Prioritas Pengembangan Hutan Kota di Jakarta Selatan

PRIORITAS PENGEMBANGAN HUTAN KOTA DI JAKARTA
SELATAN

AYU PRADHIPTA DIZA

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penentuan Prioritas
Pengembangan Hutan Kota di Jakarta Selatan adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2014
Ayu Pradhipta Diza
NIM E34090095

ABSTRAK
AYU PRADHIPTA DIZA. Prioritas Pengembangan Hutan Kota di Jakarta Selatan.
Dibimbing oleh RACHMAD HERMAWAN dan LILIK BUDI PRASETYO.
Jakarta Selatan merupakan salah satu kotamadya padat penduduk di DKI
Jakarta. Peningkatan urbanisasi menyebabkan lahan RTH terdegradasi sehingga
akan mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan seperti polusi udara dan
peningkatan suhu. Hutan kota merupakan RTH yang mampu mengembalikan
keseimbangan dan kenyamanan lingkungan perkotaan. Penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui potensi RTH yang dapat dijadikan hutan kota dan lokasi prioritas
RTH sebagai hutan kota di Jakarta Selatan. Kriteria dalam pemilihan kawasan
prioritas menggunakan variabel suhu permukaan dan polutan udara dan hasil
digolongkan ke dalam 3 kelas prioritas. Lokasi prioritas hutan kota merupakan
ketersediaan RTH yang masuk ke dalam kelas prioritas tersebut. Hasil penelitian
ini menunjukkan kawasan prioritas pada kelas pertama sebesar 1269.86 Ha (8.72%),
kelas kedua sebesar 7076.55 Ha (48.61%) dan kelas ketiga sebesar 6210.03 Ha (42.66%).


Ketersediaan RTH yang berada di kelas pertama sebesar 77.96 Ha, kelas prioritas
kedua sebesar 327.57 Ha dan kelas prioritas ketiga sebesar 983.61 Ha. Total RTH
yang ditemukan belum dapat mencapai 10% dari luas Jakarta Selatan dikarenakan
keterbatasan lahan dan alih fungsi lahan sebagai kawasan terbangun.
Kata kunci: hutan kota, lokasi prioritas, polutan udara, ruang terbuka hijau, suhu
permukaan.

ABSTRACT
AYU PRADHIPTA DIZA. Priority Urban Forest Development in South Jakarta.
Supervised by RACHMAD HERMAWAN and LILIK BUDI PRASETYO.
South Jakarta is one of the densely populated municipality in DKI Jakarta.
Increased urbanization causes degraded lands green space that will lead to
environmental degradation such as air pollution and rising temperatures. Urban
forest is one of green space that is capable of restoring the balance and healthy
urban environment. Criteria in the selection of priority areas using the variable
surface temperature and air pollutants and classified by three classes of priority.
Urban forest priority location is the availability of green space that goes into the
priority class . The results of this study indicate priority areas in the first class of
1269.86 ha ( 8.72 % ) , the second class of 7076.55 ha ( 48.61 % ) and the third
class of 6210.03 ha ( 42.66 % ) . The availability of green space that was in the first

priority class of 77.96 Ha , the second class of 327.57 Ha and class of 983.61 Ha .
Total green space can not be found to reach 10 % of the South Jakarta areas because
land limitation and convertion land use.
Keyword: air pollutants, green space, priority location, temperature, urban forest,
surface temperature.

PRIORITAS PENGEMBANGAN HUTAN KOTA DI JAKARTA
SELATAN

AYU PRADHIPTA DIZA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2014

Judul Skripsi : Prioritas Pengembangan Hutan Kota di Jakarta Selatan
Nama
: Ayu Pradhipta Diza
NIM
: E34090095

Disetujui oleh

Dr Ir Rachmad Hermawan, MSc
Pembimbing I

Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo, MSc
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2013 ini ialah
Pengembangan Hutan Kota, dengan judul Penentuan Prioritas Pengembangan
Lokasi Hutan Kota di Jakarta Selatan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Rachmad Hermawan dan
Bapak Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo selaku pembimbing, serta Ibu Dr Ir Siti
Badriyah Rushayati yang telah banyak memberi saran. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada teman-teman dari laboratorium Analisis Lingkungan dan
Pemodelan Spasial yang telah banyak membantu dalam penelitian ini dan temanteman angkatan 46 atas support dan doanya. Ayah, mama, serta seluruh keluarga,
atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2014
Ayu Pradhipta Diza


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2

METODE

2

Waktu dan Tempat Penelitian

2


Bahan

2

Alat

2

Prosedur Analisis Data

2

HASIL DAN PEMBAHASAN

11

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

11


Suhu Permukaan

13

Konsentrasi Polutan di Udara

15

Identifikasi Tutupan Lahan

21

Lokasi Prioritas Pengembangan Hutan Kota

24

SIMPULAN DAN SARAN

28


Simpulan

28

Saran

28

DAFTAR PUSTAKA

29

LAMPIRAN

30

DAFTAR TABEL
Konstanta K1 dan K2 untuk Band 10 Landsat 8 OLI TIRS
Kelas Suhu Permukaan di Jakarta Selatan

Kelas Konsentrasi Polutan Udara
Kelas Prioritas Konsentrasi Polutan Udara
Deskripsi kelas-kelas penutupan lahan hasil klasifikasi citra Ikonos
Kecamatan, Luas dan Jumlah Penduduk di Jakarta Selatan
Luas Suhu Permukaan pada Setiap Kecamatan di Jakarta Selatan
Luas Sebaran Konsentrasi NO2 di Jakarta Selatan
Luas Sebaran Konsentrasi SO2 di Jakarta Selatan
Luas Sebaran Konsentrasi TSP di Jakarta Selatan
Indeks Kualitas Udara TSP
Luas Sebaran Konsentrasi Polutan Pb di Jakarta Selatan
Luas Tutupan Lahan di Jakarta Selatan
Kelas Prioritas Pengembangan Hutan Kota di Jakarta Selatan
Kelas Prioritas Pengembangan Hutan Kota di Jakarta Selatan
Areal Potensi Pengembangan Hutan Kota di Jakarta Selatan
Areal Potensi Hutan Kota menurut Dinas Pertanian Provinsi DKI
Jakarta

4
4
7
7
8
11
13
15
17
18
18
20
21
24
25
26
27

DAFTAR GAMBAR
Peta Lokasi Penelitian dengan Citra Google Earth
Peta Lokasi Pemantauan Udara di Provinsi DKI Jakarta
Bagan Proses Pengolahan Peta Polutan Udara
Diagram Alir Pemodelan Spasial Lokasi Prioritas Pengembangan Hutan
Kota
(a) Hutan Kota Universitas Indonesia; (b) Blok P Walikota Jakarta
Selatan
Diagram Luas Suhu Permukaan setiap Kecamatan di Jakarta Selatan
Peta Sebaran Suhu Permukaan di Jakarta Selatan
Peta Penyebaran Polutan NO2 di Jakarta Selatan
Peta Penyebaran Polutan SO2 di Jakarta Selatan
Peta Sebaran Polutan TSP di Jakarta Selatan
Peta Sebaran Polutan Pb di Jakarta Selatan
Peta Penutupan Lahan Kotamadya Jakarta Selatan
Peta Lokasi Prioritas Pengembangan Hutan Kota di Jakarta Selatan
(kiri) Hasil pengamatan di Lapangan (kanan) Hasil dari Citra Google
Earth; Beberapa Lokasi Potensi Hutan Kota (12a dan 12b) Tempat
Pemakaman Umum Menteng Pulo; (12c dan 12d) Taman Kota Honda
Tebet; (12e dan 12f) Taman Ayodya

3
5
6
10
12
14
14
16
17
19
21
23
25

28

DAFTAR LAMPIRAN
Kualitas Udara Ambien DKI Jakarta pada bulan September tahun 2013

31

Luas dan Presente Suhu Permukaan di Jakarta Selatan
Luas dan Presentase Konsentrasi Polutan NO2 di Jakarta Selatan
Luas dan Presentasi Konsentrasi Polutan SO2 di Jakarta Selatan
Luas dan Presentase Konsentrasi Polutan TSP di Jakarta Selatan
Luas dan Presentase Konsentrasi Polutan Pb di Jakarta Selatan

32
33
34
35
36

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jakarta Selatan merupakan salah satu kotamadya terpadat di Jakarta dengan
persentase 21.47% penduduk DKI Jakarta menempati wilayah Jakarta Selatan (BPS
2013). Pada tahun 2006 jumlah penduduk Jakarta Selatan berjumlah 2.053.684 jiwa
dan pada tahun 2012 mencapai 2.148.261 jiwa. Dampak positif dari peningkatan
jumlah penduduk bagi pembangunan DKI Jakarta adalah meningkatnya pendapatan
daerah, munculnya sentra ekonomi, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
kualitas pendidikan. Dampak negatif yang dihasilkan adalah maraknya
pembangunan fasilitas dan infrastruktur penunjang aktivitas penduduk kota yang
menyebabkan ruang terbuka publik semakin berkurang akibat pesatnya
perkembangan kawasan pemukiman dan kawasan industri. Dampak negatif lainnya
adalah peningkatan jumlah kendaraan bermotor yang tinggi setiap tahunnya. Pada
tahun 2008 dengan jumlah 1.033.729 unit dan meningkat pada tahun 2011 dengan
jumlah 1.237.219 unit (BPS 2013). Hal ini merupakan salah satu penyebab
menurunnya kualitas lingkungan akibat polusi udara yang dihasilkan setiap hari
oleh kendaraan bermotor (Dahlan 2007).
Pesatnya pemanfataan ruang di kawasan Jakarta Selatan mengakibatkan
Ruang Terbuka Hijau (RTH) semakin menurun. Implikasi dari berkurangnya
jumlah RTH terhadap kualitas lingkungan seperti polusi udara dan air serta
peningkatan suhu perkotaan membutuhkan perhatian dan kajian serius (Fracillia
2007). Hutan kota memiliki kelebihan diantara jenis RTH lain, baik dalam
pengukuhan lokasi maupun upaya dalam mengurangi polutan di lingkungan
(Dahlan 2007). Menurut PP Nomor 63 Tahun 2002, luas hutan kota minimal 10%
di suatu wilayah atau disesuaikan dengan kondisi setempat. Hutan kota dibangun
dengan elemen lanskap utama berupa tegakan pohon. Kemampuan pohon untuk
menyerap polusi, menghasilkan oksigen (O2) dari proses fotosintesis,
meningkatkan kenyamanan termal, meredam kebisingan, memberi naungan dan
meningkatkan nilai estetika (Dahlan 1992). Hal tesebut memperkuat fakta bahwa
hutan kota mampu mengembalikan keseimbangan dan kenyamanan lingkungan
perkotaan. Fungsi hutan kota semakin optimal apabila hutan kota dibangun pada
lokasi yang tepat, sehingga perlu adanya klasifikasi dan penilaian lahan sebelum
menentukan lokasi untuk pembangunan hutan kota (Kridalaksana 2011).
Berkembangnya teknik Sistem Informasi Geografi dan Penginderaan Jauh dalam
teknologi informasi merupakan pendukung bagi penelitian mengenai analisis
potensi hutan kota di kotamadya Jakarta Selatan. Teknologi ini sangat berguna dan
dibutuhkan untuk pemetaan, inventarisasi, pemantauan pengelolaan suatu wilayah
secara cepat, akurat dan efektif serta mengantisipasi kecepatan perubahan yang
terjadi akibat penurunan kualitas lingkungan.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk menentukan potensi Ruang Terbuka Hijau
yang dapat dijadikan hutan kota dan menentukan lokasi prioritas Ruang Terbuka
Hijau sebagai hutan kota di Jakarta Selatan.

2
Manfaat Penelitian
Manfaat dilakukannya penelitian ini adalah untuk memberi masukan dan
bahan pertimbangan pada pihak pengelola dalam menentukan lokasi Ruang
Terbuka Hijau yang sesuai menjadi Hutan Kota dan memprioritaskan lokasi Ruang
Terbuka Hijau sebagai Hutan Kota agar dapat menciptakan suatu tatanan perkotaan
yang baik, nyaman dan ramah terhadap lingkungan.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kotamadya Jakarta Selatan dengan
menggunakan variabel suhu dan polutan udara (NO2, SO2, TSP dan Pb). Ruang
Terbuka Hijau yang berpotensi hutan kota akan menjadi acuan dalam memperbaiki
kualitas lingkungan terhadap kesehatan.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada Juli - September 2013 di kotamadya Jakarta
Selatan dengan luas 145.57 km2. Letak lokasi pada 106º45'4'' Bujur Barat (BB) 106º52'5'' Bujur Timur (BT) dan 6º11'31'' Lintang Utara (LU) - 6º14'34'' Lintang
Selatan (LS). Data dianalisis di Laboratorium Analisis Lingkungan dan Pemodelan
Spasial, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas
Kehutanan IPB.
Bahan
Bahan yang digunakan adalah citra Google Earth Jakarta Selatan tahun
2010 (Gambar 1), citra satelit Landsat 8 Path/Row 122/64 bulan Agustus tahun
2013, Peta Administrasi Jakarta Selatan, data potensi Ruang Terbuka Hijau tahun
2012 dan data konsentrasi NO2, SO2, TSP dan Pb atau ambien udara di Jakarta
Selatan bulan September tahun 2013.
Alat
Alat yang digunakan adalah GPS (Global Positioning System), seperangkat
komputer yang dilengkapi dengan fasilitas ERDAS 9.1, ARCGIS 10.1, Terra
Incognita, Google Earth, Basecamp Garmin dan MS. Office 2013.
Prosedur Analisis Data
Penentuan lokasi prioritas hutan kota menggunakan tiga aspek kajian, yaitu
tutupan lahan, sebaran suhu permukaan dan sebaran polutan di udara. Hasil sebaran
suhu permukaan dan sebaran polutan yang didapat dikelaskan menurut kriteria

3
lokasi prioritas, sedangkan tutupan lahan akan menjadi acuan dalam penentuan
areal prioritas hutan kota.

Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian dengan Citra Google Earth
Penentuan Lokasi Prioritas Hutan Kota
1. Pengolahan Band 10 untuk Estimasi Suhu Permukaan
Pengolahan band 10 pada citra Landsat 8 dilakukan untuk menghasilkan
peta distribusi suhu permukaan. Estimasi nilai suhu permukaan dilakukan dengan

4
menggunakan Model Maker ERDAS imagine 9.1 untuk mengkonversi nilai-nilai
pixel pada Landsat 8 band 10. Digital Number merupakan hal yang perlu
diperhatikan dalam melakukan konversi menjadi nilai radiansi. Konversi nilai DN
menjadi nilai radiansi dengan rumus sebagai berikut:


=

���� + �

Keterangan :
L�
= Radiance spectral TOA (watts/m2 Srad �m)
ML
= (Radiance_mult_band x), x = nomor band
AL
= (Radiance_add_band x), x = nomor band
Qcal
= Quatized and calibrated standard product pixel values (Digital
Number)
Suhu permukaan didapatkan setelah dilakukan proses konversi Radian
Spektral menjadi temperatur. Persamaan konversi radian spektral menjadi
temperatur adalah sebagai berikut:
�=

��[



+ ]

Keterangan :
T = suhu dalam derajat Kelvin L� = nilai radian spektral TOA

Tabel 1 Konstanta K1 dan K2 untuk Band 10 Landsat 8 OLI TIRS
Kelas Band
Konstanta
Nilai
K1
774.89
Band 10
K2
1321.08
C= T-273
Keterangan:
C = suhu dalam derajat Celcius
T = suhu dalam derajat Kelvin
Hasil peta suhu permukaan yang berupa raster akan dikelaskan
menjadi 7 kelas suhu dengan mengambil jarak interval 1°C. Kelas suhu
disajikan pada Tabel 2.

Kelas
Kelas Suhu 1
Kelas Suhu 2
Kelas Suhu 3
Kelas Suhu 4
Kelas Suhu 5
Kelas Suhu 6
Kelas Suhu 7

Tabel 2 Kelas Suhu Permukaan di Jakarta Selatan
Rentang
< 30°C
30°C – 31°C
31°C – 32°C
32°C – 33°C
33°C – 34°C
34°C – 35°C
≥ 35°C

5
2. Pengolahan Peta Polutan Udara
Pembuatan peta polutan udara memerlukan data di titik pemantauan
udara setiap bulan yang tersebar di seluruh wilayah Jakarta. Data yang
digunakan berasal dari Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah
(BPLHD) Provinsi DKI Jakarta dengan 8 lokasi pemantauan udara yang
tersebar di seluruh wilayah DKI Jakarta (Gambar 2). Data ambien udara yang
dipakai adalah NO2, SO2, TSP dan Pb dan metode pengambilan sampel udara
menggunakan metode manual atau sesaat. Metode ini menggunakaan alat-alat
manual dalam menyaring setiap ambien udara pada lokasi yang telah
ditentukan. Setiap konsentrasi polutan udara yang didapat dihitung
berdasarkan data rata-rata selama 24 jam.

Gambar 2 Peta Lokasi Pemantauan Udara di Provinsi DKI Jakarta
Nilai konsentrasi pada setiap parameter polutan udara akan
diinterpolasi antar titik sehingga diperoleh zona/daerah yang mempunyai
range atau nilai kisaran tertentu untuk masing-masing polutan udara.
Interpolasi titik akan menghasilkan peta penyebaran polutan udara. Jenis
interpolasi yang dipakai adalah Inverse Distance Weighting (IDW). Model ini
mengasumsikan bahwa nilai titik diduga akan dipengaruhi oleh titik lain yang
berdekatan secara spasial. IDW juga mengasumsikan bahwa nilai titik input
mempunyai pengaruh yang bersifat lokal yang berkurang terhadap jarak dan
metode ini memberi bobot lebih tinggi pada pixel yang paling dekat dengan
titik data dibandingkan pixel yang lebih jauh (Childs 2004). Gambar 3
merupakan bagan proses dalam pengolahan peta polutan udara.
Pengolahan peta polutan udara digolongkan ke dalam 5 kelas
berdasarkan ambang batas baku mutu menurut Keputusan Gubernur Nomor
51 Tahun 2001 tetang Penetapan Baku Mutu Udara Ambien dan Baku Mutu

6

Ambien Udara
(MS.Excel.CSV)

Titik Koordinat
Ambien Udara
(.kml)

Reclassify

Peta Penyebaran
Polutan Udara

Titik Ambien
Udara (.shp)

Interpolasi

Clip

Join

Transform
Koordindinat (UTM)

Peta Penyebaran
Polutan di Jakarta
Selatan

Peta Batas Administrasi
Gambar 3 Bagan Proses Pengolahan Peta Polutan Udara

7
Kebisingan di Provinsi DKI Jakarta. Namun polutan yang melebihi ambang
batas baku mutu hanya polutan TSP, sehingga jenis polutan lainnya dikelaskan
sesuai dengan hasil interpolasi dengan pembagian rata (equal interval). Pembagian
kelas konsentrasi polutan udara disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Kelas Konsentrasi Polutan Udara
Kelas

NO2

SO2

TSP

Pb

Polutan 1
Polutan 2
Polutan 3
Polutan 4
Polutan 5

< 42 µg/Nm3
42-44 µg/Nm3
44-46 µg/Nm3
46-48 µg/Nm3
≥ 48 µg/Nm3

< 41 µg/Nm3
41-46 µg/Nm3
46-52 µg/Nm3
52-57 µg/Nm3
≥ 57 µg/Nm3

< 173 µg/Nm3
173-192 µg/Nm3
192-210 µg/Nm3
210-230 µg/Nm3
≥ 230 µg/Nm3

< 0.06 µg/Nm3
0.06-0.08 µg/Nm3
0.08-0.10 µg/Nm3
0.10-0.11 µg/Nm3
≥ 0.11 µg/Nm3

Kelas Prioritas Pengembangan Hutan Kota
Peta suhu permukaan dan peta sebaran polutan udara akan digolongkan ke
dalam tiga kelas yaitu, prioritas pertama, prioritas kedua dan prioritas ketiga. Kelas
prioritas ini berlaku khusus untuk kawasan Jakarta Selatan. Rumus kelas prioritas
dapat dilihat sebagai berikut:

Keterangan:

�� � � =

� �� − � �


Nmax : nilai maksimum suhu permukaan dan polutan udara
Nmin : nilai minimum suhu permukaan dan polutan udara
K
: banyaknya kelas prioritas

Kelas prioritas suhu permukaan dan sebaran polutan udara disajikan pada
Tabel 4.
Tabel 4 Kelas Prioritas Konsentrasi Polutan Udara
Kelas
Prioritas 1
Prioritas 2
Prioritas 3

Keterangan
Nilai Maksimun Suhu Permukaan dan Polutan Udara
Nilai Medium Suhu Permukaan dan Polutan Udara
Nilai Minimum Suhu Permukaan dan Polutan Udara

Penetuan Areal Pengembangan Hutan Kota
1. Identifikasi Tutupan Lahan
1) Digitasi
Digitasi adalah kegiatan pemasukan data kedalam Arcgis yang dilakukan
dengan mendeliniasi secara langsung pada layer (on screen digitizing) untuk feature
yang berbentuk polygon, sehingga menghasilkan beberapa tutupan lahan untuk
setiap informasi tematik berbeda yang digunakan sebagai data base dan disimpan

8
ke dalam satu kesatuan. Deskripsi beberapa kelas penutupan lahan disajikan pada
Tabel 5.
Tabel 5 Deskripsi kelas-kelas penutupan lahan hasil klasifikasi citra Ikonos
Kelas
No.
Deskripsi
Penutupan
1
Pohon
Tumbuhan berkayu dengan diameter ≥ 20 cm
2

Semak Belukar

Lahan yang ditumbuhi oleh semak belukar

3
4

Rumput
Ladang

Lahan yang ditumbuhi oleh rerumputan
Lahan pekebunan (pisang, mangga, dan lain-lain)

5

Lahan Terbuka

Lahan yang ditumbuhi sedikit tanaman dan tidak
digunakan untuk penggunaan lainnya

6

Badan Air

7

Lahan
Terbangun

Lahan (permukaan) yang selalu dialiri/digenangi air,
termasuk sungai
Kawasan Pemukiman, Kawasan Industri, Jalan,
Bangunan dan fasilitas publik lainnya

2) Editing
Editing dilakukan untuk mengkoreksi kesalahan-kesalahan pada saat
digitasi seperti undershoot, overshoot dan silvers
3) Labelling/Atributing
Labelling merupakan proses pemberian identitas label setiap polygon yang
terbentuk dalam tutupan lahan, sedangkan attributing adalah proses memberi
atribut atau informasi pada suatu tutupan lahan. Informasi yang diberikan dapat
dilihat dalam bentuk atribut tabel. Tabel dapat berfungsi untuk mengolah data
atribut dari suatu tutupan lahan untuk keperluan analisis, baik analisis digital
maupun tabular diperlukan adanya informasi pada basis data.
Identifikasi Potensi Hutan Kota
Kriteria lokasi pengembangan hutan kota dalam penelitian ini berupa RTH
yang memiliki luas minimal 0.25 hektar dan mengacu pada Peraturan Perundangan
Nomor 63 Tahun 2002 yang menyebutkan bahwa hutan kota berupa hamparan yang
kompak dan bervegetasi pepohonan sehingga pemilihan lokasi potensi hutan kota
akan dibagi dua menurut tutupan lahannya, yaitu pohon dan non pohon. Tahap
dilakukan dengan software ArcGIS yang berada di toolsbox. selanjutnya adalah
sebagai berikut:
1) Select
Hasil tutupan lahan yang telah didigitasi merupakan gabungan antara 7 kelas
penutupan. Kriteria yang dibutuhkan adalah lahan yang bervegetasi, yaitu pohon,
ladang, rumput dan semak. Keempat kelas penutupan tersebut akan dipisahkan
menjadi feature baru untuk dianalisis lokasi prioritas yang dibutuhkan.

9
2) Merge
Kriteria ketersediaan lahan potensi hutan kota dibagi menjadi dua, yaitu pohon
dan non pohon. feature yang terpisah menjadi tiga (semak, rumput dan ladang) akan
digabung menjadi satu kesatuan feature non pohon. Setelah mendapat kedua
variabel tersebut, tabel atribut ditambah field baru untuk dihitung luas dari setiap
polygon yang telah dipilih menjadi pohon dan non pohon.
3) Spatial Join
Apabila peta yang akan digabung telah mempunyai koordinat dengan
proyeksi yang sama maka dapat dilakukan penggabungan beberapa tutupan lahan.
Spatial join dilakukan berdasarkan kelas prioritas yang telah dibuat yang dapat
ditemukan baik pada tabel yang ditambahkan maupun pada tabel attribute themenya.
Gambar 3 merupakan diagram pemodelan spasial dalam menentukan lokasi
prioritas pengembangan hutan kota di Jakarta Selatan

10
Identifikasi Tutupan
Lahan

Identifikasi Polutan
Udara

Identifikasi Suhu
Permukaan

NO2
Select

Pohon

Non
Pohon

SO2

TSP

Pb

Overlay

Clip
Spatial Join

Lokasi RTH Prioritas
Pengembangan Hutan Kota

Gambar 4 Diagram Alir Pemodelan Spasial Lokasi Prioritas Pengembangan Hutan Kota

Batas
Administrasi

11

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Letak dan Luas
Luas wilayah kotamadya Jakarta Selatan menurut SK Gubernur Nomor 171
Tahun 2007 adalah 145.73 km2. Kotamadya ini merupakan dataran rendah dengan
ketinggian rata-rata 26.2 meter di atas permukaan laut. Batas wilayah administrasi
Jakarta Selatan sebagai berikut:
1) Utara
: Banjir Kanal, Jalan Sudirman, Kecamatan Tanah Abang
(Kotamadya Jakarta Pusat), Jalan Kebayoran Lama dan Kebon Jeruk
(Kotamadya Jakarta Barat)
2) Timur
: Kali Ciliwung (Kotamadya Jakarta Timur)
3) Barat
: Kecamatan Ciputat dan Ciledug, Kota Tangerang dan Koa
Tangerang Selatan, Provinsi Banten
4) Selatan
: Kota Depok, Provinsi Jawa Barat
Wilayah Administrasi Jakarta Selatan terbagi ke dalam 10 kecamatan dengan
luas dan kepadatan penduduk sebagai berikut (Tabel 6):
Tabel 6 Kecamatan, Luas dan Jumlah Penduduk di Jakarta Selatan
Luas
Jumlah Penduduk
Kepadatan Penduduk
Kecamatan
(Ha)
(Jiwa)
(Jiwa/Ha)
Jagakarsa
248.7
340 387
1369
Cilandak
181.6
197 853
1089
Kebayoran Baru
129.3
142 800
1104
Kebayoran Lama
167.2
305 353
1286
Mampang Prapatan
77.3
144 192
1685
Pancoran
86.3
150 874
1748
Pasar Minggu
216.9
300 853
1387
Pesanggrahan
127.6
220 375
1727
Setiabudi
88.5
135 719
1535
Tebet
90.3
209 855
2324
Total
1457.3
2 148 261
1474
Kondisi Fisik Wilayah
1. Iklim
Jakarta Selatan mempunyai iklim tropis dengan suhu udara rata-rata sekitar
27.7°C dan kelembapan udara sebesar 79% (Badan Pusat Statistik 2012). Curah
hujan rata-rata pada kotamadya ini adalah 14.66 mm per hari dan 2201,5 mm per
tahun yang terjadi selama 166 hari dalam setahun. Curah Hujan tertinggi berada
pada bulan Januari dengan ketinggian 430.7 mm dan curah hujan terendah berada
pada bulan Juli sebesar 7.3 mm. Penyinaran matahari rata-rata Arah angin
dipengaruhi oleh angina Muson Barat terutama pada bulan Mei - Oktober.
2. Topografi
Topografi Wilayah Jakarta Selatan pada umumnya dapat dikategorikan
sebagai daerah perbukitan rendah dengan tingkat kemiringan 0,25% atau sebagai

12
daerah yang datar dan landai. Ketinggian tanah rata-rata mencapai 5-50 meter di
atas permukaan laut. Pada wilayah bagian selatan, banjir kanal relatif merupakan
daerah perbukitan jika dibandingkan dengan wilayah bagian utara.
3. Formasi Geologi dan Tanah
Seluruh dataran wilayah DKI Jakarta termasuk kotamadya Jakarta Selatan
terdiri dari endapan alluvial pada zaman Pleistocent setebal ±50 m. Bagian Selatan
terdiri dari lapisan alluvial yang memanjang dari Timur ke Barat pada jarak 10 km
sebelah Selatan pantai. Kekuatan tanah di wilayah bagian utara pada kedalaman
10m -25 m, semakin ke Selatan permukaan keras semakin dangkal yaitu antara 8 m
-15 m.
Kondisi Hutan Kota di Jakarta Selatan
1. Hutan Kota Universitas Indonesia
Hutan Kota di kampus Unversitas Indonesia ditetapkan berdasarkan SK Rektor
UI No. 84/SK/12/1988, tanggal 31 Oktober 1988. Kawasan ini berada di wilayah
kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Luas Hutan
Kota Kampus Universitas Indonesia sebesar 55.4 Ha dan dinamakan Mahkota hijau.
Fungsi Hutan Kota di Universitas Indonesia adalah sebagai wilayah resapan air,
wahana koleksi pelestarian plasma nutfah, wahana penelitian dan rekreasi alam
(Gambar 5a).
2. Hutan Kota Blok P Walikota Jakarta Selatan
Hutan Kota Blok P Walikota Jakarta Selatan terletak di jalan Prapanca,
Kebayoran Baru. Luas Hutan Kota di wilayah ini adalah 1.64 Ha. Penetapan Hutan
Kota Blok P Walikota Jakarta Selatan dilakukan oleh Gubernur melalui SK
Gubernur Nomo 89 tahun 2004 dan berfungsi sebagai daerah keseimbangan
kelestarian tanah dan air serta pengendali polutan. Kawasan Hutan Kota ini
sebelumnya merupakan daerah pemakaman (Gambar 5b).

(5a)

(5b)

Gambar 5 (a) Hutan Kota Universitas Indonesia; (b) Blok P Walikota Jakarta
Selatan

13

Suhu Permukaan
Perubahan tata guna lahan pada wilayah perkotaan semakin meningkat setiap
waktu dikarenakan oleh pesatnya pertambahan penduduk akibat urbanisasi.
Kebutuhan lahan yang semakin besar tidak didukung oleh kapasitas lahan yang
berada di wilayah Jakarta Selatan sehingga Ruang Terbuka Hijau yang ada
tergantikan fungsinya oleh kepentingan manusia.
Pengalihan fungsi lahan menjadi lahan terbangun mengakibatkan suhu
permukaan menjadi semakin tinggi. Berdasarkan hasil citra landsat 8 bulan Agustus
tahun 2013, sebanyak 53.58% luas suhu permukaan di kawasan Jakarta Selatan di
atas 35°C. Hal ini menunjukkan suhu di daerah Jakarta Selatan terbilang tinggi di
suatu perkotaan.
Luas suhu permukaan dibagi dalam 10 kecamatan yang memiliki luasan
berbeda-beda dan akan dihitung persentasenya sehingga akan terlihat kecamatan
dengan luas suhu permukaan yang paling tinggi dan paling rendah.
Tabel 7 Luas Suhu Permukaan pada Setiap Kecamatan di Jakarta Selatan
Kecamatan

Selang (Ha)
< 30°C

30-31°C

31-32°C

32-33°C

33-34°C

34-35°C

≥ 35°C

Jagakarsa
Cilandak
Kebayoran Baru
Kebayoran Lama
Mampang
Prapatan
Pancoran
Pasar Minggu
Pesanggrahan
Setiabudi
Tebet

36.44
0.00
0.00
0.00

38.90
22.37
0.26
1.65

138.95
56.23
2.58
37.48

278.67
166.32
12.00
107.37

465.90
462.14
80.32
212.96

594.37
656.76
335.02
398.85

637.38
443.83
842.72
1181.49

0.00

1.18

4.68

12.13

54.22

182.61

535.79

0.00
6.75
0.00
0.00
0.00

0.00
59.36
0.06
0.00
0.00

1.55
66.05
11.42
5.00
0.00

8.26
131.07
56.35
35.19
1.50

33.07
300.70
207.73
94.09
19.38

95.09
642.29
379.34
192.66
49.44

723.72
1326.90
680.87
549.55
877.75

Total (Ha)

43.19

123.79

323.94

808.87

1930.49

3526.43

7800.00

Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 7, luas suhu permukaan di atas
35°C paling besar berada pada kecamatan Tebet sebesar 877.75 Ha atau 92.58%
dari luas kecamatan Tebet. Suhu permukaan yang sangat tinggi ini disebabkan oleh
tutupan lahan yang didominasi lahan terbangun. Tutupan lahan dengan mayoritas
lahan terbangun akan memiliki nilai albedo yang rendah. Albedo adalah
perbandingan radiasi surya yang dipantulkan dengan radiasi yang datang. Semakin
rendah nilai albedo, radiasi matahari yang diserap oleh permukaan bumi lebih
banyak dibandingkan dengan radiasi yang dipantulkan kembali ke atmosfer.
Apabila atmosfer sudah tercemari polutan akibat berbagai kegiatan manusia, maka
radiasi yang dipantulkan akan terperangkap dan kembali lagi ke permukaan. Proses
ini yang menyebabkan peningkatan suhu permukaan terus menerus di kawasan
perkotaan. Kelas suhu kurang dari 30°C berada pada Kecamatan Jagakarsa dengan
luas suhu permukaan 36.44 Ha (1.66%). Gambar 6 menjelaskan suhu permukaan di

14

Presentase Wilayah Sebaran Suhu
Permukan

Kecamatan Jagakarsa tersebar merata dikarenakan masih banyak Ruang Terbuka
Hijau dan situ atau danau.
100%
80%
60%
40%
20%
0%

Kecamatan
< 30°C

30-31°C

31-32°C

32-33°C

33-34°C

34-35°C

≥35°C

Gambar 6 Diagram Luas Suhu Permukaan setiap Kecamatan di Jakarta Selatan
Menurut Rushayati (2010), intersepsi radiasi surya yang dilakukan oleh
vegetasi untuk fotosintesis dan penguapan dapat menurunkan suhu serta
meningkatkan kelembaban udara. Lakitan (1994) menyatakan bahwa pohon dapat
menurunkan suhu sebesar 3.5°C di siang hari yang terik. Sebaran suhu permukaan
di Jakarta Selatan ditampilkan pada Gambar 7.

Gambar 7 Peta Sebaran Suhu Permukaan di Jakarta Selatan

15

Konsentrasi Polutan di Udara
Nitrogen dioksida (NO2)
Udara terdiri dari 80% nitrogen dan 20% oksigen (Fardiaz 1992). Oksigen
dan Nitrogen cenderung sulit berinteraksi satu sama lain dalam suhu kamar namun
pada suhu yang lebih tinggi keduanya dapat bereaksi membentuk NO dalam jumlah
banyak sehingga dapat menyebabkan pencemaran udara (Departemen Kesehatan
2011). Kadar NO2 di wilayah perkotaan sebagian besar berasal dari hasil kegiatan
manusia seperti pembakaran mesin kendaraan bermotor, produksi energi dan
pembakaran sampah (Staptelton 2003). Jumlah NO2 yang terdapat di udara
dipengaruhi oleh suhu pembakaran, lamanya gas hasil pembakaran dan jumlah
oksigen berlebih semakin tersedia. Semakin tinggi suhu pembakaran, semakin
tinggi pula konsentrasi NO2 di udara (Fardiaz 1992).
Tabel 8 Luas Sebaran Konsentrasi NO2 di Jakarta Selatan
Selang (Ha)
Kecamatan
< 42
42 - 44
44 - 46
46 - 48
µg/Nm3
µg/Nm3
µg/Nm3
µg/Nm3
Jagakarsa
1311.95
839.83
17.68
0.00
Cilandak
0.00
0.00
441.98
785.96
Kebayoran Baru
0.00
0.00
0.00
0.00
Kebayoran
0.00
0.00
0.00
186.58
Lama
Mampang
0.00
0.00
0.00
79.82
Prapatan
Pancoran
0.00
1.49
0.00
408.39
Pasar Minggu
496.67
620.68
865.76
500.87
Pesanggrahan
0.00
0.00
64.32
652.51
Setiabudi
0.00
0.00
0.00
592.18
Tebet
0.00
0.00
488.01
464.69
Total (Ha)
1808.63 1462.00
1877.75
3671.00

≥ 48
µg/Nm3
0.00
571.66
1273.72
1754.09
710.79
474.00
35.69
634.68
282.73
0.00
5737.35

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi NO2 tertinggi berada di
kelas lebih dari 48 µg/Nm3. Baku mutu NO2 yang diambil dalam waktu 24 jam
adalah 92.5 µg/Nm3, sehingga kadar NO2 di seluruh kawasan Jakarta Selatan belum
melebihi batas baku mutu. Luas wilayah dengan konsentrasi NO2 tertinggi berada
di Kecamatan Kebayoran Baru sebesar 1273.72 Ha (100%). Sebaran NO2 di
kecamatan Kebayoran Baru berbanding terbalik dengan polutan SO2 (Tabel 8) dan
luas Ruang Terbuka Hijau yang berada di kecamatan Kebayoran Baru cukup tinggi
(Tabel 12). Jumlah konsentrasi NO2 di kecamatan Kebayoran Baru dapat terjadi
oleh faktor dalam pengambilan data yang tidak bersamaan atau human error.
Kadar NO2 terendah adalah 36.7 µg/Nm3 atau berada di kelas kurang dari
42 µg/Nm3. Luas wilayah dengan konsentrasi NO2 terendah berada di Kecamatan
Jagakarsa sebesar 1311.95 Ha (60.47%) Rendahnya konsentrasi NO2 pada
kecamatan tersebut dipengaruhi oleh Ruang Terbuka Hijau yang tersedia.
Mayoritas konsentrasi NO2 berada pada kelas lebih dari 48 µg/Nm3 dengan luas

16
5737.40 Ha atau 39.41% dari seluruh wilayah Jakarta Selatan. Peta sebaran NO2
ditampilkan pada Gambar 8.

Gambar 8 Peta Penyebaran Polutan NO2 di Jakarta Selatan
Salah satu solusi dalam mengurangi polutan NO2 adalah dengan jalur hijau.
Sulistijorini (2009) menyatakan bahwa pengurangan konsentrasi NO2 pada tempat
bervegetasi pada jarak 15 – 25 meter dari bahu jalan akan lebih efektif daripada
lahan terbuka.
SO2 (Sulfur Dioksida)
Sulfur Dioksida (SO2) merupakan gas yang tidak berwarna dan mempunyai
bau yang tajam dan tidak mudah terbakar di udara (Staptelton 2003). Masalah yang
ditimbulkan SO2 adalah yang dihasilkan oleh manusia karena menyebabkan
distribusi SO2 yang tidak merata sehingga terkonsentrasi di daerah-daerah tertentu.
Hasil pengolahan data sampling SO2 di Jakarta Selatan menunjukkan
konsentrasi SO2 tertinggi adalah 62.7 µg/Nm3. Nilai tersebut belum melebihi batas
baku mutu sebesar 92.5 µg/Nm3. Konsentrasi sebaran SO2 tertinggi berada di
kecamatan Tebet dengan luas wilayah sebesar 883.03 Ha (93.27%). Hal ini dapat
terjadi karena kecamatan Tebet merupakan salah satu pusat bisnis yang ada di
Jakarta Selatan sehingga tingginya jumlah transportasi yang melaju pada kecamatan
tersebut dan penutupan lahan yang didominasi oleh bangunan. Kurangnya RTH
pada daerah tersebut menyebabkan SO2 tidak ada yang menyerapnya. Luas sebaran
konsentrasi SO2 disajikan pada Tabel 9.
Konsentrasi SO2 terendah di Jakarta Selatan adalah 32.5 µg/Nm3. Luas area
kecamatan yang memiliki kadar ini berada di Kebayoran Baru yaitu 1015.69 Ha
(79.78%). Hal tersebut berbanding terbalik dengan kadar NO2 yang paling tinggi di

17
Kecamatan Kebayoran Lama dan Kebayoran Baru, sedangkan menurut Fardiaz
(1992) menyatakan bahwa peningkatan NOx dan SOx dipengaruhi oleh kenaikan
suhu dalam pembakaran, sehingga laju NOx dan SOx adalah berbanding lurus. Peta
sebaran polutan SO2 disajikan pada Gambar 9.
Tabel 9 Luas Sebaran Konsentrasi SO2 di Jakarta Selatan
Selang (Ha)
Kecamatan
< 41
41 - 46
46 – 52
52 - 57
≥ 57
µg/Nm3
µg/Nm3
µg/Nm3
µg/Nm3
µg/Nm3
Jagakarsa
0.00
0.00
2189.55
0.00
0.00
Cilandak
294.58
1500.24
13.33
0.00
0.00
Kebayoran Baru
1015.69
207.77
49.59
0.00
0.00
Kebayoran Lama
1269.62
670.71
0.00
0.00
0.00
Mampang
85.48
351.64
209.61
141.36
2.52
Prapatan
Pancoran
0.00
0.00
170.90
452.73
238.19
Pasar Minggu
0.00
475.10
1916.93
141.73
0.00
Pesanggrahan
291.75
1043.76
0.00
0.00
0.00
Setiabudi
0.00
0.00
214.37
502.99
159.84
Tebet
0.00
0.00
0.00
63.67
883.03
Total (Ha)
2957.12
4249.22
4764.29
1302.49
1283.57

Gambar 9 Peta Penyebaran Polutan SO2 di Jakarta Selatan

18
Total Suspended Particulate (TSP)
TSP atau total partikulat melayang dan atau juga disebut Suspended
Particulate Matter (SPM) adalah campuran yang sangat rumit dari berbagai
senyawa yang ada di udara. Menurut Enviromental Protection Agency (1999) , TSP
merupakan sekumpulan partikel aerodinamis yang berukuran antara 0.1-100 µm
atau lebih besar.
Hasil pengolahan data TSP di Jakarta Selatan menunjukkan bahwa
konsentrasi tertinggi TSP di Jakarta Selatan adalah 248 µg/Nm3 dengan batas baku
mutu adalah 230 µg/Nm3. Hal ini menyatakan bahwa kadar TSP di Jakarta Selatan
telah melebihi baku mutu yang ditetapkan oleh Keputusan Gubernur Nomor 51
Tahun 2001. Luas sebaran TSP di Jakarta Selatan disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10 Luas Sebaran Konsentrasi TSP di Jakarta Selatan
Kecamatan
Jagakarsa
Cilandak
Kebayoran Baru
Kebayoran Lama
Mampang Prapatan
Pancoran
Pasar Minggu
Pesanggrahan
Setiabudi
Tebet
Total (Ha)

< 173
µg/Nm3
2090.08
1808.07
971.15
1893.78
167.96
0.00
624.65
1335.66
0.00
0.00
8891.34

173 - 192
µg/Nm3
99.32
0.00
201.53
46.50
405.46
842.72
1909.08
0.00
0.97
669.38
4174.96

Selang (Ha)
192 - 210
µg/Nm3
0.00
0.00
100.39
0.00
214.22
19.16
0.00
0.00
200.03
214.78
748.57

210 - 230
µg/Nm3
0.00
0.00
0.00
0.00
2.97
0.00
0.00
0.00
464.15
38.19
505.32

≥ 230
µg/Nm3
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
211.98
24.34
236.31

Kecamatan dengan konsentrasi TSP tertinggi berada di Setiabudi dengan
luas sebaran TSP adalah 211.98 Ha (24.17%). Luas wilayah dengan konsentrasi
TSP terendah berada di Cilandak yaitu sebesar 1808.07 (100%). Luas wilayah
sebaran polutan TSP di Jakarta Selatan paling banyak berada di kelas konsentrasi
dari 173 µg/Nm3 dengan luas sebesar 8891.34 Ha (61.08%).
The Philippines Clean Air Act (1999) mempunyai indeks kualitas TSP yang
membagi ke dalam 6 kelas. Tabel 11 memaparkan Indeks Kualitas Udara untuk
polutan TSP.
Tabel 11 Indeks Kualitas Udara TSP
Indeks Kualitas Udara
Konsentrasi Polutan TSP
Sehat
0 – 80 µg/Nm3
Cukup Sehat
81 – 229 µg/Nm3
Tidak Sehat untuk Beberapa Kelompok
230 – 349 µg/Nm3
Sangat Tidak Sehat
350 – 599 µg/Nm3
Mendekati Bahaya
600 – 899 µg/Nm3
Berbahaya
≥ 900 µg/Nm3

19

Berdasarkan kelas pada Tabel 10, konsentrasi TSP di Jakarta Selatan berada
di kategori cukup sehat (81 – 230 µg/Nm3) dengan kelas kurang dari 173 – 230
µg/Nm3 dan kategori tidak sehat untuk Beberapa Kelompok (230 – 349 µg/Nm3)
dengan selang diatas 230 µg/Nm3. Kelas beberapa kelompok didefinisikan sebagai
kelompok balita, lansia dan sekelompok orang yang memiliki penyakit pernafasan
seperti asthma dan bronchitis. Menurut Tugaswati et al. (1996), konsentrasi polutan
TSP yang tinggi dapat menyebabkan iritasi pernafasan bagian atas dan bagian
bawah, serta dapat mengganggu jarak pandang mata dan reaksi di atmosfer yang
tidak diharapkan. Efek sinergistik juga dapat terjadi jika partikulat berukuran 0.1 –
10 µm cenderung lebih lama melayang di udara bereaksi dengan SO2 dan masuk ke
dalam alveoli paru dapat menyebabkan kerusakan faal paru-paru (Fardiaz 1992).
Menurut Irwan (1994) pengurangan konsentrasi TSP di udara menggunakan
model hutan kota berstrata banyak berfungsi paling efektif. Oleh karena itu, hutan
kota yang komunitasnya hanya terdiri dari pepohonan dan tajuk kurang rindang,
serta jarak tanam kurang rapat dapat ditingkatkan kembali baik dalam jumlah, jenis
maupun jarak tanamnya perlu dirapatkan. Peta penyebaran polutan TSP disajikan
pada Gambar 10.

Gambar 10 Peta Sebaran Polutan TSP di Jakarta Selatan
Timah Hitam (Pb)
Pb atau Timah Hitam adalah logam lunak yang banyak digunakan dalam
industri, baterai, pestisida, cat dan bensin (Fardiaz 1992). Hasil yang telah didapat
adalah konsentrasi Pb terbesar adalah 0.148 µg/Nm3 di Jakarta Selatan. Jumlah
tersebut belum mencapai baku mutu Pb sebesar 2 µg/Nm3. Luas area kelas
konsentrasi tertinggi berada di kecamatan Setiabudi sebesar 621.58 Ha (70.85%).
Konsentrasi Pb terendah di Jakarta Selatan adalah 0.03 µg/Nm3. Luas area

20
kecamatan dengan konsentrasi terendah berada di Kebayoran Baru sebesar 616 Ha
(48.39%). Sebaran konsentrasi Pb terbanyak berada pada selang 0.08 µg/Nm3 – 0.10
µg/Nm3 dengan luas 7855.85 Ha atau 53.97% dari luas Jakarta Selatan. Luas
sebaran konsentrasi Pb disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12 Luas Sebaran Konsentrasi Polutan Pb di Jakarta Selatan
Selang (Ha)
Kecamatan
< 0.06
0.06 - 0.08 0.08 - 0.10 0.10 - 0.11
≥ 0.11
µg/Nm3
µg/Nm3
µg/Nm3
µg/Nm3
µg/Nm3
Jagakarsa
0.00
0.00
2189.55
0.00
0.00
Cilandak
7.29
1057.62
743.25
0.00
0.00
Kebayoran Baru
615.99
431.04
200.79
25.26
0.00
Kebayoran Lama
160.39
1611.06
168.28
0.00
0.00
Mampang Prapatan
0.00
263.79
407.18
119.63
0.00
Pancoran
0.00
0.00
851.44
10.24
0.00
Pasar Minggu
0.00
73.57
2460.16
0.00
0.00
Pesanggrahan
0.00
1086.19
249.41
0.00
0.00
Setiabudi
0.00
0.00
0.62
255.16
621.58
Tebet
0.00
0.00
585.17
298.91
62.65
Total (Ha)
783.67
4523.28
7855.85
709.21
684.23
Staptelton (2003) menyatakan bahwa Pb adalah logam beracun yang dapat
terakumulasi di dalam darah, tulang dan jaringan tubuh. Bahkan, paparan rendah
Pb dapat menyebabkan keterbelakangan mental bagi anak-anak. Oleh karena itu,
perlu adanya pengurangan emisi Pb di udara. Peta penyebaran polutan Pb di Jakarta
Selatan ditampilkan pada Gambar 11.

21
Gambar 11 Peta Sebaran Polutan Pb di Jakarta Selatan
Suyanti et al. (2008) menyatakan bahwa jalur hijau mempunyai solusi
dalam mengurangi polutan Pb dengan dua proses, yaitu absorpsi (penyerapan) dan
adsorpsi (penjerapan). Absorpsi digunakan apabila tanaman mempunyai diameter
stomata lebih besar dari ukuran partikel, sedangkan adsorpsi lebih kepada barrier
atau penahan fisik dengan penempelan pada bagian pohon terutama tajuk. Oleh
karena kedua proses tersebut, perlu adanya pemilihan jenis vegetasi pada hutan kota
yang diprioritaskan untuk meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan.
Identifikasi Tutupan Lahan
Hasil analisis Citra Ikonos yang ditemukan pada tahun 2010 dan dikoreksi
dengan hasil pengecekan lapang menunjukkan bahwa luas total Ruang Terbuka
Hijau saat ini adalah 1862.79 Ha atau sebesar 12.77% dari luas Jakarta Selatan.
Pembagian Ruang Terbuka Hijau di Jakarta Selatan dibagi ke dalam 10 kecamatan.
Tabel 13 menjelaskan luas 7 kelas penutupan lahan. Kelas Ruang Terbuka
Hijau diperoleh dari hasil gabungan ladang, pohon, rumput dan semak belukar.
Keempat kelas tersebut digabungkan menjadi kelas Ruang Terbuka Hijau. Hasil
klasifikasi menunjukkan bahwa Ruang Terbuka Hijau paling tinggi terdapat di
kecamatan Jagakarsa dengan luas ladang sebesar 90.38 Ha, pohon sebesar 251.57
Ha, rumput sebesar 86.80 Ha dan semak belukar sebesar 72.32 Ha atau jika
ditotalkan menjadi 501.07 Ha (22.80%).
Ruang Terbuka Hijau di kecamatan Jagakarsa masih tinggi dikarenakan
jauh dari pusat kota, pembangunan berorientasi kepada pemukiman dan lahan yang
digunakan lebih banyak dimanfaatkan untuk bercocok tanam.
Tabel 13 Luas Tutupan Lahan di Jakarta Selatan
Kelas Tutupan Lahan (Ha)
Kecamatan
Jagakarsa

Badan
Air
95.15

Lahan
Terbuka
5.18

Pohon

Rumput

90.38

Lahan
Terbangun
1596.46

251.57

86.80

Semak
Belukar
72.32

Cilandak

7.36

20.70

1560.85

7.13

85.11

82.27

47.65

Kebayoran Baru

4.21

0.00

1116.84

0.08

120.67

15.76

15.82

Kebayoran Lama

13.18

1.11

1722.61

5.49

64.32

112.93

23.48

Mampang Prapatan

0.91

0.00

750.00

1.18

15.67

7.78

15.08

Pancoran

13.90

0.88

779.15

0.00

36.15

26.43

6.77

Pasar Minggu

41.37

6.94

2104.78

3.36

246.32

56.33

79.18

Pesanggrahan

11.19

37.62

1140.15

24.41

27.33

18.21

82.45

Setiabudi

11.27

0.00

807.75

0.00

6.64

37.11

15.10

Tebet

16.65

0.00

882.69

0.00

13.66

29.44

6.81

Total (Ha)

215.21

157.64

12461.28

46.84

867.45

473.04

364.67

Ladang

Hasil perhitungan Ruang Terbuka Hijau yang ada di Jakarta Selatan akan
diklasifikasi kembali untuk mendapatkan lokasi potensi pengembangan hutan kota.

22
kelas yang dipergunakan adalah kelas pohon dan non pohon (semak belukar,
rumput dan ladang). Peta penutupan lahan disajikan pada Gambar 12.

23

Gambar 12 Peta Penutupan Lahan Kotamadya Jakarta Selatan

24
Lokasi Prioritas Pengembangan Hutan Kota
Pengembangan hutan kota merupakan salah satu bentuk solusi dalam
mengurangi emisi polutan dan peningkatan suhu udara. PP Nomor 63 Tahun 2002
menyebutkan bahwa presentase minimal luas hutan kota 10% atau disesuaikan
dengan kondisi setempat. Berdasarkan hal tersebut, luas hutan kota yang diperlukan
oleh Jakarta Selatan adalah 14556.43 Ha sedangkan hutan kota di Jakarta Selatan
yang resmi hanya ada 2 lokasi yaitu Hutan Kota Walikota Jakarta Selatan dan Hutan
Kota Srengseng Sawah atau lebih dikenal dengan Hutan Kota Universitas Indonesia
dengan luas total sebesar 57.04 Ha atau 0.39% dari total luas Jakarta Selatan (Dinas
Pertanian DKI Jakarta 2012). Total Hutan Kota yang telah dikukuhan hanya 0.39%
dari total luas Jakarta Selatan, sehingga perlu adanya peningkatan hutan kota di
Jakarta Selatan.
Dari hasil penelitian, kawasan prioritas Hutan Kota di Jakarta Selatan dibagi
ke dalam tiga kelas, sehingga dapat dilihat kecamatan-kecamatan yang perlu
diperhatikan akibat tingginya suhu dan konsentrasi polutan yang disajikan pada
Tabel 14.
Tabel 14 Kelas Prioritas Pengembangan Hutan Kota di Jakarta Selatan
Kelas

Suhu

Prioritas 1
Prioritas 2
Prioritas 3

≥ 36.1°C
32.5–36.1°C
< 32.5°C

Rentang Konsentrasi Polutan (µg/Nm3)
NO2
SO2
TSP
Pb
≥ 47
≥ 52.5
≥ 216.9
≥ 0.104
42.8–47 42.4–52.5 185.7–216.9 0.077–0.104
< 42.8
< 42.4
< 160
< 0.077

Kelas Prioritas Pertama adalah kelas yang mempunyai kriteria suhu paling
tinggi dengan konsentrasi polutan paling tinggi. Kelas tersebut disarankan menjadi
prioritas utama dalam mengurangi tingkat suhu permukaan dan konsentrasi polutan
di udara dengan memilih vegetasi yang sesuai. Kelas prioritas kedua adalah kelas
yang mempunyai kriteria sedang. Kelas prioritas ini sebaiknya dikembangkan atau
ditingkatkan kualitas potensi hutan kota yang ada di daerah tersebut. Kelas prioritas
tiga adalah kelas yang mempunyai kriteria konsentrasi suhu dan polutan yang cukup
rendah. Kelas prioritas ketiga ini disarankan dibangun hutan kota walaupun suhu
dan polutan yang masih rendah, tetapi akan berdampak positif bagi sekitarnya.
Tabel 15 menjelaskan kelas prioritas yang ada di overlay dengan batas kecamatan
di Jakarta Selatan.
Kelas prioritas pertama yang perlu menjadi perhatian adalah Kecamatan
Setiabudi, Tebet, Pancoran dan Mampang Prapatan dengan luas total adalah
1269.86 Ha atau 8.72% dari luas Jakarta Selatan. Keempat kecamatan ini sangat
perlu untuk dibangun hutan kota karena suhu permukaan dan polutan udara
melebihi batas kelas prioritas pertama. Kelas prioritas kedua merupakan kelas yang
memiliki luas sebaran paling banyak, yaitu 7076.55 Ha atau 48.61%. Seluruh
kecamatan di Jakarta memiliki kawasan pada kelas prioritas kedua, akan tetapi kelas
prioritas kedua paling tinggi ditempati oleh Pasar Minggu dengan luas 2249.70 Ha
(88.80%) dan Pancoran dengan luas 747.71 Ha (86.76%). Kelas prioritas ketiga di
Jakarta Selatan sebesar 6210.03 atau 42.66% dari total luas Jakarta Selatan. Peta
lokasi prioritas disajikan pada Gambar 13.

25
Tabel 15 Kelas Prioritas Pengembangan Hutan Kota di Jakarta Selatan
Kecamatan
Jagakarsa
Cilandak
Kebayoran Baru
Kebayoran Lama
Mampang Prapatan
Pancoran
Pasar Minggu
Pesanggrahan
Setiabudi
Tebet
Total (Ha)

1
0.00
0.00
0.03
0.00
68.74
113.17
0.00
0.00
698.99
388.93
1269.86

Kelas
2
1853.33
500.91
174.20
127.91
457.48
747.71
2249.70
229.29
178.20
557.83
7076.55

3
336.85
1307.14
1098.37
1812.34
264.39
0.92
283.86
1106.16
0.00
0.00
6210.03

Total (Ha)
2190.17
1808.05
1272.60
1940.26
790.61
861.79
2533.57
1335.44
877.19
946.75
14556.43

Gambar 13 Peta Lokasi Prioritas Pengembangan Hutan Kota di Jakarta Selatan
Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau akan dibagi menurut kecamatan di
Jakarta Selatan. Lahan yang tersedia berupa vegetasi pohon dan non sebesar
1389.14 Ha atau 9.54% dari total luas Jakarta Selatan (Tabel 16). Kelas prioritas
terendah berada di Kecamatan Jagakarsa dengan luas lahan Ruang Terbuka Hijau
adalah 983.61 Ha yang terbagi dua variabel antara lain vegetasi pohon sebesar
230.84 Ha dan non pohon 118.58 Ha. Kelas prioritas ketiga memiliki nilai suhu dan
polutan yang rendah yang disebabkan oleh masih luasnya lahan hijau di kecamatan

26
Jagakarsa, akan tetapi lokasi ini juga perlu dibangun atau dikembangkan hutan kota
agar kualitas udara semakin baik dan nyaman
Tabel 16 Areal Potensi Pengembangan Hutan Kota di Jakarta Selatan
1
Kecamatan
Jagakarsa
Cilandak
Kebayoran Baru
Kebayoran Lama
Mampang
Prapatan
Pancoran
Pasar Minggu
Pesanggrahan
Setiabudi
Tebet
Total (Ha)

2

3

47.60
1.40
1.05
0.00

Non
Pohon
69.47
6.43
9.66
0.00

Total
(Ha)

0.00
0.00
0.00
0.00

Non
Pohon
0.00
0.00
0.00
0.00

0.00

2.13

0.00

5.79

3.37

5.27

16.57

0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00

2.05
0.00
0.00
42.32
31.45
77.96

20.16
52.73
0.00
5.47
9.07
137.48

20.42
51.29
17.16
9.87
0.00
190.09

0.00
15.61
9.73
0.00
0.00
446.32

0.79
57.87
112.47
0.00
0.00
537.29

43.43
177.50
139.36
57.66
40.52
1389.14

Pohon

Pohon

230.84
39.38
105.04
42.33

Non
Pohon
118.58
132.11
21.48
88.72

466.50
179.32
137.23
131.05

Pohon

Luas kelas prioritas kedua sebesar 327.57 Ha dengan sebaran terluas tetap
berada di Jagakarsa. Selain Jagakarsa, kecamatan Pasar Minggu mempunyai
potensi hutan kota dengan vegetasi non pohon sebesar 52.73 Ha dan kecamatan
Pancoran dengan vegetasi pohon sebesar 20.16 Ha. Kelas prioritas kedua dapat
dijadikan pertimbangan yang lebih dibanding kelas prioritas ketiga. Dengan adanya
hutan kota, Ruang Terbuka Hijau tersebut terhindar dari alih fungsi lahan karena
hutan kota dibangun berdasarkan PP Nomor 63 Tahun 2002.
Kelas prioritas pertama berada di empat kecamatan, antara lain Pancoran,
Setiabudi, Mampang Prapatan dan Tebet dengan vegetasi non pohon sebesar 77.96
Ha. Keempat kecamatan ini merupakan lokasi yang menjadi pusat pemerintahan
dan pusat perdagangan sehingga didominasi oleh lahan terbangun. Luas Ruang
Terbuka Hijau pada keempat kecamatan ini masih belum cukup mengingat suhu
dan polutan di lokasi tersebut tergolong paling tinggi. Salah satu solusi dalam
meningkatkan kualitas lingkungan adalah dengan membuat jalur Ruang Terbuka
Hijau di badan kereta api dan badan sumber air serta memberikan kompensasi
terhadap perusahaan untuk lahan mereka yang akan dijadikan sebagai hutan kota
sesuai dengan nilai pajak yang berlaku dan luas minimum yang wajib disediakan
oleh perusahaan untuk penanaman pohon yaitu sebesar 0.25 hektar.
Jumlah potensi hutan kota yang telah ditemukan oleh Dinas Pertanian DKI
Jakarta dimasukkan ke dalam kelas prioritas pengembangan hutan kota di Jakarta
Selatan. Potensi hutan kota yang ditemukan oleh Dinas Pertanian DKI Jakarta
berupa vegetasi pohon (Tabel 17). Kelas prioritas ketiga yang didapat oleh Dinas
Pertanian adalah 222.83 Ha dan kelas prioritas kedua adalah 79.71 Ha. Luas kelas
prioritas ketiga yang dikemukakan oleh Dinas Pertanian berbeda dengan luas kelas
prioritas dari hasil penelitian ini. Hal ini disebabkan oleh penggunaan Citra satelit
resolusi tinggi yang dapat menganalisis tutupan lahan dengan lebih jelas pada

27
penelitian ini sehingga lokasi yang potensial untuk dikembangkan menjadi hutan
kota dapat ditemukan. Gambar 14 menunjukkan beberapa lokasi yang dapat
diprioritaskan untuk dikembangkan menjadi hutan kota.
Tabel 17 Areal Potensi Hutan Kota menurut Dinas Pertanian Provinsi DKI Jakarta
Kelas
Kecamatan
Total (Ha)
1
2
3
Jagakarsa
0.00
38.07
20.35
58.42
Cilandak
0.00
2.02
10.00
12.02
Kebayoran Baru
0.00
0.00
0.00
0.00
Kebayoran Lama
0.00
0.00
42.65
42.65
Mampang Prapatan
0.00
0.00
0.00
0.00
Pancoran
0.00
5.60
0.00
5.60
Pasar Minggu
0.00
33.43
140.00
173.43
Pesanggrahan
0.00
0.60
9.82
10.42
Setiabudi
0.00
0.00
0.00
0.00
Tebet
0.00
0.00
0.00
0.00
Total (Ha)
0.00
79.71
222.82
302.53

14a

14b

14c

14d