Pemanfaatan Cyber Extension Sebagai Media Informasi Pertanian Oleh Penyuluh Di Kabupaten Bogor.

PEMANFAATAN CYBER EXTENSION SEBAGAI MEDIA
INFORMASI OLEH PENYULUH PERTANIAN
DI KABUPATEN BOGOR

ABUNG SUPAMA WIJAYA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pemanfaatan Cyber
Extension sebagai Media Informasi Pertanian oleh Penyuluh di Kabupaten Bogor
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015
Abung Supama Wijaya
NIM I352114051

RINGKASAN
Pemanfaatan Cyber Extension sebagai Media Informasi Pertanian oleh
Penyuluh
di
Kabupaten
Bogor.
Dibimbing
oleh
SARWITITI
SARWOPRASODJO sebagai Ketua dan KUDANG BORO SEMINAR sebagai
Anggota Komisi Pembimbing.
Cyber Extension dikembangkan agar penyuluh sebagai agen pembangunan
dapat memberikan informasi kepada petani. Berkembang dan melimpahnya
sumber informasi yang disediakan oleh Cyber Extension menuntut keterampilan

penyuluh dalam melakukan aktivitas pencarian informasi. Kemampuan penyuluh
dalam melakukan pencarian informasi ini diduga akan mempengaruhi
pemanfaatan Cyber Extension oleh penyuluh pertanian. Tujuan dari penelitian ini
adalah (1) Menjelaskan karakteristik penyuluh, penggunaan media, tahapan
pencarian informasi pada Cyber Extension dan pemanfaatan Cyber Extension pada
Penyuluh Pertanian di Kabupaten Bogor, (2) Menganalisis hubungan karakteristik
penyuluh, penggunaan media dengan tahapan pencarian informasi pada Cyber
Extension, (3) Menganalisis hubungan antara tahapan pencarian informasi pada
Cyber Extension dengan pemanfaatan Cyber Extension pada penyuluh di
Kabupaten Bogor.
Penelitian ini didesain sebagai penelitian sensus yang bersifat deskriptif
korelasional. Penelitian ini dilakukan di 3 BP3K yaitu, BP3K Ciawi, Leuwiliang,
dan Ciseeng Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Jumlah responden pada
penelitian ini adalah 61 orang penyuluh. Analisis data rank Spearman (rs)
digunakan untuk mengetahui hubungan antar peubah.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui karakteristik penyuluh pada
indikator umur, tingkat kepemilikan media dan motivasi berhubungan nyata
dengan tahapan pencarian informasi. Kelancaran penyuluh dalam tahapan
pencarian informasi didukung oleh umur, tingkat kepemilikan media dan motivasi
penyuluh. Pada indikator umur dan kepemilikan media, hubungan diketahui

mempunyai arah negatif.
Penggunaan media pada indikator kemampuan penyuluh mengakses
internet, ketersediaan sarana akses dan biaya operasional berhubungan sangat
nyata dengan tahapan informasi. Kemampuan penyuluh dalam mengakses Cyber
Extension tergolong baik, kebanyakan para penyuluh sudah mampu
mengoperasikan komputer untuk akses internet, mengakses informasi terbaru,
menggunakan email, dan berkomunikasi dengan sesama penyuluh. Ketersediaan
sarana untuk akses internet masih dirasakan kurang. Hal ini dikarenakan
minimnya fasilitas wifi dan modem untuk mendukung kelancaran mengakses
internet. Biaya operasional masih dirasakan kurang, biaya yang sudah ada
dianggap kurang merata dan mencukupi untuk memenuhi kebutuhan penyuluh
dalam pencarian informasi melalui internet.
Tahapan pencarian informasi pada indikator Starting, Chaining, Browsing,
Differentiating, Monitoring, dan Extracting berhubungan positif dan nyata dengan
pemanfaatan Cyber Extension pada indikator manfaat informasi, kemampuan
membangun jejaring sosial dan kemampuan berbagi informasi dan pengetahuan.
Kemampuan penyuluh dalam pemanfaatan Cyber Extension akan didukung oleh
kelancaran penyuluh dalam menjalankan tahapan pencarian informasi.

Saran dalam penelitian ini adalah pemerintah khususnya kementerian

pertanian perlu mengadakan pelatihan kepada penyuluh untuk mengakses internet,
terutama kepada penyuluh yang telah berusia lebih dari 40 tahun. Hal ini
mengingat penyuluh yang berada pada kategori tersebut mencapai jumlah yang
cukup banyak khususnya di Kabupaten Bogor. Pengadaan alokasi dana khusus
yang lebih besar untuk ketersediaan sarana dan biaya operasional akses internet
dianggap perlu. Sosialisasi terkait sumber informasi pemerintah tentang pertanian
di lembaga-lembaga pertanian harus lebih ditingkatkan. Aktivitas berbagi
informasi hasil pencarian sumber informasi dari penyuluh kepada petani agar
lebih ditingkatkan dan diefektifkan, hal ini dikarenakan masih banyak para
penyuluh pertanian yang tidak meneruskan informasi yang didapatnya sampai
kepada para petani dilapangan.
Kata kunci: Cyber Extension, Pencarian Informasi, Penyuluh

SUMMARY
ABUNG SUPAMA WIJAYA. The Utilization of Cyber Extension-Based
Agricultural Extension as Information Media by Extension Officers in Bogor
Regency. Supervised by SARWITITI SARWOPRASODJO as the principal
supervisor and KUDANG BORO SEMINAR as the co-supervisor.
Cyber Extension is developed to facilitate extension officers as the agent
of development to transfer information toward farmers. Development and

abundance of information sources provided by cyber extension-based agricultural
extension require skills of extension officers to access the information. The skills
were predicted will influence the utilization of cyber extension of the extension
officers. The purposes of the study were (1) to analyse characteristics of extension
officers as well as media utilization, stages of information seeking on cyber
extension, and the utilization of cyber extension of the officers in Bogor Regency,
2) to analyse the relationship of the officers’ characteristics and media utilization
with the stages of information seeking on cyber extension, 3) to analyse the
relationship between the stages of information seeking on cyber extension and the
utilization of cyber extension of extension officers in Bogor Regency.
The study was designed as descriptive correlational census study. It was
conducted in three BP3K which were located in Sub-district of Ciawi,
Leuwiliang, and Ciseeng, in Bogor Regency, West Java Province. The number of
61 extension officers were taken as respondents. Spearman Rank Test was used to
analyse the correlation between variables.
Results showed that extension officers’ characteristicts at the indicator of
age, level of media ownership, and extension officers’ motivation had a
significant relationship with the stage of information seeking. The capability of
extension officers in the stages of information seeking was supported by the age,
the level of media ownership, and extension officers’ motivation. The relationship

between age and level of media ownership was negative.
The use of media at the indicator of extension officers’ skills, internet
access, availibility of means of access, and operational cost had a very significant
relationship with the stages of information seeking. The officers’ skills in
accessing cyber extension was good, most of extension officers were capable of
operating computer to access internet, new information, e-mail, and to
communicate with another officers. The availability of means of internet access
was not enough. It was seen in the minimum of wifi and modem facilities.
Operational cost was perceived disproportionately distributed and insufficient to
meet the needs of extension officers in seeking information via internet.
The stages of information seeking at the indicators of starting, chaining,
browsing, differentiating, monitoring, and extracting had a significant possitive
relationship with the utilization of cyber extension at the indicators of information
benefit, capability to build social networks, and capability to share the information
and knowledge. Extension officers’ skills in utilizing cyber extension will be
supported by the capability of officers in running the stages of information
seeking.
This study suggests government, especially the agricultural ministry to
hold a training of accessing internet for the extension officers, particularly whose


age are above forty years old. It is considering that the most extension officers in
Bogor Regency are at that age. Provision of more particular fund to provide the
means and operational fund of accessing internet is needed. Socialization about
the government’s information sources of agriculture for the agricultural
institutions is should be improved. Activities of sharing the information accessed
from extension officers to the farmers should be improved and be more effective,
due to the finding that most of the extension officers didn’t share the information
they accessed to the farmers.
Keywords: Cyber Extension, Information Seeking, Extension Officer

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


PEMANFAATAN CYBER EXTENSION SEBAGAI MEDIA
INFORMASI OLEH PENYULUH PERTANIAN
DI KABUPATEN BOGOR

ABUNG SUPAMA WIJAYA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan
Pedesaan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis: Dr Ir Pudji Muljono, MS


Judul Tesis : Pemanfaatan Cyber Extension sebagai Media Informasi oleh
Penyuluh Pertanian di Kabupaten Bogor
Nama
: Abung Supama Wijaya
NIM
: I352114051

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Sarwititi Sarwoprasodjo, MS
Ketua

Prof Dr Kudang Boro Seminar, M.Sc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Komunikasi Pembangunan

Pertanian dan Pedesaan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Djuara P Lubis, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 18 Agustus 2015

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul Pemanfaatan
Cyber Extension sebagai Media Informasi oleh Penyuluh Pertanian di Kabupaten
Bogor dengan sebaik-baiknya. Penulisan tesis ini ditujukan untuk memenuhi
syarat dalam perolehan gelar Magister Sains pada Program Studi Komunikasi dan
Pembangunan Pertanian Pedesaan.
Penyelesaian tesis ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai

pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
khususnya kepada sejumlah pihak yang telah membantu dalam proses
penyelesaian tesis ini atas jasa dan dukungannya baik dukungan moril maupun
materil
Terima kasih nan tulus ditujukan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi (DIKTI) yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
menjadi salah satu mahasiswa penerima Beasiswa Unggulan (BU) periode tahun
2012-2013. Terima kasih telah memfasilitasi proses perkuliahan spenulis dengan
sebaik-baiknya.
Penyelesaian tesis ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan yang diberikan
oleh pembimbing tercinta. Terima kasih yang sebesarnya kepada Dr Ir Sarwititi
Sarwoprasodjo MS, yang telah mencurahkan waktu, tenaga dan pikiran dalam
berbagi ilmu. Pembimbing sekaligus motivator dan selalu menjadi penyemangat
yang hebat.
Selanjutnya, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof Dr Kudang
Boro Seminar MSc, atas kesabarannya dalam membimbing. Terima kasih atas
kesediannya memberikan arahan dan bimbingan yang berarti bagi penulis.
Kepada Dr Ir Wahyu Budi Priatna MSi, koordinator program keahlian
komunikasi program Diploma IPB yang telah memberikan motivasi penulis untuk
menyelesaikan gelar magister. Selanjutnya rekan dosen di Program keahlian
Komunikasi terutama ketiga sahabat seperjuangan Willy, Ezi, dan Vivien.
Selanjutnya ucapan terima kasih kepada Dr Ir Amiruddin Saleh MS, atas
bantuan dan motivasinya dalam penyelesaian jurnal komunikasi pembangunan.
Mba Heti bagian Tata Usaha KMP yang telah banyak membantu penulis dalam
penyelesaian studi.
Terakhir, kepada keluarga tercinta khususnya Bapak (H. Irianto) dan
Mamah (Hj. Utin) yang tidak pernah absen untuk mendoakan putra pertamanya
dengan penuh cinta dan kasih sayang. Kedua Adik tercinta Iip Irmansyah dan
Dinda Fajrianti, semoga gelar ketiga ini lebih memotivasi kalian. Semoga
penelitian ini bermanfaat bagi para pembacanya.

Bogor, September 2015

Abung Supama Wijaya

DAFTAR ISI
PENDAHULUAN ...........................................................................................
Latar Belakang .............................................................................................
Perumusan Masalah .....................................................................................
Tujuan Penelitian .........................................................................................
Manfaat Penelitian .......................................................................................
TINJAUAN PUSTAKA
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di Bidang
Pertanian ......................................................................................................
Gambaran Singakat Cyber Extension ..........................................................
Peran, Karakteristik, dan Motivasi Penyuluh Pertanian ..............................
Peran Penyuluh Pertanian ............................................................................
Karakteristik Penyuluh Pertanian ................................................................
Motivasi Penyuluh Pertanian .......................................................................
Hambatan dalam Proses Pencarian Informasi .............................................
Pemanfaatan Cyber Extension .....................................................................
Pengertian Informasi ....................................................................................
Penelitian Terdahulu terkait Cyber Extension dan Pemanfaatan Media
Informasi ......................................................................................................
Kerangka Berpikir .......................................................................................
Hipotesis Penelitian .....................................................................................
METODE PENELITIAN ..............................................................................
Desain Penelitian .........................................................................................
Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................................
Populasi dan Sampel Penelitian ...................................................................
Sumber Data Penelitian ...............................................................................
Teknik Pengumpulan Data ..........................................................................
Definisi Operasional ....................................................................................
Validitas dan Reabilitas Instrumentasi ........................................................
Pengolahan dan Analisis Data .....................................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................
Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................................
Karakteristiik Penyuluh ...............................................................................
Penggunaan Media
Tahapan Pencarian Informasi ......................................................................
Pemanfaatan Cyber Extension
Hubungan antara Karakteristik Penyuluh dengan Tahapan Pencarian
Informasi ......................................................................................................
Hubungan antara Penggunaan Media dengan Tahapan Pencarian
Informasi ......................................................................................................
Hubungan antara Kelancaraan Tahapan Pencarian Informasi Cyber
Extension dengan Pemanfaatan Cyber Extension .......................................
SIMPULAN DAN SARAN .......................................................................
Simpulan ......................................................................................................
Saran ............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

1
1
3
5
5
6
6
7
8
8
10
11
11
12
15
17
21
25
26
26
26
26
27
27
27
30
31
32
32
35
38
40
46
48
49
50
52
52
52
54

DAFTAR TABEL
Tabel 1.
Tabel 2.
Tabel 3.
Tabel 4.
Tabel 5.
Tabel 6.
Tabel 7.
Tabel 8.
Tabel 9.
Tabel 10.

Pemanfaatan Cyber Extension .....................................................
Penelitian Terdahulu tentang Cyber Extension ...........................
Data Penyuluh di Kabupaten Bogor yang Menjadi Objek
Penelitian .....................................................................................
Jumlah dan Persentase Karakteristik Penyuluh ...........................
Jumlah dan Presentase Penggunaan Media .................................
Jumlah dan Presentasi Penggunaan Media ..................................
Jumlah dan Presentase Pemanfaatan Cyber Extension ................
Koefesien Korelasi (r) antara Karakteristik Penyuluh dengan
Tahapan Pencarian Informasi ......................................................
Koefesien Korelasi (r) antara Hambatan Penggunaan Media
dengan Tahapan Pencarian Informasi ..........................................
Koefesien Korelasi (r) antara Tahapan Pencarian Informasi
dengan Pemanfaatan Cyber Extension ........................................

14
16
27
35
38
41
46
48
49
50

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan pertanian yang berkelanjutan saat ini terletak pada upaya dan
kapasitas yang dimiliki oleh penyuluh pertanian. Hal ini disebabkan oleh peran
penting yang dimiliki oleh penyuluh pertanian sebagai ujung tombak serta
jembatan antara pemerintah dan petani sebagai pelaku utama. Penyuluh pertanian
dituntut memiliki pengetahuan, informasi yang memadai untuk petani, dan
kemampuan untuk akses dan tanggap terhadap perkembangan teknologi informasi.
Salah satu teknologi informasi di bidang pertanian yang dikembangkan saat ini
adalah program Cyber Extension. Pengembangan sistem informasi tersebut
mengacu pada Pasal 15 ayat 1c Undang-Undang No. 16 tahun 2006 tentang
Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (SP3K) dengan materi
bahwa Balai Penyuluhan berkewajiban menyediakan dan menyebarkan informasi
tentang teknologi, sarana produksi, pembiayaan dan pasar.
Cyber Extension merupakan mekanisme pertukaran informasi pertanian
dalam sistem penyuluhan pertanian melalui area cyber dengan tujuan untuk
mempercepat arus informasi berbasis teknologi ke tingkat pengguna akhir
(petani) serta membangun komunikasi secara interaktif. Sistem informasi ini
pertama kali dikembangkan oleh Kementerian Pertanian pada tahun 2008
dengan mangacu pada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor: Per/02/Menpan/2/2008 Pasal 8 bahwa penyuluhan pertanian
melalui website, merupakan salah satu tugas penyuluh pertanian terutama bagi
penyuluh pertanian yang telah menyandang jabatan fungsional sebagai Penyuluh
Pertanian Ahli.
Pada sektor pertanian, pengembangan informasi dan inovasi pertanian
berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dilakukan menggunakan
jaringan komputer terprogram, yang terkoneksi dengan internet dan dikenal
dengan istilah Cyber Extension. Menurut Sharma (2006), Cyber Extension
merupakan salah satu mekanisme pengembangan jaringan komunikasi informasi
inovasi pertanian terprogram, secara efektif, dengan mengimplementasikan TIK
dalam sistem pertanian, yang dapat meningkatkan keberdayaan penyuluh, melalui
penyiapan informasi pertanian yang tepat waktu, dan relevan dalam mendukung
proses pengambilan keputusan penyuluh guna penyampaian data dan informasi
pertanian kepada petani dan kelompok taninya. Adekoya (2007) menambahkan
bahwa pendekatan Cyber Extension berorientasi kepada penerima, bersifat
individual, dan dapat menghemat biaya, waktu, serta tenaga.
Kementerian Pertanian membangun program Cyber Extension ditandai
dengan menghadirkan alamat situs http://cybex.deptan.go.id/, diikuti dengan paket
pengadaan peralatan Cyber Extension sejumlah 1.256 unit, berupa komputer PC,
printer, modem, dan stabilizer guna mendukung implementasi sistem tersebut.
Total paket pengadaan sejumlah 1.090 unit ditempatkan di kelembagaan
penyuluhan kecamatan (1.090 kecamatan dari jumlah total kecamatan 6.672
kecamatan)(Pusat Penyuluhan Pertanian, 2012), dan selebihnya ditempatkan di
kelembagaan penyuluhan provinsi dan kabupaten/kota, masing-masing 1 unit.
Pada tahun 2011 Pusat penyuluhan mengadakan tambahan unit pengadaan Cyber

2

Extension sejumlah 180 unit, (62 unit ditempatkan di kelembagaan penyuluhan
kecamatan) yang khusus diperuntukkan bagi 11 provinsi pelaksana P2BN guna
menunjang percepatan materi penyuluhan dan informasi pertanian dalam rangka
mendukung pembangunan pertanian. Distribusi tersebut jumlahnya didasarkan
pada bentuk kelembagaan yang sesuai dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun
2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (SP3K)
(Helmy, 2013).
Cyber Extension dikembangkan agar penyuluh sebagai agen pembangunan
dapat memberikan informasi (message carriers) kepada petani. Selain itu, melalui
informasi yang diperoleh dari Cyber Extension dapat digunakan untuk
mengembangkan inovasi baru, produk-produk pertanian yang berdaya saing dan
berproduktivitas tinggi, program penyuluhan dan lain sebagainya. Cyber
Extension bertujuan agar informasi penyuluhan bisa dikirim secara cepat kepada
penyuluh sehingga petani selalu update dengan informasi-informasi terbaru.
Menurut Deptan dalam Sumardjo et al. (2010) tujuan akhir dari jaringan informasi
Cyber Extension diperuntukan kepada masyarakat petani yang membutuhkan
berbagai informasi seputar permasalahan pertanian untuk mendukung program
revitalisasi penyuluhan khususnya dalam melaksanakan pengembangan kerjasama
dan jejaring kerja penyuluhan pertanian dengan instansi terkait
Mulyandari (2011) menemukan bahwa peningkatan kapasitas penyuluh
dalam mengakses dan menerapkan teknologi informasi merupakan kunci untuk
mengembangkan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang efektif
dalam lingkup pertanian, termasuk pengembangan teknologi Cyber Extension.
Penelitian Mulyandari (2011) ini menemukan bahwa petani merasakan manfaat
Teknologi Informasi (TI) untuk komunikasi, akses informasi dan sarana promosi.
Sumardjo et al. (2010) menambahkan bahwa kegiatan pelatihan dan sosialisasi
pemanfaatan TI telah berhasil meningkatkan tingkat aksesibilitas petani terhadap
sistem informasi berbasis TI untuk mendukung peningkatan, untuk keberdayaan
petani dalam pengambilan keputusan usaha tani. Hal ini menjadi dasar perlunya
penelitian lanjutan tentang pemanfatan media informasi dalam bidang pertanian
untuk mengetahui secara mendalam sehingga manfaat, efektivitas dan inovasi
baru tersebut dapat diketahui dan dikembangkan.
Penelitian lain, Veronice (2013) menyatakan bahwa salah satu unsur
penting yang harus dimiliki oleh penyuluh pertanian adalah kemampuan dalam
mengakses teknologi informasi dan komunikasi di bidang pertanian untuk
mendukung perannya dalam memberikan layanan informasi sesuai dengan
kebutuhan petani dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan
komunikasi yang berlangsung cepat. Untuk menunjang pencapaian tersebut,
penyuluh pertanian dapat mencari dan mengakses sumber-sumber informasi dari
media online sehingga pada nantinya petani mampu meningkatkan daya saing
usaha taninya.
Pemanfaatan sistem informasi dan teknologi melalui Cyber Extension
pada hakekatnya akan menunjang pembangunan pertanian jika dimanfaatkan
sebagaimana mestinya. Persoalan yang muncul kemudian adalah tidak semua
karakteristik penyuluh pertanian dan petani mampu memanfaatkan teknologi
informasi ini. Suryantini (2004) menyatakan bahwa penyuluh di Kabupaten
Bogor memiliki kecenderungan yang rendah (47%) dalam mengunjungi sumber
informasi seperti balai penelitian, dinas pertanian, perguruan tinggi hingga

3

perpustakaan. Sementara itu menurut Anwas et al. (2009) menyatakan bahwa
penyuluh harus memiliki inisiatif dan aktif untuk mencari berbagai media belajar
untuk meningkatkan kompetensinya untuk memfasilitasi kebutuhan informasi
petani. Penelitian yang dilakukan Veronice (2013), menyatakan bahwa tingkat
pemanfaatan TIK penyuluh di Kabupaten Bogor sangat tinggi, terutama dalam
pemanfaatan komputer, internet dan handphone. Hal tersebut sekaligus
menunjukkan bahwa kecenderungan penyuluh dalam mengakses Cyber
Extension untuk mendapatkan informasi khususnya di kabupaten Bogor
cenderung cukup tinggi.
Berkembangnya informasi melalui media internet ini akan menyebabkan
terjadinya kelimpahan informasi atau kebingungan pengguna dalam melakukan
kegiatan pencarian informasi (information seeking) baik itu dari tahapan memulai,
memilih, menyaring dan menilai informasi yang ditemukan di internet (Andriaty
et al. 2011). Berkembang dan melimpahnya sumber informasi yang disediakan
oleh Cyber Extension menuntut keterampilan penyuluh dalam melakukan aktivitas
pencarian informasi sehingga penyuluh tidak mengalami kebingungan dalam
melakukan kegiatan pencarian informasi. Ellis et al. (1997) mendeskripsikan
proses pencarian informasi dalam mengakses internet sebagai berikut, dimulai
dari fase (Starting), kemudian diikuti dengan link menuju sumber informasi terkait
(Chaining), mengamati situs terpilih (Browsing), menandai sumber yang berguna
untuk kepentingan di masa mendatang (Differentiating), mencatat alamat sumber
untuk bisa mengakses dan terus mengikuti perkembangan informasi terbaru
(Monitoring) dan mulai menetapkan sumber informasi (Extracting). Kemampuan
penyuluh dalam melakukan pencarian informasi inilah yang diduga akan
berhubungan dengan pemanfaatan Cyber Extension oleh penyuluh di Kabupaten
Bogor.
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini akan mengkaji lebih
lanjut mengenai pemanfaatan Cyber Extension oleh penyuluh pertanian di
Kabupaten Bogor. Lokasi ini dipilih karena derah ini merupakan daerah dengan
variasi penggunaan TIK dan tingkat aksesibilitas cukup tinggi terhadap sumber
informasi, penyuluhnya sudah terdedah dengan TIK, koneksi jaringan yang
cukup luas, dan di wilayah kabupaten Bogor terdapat berbagai unit kerja
penelitian pertanian pusat-pusat informasi. Institusi pendidikan terbesar di
Indonesia yaitu Institut Pertanian Bogor ada dalam wilayah kabupaten Bogor,
semakin menarik untuk diteliti bagaimana para penyuluh di Kabupaten Bogor
memanfaatkan media teknologi informasi khususnya program Cyber Extension ini
guna menjawab kebutuhan informasi untuk memecahkan permasalahan, maupun
menambah pengetahuan dalam ruang lingkup pertanian.
Perumusan Masalah
Salah satu program dan kebijakan pemerintah dalam pemanfaatan media
komunikasi adalah penggunaan media internet Cyber Extension. Media ini
bertujuan untuk menjembatani kebutuhan penyuluh dan petani terhadap informasi
pertanian yang terbaru, seperti sistem pertanian, teknologi dan inovasi pertanian
serta harga barang-barang pertanian. Mengingat banyaknya informasi yang
disediakan melalui media internet ini maka kemampuan penyuluh pertanian dan
petani untuk mengakses informasi tersebut menjadi semakin penting. Penyuluh

4

pertanian merupakan ujung tombak pelaksanaan penyuluhan pertanian karena
penyuluh pertanian merupakan perpanjangan tangan pemerintah yang bersentuhan
langsung dengan pelaku utama pertanian yakni petani. Keberhasilan penyuluhan
diasumsikan berkorelasi positif dengan kualitas penyuluh di lapangan yang
sesuai dengan tuntutan masyarakat dan perkembangan zaman tersebut. Namun
menurut Sumardjo (2008) dan Slamet (2008), kendala utama dalam menghadapi
tantangan penyuluhan saat ini adalah keterbatasan tenaga profesional di bidang
penyuluhan pembangunan.
Ketersediaan berbagai macam atau jenis TIK dan beragam jenis informasi
yang ada belum menjamin dapat dimanfaatkan oleh penyuluh pertanian
untuk dapat diteruskan kepada para petani melalui penyuluhan pertanian,
dengan kata lain pemanfaatan berbagai jenis program penyuluhan berbasis
digital ini mempunyai hambatan atau kendala baik yang berasal dari dalam diri
penyuluh pertanian itu sendiri maupun faktor eksternal lainnya yang
menentukan.
Pengembangan TIK sebagai salah satu alternatif untuk
menjamin
kecepatan dan ketepatan penyebaran informasi teknologi baru di bidang
pertanian juga menjadi salah satu pilihan pertimbangan pada efektivitas dan
efisiensi sistem layanan penyuluhan (Subejo, 2011), bahkan pemanfaatan TIK
ini juga tidak lepas dari adanya peningkatan kualitas sumber daya petani dan
pelaku pembangunan pertanian, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi
serta pertimbangan efektivitas dan efisiensi penyebarluasan informasi. Sharma
(2006) pada penelitian terdahulu menyatakan salah satu solusi yang ditawarkan
dalam rangka mengatasi persoalan transfer teknologi dan pengetahuan yaitu
dengan memberikan istilah tentang pemanfaatan TIK untuk penyuluhan pertanian
dengan sebutan Cyber Extension.
Pemanfaatan Cyber Extension di berbagai daerah berbeda-beda tergantung
kemampuan penyuluh pertanian dalam mengakses infomasi yang tersedia.
Umumnya keefektifan media komunikasi ini terlihat di kota besar, termasuk di
Kabupaten Bogor sedangkan di berbagai pelosok pedesaan, media ini kurang
dimanfaatkan. Pemanfaatan media ini tergantung pada karakteristik petani,
karakteristik penyuluh dan jenis teknologi ini sendiri sebagai inovasi. Merujuk
pada penelitian Permatasari (2013) bahwa penyuluh pertanian perlu diberikan
penyuluhan dan pelatihan mengenai penggunaan media komunikasi Cyber
Extension, manfaat menggunakan media komunikasi tersebut dalam mencari
informasi tentang teknologi pertanian. Cyber Extension merupakan mekanisme
yang dapat dioptimalkan dengan dukungan program peningkatan kapasitas
penyuluh sebagai pendamping dalam pemanfaatan Cyber Extension. Penyuluh
sekaligus dapat mensinergikan beragam media komunikasi untuk menyampaikan
inovasi pertanian. Keberadaan media komunikasi / informasi ini menjadi bernilai
jika dimanfaatkan dengan baik, keberadaan media ini menjadi penting untuk
diteliti sehingga dapat diketahui sejauh mana pemanfaatan media ini sebagai
media informasi oleh penyuluh pertanian sebagai agen pembangunan.
Berdasarkan uraian di atas, maka masalah penelitian ini secara rinci sebagai
berikut :
1. Bagaimana karakteristik penyuluh, penggunaan media, tahapan pencarian
informasi pada Cyber Extension dan pemanfaatan Cyber Extension pada

5

Penyuluh Pertanian di Kabupaten Bogor?
2. Bagaimana hubungan karakteristik penyuluh, penggunaan media dengan
tahapan pencarian informasi pada Cyber Extension?
3. Bagaimana hubungan antara tahapan pencarian informasi pada Cyber
Extension dengan Pemanfaatan Cyber Extension pada penyuluh di
Kabupaten Bogor?
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Menjelaskan karakteristik penyuluh, penggunaan media, tahapan pencarian
informasi pada Cyber Extension dan pemanfaatan Cyber Extension pada
Penyuluh Pertanian di Kabupaten Bogor
2. Menganalisis hubungan karakteristik penyuluh, penggunaan media dengan
tahapan pencarian informasi pada Cyber Extension.
3. Menganalisis hubungan antara tahapan pencarian informasi pada Cyber
Extension dengan Pemanfaatan Cyber Extension pada penyuluh di
Kabupaten Bogor.
Manfaat Penelitian
Penelitian mengenai pemanfaatan Cyber Extension sebagai media informasi
oleh penyuluh pertanian ini diharapkan bermanfaat untuk:
1. Sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya
di bidang Ilmu Komunikasi dalam pelaksanaan program pembangunan
masyarakat.
2. Sebagai bahan masukan bagi instansi yang berkompeten dalam bidang
diseminasi hasil penelitian untuk menyediakan media informasi
teknologi pertanian yang tepat guna sesuai dengan kebutuhan sasaran
3. Sebagai bahan masukan bagi peneliti dan penyuluh pertanian dalam rangka
menyusun program penelitian dan penyuluhan serta merancang media yang
tepat dalam percepatan alih teknologi.
4. Referensi pembanding dan konsep dalam kepentingan akademik dan
stimulan bagi penelitian selanjutnya.

6

TINJAUAN PUSTAKA
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di Bidang
Pertanian
Informasi teknologi pertanian memegang peranan penting dalam proses
pembangunan pertanian. Tersedianya berbagai sumber informasi yang akan
mendesiminasikan (menyebarkan) atau menyampaikan informasi teknologi
pertanian dapat mempercepat kemajuan usaha pertanian di pedesaan. Pada
era globalisasi dan informasi dewasa ini, perkembangan informasi ilmu
pengetahuan dan teknologi sangat pesat seiring dengan kemajuan teknologi
informasi. Informasi merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat luas, baik
peneliti, dosen, mahasiswa maupun pengguna jasa informasi lainnya.Terbukanya
pasar global dan peningkatan selera konsumen ke arah mutu produk pertanian
yang lebih tinggi merupakan tantangan yang harus ditanggapi secara sistematis,
antara lain dengan mengoptimalkan kegiatan diseminasi (penyebarluasan
informasi) hasil penelitian dan teknologi pertanian melalui berbagai media, baik
media cetak (buku, prosiding, jurnal, brosur, leaflet atau folder dan poster),
media elektronik (televisi, radio, CD, surat elektronik, dan internet) maupun
melalui tatap muka, berupa seminar, lokakarya, workshop atau apresiasi dan
advokasi (Setiabudi, 2004).
Sehubungan dengan hal tersebut, maka komunikasi pembangunan
yang merupakan serangkaian usaha untuk mengkomunikasikan program
pembangunan dapat bermanfaat dan menimbulkan efek serta dampak pesan
kepada masyarakat. Kegiatan mendidik dan memotivasi masyarakat merupakan
unsur yang paling utama dalam komunikasi pembangunan. Tujuannya untuk
menanamkan gagasan-gagasan, sikap mental dan mengajarkan keterampilan yang
dibutuhkan oleh suatu negara berkembang. Pesan pembangunan dapat
disampaikan melalui media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah,
film teatrikal dan media cetak lainnya seperti poster, pamflet, spanduk dan lain
sebagainya. Chury et al. (2012) menyatakan bahwa radio merupakan saluran
yang paling efektif untuk mendapatkan informasi mengenai iklim.
Hasil penelitian Usman et al. (2012) mengemukakan bahwa infrastruktur
yang penting dan lebih banyak diminta yaitu dalam bentuk TIK guna
pengembangan inovasi dan penggunaan sumber daya secara efektif,
memanfaatkan metodologi baru dan pasar untuk peningkatan taraf hidup petani.
Lebih lanjut Usman et al. (2012) mengungkapkan, bahwa TIK harus dimasukkan
ke dalam semua usaha yang berhubungan dengan pembangunan pertanian.
Kesadaran harus dihasilkan dari kalangan petani muda dan setengah baya tentang
ketersediaan layanan TIK untuk meningkatkan partisipasi dan inisiatif.
Penggunaan media massa dalam penyuluhan yang patut dipertimbangkan
adalah peranannya dalam program penyuluhan dan penggunaan secara efektif.
Surat kabar, majalah, radio dan televisi merupakan media yang paling
murah untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa media massa dapat mempercepat proses perubahan,
tetapi jarang dapat menyebabkan perubahan dalam perilaku, karena pengirim
dan penerima pesan cenderung menggunakan pesan selektif saat menggunakan

7

media massa sehingga pesan mengalami distorsi. Sangat disadari bahwa
tidak seorangpun dapat membaca semua penerbitan, penelitian menunjukkan
bahwa dasar pemilihan media terletak pada kegunaan yang diharapkan.
Misalnya untuk keperluan memecahkan masalah, mengetahui yang sedang terjadi
di sekeliling atau untuk sekedar santai, juga untuk keperluan agar dapat
berpartisipasi dalam diskusi atau mengukuhkan pendapat mengenai suatu hal
(Murfiani, 2006).
Sementara itu, Iddings dan Apps (1990) menyatakan,
adopsi
pemanfaatan
aplikasi Teknologi Informasi dan Komunikasi biasanya tidak
spontan. Dalam berbagai penelitian, secara jelas menunjukkan bahwa
kompleksitas usahatani, tingkat dukungan eksternal (lingkungan), usia, waktu
pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, pengalaman, jaringan,
ketersediaan informasi, kepribadian dan pendekatan proses pembelajaran
memberikan pengaruh pada peningkatan atau pengurangan terhadap penggunaan
komputer atau teknologi informasi dan komunikasi. Faktor lain yang banyak
mempengaruhi adopsi dan penggunaan teknologi informasi dalam organisasi
pertanian menurut Kurtenbach and Thompson (2000) dapat dikelompokkan
menjadi lima kategori seperti akses terhadap teknologi informasi, demografi,
pelatihan/pendidikan bidang teknologi informasi, tingkat kepercayaan terhadap
teknologi informasi, dan waktu atau lama menggunakan teknologi informasi.
Bagaimana karakteristik penyuluh, penggunaan media, tahapan pencarian
informasi pada Cyber Extension dan pemanfaatan Cyber Extension pada Penyuluh
Pertanian di Kabupaten Bogor?
Gambaran Singkat Cyber Extension
Cyber Extension adalah mekanisme pertukaran informasi pertanian melalui
area cyber, suatu ruang imajiner-maya di balik interkoneksi jaringan komputer
melalui peralatan komunikasi. Cyber Extension ini memanfaatkan kekuatan
jaringan, komunikasi komputer dan multimedia interaktif untuk memfasilitasi
mekanisme berbagi informasi atau pengetahuan (Wijekoon et al. 2009).
“Cyber extension is an agricultural information exchange mechanism over
cyber space, the imaginary space behind the interconnected
computer networks through telecommunication means. It utilizes the power
of networks, computer communications and interactive multimedia to
facilitate information sharing mechanism”.
Jaringan yang digunakan merupakan jaringan internet yang merupakan salah
satu jenis media hibrida. Menurut Vivian (2008) internet merupakan sebuah
jaringan dasar yang membawa pesan. Internet berasal dari sistem komunikasi
militer AS yang dibuat pada tahun 1969 yang disebut ARPAnet (Advanced
Research Project Agency Network). Berbeda halnya dengan istilah web, yang
merupakan struktur kode-kode yang mengizinkan pertukaran bukan hanya
antarteks, tetapi juga grafis, video dan audio. Selanjutnya kode-kode tersebut
mudah untuk dipahami orang awam sehingga mereka tidak perlu mengetahui kode
tersebut untuk masuk ke isi web. Selain itu, dasar-dasar kode web diterima secara

8

universal sehingga memungkinkan semua orang yang memiliki komputer, modem,
dan koneksi internet masuk ke dalam web global.
Model komunikasi Cyber Extension mengumpulkan atau memusatkan
informasi yang diterima oleh petani dari berbagai sumber yang berbeda maupun
yang sama dan disederhanakan dalam bahasa lokal disertai dengan teks dan
ilustrasi audio visual yang dapat disajikan atau diperlihatkan kepada seluruh
masyarakat desa terutama petani (Sumardjo et al. 2010). Lebih lanjut dikatakan
bahwa knowledge sharing model (model berbagi pengetahuan) merupakan salah
satu cara yang digunakan untuk memberikan kesempatan kepada anggota suatu
kelompok, organisasi, instansi atau perusahaan untuk berbagi ilmu pengetahuan,
teknik, pengalaman, dan ide yang dimiliki kepada anggota lainnya. Cyber
Extension diharapkan dapat membantu mewujudkan jaringan informasi bidang
pertanian sampai ditingkat petani dapat diwujudkan.
Peran, Karakteristik, dan Motivasi Penyuluh Pertanian
Peran penyuluh pertanian
Jika melihat dari sejarah, penyuluhan itu berawal dari suatu sistem
pertukaran informasi mengenai pertanian (agricultural information exchange)
yang dengan tujuan untuk meningkatkan hasil pertanian. Hal ini sudah dilakukan
oleh Mesir kuno, Mesopotamia, dan Yunani. Dalam bahasa Inggris, istilah
penyuluhan menggunakan istilah extention. Penggunaan istilah ini berawal dari
university extension atau extension of the university yang merupakan kegiatan staf
pengajar dari universitas untuk menyebarkan informasi dan ilmu pengetahuan
tentang pertanian kepada masyarakat non-universitas (Leeuwis 2004).
Penggunaan extension akhirnya lebih lazim digunakan terutama untuk
penyuluhan pertanian (agricultural extension). Penggunaannya berkembang
ke bidang-bidang lain keluarlah istilah Extension Education, Development
Communication atau Development Extension (Penyuluhan Pembangunan)
(Hafsah 2009).
Penyuluh pertanian berdasarkan Undang-Undang No. 16 tahun 2006 tentang
Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan adalah perorangan warga
Negara Indonesia yang melakukan kegitan penyuluhan. Penyuluhan sendiri
merupakan cara penyebaran informasi yang berkaitan dengan upaya perbaikan
cara-cara bertani dan berusahatani demi tercapainya peningkatan produktivitas,
pendapatan petani dan perbaikan kesejahteraan masyarakat atau keluarga yang
diupayakan melalui kegiatan pembangunan pertanian. Penyebaran informasi yang
dimaksud mencakup informasi tentang ilmu dan teknologi yang bermanfaat,
analisis ekonomi dan upaya rekayasa sosial yang berkaitan dengan pengembangan
usaha tani serta peraturan dan kebijakan pendukung.
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor:
PER/02/Menpan/2/2008, bahwa tugas pokok dan fungsi penyuluh pertanian
adalah melakukan kegiatan yaitu:
1. Menyiapkan dan merencanakan pelaksanaan penyuluhan yang meliputi,
kemampuan dalam mengidentifikasi potensi wilayah, kemampuan
mengidentifikasi agroekosistem, kemampuan mengidentifikasi kebutuhan
teknologi pertanian, kebutuhan menyusun program penyuluhan, dan
kemampuan menyusun rencana kerja penyuluhan.

9

2. Melaksanakan penyuluhan pertanian meliputi kemampuan menyusun materi
penyuluhan, kemampuan menerapkan metode penyuluhan, baik metode
penyuluhan perorangan maupun penyuluhan kelompok serta metode
penyuluhan massal, juga memiliki kemampuan membina kelompok tani
sebagai kelompok pembelajaran dan kemampuan
mengembangkan
swadaya dan swakarsa petani nelayan.
3. Kemampuan
membuat
evaluasi
dan
pelaporan
pelaksanaan
penyuluhan.
4. Kemampuan mengembangkan penyuluhan pertanian seperti merumuskan
kajian arah penyuluhan, menyusun pedoman pelaksanaan penyuluhan
dan mengembangkan sistem kerja penyuluhan pertanian.
5. Pengembangan profesi penyuluh pertanian yang meliputi penyusunan karya
tulis ilmiah dan ilmu populer bidang penyuluhan pertanian dan
penerjemahan buku penyuluhan.
6. Kegiatan penunjang penyuluhan pertanian yang meliputi seminar dan
lokakarya penyuluhan pertaniaan
7. Penyelenggaraan penyuluhan pertanian untuk masa yang akan datang
haruslah dipola secara terpadu dan integratif.
Peran penyuluh lainnya antara lain:
1. Peran Penyuluh sebagai tenaga teknis edukatif. Dalam peranan ini penyuluh
dapat bertindak sebagai penyedia jasa konsultan (pendidikan), termasuk di
dalamnya penyuluh dapat melakukan tindakan membimbing, melatih,
mengarahkan, dan memberikan transfer informasi dan teknologi usaha tani.
Perubahan perilaku pada tiga domain utama (pengetahuan, sikap, dan
keterampilan) menjadi bagian tugas yang tidak terpisahkan dalam peranan
penyuluh sebagai konsultan/tenaga pendidikan pertanian. Sebagai tenaga
teknis edukatif, seorang penyuluh pertanian mampu melakukan
penyelenggaraan proses belajar mengajar sesuai prinsip-prinsip pendidikan
orang dewasa.
2. Peran penyuluh sebagai pemberdaya petani. Sebagai pemberdaya petani,
penyuluh diharapkan mampu memberikan semangat dan energi yang penuh
bagi kemandirian hidup petani, sehingga petani mau dan mampu
untuk memecahkan persoalan yang dihadapinya secara independen dan
swadaya. Tentunya dalam hal ini tindakan yang perlu dilakukan penyuluh
sebagai pemberdaya petani di antaranya:
a. Penyuluh sebagai insiator: senantiasa memberikan gagasan/ide baru
yang inovatif, adaptif, dan fleksibel.
b. Penyuluh sebagai fasilitator: selalu memberikan alternatif solusi
dari setiap problema yang dihadapi petani, dan mampu memberikan
akses kepada tujuan pasar dan perbaikan modal usaha.
c. Penyuluh sebagai motivator: senantiasa penyuluh memberikan
dorongan semangat agar petani mau dan mampu bertindak untuk
kemajuan.
d. Penyuluh sebagai evaluator: senantiasa penyuluh mampu melakukan
tindakan korektif, mampu melakukan analisis masalah.
3. Peran penyuluh sebagai petugas profesional mandiri yang berkeahlian
spesifik. Penyuluh yang profesional adalah penyuluh yang mampu
memposisikan diri dalam tugasnya sebagai milik petani dan lembaganya

10

serta bertanggung jawab penuh terhadap profesinya.
4. Penyuluh
berperan
sebagai
entrepreneurship
(kewirausahaan)
Kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku dan kemampuan seseorang
dalam menangani usaha atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari,
menciptakan serta menerapkan cara kerja, teknologi dan produk baru
dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang
lebih baik dan atau memperoleh keuntungan yang lebih besar (Keputusan
Menteri
Koperasi
dan
Pembinaan
Pengusahan
Kecil
Nomor 961/KEP/M/XI/1995).
Hasil penelitian Marius et al. (2007) mengenai kompetensi penyuluh
mengungkapkan bahwa di dalam era otonomi daerah perhatian pemerintah
daerah menurun seperti hampir tidak adanya penggunaan informasi dalam bentuk
leaflet, brosur dan lain-lain. Begitu juga dengan pemberian dana, sarana/prasarana,
dukungan masyarakat dan keluarga juga menurun, penggunaan teknologi
pertanian oleh petani terbatas, motivasi penyuluh rendah. Senada dengan hasil
penelitian Margono et al. (2011) yang membahas mengenai gap antara hubungan
pemerintah pusat dengan penyuluh dalam penyebaran informasi mengungkapkan
bahwa sumber informasi sekunder yang dapat diakses oleh penyuluh, bukan
tergolong dalam kasus informasi primer. Mengenai isu yang berkaitan
dengan jenis atau ragam informasi, perlunya portal bagi penyuluh dalam
mengakses informasi dan akses ke katalog online database bagi pusat-pusat
informasi sehingga interoperabilitas lintas kelembagaan dan database repositori
menjadi isu penting dalam memberikan portal informasi pertanian.
Karakteristik Penyuluh Pertanian
Karakteristik merupakan sifat atau ciri yang melekat pada seseorang yang
berhubungan dengan semua aspek kehidupan dan lingkungannya. Karakteristik
penyuluh ini diperlukan untuk menjalankan fungsi dan peran penyuluh pertanian,
Karakteristik penyuluh yang akan dibahas dalam penelitian ini meliputi Umur,
pendidikan, pengalaman penyuluh, tingkat kepemilikan teknologi informasi, dan
status penyuluh.
Huda (2010) menyatakan bahwa umur merupakan salah satu faktor utama
yang mempengaruhi efisiensi belajar, karena akan berpengaruh terhadap minatnya
pada macam pekerjaan tertentu sehingga umur seseorang juga akan berpengaruh
terhadap motivasinya untuk belajar. Mardikanto (1993) mengatakan bahwa umur
akan berpengaruh kepada tingkat kematangan seseorang (baik kematangan fisik
maupun emosional) yang sangat menentukan kesiapannya untuk belajar. Selaras
dengan hal tersebut Mardikanto (2009) mengemukakan bahwa sesuai dengan
bertambahnya umur, seseorang akan menumpuk pengalaman-pengalamannya
yang merupakan semberdaya yang sangat berguna bagi kesiapannya untuk belajar
lebih lanjut.
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola
pikir dan perilaku seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, ada
kecenderungan semakin tinggi pula pengetahuan, sikap dan keterampilan (Slamet,
2003). Bahkan menurut Mardikanto (2010), semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang berpengaruh terhadap efisien bekerja dan semakin banyak tahu caracara dan teknik bekerja yang lebih baik dan lebih menguntungkan. Senada yang

11

diungkapkan oleh Nwafor dan Akubue (2008) bahwa tingkat pendidikan
mempengaruhi penggunaan radio dan televisi di Nigeria. Radio dan program
televisi yang terkenal di kalangan perempuan berupa siaran berita, program
sosial budaya, musik dan drama. Masalah yang menghambat penggunaan
radio dan televisi oleh perempuan yaitu kendala waktu, dan kondisi ekonomi.
Dalam penelitian ini pendidikan yang dimaksudkan adalah jenjang pendidikan
formal yang pernah diikuti penyuluh. berdasarkan uraian di atas tingkat
pendidikan penyuluh akan berpengaruh terhadap pemanfaatan media.
Lebih lanjut Anwas et al. (2009) menyebutkan bahwa intensitas
pemanfaatan media massa dan media lingkungan rendah, sedangkan pemanfaatan
media terprogram dalam kategori sedang. Pemanfaatan media ini dipengaruhi oleh
tingkat pendidikan formal, kepemilikan media komunikasi dan informasi,
motivasi penyuluh, dukungan anggota keluarga penyuluh, dan tuntutan petani.
Informasi yang paling banyak digunakan adalah sumber interpersonal (sesama
penyuluh dan kontak tani/petani maju) dan media cetak (surat kabar).
Motivasi Penyuluh Pertanian
Motivasi merupakan dorongan, keinginan, hasrat dan tenaga penggerak
atau dorongan lain yang berasal dari dalam diri individu untuk melakukan suatu
tindakan serta memberi tujuan dan arah kepada perilaku individu (Ahmadi,
2007). Motivasi berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya dibagi
menjadi dua yaitu:
a. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang tidak dipengaruhi oleh faktorfaktor dari luar, tetapi di dalam diri individu tersebut sudah terdapat
dorongan untuk melakukan sesuatu.
b. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang ada karena dipengaruhi
oleh faktor-faktor dari luar diri individu tersebut (lingkungan).
Tindakan yang didorong oleh motif-motif instrinsik lebih baik
daripada yang didorong oleh motif ekstrinsik (Notoatmodjo, 2003). Penelitian
Purnaningsih (1999) menunjukkan bahwa motivasi kognit if berhubungan secara
nyata dengan pemanfaatan sumber informasi. Semakin banyak petani yang
menyatakan motivasi kognitifnya untuk memanfaatkan sumber informasi,
semakin banyak pula petani yang memanfaatkan sumber informasi tersebut.
Selanjutnya penelitian Hubeis (2008) mengungkapkan bahwa motivasi penyuluh
(internal dan eksternal