Analisis kelayakan usaha pembenihan Lele Sangkuriang di kecamatan Megamendung kabupaten Bogor

(1)

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN LELE

SANGKURIANG DI KECAMATAN MEGAMENDUNG

KABUPATEN BOGOR

LUTHFI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015


(2)

(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kelayakan Usaha Pembenihan Lele Sangkuriang di Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015

LUTHFI H34104053


(4)

LUTHFI. Analisis Kelayakan Usaha Pembenihan Lele Sangkuriang di Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh POPONG NURHAYATI.

Usaha pembenihan lele sangkuriang adalah salah satu usaha yang dijalankan oleh Abah Nasrudin di Kabupaten Bogor. Penurunan produksi benih yang terjadi mempengaruhi keuntungan yang diperoleh. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis kelayakan berdasarkan aspek finansial dan non finansial pada usaha pembenihan lele sangkuriang serta menghitung seberapa sensitif terpengaruh terhadap peningkatan biaya pakan dan penurunan jumlah produksi benih, sehingga dapat diantisipasi segera saat kondisi ini terjadi. Baik secara finansial maupun non finansial usaha ini dikatakan layak dijalankan. Pengaruh terhadap penurunan jumlah produksi benih sebesar 36,74% lebih besar dibandingkan dengan peningkatan biaya pakan sebesar 188,91% agar usaha ini dapat layak dijalankan. Oleh karena itu, kontinuitas produksi benih harus dijaga.

Kata Kunci : Lele Sangkuriang, aspek finansial, aspek non finansial, sensitif

ABSTRACT

LUTHFI. Feasibility Analysis On Catfish Hatchery Business District of Megamendung Sangkuriang Bogor Regency. Supervised by POPONG NURHAYATI.

Sangkuriang catfish hatchery operations is one of the business carried on by Abah Nasrudin in Bogor. The decline in seed production occurs affect profits. This study was conducted to analyze the aspects that affect the feasibility and calculate how sensitive affected to increased feed costs and a decrease in the amount of seed production, so it can be anticipated immediately when this condition occurs. Aspects that influence include financial and non-financial aspects. Both financial and non-financial business is said to be viable. Influence on the decrease in the number of seed production by 36,74% greater than the increase in feed costs by 188,91% that this measure can be eligible to run. Therefore, seed production continuity must be maintained.


(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah: dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(6)

(7)

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN LELE

SANGKURIANG DI KECAMATAN MEGAMENDUNG

KABUPATEN BOGOR

LUTHFI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agrbisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(8)

(9)

(10)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak – ini ialah Analisis Kelayakan Usaha Pembenihan Lele Sangkuriang di Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ir. Popong Nurhayati, MM selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Abah Nasrudin selaku pengelola usaha pembenihan lele sangkuriang dan – yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2015


(11)

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL v

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 7

Tujuan Penulisan 8

Manfaat Penelitian 8

Ruang Lingkup Penelitian 8

TINJAUAN PUSTAKA 9

Gambaran Umum Lele Sangkuriang 9

Penelitian Terdahulu 12

KERANGKA PEMIKIRAN 13

Kerangka Pemikiran Teoritis 13

Kerangka Pemikiran Operasional 17

METODE PENELITIAN 19

Lokasi dan Waktu 20

Jenis dan Sumber Data 20

Metode Pengambilan Data 20

Metode Pengolahan Data dan Analisis Data 20

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26

Kondisi Geografis 26

Keragaan Umum Usaha 26

HASIL DAN PEMBAHASAN 27

Aspek Non Finansial 27

Apek Finansial 37

SIMPULAN DAN SARAN 45

Simpulan 45

Saran 45

DAFTAR PUSTAKA 45

LAMPIRAN 47

DAFTAR TABEL

1 Produk Domestik Bruto (PDB) pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan (atas dasar harga berlaku) tahun 2009 -2012 (dalam miliar

rupiah) 2

2 Perkembangan produksi perikanan tahun 2007-2011 (dalam juta) 2

3 Nilai gizi ikan budidaya menurut komoditas utama (persen) 3

4 Pencapaian produksi perikanan di kabupaten Bogor tahun 2010 4


(12)

8 Ciri-ciri induk jantan dan betina siap pijah 31

9 Jenis pakan untuk benih lele sangkuriang 33

10 Jenis dan ukurran kolam usaha pembenihan lele sangkuriang 35

11 Penerimaan usaha pembenihan lele sangkuriang dalam satu tahun 37

12 Nilai sisa investasi usaha pembenihan lele sangkuriang 38

13 Biaya investasi usaha pembenihan lele sangkuriang 39

14 Biaya tetap usaha pembenihan lele sangkuriang 40

15 Biaya variabel usaha pembenihan lele sangkuriang 41

16 Analisis finansial usaha pembenihan lele sangkuriang 43

17 Analisis switching value usaha pembenihan lele sangkuriang 44

DAFTAR GAMBAR

1 Hubungan antara NPV dan IRR 17

2 Kerangka pemikiran operasional 19

3 Produksi lele sangkuriang Abah Nasrudin 27

4 Saluran pemasaran 28

5 Lele betina dan lele jantan 31

6 Kolam yang sudah dipasang kakaban 32

7 Proses penetasan dan pemeliharaan larva 33

8 Hubungan antara NPV dan IRR usaha pembenihan 43

DAFTAR LAMPIRAN

1 Rencana pola usaha pembenihan lele sangkuriang 47

2 Layout kolam pembenihan lele sangkuriang Abah Nasrudin 48

3 Rincian biaya penyusutan investasi 49

4 Proyeksi laba rugi usaha pembenihan lele sangkuriang 50

5 Proyeksi arus kas (cash flow) usaha pembenihan lele sangkuriang 52 6 Analisis switching value penurunan jumlah produksi benih lele

sangkuriang sebesar 36,74% 54

7 Analisis switching value peningkatan harga pakan benih lele

sangkuriang sebesar 188,91% 56


(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan sebagai sumber makanan protein hewani berfungsi untuk memperbaiki jaringan yang rusak dari dalam tubuh dan membangun jaringan baru. Fungsi ini mempengaruhi tingkat konsumsi ikan dunia yang diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan peningkatan kesejahteraan dan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya protein dan nilai gizi yang terkandung dari produk perikanan bagi kesehatan dan kecerdasan otak. Docosa Hexaenoicacid (DHA) adalah salah satu komponen gizi yang diduga berperan dalam peningkatan kecerdasan (Warta Pasarikan, 2010)1. Jika dibandingkan dengan Negara yang sudah maju seperti Jepang, konsumsi ikan mereka mencapai 110 kg per orang per tahun tertinggal berbanding jauh dengan Indonesia yang baru mencapai 24 kg per orang per tahun.

Pembangunan dalam sektor perikanan Indonesia sampai saat ini dapat dikatakan berhasil. Adapun keberhasilan ini dapat dilihat dari nilai pendapatan yang diperoleh masyarakat meningkat, terjadinya peningkatan penyerapan jumlah serta pertumbuhan ekonomi nasional untuk sektor perikanan sebesar 5,7%. Sektor perikanan di Indonesia memegang peranan yang cukup besar yang terlihat dari data Produk Domestik Bruto (PDB) untuk produk pertanianpada Tabel 1.

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa pada tahun 2009 pencapaian nilai PDB untuk sektor perikanan menyumbangkan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar Rp 176.620,00 miliar terus mengalami peningkatan dari tahun 2009 sampai tahun 2012 menjadisebesar Rp 255.332.30 miliar. Berdasarkan angka tersebut kenaikan rata-rata setiap tahunnya sektor perikanan menyumbang PDB sebesar13,07%.

Oleh karena itu, usaha dalam sektor pertanian ataupun yang berbasis alam ini masih sangat berperan penting dalam pertumbuhan perekonomian di Indonesia. Peluangnya pun masih terbuka untuk mereka yang sedang melakukan pengembangan usaha. Mengingat komoditas dari sektor perikanan ini merupakan produk yang paling banyak digunakan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari mereka. Bahkan dengan berbasis hanya pada sumber daya alam yang tersedia tanpa mengandalkan pinjaman dari luar, pengusaha kecil dan menengah di bidang agribisnis ini masih dapat bersaing di pasar.

1

Warta Pasar Ikan. http://www.wpi.kkp.go.id/epaper/wpi0410/pages/wpi_april10.pdf. Gemarikan Masa Depan Bangsa. Diakses pada tanggal 18 November 2012.


(14)

Tabel 1 Produk Domestik Bruto (PDB) pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan (atas dasar harga berlaku) tahun 2009 -2012 (dalam miliar rupiah)

Lapangan Usaha

Tahun Kenaikan

Rata-rata (%)

2009 2010 2011 (*) 2012 (**)

Pertanian, Peternakan, Kehutanan, Perikanan 857.196,80 985.470,50 1.091.447,30

1.190.412,40 11,60 a. Tanaman Bahan

Makanan 419.194,80 482.377,10 529.968,00

574.330,00 11,10 b. Tanaman Perkebunan

111.378,50 136.048,50 153.709,30

159.753,90 13,02 c. Peternakan dan

Hasil-hasilnya 104.883,90 119.371,70 129.297,70

146.089,70 11,71 d. Kehutanan 45.119,60 48.289,80 51.781,30

54.906,50 6,76

e. Perikanan 176.620,00 199.383,40 226.691,00

255.332,30 13,07 Sumber : BPS, 2013

Prospek usaha di bidang perikanan di Indonesia dapat dilihat dari perkembangan produksi. Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa perkembangan produksi perikanan budidaya kolam mengalami peningkatan yang cukup baik. Pada tahun 2007 yang hanya sebesar 410 juta dan di tahun 2011 mencapai 1.127 juta. Dalam persentase rata-rata kenaikan jumlah ini sebesar 63,62 persen. Oleh karena itu, prospek untuk usaha perikanan budidaya kolam masih dapat terus berkembang.

Tabel 2 Perkembangan produksi perikanan tahun 2007-2011 (dalam juta)

Rincian Subsektor Tahun

2007 2008 2009 2010 2011

Perikanan Budidaya

Budidaya Laut 1.509 1.966 2.820 3.515 4.606

Tambak 934 960 907 1.416 1.603

Kolam 410 479 554 820 1.127

Karamba 64 76 102 121 131

Jaring Apung 191 263 239 309 375

Sawah 85 112 87 97 86

Jumlah Perikanan Budidaya 3.193 3.855 4.709 6.278 7.929

Perikanan Tangkap

Perikanan Laut 4.734 4.702 4.812 5.039 5.346

Perairan Umum 310 494 296 345 369

Jumlah Perikanan Tangkap 5.044 5.196 5.108 5.384 5.714

Total 8.237 9.051r 9.817

11.66 2

13.64 3 Sumber : BPS, 2013


(15)

Prospek baik ini dilihat juga oleh Pemerintah dalam pemanfaatan nilai gizi yang terkandung, sehingga mencanangkan Progam Gerakan Gemar Makan Ikan Nasional di tahun 20042. Diharapkan dengan adanya program ini terjadi peningkatan terhadap konsumsi ikan. Selain program gemar makan ikan ini di tahun 2014, berdasarkan Keppres no. 3 tahun 2014 pemerintah menetapkan di tanggal 21 November 2014 sebagai Hari Perikanan Dunia (World Fisheries Day) dalam rangka meningkatkan kualitas sumberdaya manusia Indonesia dan mendukung ketahanan pangan dan gizi nasional dengan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya mengkonsumsi ikan sebagai bahan pangan yang mengandung protein berkualitas tinggi. Hari peringatan ini mengingatkan masyarakat bahwa Indonesia sebagai Negara kepulauan memiliki potensi perikanan yang masih perlu dimanfaatkan secara optimal. Adapun kandungan nilai gizi ikanyang berasal dari perikanan budidaya3 terdapat pada Tabel 3.

Tabel 3 Nilai gizi ikan budidaya menurut komoditas utama (persen)

No Nama Ikan Kadar Air Kadar Abu Kadar Protein Kadar Lemak

1 Bandeng 70,45 2,15 22,84 1,15

2 Lele 77,99 1,63 19,91 1,96

3 Nila 81 1,08 16,05 1,34

4 Rumput Laut 10,34 38,64 3,07 4,38

5 Kerapu 81,2 1,11 16,97 0,47

6 Ikan Mas 76,7±4,9 0,8±0,2 14,61±0,00 0,2±0,00

7 Udang Vannamei 81,35±0,97 0,64±0,06 17,43±0,89 0,15±0,03

8 Kakap Merah 80,51 1,33 17,82 0,55

Sumber : Database Nilai Gizi Ikan, Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2013 (Diolah)

Salah satu kebijakan dalam perkembangan perikanan budidaya adalah pengembangan kawasan untuk komoditas unggulan. Pengembangan komoditas ini ditetapkan untuk lebih memacu kegiatan budidaya pada sepuluh komoditas unggulan yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi dengan memanfaatkan teknologi yang tersedia, permintaan baik lokal maupun luar negeri yang tinggi serta dapat dibudidayakan secara massal. Sepuluh komoditas unggulan perikanan budidaya ini antara lain rumput laut, udang, kakap, kerapu, bandeng, mas, nila, patin, lele dan gurame. Pencapaian target produksi perikanan budidaya sebesar 38 persen di tahun 2012 ditujukan kepada kesepuluh komoditas unggulan ini dari total pencapaian produksi ikan di tahun 2011 sebesar 6,8 juta ton4.

2

Website Resmi Pemerintah Kota Bogor.

http://www.kotabogor.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=317. Gerakan Gemar Makan Ikan Dicanangkan di Kota Bogor. Diakses pada tanggal 18 November 2012.

3

Database Nilai Gizi Ikan, Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi http://www.bbrp2b.kkp.go.id/nilaigizi/. Diakses pada tanggal 18 November 2012.

4

http://www.bbpbat.net/9-infomedia/5-target-produksi-perikanan-budidaya-naik-38-persen.


(16)

Jawa Barat adalah propinsi dengan perkembangan budidaya air tawarnya yang sangat baik. Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang saat ini sedang diminati dan juga sudah dibudidayakan secara komersial oleh masyarakat Indonesia terutama di Jawa Barat. Dibandingkan dengan dengan ikan air tawar lainnya, jumlah produksi ikan konsumsi ikan lele di tahun 2009-2010 menunjukkan perkembangan yang paling besar. Hal ini terlihat pada Tabel 4 yang menunjukkan bahwa jumlah produksi lele di tahun 2009 sebesar 18.315,02 ton mengalami peningkatan di tahun 2010 mencapai 24.884,52 ton. Rata-rata peningkatan ini mencapai 30,70 persen.

Tabel 4 Perkembangan produksi ikan konsumsi di Jawa Barat tahun 2009-2010

No Jenis Ikan Produksi (Ribu ekor) r

2009 2010

1 Mas 56.663 60.715 7,15%

2 Nila 35.700 36.995 3,63%

3 Mujair 693 746 7,65%

4 Gurame 36.166 37.779 4,46%

5 Tawes 5.510 5.765 4,63%

6 Patin 26.358 32.047 21,58%

7 Lele 62.020 81.063 30,70%

8 Tambakan 1.807 1.868 3,38%

9 Bawal 622.191 671.321 7,90%

Jumlah 847.108 928.299 9,58%

Sumber :Dinas Peternakan dan Perikanan, 2013 (Diolah)

Salah satu daerah yang menjadi sentra perikanan budidaya air tawar di Jawa Barat adalah Kabupaten Bogor. Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah yang berpotensi besar dalam pengembangan usaha budidaya perikanan air tawar. Hal ini ditunjukkan berdasarkan data realisasi produksi perikanan air tawar di Kabupaten Bogor untuk ikan konsumsi sebesar 36.062,44 ton dan pencapaian target di tahun 2010 mencapai 103,27%. Pada tahun 2010 untuk pembenihan sebesar 920.352,39 ribu ekor dan pencapaian target di tahun 2010 mencapai 100,623% (Dinas Peternakan dan Perikanan Kab Bogor, 2010). Meningkatnya jumlah produksi ikan konsumsi di Kabupaten Bogor, tidak terlepas dari adanya peningkatan produksi benih ikan karena akan digunakan sebagai bahan input kegiatan pembesaran.

Tabel 5 Pencapaian produksi perikanan di kabupaten Bogor tahun 2010

No Jenis Produksi Target 2010 Realisasi 2010 Pencapaian Target (%)

1 Ikan Konsumsi (Ton) 34,919.69 36,062.44 103.27 2 Ikan Hias (Ribu Ekor) 110,879.76 112,085.82 101.09 3 Pembenihan (Ribu Ekor) 914,569.26 920,352.39 100.62 Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan, 2013 (Diolah)

Komoditas unggulan yang sedang dikembangkan di Kabupaten Bogor saat ini adalah ikan lele, hingga ditetapkannya Kabupaten Bogor sebagai kawasan pengembangan produksi ikan lele. Seiring meningkatnya jumlah produksi lele


(17)

untuk usaha pembesaran, maka semakin besar pula jumlah benih yang dibutuhkan petani. Namun saat ini, kebutuhan permintaan benih tersebut belum dapat terpenuhi. Produksi benih di Kabupaten Bogor justru mengalami penurunan di tahun 2008 sebesar 244.634 ribu ekor menjadi 62.020,27 ribu ekor di tahun 2009 seperti terlihat pada Tabel 6 yakni mengalami penurunan sebesar 74,65 persen. Penurunan jumlah produksi benih khususnya lele ini diduga disebabkan oleh banyaknya pembudidaya yang melakukan kegiatan pembenihan tidak terkontrol dan berakibat kepada penurunan kualitas benih lele, seperti daya tahan terhadap penyakit lebih rendah, abnormalitas bentuk tubuh dan ukuran benih yang tidak seragam, sehingga jika hal ini dibiarkan terus-menerus akan terjadi penurunan produksi.

Tabel 6 Perkembangan produksi benih ikan di kabupaten Bogor tahun 2008 - 2009

No Jenis Ikan Produksi (ribu ekor) r (%)

2008 2009

1 Lele 244,634,00 62,020.27 -74.65%

2 Nila 109,580,00 35,700.40 -67.42%

3 Nilem 397,00 - -100,00%

4 Mujair 2,181,00 693.06 -68.22%

5 Gurame 92,282,00 36,166.89 -60.81%

6 Tawes 9,459,00 5,510.48 -41.74%

7 Patin 79,893,00 26,358.49 -67.01%

8 Mas 166,502,00 56,663.19 -65.97%

9 Sepat Siam 488,00 - -100,00%

10 Tambakan 6,051,00 1,807.47 -70.13%

11 Bawal 33,133,00 622,191.81 1777.86%

Jumlah 744,600,00 847,112.06 13.77% Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, 2013 (Diolah)

Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan produksi lele secara nasional adalah dengan memunculkan jenis lele unggulan melalui Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi yang bernama lele sangkuriang. Tujuan dari BBPBAT ini adalah untuk memperbaiki kualitas benih ikan lele yang telah mengalami penurunan akibat perkawinan sekerabat (inbreeding) (Sunarma, 2004). Lele sangkuriang ini adalah hasil rekayasa genetik lele dumbo dengan melakukan silang balik (backcross), yakni mengawinkan induk lele dumbo betina generasi kedua (F2) dengan induk jantan generasi keenam (F6) di tahun 2000. Induk betina F2 berasal dari keturunan lel dumbo yang masuk ke Indonesia pada tahun 1985, sedangkan induk jantan (F6) berasal dari keturunan dari induk betina F2 koleksi BBPBAT Sukabumi (Sunarma, 2004). Adapun karakteristik keunggulan antara lele sangkuriang dengan lele dumbo dapat dilihat pada Tabel 7.


(18)

Tabel 7 Keunggulan lele sangkuriang dan lele dumbo

No Karakteristik Lele

sangkuriang Lele Dumbo

1 Kematangan Gomad pertama (bulan) 8 - 9 4 - 5

2 Fekuinditas (butir/kg induk betina)

40.000 - 60.000

20.000 - 30.000

3 Derajat penetasan (persen) > 90 > 80

4

Pertumbuhan harian bobot benih umur 5 - 26 hari

(persen) 29,26 20,38

5 Konversi pakan pada pembesaran 0,8 - 1,0 > 1

6

Intensitas Trichodina sp pada pendederan di

kolam (individu) 30 - 40 > 100

Sumber : Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi (2004)

Peningkatan perbaikan kualitas benih ikan lele dengan menggunakan benih jenis lele sangkuriang ini, diharapkan mampu memperbaiki jumlah produksi ikan lele secara nasional. Terlihat pada Tabel 7 penggunaan benih lele sangkuriang ini akan lebih menguntungkan untuk diusahakan dibandingkan menggunakan benih lele dumbo. Namun saat ini benih lele sangkuriang belum banyak digunakan oleh pembudidaya, karena pengetahuan mengenai keunggulan benih baru ini belum banyak diketahui. Faktor inilah yang menjadi penyebab usaha pembenihan menggunakan benih lele sangkuriang belum banyak diminati. Selain itu dari sisi kelayakan belum ada yang melakukan kajian terhadap usaha pembenihan lele sangkuriang. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian mengenai analisis kelayakan usaha pembenihan baik dari aspek non finansial maupun dari aspek finansial apakah usaha ini akan layak jika diusahakan. Diharapkan dengan adanya analisis kelayakan terhadap usaha pembenihan ini parapembudidaya ikan lele dapat memilih alternatif usaha yang paling menguntungkan.

Analisis kelayakan usaha baik dilakukan pada usaha pembenihan ikan lele sangkuriang yang telah berhasil sebagai bentuk pembuktian kepada para pembudidaya bahwa usaha pembenihan ikan lele sangkuriang memiliki prospek dan potensi yang baik serta menguntungkan jika diusahakan. Salah satu pengembang lele sangkuriang di Bogor adalah Kelompok Usaha Sangkuriang di tahun 2005 yang saat ini menjadi Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya (P4S) Jaya Sentosa dikelola oleh Abah Nasrudin yang terletak di Desa Sukabirus Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor. Keberhasilan yang diperoleh Abah Nasrudin tidak terlepas dari peran Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi yang telah mengeluarkan jenis ikan lele unggulan yaitu ikan lele sangkuriang melalui rekayasa genetik. Adanya pembinaan dan pengawasan dari BBPBAT Sukabumi kepada P4S Jaya Sentosa membuat Abah Nasrudin semakn terampil dalam mengusahakan kegiatan budidaya pembenihan lele sangkuriang, sehingga tepat jika digunakan sebagai lokasi percontohan usaha pembenihan ikan lele sangkuriang.


(19)

Perumusan Masalah

Peluang pasar usaha pembenihan lele sangkuriang masih sangat terbuka. Ikan lele sebagai komoditas ikan air tawar memiliki beberapa keunggulan. Teknologi pembenihan dan proses pembenihan yang mudah dikuasai dan diterapkan, benilai ekonomis dan dapat dilakukan dalam skala rumah tangga sampai industri serta memiliki pasar yang potensial. Usaha pembenihan merupakan usaha yang cukup penting bagi usaha pembesaran ikan. Keberhasilan produksi pembesaran ikan sebagai ikan konsumsi tergantung pada ketersediaan benih lele yang baik, karena benih merupakan salah satu faktor penting yang menunjang keberhasilan usaha budidaya pembesaran ikan. Benih perlu tersedia dalam jumlah yang tepat dan kualitas yang baik. Benih yang baik akan menghasilkan ikan dengan pertumbuhan yang cepat dan tahan terhadap penyakit. Keberadaan lele sangkuriang sebagai varietas baru diharapkan dapat meningkatkan kualitas lele yang dihasilkan.

Abah Nasrudin mengusahakan kegiatan pembenihan menggunakan jumlah kolam sebanyak 40 unit kolam terpal. Jumlah induk yang digunakan dalam satu kali periode sebanyak 1 paket terdiri dari 2 ekor induk jantan dan 4 ekor induk betina akan menghasilkan telur sebanyak 320.000 butir telur dalam satu kali periode pemijahan. Dengan tingkat Hatching Rate (HR) 90 persen dan Survival Rate (SR) 80 persen, sehingga seharusnya dalam tiap bulannya Abah dapat memproduksi benih lele sangkuriang siap jual sebanyak 230.400 ekor benih per bulan. Saat ini rata-rata produksi benih lele sangkuriang pada tahun 2012 dari bulan April sampai Oktober yang juga terserap oleh pembudidaya pembesaran lele sangkuriang hanya mencapai 151.461 ekor per bulan. Namun jumlah ini belum mampu memenuhi permintaan terlihat dari produksi benih yang dihasilkan habis terjual.

Melihat kondisi perlu dilakukan analisis kelayakan dengan penggunaan benih dengan varietas baru ini untuk mengetahui usaha pembenihan lele sangkuriang ini dapat memberikan keuntungan atau tidak serta untuk memperlihatkan jika Abah melakukan produksi dalam kondisi optimal berapa besar keuntungan yang diperoleh. Analisis kelayakan yang dikaji pada usaha yang saat ini berjalan terdiri dari aspek non finansial meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek sosial dan aspek lingkungan serta aspek finansial. Keterkaitan antara aspek-aspek dalam studi kelayakan sangat penting untuk dikaji, karena antara aspek satu dengan aspek lainnya salin berkaitan serta berpengaruh terhadap perkembangan usaha pembenihan lele sangkuriang Abah Nasrudin apakah usaha yang sedang berjalan ini layak untuk dijalankan. Nurmalina et al menyatakan bahwa apabila suatu bisnis salah satu aspeknya kurang memenuhi kriteria kelayakan, maka perlu dilakukan perbaikan atau tambahan yang diperlukan.

Berdasarkan uraian tersebut, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini dapat diperjelas melalui pertanyaan-pertanyaan di bawah ini :

1. Bagaimana kelayakan usaha pembenihan lele sangkuriang jika dianalisis dari aspek non finansial seperti aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek sosial dan aspek lingkungan serta aspek finansial dengan investasi yang telah dikeluarkan?


(20)

2. Bagaimana sensitivitas usaha pembenihan Lele Sangkuriang terhadap pengaruh perubahan peningkatan biaya pakan dan penurunan jumlah produksi benih?

Tujuan Penulisan

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menganalisis kelayakan usaha pembenihan Lele Sangkuriang secara finansial dan non finansial.

2. Menganalisis sensitivitas usaha pembenihan Lele Sangkuriang terhadap pengaruh perubahan peningkatan biaya pakan dan penurunan jumlah produksi benih.

Manfaat Penelitian

Penelitian mengenai analisis kelayakan usaha pembenihan lele sangkuriang diharapkan dapat memberikan manfaat kepada :

1. Peneliti sebagai bentuk bakti serta kontribusi terhadap kemajuan agribisnis, selain itu untuk menambah wawasan ilmu serta mengaplikasikan teori selama perkuliahan.

2. Pengusaha atau pembudidaya lele sangkuriang sebagai bahan informasi dan masukan untuk pengambilan keputusan dalam meminimalkan risiko yang dihadapi pembudidaya lele sangkuriang.

3. Pembaca dan masyarakat lain sebagai bentuk karya tulisan yang dapat bermanfaat untuk memperkaya informasi terkait lele sangkuriang dan sebagai referensi atau acuan pada penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada usaha pembenihan lele sangkuriang yang terletak di Desa Sukabirus Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor. Penelitian ini difokuskan pada penilaian kelayakan finansial dan non finansial. Kelayakan non finansial yang dibahas dibatasi pada aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial, ekonomi dan budaya, aspek lingkungan. Sedangkan kelayakan finansial yang dibahas dibatasi pada perhitungan laba rugi, criteria kelayakan investasi yang terdiri dari NPV, IRR, Net B?C dan tingkat pengembalian atau Payback Period. Selain itu dilakukan juga analisis nilai pengganti (Switching Value).


(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Umum Lele Sangkuriang

Menurut Sunarma (2004) kegiatan budidaya lele sangkuriang dapat dilakukan pada ketinggian 1-800 m dpl dan tidak memerlukan persyaratan lokasi khusus untuk jenis tanah maupun air. Melalui penggunaan teknologi yang memadai, budidaya lele sangkuriang masih dapat dilakukan sampai ketinggian diatas 800 m dpl. Namun yang terpenting apabila melakukan budidaya secara missal tata ruang dan lingkungan sosial sekitar harus tetap diperhatikan.

Menurut Hendriana (2009) satuan produksi pembenihan ikan adalah jumlah bibit (per ekor), sedangkan untuk ukuran benih ikan lele dinyatakan dalam satuan panjang (cm). Ukuran benih lele yang dihasilkan dalam segmentasi pembenihan untuk ditebar dan dipelihara di kolam pembesaran umumnya berukuran 5-7 cm, 7-9 cm atau 7-9-12 cm.

Menurut Sunarma (2004) jumlah induk jantan dan induk betina yang akan dipijahkan tergantung pada rencana produksi dan sistem pemijahan yang digunakan. Pada sistem pemijahan buatan diperlukan jumlah jantan lebih banyak dibanding jumlah betina. Sedangkan pada pemijahan alami dan semi alami jumlah induk jantan dan betina dapat berimbang. Pemeliharaan induk antara jantan dan betina sebaiknya dipisah dalam kolam tanah maupun bak tembok dengan padat tebar 5 ekor/m2 menggunakan air mengalir atau air tenang. Pakan untuk induk dapat berupa pakan komersial yang memiliki kandungan protein diatas 25 persen dengan jumlah pakan 2-3 persen bobot biomasa dan frekuensi pemberian pakan sebanyak tiga kali dalam satu hari.

Karakteristik Lele Sangkuriang

Ciri-ciri ikan lele menurut Huet (1994) diacu dalam Unisa (2005) memiliki bentuk kepala pipih (depress) dan disekitar mulutnya terdapat empat pasang sungut. Pada sirip dadanya terdapat patil atau duri keras yang dapat digunakan untuk mempertahankan diri dan terkadang digunakan untuk berjalan dipermukaan tanah. Ikan lele mempunyai organ arborescent yang merupakan alat pernapasan tambahan sehingga ikan lele memungkinkan untuk mengambil oksigen di luar air. Klasifikasi ikan lele menurut Viveen et al (1968) diacu dalam Harti (2002) adalah sebagai berikut :

Filum : Chordata

Kelas : Pisces

Ordo : Ostariophusi

Subordo : Siluridae

Famili : Clariidae

Genus : Clarias


(22)

Sejarah Lele Sangkuriang

Ikan Lele Sangkuriang masih dalam satu keturunan dengan ikan lele dumbo. Ikan lele dumbo diperkenalkan di Indonesia sejak tahun 1985. Lele lokal yang dikenal oleh masyarakat Indonesia sebelumnya memiliki banyak kekurangan. Sejak lele dumbo ini diperkenalkan langsung mendapatkan tanggapan yang positif karena memiliki lebih banyak keunggulan dibandingkan lele lokal seperti tumbuh lebih cepat, jumlah telur yang lebih banyak serta lebih tahan terhadap serangan penyakit. Walaupun dari segi rasa lele lokal tetap lebih unggul. Lele lokal memiliki rasa yang lebih gurih dan renyah.

Perkembangan budidaya lele dumbo yang cukup pesat ini tidak diimbangi dengan pengelolaan induk yang baik, sehingga lele dumbo yang diterima masyarakan mengalami penurunan kualitas. Penurunan kualitas yang dimaksud adalah pertumbuhan ikan yang semakin lambat dan rentan terhadap serangan penyakit serta respon terhadap pakan tambahan yang diberikan pun semakin menurun. Penyebab dari penurunan kualitas ini, karena terlalu sering dilakukannya perkawinan sekerabat (inbreeding) dan seleksi induk yang salah dengan kualitas rendah.

Departemen Kelautan dan Perikanan sebagai upaya untuk mengembalikan kualitas lele dumbo yang seperti saat diperkenalkan di Indonesia bekerjasama dengan Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi akhirnya berhasil merekayasa genetik lele dumbo dengan melakukan silang balik (backcross), yakni mengawinkan induk lele dumbo betina generasi kedua (F2) dengan induk jantan generasi keenam (F6) di tahun 2000. Silang balik yang berhasil dilakukan mulai disosialisasikan kepada masyarakat di tahun 2002-2004, khususnya di daerah Bogor dan Yogyakarta dan bertahan sampai saat ini. Namun silang balik ini baru resmi disosialisasikan kepada masyarakat secara meluas oleh Departemen Kelautan dan Perikanan sebagai komoditas unggul di tahun 2004 ini. Hal ini juga ikut dikukuhkan melalui Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. KP.26/MEN/2004 tanggal 21 Juli 2004.Terinspirasi dari cerita rakyat Jawa Barat tentang hubungan asmara Sangkuriang dan ibu kandungnya yang bernama Dayang Sumbi memiliki kemiripan kisah dengan persilangan balik antara lele betina dengan induk jantan yang masih satu keturunan, maka lele

dumbo hasil persilangan balik ini diberi nama “Sangkuriang”.

Pembenihan Lele Sangkuriang

Proses pemijahan Lele Sangkuriang sebaiknya dilakukan dengan teknik yang alami, dengan teknik yang alami akan lebih menghemat biaya dan mudah dilakukan. Benih yang dihasilkan melalui pemijahan alami jauh lebih unggul dan tahan dari serangan penyakit dibandingkan dengan menggunakan teknik penyuntikan (buatan). Adapun langkah-langkah yang dilakukan adalah :

1. Seleksi Induk yang Siap Pijah

Induk Lele Sangkuriang yang dipijah harus memiliki beberapa persyaratannya, karena tidak semua induk dalam kolam pemeliharaan induk dapat dipijahkan. Persyaratan umumnya adalah induk tidak cacat, sehat, memiliki pertumbuhan yang baik, berumur tidak kurang dari satu tahun dan memiliki bobot minimum 1 kg/ekor.


(23)

2. Persiapan Kolam Pemijahan

Jenis kolam yang dapat digunakan adalah kolam semen (kolam tembok) dan kolam terpal. Pemilihan jenis kolam ini tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat keberhasilan dalam pemijahan lele sangkuriang. Ukuran kolam pemijahan idealnya 4 x 2 x 1 meter dengan mempertahankan ketinggian air dipertahankan sekitar 25 – 30 cm.

3. Pemijahan

Proses pemijahan diawali dengan membersihkan kolam dan pemasangan kakaban. Pemasangan kakaban harus menempel didasar kolam dan dilakukan sebelum kolam terisi penuh oleh air. Penyusunan kakaban dilakukan membujur mengikuti sisi terpanjang kolam pemijahan tanpa ada celah kosong agar semua telur menempel pada kakaban. Setelah kakaban selesai disusun, dapat dilanjutkan dengan pengisian air dalam kolam hingga mencapai 25 – 30 cm.

4. Penetasan Telur dan Pemeliharaan Larva (Benih)

Telur-telur yang sudah siap ditetaskan dipindahkan ke dalam kolam penetasan berukuran 4 x 3 x 0,5 meter dengan ketinggian air 20 cm. Telur akan menetas dalam dua hari dan daya tetas telur mencapai 90%. Telur yang tidak menetas akan tetap berwarna putih.

5. Penyortiran Benih

Penyortiran benih adalah kegiatan menyeleksi benih sesuai dengan ukuran yang diharapkan. Tujuan dari penyortiran benih ini adalah untuk mendapatkan keseragaman dari ukuran benih. Umumnya, proses ini dilakukan dalam dua kali. Pada penyortiran pertama dilakukan saat benih berumur 20 hari dan penyortiran kedua dilakukan saat benih berumur sekitar 27–30 hari sampai mendapatkan ukuran benih 5-7 cm.

6. Persiapan Kolam Pendederan

Kolam dibersihkan dari kotoran maupun rumput terlebih dahulu dan diperbaiki apabila terjadi kerusakan. Kolam pendederan dikeringkan selama 1 hari kemudian diberi pupuk kandang sebanyak satu karung (30 kg) dan diisi air setinggi 50cm lalu diendapkan selama 15 hari agar terbentuk makanan alami.

7. Pemindahan ke Kolam Pendederan

Benih yang siap dipindahkan adalah benih dengan ukuran 3-5 cm dengan kepadatan benih adalah 100 ekor per m2. Peralatan yang dibutuhkan adalah serok, selang, sortiran dan ember. Survival rate pada kolam pendederan adalah sebesar 80%, kematian benih disebabkan oleh adanya sero (hewan pemakan ikan pada malam hari) ataupun kehilangan benih karena benih keluar melalui rongga-rongga konstruksi kolam.

8. Pemanenan

Proses pemanenan pada kolam plastik dapat dilakukan dengan seser. Benih disortir sesuai dengan ukuran yang diminta pembeli. Benih yang tidak memenuhi ukuran dimasukkan kembali ke dalam kolam pendederan. Benih yang telah disortir dimasukkan ke dalam jerigen.

Benih yang belum memenuhi ukuran biasanya dipelihara lagi dan pakan yang diberikan adalah L1 selama 10 hari sebanyak 5 kg. Kemudian pakan yang diberikan selanjutnya adalah 781 selama 10-20 hari. Sisa benih yaitu sekitar 40% dapat dipanen. Ukuran benih yang diperoleh adalah 5-7 cm dengan harga jual Rp 200,00 per ekor.


(24)

9. Pemasaran Benih

Pembudidaya Ikan Lele Sangkuriang menjual benih dalam keadaan hidup dengan ukuran 4-6 cm dengan harga Rp150,00 per ekor dan ukuran 5-7 cm dengan harga Rp 200,00 per ekor. Pembudidaya benih menjual hasil produksinya ke anggota kelompok yang melakukan pembesaran maupun non anggota Kelompok Usaha Sangkuriang.

Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai analisis kelayakan usaha telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelum nya,dengan jenis komoditas yang berbeda antaralain ikan nila merah, ikan nila gesit, ikan lele sangkuriang, ikan lele dumbo dan ikan kerapu macan.

Pada kajian peneliti terdahulu mengenai studi kelayakan usaha, peneliti mengambil beberapa tinjauan penelitian terkait dengan topik penelitian, yakni analisis kelayakan. Penelitian yang dilakukan dalam melakukan suatu analisis kelayakan terhadap suatu usaha meliputi beberapa aspek, baik finansial maupun non finansial. Persamaan penelitian ini dengan beberapa penelitian yang menganalisis kelayakan usaha pada komoditas perikanan, yakni Sutrisno (2012), Rachmani (2012), Sulaiman (2010), dan pitanto (2012) adalah mengenai aspek yang dikaji, yakni aspe kpasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial dan lingkungan sebagai aspek kelayakan non finansial. Sedikit perbedaan dilakukan oleh Fakhruzzaman (2010) yang mengkaji smua aspek diatas, kecuali aspek social. Kesamaan dengan penelitian sebelumny analisis pada aspek financial dilakukan menggunakan alat analisis kriteria investasi yang seragam, yakni Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (Net B/C), Internal Rate Of Return (IRR) dan Payback period (PP). hasil analisis dari semua penelitian yang dilakukan oleh Sutrisno (2012), Rachmani (2012), Sulaiman (2010), Pitanto (2012) dan Fakhruzzaman (2010) menyatakan bahwa usaha-usaha tersebut layak untuk dilakukan, baik secara finansial maupun non finansial. Nilai NPV yang diperoleh lebih dari 0, Net B/C lebih dari 1, IRR tidak kurang dari 30 persen dan periode pengemblian investasi yang tidak lebih dari lima tahun, dengan rincian sebagai berikut : < 1 tahun (Sutrisno 2012); < 4 tahun (Rachmani 2012); < 5 tahun (Sulaiman 2010); 3,4 tahun (Pitanto 2012) dan 0,25 tahun (Fakhruzzaman 2010). Penggunaan harga baik input maupun output dalam perhitungan cashflow diasumsikan tetap sepanjang tahun bisnis (Iriani R, 2009).

Analisis kelayakan dilakukan baik pada bisnis yang baru dibangun maupun yang telah dijalankan. Pada bisnis yang sedang berjalan, pengembangan bisnis dengan skala yang lebih besar merupakan kasus yang sering ditemui di lapangan. Investasi yang ditanam membutuhkan biaya yang tidak sedikit menjadi alasan diperlukannya analisis kelayakan. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya kerugian. Selain itu, terbatasnya modal yang dimiliki oleh pemilik menjadi kendala lain yang dihadapi pelaku bisnis. Penyediaan modal yang bersumber dari modal pinjaman ataupun penanaman modal oleh investor akan membutuhkan suatu analisis kelayakan. Penggunaan rancangan pilihan atau yang terkadang disebut skenario akan membantu kegiatan analisis. Seperti yang dilakukan oleh


(25)

Sutrisno (2012) dan Fakhruzzaman (2010) yang menggunakan beberapa skenario yang membandingkan kelakan investasi pada dua kegiatan budidaya ikan yakni pendederan I dan pendederan II ikan Nila GMT.

Kendala lainnya yang dihadapi dalam kegiatan usaha budidaya perikanan adalah perubahan-perubahan baik dari lingkungan eksternal maupun internal. Usaha budidaya perikanan sensitif dengan terjadinya perubahan harga jual output, penurunan jumlah produksi dan kenaikan biaya pakan (Sutrisno, 2012 dan Fakhruzzaman, 2010). Penelitian ini hanya akan menganalisis perubahan harga input dan penurunan jumlah produksi seperti penelitian yang dilakukan oleh Pitanto (2012). Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan terdapat persamaan mengenai aspek-aspek yang dikaji yaitu aspek non finansial yang terdiri dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek sosial dan aspek lingkungan, penggunaan analisis kriteria investasi (NPV, Net B/C, IRR dan

Payback Period) serta analisis Switching Value. Sedangkan perbedaannya terletak pada narasumber, lokasi dan jenis komoditas yang dianalisis.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Studi Kelayakan Bisnis

Bisnis merupakan kegiatan investasi yang dilakukan untuk mendapatkan manfaat (benefit) diwaktu yang akan datang. Studi kelayakan bisnis merupakan suatu analisis mengenai kegiatan investasi yang dilakukan apakah akan memberikan manfaat atau hasil. Menurut Kasmir (2003) menjelaskan pengertian studi kelayakan bisnis atau usaha adalah suatu kegiatan yang mempelajari secara mendalam tentang suatu kegiatan atau usaha atau bisnis yang akan dijalankan dalam rangka untuk menentukan layak atau tidak kgiatan atau usaha atau bisnis tersebut dijalankan. Husnan dan Muhammad (2005) juga menjelaskan mengenai studi kelayakan bisnis ini yang biasa disebut juga studi kelayakan proyek. Studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat atau tidaknya suatu proyek investasi dilaksanakan dengan berhasil dan menguntungkan.

Dalam suatu kegiatan atau usaha atau bisnis seluruh modal dan biaya yang sudah dikeluarkan diharapkan dapat memberikan manfaat dengan cepat. Studi kelayakan bisnis ini dapat menjadi langkah awal yang digunakan untuk menilai tingkat kelayakan bisnis yang akan dilakukan ataupun untuk bisnis yang sedang berjalan. Menurut Nurmalina et al. (2010) bagi seorang penanam modal, studi kelayakan bisnis ini dapat memberikan gambaran prospek bisnis dan besar kemungkinan tingkat manfaat (benefit) yang dapat diterima dari suatu bisnis, sehingga ini dapat dijadikan dasar dalam pengambilan keputsan investasi. Nilai investasi besar yang telah dikeluarkan pada tahap awal pelaksanaan bisnis tidak dapat segera kembali di awal tahun pertama. Terdapat tiga cara untuk menentukan panjang umur bisnis berdasarkan kemampuan bisnisnya antara lain :


(26)

1. Umur ekonomis suatu bisnis merupakan ukuran umum yang sering kali dipakai, ditetapkan berdasarkan jangka waktu (periode) yang kira-kira sama dengan umur ekonomis dari aset terbesar yang terdapat pada bisnis.

2. Umur teknis dari unsur-unsur investasi lebih mudah digunakan untuk bisnis besar yang bergerak di berbagai bidang. Umur teknis umumnya lebih panjang dari umur ekonomis, tetapi hal ini tidak berlaku apabila terdapat keusangan teknologi dengan ditemukannya teknologi baru.

3. Untuk bisnis yang berumur lebih dari 25 tahun biasanya umur bisnis ditentukan selama 25 tahun karena nilai setelahnya jika di discount rate

dengan tingkat suku bunga lebih besar dari 10%, maka present

value-nyaakan sangat kecil karena nilai discount factor-nya mendekati nol. Kriteria Kelayakan Investasi

Menurut Gittinger (1986) kegiatan suatu bisnis akan lebih efektif bila mempertimbangkan aspek-aspek yang saling berkaitan, karena aspek tersebut saling menentukan keuntungan yang akan diperoleh dari penanaman investasi yang dilakukan dengan mempertimbangkan setiap tahap perencanaan bisnis.Menurut Nurmalina et al. (2010) keputusan mengenai aspek akan mempengaruhi terhadap keputusan aspek lainnya, sehingga setiap aspek harus dipertimbangkan dalam setiap tahap perencanaan bisnis.

Menurut Gittinger (1986) kelayakan investasi dalam suatu usaha dapat dilihat dari aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial, aspek pasar, aspek ekonomi dan aspek finansial. Menurut Husnan dan Muhammad (2005) pembagian aspek dalam kriteria kelayakan bisnis terdiri dari aspek pasar, aspek teknis, aspek keuangan, aspek hukum dan aspek ekonomi Negara. Menurut Nurmalina et al.

(2009)menyatakan bahwa terdapat aspek-aspek yang perlu diperhatikan dan dianalisis dalam studi kelayakan bisnis yakniaspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial, ekonomi dan budaya, aspek lingkungan serta aspek finansial.

Aspek Non Finansial

1. Aspek Pasar

Aspek pasar dan pemasaran merupakan inti dalam studi kelayakan bisnis. Menurut Nurmalina et al. (2009), untuk memperoleh aspek pasar yang dapat memberikan manfaat atau hasil, maka perlu diketahui pola permintaan produk, baik permintaansecara total maupun terperinci menurut daerah, jenis konsumen, perusahaan besarpemakai. Perkembangan informasi mengenai perkiraan permintaan dan penawaran masa depan dan masa lalu juga perlu diketahui perencanaan untuk mengatasi perubahan yang terjadi juga salah satu yang dibutuhkan untuk mengatasi kemungkinan perubahan kondisi pasar yang terjadi di masa depan. Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran diantaranya seperti jenisbarang yang dapat menyaingi serta kebijakan pemerintah. Penentuan harga jugaperlu dilakukan perbandingan dengan barang-barang impor serta produksi dalamnegeri lainnya dengan kecenderungan terjadinya perubahan harga dan polanya. Selainitu, perlu diketahui juga program pemasaran yang harus dilakukan meliputi marketing mix (bauran pemasaran) serta identifikasi siklus kehidupan


(27)

produk serta perkiraanpenjualan yang dapat dicapai perusahaan agar tujuan

market share yangbisa dikuasai perusahaan dapat diketahui.

2. Aspek Teknis

Aspek teknis adalah suatu aspek yang berkenaan dengan

prosespengembangan bisnis secara teknis dan pengoperasiannya setelah bisnis tersebutselesai dibangun. Dalam aspek teknis, dapat diketahui juga rancangan awalpenaksiran biaya investasi dan juga biaya eksploitasinya. Aspek teknis yang perludianalisis antara lain lokasi bisnis, besarnya skala operasi/luas produksi yangditetapkan untuk mencapai suatu tingkatan skala ekonomis, kriteria mesin danequipment utama serta alat pembantu mesin dan equipment, proses produksi yangdilakukan dan desain layout pabrik (layout bangunan dan fasilitas lain) sertaketepatan jenis teknologi yang digunakan agar teknologi yang digunakan nantinya dalam berjalan secara efektif (Nurmalina et al., 2009).

Jika jenis studi kelayakan yang dipilih merupakan usaha pada cabang produksi atau pengolahan, maka faktor utama yang perlu dianalisis adalah lokasi usaha/pabrik yang akan dikembangkan. Faktor-faktor tersebut antara lain meliputi bahan baku, keadaan pasar, penyediaan tenaga kerja, transportasi dan fasilitas tenaga listrik serta penanganan limbah.

3. Aspek Manajemen

Aspek ini meliputi bentuk kegiatan dan cara pengelolaan dari sebuahgagasan usaha/proyek yang direncanakan secara efisien. Sifat aspek manajemencenderung pada hal-hal yang bersifat kualitatif, menjadikan aspek inilebih sulit dievaluasi dibandingkan dengan aspek lain namun tetap harus dilakukan. Selama masa persiapaninvestasi kegiatan bisnis, perlu dilakukan evaluasi aspek manajemen secara baikkarena aspek ini adalah aspek terpenting diantara seluruh faktor produksi.

Menurut Nurmalina et al. (2009) terdapat dua pembagian dalam aspek ini, yakni manajemen dalam masa pembangunan bisnis mencakup pelaksana, jadwal pelaksanaan dan yang akan melakukan studi kelayakan bisnis ini serta manajemen dalam masa operasi yang mencakup badan usaha yang dipilih, struktur organisasi, deskripsi jabatan, tenaga kerja yang digunakan dan penentuan tenaga kerja inti.

4. Aspek Hukum

Menurut Nurmalina et al. (2009) aspek ini mempelajari tentang bentuk badan usaha yang akan digunakan dalam menjalankan bisnis serta jaminan-jaminan yang bisa disediakan bila akan menggunakan sumber dana berupa pinjaman, berbagai akta, sertifikat dan izin. Manfaat aspek hukum lainnya yaitu untuk mempermudah kegiatan bisnis pada saat menjalin jaringan kerjasama dengan relasi usaha.

Kelengkapan dan keabsahan dokumen perusahaan, berupa bentuk badan usaha serta izin-izin yang dimiliki. Kelengkapan dan keabsahan dokumen tersebut sangat penting untuk digunakan sebagai dasar hukum yang harus dipegang apabila timbul masalah di kemudian hari.

5. Aspek Sosial

Menurut Nurmalina et al. (2009) aspek sosial mempelajari pemerataan kesempatan kerja, pengaruh usaha terhadap lingkungan sekitar dengan memperhatikan manfaat dan pengorbanan sosial yangmungkin dialami oleh masyarakat pada lokasi sekitar proyek (Nurmalina et al.,2009). Selain mencari


(28)

keuntungan, perusahaan juga harus mengemban misi sosialkemasyarakatan, agar antara perusahaan dengan masyarakat dapat hidup salingmenguntungkan. Dampak sosial yang dapat dirasakan oleh masyarakat dengan adanya proyek antara lain tersedianyaterbukanya lapangan kerja baru dan peningkatan mutu hidup serta tersedianya sarana dan prasarana sepertijalan, jembatan, penerangan, telepon, air, tempat kesehatan, pendidikan, saranaolahraga dan sarana ibadah.

6. Aspek Lingkungan

Aspek lingkungan perlu dilakukan pula untuk menemukan apakah lingkungan dimana usaha itu akan berdiri nantinya tidak akan menimbulkan ancaman atau justru dapat memberikan peluang. Menurut Nurmalina et al. (2009) pertimbangan mengenai sistem alami dan kualitas lingkungan yang akan menunjang kelangsungan bisnis tersebut, karenabisnis tidak dapat bertahan lama tanpa bersahabat dengan lingkungan.

Aspek Finansial

Analisis aspek finansial dilakukan setelah aspek lainnya

selesaidilaksanakan. Proyek bisnis dapat dikatakan sehat ataupu layak apabila dapat memberikankeuntungan dan mampu memenuhi kewajiban finansialnya. Menurut Gittinger (2008), aspek-aspek finansial dari persiapan dan analisaproyek menjelaskan pengaruh-pengaruh finansial dari suatu proyek yangdiusulkan terhadap para pelaku usaha di dalamnya.

Kriteria yang biasa digunakan sebagai dasar persetujuan atau penolakan suatu proyek merupakan perbandingan antara jumlah nilai yang diterima sebagai manfaat dari investasi tersebut dengan manfaat-manfaat dalam situasi tanpa proyek. Nilai perbedaannya berupa tambahan manfaat bersih yang akan muncul dari investasi dengan adanya proyek (Gittinger, 1986). Menurut Nurmalina et al.

(2009)beberapa kriteria kelayakan investasi yang sering dipakai dalam penilaian kelayakan suatu bisnis adalah Nilai Bersih Sekarang (Net Present Value), Rasio Manfaat Biaya Bersih (Net Benefit and Cost Rasio), Tingkat Pengembalian Investasi (Internal Rate of Return) dan jangka waktu pengembalian investasi (Payback Period) dimana setiap manfaat dan biaya didiskonto dengan discount factor (DF).

Menurut kriteria ini, NPV dinyatakan layak apabila bernilai lebih besar dari nol, IRR dinyatakan layak apabila bernilai lebih besar dari tingkat suku bunga, Net B/C dinyatakan layak apabila bernilai lebih besar dari satu dan Payback Period dinyatakan layak apabila bernilai lebih kecil dari umur bisnis. Hubungan anatara IRR dan NPV adalah pada tingkat suku bunga yang lebih rendah akan menghasilkan nilai NPV yang positif, sedangkan pada tingkat suku bunga lebih tinggi akan menghasilkan nilai NPV yang negatif seperti terlihat pada Gambar1.


(29)

Gambar 1 Hubungan antara NPV dan IRR

Analisis Switching Value

Studi kelayakan proyek dinilai berdasarkan sejumlah asumsi. Hal ini dikarenakan banyak faktor ketidakpastian mengenai kondisi dan situasi di masa depan. Beberapa hal dapat mengalami perubahan seperti perubahan harga jual produk, biaya tetap dan biaya variabel produksi, dan perubahan dalam tingkat suku bunga pinjaman. Perubahan-perubahan pada unsur-unsur tersebut dapat mempengaruhi arus kas perusahaan. Asumsi-asumsi yang digunakan merupakan alternatif-alternatif yang diangap terbaik berdasarkan data dan perkiraan padamasa itu. Sehingga, asumsi yang berbeda akan menyebabkan perbedaan dalam pertimbangan untuk pengambilan keputusan.

Analisis switching value diperlukan karena bisa menggambarkan sejauh mana perubahan-perubahan dalam unsur-unsur kajian aspek finansial yang dapatditolerir agar proyek tetap layak dilaksanakan. Berdasarkan pengertian tersebut Switching Value adalah nilai pengganti yang memberikan gambaran keuntungannormal, dimana Net B/C=1 dan NPV=nol.

Kerangka Pemikiran Operasional

Ikan sebagai sumber makanan protein hewani yang berfungsi untuk memperbaiki jaringan rusak dalam tubuh dan membangun jaringaan baru. Fungsi ini mempengaruhi tingkat konsumsi ikan dunia. Konsumsi ikan pada masa mendatang diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan peningkatan kesejahteraan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya protein dan nilai gizi yang terkandung dari produk perikanan bagi kesehatan dan kecerdasan otak.

Sektor pertanian ataupun yang berbasis alam saat ini masih sangat berperan penting dalam pertumbuhan perekonomian di Indonesia. Peluangnya pun masih terbuka untuk mereka yang sedang melakukan pengembangan usaha. Perkembangan produksi perikanan budidaya kolam mengalami peningkatan yang cukup baik dan dapat terus berkembang.

Pencanangan Progam Gerakan Gemar Makan Ikan Nasional di tahun 2004 untuk memanfaatkan nilai gizi yang terkandung dalam ikan, sehingga


(30)

diperkirakan akan terjadi peningkatan terhadap konsumsi ikan masyarakat di kabupaten Bogor. Kebijakan pemerintah lainnya yakni pengembangan kawasan untuk komoditas unggulan. Jenis komoditas unggulan yang dikembangkan di kabupaten Bogor adalah lele. Namun perkembangan budidaya lele dumbo yang cukup pesat ini tidak diimbangi dengan pengelolaan induk yang baik, sehingga lele dumbo yang diterima masyarakat mengalami penurunan kualitas. Penurunan kualitas yang dimaksud adalah pertumbuhan ikan yang semakin lambat dan rentan terhadap serangan penyakit serta respon terhadap pakan tambahan yang diberikan pun semakin menurun. Penyebab dari penurunan kualitas ini, karena terlalu sering dilakukannya perkawinan sekerabat (inbreeding) dan seleksi induk yang salah dengan kualitas rendah.

Seiring meningkatnya jumlah produksi lele untuk usaha pembesaran, maka semakin besar pula jumlah benih yang dibutuhkan petani. Permintaan benih di kabuaten Bogor akan semakin meningkat, selain menjadi salah satu sentra penyedia benih Lele Sangkuriang untuk daerah lain juga semakin maraknya usaha rumah makan dan industri olahan makanan berbahan dasar lele. Produksi benih di Kabupaten Bogor cenderung mengalami penurunan di tahun 2008 sebesar 244.634 ribu ekor menjadi 62.020,27 ribu ekor di tahun 2009. Penurunan jumlah produksi benih membuka peluang masyarakat untuk mengusahakan maupun memperluas usaha pembenihan Lele Sangkuriang di Kabupaten Bogor. Tanpa adanya usaha pembenihan, maka usaha pembesaran ikan lele yang siap untuk dikonsumsi tidak dapat berjalan.

Dengan potensi pasar terkait tingginya permintaan akan benih ikan lele, maka membuka peluang bagi para pelaku usaha melakukan kegiatan pembenihan. Namun semakin banyak pelaku usaha yang melakukan kegiatan pembenihan ini secara tidak terkontrol dan mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas benih lele, seperti daya tahan terhadap penyakit lebih rendah, abnormalitas bentuk tubuh dan ukuran benih yang tidak seragam. Jika hal ini dibiarkan terus-menerus akan berdampak pada penurunan jumlah produksi. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk menjaga kualitas dan meningkatkan produktivitas produksi benih ikan lele dengan melakukan rekayasa genetik dan memunculkan varietas baru bernama lele sangkuriang.

Keberadaan Lele Sangkuriang sebagai varietas baru diharapkan dapat meningkatkan kualitas Lele yang dihasilkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis kelayakan dengan penggunaan benih dengan varietas baru ini untuk mengetahui usaha pembenihan lele sangkuriang ini dapat memberikan keuntungan atau tidak.

Tahap selanjutnya adalah menganalisis kelayakan usaha pembenihan Lele Sangkuriang di kabupaten Bogor dengan mengamati kegiatan usaha pembenihan yang berjalan. Analisis kelayakan yang dilakukan meliputi analisis non finansial dan analisis finansial.Analisis non finasial terdiri dari aspek pasar, teknis, manajemen, hukum, sosial danlingkungan. Analisis finansial terdiri dari analisis kriteria investasi Net PresentValue (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Rasio (Net B/C)dan Payback Period serta analisis sensitivitas menggunakan metode SwitchingValue. Analisis sensitivitas dengan metode

switching value akan menilai pengaruhperubahan peningkatan biaya pakan dan penurunan jumlah produksi benih yangdapat ditoleransi agar usaha tetap layak


(31)

untuk dilaksanakan. Kerangka pemikiranoperasional pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.

Perkembangan budidaya air tawar Jawa Barat Komoditas lele yang sedang dikembangkan

Penurunan kualitas benih lele Permintaan benih lele yang belum terpenuhi

Analisis Kelayakan Usaha

1. Aspek Pasar 2. Aspek Teknis 3. Aspek Manajemen 4. Aspek Sosial 5. Aspek Hukum 6. Aspek Lingkungan

Analisis Non Finansial

Analisis kriteria investasi :

1. Net Present Value (NPV) 2. Internal Rate of Return (IRR) 3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) 4. Payback Period (PP)

Analisis Finansial

Evaluasi atau Perbaikan

Layak Tidak Layak

Layak atau Tidak Layak ? Evaluasi Usaha

Rekomendasi Pengembabangan Usaha Analisis Switching Value :

1. Penurunan jumlah produksi 2. Kenaikan harga pakan

Prospek dan Peluang Usaha Pembenihan Lele Sangkuriang

Gambar 2 Kerangka pemikiran operasional

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabirus Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor selama lebih kurang 3(tiga) bulan. Alasan pemilihan lokasi ini sebagai tempat dilaksanakannya penelitian adalah ditempat inilah varietas Lele


(32)

Sangkuriang pertama dikembangkan oleh Abah Nasrudin serta Lele Sangkuriang ini telah dirilis sebagai varietas unggul oleh Menteri Kelautan dan Perikanan pada 2004 ini lebih cepat dipanen dibandingkan jenis ikan lainnya dan tahan penyakit.

Jenis dan Sumber Data

Dalam menyelesaikan penelitian ini diperlukan adanya data dan informasi terkait. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan pemilik usaha Lele Sangkuriang dengan menggunakan daftar pertanyaan atau kuesioner berupa informasi mengenai data-data yang terkait dengan sejarah perusahaan, kegiatan usaha pembenihan Lele Sangkuriang, serta cash flow prediksi yang akan digunakan pada saat menganalisis kepekaan usaha ini.

Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber lain yang sudah ada sebelumnya dan diolah kemudian disajikan baik dalam berbagai bentuk antara lain laporan penelitian, karya tulis dan sebagainya. Data sekunder yang diperoleh berasal dari berbagai instansi antara lain Badan Pusat Statistik, Dinas Pertanian berupa kondisi dan prospek usaha Lele Sangkuriangdi Indonesia, serta bahan pustaka yang diperoleh melalui buku, media internet dan data dari instansi terkait.

Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk pengumpulan data primer adalah melalui wawancara langsung dan mendalam dengan pemilik usaha serta observasi langsung di lapangan. Metode pengumpulan data sekunder adalah melalui

browsing pada internet dan studi literatur. Alat pengumpul data atau instrumentasi yang digunakan adalah daftar pertanyaan, alat perekam, alat pencatat dan alat penyimpan elektronik.

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis data yang dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif berdasarkan informasi yang telah dikumpulkan. Penilaian kualitatif digunakan untuk memperoleh gambaran mengenai usaha pembenihan Lele Sangkuriang dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek sosial dan aspek lingkungan dari hasil wawancara dengan alat bantu panduan pertanyaan dengan pemilik perusahaan untuk menggali informasi yang tepat. Sedangkan penilaian kuantitatif digunakan untuk menganalisis aspek finansial dari usaha Lele Sangkuriang ini. Pengolahan data analisis finansial berdasarkan kriteria kelayakan finansial yaitu

Net Present value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio

(Net B/C) dan Payback Period (PP). Selain itu, analisis kuantitatif juga meliputi analisis sensitivitas untuk melihat pengaruh peningkatan biaya pakan dan


(33)

penurunan jumlah produksi terhadap kelayakan usaha pembenihan Lele Sangkuriang dengan menggunakan metode switching value. Untuk memudahkan dalam menganalisis ini, maka pengolahan data dilakukan dengan komputer menggunakan software Microsoft Ecxel dan hasilnya akan disajikan dalam bentuk tabulasi.

Hasil dari pengolahan data ini akan digunakan untuk mencari cara yang paling tepat untuk mengembangkan usaha dibidang pembenihan lele khususnya Lele Sangkuriang. Hal-hal yang akan dipelajari adalah pemilihan lokasi usaha, pemasaran produk, mengelola karyawan, mengelola produk, promosi, mengelola keuangan, mengontrol usaha, mengetahui kunci keberhasilan usaha ini serta bagaimana cara untuk mengatasi kendala-kendala yang terjadi.

Analisis Kelayakan Aspek Non Finansial

Aspek non finansial terdiri dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek sosial dan aspek lingkungan. Setiap aspek saling berkaitan satu sama lain, ketika salah satu aspek tidak terpenuhi maka bisnis tersebut perlu dilakukan perbaikan.

1. Analisis Aspek Pasar

Aspek pasar dalam penelitian ini membahas mengenai jumlah permintaan produk, yakni penawaran yang ada saat ini, harga benih dan program pemasaran. Usaha yang sedang dijalankan dapat dikatakan layak jika produksi yang dihasilkan memiliki peluang untuk memenuhi kebutuhan (jumlah permintaan lebih besar dibandingkan jumlah penawaran) serta program pemasaran dan harga benih sesuai dengan keadaan pasar.Nurmalina et al. (2009) dari segi pemasaran

2. Analisis Aspek Teknis

Aspek teknis pada penelitian ini menganalisis mengenai lokasi usaha. Lokasi tersebut dinilai berdasarkan ketersediaan pakan, letak pasar yang dituju, ketersediaan tenaga listrik dan air, ketersediaan tenaga kerja yang bersedia membantu usaha pembenihan serta fasilitas transportasi untuk pengangkutan input untuk maupun output usaha. Selain itu, aspek teknis akan membahas juga mengenai luas produksi untuk mencapai tingkat keuntungan yang optimal, proses budidaya hingga menghasilkan produk, layout perusahaan, serta pemilihan jenis teknologi dan equipment yang digunakan. Usaha dapat dikatakan layak secara teknis apabila kondisi saat ini telah memenuhi setiap kriteria yang sudah menjadi bahasan dalam penelitian.

3. Analisis Aspek Manajemen

Aspek manajemen pada penelitian ini lebih difokuskan pada sumberdaya manusia yang mengelola bisnis. Aspek manajemen adalah faktor paling penting dari seluruh faktor produksi yang digunakan. Oleh karena itu, menjadi suatu keharusan untuk menganalisis aspek manajemen yang terkait dengan empat fungsi manajemen (perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian), bentuk struktur organisasi yang ada, deskripsi jabatan pada struktur organisasi dan jumlah tenaga kerja yang digunakan. Aspek manajemen usaha dapat dikatakan layak jika sudah memenuhi fungsi manajemen yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian. Selain itu, struktur organisasi dan jumlah tenaga kerja juga harus sesuai dengan kebutuhan usaha serta deskripsi jabatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.


(34)

4. Analisis Aspek Hukum

Analisis aspek hukum mencakup izin dalam menjalankan usaha. Selain itu, bentuk badan usaha juga perlu dianalisis untuk mengevaluasi fungsi badan usaha yang dipilih, apakah sudah menjalankan hak dan kewajibannya atau belum. Apabila kelengkapan dan keabsahan dokumen usaha telah dimiliki, maka akan mempermudah hubungan kerjasama antara pengusaha dengan pihak-pihak yang terkait, seperti pemerintah, pengusaha lain dan perusaha pakan. Usaha akan layak untuk dilaksanakan jika telah memenuhi peraturan hukum usaha pembenihan, yaitu pemenuhan izin usaha dan pemenuhan kewajiban bentuk usaha yang dilaksanakan.

5. Analisis Aspek Sosial

Aspek ini akan membahas mengenai dampak sosial positif maupun negatif akibat keberadaan usaha tersebut. Dampak positif yang dapat dilihat pada aspek sosial antara lain adanya peningkatan mutu hidup masyarakat sekitar usaha. Hal ini bisa terjadi karena tersedianya lapangan kerja baru pada pembenihan lele sangkuriang, sehingga keadaan wilayah akan semakin berkembang dibandingkan sebelum adanya bisnis tersebut.

Selain itu, keahlian (skill) masyarakat mengenai budidaya atau usaha juga akan semakin meningkat. Selain dampak positif, dampak negatif juga perlu diperhatikan agar keberadaan usaha tidak menggangu masyarakat sekitar. Keberadaan usaha apakah mampu menambah sarana dan prasarana yang ada, atau mungkin justru merusak saran dan prasarana yang sudah ada. Usaha dapat dikatakan layak secara sosial apabila keberadaan usaha dapat memberikan manfaat secara sosial, antara lain pengurangan pengangguran, peningkatan keahlian budidaya atau usaha serta adanya peningkatan ketersediaan sarana dan prasarana seperti jalan.

6. Analisis Aspek Lingkungan

Aspek lingkungan perlu dianalisis oleh pelaku usaha karena setiap proyek yang dijalankan akan memiliki dampak yang besar terhadap lingkungan, baik terhadap darat, air maupun udara dan pada akhirnya akan berdampak juga pada kehidupan hewan, tumbuhan dan manusia. Oleh karena itu, pengusaha harus memperhatikan kualitas dan sistem alami lingkungan yang ada di sekitar wilayah usaha. Limbah yang dihasilkan usaha dipikirkan dampaknya terhadap lingkungan. Usaha dapat dikatakan layak secara lingkungan apabila keberadaan usaha tidak menimbulkan dampak negatif, seperti pencemaran air maupun udara.

Analisis Kelayakan Finansial

Analisis kelayakan finansial menjadi penting untuk dilakukan oleh pelaku usaha karena keterbatasan dana yang dimiliki. Keadaan tersebut menjadikan pelaku usaha perlu mengkaji rencana investasi secara tepat agar dana yang dimiliki terserap secara sempurna. Pelaku usaha juga harus mengetahui atau dapat memprediksi keuntungan proyek yang dijalankan serta kemampuan proyek untuk mengembalikan modal pada waktu yang telah ditentukan. Analisis kelayakan finansial pada usaha pembenihan lele sangkuriang dapat dinilai menggunakan metode cash flow analisis yang terdiri dari NPV, IRR, Net B/C dan Payback Period serta Analisis Sensitivitas.


(35)

1. Net Present Value (NPV)

NPV atau nilai manfaat bersih saat ini adalah selisih antara total present value dari manfaat dan biaya pada setiap tahunnya dalam kegiatan usaha. Kriteria dan keputusan dalam analisis adalah :

1. Apabila nilai NPV > 0, artinya usaha dinyatakan layak untuk dijalankan dan memberikan keuntungan atau manfaat.

2. Apabila nilai NPV = 0, artinya usaha dinyatakan tidak untung dan tidak rugi untuk dijalankan.

3. Apabila nilai NPV < 0, artinya usaha dinyatakan tidak layak untuk dijalankan dan tidak akan memberikan keuntungan atau manfaat.

Nilai yang dihasilkan dari perhitungan NPV ini adalah dalam satuan mata uang rupiah (Rp). Adapun rumus perhitungannya adalah sebagai berikut :

Dimana :

Bt : Manfaat yang diterima pada tahun ke-t

Ct : Biaya yang dikeluarkan pada tahun ke-t

t : Tahun kegiatan bisnis (t = 0, 1, 2, 3, …, n), tahun awal dapat dimulai dari tahun nol, tergantung karakteristik bisnis yang dilaksanakan.

i : Tingkat DiscountRate (persen), : DiscountFactor (DF) pada tahun t

2. Internal Rate of Return (IRR)

IRR merupakan tingkat discount rate yang menghasilkan NPV sama dengan nol. Satuan untuk nilai perhitungan IRR adalah dalam persentase (persen). Suatu bisnis dapat dikatakan layak jika nilai IRR hasil perhitungan lebih besar dari

opportunity cost of capital-nya.

Adapun rumus perhitungannya adalah sebagai berikut:

Dimana,

NPV1 : NPV yang bernilai positif

NPV2 : NPV yang bernilai negatif

i1 : Tingkat diskonto yang menyebabkan NPV positif

i2 : Tingkat diskonto yang menyebabkan NPV negatif

3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)

Net B/C Ratio dapat diartikan sebagai manfaat bersih yang menguntungkan bisnis yang dihasilkan terhadap setiap satu satuan kerugian dari bisnis tersebut (Nurmalina et al., 2009). Kriteria penilaian Net B/C Ratio pada kelayakan proyek sebagai berikut:

1. Net B/C > 1, artinya usaha dinayatakan layak untuk dijalankan dan menguntungkan.

2. Net B/C = 1, artinya usaha dinyatakan tidak untung dan tidak rugi untuk dijalankan.


(36)

3. Net B/C < 1, artinya usaha dinyatakan merugikan atau tidak layak untuk dijalankan.

Adapun rumus perhitungannya adalah sebagai berikut:

Untuk

Dimana,

Bt : Manfaat yang diterima pada tahun ke-t

Ct : Biaya yang dikeluarkan pada tahun ke-t

i : Discount Rate (persen) t : Tahun

4. Payback Period

Payback Period digunakan untuk mengukur seberapa cepat investasi yang dikeluarkan pada bisnis dapat kembali. Semakin cepat tingkat pengembalian suatu bisnis, maka kemungkinan besar bisnis tersebut akan dipilih (Nurmalina et al., 2009). Usaha Abah Nasrudin dapat dikatakan layak, apabila nilai analisis Payback Period usaha lebih pendek dibandingkan umur proyek, yaitu delapan tahun sesuai dengan umur produktif induk lele sangkuriang.

Adapun rumus perhitungannya adalah sebagai berikut :

Dimana,

I : Besarnya investasi yang dibutuhkan

Ab : Manfaat bersih yang dapat diperoleh pada setiap tahunnya

Laporan Laba/Rugi Bisnis

Laporan laba/rugi berisi tentang penerimaan, pengeluaran dan kondisi keuangan yang diperoleh suatu perusahaan dalam satu tahun akuntansi atau produksi. Laporan laba/rugi juga dipakai untuk menaksir pajak yang akan dimasukkan ke dalam arus kas (cashflow) studi kelayakan (Nurmalina et al,

2009). Komponen yang terdapat dalam laporan laba/rugi adalah total penerimaan, biaya tetap, biaya penyusutan dan biaya variabel. Menurut Soekartawi (1986) laba/rugi suatu bisnis dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Dimana,

: Keuntungan

TR : Total Revenue (total penerimaan) TC : Total Cost (total pengeluaran)

Analisis Switching Value

Analisis switching value digunakan untuk mengetahui tingkat perubahan variabel-variabel yang bisa ditolerir agar proyek tetap layak untuk dilaksanakan.

Switching value bisa membantu perusahaan untuk mengantisipasi perubahan-perubahan yang dapat terjadi di masa yang akan datang. Variabel yang akan


(37)

dianalisis dalam penelitian ini adalah peningkatan biaya pakan dan penurunan jumlah produksi dilakukan untuk menilai apakah usaha yang dijalankan saat ini masih layak dan menguntungkan. Melihat besaran nilai peningkatan atau penurunan yang masih dapat ditolerir agar usaha tetap layak untuk dijalankan dengan melakukan analisis nilai pengganti (Switching Value).

Asumsi Dasar yang Digunakan

Asumsi dasar yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Umur proyek untuk analisis finansial adalah selama 8 tahun berdasarkan umur ekonomis indukan lele sangkuriang selama 8 tahun.

2. Satu tahun proyek terdiri atas 16 kali musim tanam.

3. Masa pembenihan lele sangkuriang kira-kira 2-3 bulan dengan asumsi sampai benih terjual seluruhnya.

4. Modal yang digunakan adalah modal sendiri.

5. Penerimaan yang diperoleh dari hasil penjualan benih Ikan Lele Sangkuriang yang berukuran 4-6 cm dengan harga Rp 150,00 per ekor dan berukuran 5–7 cm dengan harga Rp 200,00 per ekor berdasarkan harga yang berlaku pada tahun 2013 dan diasumsikan tetap sama selama umur proyek. 6. Induk jantan dan betina yang digunakan adalah lele sangkuriang berumur

minimal satu tahun dengan bobot minimal 1 Kg.

7. Tingkat suku bunga yang berlaku adalah tingkat suku bunga deposito Bank Indonesia per bulan Juli 2014 sebesar 7,5 persen.

8. Usaha budidaya pembenihan lele sangkuriang membutuhkan satu buah kolam pemijahan berukuran 4 x 2 x 1 meter dan sembilan kolam penetasan berukuran 4x 3 x 0,5 meter serta satu kolam untuk pemeliharaan induk dengan luas kolam sekitar 15 meter persegi. Jenis kolam yang digunakan untuk penetasan adalah kolam terpal.

9. Jumlah induk yang dipijahkan dalam satu periode sebanyak enam ekor, terdiri dari dua induk jantan dan empat induk betina. Kemampuan induk ikan untuk menghasilkan benih dalam suatu pemijahan sekitar 80.000 butir telur.

10. Induk yang telah dipijahkan dapat dipijahkan kembali dalam selang waktu dua bulan.

11. Derajat penetasan telur lele sangkuriang (HR atau hatching rate) sebesar 90 persen berdasarkan pengalaman usaha Abah Nasrudin yang telah disesuaikan dengan informasi dari BBPBAT Sukabumi.

12. Tingkat kemampuan hidup benih lele sangkuriang (SR atau survival rate) dimulai pada saat lele baru menetas sebesar 80 persen berdasarkan pengalaman usaha Abah Nasrudin yang telah disesuaikan dengan informasi dari BBPBAT Sukabumi.


(38)

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Kondisi Geografis

Usaha ini berada di Desa Gadog, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Jarak Desa Gadog dimana usaha Abah Nasrudin berada cukup strategis, karena hanya 3 km dari ibu kota Kecamatan Megamendung, 30 km dari ibu kota Kabupaten, 124 km dari ibu kota Jawa Barat dan 70 km dari ibu kota negara (Data Monografi Desa Gadog, 2010). Semakin dekat dengan wilayah perkotaan, akan semakin mempermudah dalam memasarkan dan promosi produknya kepada masyarakat luas. Ketinggian Desa Gadog terletak antara 650-1.100 m di atas permukaan laut dan memiliki suhu rata-rata 24-27oC (Data

Monografi Kecamatan Megamendung, 2010)

Keragaan Umum Usaha

Usaha ini sudah dirintis menjadi sebuah Kelompok Usaha Sangkuriang (KUS) dibentuk pada 27 Februari 2005 dengan tujuan utama untuk menjaga kualitas benih Ikan Lele Sangkuriang yang dihasilkan. Sebelumnya Abah seorang petani padi yang kemudian beralih menjadi pembudidaya lele sangkuriang. Diawal Abah memulai usaha ini mengalami kegagalan dimana benih lele sangkuriang yang telah dihasilkan habis dimangsa oleh kodok. Untuk menambah keterampilan dalam menjalankan usaha pembenihan ini, Abah mengikuti pelatihan yang diadakan oleh BBPBAT.

Pelatihan yang diikuti oleh anggota KUS adalah Pelatihan dalam rangka Kegiatan Replikasi dan Pembinaan Skim Modal Kerja Bagi Pembudidayaan, Pengolahan dan Pemasaran Ikan Skala Rumah Tangga. Pelatihan ini dilaksanakan pada tanggal 28-30 April 2005 di Wisma Saung Wira, Ciawi Bogor. Pelatihan ini diadakan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan agar kelompok dapat menggunakan dana bantuan secara efektif dan efisien. Semua anggota kelompok belum pernah mengikuti pelatihan yang berhubungan dengan pembudidayaaan Ikan Lele Sangkuriang. Sampai saat ini, para pembudidaya hanya mengandalkan kemampuan sendiri dan pengalaman saja. Setelah mengikuti pelatihan ini Abah mencoba kembali membudidayakan lele sangkuriang dengan membeli benih lele sangkuriang sebanyak 100.000 ekor menggunakan tanah yang sebelumnya digunakan untuk bertani padi ditutup dengan terpal.

Penggunaan terpal ini lebih memudahkan pengontrolan terhadap kolam sehingga serangan dari hama dapat diminimalisir. Diawal berdirinya Abah hanya memiliki tiga kolam yang digunakan untuk budidaya dan saat ini sudah mencapai 45 kolam terpal dalam luas areal tanah 1.200 m2. Selain kolam terpal dalam areal ini terdapat pula kolam untuk memelihara indukan, gudang dan rumah jaga.

Abah Nasrudin yang telah berhasil membudidayakan benih yang telah dibeli dan membuat pihak BBPBAT mempercayakan abah untuk memelihara indukan lele sangkuriang karena tidak semua pembudidaya diberikan kepercayaan untuk


(39)

memelihara indukan agar kualitas lele sangkuriang tidak mengalami penurunan. Pihak BBPBAT tetap mendampingi selama proses budidaya serta memberikan pelatihan terhadap tenaga kerja lainnya. Abah Nasrudin saat ini diberikan kepercayaan untuk memberikan pelatihan kepada pembudidaya lain.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Aspek Non Finansial

Analisis dari aspek non finansial dilakukan untuk mengetahui sejauh mana usaha pembenihan lele sangkuriang yang terletak di Desa Sukabirus, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor layak untuk dijalankan. Aspek non finansial yang dikaji terdiri dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek sosial dan aspek lingkungan.

Analisis Aspek Pasar

Aspek pasar merupakan hal yang sangat penting dalam menjalankan usaha. Aspek pasar digunakan untuk mengetahui peluang atau potensi permintaan pada masa lalu, sekarang dan yang akan datang. Aspek pasar usaha pembenihan lele sangkuriang ini dikatakan layak apabila produk yang dihasilkan memiliki peluang pasar yakni potensi permintaan lebih tinggi dibandingkan dengan penawarannya. Analisis aspek pasar meliputi permintaan, penawaran dan pemasaran output. a. Permintaan dan Penawaran

Peluang pasar usaha pembenihan lele sangkuriang masih sangat terbuka. Ikan lele sebagai komoditas ikan air tawar memiliki beberapa keunggulan diantaranya terknologi pembenihan dan proses pembenihan mudah dikuasai dan diterapkan, benilai ekonomis dan dapat dilakukan dalam skala rumah tangga sampai industri serta memiliki pasar yang potensial. Berdasarkan wawancara, rata-rata produksi benih lele sangkuriang pada tahun 2012 dari bulan April sampai Oktober yang juga terserap oleh pembudidaya pembesaran lele sangkuriang mencapai 151.461 ekor per bulan. Namun jumlah ini belum mampu memenuhi permintaan karena produksi benih yang dihasilkan habis terjual, maka dilihat dari sisi penawaran usaha pembenihan lele sangkuriang Abah Nasrudin ini layak untuk dijalankan.


(40)

Abah Nasrudin mengusahakan kegiatan pembenihan menggunakan jumlah kolam sebanyak 40 unit kolam terpal. Jumlah induk yang digunakan dalam satu kali periode sebanyak 1 paket terdiri dari 2 ekor induk jantan dan 4 ekor induk betina, bobot rata-rata induk betina yang dipijahkan 1,2 – 2 kg. Induk betina dapat menghasilkan jumlah telur rata-rata 80.000 butir telur, jadi dengan 4 ekor induk betina akan menghasilkan telur sebanyak 320.000 butir telur dalam satu kali periode pemijahan. Dengan tingkat Hatching Rate (HR) 90 persen dan Survival Rate (SR) 80 persen, sehingga seharusnya dalam tiap bulannya Abah dapat memproduksi benih lele sangkuriang siap jual sebanyak 230.400 ekor benih per bulan.

b. Pemasaran Produk

Produk yang dihasilkan oleh usaha pembenihan lele sangkuriang ini adalah berupa benih lele dari varietas unggul yakni lele sangkuriang. Ukutran rata-rata benih lele sangkuriang adalah 4-6 cm dengan harga Rp 150,00 per ekor dan berukuran 5–7 cm dengan harga Rp 200,00 per ekor. Keaslian induk lele sangkuriang yang digunakan menjadi nilai tambah dalam penjualannya, karena keaslian induk lele akan menentukan kualitas benih yang dihasilkan. Harga jual yang ditetapkan bersaing sehat dengan harga pasar, karena pemerintah sudah menetapkan harga jual untuk benih lele sangkuriang. Biaya pengiriman benih lele tidak termasuk dalam penetapan harga dan sepenuhnya menjadi tanggungan pembeli.

Saluran pemasaran pada usaha pembenihan lele sangkuriang Abah Nasrudin dapat dilihat pada Gambar 4. Pemasaran dilakukan secara personal selling. Anggota kelompok yang bertugas sebagai pemasaran bertanggung jawab untuk mengangkat benih dan melakukan transaksi pembayaran dengan pembeli. Pemasaran benih ikan lele sangkuriang mencakup wilayah Parung, Leuwiliang, Kuningan, Banten, Pandeglang dan Purwokerto. Abah Nasrudin sudah memiliki pelanggan tetap baik dari anggota kelompok dan diluar kelompok yang melakukan pembesaran lele sangkuriang, sehingga pemasaran yang dilakukan layak untuk dijalankan.

Keberhasilan usaha pembenihan lele sangkuriang yang dilakukan Abah Nasrudin membuat para wartawan media cetak seperti surat kabar banyak yang melakukan peliputan seputar budidaya perikanan dan secara tidak langsung hal ini dapat digunakan sebagai media untuk promosi.


(1)

(2)

Lampiran 8 Kuesioner untuk penelitian

KUESIONER PENELITIAN

ANALISIS KELAYAKAN PADA USAHA PEMBENIHAN LELE SANGKURIANG

(Studi Kasus : Usaha Pembenihan Lele Abah Nasrudin, Ds. Sukabirus, Kec. Megamendung Kab. Bogor)

Responden yang terhormat,

Saya Luthfi (H34104053), Mahasiswi Program Alih Jenis Agribisnis Institut Pertanian Bogor (IPB), saat ini sedang melakukan penelitian mengenai Analisis Kelayakan Usaha Pembenihan Lele Sangkuriang. Penelitian ini adalah bagian dari skripsi yakni sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi bagi peneliti.

Demi tercapainya hasil yang diinginkan, peneliti memohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/I untuk berpartisipasi dengan mengisi kuesioner ini secara lengkap dan benar. Semua informasi yang diterima dari wawancara ini bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan akademik. Atas kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/I, saya ucapkan terimakasih.

DAFTAR PERTANYAAN MENGENAI USAHA PEMBENIHAN LELE SANGKURIANG

Karakteristik Responden

1. Nama :

2. Umur :

3. Alamat :

4. Pendidikan Terakhir :

5. Status Perkawinan : Kawin/Tidak Kawin)*

6. Jumlah Tanggungan : orang

7. Pekerjaan

Utama : , lama berusaha : tahun

Sambilan : , lama berusaha : tahun

8. Pendapatan

Utama : /bulan

Sambilan : /bulan

Karakteristik Usaha (Non Proyek)

1. Jenis Usaha :

2. Status Usaha : Utama/Sambilan)*

3. Jumlah Tenaga Kerja : orang

4. Upah Tenaga Kerja : Rp /hari

Karakteristik Usaha Pembenihan Lele Sangkuriang

1. Status Usaha :

2. Lama Berusaha : tahun


(3)

59

Sumber : Sendiri/Pinjaman

Besar : Rp

Keterangan Pinjaman : Angsuran/Sumber/Pinjaman

Kendala :

4. Lahan/Tanah

Status : Milik Sendiri/Sewa/Bagi Hasil/Lainnya

Ukuran : m²

Biaya Sewa/Harga : /tahun

Kendala :

5. Konstruksi Kolam

Bentuk Kolam/Ukuran :

Kemiringan :

Biaya Pembuatan Kolam

No Keterangan Ukuran Jumlah Harga

Total

Kendala :

6. Air

Sumber Air :

Alat yang digunakan : Pembuangan Air :

Kendala :

7. Pakan

Keterangan Induk Benih

Pakan yang digunakan

Jumlah Pakan yang diberikan (kg)

Frekuensi (kali/hari)

Harga Pakan (Rp)

Kendala :

8. Obat-obatan

Jenis Obat :

Jumlah :

Harga :

Waktu Pemberian :


(4)

9. Induk

Sumber :

Jumlah Induk :

Harga Induk : Rp

Berat Induk : kg

Pemijahan : Alami/Kawin Suntik

Waktu Pemijahan :

Frekuensi : kali/tahun

Kendala :

10. Pendederan

Keterangan Ukuran Benih

3 - 5 cm 7 - 9 cm 10 - 12 cm

Harga Benih (per ekor)

Padat Tebar (per m²)

Pakan yang digunakan

Kendala :

11. Tenaga Kerja

Keterangan Jumlah (orang) Upah (Rp) Waktu (hari)

Konstruksi Kolam

Pemeliharaan

Panen

Pemasaran

Kendala :

12. Panen

Frekuensi Panen : /tahun

Peralatan yang digunakan

No Keterangan Ukuran Jumlah Harga

Total

Penerimaan Selama Panen

Ukuran Jumlah yang dijual Harga Jual

4 - 6 cm

7 - 9 cm

10 - 12 cm

Kendala :

13. Pemasaran


(5)

61

Cara Jual-Beli :

Biaya yang dikeluarkan dalam pemasaran

Keterangan Jumlah Biaya

Kendala :


(6)

-RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Luthfi dilahirkan di Jakarta pada tanggal 10 November 1987 dari ayah Tubagus Hamzah dan ibu Bemmy Yuliana. Penulis adalah putrid pertama dari empat bersaudara. Tahun 2005 penulis lulus dari SMA Proklamasi 1945 Bogor dan pada tahun yang sama penulis diterima di Direktorat Institut Pertanian Bogor pada Program Keahlian Manajemen Agribisnis melalui jalur Regular dan menyelesaikan pendidikan Diploma III pada tahun 2008 dan mendapat gelar Ahli Madya. Pada tahun 2010 penulis melanjutkan pendidikan kembali pada Alih Jenis Agribisnis, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.