Stabilitas Sisipan Kandidat Gen Toleran Aluminium (B11) pada Padi Transgenik Asal IR64 Hasil Infeksi In-Planta

STABILITAS SISIPAN KANDIDAT GEN TOLERAN
ALUMINIUM (B11) PADA PADI TRANSGENIK ASAL IR64
HASIL INFEKSI IN-PLANTA

SYASTI HASTRIANI

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Stabilitas Sisipan
Kandidat Gen Toleran Aluminium (B11) pada Padi Transgenik Asal IR64 Hasil
Infeksi In-Planta adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2014
Syasti Hastriani
NIM G34090054

ABSTRAK
SYASTI HASTRIANI. Stabilitas Sisipan Kandidat Gen Toleran Aluminium
(B11) pada Padi Transgenik Asal IR64 Hasil Infeksi In-Planta. Dibimbing oleh
MIFTAHUDIN dan ARIEF PAMBUDI.
Padi varietas IR64 tergolong sensitif terhadap toksisitas Aluminium (Al).
Pengembangan padi varietas toleran Al dapat dilakukan dengan menyisipkan gen
toleran Al, yang salah satunya adalah gen B11 yang berhasil diisolasi dari
genotipe padi toleran Al, Hawara Bunar. Penyisipan gen B11 pada padi varietas
IR64 telah dilakukan dengan teknik in-planta dan telah diperoleh generasi T1.
Penelitian ini bertujuan mengevaluasi stabilitas sisipan gen B11 pada generasi T1,
T2, dan T3 padi IR64 hasil infeksi in-planta melalui seleksi antibiotik, analisis
molekuler, dan pengamatan fenotipe tanaman. Seleksi antibiotik dilakukan
menggunakan antibiotik higromisin pada konsentrasi 20 mg/l. Analisis sisipan gen
dilakukan dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR). Hasil menunjukkan

bahwa gen B11 telah terintegrasi pada tanaman transgenik IR64 generasi T0, T1,
dan T2. Integrasi gen B11 pada T0 tidak mengalami kimera. Hasil seleksi
antibiotik memperlihatkan bahwa rasio toleran dan sensitif antibiotik pada T1 dan
beberapa populasi T2 dan T3 adalah 3:1. Beberapa nomor pada populasi T2 dan
T3 sudah homozigot terhadap gen B11. Karakter vegetatif dan reproduktif
tanaman transgenik tidak berbeda dengan tipe liarnya.
Kata kunci: Gen B11, IR64, padi transgenik, tanah masam

ABSTRACT
SYASTI HASTRIANI. Stability of Tolerant Aluminum Candidate Gene (B11) in
IR64 Transgenic Rice Result of In-Planta Infection. Supervised by
MIFTAHUDIN and ARIEF PAMBUDI.
Rice variety IR64 is categorized as a sensitive variety to Aluminum (Al)
toxicity. Development of Al-tolerant rice varieties can be done by inserting Altolerant gene, which one of them is B11 gene that has been succesfully isolated
from Al-tolerant rice genotipe, Hawara Bunar. The B11 gene has been succesfully
introduced to plant rice variety IR64 through in-planta technique and produced T1
generation. The objective of this research was to evaluate the stability of B11 gene
insertion on T1, T2, and T3 generation derived from IR64 transformed variety
through antibiotic selection, molecular analysis, and plant phenotipic observation.
Antibiotic selection was done using hygromycin antibiotic with concentration of

20 mg/l. Gene insertion analysis was done with Polymerase Chain Reaction
(PCR) technique. The result showed that B11 gene had been integrated in T0, T1,
and T2 generation of IR64 transgenic plant. The B11 gene integration in T0 did
not cause a chimera. The antibiotic selection showed that antibiotic-tolerant and
sensitive ratio of T1 and some T2 and T3 populations was 3:1. Some of the T2
and T3 generation populations showed homozigous on B11 gene. The vegetative
and reproductive characters of transgenic plant were not different to the wild tipe.
Keywords: Acid soil, B11 gene, IR64, transgenic rice

STABILITAS SISIPAN KANDIDAT GEN TOLERAN
ALUMINIUM (B11) PADA PADI TRANSGENIK ASAL IR64
HASIL INFEKSI IN-PLANTA

SYASTI HASTRIANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biologi


DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Stabilitas Sisipan Kandidat Gen Toleran Aluminium (B11) pada
Padi Transgenik Asal IR64 Hasil Infeksi In-Planta
Nama
: Syasti Hastriani
NIM
: G34090054

Disetujui oleh

Dr Ir Miftahudin, MSi
Pembimbing I

Arief Pambudi, SSi, MSi

Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Iman Rusmana, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat meyelesaikan karya ilmiah dengan judul “Stabilitas
Sisipan Kandidat Gen Toleran Aluminium (B11) pada Padi Transgenik Asal IR64
Hasil Infeksi In-Planta” dengan baik dan lancar. Penelitian ini telah dilaksanakan
sejak November 2012 sampai dengan Januari 2014 di Laboratorium Penelitian
Fisiologi dan Biologi Molekular Tumbuhan serta Rumah Kaca, Departemen
Biologi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr Ir Miftahudin, MSi dan
Bapak Arief Pambudi, SSi, MSi selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan saran kepada penulis selama pelaksanaan penelitian
dan penulisan karya ilmiah. Terima kasih kepada Bapak Dr. Berry Juliandi, M.Si

yang telah berkenan menjadi penguji luar pembimbing dan memberikan saran dan
masukan untuk perbaikan karya ilmiah ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada
seluruh staf dosen pengajar Departemen Biologi yang telah memberikan ilmu
yang bermanfaat kepada penulis. Terima kasih kepada BB BIOGEN Bogor yang
telah memberikan biji padi IR64 tipe liar sebagai bahan penelitian. Terima kasih
juga penulis ucapkan kepada rekan-rekan di Laboratorium Penelitian Fisiologi dan
Biologi Molekular Tumbuhan (Pak Piet Riupasa, Pak Abi, Pak Aka, Pak Adeel,
Ibu Dasumiati, Mbak Winda, Mbak Ratna, Mbak Jumi, Mbak Nurul, Mas Kifli,
Kak Jun, Kak Garuda, Kak Eko) atas bantuan, konsultasi dan canda tawanya
selama ini. Terima kasih kepada teman seperjuangan Firdha Junita Widiastuti dan
teman-teman seangkatan Wulan, Yusi, Sheli, Sandi, Dian, Uni, Heca, Mirna, Upi,
Yuli yang telah menemani dan menyemangati penulis selama penelitian. Terima
kasih kepada Bapak, Ibu, adik, dan nenek tercinta di rumah yang senantiasa
memberikan doa dan dukungannya.
Penulis berharap karya ilmiah ini dapat memberikan informasi yang berguna
dan bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, April 2014
Syasti Hastriani

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Tujuan Penelitian

2

METODE

2

Waktu dan Tempat

2

Bahan dan Alat

2

HASIL

4


Verifikasi Ulang Sisipan Gen B11 pada Tanaman Generasi T0 dan T1

4

Penapisan Biji Transgenik

5

Segregasi Gen hpt dan Gen B11

6

Verifikasi Sisipan Gen pada Tanaman T1 dan T2

8

Karakter Vegetatif dan Reproduktif Tanaman T1 dan T2

9


PEMBAHASAN

10

SIMPULAN

15

DAFTAR PUSTAKA

15

LAMPIRAN

18

RIWAYAT HIDUP

24


DAFTAR TABEL
1 Segregasi biji IR64-4 generasi T1 yang diseleksi dengan antibiotik
higromisin
2 Segregasi biji IR64-4 generasi T2 yang diseleksi dengan antibiotik
higromisin
3 Segregasi biji IR64-4 generasi T3 yang diseleksi dengan antibiotik
higromisin
4 Karakter pertumbuhan tanaman transgenik generasi T1 dan T2 yang
mendekati homozigot dan yang memenuhi nisbah 3:1 pada seleksi
antibiotik

6
7
7

10

DAFTAR GAMBAR
1 Hasil amplifikasi DNA tanaman T0 IR64-4 dan T1 IR64-4-7-4
dengan menggunakan primer yang didesain dari sekuen promoter 35S
CaMV dan gen B11
2 Perbedaan pertumbuhan biji padi IR64 tipe liar dan biji padi IR64
transgenik pada hari ke-9 setelah perlakuan
3 Hasil amplifikasi DNA tanaman transgenik IR64 generasi T1 dan T2
dengan menggunakan primer yang didesain dari sekuen gen hpt
4 Hasil amplifikasi DNA tanaman transgenik IR64 generasi T1 dan T2
dengan menggunakan primer yang didesain dari sekuen promoter 35S
CaMV dan gen B11

5
6
8

9

DAFTAR LAMPIRAN
1 Peta linier daerah T-DNA pembawa gen B11 pada plasmid pGWB5B11
2 Data hasil verifikasi sisipan gen hpt dan gen B11
3 Hasil penyejajaran sekuen primer 35S Nakajima-F dengan sekuen
target promoter 35S CaMV dan gen B11
4 Hasil penyejajaran sekuen primer HPT-F dan HPT-R dengan sekuen
target gen hpt

19
20
21
22

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Padi (Oryza sativa L). merupakan tanaman pangan sumber karbohidrat
utama penduduk Indonesia. Produksi padi perlu ditingkatkan guna mencukupi
kebutuhan pangan yang semakin meningkat seiring dengan pertambahan jumlah
penduduk. Ekstensifikasi merupakan salah satu cara untuk peningkatan produksi
padi. Usaha ekstensifikasi terkendala oleh keterbatasan lahan subur terutama di
Pulau Jawa karena maraknya alih fungsi lahan. Dengan demikian, usaha
ekstensifikasi harus segera dialihkan ke luar Jawa yang lahannya masih cukup
luas (Hikmatullah et al. 2002).
Lahan di luar Jawa sebagian besar merupakan lahan marginal, yaitu lahan
yang mempunyai kendala fisik dan atau kimia dalam pemanfaatannya untuk
pertanian. Ultisol atau yang populer sebagai tanah podsolik adalah salah satu jenis
tanah marginal yang penyebarannya cukup melimpah di Sumatera dan
Kalimantan. Ultisol tergolong tanah miskin unsur hara dan bereaksi masam
(Hikmatullah et al. 2002) serta memiliki kelarutan Al dalam bentuk Al3+ cukup
tinggi yang dapat menyebabkan keracunan pada tanaman (Hartatik et al. 2007).
Keracunan Al pada tanaman padi merupakan faktor utama pembatas produksi
padi pada tanah masam (Roslim et al. 2010).
Penggunaan varietas padi toleran Al dapat digunakan sebagai salah satu
solusi dalam usaha ekstensifikasi pertanian pada lahan masam. Namun, petani
kurang menyukai padi-padi varietas toleran Al karena sifat agronomisnya yang
tidak sebaik varietas populer. Padi varietas IR64 merupakan salah satu contoh
padi varietas populer dengan sifat agronomis yang baik (Suprihatno et al. 2009).
Padi IR64 tergolong sensitif terhadap cekaman Al, yang mengalami
penghambatan pertumbuhan akar cukup besar selama perlakuan cekaman Al
(Roslim et al. 2010).
Teknik rekayasa genetika dapat menjadi salah satu solusi untuk perbaikan
sifat tanaman padi. Teknik ini memungkinkan untuk menghasilkan tanaman
dengan karakter agronomis yang baik sekaligus toleran Al. Rekayasa dilakukan
dengan meningkatkan ekspresi gen yang berperan dalam toleransi Al. Salah satu
kandidat gen yang diduga berperan dalam toleransi Al adalah gen B11 yang
berhasil diisolasi dari genotipe padi toleran Al, Hawara Bunar (Roslim 2011).
Penyisipan gen pada padi dapat dilakukan salah satunya melalui infeksi
Agrobacterium tumefaciens secara in-planta. Padi T0 IR64-4 hasil infeksi inplanta dan T1 IR64-4-7-4 hasil penelitian Pambudi (2012) memberikan hasil
positif pada uji insersi gen dengan primer yang didesain dari sekuen gen B11 dan
sekuen gen higromycin fosfotransferase (hpt).
Karakter padi T0 IR64-4 dan T1 IR64-4-7-4 harus diuji lebih lanjut untuk
mengetahui stabilitas gen sisipan serta pola segregasinya. Biji padi tersebut harus
diseleksi untuk mengetahui biji yang transgenik dan non-transgenik untuk analisis
berikutnya. Analisis sisipan gen hpt diperlukan karena seleksi dilakukan dengan
antibiotik higromisin dan gen hpt disertakan pada konstruksi gen B11. Selain gen

2
hpt, promoter 35S CaMV juga diikutsertakan sebagai sekuen DNA sasaran
pengecekan keberadaan gen B11 karena konstruksi gen B11 diletakkan setelah
promoter 35S CaMV (Lampiran 1). Daerah promoter 35S CaMV dapat digunakan
sebagai marka seleksi tanaman transgenik karena daerah tersebut tidak memiliki
homologi dengan urutan DNA padi (Pambudi 2012).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi stabilitas sisipan gen B11 pada
generasi T1, T2, dan T3 padi IR64 hasil infeksi in-planta melalui seleksi
antibiotik, analisis molekuler, dan pengamatan fenotipe tanaman.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan mulai November 2012 sampai dengan Januari
2014 di Laboratorium Penelitian Fisiologi dan Biologi molekuler Tumbuhan.
Penanaman dan pengamatan fenotipe tanaman dilakukan di rumah kaca
Departemen Biologi, IPB, Dramaga, Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini antara lain biji padi
transgenik generasi T1, T2, dan T3 hasil infeksi in-planta pada padi IR64
(Pambudi 2012), biji padi IR64 tipe liar yang berasal dari Balai Besar Penelitian
Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian Bogor,
antibiotik higromisin, air steril, bahan-bahan untuk isolasi DNA, PCR kit
KAPA2G Fast Readymix, primer 35S Nakajima-F (5’-GAT-GTG-ATA-TCTCCA-CTG-ACG-TAA-G-3’), primer B11 check-R (5’-GAA-CGA-TTG-GGCCTC-TGT-GA-3’), primer HPT-F (5’-GAT-GTT-GGC-GAC-CTC-GTA-TT-3’),
primer HPT-R (5’-GAT-GTA-GGA-GGG-CGT-GGA-TA-3’), agarose, dan
etidium bromida. Alat yang digunakan antara lain autoklaf, inkubator, laminar air
flow cabinet (LAFC), growth environmental chamber, sentrifuse, waterbath, pipet
mikro, mesin PCR (Esco Swift Maxi, Singapura), perangkat elektroforesis (BIORAD, USA), UV transluminator, WiseDoc gel documentation system (Daihan
Scientific, Korea Selatan), dan alat-alat gelas.
Penapisan Biji Transgenik dengan Antibiotik
Seleksi Biji Transgenik. Seleksi biji padi transgenik menggunakan
antibiotik higromisin mengacu pada metode yang dilakukan oleh Yanagisawa et
al. (2004) dengan sedikit modifikasi. Biji padi dikupas kemudian diinkubasi pada
suhu 37oC selama 24 jam. Setelah itu biji disterilisasi menggunakan larutan
alkohol 70% selama 10 detik. Sterilisasi dilanjutkan dengan larutan NaOCl 1.5%
selama 5 menit. Biji kemudian dibilas dengan air steril hingga bersih. Biji yang

3
sudah disterilkan direndam di dalam larutan antibiotik higromisin 20 mg/l selama
24 jam pada suhu 4oC. Setelah itu biji dipindahkan pada air steril dan diletakkan
pada ruang gelap selama 48 jam. Biji yang sudah berkecambah kemudian
dipindahkan pada ruang kultur dengan kondisi pencahayaan 12 jam terang dan 12
jam gelap. Jumlah biji yang toleran dan sensitif dihitung untuk mengetahui pola
segregasi gen. Penghitungan biji dilakukan pada hari ke-5. Biji padi yang mampu
berkecambah merupakan biji putatif transgenik.
Analisis Data. Data hasil seleksi biji dianalisis menggunakan uji khikuadrat pada taraf uji α=5% untuk mengetahui pola segregasi gen sisipan.
Penanaman di Rumah Kaca
Biji padi yang lolos seleksi antibiotik ditanam di rumah kaca pada pot
berupa ember plastik. Media yang digunakan adalah tanah dan pupuk kandang
dengan perbandingan 3:1 (v/v). Tanah sebelumnya diolah dan dilumpurkan selama
1 minggu. Perawatan dilakukan dengan penyiraman secara rutin, pemupukan dan
pengendalian hama dan penyakit. Pupuk yang digunakan adalah pupuk NPK dan
diaplikasikan sebanyak 3 kali yaitu 1 minggu setelah tanam (MST), 3 MST, dan 7
MST. Pengendalian hama dilakukan dengan menggunakan pestisida sesuai jenis
hama yang menyerang.
Verifikasi Sisipan Gen
Isolasi DNA Genom Tanaman. Isolasi DNA dilakukan dengan metode
isolasi cepat menggunakan bufer lisis SDS seperti yang diuraikan dalam
Miftahudin et al. (2004). Kualitas DNA dilihat dengan elektroforesis pada gel
agarose 1% dengan pewarna DNA 1 µg/ml etidium bromida. Hasil isolasi
dimigrasikan pada 75V selama 45 menit dan didokumentasikan menggunakan UV
transluminator dan gel documentation system.
Analisis PCR dan Visualisasi Hasil PCR. Amplifikasi DNA padi untuk
verifikasi terhadap keberadaan sisipan dilakukan dengan teknik PCR. Sisipan gen
B11 diuji dengan pasangan primer 35S Nakajima-F dan B11 check-R dengan hasil
amplifikasi sekitar 268 pasang basa (pb) sedangkan sisipan gen hpt diuji dengan
pasangan primer HPT-F dan HPT-R dengan hasil amplifikasi sekitar 579 pb
(Lampiran 1). Komposisi reaksi PCR untuk total volume reaksi 25 µl antara lain:
100 ng DNA cetakan, 12.5 µl KAPA2G Fast Readymix (mengandung 0.5 U DNA
Polymerase, larutan penyangga PCR, 0.2 mM dNTP, 1.5mM MgCl2), 1.25 µl 10
µM primer forward, 1.25 µl 10 µM primer reverse, dan nuclease free water.
Kondisi PCR adalah sebagai berikut: pre denaturasi 95oC selama 3 menit, 35
siklus yang terdiri atas denaturasi 95oC selama 15 detik, penempelan primer 60oC
selama 15 detik, polimerisasi 72oC selama 15 detik, dan polimerisasi final pada
72oC selama 10 menit. Analisis PCR juga mengikutsertakan ddH2O dan DNA
tanaman IR64 tipe liar sebagai kontrol negatif, serta plasmid pGWB5-B11 sebagai
kontrol positif. Hasil PCR divisualisasikan dengan elektroforesis pada gel agarose
1% dengan pewarna DNA 1 µg/ml etidium bromida. Produk PCR dimigrasikan
pada 75V selama 50 menit dan didokumentasikan menggunakan UV
transluminator dan gel documentation system.

4
Pengamatan Karakter Vegetatif dan Reproduktif Tanaman
Karakter Vegetatif. Pengamatan karakter vegetatif dilakukan 2 minggu
setelah penanaman. Peubah yang diamati adalah tinggi tanaman dan jumlah
anakan. Tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal tanaman pada permukaan
tanah sampai pucuk tertinggi dengan menggunakan meteran. Pengukuran tinggi
tanaman dimulai saat tanaman berumur 2 minggu. Pengukuran dilakukan setiap 2
minggu sekali sampai tanaman masuk masa berbunga. Jumlah anakan dihitung
secara langsung. Waktu penghitungan anakan dilakukan bersamaan dengan
pengukuran tinggi tanaman.
Karakter Reproduktif. Karakter reproduktif diamati ketika tanaman
masuk masa berbunga. Peubah yang diamati adalah umur berbunga, jumlah
anakan produktif, panjang malai, jumlah biji bernas dan hampa per malai, bobot
per malai, dan bobot per 100 biji. Umur berbunga dihitung sejak tanggal awal
penanaman hingga malai muncul sempurna dan berbunga. Jumlah anakan
produktif dihitung secara manual pada saat panen. Panjang malai diukur dari buku
terakhir malai sampai gabah di ujung malai menggunakan penggaris. Pengukuran
dilakukan sebelum biji dirontokkan dan dilakukan untuk semua malai pada satu
rumpun. Setelah biji dirontokkan, biji bernas dipisahkan dari biji hampa kemudian
dihitung secara terpisah. Biji bernas per malai setelah dihitung kemudian
disatukan untuk satu rumpun. Bobot 100 biji ditimbang dengan mengambil 100
biji secara acak pada satu rumpun.

HASIL
Verifikasi Ulang Sisipan Gen B11 pada Tanaman Generasi T0 dan T1
Pambudi (2012) telah melakukan transformasi gen B11 secara in-planta
pada padi T0 IR64-4 dan telah mendapatkan generasi T1. Sisipan gen B11 dan
gen hpt pada padi T0 IR64-4 dan T1 IR64-4-7-4 telah diverifikasi dan
memberikan hasil yang positif. Verifikasi ulang sisipan gen B11 dilakukan
menggunakan pasangan primer 35S Nakajima-F dan B11 Check-R. Primer 35S
Nakajima-F akan mengamplifikasi sebagian daerah dari promoter 35S CaMV
sedangkan primer B11 Check-R akan mengamplifikasi sebagian daerah gen B11.
Hasil verifikasi ulang sisipan gen B11 pada T0 IR64-4 dan T1 IR64-4-7-4
dapat dilihat pada Gambar 1. Hasil amplifikasi DNA tanaman transgenik
memunculkan pita dengan posisi migrasi yang sama dengan hasil amplifikasi
plasmid pGWB5-B11 sebagai kontrol positif. Pita tersebut tidak terdapat pada
hasil amplifikasi DNA IR64 tipe liar. Dengan demikian gen B11 telah terintegrasi
beserta dengan promoter 35S CaMV pada kedua tanaman tersebut.
Integrasi gen B11 pada T0 IR64-4 tidak kimera karena semua anakannya
positif membawa gen B11 (Gambar 1A). Hasil amplifikasi DNA tanaman T1
IR64-4-7-4 menunjukkan bahwa tidak semua anakannya positif, hanya 9 dari total
14 anakan yang positif membawa gen B11 yaitu anakan ke-2, 3, 4, 8, 9, 10, 11,
13, dan 14 (Gambar 1B). Uji sisipan gen B11 per anakan pada T1 IR64-4-7-4
tidak dimaksudkan untuk melihat ada tidaknya kimera.

5
T0 IR64-4 anakan keM D A TL 1 2

3

4

5

6

7 8

T1 IR64-4-7-4 anakan keD M A TL 1

2 3

4

5 6

7 M

8 9

10 11 12 13 14

300pb
200pb

A
Gambar 1

B
Hasil amplifikasi DNA tanaman T0 IR64-4 dan T1 IR64-4-7-4 dengan
menggunakan primer yang didesain dari sekuen promoter 35S CaMV dan gen B11.
Tanda panah menunjukkan ukuran target; M: DNA ladder 100 pb, D: ddH2O, A:
plasmid pGWB5-B11, TL: DNA padi IR64 tipe liar.

Penapisan Biji Transgenik
Seleksi dilakukan untuk memilah biji yang transgenik dan biji yang nontransgenik. Seleksi dilakukan dengan menggunakan agen seleksi dari marka
seleksi gen hpt yaitu antibiotik higromisin. Sebelumnya telah dilakukan percobaan
seleksi dengan menggunakan biji padi IR64 tipe liar yang direndam pada larutan
higromisin konsentrasi 10 sampai 35 mg/l (gambar tidak dicantumkan). Pada
konsentrasi 10 mg/l biji padi IR64 tipe liar masih mampu berkecambah dan
menumbuhkan tajuk dan akar, sedangkan pada konsentrasi 15 mg/l biji padi hanya
menumbuhkan tajuk saja. Pada konsentrasi 20 mg/l biji padi IR64 tipe liar tidak
berkecambah sama sekali, begitu juga kondisi pada biji padi tipe liar yang
direndam dengan higromisin 25 mg/l, 30 mg/l, dan 35 mg/l. Dengan demikian,
konsentrasi higromisin terendah yang mampu menghambat pertumbuhan biji padi
IR64 tipe liar adalah 20 mg/l.
Biji padi transgenik dan biji padi tipe liar memperlihatkan perbedaan
pertumbuhan pada saat seleksi (Gambar 2). Biji padi transgenik pada perlakuan
higromisin 20 mg/l tumbuh bervariasi. Biji transgenik ada yang menumbuhkan
tajuk dan akar, tumbuh tajuknya saja, tumbuh akarnya saja atau tidak tumbuh
sama sekali (Gambar 2A). Kriteria biji yang dianggap toleran adalah biji yang
mampu menumbuhkan tajuk dan akar secara sempurna pada hari ke-5. Biji padi
tipe liar pada perlakuan higromisin 20 mg/l tidak ada yang berkecambah (Gambar
2C). Biji padi tipe liar pada perlakuan higromisin 0 mg/l berkecambah normal,
tajuknya berwarna hijau, akarnya tumbuh dengan baik dan memiliki akar seminal
dan lateral yang cukup banyak (Gambar 2D). Pertumbuhan kecambah padi
transgenik tidak sebaik padi tipe liar. Tajuk padi transgenik berwarna hijau
kekuningan, ukurannya lebih pendek dibandingkan tajuk padi tipe liar. Sebagian
besar kecambah padi transgenik hanya menumbuhkan akar utama saja yang
ukurannya lebih pendek dibandingkan dengan padi tipe liar, akar lateral dan akar
seminalnya sedikit dan ukurannya sangat pendek (Gambar 2B). Keadaan yang
demikian berlaku untuk seleksi biji pada generasi T1, T2, dan T3.

6

B
A

C

D

Gambar 2 Perbedaan pertumbuhan biji padi IR64 tipe liar dan biji padi IR64 transgenik pada
hari ke-9 setelah perlakuan. A: kecambah padi transgenik pada perlakuan
higromisin 20 mg/l, B: pertumbuhan tajuk dan akar kecambah padi transgenik, C:
biji IR64 tipe liar pada perlakuan higromisin 20 mg/l, D: kecambah padi IR64 tipe
liar pada perlakuan higromisin 0 mg/l.

Segregasi Gen hpt dan Gen B11
Pola segregasi pada generasi T1
Analisis pola segregasi gen B11 dilakukan secara tidak langsung dengan
melihat segregasi dari gen hpt. Apabila gen sisipan terintegrasi satu copy pada
kromosom tanaman, maka segregrasi gen tersebut akan mengikuti model
pewarisan gen tunggal dengan rasio kecambah toleran banding sensitif adalah 3:1
(nilai χ2 hitung lebih kecil dari χ2 tabel). Pada biji T1 diharapkan akan
mendapatkan nomor yang memenuhi perbandingan 3:1. Hasil uji khi-kuadrat pada
Tabel 1 menunjukkan bahwa T1 IR64-4-7 (biji dari malai ke-7 T0 IR64-4) dan T1
IR64-4-8 (biji dari malai ke-8 T0 IR64-4) memenuhi nisbah 3:1.
Tabel 1 Segregasi biji IR64-4 generasi T1 yang diseleksi dengan antibiotik higromisin
Nomor Biji
T1 IR64-4-7
T1 IR64-4-8
χ2 tabel = 3.841

Jumlah biji yang
diseleksi
20
20

Jumlah biji
toleran
18
17

Jumlah biji
sensitif
2
3

χ2 (3:1)
2.4
1.067

Pola segregasi pada generasi T2
Seleksi biji pada generasi T2 diharapkan akan mendapatkan nomor biji yang
homozigot dominan. Segregasi biji generasi T2 ditampilkan pada Tabel 2. Empat
nomor T2 yaitu T2 IR64-4-7-23, T2 IR64-4-8-2, T2 IR64-4-8-12, dan T2 IR64-48-15 sekitar 90% dari total bijinya yang diseleksi toleran. Empat nomor tersebut
diduga memiliki gen B11 yang homozigot walaupun masih terdapat beberapa
bijinya yang sensitif. Selain nomor diatas, terdapat lima nomor T2 yang
memenuhi nisbah 3:1 yaitu T2 IR64-4-7-4, T2 IR64-4-7-8, T2 IR64-4-7-19, T2
IR64-4-7-22, dan T2 IR64-4-8-14. Nomor-nomor tersebut masih dengan gen B11
dalam kondisi heterozigot.

7
Tabel 2 Segregasi biji IR64-4 generasi T2 yang diseleksi dengan antibiotik higromisin
Nomor Biji
T2 IR64-4-7-4
T2 IR64-4-7-8
T2 IR64-4-7-15
T2 IR64-4-7-18
T2 IR64-4-7-19
T2 IR64-4-7-22
T2 IR64-4-7-23
T2 IR64-4-8-2
T2 IR64-4-8-9
T2 IR64-4-8-12
T2 IR64-4-8-14
T2 IR64-4-8-15
χ2 tabel = 3.841

Jumlah biji yang
diseleksi
89
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100

Jumlah biji
toleran
72
79
56
59
79
75
90
90
36
91
75
93

Jumlah biji
sensitif
17
21
44
41
21
25
10
10
64
9
25
7

χ2 (3:1)
1.65
0.85
19.25
13.65
0.85
0
12
12
81.12
13.65
0
17.23

Pola segregasi pada generasi T3
Penapisan biji T3 pada penelitian ini baru dilakukan pada biji yang
dihasilkan tanaman T2 IR64-4-7-4. Sebagian besar biji T3 yang dihasilkan
tanaman T2 IR64-4-7-4 masih heterozigot karena bersegregasi dengan nisbah 3:1,
hanya dua nomor biji yang mendekati homozigot yaitu T3 IR64-4-7-4-13-36 dan
T3 IR64-4-7-4-13-38. Hasil uji khi-kuadrat 3:1 generasi T3 dapat dilihat pada
Tabel 3. Terdapat enam nomor yang memenuhi perbandingan 3:1 yaitu T3 IR64
4-7-4-11-26, T3 IR64 4-7-4-11-30, T3 IR64 4-7-4-11-31, T3 IR64 4-7-4-11-33,
T3 IR64 4-7-4-11-35, dan T3 IR64 4-7-4-13-30.
Tabel 3 Segregasi biji IR64-4 generasi T3 yang diseleksi dengan antibiotik higromisin
Nomor biji
T3 IR64-4-7-4-11-26
T3 IR64-4-7-4-11-30
T3 IR64-4-7-4-11-31
T3 IR64-4-7-4-11-32
T3 IR64-4-7-4-11-33
T3 IR64-4-7-4-11-34
T3 IR64-4-7-4-11-35
T3 IR64-4-7-4-11-36
T3 IR64 4-7-4-11-37
T3 IR64 4-7-4-13-30
T3 IR64 4-7-4-13-33
T3 IR64 4-7-4-13-35
T3 IR64-4-7-4-13-36
T3 IR64 4-7-4-13-37
T3 IR64 4-7-4-13-38
χ2 tabel = 3.841

Jumlah biji yang
diseleksi
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100

Jumlah biji
Toleran
70
81
69
52
78
52
75
19
22
68
47
43
97
44
90

Jumlah biji
Sensitif
30
19
31
48
22
48
25
81
78
32
53
57
3
56
10

χ2 (3:1)
1.33
1.92
1.92
28.21
0.48
28.21
0
167.25
149.81
2.61
41.81
54.61
48.213
51.25
12

8
Verifikasi Sisipan Gen pada Tanaman T1 dan T2
Verifikasi sisipan gen hpt
Verifikasi gen hpt pada penelitian ini baru dilakukan pada tanaman yang
lolos seleksi antibiotik dari biji T1 IR64-4-7, T1 IR64-4-8, T2 IR64-7-4 dari biji
malai ke-11 (T2 IR64-4-7-4-11) dan malai ke-13 (T2 IR64-4-7-4-13). Total
tanaman yang lolos sebanyak 107 tanaman, namun yang mampu bertahan hidup
setelah proses aklimatisasi hanya 40 tanaman terdiri atas 15 tanaman T1 dan 25
tanaman T2. Hasil verifikasi sisipan gen hpt pada tanaman T1 dan T2 dapat dilihat
pada Gambar 3.
T1 IR64-4-7-

T1 IR64-4-8-

T2 IR64-4-7-4-11-

M D A TL 8 15 17 18 19 20 21 22 23 2 8 9 12 14 15 M D A TL 10 16 23 26 30 31 32 33 34 35 36 37 38

600pb
500pb

T2 IR64-4-7-4-13M D A TL 14 17 22 30 31 32 33 34 35 36 37 38

Gambar 3

Hasil amplifikasi DNA tanaman transgenik IR64 generasi T1 dan T2 dengan
menggunakan primer yang didesain dari sekuen gen hpt. Tanda panah menunjukkan
ukuran target; M: DNA ladder 100 pb, D: ddH2O, A: plasmid pGWB5-B11, TL:
DNA padi IR64 tipe liar; angka pada setiap kolom dari gel menunjukkan nomor
tanaman.

Hasil PCR menggunakan pasangan primer HPT-F dan HPT-R
memperlihatkan bahwa sebagian besar tanaman T1 dan T2 sudah tersisipi gen hpt.
Terdapat dua tanaman T1 yang tidak membawa gen hpt yaitu T1 IR64-4-7-17 dan
T1 IR64-4-7-20, sedangkan untuk tanaman T2 terdapat 2 tanaman yaitu T2 IR644-7-4-11-38 dan T2 IR64-4-7-4-13-31. Selain pita target, pada hasil PCR juga
terdapat beberapa pita lain yang ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan pita
target yaitu sekitar 250 pb, 200 pb, dan 100 pb. Pita-pita tersebut hanya ditemukan
pada hasil amplifikasi DNA tanaman transgenik dan tidak ditemukan pada hasil
amplifikasi DNA tanaman tipe liar maupun pada plasmid pGWB5-B11.

9
Verifikasi sisipan gen B11
Hasil verifikasi sisipan gen B11 dapat dilihat pada Gambar 4. Sebagian
besar tanaman T1 dan T2 sudah tersisipi gen B11. Terdapat satu tanaman T1 yang
tidak positif yaitu T1 IR64-4-7-17, sedangkan tanaman T2 terdapat 9 tanaman.
Tanaman T2 yang tidak membawa sisipan gen B11 adalah T2 IR64-4-7-4-11-10,
T2 IR64-4-7-4-11-16, T2 IR64-4-7-4-11-23, T2 IR64-4-7-4-13-14, T2 IR64-4-74-13-17, T2 IR64-4-7-4-13-22, T2 IR64-4-7-4-13-31, T2 IR64-4-7-4-13-32, dan
T2 IR64-4-7-4-13-34. Pita DNA bukan target juga ditemukan pada hasil
amplifikasi DNA tanaman transgenik dengan ukuran sekitar 100 pb dan 80 pb.
Keadaannya sama dengan hasil verifikasi gen hpt, pita tersebut tidak ditemukan
pada hasil amplifikasi DNA tanaman tipe liar maupun pada plasmid pGWB5-B11.
T1 IR64-4-7-

T1 IR64-4-8-

M D A TL 8 15 17 18 19 20 21 22 23 2 8 9 12 14 15

T2 IR64-4-7-4-11M D A TL 10 16 23 26 30 31 32 33 34 35 36 37 38

300pb
200pb
T2 IR64-4-7-4-13M D A TL 14 17 22 30 31 32 33 34 35 36 37 38

Gambar 4 Hasil amplifikasi DNA tanaman transgenik IR64 generasi T1 dan T2 dengan
menggunakan primer yang didesain dari sekuen promoter 35S CaMV dan gen B11.
Tanda panah menunjukkan ukuran target; M: DNA ladder 100 pb, D: ddH2O, A:
plasmid pGWB5-B11, TL: DNA padi IR64 tipe liar; angka pada setiap kolom dari
gel menunjukkan nomor tanaman.

Apabila hasil verifikasi digabungkan maka terdapat 13 tanaman T1 dan 15
tanaman T2 yang membawa gen hpt dan gen B11, sedangkan yang tidak
membawa kedua gen tersebut ada dua tanaman yaitu T1 IR64-4-7-17 dan T2
IR64-4-7-4-13-31. Sisa tanaman lainnya hanya membawa gen hpt atau gen B11
saja. Delapan tanaman yang hanya membawa gen hpt, yaitu T2 IR64-4-7-4-11-10,
T2 IR64-4-7-4-11-16, T2 IR64-4-7-4-11-23, T2 IR64-4-7-4-13-14, T2 IR64-4-74-13-17, T2 IR64-4-7-4-13-22, T2 IR64-4-7-4-13-32, dan T2 IR64-4-7-4-13-34,
sedangkan yang hanya membawa gen B11 terdapat 2 tanaman yaitu T1 IR64-4-720 dan T2 IR64-4-7-4-11-38.
Karakter Vegetatif dan Reproduktif Tanaman T1 dan T2
Karakter vegetatif dan reproduktif tanaman transgenik tidak berbeda
dengan tipe liarnya. Secara keseluruhan tinggi tanaman transgenik relatif lebih
tinggi. Tanaman transgenik memiliki jumlah anakan yang lebih sedikit
dibandingkan tanaman tipe liar, tetapi jumlah anakan produktifnya relatif sama.
Umur berbunga tanaman transgenik relatif lebih lama, walaupun beberapa nomor

10
berbunga lebih cepat. Panjang malai tanaman transgenik relatif sama dengan
tanaman tipe liar. Rata-rata jumlah biji bernas per malai tanaman transgenik relatif
lebih tinggi dan jumlah biji hampa per malainya relatif lebih rendah. Rata-rata
bobot biji per malai tanaman transgenik secara keseluruhan relatif sama dengan
tanaman tipe liar. Pada beberapa nomor rata-rata bobot biji per malainya rendah
karena jumlah biji bernas per malainya rendah, namun bobot per 100 bijinya
secara keseluruhan relatif sama dibandingkan tanaman tipe liar. Karakter vegetatif
dan reproduktif tanaman padi transgenik generasi T1 dan T2 yang mendekati
homozigot dan yang memenuhi nisbah 3:1 pada seleksi antibiotik disajikan pada
Tabel 4.
Tabel 4 Karakter pertumbuhan tanaman transgenik generasi T1 dan T2 yang mendekati
homozigot dan yang memenuhi nisbah 3:1 pada seleksi antibiotik
Nomor
Tanaman
Tipe liar
T1 IR64-4-7-8
T1 IR64-4-7-19
T1 IR64-4-7-22
T1 IR64-4-7-23
T1 IR64-4-8-2
T1 IR64-4-8-12
T1 IR64-4-8-14
T1 IR64-4-8-15
T2 IR64-4-7-4-11-26
T2 IR64-4-7-4-11-30
T2 IR64-4-7-4-11-31
T2 IR64-4-7-4-11-33
T2 IR64-4-7-4-11-35
T2 IR64-4-7-4-13-30
T2 IR64-4-7-4-13-36
T2 IR64-4-7-4-13-38

Karakter vegetatif

Karakter reproduktif

TT (cm)

JA

UB
(hari)

JAP

PM
(cm)

JBI

JBH

BBM
(g)

BB 100
(g)

83.2
81.0
87.0
89.0
88.5
78.4
84.8
87.3
83.4
85.8
85.5
86.2
78.6
82.2
83.1
94.6
86.7

9
5
6
6
8
6
7
8
7
8
8
6
6
7
8
13
8

70
75
72
72
72
78
73
68
72
82
72
72
68
72
72
74
71

7
5
6
6
6
6
5
7
7
8
8
6
4
7
5
10
6

21.4
21.7
22.2
22.8
22.4
22.2
21.5
20.8
21.5
23.2
21.6
21.9
22.3
19.0
20.9
22.8
20.9

48
45
66
56
58
41
30
34
39
52
56
46
59
28
59
76
27

38
49
26
46
29
42
51
59
51
42
48
43
22
35
28
36
50

1.2863
0.9980
1.5500
1.2763
1.2702
0.8625
0.6124
0.7053
0.7727
1.1699
1.2086
0.8655
1.2786
0.5944
1.2524
1.8145
0.5650

2.3662
2.4142
2.3614
2.4258
2.2811
2.2889
2.3281
2.2254
2.1721
2.3749
2.2435
2.2493
2.3429
2.3250
2.2191
2.4013
2.2118

Keterangan: TT: tinggi tanaman, JA: jumlah anakan, UB: umur berbunga, JAP: jumlah anakan
produktif, PM: rata-rata panjang malai, JBI: rata-rata jumlah biji isi per malai, JBH:
rata-rata jumlah biji hampa per malai, BBM: rata-rata bobot biji per malai, BB 100:
bobot per 100 biji.

PEMBAHASAN
Uji sisipan gen B11 pada penelitian ini mengikutsertakan promoter 35S
CaMV sebagai sekuen DNA sasaran pengecekan. Hal tersebut dilakukan karena
padi IR64 tipe liar memiliki gen B11 indigenous. Gen B11 pada padi IR64 dan
Hawara Bunar mempunyai ekspresi yang up-regulated oleh cekaman Al, hanya
ekspresi gen B11 pada Hawara Bunar lebih tinggi dibandingkan IR64 (Roslim
2011). Verifikasi gen B11 menggunakan primer yang didesain dari sekuen gen
B11 saja memungkinkan gen B11 indigenous ikut teramplifikasi sehingga akan
sulit dibedakan antara tanaman yang transgenik dengan tanaman yang nontransgenik. Sekuen yang dapat membedakan gen B11 sisipan dengan gen B11

11
indigenous adalah pada promoter gennya. Gen B11 yang disisipkan menggunakan
promoter 35S CaMV yang tidak terdapat pada tanaman tipe liar. Promoter ini
bersifat konstitutif sehingga gen tersebut akan diekspresikan secara terus menerus
dan tidak tergantung kondisi lingkungan (Kay et al. 1987).
Analisis sisipan per anakan diperlukan pada tanaman generasi T0 karena
adanya potensi kimera. Hasil penelitian Pambudi (2012) memperlihatkan bahwa
sebagian besar tanaman transgenik generasi T0 beberapa varietas padi hasil
infeksi in-planta kimera. Kimera merupakan salah satu kelemahan dari proses
transformasi secara in-planta pada padi. Kimera adalah kondisi dimana tanaman
hasil transformasi sebagian transgenik dan sebagian tidak. Hal ini terjadi karena
jarum infeksi melukai sel bukan pada bagian meristem melainkan sel yang sudah
terdiferensiasi (Supartana et al. 2005).
Tanaman T1 sebenarnya tidak diperlukan uji sisipan per anakan karena
bukan tanaman yang berasal dari biji yang ditransformasi langsung melainkan dari
biji yang dihasilkan dari tanaman T0. Adanya anakan yang tidak positif pada
tanaman T1 kemungkinan disebabkan karena konsentrasi DNA yang digunakan
untuk PCR tidak cukup. Teknik analisis menggunakan PCR membutuhkan DNA
dalam jumlah yang cukup dengan kualitas yang baik. Kualitas dan kuantitas DNA
yang yang kurang baik dapat mempengaruhi hasil amplifikasi dan intensitas pita
DNA pada elektroforesis menjadi tidak jelas (Restu et al. 2012). Kuantitas DNA
T1 yang kurang mungkin disebabkan karena daun yang digunakan untuk bahan
isolasi DNA sudah tua dan mulai menguning. Prayitno dan Nuryandani (2011)
menyebutkan bahwa semakin tua daun yang digunakan untuk bahan isolasi maka
kuantitas DNA yang didapatkan semakin menurun. Pada daun tua proses
pembelahan sel sudah menurun, sedangkan pada daun yang mulai menguning
proses pembelahan mungkin telah berhenti dan sel-selnya telah mati (Salisbury
dan Ross 1995). Hal tersebut menyebabkan jumlah DNA genom yang terisolasi
sangat sedikit.
Higromisin 20 mg/l efektif digunakan untuk seleksi biji transgenik IR64.
Higromisin merupakan agen seleksi dari marka seleksi gen hpt yang disisipkan
pada konstruksi gen B11. Gen hpt merupakan contoh marka seleksi negatif yang
dapat mematikan sel-sel peka sedangkan sel yang tertransformasi akan bertahan
hidup. Efektifitas dari suatu agen seleksi salah satunya dipengaruhi oleh
konsentrasi. Menurut Bashir et al. (2004), konsentrasi yang efektif digunakan
untuk seleksi adalah konsentrasi toksik terendah yang mampu menekan
pertumbuhan sel-sel peka sehingga tidak menyebabkan efek yang negatif untuk
pertumbuhan sel-sel yang tertransformasi.
Biji padi transgenik mampu berkecambah pada media higromisin 20 mg/l
sedangkan yang non-transgenik tidak berkecambah sama sekali. Antibiotik
higromisin bekerja dengan cara menghambat sintesis protein, mengganggu
translokasi dan menyebabkan kesalahan penerjemahan di ribosom 80S sehingga
menyebabkan kematian pada biji non-transgenik (Bashir et al. 2004). Tanaman
transgenik mampu tumbuh karena mengekspresikan gen hpt yang mengkode
enzim hygromycin phosphotransferase (HPT) (Zalacain et al. 1986). Enzim HPT
dapat menginaktivasi antibiotik higromisin dengan mekanisme fosforilasi (Pardo
et al. 1985).
Pertumbuhan padi transgenik pada media antibiotik tidak sebaik seperti
pertumbuhan padi IR64 tipe liar pada media tanpa antibiotik. Warna kekuningan

12
pada tajuk dan panjang akar yang pendek diduga disebabkan karena pengaruh
higromisin. Bibi et al. (2013) melaporkan bahwa perlakuan antibiotik higromisin
mengakibatkan perubahan warna daun kapas dari hijau menjadi kuning serta
mengakibatkan penurunan panjang akar. Pertumbuhan tanaman transgenik yang
terhambat kemungkinan disebabkan karena ATP yang digunakan untuk
pertumbuhan kecambah sebagian digunakan untuk fosforilasi pada proses
inaktivasi higromisin. ATP pada biji digunakan untuk mendukung proses
metabolisme yang penting untuk perkecambahan yang mulai dibentuk ketika biji
mengalami imbibisi. Alokasi ATP untuk inaktivasi higromisin dapat
menyebabkan proses metabolisme seperti sintesis RNA dan protein menurun.
Pada biji, penurunan kapasitas sintesis RNA dan protein dapat mengakibatkan
penurunan pertumbuhan setelah perkecambahan salah satunya penurunan panjang
akar (Bewley dan Black 1985).
Apabila gen sisipan terintegrasi satu copy pada tanaman T0 IR64-4 maka
segregasi gen sisipan akan mengikuti model monohibrid mendel. Biji T1 yang
dihasilkan akan memenuhi perbandingan 3:1 ketika diseleksi dengan antibiotik.
Biji T1 yang lolos seleksi memiliki 2 macam kemungkinan genotipe gen sisipan,
homozigot dominan atau heterozigot. Apabila biji tersebut bergenotipe homozigot
dominan, maka akan menghasilkan biji T2 dengan genotipe homozigot dominan.
Biji yang dihasilkan dari tanaman yang bergenotipe homozigot dominan akan
tumbuh 100% dari total biji saat diseleksi. Apabila biji T1 bergenotipe
heterozigot, maka biji T2 akan bersegregasi kembali dengan nisbah 3:1. Biji T1
yang dihasilkan tanaman T0 IR64-4 memenuhi perbandingan 3:1 pada saat seleksi
antibiotik. Beberapa biji T1 yang lolos seleksi diduga bergenotipe homozigot
dominan karena empat nomor biji T2 yang dihasilkan sekitar 90% bijinya toleran.
Lima nomor T2 lain dihasilkan dari biji T1 yang heterozigot karena masih
bersegregasi dengan nisbah 3:1. Salah satu nomor biji T2 yang memenuhi nisbah
3:1 adalah T2 IR64-4-7-4. Biji generasi T3 yang dihasilkan T2 IR64-4-7-4
sebagian besar masih heterozigot, hanya dua nomor yang mendekati homozigot
yaitu T3 IR64-4-7-4-13-36 dan T3 IR64-4-7-4-13-38.
Beberapa nomor biji T2 dan T3 tidak bersegregasi dengan perbandingan
3:1. Menurut Pambudi (2012), kehampaan biji yang cukup tinggi dapat menjadi
salah satu penyebabnya. Jumlah biji hampa pada semua nomor tanaman cukup
tinggi, jumlahnya hampir sama dengan jumlah biji bernas (data tidak
dicantumkan). Perhitungan segregasi seharusnya dilakukan pada keseluruhan biji
termasuk biji hampa. Biji hampa menyebabkan perbedaan perhitungan yang
seharusnya tumbuh maupun tidak tumbuh pada saat seleksi sehingga dapat
mengubah nilai perbandingan. Selain kehampaan biji, faktor lain yang dapat
berpengaruh adalah viabilitas biji. Biji yang tidak berkecambah pada saat seleksi
terdapat kemungkinan karena biji tidak viabel. Menurut Bewley dan Black (1985),
salah satu penyebab biji menjadi tidak viabel adalah karena waktu pemanenan.
Pada padi, biji pada malai bagian atas secara fisiologis akan matang lebih dahulu
dibandingkan biji pada malai bagian bawah sehingga apabila dipanen dalam
waktu bersamaan biji pada bagian bawah berpotensi tidak viabel karena belum
matang sempurna. Penyebab kegagalan perkecambahan biji saat seleksi karena
antibiotik atau karena viabilitas biji tidak dapat dikonfirmasi karena tidak
dilakukan uji viabilitas sebelum perlakuan.

13
Beberapa nomor tanaman hanya positif pada uji insersi salah satu gen target.
Hal ini menandakan bahwa T-DNA tersisip secara parsial pada tanaman tersebut.
Proses pemindahan T-DNA dari Agrobacterium tumefaciens ke tanaman inang
merupakan proses yang kompleks yang melibatkan banyak gen pengatur virulensi
(vir) dalam operon vir dan interaksinya dengan gen dari tanaman inang (Nester et
al. 2005). Ketika dipindahkan ke sel inang, T-DNA akan mengalami beberapa
proses penataan ulang seperti rekombinasi, replikasi, dan aktivitas perbaikan
sebelum terintegrasi ke genom tanaman (Zambryski 1988). Proses tersebut
berpotensi mengakibatkan bagian-bagian T-DNA menjadi tidak utuh sehingga gen
sisipan terintegrasi sebagian.
Analisis sisipan gen B11 dan gen hpt memperlihatkan bahwa lebih banyak
tanaman yang tidak positif membawa gen B11. Gen B11 pada konstruk T-DNA
berada pada daerah right border (RB) sedangkan gen hpt berada pada daerah left
border (LB). Kehilangan basa pada daerah RB T-DNA jarang dilaporkan. Pada
sebagian besar tanaman transgenik, peluang terjadinya kehilangan basa pada
daerah LB biasanya lebih besar dibandingkan dengan daerah RB (Windels et al.
2008). Kehilangan sekuen basa pada daerah RB dilaporkan oleh Chen et al.
(2011) dari hasil analisis sekuen pengapit pada tanaman transgenik Brassica
napus, memperlihatkan bahwa telah terjadi delesi 62 basa pada daerah RB. Selain
delesi juga terjadi substitusi basa pada daerah LB. Hal serupa juga dilaporkan oleh
Krizkova dan Hrouda (1988), pada tanaman tembakau. Bagian daerah RB T-DNA
yang hilang pada tembakau lebih besar daripada daerah LB. Delesi dan substitusi
pada T-DNA dapat berpengaruh pada proses amplifikasi. Amplifikasi dapat
mengalami kegagalan apabila delesi atau substitusi tersebut terjadi pada DNA
target terutama pada daerah penempelan primer.
Hasil amplifikasi DNA tanaman transgenik pada uji sisipan gen hpt maupun
gen B11 menghasilkan pita DNA yang tidak spesifik. Pita tersebut diduga
merupakan hasil amplifikasi tidak spesifik pada DNA target karena pita tersebut
tidak ditemukan pada hasil amplifikasi DNA tanaman tipe liar. Amplifikasi tidak
spesifik terjadi salah satunya karena primer menempel pada situs yang tidak tepat
(Cha dan Thilly 1993). Hal ini dapat terjadi apabila sekuen basa primer memiliki
homologi dengan sekuen DNA target terutama pada bagian ujung 3’. Dugaan ini
dapat diperjelas dengan cara menyejajarkan sekuen DNA target dengan sekuen
primer. Hasil penyejajaran dengan menggunakan program Clustal X
memperlihatkan bahwa sekuen primer 35S Nakajima-F memiliki kemiripan pada
basa ke-157 sampai 182 dan basa ke-188 sampai 212 gen B11 (Lampiran 3).
Apabila primer 35S Nakajima-F menempel pada situs tersebut maka akan
dihasilkan pita dengan ukuran sekitar 112 pb an 81 pb. Begitu juga yang terjadi
pada hasil amplifikasi gen hpt. Primer HPT-F dan HPT-R memiliki kemiripan
pada beberapa situs gen hpt (Lampiran 4). Hasil amplifikasi beberapa kombinasi
situs penempelan primer yang tidak spesifik berukuran sekitar 250 pb, 200 pb,
dan 100 pb.
Penempelan primer pada situs yang tidak spesifik salah satunya diakibatkan
karena suhu annealing yang tidak optimum. Suhu 60oC yang digunakan diambil
dari hasil optimasi PCR dengan cetakan berupa plasmid pGWB5-B11. Pita tidak
spesifik pada hasil amplifikasi DNA tanaman transgenik kemungkinan muncul
karena suhu annealing yang optimum untuk amplifikasi dengan cetakan DNA
tanaman berbeda dengan cetakan plasmid. Menurut Cha dan Thilly (1993), ukuran

14
DNA cetakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efisiensi PCR.
PCR dengan DNA cetakan yang berukuran kecil seperti plasmid akan lebih efisien
dibandingkan dengan PCR menggunakan DNA cetakan yang berukuran besar
seperti DNA genom tanaman.
Hasil verifikasi sisipan gen hpt memperlihatkan bahwa terdapat tanaman
yang lolos seleksi antibiotik namun tidak positif membawa gen hpt. Tanaman
non-transgenik yang lolos seleksi dihasilkan pada proses penapisan sebelum
menggunakan metode seperti yang diuraikan Yanagisawa et al. (2004). Hal ini
kemungkinan terjadi karena pemberian perlakuan higromisin pada tahap
perkecambahan yang tidak tepat. Pada metode yang diuraikan Yanagisawa et al.
(2004), higromisin diberikan ketika biji melakukan imbibisi. Higromisin yang
terserap embrio bersama air akan menghambat proses sintesis protein sehingga
biji non-transgenik akan mengalami kegagalan perkecambahan. Pada metode yang
digunakan sebelumnya, higromisin diberikan ketika biji sudah berkecambah. Pada
tahap ini kecambah sudah memiliki cukup energi untuk tumbuh sehingga
walaupun ditumbuhkan dalam media yang mengandung higromisin tidak akan
langsung mengalami kematian. Dengan demikian, seleksi menggunakan
higromisin yang diaplikasikan pada saat awal perkecambahan ini lebih efektif.
Menurut Htwe et al. (2014), konsentrasi higromisin 20 mg/l tergolong konsentrasi
yang rendah sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk menyeleksi. Seleksi
hanya dilakukan hingga hari ke-7 karena tanaman yang sudah berkecambah mulai
mengalami klorosis. Waktu seleksi yang singkat tersebut memberikan peluang
tanaman non-transgenik untuk lolos, bahkan beberapa padi tipe liar masih tumbuh
hingga hari ke-7 walaupun pertumbuhannya tidak sebaik kecambah padi
transgenik.
Karakter vegetatif dan generatif perlu diamati untuk membandingkan
pertumbuhan tanaman transgenik dengan tipe liarnya. Padi transgenik diharapkan
akan memiliki pertumbuhan yang lebih baik dari tipe liarnya. Fase vegetatif pada
tanaman padi dimulai dari perkecambahan hingga inisiasi pembentukan malai.
Pertumbuhan pada fase vegetatif dicirikan dengan peningkatan tinggi tanaman dan
pembentukan anakan. Pertumbuhan pada fase ini penting diamati karena
mempengaruhi tiga komponen hasil yaitu jumlah malai, produksi biji per malai,
dan bobot per biji (Moldenhauer dan Slaton 2014). Tinggi tanaman transgenik
relatif lebih tinggi, namun jumlah anakannya lebih sedikit dibandingkan tipe liar.
Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan Rahayu & Harjoso (2010) bahwa tinggi
tanaman pada padi menunjukkan nilai yang bertolak belakang dengan jumlah
anakan, tanaman padi yang tinggi cenderung memiliki jumlah anakan yang sedikit
begitu juga sebaliknya.
Peralihan fase vegetatif menuju fase generatif pada tanaman padi ditandai
dengan munculnya malai. Umur berbunga perlu diamati karena berkorelasi positif
dengan umur panen yang artinya semakin cepat waktu berbunga maka semakin
cepat waktu panennya (Chandrasari et al. 2012). Anakan produktif adalah anakan
yang menghasilkan malai. Pada padi tipe liar dan beberapa padi transgenik jumlah
anakan produktifnya lebih sedikit dibandingkan jumlah anakan karena beberapa
anakan mati sehingga tidak menghasilkan malai. Pada umumnya anakan yang
mati adalah anakan yang muncul terakhir karena adanya efek kompetisi
(Moldenhauer dan Slaton 2014). Jumlah anakan produktif merupakan komponen

15
yang penting karena berpengaruh terhadap produksi yang mampu dihasilkan oleh
tanaman padi (Chandrasari et al. 2012).
Selain jumlah anakan produktif, produksi suatu tanaman padi juga
didukung oleh panjang dari malai padi, jumlah biji, dan bobot biji. Panjang malai
menentukan seberapa banyak biji yang mampu dihasilkan per malainya. Malai
yang lebih panjang dapat menampung biji lebih banyak sehingga produksi biji per
malainya lebih banyak. Biji hampa dihasilkan apabila suplai asimilat ke biji
berkurang karena kemampuan metabolisme tanaman yang menurun. Kurangnya
suplai asimilat ke biji juga dapat mengakibatkan bobot biji menjadi rendah
(Manurung dan Ismunadji 1988). Kehampaan biji padi transgenik yang tinggi
pada penelitian ini kemungkinan bukan disebabkan karena pertumbuhan tanaman
yang terganggu melainkan karena serangan hama walang sangit. Hal ini diperkuat
dengan nilai bobot biji padi transgenik yang hampir sama dengan bobot biji padi
IR64 tipe liar.

SIMPULAN
Gen B11 telah terintegrasi pada tanaman transgenik IR64 generasi T0, T1,
dan T2. Integrasi gen B11 pada padi T0 IR64-4 tidak kimera. Higromisin 20 mg/l
efektif digunakan sebagai agen seleksi padi transgenik IR64. Seleksi biji
transgenik dengan higromisin efektif dilakukan pada saat biji melakukan imbibisi.
Pertumbuhan tanaman transgenik pada media higromisin 20 mg/l tidak sebaik
tanaman kontrol pada media higromisin 0 mg/l. Rasio toleran dan sensitif
antibiotik pada T1 dan beberapa populasi T2 dan T3 adalah 3:1. Beberapa nomor
pada populasi T2 dan T3 sudah homozigot terhadap gen B11. Uji sisipan gen B11
dan gen hpt masih terjadi amplifikasi yang tidak spesifik. Pertumbuhan padi
transgenik tidak berbeda dengan padi IR64 tipe liar berdasarkan karakter vegetatif
dan reproduktifnya.

DAFTAR PUSTAKA
Bashir K, Rafiq M, Fatima T, Husnain T, Riazuddin S. 2004. Hygromycin based
selection of transformants in a local inbred line of Zea mays (L). Pak J Biol
Sci. 7(3): 318-323.
Bewley JD, Black M. 1985. Seeds Physiology of Development and Germination.
New York (USA): Plenum Press.
Bibi N, Fan K, Yuan S, Ni M, Ahmed IM, Malik W, Wang X. 2013. An efficient
and highly reproducible approach for selection of upland transgenic cotton
produced by pollen tube pathway method. AJCS. 7(11): 1714-1722.
Cha RS, Thilly WG. 1993. Specificity, efficiency, and fidelity of PCR. Genome
Res. 3: 18-29.
Chandrasari SE, Nasrullah, Sutardi. 2012. Uji daya hasil delapan galur harapan
padi sawah (Oryza sativa L.) Vegetalika. 1(2): 999-107.

16
Chen S, Zhang J, Pu H, Shen A, Zhou X, Long W, Hu M, Qi C. 2011. Analysis of
insertion copy number and integration site of T-DNA in the genome of
transgenic high oleic rapeseed (Brassica napus L.). Plant Gene Trait. 2(3):
15-22. doi 10.5376/ptg.2011.02.0003.
Hartatik W, Sulaeman, Kasno A. 2007. Perubahan sifat kimia tanah dan
ameliorasi sawah bukaan baru. Di dalam: Agus F, Santoso D, Wahyunto,
editor. Lahan Sawah Bukaan Baru. Bogor (ID): Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. hlm 53-75.
Hikmatullah, Sawiyo, Suharta N. 2002. Potensi dan kendala pengembangan
sumber daya lahan untuk pencetakan sawah irigasi di luar jawa. Litbang
Pertanian. 21(4): 115-123.
Htwe NN, Ling HC, Zaman FQ, Maziah M. 2014. Plant genetic transformation
efficiency of selected malaysian rice based on selectable marker gene
(hptII). Pak J Biol Sci. 17(4): 472-481. doi 10.3923/pjbs.2014.472.481.
Kay R,