2005) pemanenan ikan dalam kolam yang baik dilakukan dengan mengeringkan kolam secara bertahap. Jika air kolam sudah tersisa sedalam 20-30 cm, di bagian tengah dibuat parit yang menuju ke pintu depan pintu air. Dasar kolam di dekat pintu dibuatkan cekungan berbentuk kotak. Ikan-ikan akan berkumpul di dalam cekungan tersebut. Pada saat itu pintu air kolam dihalangi dengan papan agar air tidak habis. Selain itu, pintu kolam juga harus diberi saringan agar ikan tidak melompat keluar. Agar ikan tetap hidup, ikan di dalam cekungan ini harus dialiri air yang segar. Selanjutnya ikan-ikan ditangkap dengan seser (jaring tangan) dan dipindahkan ke dalam wadah-wadah penampung yang sudah disediakan.

Pascapanen ikan patin konsumsi harus disesuaikan dengan jarak dan waktu tempuh dalam mengangkut ikan-ikan ke konsumen. Hal ini penting untuk menjaga ikan tetap hidup atau tetap segar hingga diterima konsumen. Ikan hidup diangkut dengan menggunakan wadah berupa kantong plastik, seperti pengangkutan benih atau wadah terbuka dengan bak, tong, tanki, atau wadah lainnya.

Permasalahan yang dihadapi dalam pengangkutan ikan hidup adalah stres. Ikan yang stres mudah mengalami kematian. Untuk mengurangi stres maka diusahakan agar selama pengangkutan ikan melakukan gerakan seminimal mungkin. Caranya adalah dengan menurunkan suhu air angkut atau memberikan obat bius pada ikan.


(34)

Penggunaan obat bius dapat diterapkan wadah terbuka atau tertutup (Kordi, 2005).

Usaha pembenihan menjadi suatu usaha yang lebih menarik karena mempunyai beberapa kelebihan antara lain sebagai berikut. 1. Kegiatan usaha budi daya ikan tidak terlepas dari kegiatan

pengadaan benih dan disebut sebagai pangkal kegiatan.

2. Sekarang ini untuk mendapatkan benih ikan dengan melakukan penangkapan di alam sudah tidak semudah dahulu. Populasi ikan dan benih di perairan sudah mulai berkurang karena terjadi penangkapan yang berlebih (overfishing), ditambah dengan gangguan lingkungan atau polusi. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan benih bagi kegiatan pembesaran perlu dilakukan upaya produksi benih.

3. Usaha pembenihan dalam penjualan benih memiliki resiko tidak terlalu besar. Seandainya benih yang dihasilkan tidak sempat terjual sesuai jadwal/waktunya, maka penjualan dapat ditunda. Berbeda dengan usaha pembesaran, penundaan penjualan berarti kerugian di pihak produsen.

4. Siklus atau periode usaha pembenihan ikan relatif lebih pendek dibandingkan dengan melakukan pembesaran ikan. Usaha pembenihan ikan mempunyai masa siklus bervariasi dari hanya empat hari (produksi larva) sampai dengan dua bulan (produksi fingerling atau gelondongan). Dengan masa siklus yang pendek ini perputaran uang akan semakin cepat.

5. Kegiatan usaha pembenihan tidak memerluakan areal usaha yang luas, terlebih bila hanya menginginkan produksi telur atau larva. Dengan demikian biaya investasi yang diperlukan tidak tinggi. Usaha pembenihan dapat dilakukan dalam skala kecil bila memilih pembenihan dalam tahap larva (Hernowo, 2001).

2.2. Evaluasi Kelayakan Usaha Pembenihan Ikan Patin

Evaluasi kelayakan usaha merupakan suatu usaha untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan pelaksanaan proyek, apakah proyek tersebut


(35)

berjalan sesuai rencana dan akan memberikan hasil seperti yang diharapkan. Evaluasi usaha/proyek adalah salah satu kegiatan yang menilai dan memilih dari bermacam-macam investasi yang mungkin untuk dikembangkan sesuai dengan kemampuan dari investasi yang dimiliki (Ibrahim, 2003).

2.2.1 Batasan

Layaknya gagasan usaha dalam sebuah studi kelayakan bisnis, apabila kegiatan usaha yang dijalankan berdasarkan kegiatan yang telah diatur dalam studi kelayakan dan dalam keadaan ini tidak menjamin kegiatan usaha apabila tidak dikerjkan selaras dengan kegiatan yang telah diatur dalam sebuah studi kelayakan. Dilihat dari segia evaluasi usaha sebenarnya tidak jauh berberda dengan studi kelayakan bisnis. Bila studi kelayakan bisnis menilai kegiatan usaha yang akan dikerjakan, sedangkan evaluasi usaha menilai kegiatan usaha yang sedang atau sudah dikerjakan.

Penilaian yang dilakukan dengan studi kelayakan bisnis, orientasinya lebih bersifat mikro dan penilaian yang dilakukan melalui evaluasi usaha lebih bersifat makro, karena melihat dampak usaha terhadap masyarakat secara keseluruhan. Baik studi kelayakan maupun evaluasi usaha sama-sama bertujuan untuk menilai kelayakan suatu gagasan usaha dan hasil dari penilaian ini merupakan suatu pertimbangan apakah usaha tersebut diterima atau ditolak. Perbedaan kedua analisis ini dapat dilihat dari segi ruang lingkup pembahasan serta metode penilaian yang dilakukan. (Ibrahin, 2003).

2.2.2 Aspek Pasar dan Pemasaran

Analisis aspek pasar dan pemasaran bertujuan untuk memahami berapa besar potensi pasar yang tersedia, mengetahui berapa luas pasar, bagaimana jumlah permintaan terhadap produk, dan kondisi persaingan. Aspek pemasaran bertanggung jawab dalam menentukan ciri-ciri pasar yang akan dipilih. Analisis kelayakan dari aspek ini yang utama adalah dalam hal:


(36)

2. Kajian untuk mengetahui konsumen potensial, seperti perihal sikap, perilaku, serta kepuasan mereka atas produk.

3. Menentukan strategi, kebijakan, dan program pemasaran yang akan dilaksanakan (Umar, 2005).

Aspek pasar dan strategi pemasaran dalam studi rancangan usaha menempati posisi yang penting, karena sebagai titik tolak penilaian apakah suatu usaha akan dapat berkembang, tetap seperti saat didirikan, atau bahkan cenderung akan mengalami penurunan. Pada tahap ini besarnya permintaan produk serta kecenderungan perkembangan permintaan yang akan datang selama usaha yang dijalankan perlu dianalisis dengan cermat. Tanpa perkiraan jumlah permintaan produk yang cermat dikemudian hari usaha dapat terancam yang disebabkan karena kekurangan atau kelebihan permintaan. Tidak sedikit suatu usaha yang berjalan tersendat-sendat hanya karena permintaan produknya jauh lebih kecil dari perkiraan, ataupun karena sebelum mengembangkan usaha tidak dilakukan analisis perkiraan permintaan. Kekurangan permintaan produk mengakibatkan mesin dan peralatan bekerja di bawah kapasitas, jumlah karyawan yang berlebihan, organisasi perusahaan tidak sepadan sehingga beban biaya menjadi berat. Oleh karena itu, maka analisis aspek pasar dan strategi pemasaran dalam studi rancangan usaha agribisnis menjadi sangat penting untuk dilakukan.

2.2.3 Aspek Legal

Analisis aspek legal untuk memahami berapa besar potensi pasar yang tersedia, mengetahui berapa luas pasar, bagaimana jumlah permintaan terhadap produk dan kondisi persaingan. Guna untuk mendorong pertumbuhan dan pengembangan usaha perikanan di Kabupaten Bogor perlu diambil langkah-langkah melalui penataan di bidang perizinan. Salah satu langkah menciptakan iklim usaha yang kondusif adalah dengan memberikan ketetapan dalam memperoleh izin usaha melalui mekanisme dan prosedur yang dapat menjamin kepastian berusaha selaras dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999


(37)

tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai daerah otonomi.

Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 8 Tahun 2003 tentang izin Usaha Perikanan Rakyat adalah sebagai berikut.

1. Izin Usaha Perikanan Jenis izin berupa:

a. Izin usaha budidaya ikan di perairan umum b. Izin usaha budidaya ikan di kolam air tenang c. Izin usha budidaya ikan di kolam air deras d. Izin usaha budidaya ikan hias

e. Izin usaha penampungan ikan 2. Skala pemilikan wajib izin

a. Izin usaha budidaya ikan di perairan umum

1) Keramba jarring apung lebih dari 4 unit, dengan ukuran (7 x 7 x 2.5)m3 per unit.

2) Keramba lebih dari 50 buah dengan ukuran (4 x 2) m2/buah b. Izin usaha budidaya ikan di kolam air tenang

1) Kolam air tenang dengan areal lahan lebih dari 2 Ha

2) Pembenihan ikan (seperti: ikan mas, lele, tawes dan nila) dengan produksi lebih dari 1.2 juta benih ikan/bulan

3) Pembenihan ikan seperti ikan tukik labia-labi, percil kodok, patin dan gurame dengan produksi diatas 500.000 ekor benih/bulan

c. Izin usaha budidaya ikan di kolam air deras

Kolam air deras lebih dari 5 unit, masing-masing unit berukuran 100 m2.

d. Izin usaha budidaya ikan hias

Pembenihan ikan hias dengan produksi diatas 500.000 ekor benih ikan/bulan.

e. Izin penampungan ikan 1) Ikan hias > 500.000 ekor


(38)

2) Ikan konsumsi luas > 100 m2 2.2.4 Aspek Teknis

Aspek teknis akan mengungkapkan kebutuhan apa saja yang diperlukan dan bagaimana secara teknis proses produksi akan dilaksanakan. Pada aspek teknis dipaparkan beberapa faktor, yaitu penentu keputusan produksi, tata letak pabrik, serta pemilihan mesin, peralatan dan teknologi untuk produksi (Umar, 2005).

Menurut Kasmir dan Jakfar (2003), hal-hal yang perlu diperhatikan dalam aspek teknis adalah masalah penentuan lokasi, luas produksi, tata letak, penyusunan peralatan pabrik dan proses produksinya termasuk pemilihan teknologi. Kelengkapan kajian aspek teknis sangat tergantung dari jenis usaha yang dijalankan, karena setiap jenis usaha memiliki prioritas tersendiri. Jadi analisis dalam aspek teknis adalah menilai kesiapan perusahaan dalam menjalankan usahanya dengan menilai ketepatan lokasi, luas produksi, dan tata letak serta kesiagaan mesin-mesin yang akan digunakan.

2.2.5 Aspek Manajemen dan Organisasi

Aspek manajemen dan organisasi merupakan aspek yang cukup penting dianalisis untuk kelayakan suatu usaha karena walaupun suatu usaha telah dinyatakan layak, tanpa didukung dengan manajemen dan organisasi yang baik, bukan tidak mungkin akan mengalami kegagalan. Baik menyengkut masalah SDM maupun menyangkut rencana perusahaan secara keseluruhan haruslah disusun sesuai dengan tujuan perusahaan. Tujuan perusahaan akan lebih mudah tercapai apabila memenuhi kaidah-kaidah atau tahapan dalam proses manajemen (Kasmir dan Jakfar, 2003).

2.2.6 Aspek Finansial

Aspek finansial bertujuan untuk menghitung kebutuhan dana, baik kebutuhan dana untuk modal kerja. Dari sisi finansial, proyek bisnis dikatakan sehat apabila dapat memberikan keuntungan yang layak dan mampu memenuhi kewajiban finansialnya (Umar, 2005).


(39)

Menurut Ibrahim (2003) biaya investasi adalah biaya yang diperlukan dalam pembangunan usaha, terdiri dari pengadaan tanah, gedung, mesin, peralatan, biaya pemasangan, biaya studi kelayakan dan biaya lainnya yang berhubungan dengan pembangunan proyek.

Modal kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk membiayai kegiatan usaha setelah pembangunan usaha siap, terdiri dari biaya tetap, dan biaya tidak tetap. Selain biaya investasi dan modal kerja, yang perlu diperhatikan juga dalam aspek finansial adalah sumber modal, proses perputaran uang, break even point, dan analisis dampak usaha terhadap perekonomian masyarakat secara keseluruhan.

Pada umumnya ada enam kriteria yang digunakan dalam penilaian aspek finansial, yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return

(IRR), Benefit Cost Ratio (BCR), Break Even Point (BEP), Payback

Period (PBP), dan analisis sensitivitas.

2.3. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai referensi data adalah skripsi dari Dewi (2008), yang meneliti tentang Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Benih Padi Bersertifikat (Studi Kasus PT Citra Agro Indonesia, Ponorogo). Penelitian tersebut menjelaskan mengenai tingkat kelayakan dan nilai tambah yang diciptakan dalam usaha pengembangan benih padi bersertifikat. Hasil penelitian tersebut adalah Usaha Benih Padi Bersertifikat (UBPB) layak untuk didirikan dilihat dari beberapa aspek, yakni aspek pasar dan pemasaran, aspek teknik dan teknologi, aspek yuridis, aspek manajemen, dan aspek finansial. Kriteria kelayakan investasi yang dihitung adalah payback period, NPV, IRR, PI atau Net B/C, dan BEP.

Widiastuti (2008) dalam penelitiannya tentang Studi Kelayakan Usaha Pupuk Organik Cair (Kasus PT Mulyo Tani Salatiga-Jawa Tengah) menganalisis kelayakan usaha dalam aspek pasar, aspek teknik, aspek manajemen, aspek sumber daya manusia, aspek dampak usaha, dan aspek keuangan. Metode yang digunakan adalah dengan menghitung jumlah NPV, IRR, Net B/C, PBP, dan BEP. Hasil perhitungan finansial adalah PT Mulyo Tani layak untuk dijalankan.


(40)

Selain itu, hasil penelitian lain yang dijadikan referensi yaitu hasil penelitian dari Bukit (2007), yang meneliti tentang Studi Kelayakan Usaha Ikan Patin di Kabupaten Bogor (Kasus Pembenihan di Kecamatan Ciampea dan Pembesaran di Kecamatan Kemang). Metode yang digunakan dengan menghitung nilai NPV, IRR, Net B/C, dan PP. Hasil perhitungan finansial adalah usaha pembenihan dan pembesaran patin layak untuk dijalankan. Nilai kriteria investasi pada pembenihan lebih besar daripada pembesaran.


(41)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

Studi kelayakan merupakan bahan pertimbangan dalam mengambil suatu keputusan dengan menerima atau menolak suatu gagasan usaha yang direncanakan. Dilihat dari segi perbankan dan lembaga keuangan lainnya, dengan adanya studi kelayakan dapat diketahui sampai seberapa jauh gagasan usaha yang akan dilaksanakan mampu menutupi kewajiban-kewajiban. Bagi penanam modal studi kelayakan merupakan gambaran untuk mengetahui jaminan keselamatan dari modal yang di tanam dan mempengaruhi pengambilan keputusan terhadap penanaman investasi (Ibrahim, 2003).

Menurut Umar (2005) studi kelayakan bermanfaat bagi pihak pemerintah dan masyarakat untuk melihat kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah secara langsung maupun tidak langsung. Selain itu, penyusunan studi kelayakan perlu dianalisis manfaat yang akan didapat dan biaya yang ditimbulkan oleh usaha terhadap perekonomian nasional.

Menurut Husnan dan Suwarsono (2000) analisis kelayakan memberikan manfaat sebagai berikut.

1. Manfaat ekonomi bagi usaha itu sendiri/ manfaat finansial. Artinya adalah untuk melihat apakah usaha tersebut cukup menguntungkan bila dibandingkan dengan resiko usaha.

2. Manfaat ekonomi bagi negara tempat usaha tersebut dilaksanakan dengan menunjukkan manfaat usaha tersebut bagi ekonomi makro suatu negara. 3. Manfaat sosial usaha bagi masyarakat di sekitar proyek.

Dalam studi kelayakan pembenihan ikan patin terdapat komponen-komponen penyusun yang dikaji, yaitu teknis, organisasi, sosial, pasar, dan finansial (Gambar 2) . Proses analisis setiap komponen saling berkaitan antara satu komponen dengan komponen yan lain sehingga hasil analisis menjadi terintegrasi. Organisasi usaha pembenihan ikan patin memiliki biaya yaitu biaya umum sebagai modal kerja. Aspek teknis berhubungan dengan input

berupa barang-barang dan jasa yang merupakan bentuk dari biaya bagi usaha, biaya dalam hal ini berfungsi sebagai biaya investasi dan juga sebagai biaya


(42)

modal kerja. Kemudian juga berhubungan dengan output yakni produksi berupa benih ikan patin, dalam hal ini produksi berkaitan erat dengan jumlah produksi dan mutu produksi dari output yang dihasilkan. Jumlah produksi dan mutu produksi akan mempengaruhi sensitivitas dari usaha pembenihan ikan patin karena jumlah dan mutu benih yang dihasilkan bisa berubah-ubah. Sensitivitas yang dilakukan adalah seberapa besar jumlah benih yang bisa dihasilkan sampai usaha pembenihan ikan patin mempunyai keuntungan normal.

Aspek pasar juga ditentukan oleh produksi dan harga, dalam hal ini produksi berkaitan erat dengan mutu produksi yang dapat mempengaruhi harga dalam pasar. Jumlah biaya produksi benih akan mempengaruhi harga benih. Sensitivitas yang dilakukan adalah seberapa besar harga benih yang bisa dipertahankan oleh petani benih ikan patin sampai usaha pembenihan ikan patin mempunyai keuntungan normal.

Sub komponen yang berasal dari komponen kelayakan usaha yaitu investasi, modal kerja, jumlah produksi, mutu produski dan harga satu sama lain memiliki hubungan. Investasi dibutuhkan sebagai modal kerja usaha pembenihan. Modal kerja tersebut digunakan untuk kegiatan produksi sehingga dihasilkan jumlah produksi benih ikan sesuai dengan mutu produk yang diinginkan dan akan mempengaruhi dalam penentuan harga. Sensitivitas yang dilakukan adalah seberapa besar kenaikan biaya modal kerja yang akan mengakibatkan usaha pembenihan ikan patin memperoleh keuntungan normal. Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui tingkat kepekaan kegiatan pembenihan ikan patin terhadap keadaan yang berubah-ubah. Hasil sensitivitas akan mempengaruhi nilai kriteria investasi usaha. Perhitungan aspek finansial bertujuan untuk menguji kelayakan usaha yakni dengan menggunakan kriteria investasi, yaitu PBP, NPV, IRR, BCR, dan BEP. Nilai dari kriteria investasi tersebut akan menunjukkan seberapa besar kelayakan untuk menjalankan usaha pembenihan ikan patin.


(43)

PBP IRR BCR

Umpan balik Usaha Pembenihan Ikan Patin

Sensitivitas

Organisasi Usaha Pasar

Biaya Umum

Teknis

Produksi Biaya

Mutu Jumlah

Modal Kerja

Investasi Harga

BEP NPV

Kelayakan

Gambar 2. Kerangka Pemikiran

Keterangan:

PBP = Payback Period

NPV = Net Present Value

IRR = Internal Rate of Return

BCR = Benefit Cost Ratio


(44)

3.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari observasi lapangan dan wawancara dengan petani ikan patin, yakni Syaiful Anwar, S.Ag. Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi yang terkait seperti Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, Unit Pelaksana Teknis Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, Perpustakaan Institut Pertanian Bogor (IPB), penelusuran melalui internet, buku dan literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian. 3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Pemilihan data contoh yang berasal dari petani ikan patin dilakukan secara purposive, yaitu pengambilan responden yang ditemui di lokasi secara disengaja dengan persyaratan yang dikehendaki, yakni sesuai dengan kriteria yang sesuai dengan penelitian. Menurut Mardalis (2004), purposive sampel adalah cara memperoleh sampel yang dilakukan dengan cara sengaja dan dengan menggunakan perencanaan tertentu. Pengumpulan data yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan usaha pembenihan ikan patin dilakukan dengan mewawancarai pemilik Alma Fish Farm. Waktu penelitian berlangsung selama dua bulan yang dimulai dari bulan Oktober sampai dengan bulan Desember 2010.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dikarenakan didaerah tersebut terdapat beberapa petani ikan patin yang sudah lama bergerak di kegiatan usaha budidaya ikan patin. Penelitian ini akan difokuskan pada Alma Fish Farm.

3.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang aspek-aspek budidaya ikan patin yang dilakukan yaitu meliputi analisis aspek


(1)

92.190.525

35%

2,17

3,15

370.023.360

1.946.422

BCR

PBP

BEP (Rp)

BEP (Q)

NPV

IRR

Lampiran 17. Cashflow Kenaikan Harga Pakan Benih Ikan Patin sebesar 50 Persen pada Alma Fish Farm

0

1

2

3

4

5

6

120.000.000

132.300.000

145.860.750

160.811.477

177.294.653

195.467.355

1.200.000

300.000

300.000

120.000.000

132.300.000

145.860.750

162.011.477

177.594.653

195.767.355

1

78.767.000

4.962.000

1.287.000

2.302.000

4.487.000

1.762.000

17.567.000

2

-

89.840.000

95.210.450

101.108.691

107.587.688

114.705.777

122.527.216

78.767.000

94.802.000

96.497.450

103.410.691

112.074.688

116.467.777

140.094.216

C

(78.767.000)

25.198.000

35.802.550

42.450.059

49.936.789

61.126.876

55.673.139

3.779.700

5.370.383

6.367.509

7.490.518

9.169.031

8.350.971

D

(78.767.000)

21.418.300

30.432.168

36.082.550

42.446.271

51.957.845

47.322.168

E

1,000

0,926

0,857

0,794

0,735

0,681

0,630

F

(78.767.000)

19.833.346

26.080.368

28.649.545

31.198.009

35.383.292

29.812.966

PENGELUARAN

Biaya Investasi

Biaya Operasional

Total Biaya

Tahun Analisis

A

Keuntungan Kotor

PPh (15%)

Keuntungan Bersih

Discount Factor (8%)

PV Net Benefit

No

B

Item

Penjualan benih patin

PENERIMAAN

Penjualan induk patin

Total Penerimaan


(2)

3 2 74.563.258

45.913.713

28.649.545

78.767.000

PBP

NBP = ( PV Net Benefit pd saat melebihi TI)

PBP = (ThP-1) + (Jml TI - Jml Kumulatif NB P-1) / NB P Jml TI = Total Investasi

3,15 Jml Kumulatif NBi P-1 =

Perhitungan Payback Period ( = PBP ) :

P = Th dimana kumulatif NB melebihi Total Investasi ThP-1 = Th sebelum PBP

Jml Kumulatif NB P =

Lampiran 18. Perhitungan PBP Kenaikan Harga Pakan Benih Ikan Patin sebesar 50 Persen pada Alma Fish Farm

0 1 2 3 4 5 6

1 Biaya Operasional 89.840.000 95.210.450 101.108.691 107.587.688 114.705.777 122.527.216 2 Total Biaya 78.767.000 94.802.000 96.497.450 103.410.691 112.074.688 116.467.777 140.094.216 3 Pajak (10%) 3.779.700 5.370.383 6.367.509 7.490.518 9.169.031 8.350.971 4 Total Biaya+Pajak 78.767.000 98.581.700 101.867.833 109.778.200 119.565.206 125.636.809 148.445.187 5 Penerimaan Kotor 120.000.000 132.300.000 145.860.750 160.811.477 177.294.653 195.467.355 6 Discount Factor 1,000 0,926 0,857 0,794 0,735 0,681 0,630

7 PV dari Biaya Oprasional 83.191.840 81.595.356 80.280.301 79.076.951 78.114.634 77.192.146 406.753.545 8 PV dari Total Biaya 78.767.000 87.786.652 82.698.315 82.108.089 82.374.896 79.314.556 88.259.356 497.807.981 9 PV dari Total Biaya+Pajak 78.767.000 91.286.654 87.300.732 87.163.891 87.880.427 85.558.667 93.520.468 533.085.973 10 PV dari Penerimaan Kotor 111.120.000 113.381.100 115.813.436 118.196.436 120.737.659 123.144.434 652.952.295 11 Jml Kumltf PV Pen. Kotor 111.120.000 224.501.100 340.314.536 458.510.971 579.248.630 702.393.064

12 PV Net Benefit (78.767.000) 19.833.346 26.080.368 28.649.545 31.198.009 35.383.292 29.812.966 121.141.622 13 Jml Kumltf PV Net Benefit 19.833.346 45.913.713 74.563.258 105.761.267 141.144.559 170.957.525


(3)

Lampiran 19. Perhitungan BEP Kenaikan Harga Pakan Benih Ikan Patin sebesar 50 Persen pada Alma Fish Farm

1 2 3 4 5 6

1 33.020.000 33.020.000 33.020.000 33.020.000 33.020.000 33.020.000 198.120.000

2 56.820.000 62.190.450 68.088.691 74.567.688 81.685.777 89.507.216 432.859.822

3 120.000.000 132.300.000 145.860.750 160.811.477 177.294.653 195.467.355 931.734.235

4 60 63 66 69 73 77 68

5 300.000 315.000 330.750 347.288 364.652 382.884 2.040.574

6 189 197 206 215 224 234 165

7 62.716.049 62.310.284 61.928.693 61.569.593 61.231.443 60.912.831 370.023.360

8 BEP (Q) = BT / ( V-P ) 255.178 245.630 236.344 227.321 218.560 210.059 1.946.422

Total BT Total BTT Penerimaan (S) Harga Jual Produk (P) Kapasitas

BTT/Kapasitas (V)

BEP (Rp) = BT / (1 - (BTT / S )

NO URAIAN TAHUN ANALISIS BEP


(4)

0

8%

1,00

6,00

385.872.999

1.946.422

BCR

PBP

BEP (Rp)

BEP (Q)

NPV

IRR

Lampiran 20. Cashflow Kenaikan Tingkat Kematian Benih Ikan Patin sebesar 25,79 Persen pada Alma Fish Farm

0

1

2

3

4

5

6

89.050.300

98.177.955

108.241.196

119.335.918

131.567.850

145.053.555

1.200.000

300.000

300.000

89.050.300

98.177.955

108.241.196

120.535.918

131.867.850

145.353.555

1

78.767.000

4.962.000

1.287.000

2.302.000

4.487.000

1.762.000

17.567.000

2

-

77.420.000

81.517.400

86.012.104

90.943.700

96.355.781

102.296.345

78.767.000

82.382.000

82.804.400

88.314.104

95.430.700

98.117.781

119.863.345

C

(78.767.000)

6.668.300

15.373.555

19.927.092

25.105.218

33.750.069

25.490.210

1.000.245

2.306.033

2.989.064

3.765.783

5.062.510

3.823.532

D

(78.767.000)

5.668.055

13.067.522

16.938.029

21.339.436

28.687.559

21.666.679

E

1,000

0,926

0,857

0,794

0,735

0,681

0,630

F

(78.767.000)

5.248.619

11.198.866

13.448.795

15.684.485

19.536.228

13.650.008

PENGELUARAN

Biaya Investasi

Biaya Operasional

Total Biaya

Tahun Analisis

A

Keuntungan Kotor

PPh (15%)

Keuntungan Bersih

Discount Factor (8%)

PV Net Benefit

No

B

Item

Penjualan benih patin

PENERIMAAN

Penjualan induk patin

Total Penerimaan


(5)

6 5 78.767.000

65.116.993

13.650.008

78.767.000

PBP

NBP = ( PV Net Benefit pd saat melebihi TI)

PBP = (ThP-1) + (Jml TI - Jml Kumulatif NB P-1) / NB P Jml TI = Total Investasi

6,00 Jml Kumulatif NBi P-1 =

Perhitungan Payback Period ( = PBP ) :

P = Th dimana kumulatif NB melebihi Total Investasi ThP-1 = Th sebelum PBP

Jml Kumulatif NB P =

Lampiran 21. Perhitungan PBP Kenaikan Tingkat Kematian Benih Ikan Patin sebesar 25,79 Persen pada Alma Fish Farm

0 1 2 3 4 5 6

1 Biaya Operasional 77.420.000 81.517.400 86.012.104 90.943.700 96.355.781 102.296.345 2 Total Biaya 78.767.000 82.382.000 82.804.400 88.314.104 95.430.700 98.117.781 119.863.345 3 Pajak (10%) 1.000.245 2.306.033 2.989.064 3.765.783 5.062.510 3.823.532 4 Total Biaya+Pajak 78.767.000 83.382.245 85.110.433 91.303.167 99.196.483 103.180.291 123.686.876 5 Penerimaan Kotor 89.050.300 98.177.955 108.241.196 119.335.918 131.567.850 145.053.555 6 Discount Factor 1,000 0,926 0,857 0,794 0,735 0,681 0,630

7 PV dari Biaya Oprasional 71.690.920 69.860.412 68.293.610 66.843.620 65.618.287 64.446.697 406.753.545 8 PV dari Total Biaya 78.767.000 76.285.732 70.963.371 70.121.398 70.141.565 66.818.209 75.513.907 497.807.981 9 PV dari Total Biaya+Pajak 78.767.000 77.211.959 72.939.641 72.494.715 72.909.415 70.265.778 77.922.732 533.085.973 10 PV dari Penerimaan Kotor 82.460.578 84.138.508 85.943.510 87.711.900 89.597.706 91.383.739 652.952.295 11 Jml Kumltf PV Pen. Kotor 82.460.578 166.599.085 252.542.595 340.254.495 429.852.201 521.235.940

12 PV Net Benefit (78.767.000) 5.248.619 11.198.866 13.448.795 15.684.485 19.536.228 13.650.008 121.141.622 13 Jml Kumltf PV Net Benefit 5.248.619 16.447.485 29.896.280 45.580.765 65.116.993 78.767.000

NO URAIAN TAHUN ANALISIS PV


(6)

Lampiran 22. Perhitungan BEP Kenaikan Tingkat Kematian Benih Ikan Patin sebesar 25,79 Persen pada Alma Fish Farm

1 2 3 4 5 6

1 33.020.000 33.020.000 33.020.000 33.020.000 33.020.000 33.020.000 198.120.000

2 44.400.000 48.497.400 52.992.104 57.923.700 63.335.781 69.276.345 336.425.329

3 89.050.300 98.177.955 108.241.196 119.335.918 131.567.850 145.053.555 691.426.774

4 60 63 66 69 73 77 68

5 300.000 315.000 330.750 347.288 364.652 382.884 2.040.574

6 148 154 160 167 174 181 165

7 65.854.897 65.253.620 64.691.095 64.164.300 63.670.506 63.207.241 385.872.999

8 BEP (Q) = BT / ( V-P ) 375.227 363.017 351.023 339.253 327.716 316.417 1.946.422

Total BT Total BTT Penerimaan (S) Harga Jual Produk (P) Kapasitas

BTT/Kapasitas (V)

BEP (Rp) = BT / (1 - (BTT / S )

NO URAIAN TAHUN ANALISIS BEP