Evaluasi Pendahuluan Galur Cabai Keriting (Capsicum Annuum L.) Ipb

EVALUASI PENDAHULUAN GALUR CABAI KERITING
(Capsicum annuum L.) IPB

HASTIA WINDRI PANGESTIKA

AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Pendahuluan
Galur Cabai Keriting (Capsicum annuum L.) IPB adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.


Bogor, Februari 2015

Hastia Windri Pangestika
NIM A24100171

ABSTRAK
HASTIA WINDRI PANGESTIKA. Evaluasi Pendahuluan Galur Cabai Keriting
(Capsicum annuum L.) IPB. Dibimbing oleh MUHAMAD SYUKUR dan SINTHO
WAHYUNING ARDIE.
Tanaman cabai (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu tanaman
hortikultura yang memiliki nilai ekonomis dan merupakan komoditas sayuran serta
rempah yang penting di dunia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui daya
hasil 7 galur cabai keriting IPB. Percobaan disusun berdasarkan Rancangan
Kelompok Lengkap Teracak dengan 1 faktor dan 3 ulangan. Faktor perlakuan
merupakan genotipe cabai yang terdiri atas 7 galur cabai, yaitu (Yuni, SSP,
F4111120-4-1, F4120111-2-1, F4159120-1-2, F4120159-3-5, dan F4120002-9-3)
dan 3 varietas pembanding (Lembang 1, Kencana, dan C 120). Tiap ulangan
merupakan 1 bedeng berukuran 1 m x 5 m yang ditanami 20 tanaman. Pengamatan
dilakukan terhadap 10 tanaman contoh pada tiap ulangan terhadap variabel

pertumbuhan kuantitatif dan kualitatif. Berdasarkan bobot buah per tanaman dan
estimasi produktivitas yang tinggi, galur F4111120-4-1, F4159120-1-2 dan
F4120002-9-3 berpotensi untuk dikembangkan menjadi varietas cabai keriting
berdaya hasil tinggi.
Kata kunci: cabai keriting, karakter vegetatif, karakter generatif

ABSTRACT
HASTIA WINDRI PANGESTIKA. Preliminary Evaluation of Several Lines of
IPB Curly Chili (Capsicum annuum L.). Supervised by MUHAMAD SYUKUR
and SINTHO WAHYUNING ARDIE.
Chili (Capsicum annuum L.) is one of the highly valuable and important
horticultural crops in the world. The objective of this research was to determine
production capacity of seven lines of IPB curly chilli. The experiment was arranged
in a random complete block design with one factor and three replications. The factor
was curly chili genotypes, consisted of seven lines (i.e. Yuni, SSP, F4111120-4-1,
F4120111-2-1, F4159120-1-2, F4120159-3-5, and F4120002-9-3) and three check
varieties (i.e. Lembang 1, Kencana, and C 120). Each replication was a 1 m x 5 m
bench with 20 plants. Observation on quantitative and qualitative growth variables
were conducted on 10 sample plants in each replication. Based on the high fruit
weight per plant and high estimated productivity, F4111120-4-1, F4159120-1-2 and

F4120002-9-3 lines were potentially developed as high yielding curly chili varieties.
Keywords: curly chili, vegetative characters, generative characters

EVALUASI PENDAHULUAN GALUR CABAI KERITING
(Capsicum annuum L.) IPB

HASTIA WINDRI PANGESTIKA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 ini ialah
Evaluasi Pendahuluan Galur Cabai Keriting (Capsicum annuum L.) IPB.
Terima kasih dan penghargaan penulis ucapkan kepada ayahanda Rido Murjoko,
Ibunda Setyowati Sri Windrati, Adik Rizal Arif Windriatmoko atas doa, kasih sayang,
dan dukungannya. Terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Prof Dr Muhamad
Syukur, SP MSi dan Ibu Dr Sintho Wahyuning Ardie, SP MSi selaku pembimbing yang
telah banyak memberi bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini. Ungkapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Dr Ir Diny Dinarti, MSi selaku
pembimbing akademik, dan Ibu Siti Marwiyah, SP MSi selaku dosen penguji saat ujian
skripsi. Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr Ir Irmansyah, MSi selaku
Kepala Asrama TPB IPB. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Undang
dan Kak Abdul atas bantuannya selama pelaksanaan penelitian, Lingkaran Cahaya,
keluarga besar Senior Resident Asrama TPB IPB, keluarga besar Laboratorium
Pemuliaan Tanaman IPB, teman-teman AGH angkatan 47, serta pihak lain atas segala
doa dan kasih sayangnya.
Semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis serta bagi semua pihak
yang membutuhkan.

Bogor, Februari 2015
Hastia Windri Pangestika

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

vi
vi
vi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Hipotesis
TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Morfologi
Syarat Tumbuh Cabai
Pemuliaan Cabai

METODOLOGI
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Tinggi Tanaman, Lebar Tajuk, Diameter Batang, Panjang Daun,
dan Lebar Daun
Umur Berbunga, Umur Mulai Panen, Panjang Buah, Bobot per Buah
Bobot Buah per Tanaman, Produktivitas, dan Estimasi Jumlah Buah
Karakter Kualitatif 10 Genotipe Cabai Keriting
Koefisen Nilai Korelasi Antar Karakter Kuantitatif
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

1
1
1
2

2
2
3
3
4
8
8
9
11
13
14
15
15
15
16
18
19

DAFTAR TABEL
1.

2.
3.
4.

5.

Identitas materi genetik 10 genotipe pembanding
Rekapitulasi sidik ragam peubah 10 genotipe cabai
Tinggi tanaman, lebar tajuk, diameter batang, panjang daun, dan lebar
daun pada tujuh galur dan tiga varietas pembanding
Umur berbunga, umur panen, panjang buah, bobot per buah, bobot
buah per tanaman, dan produktivitas pada tujuh galur dan tiga varietas
pembanding
Bentuk buah, permukaan kulit buah, warna tangkai bunga , warna
mahkota bunga, dan warna buah tua 7 galur cabai keriting IPB dan 3
varietas pembanding

5
9
10


12

14

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Kondisi bibit 10 genotipe cabai keriting saat pindah tanam
Bibit genotipe Yuni yang dinaungi dengan pelepah pisang
Gejala kerusakan tanaman cabai akibat hama dan penyakit
Bentuk dan luas daun 10 genotipe cabai keriting
Umur berbunga 10 genotipe cabai keriting

Umur mulai panen 10 genotipe cabai keriting
Bentuk cabai, permukaan kulit cabai, dan warna buah intermediet 10
genotipe cabai keriting
Warna tangkai bunga, warna mahkota bunga, bentuk bunga 10
genotipe cabai keriting

6
6
8
10
11
11
13
14

DAFTAR LAMPIRAN
1.

Nilai korelasi antar karakter kuantitatif yang diamati


16

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman cabai (Capsicum sp.) merupakan salah satu tanaman hortikultura
yang memiliki nilai ekonomis dan merupakan komoditas sayuran serta rempah
yang penting di dunia. Bagian yang dimanfaatkan adalah buah cabai yang memiliki
berbagai kegunaan diantaranya sebagai bahan masakan, bahan baku industri bumbu
masakan, farmasi, dan jamu (Kusandriani dan Muharam 2005). Berke (2000)
menyatakan bahwa Capsicum annuum L. merupakan salah satu spesies dari sekitar
20 – 30 spesies dalam genus Capsicum yang telah dibudidayakan. Selain C. annuum,
C. frutescens, C. baccatum, C. pubescens, dan C. chinense merupakan spesies yang
telah dibudidayakan. Jenis cabai C. annuum L. dan C. frutescens merupakan jenis
yang dibudidayakan secara luas di seluruh dunia dari lima spesies Capsicum lainnya
(Permadi dan Kusandriani 2006). Cabai besar, paprika, dan cabai keriting
merupakan tiga tipe cabai pada spesies C. annuum berdasarkan keragaan buahnya.
Cabai keriting memiliki karakterisitik lebih tahan penyakit dan buahnya tidak
mudah busuk karena kulitnya tipis dan mempunyai rasa yang sangat pedas
(Djarwaningsih 2005).
Produksi cabai secara nasional pada tahun 2013 mencapai 1 726.38 juta ton,
meningkat 4.04 % dari tahun 2012. Produksi cabai nasional didominasi oleh cabai
besar dan cabai keriting (58.69%), sedangkan sebagian lainnya (41.31%) adalah
produksi cabai rawit (BPS 2014). Walaupun produksi cabai nasional terus
meningkat, permintaan pasar akan cabai juga terus meningkat. Usaha untuk
meningkatkan produktivitas cabai sangat perlu dilakukan dalam upaya pemenuhan
permintaan yang terus meningkat. Beberapa kendala yang menyebabkan rendahnya
produktivitas diantaranya adalah faktor varietas dengan daya hasil rendah. Selain
itu, serangan hama dan penyakit penting yang seringkali dapat menurunkan hasil
atau bahkan menyebabkan kegagalan panen (Kusandriani 1996a). Perakitan
varietas unggul merupakan upaya penting dalam meningkatkan produktivitas cabai
(Syukur et al. 2012).
Tujuan pemuliaan cabai pada umumnya adalah untuk memperbaiki daya
dan kualitas hasil. Tujuan lainnya adalah mengembangkan varietas yang lebih baik
untuk lahan pertanian baru (seperti lahan marginal) dan mengembangkan varietas
baru yang tahan terhadap hama dan penyakit (Sudarka et al. 2009). Tahap akhir dari
kegiatan pemuliaan tanaman adalah pengujian atau evaluasi. Evaluasi diperlukan
untuk mengetahui keunggulan calon varietas tanaman pada lingkungan produksi
tertentu.
Bagian Genetika dan Pemuliaan Tanaman Departemen Agronomi dan
Hortikultura IPB telah merakit varietas cabai untuk menghasilkan varietas unggul
baru sejak tahun 2000. Menurut Direktorat Riset dan Inovasi IPB (2013) saat ini
telah didapatkan 8 varietas cabai keriting yang diharapkan mampu bersaing dengan
varietas cabai keriting lainnya.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui daya hasil 7 galur cabai
keriting IPB.

2

Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat minimal satu galur harapan
yang lebih baik daripada varietas pembanding dan galur uji lainnya.

TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Morfologi
Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu spesies dari sekitar 2030 spesies dalam genus Capsicum yang telah dibudidayakan. Berke (2000)
menyatakan bahwa selain C. annuum spesies lain yang telah dibudidayakan adalah
C. baccatum, C. pubescens, C. chinense dan C. frutescens. Capsicum annuum L.
dan Capsicum frutescens merupakan tanaman sayuran dibudidayakan secara luas
di seluruh dunia (Permadi dan Kusandriani 2006). Capsicum annuum L. dikenal
sebagai cabai merah, yang terdiri atas cabai merah besar, cabai keriting, dan paprika
(Badan Litbang Pertanian 2011).
Cabai memiliki morfologi tanaman berupa terna tegak atau perdu, tidak
berduri, licin atau berbulu. Tanaman cabai berbentuk semak, batangnya berkayu,
tipe percabangan tegak atau menyebar (Kusandriani 1996b). Batang utama cabai
tegak lurus dan kokoh, tinggi tanaman sekitar 30 – 37.5 cm, diameter batang antara
1.5 – 3.0 cm. Batang utama berkayu dan berwarna cokelat kehijauan. Pembentukan
kayu pada batang utama mulai terjadi pada umur 30 hari setelah tanam (HST).
Setiap ketiak daun akan tumbuh tunas baru yang dimulai pada umur 10 HST.
Namun, tunas-tunas ini harus dihilangkan (dirempel) sampai batang utama
menghasilkan bunga pertama tepat di antara cabang primer. Cabang primer inilah
yang harus dipelihara dan tidak dirempel sehingga bentuk percabangan dari batang
utama ke cabang primer berbentuk huruf “Y”, demikian pula antara cabang primer
ke cabang sekunder (Setiadi 1993). Perakaran yang dimiliki tanaman cabai adalah
akar tunggang yang terdiri atas akar utama dan akar lateral. Akar lateral
mengeluarkan serabut, mampu menembus kedalaman tanah mencapai 50 cm dan
melebar sampai 45 cm (Wiryanta 2002).
Daun cabai merupakan daun tunggal yang muncul di tunas-tunas samping
dan tersusun spiral. Daun cabai umumnya berwarna hijau atau hijau tua dengan
bentuk daun delta, oval, ataupun lanset (Syukur et al. 2012).
Bunga cabai berbentuk seperti terompet, sama dengan bunga pada tanaman
keluarga Solanaceae lainnya. Bunga cabai merupakan bunga lengkap yang terdiri
atas kelopak bunga, mahkota bunga, benang sari, dan putik. Bunga cabai juga
merupakan bunga berkelamin dua karena benang sari dan putik terdapat dalam satu
tangkai. Bunga cabai keluar dari ketiak daun (Wiryanta 2002).
Buah cabai termasuk dalam kategori buah buni (beri) berbiji banyak. Buah
seringkali tumbuh tunggal pada setiap buku. Warna buah dan bentuk buah
bervariasi tergantung pada kultivarnya (Rubatzky dan Yamaguchi 1999). Buah
cabai keriting penampilannya agak berkeriput, sedang cabai besar penampilannya

3
agak mulus. Ukuran kedua cabai ini bisa mencapai sebesar ibu jari (Tarigan dan
Wiryanta 2003).
Biji cabai yang melekat sepanjang plasenta berjumlah sekitar 140 buah.
Ukuran biji pada cabai berbeda, tergantung ukuran buah. Biji cabai mempunyai
bagian yang keras yang didalamnya terdapat endosperm dan ovule. Warna dari biji
C. annuum berwarna kuning jerami, hanya C. pubescens yang berwarna hitam
(Kusandriani 1996b). Ukuran rata-rata sebagian benih cabai adalah 2.5 – 6.5 mm
dan dengan lebar 0.5 – 5 mm (Chen dan Lott 1992).
Syarat Tumbuh Cabai
Cabai merah dapat dibudidayakan di dataran rendah maupun dataran tinggi,
pada lahan sawah atau tegalan dengan ketinggian 0 – 1 000 m dpl. Tanah yang baik
untuk pertanaman cabai adalah yang berstruktur remah atau gembur, subur, banyak
mengandung bahan organik (BPPTP 2008).
Tanah andosol merupakan jenis tanah yang kaya akan bahan organik,
sehingga cocok untuk budidaya tanaman cabai. Selain itu, jenis tanah yang sesuai
untuk tanaman cabai adalah yang memiliki drainase yang baik. Derajat kemasaman
tanah (pH) yang paling ideal untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 6.0 – 6.5
(Syukur 2012).
Pertumbuhan yang optimal pada tanaman cabai membutuhkan intesitas
cahaya matahari sekurang-kurangnya selama 10 – 12 jam untuk fotosintesis,
pembentukan bunga dan buah, serta pemasakan buah (Wiryanta 2002). Kekurangan
sinar matahari dapat mengakibatkan pertumbuhan tanaman cabai menjadi lemah,
pucat, dan memanjang (Tani 2008).
Curah hujan yang ideal untuk tanaman cabai, yaitu 600 – 1 250 mm tahun-1
atau 50 – 105 mm bulan-1. Curah hujan yang rendah menyebabkan tanaman
kekeringan, sehingga tanaman cabai kerdil, layu, bahkan mati. Curah hujan yang
tinggi membuat lahan penanaman tergenang dan menyebabkan tingginya intensitas
serangan bakteri Ralstonia solanacearum serta cendawan (Syukur 2012).
Pemuliaan Cabai
Pemuliaan tanaman pada mulanya hanya didasarkan pada seni saja, yaitu
pemilihan dalam populasi tanaman didasarkan atas perasaan, keterampilan,
kemampuan serta petunjuk yang terlihat pada tanaman. Tanaman yang terpilih
selanjutnya dikembangbiakkan untuk dapat memenuhi kebutuhan petani.
Pemuliaan tanaman pada akhirnya dikembangkan sebagai suatu teknologi yang
merakit keragaman genetik menjadi suatu bentuk yang lebih bermanfaat bagi
manusia (Sudarka et al. 2009).
Kegiatan pemuliaan tanaman diawali dengan melakukan koleksi berbagai
galur tanaman sebagai sumber plasma nutfah yang nantinya akan diidentifikasi dan
dikarakterisasi. Beberapa plasma nutfah dipilih sebagai tetua berdasarkan hasil
identifikasi dah karakterisasi, kemudian dijadikan bahan persilangan (hibridisasi)
atau langsung diseleksi dengan menggunakan metode pemuliaan yang tepat. Tahap
selanjutnya yaitu evaluasi terhadap hasil pemuliaan tersebut sebelum kultivar
dilepas (Sujiprihati et al. 2008).
Cabai termasuk dalam tanaman yang kebanyakan melakukan penyerbukan

4
sendiri, sehingga metode pemuliaanya disesuaikan dengan metode-metode yang
berlaku umum bagi tanaman menyerbuk sendiri. Metode yang paling banyak
digunakan adalah galur murni, seleksi massa, pedigree, Bulk-population, dan silang
balik (back cross) (Allard 1960). Meskipun demikian, tanaman cabai dapat
melakukan pernyerbukan silang tergantung dari morfologi bunganya. Melakukan
isolasi terhadap bunga merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
mencegah penyerbukan silang (Kusandriani dan Permadi 1996).
Sasaran pemuliaan cabai diantaranya adalah untuk perbaikan daya hasil,
perbaikan karakter hortikultura, perbaikan resistensi terhadap hama dan penyakit,
perbaikan terhadap cekaman lingkungan, terutama terhadap kekeringan dan
salinitas tinggi. Pemuliaan cabai diharapkan dapat memperoleh karakter unggul.
Karakter unggul tersebut diantaranya adalah produktivitas tinggi, umur panen
genjah, tahan terhadap hama dan penyakit, daya simpan buah lebih lama, tingkat
kepedasan tertentu, dan kualitas buah sesuai selera konsumen (Syukur et al. 2012).

METODOLOGI
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Pemuliaan
Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta IPB dan kebun
percobaan IPB Leuwikopo, Dramaga – Bogor. Lokasi penelitian terletak pada
ketinggian 250 m di atas permukaan laut. Penelitian dimulai dari bulan Januari
sampai dengan bulan Juli 2014.
Percobaan ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak
(RKLT) faktor tunggal dengan tiga ulangan. Faktor perlakuan adalah genotipe yang
terdiri atas galur Yuni, SSP, F4120111-2-1, F4111120-4-1, F4159120-1-2,
F4120159-3-5, F4120002-9-3, dan 3 varietas pembanding yaitu Lembang 1,
Kencana, dan C 120. Silsilah varietas cabai pembanding yang digunakan dalam
penelitian ini ditampilkan pada Tabel 1.
Setiap ulangan terdiri atas 1 bedeng berukuran 1 m x 5 m. Setiap bedeng
terdiri atas 20 tanaman dengan jarak tanam 0.5 m x 0.5 m. Jumlah tanaman contoh
pada setiap ulangan adalah 10 tanaman. Model rancangan yang digunakan menurut
Gomez dan Gomez (1995) adalah:
Yij = μ+τi + βj + εij ; (i=1,....10, j=1,....3)
Keterangan :
Yij
= pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
μ
= rataan umum
τi
= pengaruh perlakuan ke-i
βj
= pengaruh kelompok ke-j
εij
= pengaruh galat pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
Penelitian dimulai dengan penyemaian benih cabai pada tray yang berisi
campuran kompos dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1 (v:v). Benih
ditanam sebanyak 2 benih per lubang. Penyiraman dilakukan sebanyak dua kali,
yaitu pada pagi dan sore hari. Pupuk NPK 16:16:16 diberikan setelah satu bulan
persemaian dengan dosis 10 g L-1 setiap seminggu sekali dan pemberian pupuk daun
lengkap dengan konsentrasi 1 g L-1 dengan dosis 250 mL tray-1 setiap 2 minggu
sekali. Pengendalian hama dan penyakit saat di persemaian dilakukan dua kali
seminggu dengan melakukan penyemprotan pestisida dengan bahan aktif Prefonos
500 g L-1 dengan konsentrasi 1 mL L-1 dan fungisida dengan bahan aktif Propineb

5
70 % dengan konsentrasi 2 g L-1 dengan dosis masing-masing 83 mL tray-1. Bibit
dipindahtanamkan ke lahan saat berumur 6 minggu setelah semai. Ukuran bibit
pada saat pindah tanam bervariasi, tergantung pada genotipe (Gambar 1). Genotipe
Yuni memiliki ukuran bibit yang agak kecil pada 6 minggu setelah semai (Gambar
1a).
Tabel 1 Identitas Materi Genetik 10 Genotipe Uji
Nama
Asal
Silsilah
Genotipe
Lembang 1
Kabupaten
Seleksi individu tanaman dari
Pangalengan, populasi yang bersegregasi di daerah
Bandung
Pangalengan
Kencana

Balai
Penelitian
Tanaman
Sayuran

Hasil seleksi LV 6401

C 120

Laboratorium
Pemuliaan
Tanaman IPB
Laboratorium
Genetika dan
Pemuliaan
Tanaman IPB
Laboratorium
Genetika dan
Pemuliaan
Tanaman IPB
Laboratorium
Genetika dan
Pemuliaan
Tanaman IPB
Laboratorium
Genetika dan
Pemuliaan
Tanaman IPB
Laboratorium
Genetika dan
Pemuliaan
Tanaman IPB
Laboratorium
Genetika dan
Pemuliaan
Tanaman IPB
Laboratorium
Genetika dan
Pemuliaan
Tanaman IPB

Hasil selfing varietas Kopay

Yuni

SSP

F4111120-4-1

F4120111-2-1

F4159120-1-2

F4120159-3-5

F4120002-9-3

Keterangan
SK Mentan
No.
238/kpts/T
P.240/4/20
01
SK Mentan
No.
4707/kpts/
SR.120/11/
2011
-

Hasil persilangan cabai keriting Belum
varietas TM-999 (C 73) dengan cabai terdaftar
keriting varietas Laris (C 51)
sebagai
varietas
Hasil persilangan cabai keriting Sudah
varietas Makmur (C 2) dengan galur terdaftar
cabai keriting C 9
pada PVT
Hasil persilangan varietas cabai Belum
keriting Tegar (C 111) dengan cabai menjadi
keriting varietas Kopay (C 120)
varietas
Hasil persilangan cabai keriting Belum
varietas Kopay (C 120) dengan menjadi
varietas cabai keriting Tegar (C 111) varietas
Hasil persilangan cabai keriting Belum
varietas Ferosa (C 159) dengan cabai menjadi
keriting varietas Kopay (C 120)
varietas
Hasil persilangan cabai keriting Belum
varietas Kopay (C 120) dengan cabai menjadi
keriting varietas Ferosa (C 159)
varietas
Hasil persilangan cabai keriting Belum
varietas Kopay (C 120) dengan cabai menjadi
keriting varietas PSPT C-11 (C 002) varietas

6

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)
(g)
(h)
(i)
(j)
Gambar 1 Kodisi bibit 10 genotipe cabai keriting saat pindah tanam: (a) Yuni, (b)
SSP, (c) F4111120-4-1, (d) F4120111-2-1, (e) F4159120-1-2, (f) F4
120159-3-5 (g) F4120002-9-3, (h) C 120, (i) Lembang 1, dan (j) Kencana.
Persiapan lahan untuk percobaan meliputi pembersihan gulma, pengolahan
tanah, pemberian pupuk kandang 4 minggu sebelum tanam, perataan permukaan
tanah, serta pembuatan bedengan dan lubang tanam. Lahan percobaan ini dibagi
menjadi tiga petak dimana setiap petak terdiri atas 10 bedeng dengan jarak antar
bedeng 0.5 m. Setiap bedeng ditutup menggunakan plastik mulsa hitam perak.
Pupuk dasar yang digunakan mengacu pada Syukur et al. (2010a) yaitu pupuk
kandang kambing 20 ton ha-1, 400 kg ZA ha-1, 18 800 kg SP ha-1, dan 400 kg KCl
ha-1. Bibit cabai ditanam satu bibit per lubang. Bibit genotipe Yuni dinaungi dengan
pelepah pisang (Gambar 2) sampai dengan 2 MST untuk melindungi bibit dari
cahaya matahari berlebih mengingat ukuran bibit yang kecil. Penyulaman
dilakukan 1 minggu setelah tanam (MST).

Gambar 2 Bibit genotipe Yuni yang dinaungi dengan pelepah pisang.
Pemeliharaan tanaman cabai yang dilakukan terdiri atas penyiraman,
penyiangan, pewiwilan, dan pengendalian organisme pengganggu tanaman.
Pemupukan susulan dilakukan setiap seminggu sekali, berupa pemberian larutan
NPK 16:16:16 dengan dosis 250 mL larutan tanaman-1. Pupuk daun (2 g L-1)
diberikan saat pertumbuhan vegetatif dan pertumbuhan generatif diaplikasikan
dengan dosis 250 mL tanaman-1. Pewiwilan dilakukan setiap minggu pada 3 MST
sampai 6 MST. Pengendalian gulma serta hama dan penyakit tanaman dilakukan
saat dinilai sudah mengganggu pertumbuhan tanaman. Pengendalian hama dan
penyakit dilakukan menggunakan insektisida berbahan aktif Prefonos 500 g L-1
dengan konsentrasi 1 mL L-1 dengan dosis 250 mL bedeng-1 dan pemberian
fungisida dengan bahan aktif Propineb 70% dengan konsentrasi 2 g L-1 serta dosis
250 mL bedeng-1.
Kegiatan pemanenan dilakukan pada saat 80% tanaman dari satu baris
genotipe sudah masak sempurna. Cara melakukan pemanenan yaitu dengan

7
memetik cabai satu demi satu selanjutnya dimasukkan ke dalam plastik dan diberi
label meliputi nomor tanaman, genotipe, dan tanggal panen.
Pengamatan yang dilakukan meliputi peubah vegetatif dan generatif.
Karakter yang diamati dalam penelitian ini berdasarkan Descriptor for capsicum
(IPGRI 1995) adalah:
1. Tinggi tanaman (cm), diukur dari pangkal batang sampai tajuk tertinggi
pada saat 50% tanaman telah terbentuk buah.
2. Lebar tajuk (cm) diukur dari titik tajuk terlebar setelah panen kedua.
3. Diameter batang (mm) diukur pada pertengahan batang jarak antara
permukaan tanah hingga percabangan dikotomus setelah panen pertama.
4. Ukuran daun (cm) diukur ketika tanaman sudah dewasa yaitu berupa
panjang dan lebar daun. Panjang daun diukur dari pangkal daun sampai
ujung daun, sedangkan lebar daun diukur pada lebar daun terbesar. Daun
diambil 10 buah pada masing-masing genotipe dan ulangan.
5. Umur berbunga (HST), jumlah hari setelah tanam hingga 50% tanaman di
dalam petak telah berbunga pada percabangan pertama.
6. Umur mulai panen (HST), jumlah hari setelah tanam hingga 50% tanaman
di dalam petak telah memiliki buah masak pada percabangan pertama.
7. Warna tangkai bunga : hijau muda, hijau, dan hijau tua, diamati dengan
melihat lima bunga dari tiap genotipe.
8. Warna mahkota bunga : putih, kuning terang, kuning, kuning-hijau, ungu
dengan dasar putih, putih dengan dasar ungu, dan putih dengan garis ungu,
ungu, diamati dengan melihat lima bunga dari masing-masing genotipe.
9. Warna buah tua diamati pada buah yang sudah masak penuh.
10. Bentuk buah : elongate, campanulate, blocky, diamati setelah panen kedua.
11. Permukaan kulit buah: halus, semi keriting, dan keriting, dari buah masak
yang sudah dipanen
12. Panjang buah (cm) dari pangkal hingga ujung buah diukur dari 10 buah
segar setelah panen kedua.
13. Bobot per buah (g) diukur dari 10 buah segar setelah panen kedua dan
dirata-ratakan.
14. Bobot buah per tanaman (g), yaitu jumlah keseluruhan bobot buah (layak
pasar dan tidak layak pasar) yang dipanen dari 10 tanaman contoh mulai
panen kedua.
15. Produktivitas (Kg ha-1) = populasi tanaman per ha x Bobot buah per
tanaman (Kg) x K*
Populasi =

r

2

x luas bedengan

Luas bedengan = luas lahan – luas selokan
K = asumsi 80% tanaman tumbuh dengan baik (Syukur et al. 2010b)
h er
16. Estimasi jumlah buah per tanaman =
er

h

Data hasil pengamatan pada sifat kuantitatif diolah menggunakan uji F pada
taraf α 0.05 untuk mengetahui adanya pengaruh nyata antara genotipe yang diteliti.
Karakter yang berpengaruh nyata dianalisis lanjut menggunakan Duncan’s Multiple
Range Test (DMRT) untuk mengetahui galur terbaik. Hasil analisis data juga
digunakan untuk melihat korelasi dari seluruh variabel pengamatan.

8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Benih yang disemai sebagian besar tumbuh dengan baik dengan daya
kecambah pada persemaian di atas 80%. Benih yang tidak tumbuh hingga selang
tiga hari diganti dan disulam dengan yang baru. Sebagian besar tanaman di
persemaian tumbuh dengan baik. Beberapa hama dan penyakit hama yang
ditemukan saat persemaian, yaitu kutu daun persik dan rebah kecambah (Phytium
debaryanum).
Penelitian di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo dilakukan pada awal bulan
Januari sampai dengan bulan Juli 2014 saat intensitas curah hujan berkisar antara
84.7 hingga 702 mm bulan-1, dengan suhu rata-rata 24.6 oC – 26.5 oC, dan
kelembaban udara 83% – 89% (berdasarkan data BMKG stasiun klimatologi
Dramaga Bogor 2014). Suhu ideal untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 21 0C
– 25 0C. Cuaca panas dapat menyebabkan polen infertil dan menurunkan
pertumbuhan (Tindall 1986). Curah hujan yang ideal untuk tanaman cabai, yaitu
600 – 1 250 mm tahun-1 atau 50 – 105 mm bulan-1. Curah hujan saat penelitian
tergolong tinggi jika dibandingkan dengan curah hujan optimum tanaman cabai.
Curah hujan yang tinggi membuat lahan penanaman tergenang dan menyebabkan
tingginya intensitas serangan bakteri Ralstonia solanacearum serta cendawan
(Syukur 2012). Tingginya curah hujan saat penelitian menyebabkan tingginya
intensitas penyakit saat di lapang.
Beberapa penyakit yang ditemukan di lapang antara lain, antraknosa
(Colletotricum sp.), busuk buah, layu fusarium (Fusarium oxysporum), dan daun
keriting kuning (Gemini virus). Tanaman yang terserang Gemini virus terlihat
daunnya menjadi keriting dan kuning. Penyakit yang ditemukan merupakan
penyakit yang biasa ditemukan pada cabai pada saat musim hujan. Banyaknya
tanaman yang terkena antraknosa menyebabkan penyemprotan pestisida yang
semakin sering, sehingga menyebabkan daun cabai seperti terbakar. Beberapa hama
tanaman yang terindentifikasi di lapang yaitu belalang (Valanga nigricornis), semut,
trips (Thrips parvispinus), lalat buah (Bactrocera dorsalis), kutu daun persik
(Myzus persicae), dan ulat grayak (Spodoptera litura). Belalang dan ulat
menyerang daun mengakibatkan daun sobek dan berlubang, sedangkan trips
menyebabkan daun menjadi berkerut dan bercak klorosis serta mengakibatkan daun
bawah berwarna perak seperti tembaga. Beberapa gejala kerusakan tanaman akibat
hama dan penyakit ditampakkan pada Gambar 3.

(a)
(b)
(c)
Gambar 3 Gejala kerusakan tanamanan akibat hama dan penyakit: (a) kutu daun
persik, (b) ulat, dan (c) antraknosa.

9

Hasil analisis ragam (Tabel 2) menunjukan bahwa genotipe berpengaruh
nyata terhadap seluruh peubah yang diamati. Nilai koefisien keragaman
menunjukkan derajat pengaruh lingkungan dan faktor lainnya yang tidak
terkendalikan pada suatu percobaan (Gomez dan Gomez 1995).
Tabel 2 Rekapitulasi sidik ragam peubah 10 genotipe cabai keriting
Peubah
F hitung
Pr>F
**
Tinggi tanaman
11.20
0.0001
Diameter batang
6.20 **
0.0003
**
Lebar tajuk
5.11
0.0012
Panjang daun
3.15 *
0.0155
**
Lebar daun
13.48
0.0001
Umur berbunga
11.23 **
0.0001
**
Umur panen
18.03
0.0001
Panjang buah
9.30 **
0.0001
Bobot per buah
8.78 **
0.0001
**
Bobot buah per tanaman
8.43
0.0001
Produktivitas
8.43 **
0.0001
**
Estimasi jumlah buah per
4.88
0.0015
tanaman

KK (%)
15.13
15.70
14.81
9.29
12.73
11.93
7.90
21.96
21.65T
13.32T
8.52T
14.62 T

Keterangan: * berpengaruh nyata pada taraf uji ≤ 5%, ** berpengaruh nyata pada taraf uji ≤ 1%, dan
T
data diolah menggunakan transformasi dengan menggunakan rumus X* = Ln (X);
KK = koefisien keragaman

Tinggi Tanaman, Lebar Tajuk, Diameter Batang, Panjang Daun, dan Lebar
Daun
Peubah tinggi tanaman pada genotipe yang diuji terdapat pada rentang nilai
35.81 – 63.62 cm. Genotipe dengan nilai tinggi tanaman terendah adalah SSP dan
tertinggi adalah Kencana. Seluruh genotipe menunjukan tidak berbeda nyata
dengan varietas pembanding, kecuali genotipe SSP. Seluruh genotipe berbeda nyata
dengan varietas pembanding Kencana dan akan tetapi tidak berbeda nyata dengan
varietas pembanding Lembang 1 dan C 120 kecuali pada genotipe SSP.
Nilai lebar tajuk pada genotipe yang diuji terdapat pada rentang 47.40 – 77.64
cm. Genotipe dengan nilai lebar tajuk terendah adalah SSP dan tertinggi adalah
F4159120-1-2. Peubah lebar tajuk menunjukan seluruh genotipe uji tidak berbeda
nyata dengan varietas pembanding. Diameter batang dari genotipe yang diuji
terdapat pada rentang nilai 1.73 – 3.04 cm. Genotipe dengan nilai diameter batang
terendah adalah SSP dan tertinggi adalah Kencana. Seluruh diameter batang
genotipe yang diuji menunjukkan tidak berbeda nyata terhadap varietas
pembanding, kecuali pada genotipe SSP menunjukan berbeda nyata dengan varietas
pembanding. Genotipe SSP memiliki diameter paling kecil dibandingkan dengan
seluruh genotipe uji (Tabel 3).
Nilai panjang daun pada genotipe yang diuji terdapat pada rentang 4.50 – 6.36
cm. Nilai panjang daun genotipe yang diuji menunjukkan genotipe Yuni berbeda
nyata terhadap varietas pembanding. Genotipe Yuni memiliki panjang daun paling
panjang dibandingkan dengan seluruh genotipe uji dan varietas pembanding. Nilai
lebar daun pada genotipe yang diuji terdapat pada rentang 1.50 – 2.38 cm. Genotipe

10
dengan nilai lebar daun terendah adalah Lembang 1 dan tertinggi adalah Yuni.
Seluruh nilai lebar daun genotipe yang diuji menunjukkan tidak berbeda nyata
terhadap varietas pembanding, kecuali genotipe Yuni. Genotipe Yuni memiliki
lebar daun paling paling lebar dibandingkan dengan seluruh genotipe uji dan
varietas pembanding. Bentuk daun ditampilkan pada Gambar 4.
Tabel 3 Tinggi tanaman, lebar tajuk, diameter batang, panjang daun, dan lebar daun
pada tujuh genotipe uji dan tiga varietas pembanding cabai keriting
Tinggi
Lebar
Diameter
Panjang
Lebar
Tanaman
Tajuk
Batang
Daun
Daun
Genotipe
(cm)
(cm)
(cm)
(cm)
(cm)
c
b
bc
a
Yuni
44.42
61.87
2.05
6.36
2.38 a
d
bc
c
b
SSP
35.81
47.40
1.73
4.50
1.88 bc
F4111120-4-1 53.82 b
73.40 ab
2.33 b
4.99 b
1.80 c
bc
ab
b
b
F4120111-2-1 47.46
72.40
2.39
5.55
2.04 b
bc
a
b
b
F4159120-1-2 51.40
77.64
2.46
5.51
1.94 bc
F4120159-3-5 46.82 bc
75.63 a
2.39 b
5.74 ab
2.05 b
b
ab
b
b
F4120002-9-3 52.06
66.09
2.40
5.21
1.76 c
C 120
50.94 bc
72.97 ab
2.39 b
5.53 b
1.82 bc
bc
ab
b
b
Lembang 1
49.81
67.16
2.30
5.23
1.50 d
Kencana
63.62 a
70.62 ab
3.04 a
5.39 b
2.06 b
Keterangan: Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukan tidak
berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf α 5%.

(a)

(b)

(f)

(g)

(c)

(h)

(d)

(i)

(e)

(j)

Gambar 4 Bentuk daun 10 genotipe cabai keriting: (a) F4111120-4-1, (b) F4120159-3-5,
(c) F4159120-1-2, (d) F4120111-2-1, (e) F4120002-9-3, (f) C 120, (g) Yuni,

(h) SSP, (i) Lembang 1, dan (j) Kencana.
Umur Berbunga, Umur Panen, Panjang Buah, Bobot per Buah, Bobot Buah
per Tanaman, Produktivitas dan Estimasi Jumalah Buah
Umur berbunga pada genotipe yang diuji terdapat pada rentang nilai 30 –
42 HST. Genotipe dengan umur berbunga paling cepat adalah C 120 dan paling
lama adalah F4120002-9-3 dan Kencana. Seluruh genotipe yang diuji tidak
menunjukkan berbeda nyata terhadap varietas pembanding, minimal terhadap satu
varietas pembandingnya (Gambar 5). Umur panen pada genotipe yang diuji terdapat
pada rentang 72 – 93 HST. Genotipe dengan nilai umur panen paling cepat adalah
Yuni dan SSP dan yang terlama adalah Kencana. Seluruh genotipe yang diuji tidak

11
berbeda nyata terhadap varietas pembanding kecuali genotipe Yuni dan SSP,
minimal terhadap satu varietas pembandingnya. Genotipe Yuni dan SSP memiliki
umur panen paling cepat dibandingkan dengan seluruh genotipe uji dan varietas
pembanding (Gambar 6).
Kencana
Lembang 1
C 120
F4120002-9-3
F4120159-3-5
F4159120-1-2
F4120111-2-1
F4111120-4-1
SSP
Yuni

a
de
f
a
bcd
ab
abc
bcd
ef
cd
0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

Umur Berbunga (HST)

Gambar 5 Umur berbunga 10 genotipe cabai keriting. Nilai pada kolom yang sama
yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata
berdasarkan DMRT pada taraf α 5%
Umur berbunga cabai yang lebih cepat dapat menyebabkan umur panen
lebih cepat (Syukur et al. 2010b). Menurut Hilmayanti et al. (2006), dalam rangka
perbaikan hasil panen, maka perbaikan karakter umur berbunga melalui program
pemuliaan juga perlu dilakukan. Karakter umur berbunga awal (genjah) merupakan
salah satu karakter unggul dari suatu tanaman.
d

Kencana
Lembang 1
C 120
F4120002-9-3
F4120159-3-5
F4159120-1-2
F4120111-2-1
F4111120-4-1
SSP
Yuni

d
a
cd
bc
b
c
bc
d
d
0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Umur Mulai Panen (HST)

Gambar 6 Umur mulai panen 10 genotipe cabai keriting. Nilai pada kolom yang
sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukan tidak berbeda
nyata berdasarkan DMRT pada taraf α 5%

12
Panjang buah pada genotipe yang diuji terdapat pada rentang 8.56 – 17.31
cm. Genotipe yang memiliki panjang buah tertinggi adalah C 120 dan terendah
adalah Lembang 1. Panjang buah seluruh genotipe uji lebih panjang dibandingkan
dengan varietas Lembang 1 dan Kencana, akan tetapi lebih pendek dari varietas C
120. Genotipe F4120002-9-3 tidak berbeda nyata dengan varietas Lembang 1 dan
Kencana serta memiliki panjang buah yang lebih pendek dari C 120 (Tabel 4).
Tabel 4 Umur berbunga, umur panen, panjang buah, bobot per buah, bobot buah
per tanaman, dan produktivitas pada tujuh genotipe uji dan tiga varietas
pembanding cabai keriting
Genotipe

Yuni
SSP
F4111120-4-1
F4120111-2-1
F4159120-1-2
F4120159-3-5
F4120002-9-3
C 120
Lembang 1
Kencana

Panjang
Buah
(cm)

Bobot per
Buah
(g)

Bobot
Buah per
Tanaman
(g)

Produktivitas
(kg ha-1)

Jumlah
Buah

12.51 bc
12.60 bc
13.87 b
11.70 bc
13.47 b
13.03 bc
10.72 cd
17.31 a
9.08 d
8.56 d

3.00 bc
5.00 a
3.54 b
3.05 bc
3.41 b
3.06 bc
2.69 cd
2.86 bcd
2.27 d
2.41 cd

529.2 abc
909.2 ab
889.2 ab
575.7 ab
918.0 ab
438.8 bcd
1032.4 a
285.0 cd
285.7 de
109.1 e

11 177.27 abc
19 202.30 ab
18 779.41 ab
12 158.71 ab
19 387.74 ab
9 267.88 bcd
21 804.64 a
6 018.99 cd
6 033.35 de
2 303.77 e

171.06abc
181.37abc
255.49ab
188.95abc
263.13ab
143.35bc
398.83a
108.06cd
131.83cd
44.85d

Keterangan: Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf α 5%

Menurut Badan Standarisasi Nasional (1998), cabai besar termasuk ke
dalam kriteria mutu I jika mempunyai panjang 12 - 14 cm, mutu II dengan panjang
9 - 11 cm dan mutu III dengan panjang < 9 cm. Menurut Sayaka et al. (2008), salah
satu industri yang berbahan baku cabai di Indonesia mensyaratkan kualitas cabai
dengan ukuran panjang 9.5 -14.5 cm. Dengan demikian, berdasarkan Tabel 3,
panjang cabai galur Yuni, SSP, F4111120-4-1, F4159120-1-2, dan F4120159-3-5
sesuai dengan kriteria cabai industri dan termasuk ke dalam kriteri mutu I. Galur
F4120111-2-1 dan F4120002-9-3 sesuai dengan kriteria cabai industri dan termasuk
ke dalam kriteri mutu II.
Bobot per buah pada 10 genotipe yang diuji terdapat pada rentang 2.27 –
5.00 g. Genotipe dengan nilai bobot per buah terendah adalah Lembang 1 dan
tertinggi adalah SSP. Selain genotipe SSP, nilai bobot per buah yang diamati
menunjukkan seluruh genotipe yang diuji tidak berbeda nyata terhadap varietas
pembanding, minimal terhadap satu varietas pembandingnya. Bobot buah
pertanaman pada genotipe yang diuji berkisar antara 109.1 – 1 032.4 g. Genotipe
yang memiliki nilai peubah bobot buah pertanaman tertinggi adalah F4120002-9-3
sedangkan yang terendah adalah Kencana. Seluruh genotipe uji menunjukan
berbeda nyata dengan ketiga varietas pembanding kecuali pada genotipe Yuni dan
F4120159-3-5 . Nilai produktivitas 10 genotipe yang diuji memperoleh rentang nilai
2 303.77 – 21 804.64 kg ha-1. Genotipe yang memiliki nilai produktivitas tertinggi
adalah F4120002-9-3 dan yang terendah adalah Kencana. Berdasarkan uji lanjut
DMRT menunjukan genotipe SSP, F4111120-4-1, F4120111-2-1 F4159120-1-2,

13
dan F4120002-9-3 berbeda nyata dengan varietas pembanding. Genotipe tersebut
memimiki produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe uji dan
varietas pembanding (Tabel 4).
Permadi dan Kusandriani (2006) menyatakan bahwa jika petani
menggunakan benih unggul dan sistem budidaya intensif maka produktivitas cabai
dapat mencapai 12 ton ha-1. Menurut Sayaka et al. (2008) PT Heinz ABC Indonesia
mensyaratkan varietas yang ditanam petani dapat berproduksi 700 – 900 g per
tanaman. Berdasarkan data Tabel 4, bobot buah per tanaman cabai genotipe SSP,
F4111120-4-1, F4159120-1-2, dan F4120002-9-3 berturut-turut 909.2 g, 889.2 g,
918 g, dan 1 032.4 g. Hal tersebut menunjukan bahwa keempat genotipe tersebut
sudah memenuhi syarat varietas cabai yang dapat ditanam di Indonesia menurut
Sayaka et al. (2008).
Estimasi jumlah buah pada 10 genotipe yang diuji terdapat pada rentang
44.85 – 398.83 buah. Genotipe dengan jumlah buah terendah adalah Kencana dan
tertinggi adalah F4120002-9-3. Seluruh genotipe uji memiliki jumlah buah lebih
banyak dibandingkan dengan 3 varietas pembanding. Berdasarkan uji lanjut DMRT
genotipe F4111120-4-1, F4159120-1-2, F4120002-9-3 berbeda nyata dengan 3
varietas pembanding.
Karakter Kualitatif 10 Genotipe Cabai Keriting
Bentuk buah genotipe uji yang diamati tidak menunjukkan perbedaan
dengan varietas pembanding. Karakter bentuk buah seluruh genotipe adalah
elongate. Kategori permukaan kulit buah, yaitu keriting dan semi keriting. Genotipe
yang memiliki permukaan kulit semi keriting adalah SSP, F4120111-2-1,
F4159120-1-2, dan F4120159-3-5, sedangkan enam lainnya memiliki permukaan
kulit keriting (Gambar 7).

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

(g)

(h)

(i)

(j)

Gambar 7 Bentuk cabai, permukaan kulit cabai, dan warna buah tua 10 genotipe
cabai keriting: (a) C 120, (b) F4111120-4-1, (c) SSP, (d) F4120002-9-3,
(e) F4120111-2-1, (f) F4159120-1-2, (g) Kencana, (h) F4120159-3-5, (i)
Yuni, dan (j) Lembang 1.
Genotipe yang diuji menunjukkan tidak terdapat perbedaan warna tangkai
bunga, warna mahkota bunga, dan warna buah intermediet genotipe uji dengan
varietas pembanding. Genotipe uji dengan varietas pembanding memiliki karakter

14
warna tangkai bunga yang sama, yaitu berwarna hijau. Warna mahkota bunga juga
tidak menunjukkan perbedaan antara genotipe yang diuji dengan varietas
pembanding, yaitu berwarna putih (Gambar 8). Buah yang dihasilkan pada genotipe
uji dan varietas pembanding menunjukkan warna yang sama, yaitu merah (Tabel 5).
(a)

(f)

(b)

(g)

(c)

(h)

(d)

(i)

(e)

(j)

Gambar 8 Warna tangkai bunga, warna mahkota bunga, dan bentuk bunga 10
genotipe cabai keriting: (a) Kencana, (b) Yuni, (c) F4120111-2-1, (d)
Lembang 1, (e) F41591120-1-2, (f) F4111120-4-1, (g) SSP, (h)
F4120159-3-5, (i) C 120, dan (j) F4120002-9-3
Karakter kualitatif pada tanaman sangat sedikit dipengaruhi oleh faktor
lingkungan, sehingga tanaman akan memiliki kecenderungan ciri yang sama
walaupun ditanam di lingkungan atau tempat yang berbeda (Syukur et al. 2012).
Pengamatan pada karakter kualitatif rawan terjadi perbedaan hasil. Hal tersebut
umum terjadi karena adanya perbedaan persepsi antar peneliti.
Tabel 5 Bentuk buah, permukaan kulit buah, warna tangkai bunga, warna mahkota
bunga, dan warna buah intermediet pada tujuh genotipe uji dan tiga
varietas pembanding
Warna
Warna
Warna
Bentuk
Permukaan
Genotipe
Tangkai Mahkota
Buah
Buah
Kulit Buah
Bunga
Bunga
Intermediet
Yuni
Elongate Keriting
Hijau
Putih
Merah
SSP
Elongate Semi Keriting
Hijau
Putih
Merah
F4111120-4-1 Elongate Keriting
Hijau
Putih
Merah
F4120111-2-1 Elongate Semi Keriting
Hijau
Putih
Merah
F4159120-1-2 Elongate Semi Keriting
Hijau
Putih
Merah
F4120159-3-5 Elongate Semi Keriting
Hijau
Putih
Merah
F4120002-9-3 Elongate Keriting
Hijau
Putih
Merah
C 120
Elongate Keriting
Hijau
Putih
Merah
Lembang 1
Elongate Keriting
Hijau
Putih
Merah
Kencana
Elongate Keriting
Hijau
Putih
Merah
Koefisien Nilai Korelasi Antar Karakter Kuantitatif

Korelasi antar karakter menunjukkan keterkaitan antar nilai-nilai yang
diperoleh oleh tiap-tiap karakter. Korelasi antar karakter bisa bernilai positif atau
negatif. Korelasi positif artinya karakter tersebut berbanding lurus terhadap
perubahan nilainya, sedangkan korelasi negatif artinya karakter tersebut berbanding
terbalik dengan perubahan nilainya.

15
Nilai korelasi peubah pada penelitian menunjukkan bahwa peubah bobot
buah per tanaman berkorelasi nyata positif dengan peubah bobot per buah. Hal
tersebut berarti semakin tinggi bobot per buah, maka akan semakin tinggi pula
bobot buah per tanaman. Peubah bobot buah pertanaman berkorelasi nyata negatif
pada peubah umur panen, tinggi batang, dan diameter batang. Hal ini berarti bahwa
semakin singkat umur mulai panen maka akan semakin besar bobot buah per
tanaman yang diperoleh. Semakin kecil tinggi tanaman dan diameter batang, maka
akan semakin besar bobot buah per tanaman (Lampiran 1).
Peubah lebar tajuk, lebar daun dan panjang daun berkorelasi negatif
terhadap peubah jumlah buah. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Pradipta et al.
(2009), yang menunjukkan bahwa buah cabai dihasilkan pada cabang tanaman yang
membentuk tajuk. Semakin lebar tajuk maka jumlah cabang pada suatu tanaman
akan semakin banyak sehingga akan menghasilkan buah yang lebih banyak.
Lebar tajuk tanaman yang lebih besar diharapkan dapat menghasilkan buah
yang lebih banyak. Selain bertambahnya jumlah buah, lebar tajuk yang lebih besar
juga diharapkan memiliki jumlah daun yang lebih banyak sehingga dapat
meningkatkan hasil fotosintat. Bertambahnya hasil fotosintat juga diharapkan
terjadi pada daun yang memiliki panjang dan lebar daun yang lebih besar.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan

Genotipe F4111120-4-1, F4159120-1-2 dan F4120002-9-3 memiliki karakter
sebagai calon varietas unggul. Genotipe tersebut memiliki nilai yang lebih besar
pada sebagian besar karakter vegetatif dan generatif dibandingkan seluruh genotipe
yang diuji. Genotipe F4111120-4-1, F4159120-1-2 dan F4120002-9-3 memiliki
bobot buah per tanaman, jumlah buah dan produktivitas yang tinggi dibandingkan
dengan seluruh genotipe uji.
Saran
Seleksi lebih lanjut diperlukan terhadap galur yang memiliki kriteria unggul.
Penelitian selanjutnya perlu dilakukan dengan uji multilokasi untuk galur-galur
yang mempunyai potensi hasil baik.

16

DAFTAR PUSTAKA
Allard RW. 1960. Principles of Plant Breeding. John Wiley and Sons, Inc. New
York (AS). 485p.
[Balitbangtan] Badan Litbang Pertanian. 2011. Kiat Sukses Berinovasi Cabai.
Jakarta (ID): Agro Inovasi. 7 hlm.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Cabai
2009-2013. [internet]. [diunduh 2014 Desember 25]. Tersedia pada:
http://www.bps.go.id.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1998. Standar Nasional Indonesia Cabai
Merah Segar. [internet]. [diunduh 2014 November 12]. Tersedia pada:
http://pphp.deptan.go.id/xplore/files/MUTU-STANDARISASI/STANDARMUTU/Standar_nasional/SNI_Tph/Produk%20segar/SNI%2001-4480
1998_Cabai%20merah%20segar.pdf
[BPPTP] Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 2008.
Teknologi Budidaya Cabai Merah. [internet]. [diunduh 2013 Desember 03].
Tersedia pada: http://lampung.litbang.deptan.go.id/ teknologibudidayacabai.pdf
Berke TG. 2000. Hybrid seed production in Capsicum. hal. 49-67. Dalam A.S.
Basra ed. Hybrid seed production in vegetables: rationale and methods in
selected crops. New York (AS): Haworth Press.
Chen P, Lott JN. (1992) Studies of Capsicum annuum seed: structure, storage
reserves, and mineral nutrients. Canadian Journal of Botany 70: 518 - 529
[Dirjen BP Horti] Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura. 2008. Upaya
Perbaikan Industri Benih Untuk Mengurangi Import Benih serta Pengembangan
Sentra Produksi Benih Hortikultura. [internet]. [diunduh 2013 November 27].
http://www.hortikultura.deptan.go.id.
Direktorat Riset dan Inovasi IPB. 2013. Buku Varietas Tanaman Unggul Institut
Pertanian Bogor. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Djarwaningsih T. 2005. Capsicum spp. (cabai) asal, pesebaran, dan nilai ekonomi.
J. Biodiversitas 6 (4): 292 – 296.
Gomez KA, Gomez AA. 1995. Prosedur Statistik utuk Penelitian Pertanian.
Sjamsudin E, Baharsjah JS, penerjemah. Jakarta (ID): UI Pr. Terjemahan dari:
Statistical Procedures for Agricultural Research.
Hilmayanti I, Dewi W, Murdaningsih, Rahardja M, Rostini N, Setiamihardja R.
2006. Pewarisan karakter umur berbunga dan ukuran buah cabai merah
(Capsicum annuum L.). Zuriat 17:86-93.
[IPGRI] International Plant Genetic Resources Institute. 1995. Description for
Capsicum (Capsicum spp.). [internet]. [diunduh 2013 Desember 02]. Tersedia
pada: http://indoplasma.or.id/deskriptor/IPGRI/deskriptorcabe.pdf
Kusandriani Y. 1996a. Botani tanaman cabai merah. Dalam Duriat AD,
Hadisoeganda AWW, Soetiarso TA dan Prabaningrum L. Teknologi Produksi
Cabai Merah. Lembang (ID): Balai Penelitian Sayuran. hal 20-27.
Kusandriani Y. 1996b. Pembentukan Hibrida Cabai. Bandung (ID): Balai
Penelitian Tanaman Sayuran.
Kusandriani Y, Permadi AH. 1996. Pemuliaan Tanaman Cabai. Bandung (ID):
Balai Tanaman Sayuran.
Kusandriani Y, Muharam A. 2005. Produksi Benih Cabai. Bandung (ID): Balai
Penelitian Tanaman Sayuran.

17
Permadi AH, Kusandriani Y. 2006. Pemuliaan tanaman cabai. hal. 22 – 35. Dalam
Santika A (ed.). Agribisnis Cabai. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Pradipta A. 2009. Evaluasi daya hasil empat cabai (capsicum annuum l.) hibrida
IPB di kebun percobaan leuwikopo [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Rubatzky VE, Yamaguchi M. 1999. Sayuran Dunia 3 : Prinsip Produksi dan Gizi
(diterjemahkan dari : Principles, Production, Nutritive Values, penerjemah : C.
Herison). Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung. 320 hal.
Sayaka B, Yusastra IW, Sajuti R, Supriyati, Sejati WK, Agustian A, Supriyatna
Y, Anugrah IS, Elizabeth R, Ashari, Situmorang J. 2008. Pengembangan
kelembagaan partnership dalam pemasaran komoditas pertanian. Ringkasan
Eksekutif Laporan Akhir Penelitian. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan
Kebijakan Pertanian, Departemen Pertanian.
Setiadi I. 1993. Bertanam Cabai. Jakarta (ID): Penebar Swadaya
Sobir. 1994. Stabilitas superiotas beberapa genotipe cabai pada lingkungan kering
[tesis]. Bogor (ID): Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Sudarka W, Sarwadana I, Wijana I, dan Pradnyawati N. 2009. Pemuliaan Tanaman.
Bali (ID): Universitas Udayana.
Sujiprihati S, Syukur M, Yunianti R. 2008. Pemuliaan tanaman cabai, hal 1-6.
Dalam Tim Peneliti Cabai (Ed.). Budidaya Tanaman Cabai. Bogor (ID):
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Syukur M, Sujipriharti S, Daryanto A. 2010a. Heterosis dan daya gabung karakter
agronomi cabai (capsicum annuum l.) hasil persilangan half dialel. J. Agron.
Indonesia 38 (2) : 113 – 121.
Syukur M, Sujipriharti S, Yunianti R, Kusumah DA. 2010b. Evaluasi daya hasil
cabai hibrida dan daya adaptasinya di empat lokasi dalam dua tahun J. Agron.
Indonesia 38 (1) : 43 – 51.
Syukur M. 2012. Cabai Prospek Bisnis dan Teknologi Mancanegara. Jakarta (ID) :
Agriflo
Syukur M, Sujiprihartini S, Yunianti R. 2012. Teknik Pemuliaan Tanaman. Jakarta
(ID): Penebar Swadaya.
Tani TBK. 2008. Pedoman Bertanam Cabai. Bandung (ID): CV Yrama Widya. 120
hal.
Tarigan S, Wiryanta W. 2003. Bertanam Cabai Hibrida secara Intensif. Jakarta
(ID): Agromedia Pustaka.
Tindall HD. 1986. Vegetable In The Tropics. Paperback (GB): ELBS
Wiryanta BTW. 2002. Bertanam Cabai pada Musim Hujan. Jakarta (ID): PT.
Agromedia Pustaka.

Lampiran 1 Nilai korelasi antar karakter kuantitatif yang diamati.
PD
UP
TT
DB
LT
LD
tn
tn
tn
tn
PD
-0.218
-0.106
0.044
0.194
0.768**
**
**
**
UP
0.767
0.767
0.527
-0.191tn
TT
0.820**
0.625**
-0.112tn
**
DB
0.661
0.034tn
LT
0.027tn
LD
UB
PB
BB
BT
JB

UB
-0.071tn
0.571**
0.461*
0.451*
0.293tn
0.119tn
-

PB
0.187tn
-0.279tn
-0.202tn
-0.184tn
0.202tn
0.135tn
-0.571**
-

BB
-0.091tn
-0.444*
-0.500**
-0.448*
-0.306tn
0.188tn
-0.310tn
0.406**
-

BT
-0.160tn
-0.363*
-0.406*
-0.505**
-0.169tn
0.021tn
0.084tn
0.243tn
0.475*
-

JB
-0.149tn
-0.259tn
-0.288tn
-0.415*
-0.088tn
-0.038tn
0.196tn
0.138tn
0.201tn
0.975*
-

Keterangan : * = berkorelasi nyata pada taraf 5% ** = berkorelasi nyata pada taraf 1%, tn = tidak berkorelasi nyata pada taraf 5%, PD
= panjang daun, UP = umur panen, TT = tinggi tanaman, DB = diameter batang, LT = lebar tajuk, LD = lebar daun, UB
= umur berbunga, PB = panjang buah, BB = bobot per buah, BT = Bobot buah per tanaman, dan JB = estimasi jumlah
buah.

18

18

19

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tangerang, Banten pada tanggal 4 Januari 1993.
Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara, pasangan Bapak Rido
Murjoko dan Ibu Setyowati Sri Windrati.
Tahun 2004 penulis lulus dari SDN Kunciran 06 Tangerang, kemudian pada
tahun 2007 penulis menyelesaikan pendidikan di SMPN 11 Tangerang. Penulis
melanjutkan ke SMA Muhammadiyah 18 Jakarta dan lulus pada tahun 2010.
Penulis diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakul