Pengaruh Cendawan Endofit terhadap Biologi dan Pertumbuhan Populasi Polyphagotarsonemus latus Banks (Acari: Tarsonemidae) pada Tanaman Cabai

PENGARUH CENDAWAN ENDOFIT TERHADAP BIOLOGI
DAN PERTUMBUHAN POPULASI Polyphagotarsonemus latus
Banks (ACARI: TARSONEMIDAE) PADA TANAMAN CABAI

ELIN TASLIAH

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Cendawan
Endofit terhadap Biologi dan Pertumbuhan Populasi Polyphagotarsonemus latus
Banks (Acari: Tarsonemidae) pada Tanaman Cabai adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014
Elin Tasliah
A34100021

ABSTRAK

ELIN TASLIAH. Pengaruh Cendawan Endofit terhadap Biologi dan Pertumbuhan
Populasi Polyphagotarsonemus latus Banks (Acari: Tarsonemidae) pada Tanaman
Cabai. Dibimbing oleh SUGENG SANTOSO dan WIDODO.
Tungau Polyphagotarsonemus latus merupakan salah satu hama penting
pada tanaman cabai. Populasi P. latus yang tinggi dapat menyebabkan kematian
tanaman cabai. Salah satu alternatif pengendalian yang ramah lingkungan adalah
dengan memanfaatkan cendawan endofit. Penelitian ini bertujuan menguji
pengaruh cendawan endofit terhadap biologi dan pertumbuhan populasi P. latus
pada tanaman cabai. Benih cabai direndam pada suspensi miselium selama 12 jam
kemudian ditanam. Pada 3 minggu setelah sebar benih, tanaman cabai kemudian

disiram dengan suspensi miselium. Perbanyakan tungau kuning dilakukan pada
tanaman cabai di laboratorium. Lima imago betina berumur seragam dari hasil
perbanyakan diinfestasikan ke setiap tanaman pada satu minggu setelah inokulasi
cendawan endofit terakhir. Pengamatan pertumbuhan populasi P. latus dilakukan
setiap minggu selama 10 minggu. Di laboratorium, 50 telur tungau kuning
berumur seragam dipelihara secara satu per satu pada daun cabai dan diamati
setiap 6 jam sampai menjadi imago. Imago yang terbentuk kemudian dipasangpasangkankan dan diamati setiap hari sampai imago mati. Siklus hidup,
keperidian, nisbah kelamin, dan lama hidup imago diamati. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa perlakuan cendawan endofit dapat meningkatkan viabilitas
benih. Perlakuan beberapa jenis cendawan endofit dapat memperpanjang masa
praoviposisi, menekan pertumbuhan populasi, menurunkan keperidian dan
meningkatkan jumlah individu jantan.
Kata kunci: cabai, cendawan endofit, pertumbuhan populasi,
Polyphagotarsonemus latus,

ABSTRACT

ELIN TASLIAH. The Effects of Endophytic Fungi on Biology and Population
Growth of Broad Mite, Polyphagotarsonemus latus Banks (Acari: Tarsonemidae),
on Pepper. Supervised by SUGENG SANTOSO and WIDODO.

Broad mite Polyphagotarsonemus latus is one of the most important pests of
pepper. High population of P. latus on pepper may cause death on plants. One of
the alternative environmental-friendly control methods is the use of endophytic
fungi. This study aimed to know effect of the endophytic fungi on biology and
population growth of broad mite on pepper. The pepper seeds were soaked in
miselium suspension for 12 hours and then planted. Three weeks after seeds
planting, peppers were sprayed with miselium suspension. Broad mite collected
from the field were reared on pepper in the laboratory. The same age-five female
adults were infested on each pepper seedling a week after last inoculation of
endophytic fungi. The population growth of broad mite were observed each week
for 10 weeks. In the laboratory, 50 broad mite eggs were reared on pepper leaves
and observed every 6 hours until adult emergence. P. latus then paired and
observed everyday until all adults dead. Life cycle, fecundity, sex ratio and adult
longevity were observed. The result showed that treatment of endhophytic fungi
could increase pepper seeds viability. Several kinds of endophytic fungi also
suppressed population growth, elongated praoviposition period, reduced mite
fecundity and increase the number of male.
Keywords: pepper, endophytic fungi, Polyphagotarsonemus latus, population
growth,


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGARUH CENDAWAN ENDOFIT TERHADAP BIOLOGI
DAN PERTUMBUHAN POPULASI Polyphagotarsonemus latus
Banks (ACARI: TARSONEMIDAE) PADA TANAMAN CABAI

ELIN TASLIAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian

pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Pengaruh Cendawan Endofit terhadap Biologi dan Pertumbuhan
Populasi Polyphagotarsonemus latus Banks (Acari:
Tarsonemidae) pada Tanaman Cabai
Nama
: Elin Tasliah
NIM
: A34100021

Disetujui oleh

Dr. Ir. Sugeng Santoso, MAgr.

Pembimbing I

Dr. Ir. Widodo, MS.
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, MSi.
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang atas segala
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir yang
berjudul “Pengaruh Cendawan Endofit terhadap Biologi dan Pertumbuhan
Populasi Polyphagotarsonemus latus Banks (Acari: Tarsonemidae) pada Tanaman
Cabai”. Penelitian dilaksanakan dari Oktober 2013 sampai Maret 2014. Penelitian
ini didanai oleh Dirjen DIKTI melalui beasiswa Bidik Misi.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada
1. Dr. Ir. Sugeng Santoso, MAgr. dan Dr. Ir. Widodo, MS. selaku dosen
pembimbing yang senantiasa memberikan bimbingan, masukan, pengetahuan,
saran dan arahan kepada penulis.
2. Prof. Dr. Ir. Meity S. Sinaga, MSc. selaku dosen penguji tamu yang telah
memberikan masukan kepada penulis.
3. Dr. Ir. Tri Asmira Damayanti, MAgr. selaku dosen pembimbing akademik
yang telah memberikan saran dan dukungan selama penulis mengikuti
perkuliahan.
4. Dirjen DIKTI yang telah memberikan dukungan dana selama perkuliahan
melalui Beasiswa Bidik Misi.
5. Bapak, ibu, kakak, adik, serta seluruh keluarga, atas doa dan kasih sayang.
6. Teman-teman Departemen Proteksi Tanaman angkatan 47 yang telah
mendukung terlaksananya laporan tugas akhir penulis. Serta pihak lain yang
turut membantu dalam penyusunan laporan tugas akhir ini.
Semoga laporan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Bogor, Juli 2014
Elin Tasliah


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
ix
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
BAHAN DAN METODE
3
Tempat dan Waktu Penelitian
3

Bahan
3
Persiapan
3
Pemeliharaan P. latus
3
Penyediaan Isolat Cendawan Endofit
3
Pengaruh Cendawan Endofit terhadap Pertumbuhan Populasi P. latus di
Rumah Kaca
4
Perlakuan Benih Cabai dengan Cendawan Endofit
4
Penanaman Cabai ke dalam Polibag
4
Infestasi P. latus
4
Pengamatan
4
Pertumbuhan Populasi P. latus

4
Biologi P. latus
4
Analisis Data
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Pertumbuhan Tanaman Cabai yang Diinokulasi Cendawan Endofit
6
Pertumbuhan Populasi P. latus
7
Siklus Hidup P. latus
10
Biologi P. latus
13
SIMPULAN DAN SARAN
16
Simpulan
16
Saran

16
DAFTAR PUSTAKA
17
LAMPIRAN
19
RIWAYAT HIDUP
22

viii

viii

DAFTAR TABEL

1 Pengaruh cendawan endofit terhadap lama perkembangan pradewasa
Polyphagotarsonemus latus
2 Pengaruh cendawan endofit terhadap sifat biologi imago
Polyphagotarsonemus latus

12
14

DAFTAR GAMBAR

1 Penempelan daun bergejala serangan P. latus
3
2 Perkecambahan benih cabai yang diinokulasi cendawan endofit
7
3 Pengaruh cendawan endofit terhadap perkembangan populasi
Polyphagotarsonemus latus
9
4 Tunas baru yang muncul pada tanaman cabai setelah serangan P. latus
9
5 Pengaruh cendawan endofit terhadap pertumbuhan tunas baru tanaman cabai
kontrol (a) dan diinokulasi cendawan endofit II7-1 (b) pada 8 MSI
10
6 Fase perkembangan Polyphagotarsonemus latus (a) telur (b) larva
(c) nimfa (d) imago betina (e) imago jantan (f) kopulasi
11
7 Pengaruh cendawan endofit terhadap keperidian P. latus
15

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kompensasi kerusakan Polyphagotarsonemus latus pada tanaman cabai
yang diinokulasi cendawan endofit
2 Pengaruh cendawan endofit terhadap perkembangan populasi
Polyphagotarsonemus latus per pada tanaman cabai

20
21

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tanaman cabai merah (Capsicum annum L.) merupakan salah satu
komoditas hortikultura andalan di Indonesia. Menurut BPS (2013), tahun 2012
produktivitas cabai besar segar dengan tangkai sebanyak 7.93 ton/ha meningkat
dibandingkan dengan tahun 2011 sebanyak 7.34 ton/ha. Sampai saat ini budidaya
cabai masih menghadapai berbagai permasalahan sehingga produktivitas cabai
besar masih dibawah potensi hasil 12 ton/ha (Purwati et al. 2000). Rendahnya
produksi cabai antara lain disebabkan oleh serangan hama dan patogen tanaman.
Polyphagotarsonemus latus Banks yang dikenal tungau teh kuning
merupakan salah satu hama penting pada tanaman cabai. P. latus dapat menyerang
pada semua fase pertumbuhan tanaman cabai (Setiawati et al. 2005) . Gejala
serangan tungau kuning muncul 8-10 hari setelah terserang. Pucuk tanaman
seperti terbakar pada 4-5 hari setelah gejala muncul. Serangan berat
mengakibatkan pucuk tanaman mati, buah cabai kaku, permukaan buah kasar dan
malformasi. Siklus hidup P. latus yang pendek dengan keperidian yang tinggi
mengakibatkan populasi P. latus bisa meningkat dengan cepat sehingga
mempercepat perkembangan tingkat kerusakan yang ditimbulkannya. Untuk
mengurangi kerugian yang ditimbulkan oleh tungau kuning tersebut, perlu
dilakukan beberapa pengendalian.
Pengendalian tungau secara terpadu pada pertanaman dapat dilakukan
dengan menggunakan berbagai metode, diantaranya pengendalian secara kimia,
kultur teknis, tanaman resisten, regulasi, pengamatan hama dan musuh alami dan
pengendalian secara biologi (Hoy 2011).
Pengendalian yang selama ini banyak dilakukan oleh petani adalah dengan
insektisida atau akarisida. Pengendalian dengan penggunaan pestisida sintetik
belum optimal dalam menurunkan kerusakan akibat P. latus. Menurut Zhang
(2003), pengendalian menggunakan pestisida non sistemik akan sulit dilakukan
karena tungau kuning memiliki kebiasaan berlindung diantara lipatan daun yang
mengeriting sehingga tungau kuning sulit terpapar oleh cairan semprot pestisida.
Pengendalian hayati merupakan salah satu alternatif pengendalian yang
ramah lingkungan dan dapat menjaga keseimbangan ekosistem di alam.
Pengendalian secara biologi dapat dilakukan dengan menggunakan musuh alami
seperti predator, parasitoid dan agens antagonis (Hoy 2011). Cendawan endofit
merupakan salah satu agens antagonis yang berpotensi untuk mengendalikan
tungau. Mekanisme penghambatan cendawan endofit dapat terjadi secara
langsung dengan mekanisme antagonis dan secara tidak langsung dengan
mekanisme ketahanan terinduksi. Perlindungan tanaman dengan ketahanan
terinduksi didasarkan pada rangsangan mekanisme ketahanan oleh adanya
perubahan metabolik yang memungkinkan tanaman untuk lebih mengefektifkan
ketahanannya (Agrios 1997).
Berdasarkan teori evolusinya, cendawan endofit berasal dari cendawan
patogen yang berkembang menjadi patogen minor dan kemudian menjadi simbion
yang bersifat mutualisme. Cendawan tersebut membantu proses penyerapan unsur

2
hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk proses fotosintesis serta melindungi
tanaman inangnya dari serangan hama dan penyakit, dan hasil dari fotosintesis
dapat digunakan oleh cendawan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya
(Gao et al. 2010).
Cendawan endofit menginfeksi tumbuhan pada jaringan tertentu dan mampu
menghasilkan mikotoksin, enzim serta antibiotik sehingga asosiasi cendawan
endofit dengan tumbuhan inang mampu melindungi tumbuhan inang dari
beberapa patogen virulen, kondisi ekstrim maupun herbivora (Clay 1988 dalam
Istikorini 2008). Mekanisme cendawan endofit dalam melindungi tanaman
terhadap serangga ataupun patogen meliputi (1) penghambatan pertumbuhan
patogen secara langsung; (2) penghambatan tidak langsung melalui induksi
ketahanan tanaman dalam pembentukan metabolit sekunder; (3) perangsangan
pertumbuhan tanaman; kolonisasi jaringan tanaman sehingga patogen sulit
penetrasi; dan (4) Hiperparasit (Gao et al. 2010).
Penggunaan cendawan endofit dalam meningkatkan pertumbuhan dan
mengendalikan serangga sudah banyak diteliti. Cendawan endofit Beauveria
bassiana mempengaruhi perilaku makan dari Ostrinia nubilalis (Bing dan Lewis
1991). Cendawan endofit Nigrospora sp. pada tanaman cabai dapat menekan
pertumbuhan populasi, menurunkan kepiridian dan memperpanjang siklus hidup
Aphis gossypii (Hermawati 2007).
Penelitian tentang potensi cendawan endofit pada cabai sebagai agens
pengendali hayati tungau belum dilakukan di Indonesia, sehingga sangat penting
untuk dilakukan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menguji pengaruh cendawan endofit pada tanaman
cabai terhadap biologi dan pertumbuhan populasi P. latus.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang alternatif
pengendalian P. latus yang ramah lingkungan.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Cikabayan, Laboratorium Bionomi
dan Ekologi Serangga, Laboratorium Taksonomi Serangga dan lahan pertanaman
di belakang Laboratorium Pendidikan I, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB), dari Oktober 2013 sampai Maret 2014.
Bahan
Cendawan endofit yang digunakan merupakan hasil isolasi dari tanaman
cabai dan sudah dibiakan di Laboratorium Klinik Tanaman, Departemen Proteksi
Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Tungau yang digunakan berasal dari
pertanaman cabai di Bogor. Benih cabai yang digunakan benih cabai besar merah
varietas Landung. Pupuk yang digunakan pupuk urea, SP-36 dan KCl.
Persiapan
Pemeliharaan P. latus
P. latus dari lapangan diperbanyak pada tanaman cabai. Daun yang
menunjukkan gejala serangan P. latus ditempelkan pada permukaan bawah daun
tanaman cabai. Setelah jumlah P. latus memadai, kemudian P. latus dipelihara di
laboratorium untuk mendapatkan tungau yang berumur seragam.

Gambar 1 Penempelan daun bergejala serangan P. latus
Penyediaan Isolat Cendawan Endofit
Cendawan endofit yang digunakan memiliki hifa steril. Isolat cendawan
endofit diperbanyak pada media Potato Dextrose Broth (PDB). Isolat tersebut
diletakkan pada shaker selama 5 hari dengan kecepatan 120 rpm. Inokulum
berupa suspensi miselium digunakan untuk perlakuan benih cabai dan penyiraman
pada tanaman cabai. Isolat cendawan endofit disaring pada kertas saring
(Whatman no 1). Miselium yang terkumpul pada ketas saring ditambahkan
dengan 200 ml air steril dan dihancurkan dengan ultra homogenizer (Ultra
Turox). Setelah terbentuk suspensi, dilakukan pengenceran suspensi sampai taraf
pengenceran 10-6. Suspensi cendawan endofit yang telah diencerkan kemudian
dihitung kerapatan inokulum. Suspensi cendawan endofit sebanyak 0.1 ml disebar
pada media Potato Dextrose Agar (PDA) dan diinkubasi selama 7 hari. Koloni
inokulum yang muncul pada media PDA dihitung. Kerapatan inokulum yang
digunakan pada penelitian ini yaitu 1.5-2.0 x 106 propagul/ml.

4
Pengaruh Cendawan Endofit terhadap Pertumbuhan Populasi P. latus di
Rumah Kaca
Perlakuan Benih Cabai dengan Cendawan Endofit
Benih cabai disterilisasi permukaan dengan NaOCl 1% selama 2 menit
kemudian dibilas dengan akuades steril. Benih kemudian direndam dalam
suspensi cendawan endofit selama 12 jam, dan disemai dalam polibag. Inokulasi
kedua dilakukan dengan cara penyiraman suspensi miselium 1 ml di sekitar
perakaran cabai pada 3 minggu setelah sebar (MSS) benih.
Penanaman Cabai ke dalam Polibag
Benih cabai ditanam pada polibag 30 cm x 30 cm dengan menggunakan
media tanam berupa tanah dan kompos dengan perbandingan 1:1 (v/v). Masingmasing polibag diletakkan diatas piring plastik. Benih cabai sebanyak 3 buah
ditanam sedalam 0.5 cm. Pupuk terdiri dari urea (5gr/tanaman) dan SP-36 (20
gr/tanaman) diberikan pada saat sebar benih. Pada 6 MSS, diberikan pupuk urea
(5 gr/tanaman) dan KCl (5 gr/tanaman). Perkecambahan benih diamati pada 3
MSS. Pada setiap polibag disisakan satu tanaman cabai sebagai objek penelitian.
Infestasi P. latus
Infestasi tungau kuning dilakukan pada 7 hari setelah inokulasi cendawan
endofit yang kedua. Setiap tanaman cabai diinfestasi dengan 5 imago betina P.
latus yang berumur seragam. P. latus diinfestasikan pada daun ke-3 dari pucuk
tanaman.
Pengamatan
Pertumbuhan Populasi P. latus
Pengamatan dilakukan seminggu sekali selama 10 minggu. Pengamatan
dimulai 2 minggu setelah infestasi P. latus . Pada setiap tanaman dipetik satu daun
ke-3 dari pucuk secara acak. Pengamatan dilakukan pada daun tersebut karena
menurut Fasulo (2013), P. latus dapat ditemukan pada daun muda, sedangkan
menurut Kalshoven (1981), pada tanaman teh, P. latus banyak ditemukan di
pucuk dan diantara rambut pada permukaan bawah daun. Populasi P. latus pada
setiap daun diamati menggunakan mikroskop stereo. Setelah diamati, P. latus
direinfestasi ke tanaman perlakuan.
Biologi P. latus
P. latus yang berasal dari tanaman cabai perlakuan digunakan sebagai objek
penelitian. P. latus dari masing-masing perlakuan kemudian dibawa ke
laboratorium.
Sebanyak 50 imago betina dari masing-masing perlakuan kemudian
dipelihara pada daun cabai dengan perlakuan sama dengan asal P. latus. Imago
betina dibiarkan selama 4 jam agar bertelur. Pada setiap daun disisakan 1 telur.
Telur dipelihara dan diamati setiap 6 jam sampai menjadi imago. Lama stadia
setiap instar dicatat. Imago yang muncul kemudian dipasang-pasangkan dan
diamati praoviposisi, oviposisi dan jumlah telur harian sampai imago mati.

5
Pengamatan biologi P. latus dilakukan dalam 2 tahap. Pada setiap tahap,
masing-masing perlakuan menggunakan 25 individu P. latus.
Analisis Data
Rancangan percobaan yang dilakukan dalam pengujian adalah rancangan
acak lengkap (RAL) dengan 1 faktor, 6 taraf (kontrol, cendawan endofit I2-2’, II7-1,
II9-1, IV2, dan IV5-2) dan 10 ulangan. Pengolahan data pertumbuhan populasi,
siklus hidup dan biologi menggunakan program Microsoft Office Excel 2007.
Data dianalisis dengan analisis ragam menggunakan program Statistical Analysis
System (SAS), perlakuan yang berpengaruh diuji lanjut dengan uji jarak Duncan
dengan selang kepercayaan 95%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Cendawan Endofit terhadap Perkecambahan Benih Cabai
Perendaman benih cabai menggunakan cendawan endofit mampu
meningkatkan persentase perkecambahan benih. Benih cabai yang diinokulasi
cendawan endofit menunjukkan persentase perkecambahan lebih tinggi
dibandingkan dengan kontrol. Persentase perkecambahan benih cabai yang
diinokulasikan cendawan endofit I2-2’ dan II7-1 sama yaitu sebesar 83.33%,
sedangkan pada cendawan endofit II9-1, IV2 dan IV5-2 masing-masing sebesar
76.67%, 66.67%, dan 73.33% (Gambar 2).
Inokulasi cendawan endofit pada benih dapat meningkatkan persentase
perkecambahan. Menurut Dearnaley dan Brocque (2006), kolonisasi cendawan
endofit memiliki peran penting pada saat perkecambahan. Pada saat berkecambah,
benih hanya memiliki sedikit kandungan nutrisi esensial. Pada saat benih
berkecambah, hifa cendawan endofit mengolonisasi jaringan tanaman dan
membentuk struktur yang disebut pelotons. Struktur tersebut digunakan cendawan
endofit untuk melakukan pertukaran nutrisi, sedangkan benih mendapatkan suplai
gula dan substansi anorganik (nitrogen dan fosfor) yang berguna bagi
pertumbuhan tanaman muda tersebut. Selain itu, beberapa cendawan endofit
memproduksi fitohormon seperti etilen, auksin dan sitokinin (Bacon dan Hinton
2002; Tan dan Zon 2001).
Penelitian Xin et al. (2009) menunjukan bahwa beberapa strains cendawan
endofit mampu memproduksi hormon indole-3-acetic acid (IAA) setelah
diinkubasi oleh triptofan. Cendawan endofit Williopsis saturnus asal tanaman
jagung mampu menghasilkan hormon perangsang pertumbuhan tanaman, yaitu
IAA dan indole-3-pyruvic acid (IPYA) (Nassar et al. 2005). Sementara itu
penelitian Kavroulakis et al. (2007) menunjukan bahwa cendawan endofit
memiliki jalur metabolisme untuk membentuk etilen dan pembentukan hormon
etilen tersebut dijadikan salah satu cara kerja bagi cendawan endofit dalam
menginisiasi ketahanan tanaman inang terhadap cendawan Fusarium Solani.
Dengan adanya hormon perangsang pertumbuhan tersebut maka persentase
perkecambahan benih cabai dengan perlakuan cendawan endofit lebih tinggi
dibandingkan dengan kontrol.
Persentase perkecambahan tertinggi yaitu lebih dari 80% ditunjukkan oleh
tanaman cabai dengan perlakuan perendaman cendawan endofit I2-2’ dan II7.
Melalui perendaman, cendawan endofit ditransmisikan melalui biji tanaman
inang, kemudian hifa cendawan tumbuh berkembang dalam ovul (Clay 1993
dalam Istikorini 2008). Persentase perkecambahan lebih dari 80% menunjukkan
persentase perkecambahan yang tinggi sehingga benih memiliki viabilitas dan
mutu fisiologis yang baik. Tinggi rendahnya viabilitas benih dapat diukur dengan
daya kecambah benih dan bobot kering kecambah normal. Mutu fisiologis benih
adalah tinggi rendahnya daya hidup atau viabilitas benih tercermin dari nilai daya
berkecambah, kecepatan tumbuh, keserempakan tumbuh (Widajati et al. 2013).
Penelitian cendawan endofit pada beberapa rumput-rumputan menunjukkan
bahwa tanaman yang terinfeksi cendawan endofit memiliki vigor yang lebih baik

7
dan menghasilkan metabolit sekunder yang bersifat toksik terhadap herbivora
sehingga tanaman lebih tahan dibandingkan dengan tanaman yang tidak terinfeksi
cendawan endofit (Clay 1988 dalam Istikorini 2008).
Perkecambahan (%)

100
80
60
40
20
0
Kontrol

I2-2'

II7-1

II9-1

IV2

IV5-2

Perlakuan
Gambar 2 Pengaruh cwndawan endofit terhadap perkecambahan benih cabai
Pertumbuhan Populasi P. latus
Pertumbuhan populasi P. latus dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan
seperti iklim, sistem budidaya dan keberadaan musuh alami.
Perlakuan cendawan endofit pada tanaman cabai mampu mempengaruhi
pertumbuhan populasi P. latus. Secara umum, peningkatan toleransi tanaman
terhadap serangan serangga herbivora disebabkan oleh produksi senyawa alkaloid
oleh cendawan endofit (Faeth dan Saari 2012). Pada kondisi normal, tanaman juga
dapat memproduksi berbagai senyawa alkaloid seperti glucosinolates, phenolic
glycosides, dan terpenes yang berpotensi meningkatkan ketahanan tanaman
terhadap serangga herbivora tanpa bantuan dari cendawan endofit, akan tetapi
tanaman memiki keterbatasan karena selain untuk pertahanan, tanaman juga harus
mengalokasikan sumber daya tersebut untuk pertumbuhan dan reproduksi. Selain
itu, keberadaan cendawan endofit juga memiliki peran dalam memperlambat
mekanisme resistensi serangga herbivora terhadap metabolit sekunder yang
diproduksi tanaman. Sifat resistensi dari serangga herbivora biasanya bersifat
spesifik, sehingga dengan adanya metabolit yang dihasilkan cendawan endofit,
mekanisme resistensi serangga hama akan sedikit dihambat.
Beberapa jenis senyawa alkaloid yang dihasilkan oleh cendawan endofit
diketahui bersifat racun terhadap serangga. Menurut Tan dan Zon (2001),
senyawa alkaloid lolines, agroklavin dan elimoklavin yang dihasilkan cendawan
endofit Neotyphodium bersifat racun syaraf terhadap serangga mamalia dan
herbivora. Senyawa 2α-Hydroxydimeninol dan pestalotiopsins yang dihasilkan
cendawan endofit Pestalotiopsis spp. bersifat toksik terhadap larva ulat pucuk
Choristoneura fumiferana. Kemampuan cendawan endofit menghasilkan senyawa
alkaloid yang bersifat racun terhadap beberapa serangga hama dapat menurunkan
populasi hama tersebut.
Pertumbuhan populasi P. latus pada tanaman cabai yang diinokulasi
cendawan endofit cenderung fluktuatif. Pada 3 minggu setelah infestasi (MSI),

8
populasi P. latus mencapai populasi tertinggi kecuali pada II7-1, kemudian pada
minggu berikutnya populasi P. latus pada cabai dengan perlakuan cendawan
endofit menurun, sedangkan pada tanaman kontrol meningkat (Gambar 3). Hal
tersebut disebabkan tingkat infeksi cendawan endofit pada jaringan tanaman
meningkat secara konstan seiring dengan meningkatnya umur jaringan tanaman
(Stone et al. 2004).
Populasi P. latus pada tanaman cabai yang diinokulasikan cendawan
endofit II7-1 berbeda nyata dengan kontrol pada 4 MSI dengan populasi yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kontrol (Gambar 3). Pada 8 sampai 11 MSI
perkembangan populasi P. latus pada tanaman yang diinokulasi cendawan endofit
II9-1 dan cendawan endofit IV2 lebih rendah dan berbeda nyata dengan kontrol.
Pada tanaman yang dinokulasikan cendawan endofit II7-1 dan cendawan endofit
IV5-2, populasi P. latus berbeda nyata dengan kontrol pada 9-11 MSI. Pada 11
MSI, pertumbuhan populasi P. latus pada seluruh perlakuan cendawan endofit
menunjukan perbedaan yang nyata dan lebih rendah dari pada kontrol. Masingmasing perlakuan cendawan endofit menunjukan pengaruh yang tidak berbeda
nyata terhadap pertumbuhan populasi P. latus pada 0 sampai 3 MSI, begitupun
pada 5 sampai 11 MSI. Pada 4 MSI, perlakuan cendawan endofit II7-1 memberikan
pengaruh yang berbeda nyata dengan perlakuan cendawan I2-2’ dan II9-1 terhadap
pertumbuhan P. latus.
Efektivitas dari cendawan endofit terhadap hama bervariasi dan tergantung
pada genotif dari cendawan dan tanaman inangnya serta faktor lingkungan.
Kemampuan cendawan endofit dalam menolak keberadaan serangga,
menginduksi penurunan bobot tubuh, penurunan laju pertumbuhan dan
perkembangan populasi serangga, dan meningkatkan tingkat kematian serangga
berkorelasi positif dengan produksi senyawa alkaloid yang bersifat racun. Akan
tetapi, cara kerja cendawan endofit tergantung pada kemampuan cendawan
endofit tersebut dalam menciptakan lingkungan yang tidak mendukung bagi
pertumbuhan serangga (Azevedo et al. 2000).
Semua cendawan endofit yang diinokulasikan mampu menghambat
pertumbuhan P. latus, walaupun memerlukan waktu yang lama. Penghambatan
tersebut bisa terjadi pada siklus hidup, lama hidup maupun keperidian. Kolonisasi
cendawan pada tanaman cabai menyebabkan terinduksinya produksi senyawa
metabolit sekunder yang bersifat antagonis terhadap arthropoda herbivor (Faeth
2002). Kolonisasi hifa endofit menyebabkan jaringan tanaman yang menjadi
sumber nutrisi bagi serangga herbivora ataupun arthropoda hama lain
terkontaminasi oleh metabolit sekunder yang dihasilkan cendawan endofit
tersebut. Akan tetapi, tingkat persentase metabolit yang dikonsumsi masingmasing jenis artropoda herbivor sulit untuk ditentukan (Stone et al. 2004).
Populasi P. latus yang tinggi menyebabkan pucuk terminal daun melintir,
daun mengeras dan rapuh. P. latus menghisap cairan tanaman pada permukaan
bawah daun sehingga saliva yang mengandung toksin mengakibatkan perubahan
warna daun menyerupai warna tembaga, sehingga pertumbuhan tanaman dapat
berhenti dan kemampuan bertahan tanaman muncul ketika tanaman luka (Zhang
2003; Fasulo 2013).

Rata-rata P. latus/daun (individu)

9
16

Kontrol
II9-1

14

I2-2'
IV2

II7-1
IV5-2

12
10
8
6
4
2
0
0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

Minggu setelah infestasi (MSI) keGambar 3 Pengaruh cendawan endofit terhadap perkembangan populasi
Polyphagotarsonemus latus
Tanaman mengkompensasi kerusakan akibat serangan P. latus dengan
membentuk tunas-tunas baru yang tumbuh normal (Gambar 4). Tunas baru yang
muncul memiliki bentuk yang abnormal, yaitu daun melebar menyerupai bentuk
hati. Jumlah daun baru pun menjadi lebih banyak.

Gambar 4 Tunas baru yang muncul pada tanaman cabai setelah serangan P. latus
Kemampuan bertahan tanaman pada tanaman yang diinokulasikan
cendawan endofit muncul lebih cepat dibandingkan kontrol (Lampiran 1). Jumlah
daun baru yang muncul pada tanaman yang diinokulasikan cendawan endofit
terlihat lebih banyak dari pada kontrol. Tingkat infeksi cendawan endofit
meningkat seiring pertumbuhan tunas-tunas baru (Stone et al 2004). Pada 8 MSI,
tunas-tunas baru pada tanaman yang diinokulasi cendawan endofit II7-1 tumbuh
normal dan tanaman terlihat lebih sehat dibandingkan kontrol (Gambar 5).
Dengan adanya simbiosis mutualisme cendawan endofit tersebut dengan jaringan
tanaman, maka pertumbuhan populasi P. latus terhambat, gejala kerusakan
berkurang dan tanaman menjadi lebih sehat dibandingkan kontrol.

10

(a)
(b)
Gambar 5 Pengaruh cendawan endofit terhadap pertumbuhan tunas baru tanaman
cabai kontrol (a) dan diinokulasi cendawan endofit II7-1 (b) pada 8
MSI
Siklus Hidup P. latus
Pertumbuhan populasi P. latus dipengaruhi oleh siklus hidup dan
reproduksinya. Siklus hidup P. latus meliputi telur, larva, nimfa dan imago. Telur
berukuran rata-rata 0.06 mm diletakkan satu per satu pada permukaan bawah daun
(Gambar 6a). Telur berbentuk oval dan memiliki bagian dasar yang pipih untuk
menempel pada permukaan daun. Sebagian besar permukaan telur transparan
kecuali pada permukaan atas memiliki garis longitudinal berwarna putih (Zhang
2003).
Larva berukuran rata-rata 0.1 mm dan memiliki 3 pasang tungkai (Gambar
6b). Larva berwarna putih pucat ketika pertama menetas dan segera berubah
menjadi transparan. Larva aktif bergerak dalam mencari makan. Larva
menyelesaikan tahap perkembangannya tanpa mengalami perubahan yang berarti
(Krantz 1978). Larva yang telah menyelesaikan stadianya berkembang menjadi
stadia yang berdiapause disebut nimfa. Nimfa berukuran rata-rata 0.16 mm dan
merupakan stadia yang inaktif (Gambar 6c).
Imago P. latus memiliki tubuh lunak dan berwarna kuning keputihan. Imago
betina memiliki ukuran tubuh lebih besar dibandingkan imago jantan. Imago
betina berbentuk oval memanjang berwarna kuning transparan dengan bentuk
gnathosoma bulat (Gambar 6d). Menurut Jeppson et al. (1975), imago betina
memiliki 2 pasang seta pada bagian prodorsum dan 4 seta pada bagian
metapodosomal ventral sedangkan imago jantan memiliki 4 pasang seta pada
bagian prodorsal. Imago jantan memiliki bentuk yang heteromorfik dengan stadia
perkembangan lain. Imago jantan memiliki bentuk yang heteromorfik dengan
stadia perkembangan lainnya (Gambar 6e). Imago jantan memiliki tungkai lebih
panjang dari pada imago betina. Pada imago jantan, tibia dan tarsus tungkai ke-4
membentuk bagian disebut tibiotarsal yang berbentuk seperti knop yang berfungsi
untuk menopang dan koksa ke-3 dan ke-4 saling berdampingan tersendiri (Zhang
2003).

11
Imago jantan dalam populasinya lebih memencar untuk membawa nimfa ke
daun yang baru (Gambar 6f). Imago jantan akan segera kopulasi dengan nimfa
betina yang telah menyelesaikan stadianya. Imago betina P. latus dapat menyebar
dengan menempel pada tibia dan tarsus dari beberapa seranggga seperti kutu daun
(Myzus persicae) dan kutu kebul (Bemisia tabaci) (Hoy 2011).

0.1 mm

0.16 mm

0.06 mm

(a)

(b)

0.2 mm

(c)

0.14 mm

(d)
(e)
(f)
Gambar 6 Fase perkembangan Polyphagotarsonemus latus (a) telur (b) larva (c)
nimfa (d) imago betina (e) imago jantan (f) kopulasi
Lama siklus hidup P. latus adalah lama perkembangan telur hingga
terbentuk imago. Pada tanaman cabai, lama perkembangan stadia telur, larva dan
nimfa pada P. latus jantan berkisar antara 2.67-2.71, 2.42-3.0 dan 2.75-3.0 hari,
sedangkan pada P. latus betina berkisar antara 2.5-2.55, 1.89-2.2, dan 2.74-3.13
hari pada suhu 25 ºC dan kelembaban 75% (Montasser et al. 2011).
Lama stadia telur jantan dan betina pada daun cabai dengan perlakuan
cendawan endofit tidak berbeda nyata dengan kontrol. Pada daun dengan
perlakuan cendawan endofit II9-1 dan IV2, lama stadia telur jantan dan betina lebih
lama dari pada kontrol (Tabel 1).
Lama stadia larva pada daun cabai dengan perlakuan cendawan endofit tidak
berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 1). Waktu yang dibutuhkan untuk
meyelesaikan stadia larva pada daun cabai dengan perlakuan cendawan endofit
lebih lama dibandingkan dengan kontrol, kecuali pada cendawan endofit II9-1.
Larva betina memiliki waktu lebih lama dibandingkan larva jantan untuk
menyelesaikan fase perkembangannya. Selain pada daun dengan perlakuan
cendawan endofit II9-1, lama larva jantan pada daun dengan perlakuan cendawan
endofit IV5-2 lebih cepat dibandingkan dengan kontrol.
Lama perkembangan nimfa jantan pada daun dengan perlakuan cendawan
endofit tidak berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 1). Waktu yang dibutuhkan

12
untuk menyelesaikan stadia tersebut lebih lama dibandingkan dengan kontrol,
kecuali pada cendawan endofit IV5-2.
Lama perkembangan nimfa betina pada daun dengan perlakuan cendawan
endofit II7-1 lebih lama dan berbeda nyata kontrol (Tabel 1). Waktu yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan stadia tersebut yaitu 1.90 hari sehingga siklus
hidup P. latus pada perlakuan tersebut lebih lama. Selain pada cendawan endofit
II7-1, lama perkembangan nimfa betina pada daun cabai dengan perlakuan
cendawan endofit II9-1, IV2 dan IV5-2 lebih lama dibandingkan dengan
kontrol,yaitu 1.65 hari, 1.66 hari dan 1.76 sehingga siklus hidup P. latus pada
daun tersebut lebih lama. Lama stadia nimfa betina pada masing-masing
perlakuan cendawan endofit tidak berbeda nyata, kecuali perlakuan cendawan
endofit II7-1 dengan I2-2’, sedangkan lama stadia nimfa jantan, hanya perlakuan
cendawan endofit II7-1 yang berbeda nyata dengan perlakuan cendawan endofit
IV5-2. Total siklus hidup P. latus jantan pada daun cabai dengan perlakuan
cendawan endofit tidak berbeda nyata dengan kontrol, sedangkan siklus hidup P.
latus betina pada perlakuan cendawan endofit II7-1 II9-1 dan IV2 berbeda nyata
dengan kontrol. Akan tetapi, masing-masing perlakuan cendawan endofit tidak
memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap siklus hidup P. latus. Dengan
adanya siklus hidup yang lebih lama maka pertumbuhan populasi P. latus berjalan
lebih lambat. Menurut Hermawati (2007), proses metabolisme A. gossypii
terganggu dengan adanya metabolit sekunder dari cendawan endofit dalam
tubuhnya, sehingga hormon yang berperan dalam pergantian stadia pun terganggu
dan akhirnya waktu yang dibutuhkan lebih lama.
Lama perkembangan nimfa betina pada daun cabai dengan perlakuan
cendawan endofit I2-2’ lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan cendawan yang
lain dan tidak berbeda nyata dengan kontrol sehingga waktu yang dibutuhkan
untuk menyelesaikan siklus hidup lebih cepat (Tabel 1). Perlakuan cendawan
tersebut tidak mempengaruhi siklus hidup P. latus, sehingga pertumbuhan
populasinya pun tidak terlalu terhambat.
Tabel 1 Pengaruh cendawan endofit terhadap lama perkembangan pradewasa
Polyphagotarsonemus latus
a

Kontrol
I2-2’

Lama stadia (hari)
Telur
Larva
Nimfa
Jantan Betina Jantan Betina
Jantan Betina
2.17a 2.50a
2.32a 2.50a 1.57ab 1.58b
2.17a 2.00a
2.41a 2.75a 1.66ab 1.56b

Jantan Betina
6.29a 6.25b
6.23a 6.51ab

II7-1

2.16a

2.14a

2.63a 2.82a

1.81a

6.51a 6.86a

II9-1

2.65a

2.90a

2.29a 2.38a

1.67ab 1.65ab

6.62a 6.94a

IV2

2.21a

2.67a

2.57a 2.70a

1.66ab 1.66ab

6.45a 6.96a

IV5-2

2.56a

2.37a

2.27a 2.59a

1.36b

6.35a 6.71ab

Perlakuan

a

1.90a

1.76ab

Total

Angka dalam lajur yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji
Duncan pada taraf nyata 5%

13
Hasil pengamatan menunjukkan lama stadia nimfa lebih cepat. Hal tersebut
disebabkan suhu yang lebih tinggi di laboratorium, yaitu rata-rata 26.8 ºC.
Menurut Zhang (2003), semakin tinggi suhu di rumah kaca, maka lama stadia
tungau lebih cepat.
Biologi P. latus
Setiap makhluk hidup memiliki kemampuan untuk berkembangbiak untuk
melestarikan keturunannya. Kemampuan berkembangbiak antara lain dipengaruhi
oleh keperidian, perbandingan nisbah kelamin dan lama hidup (Krantz 1978).
Perkawinan imago P. latus pada masing-masing perlakuan menghasilkan
populasi imago betina lebih banyak dari pada imago jantan (Tabel 2). Imago
betina yang tidak dibuahi meletakkan telur semuanya jantan, sedangkan imago
betina yang dibuahi meletakkan telur betina dan jantan dengan perbandingan 4:1
(Fasulo 2013). Pada daun dengan perlakuan cendawan endofit, jumlah imago
betina lebih rendah dibandingkan dengan kontrol, sehingga keturunan yang
dihasilkan pada masa berikutnya lebih rendah dan populasinya pun lebih rendah.
Cendawan endofit asal padi Fusarium moniliforme mampu mempengaruhi nisbah
kelamin dari Meloidogyne graminicola dengan jantan yang lebih banyak
dibandingkan dengan betina sehingga pertumbuhan populasi dapat berjalan lebih
lambat (Huong 2010 dalam Yulianti 2013).
Imago jantan berperan membawa nimfa betina untuk berpindah ke daun
lain. Setelah nimfa betina berkembang menjadi imago, imago jantan segera
mengawini imago betina tersebut dan kemudian imago jantan akan segera mati.
Lama hidup imago jantan pada daun dengan perlakuan cendawan endofit II7-1
berbeda nyata dan lebih lama dibandingkan dengan kontrol (Tabel 2). Hal tersebut
menjadi indikator terhambatnya waktu perkawinan imago jantan dengan imago
betina. Terhambatnya waktu perkawinan tersebut disebabkan oleh stadia nimfa
betina yang lebih lama sehingga imago jantan tidak dapat segera mengawini P.
latus betina yang masih berada dalam stadia nimfa. Waktu kopulasi imago yang
terhambat mengakibatkan waktu regenerasi P. latus terhambat, sehingga
pertumbuhan populasinya pun menjadi lebih lambat.
Lama hidup imago betina pada daun dengan perlakuan cendawan endofit
tidak berbeda nyata dan lebih lama dibandingkan dengan kontrol. Lama hidup
imago betina tergantung dari masa praoviposisi, masa oviposisi, dan masa
pascaoviposisi. Imago betina melewati masa sebelum peletakkan telur pertama
yang disebut praoviposisi. Masa praoviposisi P. latus pada perlakuan cendawan
endofit II7-1, II9-1 dan IV5-2 lebih lama dan berbeda nyata dengan kontrol, akan
tetapi masing-masing perlakuan cendawan endofit tidak memberikan pengaruh
yang berbeda nyata (Tabel 2). Masa praoviposisi yang lebih lama akan menunda
waktu untuk meletakkan telur harian (oviposisi) sehingga lama hidup imago
betina lebih lama.
Masa oviposisi pada daun dengan perlakuan cendawan endofit tidak berbeda
nyata dengan kontrol (Tabel 2). Setelah meletakkan telur terakhir, imago betina
masuk pada tahap pascaoviposisi hingga imago betina mati. Imago betina pada
daun dengan perlakuan cendawan endofit segera mati setelah meletakkan telur

14
yang terakhir sehingga masa pascaoviposisinya lebih cepat dibandingkan dengan
kontrol (Tabel 2).
Imago betina P. latus meletakkan 30 sampai 76 telur di permukaan bawah
daun (Montasser et al. 2011). Keperidian imago betina pada perlakuan cendawan
endofit lebih rendah dan berbeda nyata dengan kontrol, kecuali pada perlakuan
cendawan endofit I2-2’. Keperidian imago betina pada masing-masing perlakuan
cendawan endofit menunjukan pengaruh yang tidak berbeda nyata. Jumlah telur
yang diletakan pada cendawan endofit II7-1, II9-1, IV2 dan IV5-2 yaitu 34.32 hari,
33.57 hari, 34.72 hari dan 33.5 hari. Hal tersebut menunjukkan semua cendawan
endofit yang diaplikasikan mampu menghambat keperidian P. latus. Dengan
keperidian yang lebih rendah walaupun masa oviposisi lebih lama maka keturunan
yang dihasilkan berkurang dan pertumbuhan populasi pada tanaman dengan
perlakuan cendawan endofit tersebut lebih lambat dibandingkan dengan kontrol.
Menurut Yulianti (2013), salah satu pengaruh dari cendawan endofit mengurangi
kerusakan dari serangan seranggga herbivora melalui penurunan keperidian,
penurunan laju pertumbuhan dan perkembangan, sehingga populasi serangga
menurun. Penelitian Jaber (2010) menunjukkan bahwa keperidian Aphis fabae
merupakan parameter biologi yang terpengaruh oleh cendawan endofit secara
signifikan.
Tabel 2 Pengaruh cendawan endofit terhadap sifat biologi imago
Polyphagotarsonemus latus
a

Perlakuan
Kontrol I2-2’
II7-1
II9-1
Masa praovipos isi (hari)
0.99b 1.13ab 1.26a 1.16a
Masa ovipos isi (hari)
7.45a 7.87a
7.78a 7.92a
Masa pascaoviposisi (hari) 0.38a 0.25a
0.22a 0.15a
Keperidian (telur)
40.57a 36.03ab 34.32b 33.57b
Lama hidup imago (hari)
Jantan
5.45b 5.82ab 6.65a 5.32b
Betina
8.80a 9.16a
9.32a 9.08a
Nisbah kelamin
(jantan:betina)
0.47
0.56
0.78
0.92
Sifat bilogi imago

IV2
1.10ab
7.90a
0.17a
34.73b

IV5-2
1.17a
8.00a
0.13a
33.50b

6.14ab 6.18ab
9.26a 9.26a
0.67

0.67

a

Angka dalam lajur yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji
Duncan pada taraf nyata 5%

Imago betina meletakkan telur pada permukaan bawah daun. Jumlah telur
yang diletakkan oleh imago betina meningkat hingga hari ke-3. Jumlah telur per
hari yang diletakkan imago betina pada daun cabai dengan perlakuan cendawan
endofit lebih rendah dibandingkan dengan kontrol dari hari ke-1 sampai hari ke-6
(Gambar 7), tetapi pengaruh dari masing-masing perlakuan cendawan endofit
terhadap jumlah telur yang diletakkan imago betina menunjukkan pengaruh yang
tidak berbeda nyata. Hal tersebut menunjukkan bahwa perlakuan cendawan
endofit pada tanaman cabai mempengaruhi jumlah telur yang diletakkan oleh
imago betina. Penelitian Kimmons (1990) menunjukkan bahwa aplikasi cendawan

15

Rata-rata telur/imago betina

endofit pada tanaman inang mampu menuunkan daya reproduksi nematoda akar.
Hal tersebut ditunjukkan oleh turunnya jumlah telur yang dihasilkan nematoda
pada akar tanaman baik jumlah massa telur maupun jumlah telur per massa telur
yang diletakkan. Dengan jumlah telur per hari yang diletakkan imago betina pada
daun yang diinokulasikan cendawan endofit lebih sedikit maka generasi P. latus
berkurang dan populasinya pun menjadi lebih rendah dibandingkan dengan
kontrol.
Jumlah telur yang diletakkan imago betina mulai menurun pada hari ke-8
dan hari ke-9. Pada hari ke-10, imago betina masuk pada tahap pascaoviposisi dan
sudah berhenti bertelur.
6
4
2
kontrol

I2-2'

1

3

II7-1

II9-1

IV2

IV5

0
0

2

4

5

6

7

8

9

Umur imago (hari)
Gambar 7 Pengaruh cendawan endofit terhadap keperidian P. latus

10

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Perlakuan cendawan endofit pada benih cabai dapat meningkatkan viabilitas
benih. Beberapa jenis cendawan endofit dapat memperpanjang masa praoviposisi,
menekan pertumbuhan populasi, menurunkan keperidian dan meningkatkan
proporsi individu jantan P. latus.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap jumlah telur yang menetas,
mekanisme cendawan endofit yang mempengaruhi metabolisme P. latus dan
senyawa yang dihasilkan cendawan endofit yang berperan dalam menghambat
aspek biologi P. latus.

DAFTAR PUSTAKA

Agrios GN. 1997. Plant Pathology.Tokyo (JP): Pres Tokyo.
Azevedo JL, Jr WC, Pereira JO, Araújo WL. 2000. Endophytic microorganisms: a
review on insect control and recent advances on tropical plants. EJB. 3:1.
Bacon CW, Hinton DM. 2002. Endopytic and biological control potential of
Bacillus mojavensis and related species. Biolog Con. 23:274-284.
Bing LA, Lewis LC. 1991. Suppression of Ostrinia nubilalis (Hübner)
(Lepidoptera: Pyralidae) by endophytic Beauveria bassiana (Balsamo)
Vuilemin. Environ Entomol. 20:1207-1211.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Produksi Cabai Besar, Cabai Rawit, dan
Bawang Merah. Jakarta (ID): BPS.
Dearnaley JDW, Brocque AFL. 2006. Endophytic fungi associated with
Australian orchids. In press Australasian Mycologist.
Fasulo TR. 2013. Broad mite, Polyphagotarsonemus latus (Banks) (Arachnida:
Acari: Tarsonemidae). EENY-183. [Internet] [diunduh 2013 Sep 15].
Tersedia pada: http://edis.ifas.ufl.edu/pdffiles/IN/IN34000.pdf?.
Faeth SH. 2002. Are endophytic fungi defensive plant mutualists?. Oikos. 98(1):
25-36.
Faeth SH, Saari S. 2012. Fungal grass endophytes and arthropod communities:
lessons from plant defence theory and multitrophic Interactions. Fungal
Ecol. 5:364-371.
Gao F, Dai C, Liu X. 2010. Mechanisms of fungal endophytes in plant protection
against pathogens. Afr J Microbiol Research. 4(13):1346-1351.
Hermawati H. 2007. Pengaruh cendawan endofit terhadap biologi dan
pertumbuhan populasi Aphis gossypii Glov. (Homoptera: Aphididae) pada
tanaman cabai [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Hoy MA. 2011. Agricultural Acarology: Introduction to Integrated Mite
Management. New York (US): CRC Press.
Istikorini Y. 2008. Potensi cendawan endofit untuk mengendalikan penyakit
antraknosa pada cabai (Capsicum annum L.) [disertasi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Jaber LR. 2010. The effects of the root endophytic fungus Acremonium strictum
on plant-herbivore interactions. [disertasi]. Göttingen (DE): University
Göttingen.
Jeppson LR. 1975. Mites Injurious to Economis Plants. California (USA):
University of California Press.
Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Laan PA van der,
penerjemah. Jakarta (ID): Ichtiar Baru-van Hoeve. Terjemahan dari: De
Plagen van de Culturgewassen in Indonesie.
Kavroulakis N, Ntouglas S, Zervakis GI, Ehallotis C, Haralampidis K,
Papadopoulou KK. 2007. Role of ethylene in the protection of tomato plants
against soil-borne fungal pathogens conferred by an endophytic Fusarium
solani strain. J Experimen Botany. 1-12. doi:10.1093/jxb/erm230.

18
Kimmons CA. 1990. Nematode reproduction on endophyte-infected and
endophyte-free tall fescue. Plant Disease. 757-761.
Krantz GW. 1978. A Manual of Acarology Second Edition. Corvallis (US):
Oregon State University Book Store.
Montasser AA, Taha AM, Hanafy, ARI, Hassan GM. Biology and control of the
broad mite Polyphagotarsonemus latus (Banks, 1904) (Acari:
Tarsonemidae). IJESE. [Internet]. [diunduh 2013 Sep 15]; 1(1):26-34.
Tersedia pada: www.pvamu.edu/texged/Biology%20and%20control%20of
%20the %20 broad...?.
Nassar AH, El-Tarabily KA, Sivasithamparam K. 2005. Promotion of plant
growth by an auxin-producing isolate of the yeast Williopsis saturnus
endophytic in maize (Zea mays L.) roots. Biol Fertil Soils. 42:97-108.
Purwati E, Jaya B, Duriat AS. 2000. Penampilan beberapa varietas cabai dan uji
resistensi terhadap penyakit virus kerupuk. J Hort. 10(2):88-94.
Setiawati W, Udiarto BK, Muharam A. 2005. Pengenalan dan Pengendalian
Hama-hama Penting pada Tanaman Cabai Merah. Bandung (ID): Balitsa,
Balitbang Pertanian.
Stone JK, Polishook JD, White JF. 2004. Endophytic fungi. Di dalam: Mueller
GM, Bills GF, Foster MS. Biodiversity of Fungi. California (USA): Elsevier
Academic Press.
Tan RX, Zon WX. 2001. Endophytes: a rich source of functional metabolites. Nat
Prod Rep. 18:448–459.
Widajati E, Murniati E, Palupi ER, Kartika T, Suhartanto MR, Qadir A. 2013.
Dasar Ilmu dan Teknologi Benih. Bogor (ID): IPB Press.
Xin G, Glawe D, Doty SL. 2009. Characterization of three endophytic, indole-3acetic acid producing yeasts occurring in Populus trees. Myco Research.
1:973-980.
Yulianti T. 2013. Pemanfaatan Endofit sebagai agensia pengendali hayati hama
dan penyakit tanaman. Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak
Industri. 5(1):40-49.
Zhang, ZQ. 2003. Mites of Greenhouses: Identification, Biology and Control.
Wallingford (UK): CABI Publishing.

LAMPIRAN

20
20

Tabel 1 Kompensasi kerusakan Polyphagotarsonemus latus pada tanaman cabai yang diinokulasi cendawan endofit
Perlakuan
Minggu setelah
infestasi keKontrol
I2-2’
II7-1
II9-1
IV2
IV5-2

4

6

8

21
Lampiran 2 Pengaruh cendawan endofit terhadap perkembangan populasi
Polyphagotarsonemus latus per pada tanaman cabai
Jumlah P. latus pada minggu setelah infestasi (MSI) ke-a
Perlakuan
0
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Kontrol 5a 6.5a 4.8a 3.2b 3.6a 5.7a 10.3a 13.0a 11.4a 12.7a 12.3a
I2-2’
5a 0.9a 7.4a 1.9b 1.0a 2.6a 2.8a 3.8ab 5.9ab 6.3ab 5.2b
II7-1
5a 3.2a 5.6a 14.2a 10.6a 1.9a 3.6a 5.9ab 5.4b 4.0b 3.3b
II9-1
5a 4.8a 4.3a 2.3b 1.4a 5.6a 3.0a 3.5b 1.3b 3.6b 2.4b
IV2
5a 10.5a 14.7a 11.0ab 8.3a 7.8a 5.6a 2.8b 3.0b
1.6b 3.9b
IV5-2
5a 3.5a 9.4a 8.4ab 3.6a 4.0a 6.3a 5.8ab 2.2b
1.0b 0.8b
a

Angka dalam lajur yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata
berdasarkan uji Duncan pada taraf nyata 5%

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 26 Juli 1992 dari ayah
Tasdik dan ibu Aminah. Penulis adalah putri ketiga dari empat bersaudara. Tahun
2010 penulis lulus dari SMA Negeri 5 Tasikmalaya dan pada tahun yang sama
penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas
Pertanian. Penulis merupakan penerima Beasiswa Bidik Misi.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Virologi
Tumbuhan pada tahun ajaran 2011/2012, asisten praktikum Ilmu Penyakit
Tumbuhan Dasar tahun ajaran 2012/2013 dan asisten praktikum Ilmu Penyakit
Tumbuhan Dasar tahun ajaran 2013/2014. Penulis pernah aktif sebagai staf
Departemen Sumber Daya Manusia UKM Lises Gentra Kaheman periode 2012,
bendahara Himpunan Mahasiswa Tasikmalaya (HIMALAYA), ketua Divisi
Kewirausahaan HIMASITA IPB. Penulis juga pernah mengikuti kepanitiaan
sebagai staff divisi Dana Usaha TPB Cup 2011 dan Masa Perkenalan Mahasiswa
Baru (MPKMB) IPB, ketua pelaksana Pemilihan Mahasiswa Berprestasi
Departemen Proteksi Tanaman 2012, sekretaris umum pada Festival Seni Budaya
(FSB) IPB, dan ketua divisi Konsumsi pada Plant Protection Even (NPV) 2012.
Penulis telah meraih prestasi tingkat mahasiswa yaitu Juara II Aerobik pada
Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI) dan penerima hibah Pekan Kretifitas
Mahasiswa bidang Kewirausahaan (PKM-K) dengan nama ‘TEAKUBI’ (steak
berbasis ubi) pada tahun 2012/2013.