Purnomojati Anggoroseto. S621008003.

(1)

commit to user

ii

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA

PENYULUH DALAM PEMANFAATAN

CYBER EXTENSION

DI KABUPATEN BOGOR

TESIS

Oleh

Purnomojati Anggoroseto S621008003

Komisi Pembimbing

Nama Tanda

Tangan

Tanggal

Pembimbing I Prof. Dr. Ir. Totok Mardikanto, MS. NIP. 19470713 198103 1 001

……… 20 Juli 2012

Pembimbing II Dr. Sapja Anantanyu, SP., MSi. NIP. 19681227 199403 1 002

……… 19 Juli 2012

Telah dinyatakan memenuhi syarat pada tanggal 20 Juli 2012

Ketua Program Studi Penyuluhan Pembangunan Program Pascasarjana UNS

Prof. Dr. Ir. Totok Mardikanto, MS. NIP. 19470713 198103 1 001


(2)

commit to user

iii

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA

PENYULUH DALAM PEMANFAATAN

CYBER EXTENSION

DI KABUPATEN BOGOR

TESIS

Oleh

Purnomojati Anggoroseto S621008003

Tim Penguji

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Ketua Ir. Marcelinus Molo, M.S., Ph.D.

NIP. 19490320 197611 1 001 ………... .……2012 Sekretaris Dr.Ir. Suwarto, M.Si.

NIP. 195611 19198303 1 002 …..………. ...2012 Anggota Penguji Prof. Dr. Ir. Totok Mardikanto, MS.

NIP. 19470713 198103 1 001 ………..

...2012 Dr. Sapja Anantanyu, SP., M.Si.

NIP. 19681227 199403 1 002 ………... ...2012

Telah dipertahankan di depan penguji Dinyatakan telah memenuhi syarat

pada tanggal…………..2012 Direktur Program Pascasarjana UNS

Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S. NIP. 19610717 198601 1 001

Ketua Program Studi Penyuluhan Pembangunan Program Pascasarjana UNS

Prof. Dr. Ir. Totok Mardikanto, MS. NIP. 19470713 198103 1 001


(3)

commit to user

iv

PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS

Saya menyatakan sebenarnya bahwa:

1. Tesis yang berjudul: “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PENYULUH DALAM PEMANFAATAN CYBER EXTENSION DI KABUPATEN BOGOR” ini adalah karya penelitian saya sendiri dan bebas plagiat, serta tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik, serta tidak terdapat kata atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis digunakan sebagai acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber acuan serta daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Permendiknas No. 17 Tahun 2010) 2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan pembimbing sebagai author dan Program Pascasarjana UNS sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu semester (enam bulan sejak pengesahan Tesis) saya tidak melakukan publikasi dari sebagian atau keseluruhan Tesis ini, maka Program Studi Penyuluhan Pembangunan Program Pascasarjana UNS berhak mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Program Studi Penyuluhan Pembangunan Program Pascasarjana UNS. Apabila saya melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapatkan sanksi akademik yang berlaku.

Surakarta, 31 Juli 2012

Purnomojati Anggoroseto S621008003


(4)

commit to user

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala berkat dan karunia-Nya jualah penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Penyuluh Dalam Pemanfaatan Cyber

Extension di Kabupaten Bogor.

Tesis ini merupakan syarat untuk mendapatkan gelar akademik Magister (S2), pada Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Karya ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Direktur dan Asisten Direktur I Program Pascasarjana UNS serta Ketua dan Sekretaris Program Studi Penyuluhan Pembangunan atas segala bantuan yang telah diberikan;

2. Kepala Badan PPSDMP, Sekretaris Badan PPSDMP, Kepala Pusdikdarkasi yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi ke jenjang S2;

3. Prof. Dr. Ir. Totok Mardikanto, MS. dan Dr. Sapja Anantanyu, SP., M.Si. selaku komisi pembimbing untuk segala arahan arahan, bimbingan, dan motivasinya;

4. Ir. Marcelinus Molo M.S., Ph.D. dan Dr. Ir. Suwarto, M.Si. selaku penguji di luar komisi bimbing yang telah berkenan untuk menguji tesis ini;

5. Dosen-dosen pengampu mata kuliah yang telah membagikan ilmunya kepada penulis selama menjalankan studi;


(5)

commit to user

vi

6. Kepala Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Bogor serta Kepala Balai Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan se-Kabupaten Bogor;

7. Pegawai Pascasarjana UNS yang membantu penulis dalam kelancaran studi; 8. Rekan-rekan satu angkatan S2 dan S3 Program Studi Penyuluhan

Pembangunan;

9. Rekan-rekan satu kost yang senantiasa menemani penulis di Kota Solo; 10. Keluarga tercinta yang selalu mendoakan penulis untuk kelancaran studi di

UNS;

11. Semua pihak yang telah membantu memberikan sumbangsihnya bagi penyelesaian tesis ini.

Semoga tesis ini bermanfaat.

Surakarta, Juli 2012


(6)

commit to user

vii

DAFTAR ISI

Hal.

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI... iii

PERNYATAAN ORISINALITAS DAN HAK PUBLIKASI... iv

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR LAMPIRAN... xiv

ABSTRAK... xv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah... 4

C. Tujuan Penelitian... 6

D. Manfaat Penelitian... 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 8

A. Kajian Teori………... 8

1. Penyuluhan... 8

2. Penyuluh Pertanian... 16

3. Cyber Extension... 20

a. Konsep Cyber Extension... 20

b. Pengalaman Cyber Extension di Negara Lain... 22

c. Cyber Extension di Indonesia... 27

1) Pengertian Cyber Extension... 27

2) Grand Design Program Cyber Extension... 30

d. Cyber Extension sebagai Metode dan Teknik Penyuluhan... 33


(7)

commit to user

viii

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Penyuluh

dalam Pemanfaatan Cyber Extension... 42

a. Karakteristik Penyuluh Pertanian... 43

b. Faktor Penunjang Cyber Extension... 49

c. Kualitas Informasi Cyber Extension... 59

d. Sosialisasi Cyber Extension kepada Penyuluh... 62

e. Komunikasi antara Penyuluh dengan Administrator Cyber Extension Kabupaten... 65

f. Persepsi Penyuluh terhadap Cyber Extension... 68

B. Kerangka Berpikir... 73

C. Hipotesis... 77

BAB III. METODA PENELITIAN... 79

A. Tempat dan Waktu... 79

B. Jenis Penelitian... 79

C. Populasi dan Sampel... 80

1. Populasi... 81

2. Sampel... 81

D.Variabel dan Definisi Operasional... 81

E. Teknik dan Instrumen untuk Mengumpulkan Data... 88

1. Teknik Pengumpulan Data... 88

2. Instrumen Penelitian... 89

F. Uji Validitas dan Reliabilitas... 90

1. Uji Validitas... 90

2. Uji Reliabilitas... 91

G.Teknik Analisis Data... 92

1. Analisis Statistik Deskriptif... 92


(8)

commit to user

ix

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 97

A.Gambaran Umum Obyek Penelitian... 97

1. Kelembagaan Penyuluhan di Kabupaten Bogor... 97

2. Ketenagaan Penyuluhan di Kabupaten Bogor... 101

3. Penyelenggaran Penyuluhan di Kabupaten Bogor... 102

4. Ringkasan Gambaran Umum... 106

B.Pelaksanaan Cyber Extension di Kabupaten Bogor... 106

1. Sejarah Pelaksanaan Cyber Extension di Kabupaten Bogor……….. 106

2. Sosialisasi Cyber Extensionkepada Penyuluh………… 110

3. Komunikasi antara Penyuluh dan Adminstrator Cyber Extension Kabupaten... 113

4. Kualitas Informasi Cyber Extension... 115

5. Faktor Penunjang Cyber Extension ... 118

C.Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension... 121

1. Karakteristik Penyuluh... 121

2. Persepsi Penyuluh terhadap Cyber Extension... 128

3. Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension…... 134

D.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension... 137

1. Hubungan Antar Variabel... 137

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension... 149

a. Faktor Penunjang Cyber Extension... 149

b. Kualitas Informasi Cyber Extension... 151

c. Sosialisasi Cyber Extension kepada Penyuluh... 153

d. Komunikasi antara Penyuluh dan Administrator Cyber Extension Kabupaten... 153

e. Karakteristik Penyuluh... 154


(9)

commit to user

x

E. Pembahasan…... 156

1. Pelaksanaan Cyber Extension di Kabupaten Bogor... 156

2. Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension 157 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension... 161

a. Faktor Penunjang Cyber Extension... 161

b. Kualitas Informasi Cyber Extension... 164

c. Sosialisasi Cyber Extension kepada Penyuluh... 165

d. Komunikasi antara Penyuluh dan Administrator Cyber Extension Kabupaten... 166

e. Karakteristik Penyuluh... 167

f. Persepsi Penyuluh terhadap Cyber Extension... 170

4. Upaya-upaya Perbaikan Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension... 173

BAB V. PENUTUP…... 176

A. Kesimpulan…... 176

B. Implikasi…... 177

C. Saran…... 178


(10)

commit to user

xi

DAFTAR TABEL

Tabel Hal.

1. Jumlah Sampel yang Diambil dalam Penelitian…... 81 2. Sebaran BP3K di Kabupaten Bogor Tahun 2012…... 100 3. Sebaran Jumlah Penyuluh Berdasarkan Status Kepegawaian dan Tempat

Kerja di Kabupaten Bogor…... 102 4. Pengembangan Komoditas Unggulan di Kabupaten Bogor…... 105 5. Jumlah Kelompok Tani Berdasarkan Kelas Kemampuan di Kabupaten Bogor

Tahun 2012…... 106 6. Distribusi Responden Berdasarkan Sosialisasi yang Dikerjakan Melalui

Percakapan…... 110 7. Distribusi Responden Berdasarkan Sosialisasi melalui Pertemuan…... 111 8. Distribusi Responden Berdasarkan Sosialisasi melalui Media Perantara…... 112 9. Distribusi Responden Berdasarkan Komunikasi antara Penyuluh dan

Administrator Kabupaten melalui Sekedar Berkomunikasi…...…...…... 113 10. Distribusi Responden Berdasarkan Komunikasi antara Penyuluh dan

Administrator Kabupaten melalui Tukar Menukar Informasi…... 114 11. Distribusi Responden Berdasarkan Komunikasi antara Penyuluh dan

Administrator Kabupaten melalui Konsultasi…...…... 114 12. Distribusi Responden Berdasarkan Kualitas Informasi Cyber Extension untuk

Kesesuaian Informasi……...…... 116 13. Distribusi Responden Berdasarkan Kualitas Informasi Cyber Extension untuk

Aktualitas Informasi…...…... 117 14. Distribusi Responden Berdasarkan Kualitas Informasi Cyber Extension untuk

Sumber yang Dipercaya…...…... 118 15. Distribusi Responden Berdasarkan Skor Sub Variabel Faktor Penunjang

Cyber Extension melalui Kebijakan…...…... 119

16. Distribusi Responden Berdasarkan Skor Sub Variabel Faktor Penunjang


(11)

commit to user

xii

17. Distribusi Responden Berdasarkan Skor Sub Variabel Faktor Penunjang

Cyber Extension melalui Pembiayaan…...…... 121

18. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Umur…...…... 122

19. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Pendidikan…...…... 122

20. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Masa Kerja…...…... 123

21. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Kepemilikan Sarana Teknologi Informasi…...…... 124

22. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Kepemilikan Alamat E-mail. 125 23. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Motivasi Penyuluh…... 126

24. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Sikap Penyuluh terhadap Teknologi Informasi Internet…...…...…...…... 127

25. Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Penyuluh terhadap Cyber Extension terkait dengan Persepsi terhadap Manfaat…...…... 129

26. Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Penyuluh terhadap Cyber Extension terkait dengan Persepsi terhadap Kemudahan Aplikasi…... 131

27. Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Penyuluh terhadap Cyber Extension terkait dengan Persepsi terhadap Pembiayaan…... 133

28. Distribusi Responden Berdasarkan Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension melalui Aksesbilitas…...…...…... 135

29. Distribusi Responden Berdasarkan Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension melalui Pemanfaatan Informasi Cyber Extension bagi Kegiatan Penyuluhan…...…...…...…...…... 136

30. Distribusi Responden Berdasarkan Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension melalui Pengenalan Cyber Extension kepada Petani/Kelompok Tani……...…...…...…... 137

31. Uji Korelasi Variabel Penelitian…...…...…...…... 138

32. Nilai Koefisien Jalur dan Koefisien Korelasi…... 139

33. Hasil Uji Analisis Jalur Variabel Faktor Penunjang Cyber Extension, Komunikasi Antara Penyuluh dan Adminstrator Kabupaten, serta Karakteristik Penyuluh terhadap Kualitas Informasi Cyber Extension…... 141


(12)

commit to user

xiii

34. Hasil Uji Analisis Jalur Variabel Faktor Penunjang Cyber Extension dan Kualitas Informasi Cyber Extension terhadap Sosialisasi Cyber Extension

kepada Penyuluh…...…...…...…...…... 142 35. Hasil Analisis Jalur Faktor Penunjang Cyber Extension, Sosialisasi Cyber

Extension kepada Penyuluh, dan Karakteristik Penyuluh terhadap Komunikasi

antara Penyuluh dan Administrator Kabupaten…...…... 143 36. Hasil Uji Analisis Jalur Faktor Penunjang Cyber Extension, Kualitas

Informasi Cyber Extension, Sosialisasi Cyber Extension kepada Penyuluh, Komunikasi antara Penyuluh dan Administrator Kabupaten, dan Karakteristik

Penyuluh terhadap Persepsi Penyuluh terhadap Cyber Extension…... 144 37. Hasil Uji Analisis Jalur Faktor Penunjang Cyber Extension, Kualitas

Informasi Cyber Extension, Sosialisasi Cyber Extension kepada Penyuluh, Komunikasi antara Penyuluh dan Administrator Kabupaten, Karakteristik Penyuluh, Persepsi Penyuluh terhadap Cyber Extension, terhadap Kinerja

Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension…...…... 146 38. Hasil Uji Analisis Jalur Sub Variabel Faktor Penunjang Cyber Extension

terhadap Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension…... 150 39. Hasil Uji Analisis Jalur Sub Variabel Kualitas Informasi Cyber Extension

terhadap Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension…... 152 40. Hasil Uji Analisis Jalur Sub Variabel Karakteristik Penyuluh terhadap


(13)

commit to user

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Hal.

1. Halaman Muka Situs Cyber Extension (http://cybex.deptan.go.id/)... 28 2. Sistem Jaringan Informasi Cyber Extension…... 33 3. Diagram Konsep Kerangka Berpikir Hubungan Antar Peubah yang

akan Diuji dalam Penelitian…...

76 4. Diagram Analisis dari Kerangka Berpikir…... 94 5. Diagram Jalur Hasil Analisis Statistik …... 140 6. Diagram Jalur Pengaruh Signifikan dan Tidak Signifikan…... 148


(14)

commit to user

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Hal.

1. Jadwal Penelitian………. 190

2. Surat Ijin Penelitian………. 191

3. Pengukuran Variabel………... 193

4. Kisi-kisi Instrumen……….. 200

5. Uji Validitas dan Realiabilitas……… 203

6. Uji Normalitas Data……… 205


(15)

commit to user

xvi

Purnomojati Anggoroseto. 2012. F aktor F aktor Yang Mempengaruhi Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension di Kabupaten Bogor. TESIS. Pembimbing I : Prof. Dr. Ir. Totok Mardikanto, MS, II : Dr. Sapja Anantanyu, SP, M.Si. Program Studi Penyuluhan Pembangunan, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.

ABSTRAK

Penelitian dilakukan pada bulan April sampai Mei 2012. Penelitian ini bertujuan (1) mendeskripsikan pelaksanaan cyber extension di Kabupaten Bogor; (2) mendeskripsikan tingkat kinerja penyuluh pertanian dalam pemanfaatan cyber

extension di Kabupaten Bogor; (3) menganalisis faktor-faktor yang

mempengaruhi terhadap kinerja penyuluh pertanian dalam pemanfaatan cyber

extension di Kabupaten Bogor; dan (4) merumuskan upaya-upaya perbaikan

kinerja penyuluh pertanian dalam pemanfaatan cyber extension di Kabupaten Bogor.

Sebanyak 98 penyuluh dipilih dengan teknik stratified random sampling

sebagai sampel penelitian. Jenis penelitian yaitu penelitian survey. Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif dan analisis jalur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension: (1) melakukan aksesbilitas terhadap cyber extension

(mencari informasi, memberikan umpan balik, penyampaian informasi), (2) memanfaatkan materi informasi cyber extension bagi kegiatan penyuluhan, dan (3) mengenalkan cyber extension kepada petani termasuk dalam kriteria sangat rendah untuk masing-masing indikator.

Faktor yang mempengaruhi langsung terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension adalah sosialisasi cyber extension kepada penyuluh, komunikasi antara penyuluh dan administrator cyber extension kabupaten, dan persepsi penyuluh terhadap cyber extension. Faktor yang tidak mempengaruhi langsung terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfataan cyber extension adalah faktor penunjang cyber extension, kualitas informasi cyber extension, dan karakteristik penyuluh. Komunikasi antara penyuluh dan administator cyber

extension kabupaten merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam kinerja

penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension.

Kata kunci: penyuluh pertanian, cyber extension, kinerja dalam pemanfaatan


(16)

commit to user

xvii

Purnomojati Anggoroseto. 2012. F actors Affect Performance of Agricultural Extension Worker in The Use of Cyber Extension in Bogor District. THESIS. Supervisor I: Prof. Dr. Ir. Totok Mardikanto, MS, II: Dr. Sapja Anantanyu, SP, M.Si. Extension Development Studies Program, Post-Graduate, Sebelas Maret Unversity.

ABSTRACT

The research was conducted in April through May 2012. The purpose of this study were: 1) to describe the implementation of cyber extension in Bogor District, (2) to describe the performance level of agricultural extension workers in the use of cyber extension in Bogor District, (3) analyze the factors affecting the performance of agricultural extension in use cyber extension in Bogor District; (4) formulate a performance improvement efforts of agricultural extension workers in the use of cyber extension in Bogor District.

A total of 98 agricultural extension workers were selected by stratified random sampling technique as sample of research. This type of research is survey method. In this study, data analysis techniques used were descriptive statistics and path analysis. The results indicated that the performance of agricultural extension workers in the use of cyber extension which includes accessibility, utilization of

cyber extension information for extension activities, and the introduction of cyber

extension to farmers included in the criteria is very low for each indicator.

Factors that affect directly the performance of agricultural extension workers in the use cyber extension is the socialization cyber extension to agricultural extension, communication between agricultural extension workers

and cyber extension distric-level administrators, and the perceptions of

agricultural extension workers on cyber extension. While the factors that do not directly affect the performance of agricultural extension workers in the use of

cyber extension is the supporting factors of cyber extension, quality information

from the cyber extension, characteristics of agricultural extension workers. Communication between agricultural extension workers and cyber extension

distric-level administrators into the factors that most affect the performance of agricultural extension workers in the use of cyber extension.

Key word: agricultural extension workers, cyber extension, performance in the use


(17)

commit to user

ii

Purnomojati Anggoroseto. S621008003. F aktor F aktor Yang Mempengaruhi Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension di Kabupaten Bogor. TESIS. Pembimbing I : Prof. Dr. Ir. Totok Mardikanto, MS, II : Dr. Sapja Anantanyu, SP, M.Si. Program Studi Penyuluhan Pembangunan, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.

ABSTRAK

Penelitian dilakukan pada bulan April sampai Mei 2012. Penelitian ini bertujuan (1) mendeskripsikan pelaksanaan cyber extension di Kabupaten Bogor; (2) mendeskripsikan tingkat kinerja penyuluh pertanian dalam pemanfaatan cyber

extension di Kabupaten Bogor; (3) menganalisis faktor-faktor yang

mempengaruhi terhadap kinerja penyuluh pertanian dalam pemanfaatan cyber

extension di Kabupaten Bogor; dan (4) merumuskan upaya-upaya perbaikan

kinerja penyuluh pertanian dalam pemanfaatan cyber extension di Kabupaten Bogor.

Sebanyak 98 penyuluh dipilih dengan teknik stratified random sampling

sebagai sampel penelitian. Jenis penelitian yaitu penelitian survey. Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif dan analisis jalur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension: (1) melakukan aksesbilitas terhadap cyber extension

(mencari informasi, memberikan umpan balik, penyampaian informasi), (2) memanfaatkan materi informasi cyber extension bagi kegiatan penyuluhan, dan (3) mengenalkan cyber extension kepada petani termasuk dalam kriteria sangat rendah untuk masing-masing indikator.

Faktor yang mempengaruhi langsung terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension adalah sosialisasi cyber extension kepada penyuluh, komunikasi antara penyuluh dan administrator cyber extension kabupaten, dan persepsi penyuluh terhadap cyber extension. Faktor yang tidak mempengaruhi langsung terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfataan cyber extension adalah faktor penunjang cyber extension, kualitas informasi cyber extension, dan karakteristik penyuluh. Komunikasi antara penyuluh dan administator cyber

extension kabupaten merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam kinerja

penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension.

Kata kunci: penyuluh pertanian, cyber extension, kinerja dalam pemanfaatan


(18)

commit to user

iii

Purnomojati Anggoroseto. S621008003. F actors Affect Performance of Agricultural Extension Worker in The Use of Cyber Extension in Bogor District. THESIS. Supervisor I: Prof. Dr. Ir. Totok Mardikanto, MS, II: Dr. Sapja Anantanyu, SP, M.Si. Extension Development Studies Program, Post-Graduate,

Sebelas Maret Unversity.

ABSTRACT

The research was conducted in April through May 2012. The purpose of this study were: 1) to describe the implementation of cyber extension in Bogor District, (2) to describe the performance level of agricultural extension workers in the use of cyber extension in Bogor District, (3) analyze the factors affecting the performance of agricultural extension in use cyber extension in Bogor District; (4) formulate a performance improvement efforts of agricultural extension workers in the use of cyber extension in Bogor District.

A total of 98 agricultural extension workers were selected by stratified random sampling technique as sample of research. This type of research is survey method. In this study, data analysis techniques used were descriptive statistics and path analysis. The results indicated that the performance of agricultural extension workers in the use of cyber extension which includes accessibility, utilization of

cyber extension information for extension activities, and the introduction of cyber

extension to farmers included in the criteria is very low for each indicator.

Factors that affect directly the performance of agricultural extension workers in the use cyber extension is the socialization cyber extension to agricultural extension, communication between agricultural extension workers

and cyber extension distric-level administrators, and the perceptions of

agricultural extension workers on cyber extension. While the factors that do not directly affect the performance of agricultural extension workers in the use of

cyber extension is the supporting factors of cyber extension, quality information

from the cyber extension, characteristics of agricultural extension workers. Communication between agricultural extension workers and cyber extension

distric-level administrators into the factors that most affect the performance of agricultural extension workers in the use of cyber extension.

Key word: agricultural extension workers, cyber extension, performance in the use


(19)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan pertanian berkelanjutan membutuhkan metoda penyuluhan yang efisien dan dinamis. Metode penyuluhan tidak langsung melalui media massa konvensional, seperti: koran, leaflet, radio dan televisi, telah menghadapi beberapa tantangan dalam menyampaikan informasi kepada petani. Media massa cetak yang selama ini menjadi media utama dalam proses penyampaian informasi pertanian yang didistribusikan melalui fasilitas pos udara, seringkali terlambat sampai di tempat tujuan apalagi di daerah-daerah yang sangat jauh, terpencil dan sarana transportasinya yang masih belum memadai. Bukan hanya kendala keterbatasan distribusi saja, namun jumlahnya relatif terbatas, dan memerlukan biaya pencetakan serta biaya transportasi yang besar.

Dukungan yang diperankan oleh media massa elektronik seperti televisi dan radio, kadangkala penayangannya masih belum tepat waktu, tepat tempat dan tepat sasaran. Penyampaian materi penyuluhan melalui media elektronik seperti televisi dan radio bukan hanya memerlukan biaya yang sangat besar, namun juga waktu tayangnya sangat terbatas dan belum tentu dapat diterima oleh para petani sampai ke pelosok-pelosok. Pendekatan ini belum mampu menjangkau sebagian besar petani.

Tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini, kebutuhan petani jauh lebih beragam dan pengetahuan yang diperlukan untuk mengatasi persoalan petani juga beragam pula, sehingga penyuluh di tingkat lapangan dituntut dalam berbagai


(20)

commit to user

bidang. Pada era ini, dimungkinkan untuk menemukan solusi tersebut dengan menggunakan potensi teknologi informasi komunikasi berbasis komputer untuk memenuhi kebutuhan informasi spesifik lokasi.

Memang tidak bisa dipungkiri bahwa dampak globalisasi ditandai dengan meluasnya perkembangan infrastruktur informasi global yang difasilitasi oleh pesatnya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Penyuluhan pun perlu didukung sistem informasi yang kuat dan jelas, sehingga percepatan informasi dapat tepat waktu, tepat tempat, dan tepat sasaran. Berkaitan dengan hal ini Kementerian Pertanian melalui Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (Badan PPSDMP) memodifikasi penyusunan dan penyebaran informasi penyuluhan pertanian melalui jaringan yang terkoneksi dengan internet yang disebut dengan cyber extension (Badan PPSDMP, 2010). Secara singkat dapat dikatakan bahwa cyber extension merupakan sistem informasi penyuluhan pertanian melalui media internet (berbasis informasi teknologi) yang dibangun untuk mendukung penyediaan materi penyuluhan dan informasi pertanian bagi penyuluh dalam memfasilitasi proses pembelajaran agribisnis pelaku utama dan pelaku usaha (Badan PPSDMP, 2010).

Pada awal diluncurkan (tahun 2010), sistem informasi cyber extension

terdapat kritik bahwa kehadiran cyber extension ini akan "mengancam" kemapanan penyuluh yang masih menjalankan tugasnya dengan cara lama (konvensional). Selain itu, para penyuluh akan dibebani keharusan untuk belajar mengetahui bagaimana cara berinternet untuk mendapatkan materi ataupun informasi penyuluhan. Padahal selama ini, mereka tinggal menunggu pasokan


(21)

commit to user

leaflet, brosur, dan bahan informasi penyuluhan lainnya yang disiapkan oleh pemerintah. Namun di sisi lain, ada pihak yang mengatakan, bahwa dengan adanya cyber extension diharapkan dapat mengatasi keterbatasan dan kesenjangan sumber informasi yang digunakan penyuluh sebagai materi penyuluhan selama ini.

Dengan adanya sumber informasi cyber extension yang dapat dimanfaatkan oleh penyuluh, maka diharapkan dapat mendukung kinerja para penyuluh pertanian, baik dalam mengakses cyber extension, memanfaatkan informasi cyber extension bagi kegiatan penyuluhan, dan mengenalkan cyber

extension kepada petani. Sehingga dengan kata lain bahwa melalui cyber

extension dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para penyuluh

pertanian, karena adanya dukungan penyediaan informasi yang memadai sebagai bahan untuk memfasilitasi proses pembelajaran bagi petani.

Sesuai dengan Undang-Undang No 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, menyebutkan bahwa bentuk kelembagaan penyuluhan di setiap kecamatan adalah Balai Penyuluhan. Balai Penyuluhan mempunyai kegiatan yang salah satunya sebagai layanan terpadu informasi melalui cyber extension (Badan PPSDMP, 2010).

Pada tahun 2010, Kementerian Pertanian terus mengembangkan Balai Penyuluhan yang berada di setiap kecamatan sebagai pusat informasi pertanian melalui pengembangan cyber extension (penyuluhan melalui internet). Sebanyak 724 (18,32%) Balai Penyuluhan Kecamatan dari 3.953 Balai Penyuluhan Kecamatan yang ada di Indonesia dibantu oleh Kementerian Pertanian satu


(22)

commit to user

perangkat alat komputer dan pendukung untuk bisa mengakses cyber extension

pada tahun 2010 (Badan PPSDMP, 2010). Berkaitan dengan segala upaya-upaya tersebut, perlu diketahui faktor-faktor yang akan mempengaruhi kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension.

B. Perumusan Masalah

Informasi pertanian menjadi salah satu faktor kunci dalam pencapaian keberhasilan penyuluhan pertanian. Cyber extension adalah suatu program sistem informasi penyuluhan pertanian yang baru saja diluncurkan pada tahun 2010. Keberadaan cyber extension membawa konsekuensi dan tuntutan kepada penyuluh pertanian untuk lebih proaktif mencari informasi bagi materi penyuluhan yang dibutuhkankan penyuluh, daripada hanya menunggu kiriman materi penyuluhan pertanian dari pemerintah.

Namun di lain pihak, menurut penelitian Suryantini (2003), penggunaan sumber informasi pertanian melalui media elektronik internet oleh penyuluh di Kabupaten Bogor adalah nol persen. Para penyuluh masih mengandalkan media elektronik lain seperti televisi dan radio sebagai sumber informasi bagi kegiatan penyuluhan. Hal ini disebabkan kondisi Balai Penyuluhan Pertanian di Kabupaten Bogor belum memiliki sarana komputer untuk mengakses informasi di internet. Kondisi tersebut mempengaruhi kinerja dalam pemanfaatan sumber informasi dari internet. Informasi dari internet tidak dipilih sebagai sumber informasi, padahal penyuluh dituntut mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, selain itu kebutuhan informasi yang dibutuhkan petani lebih beragam dan spesifik lokasi.


(23)

commit to user

Diawali pada tahun 2010, Badan PPSDMP memfasilitasi seperangkat komputer dan pendukungnya untuk mengakses cyber extension pada enam Balai Penyuluhan Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) di Kabupaten Bogor yaitu BP3K Cibinong, BP3K Leuwiliang, BP3K Cigudeg, BP3K Jonggol, BP3K Cibungbulang, dan BP3K Cariu. Cyber extension yang dikembangkan oleh Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, Kementerian Pertanian, mengharapkan interaktif dari penyuluh dan adanya respon atau umpan balik dari penyuluh terhadap informasi penyuluhan yang disajikan. Keterlibatan yang aktif dari penyuluh dalam pemanfaatan sistem informasi penyuluhan cyber extension adalah respon positif untuk menunjang terhadap peningkatan kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension.

Kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension tersebut diduga dipengaruhi oleh berbagai faktor, sehingga hal ini menarik untuk dikaji.Untuk itu, masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan cyber extension di Kabupaten Bogor?

2. Bagaimana tingkat kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension di Kabupaten Bogor?

3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi kinerja penyuluh dalam pemanfaatan

cyber extension di Kabupaten Bogor?

4. Bagaimana upaya-upaya perbaikan peningkatan kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension di Kabupaten Bogor?


(24)

commit to user C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1.Mendeskripsikan pelaksanaan cyber extension di Kabupaten Bogor.

2.Mendeskripsikan tingkat kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber

extension di Kabupaten Bogor.

3.Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension di Kabupaten Bogor.

4.Merumuskan upaya-upaya perbaikan kinerja penyuluh dalam pemanfaatan

cyber extension di Kabupaten Bogor.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat teoritis dalam penelitian ini, yaitu diharapkan memberikan gambaran yang sebenarnya terkait kinerja penyuluh pertanian di Kabupaten Bogor dalam pemanfaatan cyber extension dan dapat dipergunakan sebagai bahan keilmuan di bidang penyuluhan pembangunan. Manfaat praktisnya bahwa:

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran bagi penentu kebijakan di tingkat pusat maupun di tingkat daerah dalam meningkatkan kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension;

2. Bagi peneliti, maka kegiatan penelitian ini dapat menjadi media belajar, terutama dengan penerapan teori-teori yang dipelajari saat menempuh studi.


(25)

commit to user

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Kajian Teori 1. Penyuluhan

Istilah penyuluhan (extension), pertama-tama digunakan pada pertengahan abad ke-19 oleh Cambridge University dan Oxford University. Berbagai istilah yang dipakai oleh negara-negara lain seperti di Belanda disebut voorlichting, di Jerman dikenal dengan beratung, di Perancis yaitu

vulgarization, di Spanyol sebagai capacitacion. Banyak kalangan yang

menyebut kelahiran penyuluhan pertanian di Indonesia bersamaan dengan dibangunnya Kebun Raya Bogor pada tahun 1817. Prof. Iso Hadiprodjo (almarhum) menunjukkan bahwa pada tahun 1905, yaitu bersamaan dengan dibukanya Departemen Pertanian, yang antara lain memiliki tugas melaksanakan kegiatan penyuluhan pertanian sebagai awal kegiatan penyuluhan pertanian di Indonesia. Hal ini disebabkan, kegiatan “penyuluhan” sebelum tahun 1905 lebih berupa pemaksaan-pemaksaan yang dilakukan dalam rangka “tanam paksa” (Mardikanto, 2009).

Leeuwis (2004) menyatakan, istilah penyuluh di negara Belanda menggunakan kata voorlicthing, kata tersebut berarti “penerangan jalan ke depan untuk membantu orang menemukan jalannya”. Indonesia sendiri mengikuti contoh Belanda, sehingga berbicara penerangan jalan ke depan sama dengan obor (penyuluhan). Nasution (2002) mengemukakan, bahwa secara etimologi, maka penyuluhan bersumber dari kata suluh yang berarti “obor”


(26)

commit to user

ataupun alat untuk menerangi kegelapan. Dari asal perkataan tersebut, dapat diartikan bahwa penyuluhan dimaksudkan untk memberi penerangan ataupun penjelasan kepada mereka yang disuluhi, agar tidak lagi berada dalam kegelapan mengenai suatu masalah.

Secara terminologi, maka penyuluhan dapat diartikan bermacam-macam. Penyuluhan dapat diartikan suatu proses pendidikan yang bertujuan untuk menyediakan informasi kepada masyarakat, membantu masyarakat mengambil keputusan yang sesuai dengan kondisi mereka untuk membangun masyarakat yang kesemuanya itu bertujuan untuk merubah perilaku, menyadarkan masyarakat tentang masalah yang dihadapi dan membantu masyarakat untuk dalam memecahkan masalah tersebut (Dahama dan Bhatnagar, 1980). Van den Ban dan Hawkins (1999) menyatakan, penyuluhan melibatkan penggunaan komunikasi informasi secara sadar, untuk membantu orang membentuk opini dan membuat keputusan yang baik.

Amanah (2007) mengemukakan, bahwa istilah penyuluhan seringkali diasosiasikan dengan penerangan atau propaganda oleh khalayak, padahal makna penyuluhan tidaklah sedangkal itu. Penyuluhan dapat dipandang sebagai sebuah ilmu dan tindakan praktis. Sebagai sebuah ilmu, pondasi ilmiah penyuluhan adalah ilmu tentang perilaku (behavioural science). Di dalamnya ditelaah pola pikir, tindak, dan sikap manusia dalam menghadapi kehidupan. Jadi, subyek telaah ilmu penyuluhan adalah manusia sebagai bagian dari sebuah sistem sosial, obyek materi ilmu penyuluhan adalah perilaku yang dihasilkan dari proses pendidikan dan atau pembelajaran, proses komunikasi


(27)

commit to user

dan sosial. Sebagai sebuah ilmu, penyuluhan merupakan organisasi yang tersusun dari bangunan pengetahuan dan pengembangan ilmu. Ilmu penyuluhan mampu menjelaskan secara ilmiah transformasi perilaku manusia yang dirancang dengan menerapkan pendekatan pendidikan orang dewasa, komunikasi, dan sesuai dengan struktur sosial, ekonomi, budaya masyarakat, dan lingkungan fisiknya.

Menurut Undang-undang tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Nomor 16 Tahun 2006, pengertian penyuluhan dijelaskan pada Bab I Pasal 1 (1): “penyuluhan pertanian, perikanan, kehutanan yang selanjutnya disebut penyuluhan adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi, pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup”.

Slamet (2006), mengajukan sembilan ciri paradigma baru dalam penyuluhan. Menurutnya paradigma tersebut, bukan untuk mengubah prinsip-prinsip penyuluhan tetapi untuk mampu merespon tantangan-tantangan baru yang muncul dari situasi baru itu. Paradigma baru itu adalah sebagai berikut:

a. Jasa informasi, penyuluhan pertanian seyogyanya dapat berfungsi melayani

kebutuhan informasi para petani itu. Konsekuensi bagi penyuluhan pertanian ialah harus mampu menyiapkan, menyediakan dan menyajikan segala informasi yang diperlukan oleh para petani itu. Informasi-informasi


(28)

commit to user

tentang berbagai komoditas pertanian dan informasi lain yang berhubungan dengan pengolahan dan pemasarannya perlu dipersiapkan dan dikemas dalam bentuk dan bahasa yang mudah dimengerti oleh para petani.

b. Lokalitas. Untuk dapat memenuhi prinsip lokalitas ini Balai Pengkajian

Teknologi Pertanian (BPTP) dan lembaga sejenisnya harus lebih difungsiaktifkan, bahkan diperluas penyebarannya sampai ke kabupaten/kota dalam bentuk stasiun-stasiun percobaan dan penelitian. Kegiatannya juga diperluas, bukan terbatas pada aspek teknologi budidaya saja tetapi juga menyangkut aspek-aspek sosial-ekonomi-budaya pertanian setempat. Informasi pasar dan bisnis setempat dan daerah yang lebih luas juga perlu dihimpun dan disajikan. Materi yang diteliti haruslah materi yang berasal dari permasalah riil yang sedang dihadapi para petani setempat. Penelitian yang dilakukan di BPTP bukanlah asal penelitian, tetapi haruslah penelitian yang bertujuan memecahkan masalah atau kebutuhan petani setempat

c. Berorientasi agribisnis. Konsekuensinya para penyuluh pertanian harus

mereorientasi dirinya ke arah agribisnis, karena selama ini kurang sekali mereka berorientasi ke arah itu. Prinsip-prinsip dan teknologi-teknologi yang berkaitan dengan agribisnis harus lebih banyak dikembangkan dan dipelajari oleh para penyuluh. Penyuluhan pertanian di masa depan tidak terbatas pada aspek teknologi produksi pertanian saja, tetapi jauh lebih luas meliputi aspek ekonomi, teknologi pasca panen, teknologi pengolahan, pengemasan, pengawetan, pengangkutan dan pemasaran. Kerjasama dan


(29)

commit to user

koordinasi dengan badan-badan yang menangani pengolahan dan menangani produk-produk olahan itu juga sangat perlu dilakukan oleh lembaga penyuluhan pertanian.

d. Pendekatan kelompok, dengan terjadinya interaksi antar petani dalam

kelompok-kelompok itu sangat penting sebab itu merupakan forum komunikasi yang demokratis di tingkat akar rumput. Melalui forum-forum semacam itulah pemberdayaan ditumbuhkan yang akan berlanjut pada tumbuh dan berkembangnya kemandirian rakyat petani, dan tidak menggantungkan nasib dirinya pada orang lain, yaitu penyuluh sebagai aparat pemerintah. Melalui kelompok-kelompok itu kepemimpinan di kalangan petani juga akan tumbuh dan berkembang dengan baik melalui pembinaan penyuluh pertanian. Konsekuensinya para penyuluh pertanian perlu disiapkan dengan baik bagaimana cara membina kelompok dan mengembangkan kepemimpinan kelompok agar kelompok itu tumbuh menjadi kelompok tani yang dinamis. Kelompok-kelompok dengan anggota-anggotanya yang sudah menjadi dinamis itu nantinya akan menjadi kader dan pimpinan untuk melancarkan pembangunan masyarakat desa yang benar-benar berasal dari bawah.

e. Fokus pada kepentingan petani.

Konsekuensinya adalah para penyuluh baik yang ada di lapangan maupun yang ada di kantoran harus lebih mendekatkan dirinya dengan petani dan lebih menghayati kepentingan-kepentingannya, serta mengubah pola loyalitasnya kepada atasan dan instansi tempatnya bekerja. Prinsip ini juga


(30)

commit to user

hanya akan dapat dilaksanakan bila penyuluhan pertanian di tingkat lapangan diberi otonomi untuk menentukan sendiri bersama kelompok tani program-program yang akan dilaksanakan. Dengan demikian kepentingan petani dalam setiap kelompok dapat diperhatikan. Konsekuensi lainnya ialah bahwa penyuluh pertanian harus benar-benar mampu mengidentifikasi kepentingan petani dan menuangkannya dalam program-program penyuluhan melalui kerjasama sejati dengan para petani.

f. Pendekatan humanistik-egaliter.

Pendekatan yang humanistik-egaliter semacam itu akan tumbuh sikap saling menghargai antara penyuluh dan petani, dan akibat selanjutnya ialah kepentingan-kepentingan petani akan mendapatkan perhatian utama dari para penyuluh dan petani akan menghargai usaha-usaha penyuluh. Konsekuensinya adalah para penyuluh pertanian perlu dibekali dengan seperangkat pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan masalah komunikasi sosial, psikologi sosial, stratifikasi sosial, dan lain-lain agar mereka mampu memerankan penyuluhan yang humanistik-egaliter itu.

g. Profesionalisme.

Penyuluhan pertanian di masa depan harus dapat dilaksanakan secara profesional dalam arti penyuluhan itu tepat dan benar secara teknis, sosial, budaya dan politik serta efektif karena direncanakan, dilaksanakan dan didukung oleh tenaga-tenaga ahli dan terampil yang telah disiapkan secara baik dalam suatu sistem penyuluhan pertanian yang baik pula. Penyuluhan yang profesional itu juga didukung oleh faktor-faktor pendukung yang tepat


(31)

commit to user

dan memadai, seperti peralatan dan fasilitas lainnya, informasi, data, dan tenaga-tenaga ahli yang relevan. Konsekuensi yaitu perlu dilakukan penataan dan peningkatan dari lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan yang menangani tenaga-tenaga penyuluh itu.

h. Akuntabilitas, perlu diciptakan sistem evaluasi dan akuntabilitas yang dapat

dioperasikan secara tepat dan akurat, setiap jenis kegiatan penyuluhan harus jelas dan terukur tujuannya, biaya penyuluhan harus dipertimbangkan dengan hasil dan dampak dari penyuluhan tersebut.

i. Memuaskan petani. Petani akan merasa puas bila penyuluhan itu memenuhi

sebagian ataupun semua kebutuhan dan harapan petani. Ini berarti kegiatan penyuluhan haruslah direncanakan untuk memenuhi salah satu atau beberapa kebutuhan dan harapan petani. Konsekuensi yang ditimbulkan adalah pendidikan, pelatihan dan keteladanan yang tepat dapat menghasilkan tenaga-tenaga penyuluh yang mampu menyuluh dengan sepenuh hati. Untuk itu, lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan untuk para penyuluh harus disiapkan untuk dapat mengemban misi semacam itu. Selain itu, fasilitas yang memadai di lembaga-lembaga penyuluhan pertanian seperti perpustakaan, internet dan jaringan kerjasama dengan instansi-instansi terkait juga akan sangat membantu para penyuluh untuk dapat memberi pelayanan penyuluhan sepenuh hati itu.

Tujuan utama dari pendekatan-pendekatan baru yang diuraikan di atas adalah memberdayakan petani sehingga menjadi petani yang mandiri, di mana penyuluh lebih berperan sebagai fasilitator, pencari serta memberikan


(32)

pilihan-commit to user

pilihan kepada petani. Petani mampu mengambil keputusan dengan pilihan yang terbaik baginya, sehingga mampu meraih peluang dan menghadapi tantangan globalisasi ekonomi. Hal ini sesuai dengan falsafah penyuluhan yang dianut dalam penyuluhan pertanian, yaitu to help people to help themselves

through educational means to improve their level of living atau diartikan

“menolong orang agar orang tersebut dapat menolong dirinya sendiri melalui penyuluhan sebagai sarananya untuk meningkatkan derajat kehidupannya“ (Slamet dalam Sadono, 2008).

Dalam perjalanannya, maka Mardikanto (2009) memberikan pemahaman berbagai kegiatan penyuluhan, seperti: (1) penyebarluasan informasi; (2) penerangan/penjelasan; (3) pendidikan non formal (luar sekolah); (4) perubahan perilaku, (5) pemasaran inovasi (teknis dan sosial); (6) pemasaran inovasi; (7) perubahan sosial (perilaku individu, nilai-nilai, hubungan antar individu, kelembagaan, dan lain-lain); (8) pemberdayaan masyarakat, dan (9) penguatan komunitas. Mardikanto (2009) telah meredefinisi istilah penyuluhan sebagai: “proses perubahan sosial, ekonomi, dan politik untuk memberdayakan dan memperkuat kemampuan masyarakat melalui proses belajar bersama yang partisipatif, agar terjadi perubahan perilaku pada diri semua stakeholders

(individu, kelompok, kelembagaan) yang terlibat dalam proses pembangunan, demi terwujudnya kehidupan yang semakin berdaya, mandiri, dan partisipatif yang semakin sejahtera secara berkelanjutan.


(33)

commit to user 2. Penyuluh Pertanian

Istilah "penyuluh" itu sendiri, oleh Kelsey and Hearne dalam Mardikanto (2009) disebut pekerja-penyuluhan (extension workers). Sedang Lippit dan Rogers dalam Mardikanto (2009) disebut sebagai “agen perubahan (change

agent), yaitu seseorang yang atas nama pemerintah atau lembaga penyuluhan

berkewajiban untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh (calon) penerima manfaat penyuluhan untuk mengadopsi inovasi. Untuk itu, seorang penyuluh haruslah professional, dalam arti memiliki kualifikasi tertentu baik yang menyangkut kepribadian, pengetahuan, sikap, dan ketrampilan menyuluh tertentu.

Sesuai dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2006, tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan, mendefinisikan penyuluh pertanian, perikanan, atau penyuluhan kehutanan, baik penyuluh Pegawai Negeri Sipil, swasta, maupun swadaya yang selanjutnya disebut penyuluh adalah perorangan warga negara Indonesia yang melakukan kegiatan penyuluhan. Dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2006, maka penyuluh dibagi menjadi tiga ketegori yaitu:

1. Penyuluh pegawai negeri sipil yang selanjutnya disebut Penyuluh PNS adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang pada satuan organisasi lingkup pertanian, perikanan, atau kehutanan untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan;


(34)

commit to user

2. Penyuluh swasta adalah penyuluh yang berasal dari dunia usaha/dan atau lembaga yang mempunyai kompetensi dalam bidang penyuluhan;

3. Penyuluh swadaya adalah pelaku utama yang berhasil dalam usahanya dan warga masyarakat lainnya yang dengan kesadaran sendiri mau dan mampu menjadi penyuluh.

Mardikanto (2009) menjelaskan ragam penyuluh pertanian berdasarkan status dan lembaga tempatnya berkerja maka penyuluh dibedakan dalam: 1. Penyuluh Pegawai Negeri Sipil (PNS), yaitu pegawai negeri yang

ditetapkan dengan status jabatan fungsional sebagai penyuluh.

Penyuluh pertanian PNS mulai dikenal sejak awal 1970 seiring dengan dikembangkannya konsep “catur sarana unit desa” dalam program BIMAS. Sedang jabatan fungsional penyuluh, mulai dibicarakan sejak pelaksanaan proyek penyuluhan tanaman pangan (National Food Crops

Extension Project/NFCEP) sejak tahun 1976.

2. Penyuluh Swasta, yaitu penyuluh pertanian yang berstatus sebagai karyawan perusahaan swasta (produsen pupuk, pestisida, perusahaan benih/benih/alat/mesin pertanian, dan lain-lain)

Termasuk kategori penyuluh swasta adalah, penyuluh dari lembaga swadaya masyarakat (LSM)

3. Penyuluh swadaya, yaitu petani atau warga masyarakat yang secara sukarela melakukan kegiatan penyuluhan di lingkungannya.


(35)

commit to user

Termasuk dalam kelompok ini adalah, penyuluh yang diangkat dan atau memperoleh imbalan dari dan oleh masyarakat di lingkungannya.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2006, tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan pada Bab VI tentang Tenaga Penyuluh dijelaskan pada Pasal 20 sebagai berikut:

1. Penyuluhan dilakukan oleh penyuluh PNS, penyuluh swasta dan atau penyuluh swadaya.

2. Pengangkatan dan penempatan penyuluh PNS disesuaikan dengan kebutuhan dan formasi yang tersedia berdasarkan peraturan perundang-undangan.

3. Keberadaan penyuluh swasta dan penyuluh swadaya bersifat mandiri untuk memenuhi kebutuhan pelaku utama dan pelaku usaha.

Rahadian, dkk. (2003), mengemukakan bahwa penempatan penyuluh di era otonomi daerah hendaknya tidak melupakan pertimbangan-pertimbangan (1) atas dasar kebutuhan; (2) atas usul yang bersangkutan dan asas domisili tenaga fungsional yang memungkinkan penyuluh dapat melayani setiap saat; (3) kesesuaian profesi penyuluh atau latar belakang pendidikan penyuluh dengan bidang permasalahan pembangunan pertanian yang spesifik di desa-desa wilayah binaannya.

Dalam rangka melaksanakan kebijakan satu desa satu penyuluh, maka pada tahun 2007, 2008, 2009 Kementerian Pertanian mengangkat Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THL-TBPP) sekitar 26.000


(36)

commit to user

orang (6.000 orang pada tahun 2007, 10.000 orang tahun 2008, dan 10.000 orang tahun 2009). THL-TBPP adalah Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian yang direkrut Kementerian Pertanian selama kurun waktu tertentu dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dalam kegiatan penyuluhan pertanian (Kementerian Pertanian, 2009).

Pemanfaatan cyber extension bukan hanya ditujukan kepada penyuluh PNS, tetapi juga bagi berbagai status penyuluh pertanian seperti penyuluh swasta, swadaya, dan THL-TBPP (Badan PPSDMP, 2010). Menurut Bansir (2008), maka status penyuluh PNS membuat seseorang dapat merasakan kerja dengan tenang dan memberikan jaminan masa tua, sehingga dapat lebih fokus dalam melaksanakan tugasnya di lapangan.

Indraningsih (2010) menyatakan dalam beberapa kasus THL-TB PP diragukan integritasnya. Dengan status sebagai tenaga kontrak, dianggap sebagai batu loncatan untuk mencari pekerjaan yang lebih permanen.

3. Cyber Extension

a. Konsep Cyber Extension

Pengembangan cyber extension sebagai sistem informasi penyuluhan, tidak bisa terlepas dengan teknologi informasi. Terkait dengan istilah teknologi informasi, maka Indrajit (2010) menyatakan bahwa, istilah tersebut mulai dipergunakan secara luas di pertengahan tahun 1980-an. Teknologi ini merupakan pengembangan dari teknologi komputer yang dipadukan dengan teknologi telekomunikasi. Definisi kata ‘informasi’ sendiri secara internasional telah disepakati sebagai ‘hasil dari pengolahan data’ yang secara


(37)

commit to user

prinsip memiliki nilai (value) yang lebih dibandingkan dengan data mentah. Komputer merupakan bentuk teknologi informasi pertama (cikal bakal) yang dapat melakukan proses pengolahan data menjadi informasi. Dalam kurun waktu yang kurang lebih sama, kemajuan teknologi telekomunikasi terlihat sedemikian pesatnya, sehingga telah mampu membuat dunia menjadi terasa lebih kecil (mereduksi ruang dan waktu). Dari sejarah ini dapat disimpulkan bahwa, yang dimaksud dengan teknologi informasi adalah suatu teknologi yang berhubungan dengan pengolahan data menjadi informasi dan proses penyaluran data/informasi tersebut dalam batas-batas ruang dan waktu.

Hermawan (2007) menyatakan bahwa, adanya mekanisme baru dalam perkembangan teknologi informasi menyebabkan terjadi perubahan dalam berkomunikasi dengan ditandainya penggunaan multimedia dimana teks, suara, gambar atau grafis dapat diakses sekaligus dalam seperangkat media. Masyarakat masa kini dapat mengakses informasi secara cepat dan lengkap melalui penggunaan alat komunikasi seperti telepon rumah, telepon genggam, televisi, komputer, dan berbagai media elekroniknya yang telah dilengkapi jaringan internet. Hearn dan Tanner (2009) mengemukakan bahwa, internet dapat memberikan beragam informasi tentang hampir semua topik pembangunan ekonomi. Ada banyak layanan data khusus yang memberikan informasi tentang topik yang menarik bagi pembangunan ekonomi. Sektor publik dan swasta sebagai sumber data, dapat menyediakan informasi dan data langsung dari internet.


(38)

commit to user

Terkait dengan teknologi informasi komunikasi (TIK) tersebut, maka Sharma, Director Information Technology, Documentation & Publications

National Institute of Agricultural Extension Management India, memberikan

istilah tentang pemanfaatan teknologi informasi komunikasi untuk penyuluhan pertanian dengan sebutan “cyber extension” (Subejo, 2008). Sharma (2005) mendefinisikan cyber extension adalah penyuluhan melalui

cyber space yaitu menggunakan kekuatan jaringan on-line, komunikasi

komputer dan multimedia interaktif digital untuk memfasilitasi penyebarluasan teknologi pertanian. Wijekoon et al., (2006) menjelaskan bahwa cyber extension adalah mekanisme pertukaran informasi pertanian melalui area cyber, suatu ruang imajiner-maya di balik interkoneksi jaringan komputer melalui peralatan komunikasi. Cyber extension ini memanfaatkan kekuatan jaringan, komunikasi komputer dan multimedia interaktif untuk memfasilitasi mekanisme berbagi informasi atau pengetahuan

Sharma (2005) menjelaskan bahwa, cyber extension akan efektif apabila memperhatikan dan menggunakan: (1) penggunaan informasi dan komunikasi teknologi, (2) jaringan nasional dan jaringan informasi internasional, (3) internet, (4) ahli sistem informasi teknologi, (5) multimedia pembelajaran sistem dan komputer pelatihan berbasis sistem untuk meningkatkan akses informasi kepada petani, (6) penyuluh, (7) penelitian, (8) para ilmuwan/peneliti dan (9) manajer penyuluhan. Melalui cyber extension

diharapkan untuk memperluaskan jangkauan komunikasi, menambah mutu/kualitas informasi, mengurangi biaya-biaya, mengurangi waktu dan


(39)

commit to user

mengurangi ketergantungan pada banyak orang para “aktor” di dalam rantai sistem penyuluhan (Ponniah, et al. 2008).

b.Pengalaman Cyber Extension di Negara Lain 1) India

Cyber Extension di negara Asia juga telah dilaksanakan oleh India

pada tahun 2003 (Sharma, 2006). Sharma (2006) menambahkan bahwa

National Institute of Agricultural Extension Management (MANAGE),

Hyderabad, India telah mengambil sejumlah proyek inovatif untuk memberikan informasi dan konektivitas komunikasi untuk para petani dan keluarga petani di daerah pedesaan, di bawah bendera "Cyber

Extension". Proyek-proyek ini meliputi: (1) menghubungkan lebih dari

25 distrik, 400 blok di internet; (2) mengimplementasikan teknologi nirkabel di Local Loop dalam pertanian untuk menyediakan konektivitas telepon dan internet untuk penduduk pedesaan; (3) menghubungkan lebih dari 40 lembaga-lembaga tingkat nasional pada dua arah video

conferencing : dan (5) menyediakan Video Conferencing akses kepada

kelompok petani dan pertanian-keluarga di Pedesaan melalui Handphone V-SAT Van. MANAGE dengan demikian sangat sadar terlibat dalam mengkonsolidasikan pembelajaran dari semua inisiatif teknologi informasi dan komunikasi di India dan luar negeri (Sharma, 2006). Elemen cyber extension adalah (1) E-mail; (2) Penyuluhan/penyebaran informasi pertanian berbasis web; (3) Sistem interaktif dalam pengendalian hama dan penyakit; (4) Internet browsing untuk


(40)

commit to user

penyuluhan pertanian; (5) Video Conferencing- Static, Mobile; (6) Kisa n

Call Centers; (7) Satelite Communication Networks (Sharma, 2005)

Sharma (2005) menjelaskan bahwa, pihak-pihak atau pemangku kepentingan yang terlibat dalam Cyber Extension di India adalah: (1) pemerintah pusat/ Central Government Initiatives (departemen terkait), (2) dukungan pemerintah daerah/ State Government Supported; (3) sektor perusahaan/ Corporate Sector Initiatives; (4) LSM dan sektor swasta/

NGOs and other private Sector. Ponniah et al. (2008) mengemukakan

bahwa, cyber extension yang dikembangkan di India tidak dimaksudkan untuk menggantikan sistem komunikasi yang berjalan, tetapi hanya untuk menambah tingkat interaktif (komunikasi), menambahkan kecepatan (informasi), memperdalam komunikasi dua arah, memperluas jangkauan, dan juga memberikan pesan/informasi yang lebih mendalam.

2) Jepang

Salah satu model cyber extension yang telah dikembangkan di Jepang dengan cukup pesat adalah computer network system yang dikenal dengan Extension Information Network (EI-net). Sistim EI-net

merupakan sistem yang terintegrasi yang menggabungkan berbagai pemangku kepentingan seperti pemerintah pusat, propinsi, lembaga penelitian, perusahaaan pertanian, pasar, penyuluh dan petani (Subejo, 2008). Yamada dalam Subejo (2008) menginformasikan bahwa, pemanfaatan computer network system skala nasional dalam bidang penyuluhan pertanian telah dilakukan sejak tahun 1988 dengan


(41)

commit to user

permulaan pembangunan dan pemanfaatan 69 terminal di seluruh Jepang. Jaringan tersebut utamanya mencakup lembar buletin pertanian

dan sistim e-mail yang difokuskan untuk mempercepat laju pertukaran

informasi antar pusat penyuluhan dan petugas penyuluh pertanian. Jumlah terminal terus meningkat dan sistim jaringan juga berkembang dari tahun ke tahun.

Pada sistim EI-net, dikembangkan sistim data base dan sistem komunikasi melalui e-mail. Database tersebut antara lain mencakup berita pertanian, informasi pasar serta informasi cuaca. Pemerintah pusat menyediakan data statistik hasil penelitian, dan lain-lain. Perusahaan swasta pertanian menyediakan informasi terkait dengan pupuk, pestisida, mesin dan peralatan pertanian, dan lain-lain. Pusat penyuluhan pertanian menyediakan database yang mereka miliki untuk ditawarkan kepada penyuluh pertanian. Database tersebut dimanfaatkan secara on-line dan dapat diakses berulang-ulang sehingga memungkinkan membantu menyelesaikan persoalan individu yang mengakses. Data yang telah terakumulasi selanjutnya disimpan dalam host computer. EI-net juga menawarkan fasilitas fax yang memungkinkan pengiriman dan pemanfaatan dokumen yang berupa image. Pengguna EI-net tidak hanya staf penyuluhan seperti penyuluh pertanian dan penyuluh home life serta

subject-matter specialists, namun dapat juga diakses oleh petani/individu

pengguna (Subejo, 2008).


(42)

commit to user

Kenya Agricultural Commodities Exchange (KACE) didukung oleh

perusahaan swasta mengembangkan Sistem Informasi Pasar (SIP) melalui aplikasi TIK untuk membantu akses petani terhadap informasi pasar dan harga komoditas pertanian yang dihasilkan petani miskin di daerah perdesaan atau daerah terpencil di Kenya. Komponen dari SIP KACE adalah: 1) Market information Points (MIPs); 2) Market

Information Centres (MICs); 3) Short Messaging Service (SMS); 4)

Interactive Voice Respons (IVR) Service; 5) Regional Commodity Trade

and Information System (RECOTIS); dan 6) Web Site (BBC News

dalam Mulyandari dkk, 2010).

4) Peru

Jaringan Huaral Valley di Peru dibangun untuk meningkatkan akses petani terhadap informasi pertanian. Jaringan dari pusat informasi masyarakat ini dirancang dengan teknologi jaringan tanpa kabel

(wireless). Akses internet berjalan (mobile internet) memberikan

kemungkinan yang lebih besar dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang nyata bagi kehidupan petani perdesaan. Selain petani, para pelajar di perdesaan juga dapat merasakan manfaat dari infrastruktur telekomunikasi yang telah dibangun tersebut (CIDA dalam Mulyandari, dkk 2010).

5) Thailand

Thailand Canada Tele-centre Project (TCTP) bekerja sama dengan


(43)

commit to user

mempromosikan akses layanan TIK di desa-desa dengan menempatkan beberapa telepon dan komputer untuk akses ke internet di lokasi yang mudah diakses oleh masyarakat yang disebut telecenter. TCTP bertujuan untuk membantu end-users memperoleh informasi yang penting bagi kemajuan usahataninya dan mengurangi biaya transaksi pada saat menjualnya. TCTP menyediakan dana untuk modal awal seperti instalasi layanan telepon, komputer, printer, modem, dan mesin fax serta biaya untuk operasional telecenter selama satu tahun. Setelah satu tahun, telecenter ini sudah mandiri karena didukung oleh masyarakat, kepala desa, maupun tokoh masyarakat (CIDA dalam Mulyandari dkk, 2010).

c. Cyber Extension di Indonesia 1) Pengertian Cyber Extension

Cyber extension merupakan sistem informasi penyuluhan pertanian

melalui media internet, untuk mendukung penyediaan materi penyuluhan dan informasi pertanian bagi penyuluh dalam memfasilitasi proses pembelajaran agribisnis bagi pelaku utama dan pelaku usaha (Badan PPSDMP, 2010). Cyber extension adalah program yang dikembangkan Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, merupakan metode penyuluhan masa depan yang dirancang dengan tujuan, sebagai berikut: (1) meningkatkan arus informasi dari pusat sampai tingkat petani; (2) meningkatkan penyediaan materi penyuluhan pertanian bagi penyuluh; (3) meningkatkan akses petani dalam mendapatkan informasi;


(44)

commit to user

dan (4) menyediakan peralatan komputer yang dapat mengakses informasi cyber extension (Badan PPSDMP, 2010).

Cyber extension dapat diakses di alamat situs

http://cybex.deptan.go.id/, yang halaman mukanya digambarkan di

sebagai berikut:

Gambar 1. Halaman Muka Situs Cyber Extensionhttp://cybex.deptan.go.id/ Keterangan desain halaman muka sebagai berikut:

a) Kebijakan Penyuluhan, merupakan kumpulan peraturan dan kebijakan

yang terkait dengan penyuluhan pertanian;

b) Materi Penyuluhan: kumpulan materi penyuluhan dari berbagai sektor

yang disusun menggunakan metodologi penyuluhan;

c) Materi Spesifik Lokalita, kumpulan materi penyuluhan yang


(45)

commit to user

dari field “Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, dst... untuk 33 provinsi;

d) Referensi Materi, merupakan tampilan dari Materi Penyuluhan yang

baru di-upload. Tampilan ini akan selalu terganti oleh materi yang baru di-upload. Materi sebelumnya tersimpan di menu Materi Penyuluhan sesuai masing-masing sektor;

e) Gerbang Nasional, merupakan menu berita penyuluhan lingkup pusat/nasional;

f) Gerbang Daerah, merupakan menu berita penyuluhan dari daerah; g) Galeri Foto, kumpulan dokumentasi foto kegiatan penyuluhan sesuai

tanggal kegiatan;

h) E petani: Forum rembug, menu untuk tanya-jawab interaktif. Penanya

hanya bisa masuk bila sudah login;

i) Database Penyuluhan, merupakan menu untuk data dasar penyuluhan

menyangkut data kelembagaan, ketenagaan, dan sarana prasarana; j) Anda Pengunjung Ke, merupakan recording jumlah pengunjung cyber

extension.

k) Kontak Kami, merupakan field tambahan di menu Home. Yaitu “Tim Pengelola Cyber Extension, Pusat Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Kantor Pusat Departemen Pertanian, Gedung D Lantai V, Jl. Harsono RM No. 3 Pasar Minggu – Jakarta Selatan, Telp./Fax : 021 – 7804386,


(46)

commit to user

2) Grand Design Program Cyber Extension

Secara umum ruang lingkup program cyber extension adalah: (1) pembangunan dan pengembangan piranti lunak sistem informasi di tingkat pusat; (2) penyediaan koneksi jaringan (internet) berlangganan; (4) penyediaan materi penyuluhan; (5) pengadaan peralatan server, komputer control, komputer kios/unit, ruang server di tingkat pusat; (6) pengadaan komputer untuk Balai Penyuluhan Pertanian (BP3K), Badan Pelaksanan Penyuluhan, dan Badan Koordinasi Penyuluhan; (7) pelatihan dan apresiasi bagi adminstrator di tingkat pusat, provinsi dan tingkat kabupaten (Badan PPSDMP, 2010).

Road map pembangunan sistem dan jaringan informasi cyber

extension dimulai dengan tahap pembangunan (persiapan) pada tahun

2009. Pada tahap ini meliputi kegiatan membangun desain system

software informasi penyuluhan pertanian, pembangunan sistem intranet

di pusat, dan apresiasi bagi administrator level pusat.

Kebutuhanan hardware, software dan pembangunan jaringan on-line struktur organisasi adalah bagian dari tahap pengembangan

(pelaksanaan) yang dilakukan di tahun 2010. Pengadaan komputer 1.000

unit untuk daerah-daerah dan apresiasi adminstrator level provinsi dan kabupaten juga dilakukan pada tahap ini. Cyber extension sudah mulai terisi pada tahap ini. Penetapan hosting server, pengembangan materi oleh masing-masing administrator, pengembangan software dan hardware dilakukan di tahap pemantapan tahun 2011. Apresiasi administrator level provinsi dan level kabupaten juga terus dilakukan,


(47)

commit to user

dan diharapkan cyber extension sudah dapat diakses oleh semua penyuluh.

Pengembangan cyber extension dilakukan untuk memenuhi kebutuhan penyuluhan di lapangan. Kemampuan administrator level provinsi dan level kabupaten ditambah apresiasi multimedia bagi adminstrator tersebut. Tahap ini dilakukan pada tahun 2012. Saran-saran dari penyuluh lapangan diperlukan guna pengembangan lanjutan. Selain apresiasi bagi adminstrator level provinsi dan level kabupaten, maka apresiasi di tingkat petani juga dilakukan.

Tahap pemantapan (pengembangan lanjutan dan kebebasan

informasi dilakukan di tahun 2013) dan diharapkan sudah dapat berjalan

dan mengakomodir sesuai kebutuhan penyuluh dan petani. Diharapkan semua lapisan masyarakat dapat mengenal, mengakses dan menggunakan

cyber extension.

Tugas dan tanggung jawab pada masing-masing level adminstrator, sebagai berikut:

a) Pusat yaitu: (1) standarisasi dan pengembangan konsep, definisi, dan pengertian seluruh aspek cyber extension, sehingga konsep dan definisi tersebut sesuai dengan perkembangan yang ada; (2) penyelenggaraan cyber extension untuk materi penyuluhan strategis nasional, serta data informasi penyuluhan sumberdaya strategis nasional; (3) penyebarluasan/diseminasi konsep dan metodologi baku; dan (4) Pembinaan tenaga teknis cyber extension.


(48)

commit to user

b) Provinsi yaitu: (1) manajemen penyelenggaraan cyber extension

komoditas strategis yang didekonsentrasikan dari pusat dalam rangka mengkoordinasikan penyelenggaraan antar wilayah (kabupaten/kota); (2) pemantauan penyelenggaraan cyber extension di kabupaten; (3) koordinasi penyelenggaraan cyber extension kabupaten untuk komoditas yang spesifik wilayah provinsi (antar kabupaten).

c) Kabupaten/kota yaitu: (1) operasional pengumpulan data di kabupaten dalam rangka penyelenggaraan cyber extension yang menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dan provinsi; (2) manajemen cyber

extension spesifik kabupaten/kota; (3) diseminasi data/informasi

kepada pemakai langsung (khususnya penyuluh); (4) penyediaan tenaga (penyuluh) pengumpul data.

Sedangkan di tingkat kecamatan Balai Penyuluhan sebagai layanan terpadu informasi melalui cyber extension (institusi pengumpulan data dan informasi yang spesifik lokasi). Sistem jaringan informasi cyber


(49)

commit to user

Gambar 2. Sistem Jaringan Informasi Cyber Extension

(sumber: Badan PPSDMP, 2010)

d. Cyber Extension sebagai Metode dan Teknik Penyuluhan

Sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 52/ Permentan/ OT.140/ 12/2009 tentang Metode Penyuluhan Pertanian, yang dimaksud dengan metode penyuluhan pertanian merupakan: “cara/teknik penyampaian materi penyuluhan oleh penyuluh pertanian kepada pelaku utama dan pelaku usaha, agar mereka tahu, mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, sumber daya lainnya sebagai upaya meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup. Sedangkan teknik penyuluhan pertanian dapat didefinisikan sebagai keputusan – keputusan yang dibuat oleh sumber atau penyuluh dalam memilih serta menata simbol dan isi pesan (materi penyuluhan), menentukan pilihan cara, dan frekuensi penyampaian


(50)

commit to user

pesan, serta menentukan bentuk penyajian pesan (Badan PPSDMP, 2009). Dasar dalam pemilihan metode penyuluhan pertanian dapat digolongkan menjadi lima, yaitu tahapan dan kemampuan adopsi, sasaran, sumberdaya, keadaan daerah, dan kebijakan pemerintah (Kementerian Pertanian, 2009).

Apabila ditinjau dari teknik komunikasi, maka sebagai suatu metode penyuluhan maka cyber extension merupakan metode penyuluhan pertanian tidak langsung (indirect communication) dilakukan melalui media komunikasi (Badan PPSDMP, 2010). Leeuwis (2004) mendefinisikan media komunikasi sebagai alat untuk membantu menggabungkan saluran komunikasi yang berbeda dalam “transportasi” sinyal teks, visual, audio, sentuhan dan/atau ciuman. Media komunikasi digolongkan dalam tiga kelas utama yaitu media massa konvensional (koran, jurnal pertanian, leaflet, radio dan televisi), “media” interpersonal (telepon), dan media hibrid (teknologi internet dan CD-ROM). Cyber extension termasuk dalam media hibrid karena termasuk dalam teknologi internet.

Keuntungan cyber extension, juga seperti media hibrid teknologi internet yang lain adalah: (1) audiens yang bisa dicapai di seluruh dunia (apabila ada akses); (2) audiens dapat merespon terhadap pesan-pesan melalui e-mail; (3) berita dan aktualitas sering ada di internet sebelum disiarkan oleh radio dan televisi; (4) internet dapat dirundingkan kapan saja bila cocok dengan penggunanya (waktu lebih fleksibel); (5) semua pesan yang diterima dapat disimpan dalam komputer atau tercetak, dan diakses lagi bila diperlukan. Kelemahannya antara lain (1) sulit membangun hubungan


(51)

commit to user

kepercayaan, karena adanya keterbatasan dalam kehadiran sosial; (2) tergantung kepada stasiun siaran dan pengurus editorialnya; (3) biaya pengembangan dan pemeliharaan dapat tinggi; (4) membutuhkan keterampilan komputer (Leeuwis, 2004).

Metode penyuluhan melalui media hibrid menuntut perubahan perilaku, misal dalam pencarian informasi dan fasilitasi akses tertulis termasuk buku pedoman dan leaflet pertanian tentang topik pertanian yaitu dengan mengamati halaman rak dimana leaflet dipamerkan, sedangka n

menggunakan fasilitas internet, maka pencarian dan fasilitas akses sering memasukkan struktur menu dan memilih atau memasukkan kata-kata yang dicari untuk mengidentifikasi satu seleksi halaman elektronik atau situs yang cocok dengan kriteria khusus yang dicari. Pekerja komunikasi sendiri dalam membangun fasilitas pencarian dan akses yang berguna, maka yang perlu diperhatikan adalah mendapatkan wacana “kebutuhan-informasi” klien mereka (Leeuwis, 2004).

Kemampuan komputer sangat diperlukan khususnya untuk mentransfer pengetahuan dan keterampilan sangat diperlukan apabila terdapat kekurangan keterampilan komputer dari para pengguna, maka Leeuwis (2004) menjelaskan perlu adanya demonstrasi mode dan praktik berdasarkan pengalaman. Demonstrasi mode menunjukkan kepada orang tentang bagaimana melakukan sesuatu, dengan harapan bahwa mereka menirunya. Sedangkan praktik berdasarkan pengalaman adalah pandangan pembelajaran berdasarkan pengalaman untuk menciptakan situasi dimana orang dapat


(52)

commit to user

memperoleh pengalaman dari praktik yang baru, dengan kemungkinan mendapatkan umpan balik dari orang lain tentang kinerja mereka.

4. Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension

Soedarsono (2007) mendefinisikan, kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atau pelaksanaan tugas tertentu dalam rangka mewujudkan sasaran dan tujuan perusahaan. Bernandin dan Russel dalam Gomes (1997), memberi batasan mengenai kinerja adalah catatan outcome yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama suatu periode waktu tertentu. Sedangkan Gie (1995) berpendapat bahwa, kinerja adalah seberapa jauh tugas/pekerjaan itu dikerjakan/dilakukan oleh seseorang atau organisasi”. Irawan (2000) menyatakan bahwa, kinerja adalah hasil kerja yang konkrit, dapat diamati, dan dapat diukur, sehingga kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai oleh pegawai dalam pelaksanaan tugas yang berdasarkan ukuran dan waktu yang telah ditentukan.

Mangkunegara (2000) menjelaskan kinerja adalah sepadan dengan prestasi kerja actual performance, yang merupakan hasil secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Kinerja juga terkait dengan faktor penerimaan atas peran dan faktor perilaku (Timpe, 2000 dan Steers, 1985).

Kinerja penyuluh pertanian tercermin pada tugas pokok dan fungsinya sesuai dengan surat Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor. 19/KEP/MK


(53)

commit to user

Waspan/5/1999 tentang Tugas Pokok Penyuluh Pertanian yaitu: (1) menyiapkan penyuluhan yang meliputi identifikasi potensi wilayah agroekosistem, penyusunan programa penyuluhan, dan penyusunan rencana kerja penyuluh pertanian, (2) melaksanakan penyuluhan meliputi penyusunan materi penyuluhan pertanian, penerapan metode penyuluhan pertanian dan pengembangan keswadayaan masyarakat, (3) evaluasi dan pelaporan penyuluhan, (4) pengembangan penyuluhan, (5) pengembangan profesi penyuluhan, dan (6) kegiatan penunjang penyuluhan meliputi seminar, lokakarya penyuluhan pertanian.

Sesuai dengan prinsip dasar Grand Design Cyber Extension, yaitu “partisipasi”, maka seluruh penyuluh diharapkan berpartisipasi dalam memanfaatkan teknologi komunikasi dan informasi dalam rangka menunjang kelancaran tugas dan fungsinya (Badan PPSDMP, 2010). Kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension antara lain:

a) Aksesbilitas

Maksum dkk. (2008) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan aksesibilitas informasi adalah aktivitas pengguna layanan informasi digital dalam mendapatkan informasi melalui prosedur dan mekanisme yang ditetapkan dan terkait dengan frekuensi penelusuran informasi. Aksesbilitas dapat ditinjau dari aplikasi mencari informasi, umpan balik, pengumpul dan penyedia informasi (Leeuwis, 2004), yang dijelaskan sebagai berikut:


(54)

commit to user

Leeuwis (2004) menjelaskan bahwa, terkait dengan aplikasi mencari dan mengakses, maka peran pekerja komunikasi adalah menyediakan dan meng-update informasi, dengan alat kunci yang digunakan dalam aplikasi adalah prosedur pencarian dan seleksi.

Vincen II (2009) mengungkapkan bahwa, seorang fasilitator pemberdayaan masyarakat dapat menggunakan internet untuk mengumpulkan banyak informasi tentang masyarakat sebelum dia melakukan kunjungan ke masyarakat. Jika ada topik yang menarik, biasanya pencarian internet dapat menghasilkan identifikasi dari suatu sumber yang dapat dipercaya dan dihormati data, dan banyak informasi yang bersifat gratis.

Subejo (2008) mengemukakan bahwa, petugas penyuluhan pertanian di Jepang dapat memanfaatkan Extension Information Network (EI-net) untuk pengumpulan informasi yang cepat, mengetahui kondisi terkini pertanian, dapat memilah dan memilih infomasi yang diperlukan dari database yang ada, dan mengumpulkan data teknis pertanian yang selalu terbaharui, mengumpulkan data cuaca, dan sebagai sarana yang efektif untuk mengumpulkan informasi skala lokal.

Vermaulen (2005) berpendapat bahwa, terkait popularitas saat ini dan kegunaan internet, maka menjadi pelabuhan pertama ketika mencari informasi tertentu. Pittman (2009) menyatakan bahwa, internet sekarang menjadi cara utama untuk mengumpulkan informasi.


(55)

commit to user

Berdasarkan Gender Cheklist: Agriculture yang diterbitkan oleh Asian Development Bank (2010), maka dikemukan isu yang harus diperhatikan adalah apakah perempuan dan laki-laki dalam realitas dapat mengakses ke jaringan informasi dan media komunikasi. Hafkinn dan Taggart dalam Lestari (2010) menyatakan bahwa, budaya patriarki yang menempatkan laki-laki selalu dikaitkan dengan tugas dan fungsi di luar rumah, sedangkan perempuan yang berkodrat melakukan dan mengurus anak. Lestari (2010) menambahkan bahwa, budaya patriarki pun terasa di bidang teknologi. Hingga saat ini tidak cukup ramah terhadap perempuan. Masih terdapat anggapan bahwa teknologi menjadi tugas laki-laki dan merupakan ranah maskulin. Sehingga dunia teknologi informasi masih didominasi laki-laki.

(2) Umpan balik

Leeuwis (2004) menyatakan bahwa, aplikasi internet yang harus diperhatikan dari para pekerja komunikasi selain aplikasi mencari dan mengakses adalah aplikasi memori dan umpan balik. Melalui aplikasi memori dan umpan balik, maka peran pekerja komunikasi dalam penggunaan yaitu berupa pasangan diskusi dalam proses intrepretatif. Aplikasi memori dan umpan balik ini memberikan wawasan ke audiens, karena audiens dapat merespon terhadap pesan-pesan melalui e-mail.

Petugas penyuluhan pertanian di Jepang dapat memanfaatkan EI-net sebagai sarana komunikasi dan pertukaran informasi sesama penyuluh di seluruh Jepang (Subejo, 2008). Van den Ban dan Hawkins


(1)

commit to user

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan permasalahan, tujuan, hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan pada bagian terdahulu, maka dapat dikemukakan beberapa kesimpulan yaitu:

1. Gambaran singkat pelaksanaan cyber extension di Kabupaten Bogor dapat

dijelaskan bahwa pelaksanaan cyber extension dimulai semenjak tahun 2010 dengan diawali oleh penyaluran sarana-prasarana komputer, printer dan modem di enam BP3K (dari 12 BP3K se-Kabupaten Bogor). BP4K juga menunjuk dan

menetapkan seorang administrator untuk mengelola informasi dalam cyber

extension (khusus untuk materi spesifik lokalita dan gerbang daerah). Sosialisasi

cyber extension kepada penyuluh diadakan di tiap BP3K dalam pertemuan

mingguan. Selain itu perwakilan penyuluh juga ikut serta menghadiri sosialisasi

cyber extension di tingkat pusat. Dukungan pembiayaan BP4K adalah melalui

biaya internet yang dimasukkan dalam pengeluaran telpon tiap-tiap BP3K.

BP4K juga mencetak buku panduan mengenai teknik mengakses cyber extension

untuk membantu penyuluh yang tidak bisa mengoperasikan internet, dan belum tahu keberadaan cyber extension.

2. Kinerja penyuluh Kabupaten dalam pemanfaatan cyber extension dalam kriteria sangat rendah. Salah satu yang menonjol dari pelaksanaan kinerja tersebut yaitu mencari informasi oleh Penyuluh THL-TBPP, meskipun kecenderungan


(2)

commit to user

penyuluh tidak pernah mencari informasi melalui cyber extension. Pelaksanaan kinerja yang paling rendah adalah pengenalan cyber extension kepada petani

3. Kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension dipengaruhi secara

langsung secata signifikan oleh sosialisasi cyber extension kepada penyuluh,

komunikasi antara penyuluh dan administrator cyber extension Kabupaten

Bogor, dan persepsi penyuluh terhadap cyber extension. Faktor komunikasi antara penyuluh dan admin yang merupakan faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension.

4. Faktor yang tidak langsung mempengaruhi kinerja penyuluh dalam pemanfaatan

cyber extension adalah faktor penunjang cyber extension, kualitas informasi cyber extension dan karakteristik penyuluh.

5. Upaya-upaya yang telah dilakukan dalam perbaikan peningkatan kinerja

penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension adalah melakukan sosialisasi

melalui pertemuan mingguan di BP3K pada pertengahan tahun 2011, memfasilitasi BP3K dengan komputer yang bisa untuk mengakses internet, memasang jaringan kabel untuk internet, dan mencetak buku panduan teknis mengakses cyber extension.

B. Implikasi

Implikasi dalam penelitian ini adalah: 1. Implikasi praktis

a. Tingkat kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension yang

dipengaruhi secara langsung oleh sosialisasi cyber extension kepada

penyuluh, komunikasi antara penyuluh dan adminitrator cyber extension


(3)

commit to user

diupayakan untuk mengoptimalisasi faktor tersebut dalam rangka meningkatkan kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension.

b. Selain ketiga faktor tersebut yang mempengaruhi secara langsung terhadap

kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension, maka terdapat tiga

faktor lain yang secara tidak langsung mempengaruhi kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension, yaitu faktor penunjang cyber extension, kualitas

informasi cyber extension, dan karakteristik penyuluh. Langkah-langkah

konkrit dalam rangka mengoptimalisasi ketiga faktor tersebut, diharapkan memberikan pengaruh pada tingkat kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension.

2. Implikasi teoritis

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja penyuluh dalam

pemanfaatan cyber extension, baik faktor yang berpengaruh langsung maupun

tidak langsung dapat dikembangkan menjadi bahan penelitian lanjutan.

C. Saran

Secara umum yang perlu diperhatikan mengingat kinerja penyuluh yang sangat

rendah dalam pemanfaatan cyber extension, maka disarankan kepada Badan

PPSDMP untuk memperbaiki kebijakan mengenai cyber extension yang diawali

dengan melakukan kajian terkait tahapan dan kemampuan adopsi, sasaran, sumberdaya, keadaan daerah, dan kebijakan pemerintah (pusat dan daerah). Kajian juga dilakukan terkait dengan pasal 28 UU Nomor 16 Tahun 2006 tentang materi penyuluhan yang harus mendapat rekomendasi dari lembaga pemerintah, dan implikasi kebijakan cyber extension yang memungkinkan para penyuluh untuk lebih


(4)

commit to user

terbuka mengakses dan memanfaatkan informasi dari sumber-sumber lain yang belum tentu mendapat rekomendasi dari lembaga pemerintah sebagai materi penyuluhan. Kajian tersebut diharapkan dapat bermanfaat untuk menetapkan

tahapan-tahapan yang harus ditempuh untuk mendukung perbaikan kebijakan cyber

extension

Secara khusus saran disampaikan terkait dengan faktor-faktor yang berpengaruh

secara langsung terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension

adalah:

1. Dalam rangka meningkatkan komunikasi antara penyuluh dan administrator

kabupaten, disarankan agar:

a. BP4K Kabupaten menyusun prosedur teknis komunikasi tersebut.

b. BP3K mensosialisasikan prosedur teknis komunikasi tersebut.

c. Penyuluh menjalin komunikasi dengan cyber extension sesuai dengan

prosedur teknis tersebut.

d. Administrator cyber extension terlibat aktif dalam menjalin komunikasi

dengan penyuluh.

2. Dalam rangka meningkatkan sosialisasi cyber extension kepada penyuluh, maka untuk:

a. BP4K disarankan untuk (a) merevisi panduan teknis mengakses cyber

extension serta diperbanyak dan dibagikan kepada tiap-tiap penyuluh; (b)

meningkatkan sosialisasi di tingkat BP3K, yang bukan hanya sekedar pertemuan namun disertai dengan praktek (demonstrasi).

b. BP3K disarankan untuk membentuk forum diskusi cyber extension antar


(5)

commit to user

c. Penyuluh disarankan untuk membaca buku panduan teknis mengakses cyber

extension, sekaligus mempraktekkan pemanfaatan cyber extension sesuai

dengan petunjuk panduan tersebut dan terlibat aktif dalam kelompok diskusi cyber extension.

3. Dalam rangka meningkatkan persepsi penyuluh terhadap cyber extension maka

disarankan agar para penyuluh dapat mempunyai pemahaman konsep yang benar terhadap cyber extension dan pemanfaatannya.

4. Perlu adanya pembiayaan yang cukup dari BP4K yang didukung swadaya dari

penyuluh dalam rangka mengimplementasikan kebijakan dan peningkatan serta pemeliharaan sarana prasarana.

5. Para penyuluh PNS agar lebih meningkatkan motivasi dalam pemanfaatan

informasi pertanian melalui internet dan memiliki sarana teknologi informasi pribadi (laptop, komputer PC, ponsel) yang dimanfaatkan untuk mengakses informasi pertanian melalui internet.

Saran disampaikan terkait dengan faktor-faktor yang berpengaruh secara tidak langsung terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension adalah: 1. Dalam rangka meningkatkan faktor penunjang cyber extension, maka disarankan

agar BP3K mengoptimalkan faktor penunjang yang telah ada dengan meningkatkan keswadayaan antar penyuluh untuk berperan serta dalam

pengelolaan informasi yang akan disampaikan melalui cyber extension dan

kelompok diskusi cyber extension.

2. Dalam rangka meningkatkan kualitas informasi cyber extension, maka disarankan bagi:


(6)

commit to user

a. Penyuluh untuk memberikan masukan kepada pengelola

(administrator) cyber extension di tingkat pusat dan daerah mengenai informasi yang dibutuhkan penyuluh dan petani yang saat itu menjadi topik dalam diskusi antar penyuluh.

b. Administrator cyber extension untuk lebih terbuka menerima masukan dari penyuluh untuk meningkatkan kualitas informasi yang sesuai kebutuhan penyuluh dan petani.

3. Terkait dengan karakteristik penyuluh maka:

a. Para penyuluh disarankan perlu meningkatkan motivasi dalam pemanfaatan

informasi pertanian dari internet agar mempunyai persepsi yang baik terhadap cyber extension.

b. BP3K disarankan untuk memberdayakan penyuluh yang memiliki motivasi

tinggi dalam pemanfaatan informasi pertanian dan persepsi yang baik

terhadap pemanfaatan cyber extension, agar mendorong penyuluh lain yang