Pemodelan Spasial Kesesuaian Habitat Kukang Jawa (Nycticebus javanicus Geoffroy 1812) di Cisurupan Kabupaten Garut

PEMODELAN SPASIAL KESESUAIAN HABITAT KUKANG
JAWA (Nycticebus javanicus Geoffroy 1812)
DI CISURUPAN KABUPATEN GARUT

ACHMAD ROBYANTORO

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemodelan Spasial
Kesesuaian Habitat Kukang Jawa (Nycticebus javanicus Geoffroy 1812) di
Cisurupan Kabupaten Garut adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014

Achmad Robyantoro
NIM E34090072

iv

ABSTRAK
ACHMAD ROBYANTORO. Pemodelan Spasial Kesesuaian Habitat Kukang
Jawa (Nycticebus javanicus Geoffroy 1812) di Cisurupan Kabupaten Garut.
Dibimbing oleh LILIK BUDI PRASETYO dan DONES RINALDI.
Kukang jawa merupakan primata nocturnal endemik pulau Jawa. Habitat
kukang jawa adalah hutan primer, hutan sekunder, perkebunan dan bambu.
Kukang jawa satwa terancam punah karena perdagangan satwa secara ilegal dan
penyempitan habitat. Pemodelan spasial merupakan salah satu upaya pelestarian

kukang jawa secara insitu terutama di Cisurupan Garut. Faktor kesesuaian habitat
kukang jawa yang digunakan adalah ketinggian, kelerengan, NDVI, jarak pohon
tidur, suhu permukaan, dan kepadatan pakan. Model kesesuaian habitat kukang
jawa (Nycticebus javanicus) berdasarkan analisis PCA Y = (1.952*Ketinggian) +
(1.952*Kelerengan) + (1.028*NDVI) + (1.952*Suhu permukaan) +(1.347*Pohon
tidur) +(1.952*Kepadatan pakan) dengan nilai validasi sebesar 100%. Habitat
Nycticebus javanicus memiliki luas total 7843,02 ha. Sebesar 534,55 ha untuk
kesesuaian rendah, untuk kesesuaian sedang sebesar 2968,11 ha, dan 3971,87 ha
untuk kesesuaian tinggi.
Kata kunci :

Cisurupan, kesesuaian habitat, kukang jawa.

ABSTRACT
ACHMAD ROBYANTORO. Habitat Suitability Mapping Of Javan Slow Loris
(Nycticebus javanicus Geoffroy 1812) In Cisurupan Garut West Java. Supervised
by LILIK BUDI PRASETYO and DONES RINALDI.
Javan Lorises (Nycticebus javanicus) are nocturnal primates endemic to
Java island. Their habitats are primary and secondary forest vegetation, plantation
area,

and
bamboos
vegetation.
They
were categorized
as
endangered species because of the illegal trading and their habitat degradation.
Spatial modelling was one of many kinds of Javan loris insitu conservation efforts
of the especially in Cisurupan Garut. The habitat suitability factors of Javan
lorises were altitude, slope, NDVI, surface temperature,distance of sleep trees and
feed density. The Javan lorises habitat suitability based on PCA was Y
= (1.952*altitude) + (1.952*slope) + (1.028*NDVI) + (1.952* surface temperature) + (1.347* distance of sleep trees) + (1.952*feed density), with validation
value of 100%. Total area habitats Javan lori is 7843,02 ha. As many as 534.55
ha of their habitat were categorized into low suitability,2968.11 ha categorized
into medium suitability, and 3971.87 ha of its were categorized into high
suitability.
Keywords : Cisurupan, javan loris, suitability habitat.

PEMODELAN SPASIAL KESESUAIAN HABITAT KUKANG
JAWA (Nycticebus javanicus Geoffroy 1812)

DI CISURUPAN KABUPATEN GARUT

ACHMAD ROBYANTORO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

vi

Judul Skripsi : Pemodelan Spasial Kesesuaian Habitat Kukang Jawa (Nycticebus
javanicus Geoffroy 1812) di Cisurupan Kabupaten Garut

Nama
: Achmad Robyantoro
NIM
: E34090072

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo, MSc
Pembimbing I

Ir Dones Rinaldi, MScF
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


viii

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Juni sampai Agustus 2013
ini ialah satwa langka, dengan judul Pemodelan Spasial Kesesuaian Habitat
Kukang Jawa (Nycticebus javanicus Geoffroy 1812) di Cisurupan Kabupaten
Garut. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo, MSc
dan Ir Dones Rinaldi, MScF. selaku pembimbing.
Penghargaan penulis sampaikan kepada Prof Anna Nekaris, Vincent
Nijman, Johana Rode, Jullia Hill, Kang Dendi, Kang Adin, dan Acong dari Pihak
Little Fireface Project yang telah membantu proses pengumpulan data. Terima
kasih penulis sampaikan kepada keluarga besar mahasiswa DKSHE, Himakova,
dan “Anggrek Hitam 46” Ilham, Iga, Lala dan yang tidak dapat penulis ucapkan
satu persatu yang telah memberikan motivasi dan bantuan. Penulis ucapkan terima
kasih kepada “uni adiak uda” Mya Amelia yang sudah memotivasi dan
mendukung proses penyelesaian skripsi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada orang tua Slamet Riyadi, SH dan Mutrikhanah, kakak Dwi Amelia
Nurhidaya dan Adiantoro, adik Sabrina Arifah Ramadhani, serta seluruh keluarga

atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2014

Achmad Robyantoro

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

2

METODE

2


Lokasi dan Waktu

2

Bahan dan Alat

2

Metode Pengumpulan Data

3

Analisis Data

3

HASIL DAN PEMBAHASAN
Faktor Penentu Kesesuaian Habitat Nycticebus javanicus

8

8

Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis)

19

Analisis Spasial

21

Validasi Kesesuaian Habitat Nycticebus javanicus

23

SIMPULAN DAN SARAN

23

Simpulan


23

Saran

24

DAFTAR PUSTAKA

24

LAMPIRAN

27

x

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Penentuan nilai kelas kesesuaian habitat kukang jawa
Penyebaran kukang jawa berdasarkan ketinggian
Penyebaran kukang jawa berdasarkan kelerengan
Penyebaran kukang jawa berdasarkan NDVI
Penyebaran kukang jawa berdasarkan jarak pohon tidur
Penyebaran kukang jawa berdasarkan suhu permukaan
Penyebaran kukang jawa berdasarkan kepadatan pakan
Nilai initial eigenvalues (akar ciri)
Vektor ciri PCA
Nilai pemodelan PCA pada masing-masing variabel
Pembobotan variabel
Kelas kesesuaian habitat kukang jawa
Validasi model kesesuaian habitat kukang jawa

8
10
10
11
14
14
17
19
20
20
21
23
23

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Peta lokasi penelitian Cisurupan Garut
Bagan alir penelitian
Kerangka pembuatan peta ketinggian dan kelerengan
Kerangka pembuatan peta NDVI
Kerangka pembuatan peta jarak pohon tidur
Kerangka pembuatan peta penyebaran suhu permukaan
Kerangka pembuatan peta kepadatan pakan
Peta ketinggian
Peta kelerengan
Peta NDVI
Peta jaringan pohon tidur
Peta sebaran suhu permukaan
Peta kepadatan pakan kukang jawa
Pohon Jenjeng (Acacia deccurens) (a) getah pohon Jenjeng, (b) lubang
bekas gigitan kukang jawa
15 Peta kesesuaian habitat kukang jawa

2
4
5
5
6
6
7
9
12
13
15
16
18
19
22

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil principal component analysis (PCA)
2 Foto kukang jawa
3 Foto habitat kukang jawa

27
29
30

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kukang jawa (Nycticebus javanicus) merupakan primata endemik Pulau
Jawa yang termasuk dalam famili Lorisidae (Nekaris dan Bearder 2007).
Penyebaran satwa nocturnal ini meliputi Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah dan
Jawa Timur. Satwa arboreal yang hidup di hutan primer, hutan sekunder, hutan
pegunungan dan beberapa ditemukan di perkebunan, serta di bambu (Nowak
1999; Ario 2010). Kukang tergolong satwa pemakan segala (omnivora) dengan
pakan utama buah-buahan, dedaunan, dan getah. Kukang jawa di habitat aslinya
memakan biji-bijian, serangga, telur burung, kadal dan mamalia kecil (Napier dan
Napier 1967 diacu dalam Wirdateti et al. 2005).
Terancam punahnya kukang jawa disebabkan oleh perdagangan satwa
secara ilegal, penyempitan habitat, gangguan aktifitas manusia dan jalan, serta
faktor intrinsik (siklus reproduksi) (Mittermeier et. al. 2012). Satwa ini
merupakan satwa yang dilindungi berdasarkan SK Menteri Pertanian No.
66/KPTS/UM-II/1973, diperkuat oleh SK Menteri Kehutanan No. 301/KPTS/
11/1991, selanjutnya oleh Undang-undang No. 5 Tahun 1990 dan PP No. 7 Tahun
1999 (Departemen Kehutanan 1999). Pada tahun 2000 IUCN melakukan
perubahan terhadap kategori kukang jawa dari kurang terancam menjadi
kekurangan data, dan pada tahun 2008 berubah menjadi hampir punah (Nekaris et
al. 2008). CITES (2007), memperkuat hal ini karena telah mengubah status
kukang jawa dari Apendiks II menjadi Apendiks I.
Pemodelan spasial perlu dilakukan pada kukang jawa karena dapat
memberikan informasi yang penting dan akurat mengenai prediksi distribusi
spesies dan habitatnya untuk mempermudah pengontrolan populasi dan
pengelolaan habitat sehingga mempermudah dalam manajemen pengelolaan agar
kukang jawa dapat lestari. Perencanaan dan pengelolaan SDAH yang baik mutlak
diperlukan untuk itu diperlukan informasi yang memadai agar dapat dipakai oleh
pengambil keputusan termasuk menggunakan sistem informasi geografis (SIG).
SIG merupakan sistem pengelolaan informasi yang menyediakan berbagai
fasilitas analisa data, salah satunya analisis spasial. Penggunaan sistem ini,
pemodelan tingkat kesesuaian habitat dan pemetaan distribusi kukang dapat
dilakukan sebagai salah satu upaya konservasi insitu kukang jawa.
Hutan sekunder, perkebunan dan bambu merupakan habitat bagi kukang
(Yasuma dan Alikodra 1990; Nowak 1999; Ario 2010). Sebagian kawasan
Cisurupan bukan merupakan kawasan konservasi melainkan milik masyarakat
yang dimanfaatkan sebagai perkebunan. Cisurupan tidak hanya memiliki
perkebunan melainkan hutan yang memiliki topografi berbukit-bukit dan suhu
yang sesuai dengan habitat kukang jawa.
Tujuan Penelitian
Penelitian dilakukan untuk memberikan informasi mengenai pemodelan
spasial kesesuaian habitat kukang jawa (Nycticebus javanicus) dengan
menggunakan system informasi geografis dan penginderaan jarak jauh di
Cisurupan, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat.

2
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi Balai
Konservasi Sumberdaya Alam terutama di Cagar Alam Papandayan dalam
pelestarian satwa liar khususnya kukang jawa di Cisurupan Kabupaten Garut.
Informasi mengenai sebaran spasial habitat jenis ini dapat digunakan untuk
menduga potensi ancaman dari hutan yang menjadi wilayah penyebaran alaminya
dan sebagai bahan pertimbangan bagi pengelolaan kawasan.

METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Cisurupan, Kabupaten Garut (Gambar 1) selama
dua bulan, sejak bulan Juni hingga Agustus 2013. Pengolahan data dilakukan di
Laboratorium Analisis Lingkungan dan Permodelan Spasial, Departemen
Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB.

Gambar 1 Peta lokasi penelitian Cisurupan Garut
Bahan dan Alat
Objek utama dalam penelitian ini adalah kukang jawa. Peralatan yang
digunakan di lapangan adalah GPS (Global Positioning System), kamera,
headlamp, dan alat tulis. Alat yang digunakan dalam pengolahan dan analisis data
antara lain: satu paket SIG termasuk komputer (PC Dekstop), Microsoft Office,
software ArcGis 10.1 dan ERDAS Imagine 9.1, pengolah data statistika SPSS.

3
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah data Citra
Landsat TM tanggal akuisi 16 Maret 2009 dan ASTER GDEM path 121 row 65,
Peta Penunjukan kawasan hutan dan perairan, Peta Batas administrasi Kabupaten
Garut, Peta Batas Provinsi Jawa Barat.
Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer
adalah data yang diperoleh dari hasil observasi lapang, sedangkan data sekunder
adalah dari Landsat, ASTER GDEM, dan penelusuran literatur (Gambar 2).
Observasi Lapang
Observasi dilakukan untuk mendapatkan data yang akurat dan spesifik
mengenai sebaran geografis kukang jawa. Observasi dilakukan dengan
menggunakan metode langsung dan tidak langsung. Jenis keberadaan kukang
jawa yang dicatat adalah penemuan secara langsung. Metode tidak langsung yang
dicatat adalah bekas gigitan pada pohon pakan serta wawancara terhadap
pemandu lapang.
Studi Literatur
Data bio-ekologi kukang jawa dan data pendukung lainya diperoleh dari
hasil studi pustaka.

Analisis Data
Pengolahan Citra
Pengolahan citra terdiri dari pemulihan citra (image restoration), dan
pemotongan citra (subset image). Pemulihan citra bertujuan untuk memperbaiki
data citra yang mengalami distorsi, kearah gambaran yang lebih sesuai dengan
tampilan aslinya. Langkahnya meliputi koreksi geometri dan radiometrik. Koreksi
geometrik bertujuan untuk memperbaiki distorsi geometrik, sedangkan koreksi
radiometrik bertujuan untuk memperbaiki bias pada nilai digital piksel yang
disebabkan oleh gangguan atmosfer maupun kesalahan sensor. Tahap awal dalam
koreksi geometrik yaitu penentuan tipe proyeksi dan sistem koordinat yang
digunakan. Sistem koordinat yang digunakan yaitu sistem koordinat geografik dan
proyeksi UTM (Universal Transverse Mercator). Pemotongan citra (subset
image) bertujuan untuk membatasi wilayah penelitian dengan memotong batas
wilayah menggunakan peta batas administrasi Cisurupan yang ada.
Pembuatan Peta Ketinggian dan Peta Kelerengan
Peta ketinggian dan kelerengan dibuat dari data peta ASTER GDEM yang
dianalisis dengan menggunakan software ArcGis 10.1. Proses pembuatan peta
ketinggian dan kelerengan dapat dilihat pada Gambar 3.

4

Peta Kawasan Cisurupan

Observasi Lapang

Citra Landsat

Peta
Ketinggian

Peta
Kelerengan

Data Spasial

Peta RBI

Peta NDVI

Peta Pohon
Tidur

Peta Suhu

Koordinat
Kukang

Peta Kepadatan
Pakan

Summarize Zones (Arcgis)
Peta Kesesuaian Habitat Kukang
Analisis Komponen Utama

Pembobotan

Validasi

Overlay

Model Kesesuaian Habitat
Diterima

Ya

Akurasi
Model

Gambar 2 Bagan alir penelitian

Tidak

5
Data Vektor Kontur
Surface (Erdas Imagine 9.1)
Digital Elevation Model (DEM)

Classify

Slope

Reclassify

Classify

Peta ketinggian

Reclassify
Peta kelerengan

Gambar 3 Kerangka pembuatan peta ketinggian dan kelerengan
Pembuatan Peta NDVI
Pembuatan peta NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) diperoleh
dari citra landsat yang telah dikoreksi geometris (Gambar 4). Nilai NDVI
merupakan nilai tengah dari spektral yang didapat dari gelombang
elektromagnetik merah dan inframerah terdekat. Perhitungan NDVI dengan Erdas
Imagine 9.1 menggunakan rumus: NDVI
Citra Landsat (raster)
Model Maker (Erdas 9.1)
Classify
Reclassify
Peta NDVI
Gambar 4 Kerangka pembuatan peta NDVI

6
Pembuatan Peta Jarak Pohon Tidur
Peta jarak pohon tidur (buffer) dibuat dari data peta jaringan pohon tidur
hasil observasi (vektor) yang dianalisis dengan menggunakan software ArcGis
10.1. Pohon tidur yang dianalisis adalah bambu. Proses pembuatannya disajikan
pada Gambar 5.
Peta Jaringan Vegetasi (vector)
Spatial Analyst – Distance (ArcGis 10.1)
Classify
Reclassify
Peta jarak dari pohon tidur
Gambar 5 Kerangka pembuatan peta jarak pohon tidur
Pembuatan Peta Suhu Permukaan
Pembuatan peta temperatur dibuat dari citra landsat yang telah dikoreksi
geometris. Proses pembuatan disajikan pada Gambar 6.

Citra Landsat TM
Band 6
Model Maker (Erdas 9.1)
Classify
Reclassify
Peta penyebaran suhu permukaan
Gambar 6 Kerangka pembuatan peta penyebaran suhu permukaan
Pembuatan Kepadatan Pakan
Peta kepadatan pakan dibuat dari hasil penemuan tidak langsung yaitu
dengan penemuan jejak gigitan pada pohon pakan, dalam hal ini pohon pakan
yang dimaksud adalah Jenjeng (Acacia decurrens) (Gambar 7).

7
Titik Perjumpaan Pakan Kukang jawa
(vector)
Spatial Analyst – Kernel Density (ArcGis 10.1)
Classify
Reclassify
Peta Kepadatan Pakan
Gambar 7 Kerangka pembuatan peta kepadatan pakan
Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis)
Proses menganalisis kesesuaian habitat kukang jawa digunakan analisis
komponen utama (AKU). Parameter habitat yang akan dianalisis untuk
mengetahui kesesuaian habitat kukang jawa adalah ketinggian, kelerengan, NDVI,
jarak pohon tidur, suhu permukaan dan kepadatan pakan.
Hasil dari AKU digunakan untuk menentukan bobot masing-masing faktor
habitat dan untuk analisis spasial sehingga menghasilkan persamaan sebagai
berikut:
Y = aFk1+bFk2+cFk3+dFk4+ eFk5+ eFk6
Keterangan:
Y : Model habitat kukang jawa
a-d : Nilai bobot setiap variabel
Fk1 : Faktor ketinggian
Fk2 : Faktor kelerengan
Fk3 : Faktor NDVI
Fk4 : Faktor jarak pohon tidur
Fk5 : Faktor suhu permukaan
Fk6 : Faktor kepadatan pakan
Analisis Spasial
Titik sebaran kukang jawa dianalisis dengan faktor-faktor spasialnya yang
meliputi ketinggian, kelerengan, NDVI, jarak pohon tidur, suhu permukaan dan
kepadatan pakan untuk mendapatkan bobot. Analisis spasial dilakukan dengan
metode tumpang susun (overlay), pengkelasan (class), pembobotan (weighting),
dan pengharkatan (skoring).
Pemberian bobot didasari oleh nilai kepentingan atau kesesuaian bagi
habitat kukang jawa. Nilai tertinggi menunjukkan faktor habitat yang paling
berpengaruh (kelas 3), nilai di bawahnya menunjukkan faktor habitat yang
berpengaruh (kelas 2), dan nilai terendah menunjukkan faktor habitat yang kurang
berpengaruh (kelas 1). Nilai skor klasifikasi untuk kesesuaian habitat didapat
melalui rumus :

8



SKOR =
Wi * Fki
Keterangan:
Wi
: Bobot untuk setiap parameter
Fki
: Faktor kelas dalam parameter
SKOR : Nilai dalam penetapan klasifikasi kesesuaian habitat
Kelas Kesesuaian Habitat Kukang Jawa
Peta kesesuaian habitat kukang jawa selanjutnya dibagi menjadi 3 kelas
kesesuaian yaitu kesesuaian tinggi, kesesuaian sedang dan kesesuaian rendah.
Nilai selang klasifikasi kesesuaian habitat dihitung berdasarkan sebaran nilai
piksel yang dihasilkan dari analisis spasial. Menurut Indrawati (2010), Penentuan
nilai kesesuaian habitat kukang jawa ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Penentuan nilai kelas kesesuaian habitat kukang jawa
Kelas Kesesuaian
Rendah
Sedang
Tinggi

Rumus
Nilai minimal s/d (Nilai rata-rata – ½ Std)
(Nilai rata-rata – ½ Std) s/d (Nilai rata-rata + ½ Std)
(Rata-rata +½ Std) s/d Nilai maksimal

Validasi
Validasi bertujuan untuk mengetahui tingkat kepercayaan terhadap model
yang dibangun. Berikut adalah cara perhitungan validasi klasifikasi habitat
kukang jawa:
Validasi = ×100%
Keterangan:
n
: Jumlah titik pertemuan kukang jawa pada satu klasifikasi kesesuaian
N
: Jumlah total titik pertemuan kukang jawa hasil survei
V
: Persentase kepercayaan (Validasi)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Faktor Penentu Kesesuaian Habitat Nycticebus javanicus
Ketinggian
Ketinggian tempat merupakan faktor yang mempengaruhi keanekaragaman
tumbuhan dan satwa. Semakin tinggi suatu tempat makan nilai kekayaan jenis di
lokasi tersebut semakin rendah (Mackinnon 1982). Semakin tinggi letaknya,
komposisi jenis dan struktur hutan berubah menjadi terbatas (Alikodra 2002).
Perubahan besar dalam komposisi jenis terjadi bersamaan dengan adanya
peralihan dari habitat dataran rendah ke habitat pegunungan. Peta ketinggian
diperoleh dari peta ASTER GDEM. Hasil dari analisis peta ketinggian lokasi
penelitian berada pada ketinggian 1 008 – 2 579 m dpl.

Gambar 8 Peta ketinggian

9

10
Tabel 2 Penyebaran kukang jawa berdasarkan ketinggian
Kelas Tinggi (m dpl)
1 000 – 1 250
1 250 – 1 500
1 500 – 1 750
≥ 1 750

Luas (ha)
1 183.02
1 850.95
1 491.03
2 913.15

Banyak perjumpaan
0
369
81
0

Data sebaran vertikal kukang jawa diklasifikasikan dalam empat kelas
ketinggian (Tabel 2). Menurut Winarti 2011, Supriatna dan Wahyono 2000,
kukang jawa dapat dijumpai pada sebaran vertikal 0 – 1 300 m dpl. Namun hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa kukang jawa pada Kecamatan Cisurupan dapat
dijumpai hingga ketinggian 1 674 m dpl. Peta sebaran kukang jawa berdasarkan
ketinggian dapat dilihat pada Gambar 8.
Kelas ketinggian 1 000 – 1 250 m dpl kukang jawa tidak dapat terdeteksi
karena ketinggian ini areal lahan terbangun lebih banyak dibandingkan dengan
lahan bervegetasi, hal ini berkolerasi negatif dengan ketersedian pakan dan
kebutuhan untuk berlindung untuk mendukung keberlangsungan kehidupan
kukang jawa. Pada kelas ketinggian ≥ 1 750 m dpl kukang jawa tidak ditemukan
karena kelas ketinggian ini memiliki tipe hutan pegunungan yang cenderung
memiliki jumlah jenis tumbuhan yang lebih sedikit sehingga tidak ditemukannya
vegetasi yang menjadi sumber pakan bagi kukang jawa.
Kelerengan
Peta kelerengan Cisurupan diperoleh dari peta DEM yang dianalisis
berdasarkan kelas kelerengannya. Pengelompokan kelas kelerengan didasarkan
pada tabel kriteria penetapan hutan lindung menurut SK Menteri Pertanian No.
837/Kpts/Um/II/1980. Kelas kelerengan dibagi menjadi lima kategori, yaitu 0-8%
(datar), 8-15% (landai), 15-25% (agak curam), 25-40% (curam), dan >40%
(sangat curam). Sebaran kukang jawa disajikan pada Tabel 3 dan peta sebaran
berdasarakan kelerengan dapat dilihat pada Gambar 9.
Tabel 3 Penyebaran kukang jawa berdasarkan kelerengan
Kelas Lereng (%)
Luas (ha)
Banyak perjumpaan
0-8
8 - 15
15 - 25
25 - 40
> 40

659.80
1 502.98
2 005.28
1 660.20
1 609.88

4
58
146
173
69

Tabel 3 menunjukkan bahwa kukang jawa mampu hidup dari daerah datar
sampai kepada daerah yang sangat curam. Kelas kelerengan 25-40% memiliki
persentase perjumpaan kukang jawa terbanyak yaitu 38,4%. Menurut Winarti
(2011), kukang jawa hidup pada kondisi topografi yang berbukit-bukit. Menurut
Rinaldi (2003), satwa arboreal di TNGHS lebih banyak mengunakan topografi
yang curam. Kelas kelerengan curam lebih banyak digunakan karena kondisi ini
sangat menguntungkan bagi satwa untuk menghindari dari serangan predator

11
terutama dari perburuan oleh manusia. Kelas kelerengan curam memiliki vegetasi
yang belum terganggu, tingkat kesukaran dalam proses penggarapan lahan bagi
masyarakat setempat menjadi alasan daerah curam memiliki vegetasi yang masih
alami. Daerah ini memiliki kerapatan tinggi sehingga memberikan akses yang
mudah bagi satwa arboreal untuk berpindah dalam melakukan aktivitas terutama
memperoleh pakan.
Normalized Difference Vegetation Index (NDVI)
Penutupan/penggunaan lahan bervegetasi dipelajari dengan menggunakan
indeks vegetasi. NDVI merupakan indeks tak bersatuan umum digunakan sebagai
perwakilan kondisi tutupan lahan bervegetasi (Panuju et al. 2009). Klasifikasi
NDVI menggambarkan kondisi penutupan lahan diperoleh dari citra landsat TM
yang dapat digunakan untuk memisahkan tipe hutan (Xiao et al. 2002 diacu dalam
Panunju et.al 2009). Hasil analisis dengan menggunakan ArcGis 10.1
memperoleh nilai piksel NDVI dari -0,13 sampai 0,80. Rahmi (2009); Rambe
(2009); Shanty et.al. klasifikasi NDVI secara jelas disajikan pada Tabel 4 dan peta
sebaran kukang jawa berdasarkan NDVI (Gambar 10).
Tabel 4 Penyebaran kukang jawa berdasarkan NDVI
NDVI

Kelas
NDVI

Luas (ha)

Banyak
perjumpaan

-0.13 – 0
0 – 0.15
0.15 – 0.43
0.43 – 0.54
0.54 – 1

Badan air
Tanah kosong
Kebun
Hutan sekunder
Hutan primer

33.48
87.70
1 301.64
1 167.99
4 848.03

0
0
159
119
172

Nilai NDVI mendekati satu mengindikasi tutupan tajuk yang semakin rapat.
Nilai NDVI (-1)–0.32 merupakan tutupan tajuk rendah, 0.32-0.42 memiliki
tutupan tajuk sedang dan 0.42–1 merupakan tutupan tajuk yang rapat (Dephut
2005). Kukang jawa ditemukan dari nilai NDVI 0.13–0.80, hal ini menjelaskan
bahwa kukang jawa lebih menyukai kondisi yang bervegetasi dengan tutupan
tajuk sedang sampai pada tutupan tajuk tinggi. Tutupan tajuk yang tinggi sangat
berfungsi bagi satwa arboreal terutama kukang jawa untuk berpindah dalam
melakukan aktivitas harian.
Menurut Nowak (1999) dan Ario (2010), Kukang jawa hidup di hutan
primer, hutan sekunder, hutan pegunungan dan beberapa ditemukan di
perkebunan, serta di bambu. Berdasarkan klasifikasi tutupan tajuk dengan nilai
NDVI dimana kukang jawa banyak ditemukan di tipe hutan primer. Sedangkan
Pamudi (2008), kukang jawa di Bodogol lebih banyak ditemukan pada tipe hutan
sekunder. hal ini berbeda dengan hasil penelitian Pamudi (2008) yang menemukan
bahwa kukang jawa lebih banyak ditemukan di hutan primer. Kondisi vegetasi
hutan yang rapat dapat berfungsi sebagai tempat mencari makan, minum,
berlindung dan berkembangbiak (Alikodra 2002).
.

Gambar 9 Peta kelerengan

12

Gambar 10 Peta NDVI

13

14
Jarak Pohon Tidur
Jarak pohon tidur merupakan salah satu variabel biotik yang digunakan.
Pohon tidur menjadi salah satu kebutuhan pokok untuk keberlangsungan satwa.
Menurut Winarti (2011), kukang jawa lebih sering menggunakan bambu sebagai
pohon tidur. Bambu memiliki kanopi yang rimbun sehingga keberadaan kukang
jawa di dalam kanopinya tidak terlihat. Hal ini dilakukan untuk menghindari dari
serangan predator pada siang hari.
Pembagian kelas jarak pohon tidur didasari oleh kedekatan jaraknya. Luas
dan jumlah titik perjumpaan pada masing-masing kelas disajikan dalam Tabel 5,
dan peta sebaran kukang jawa berdasarkan jarak pohon tidur dapat dilihat pada
Gambar 11.
Tabel 5 Penyebaran kukang jawa berdasarkan jarak pohon tidur
Jarak (M)

Luas (ha)

Banyak perjumpaan

0 – 250
250 – 500
≥ 500

2 419.60
1 650.95
3 365.30

447
3
0

Hasil identifikasi 450 jejak dan penemuan secara langsung di lokasi
penelitian terhadap jarak pohon tidur memperlihatkan bahwa 99,3% kukang jawa
berada dekat dengan pohon tidur. Pada saat pengamatan ditemukan bahwa kukang
melakukan aktifitas breeding pada vegetasi bambu. Pergerakan yang lambat
membuat kukang mencari lokasi tidur yang tidak berada jauh dengan ketersediaan
pakan. Pada lokasi penelitian ditemukan bahwa rumpun bambu berada tidak jauh
dengan sumber pakan yang ada, seperti Jenjeng (Acacia deccurens) yang
memanfaatkan getah pohonnya, dan Kaliandra (Caliandra spp) yang memakan
bagian sari bunga. Menurut Rogers dan Nekaris (2011), Kukang jawa hanya
mampu berjalan rata-rata jarak perpindahan sebesar 550m/jam dengan jelajah
harian + 1 000 m sehingga kukang jawa tidak akan jauh dari pohon tidurnya.
Suhu Permukaan
Peta sebaran suhu permukaan diperoleh dari analisis menggunakan citra
landsat TM5 menggunakan band 6. Rochidayat dan Sukowi (1979) diacu dalam
Sulistyono (1995) menyebutkan bahwa ketinggian tempat berpengaruh terhadap
suhu udara dan intensitas cahaya. Sebaran suhu berkolerasi negatif dengan
ketinggian sehingga semakin tinggi suatu tempat maka semakin rendah suhu di
suatu kawasan (Tabel 6). Peta sebaran kukang jawa berdasarkan suhu permukaan
dapat dilihat pada Gambar 12.
Tabel 6 Penyebaran kukang jawa berdasarkan suhu permukaan
uhu C

Luas (ha)

0 – 20
20 – 25
25 – 30
>30

1 126.31
3 426.59
2 203.55
688.16

Banyak perjumpaan
12
405
22
11

Gambar 11 Peta jaringan pohon tidur

15

Gambar 12 Peta sebaran suhu permukaan

16

17
Suhu berpengaruh terhadap aktifitas mamalia nokturnal dan berpengaruh
terhadap persediaan makanan. Aktifitas kukang akan meningkat pada suhu lebih
tinggi dan akan semakin meningkat ketika tidak ada cahaya bulan. Sebaliknya,
kukang akan mengurangi aktivitas pada kondisi suhu rendah dan pada saat cahaya
bulan terang atau terang bulan (Starr et al. 2012).
Pada lokasi penelitian kukang jawa ditemukan pada suhu permukaan 19 34 C dengan penemuan ter an ak terdapat pada rentang 20 – 25 C. Suhu
permukaan memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan suhu udara.
Suhu udara pada lokasi perjumpaan kukang erada di awah 25 C. enurut tarr
et.al. (2012), aktivitas rata-rata Nycticebus pygmaeus konstan pada rentang suhu
15-28 C. satwa nocturnal ini merupakan satwa yang mampu beradaptasi pada
suhu rendah sampai pada suhu tinggi.
Peta Kepadatan Pakan
Faktor biotik lain yang dijadikan variabel pembuatan model adalah
kepadatan pakan. Menurut Wiens (2002), pakan N. coucang merupakan satwa
omnivora yang memanfaatkan getah pohon sebanyak 38% dari total jenis pakan
yang sebagai sumber pakan. Pada musim kemarau kukang lebih banyak memakan
serangga sedangkan pada musim hujan kukang cenderung memakan getah pohon
atau sari bunga. Pohon jenjeng (Acacia deccurens) menghasilkan getah dari
bagian batang (Gambar 14). Kukang memiliki taring tajam dan kuat yang
berfungsi untuk menggigit batang pohon yang keras agar memperoleh getah yang
dihasilkan oleh pohon (Gambar 14b).
Kernel densiti adalah model perhitungan untuk mengukur kepadatan secara
non-parametrik. Ilmu statistik, istilah non-parametrik pada umumnya digunakan
untuk menjelaskan metode perhitungan yang bersifat free distribution. Dari hasil
analisis yang dilakukan, kepadatan pakan dibagi menjadi empat kategori,
disajikan pada Tabel 7 serta peta kepadatan pakan pada Gambar 13.
Tabel 7 Penyebaran kukang jawa berdasarkan kepadatan pakan
Kepadatan (ind/ha)
1–4
4–8
8 – 12
12 – 14

Luas (ha)
7 135.62
238.69
53.92
10.13

Banyak perjumpaan
66
88
213
83

Keberadaan satwa berkolerasi dengan kepadatan pakan sehingga semakin
banyak jumlah dan jenis pakan yang ada, maka semakin besar peluang
perjumpaan di areal tersebut. Tabel 7 mengindikasi bahwa kukang jawa paling
banyak ditemukan pada rentang 8 – 12 yaitu 47 %. Jika dilihat dengan
menggunakan peta kelerengan dan NDVI, kelas kepadatan 8 - 12 terdapat pada
kelerengan curam yang dapat mengurangi dampak predator serta tajuk rapat untuk
dapat berpindah secara mudah. Terkonsentrasinya titik perjumpan kukang jawa
disebabkan oleh home range yang kecil dan saling beirisan dengan individu lain.
Wilayah jelajah kukang jawa mencapai 3 - 8 ha dengan kepadatan populasi
berkisar antara 0.02-0.2 individu/Km (Nekaris dan Bearder 2011).

Gambar 13 Peta kepadatan pakan kukang jawa

18

19

(a)
(b)
Gambar 14 Pohon Jenjeng (Acacia deccurens) (a) getah pohon Jenjeng, (b)
lubang bekas gigitan kukang jawa

Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis)
PCA merupakan metode yang dapat digunakan untuk mengatasi
multikolinearitas (Soemartini 2008). Tujuan dari PCA yaitu mereduksi data dan
kemudian menginterpretasikannya. Data yang digunakan dalam analisis
komponen utama adalah data sebaran kukang jawa berdasarkan perjumpaan
secara langsung dan jejak serta hasil survey tim Little Fireface Project.
Variabel yang dianalisis, antara lain ketinggian, kelerengan, NDVI, jarak
pohon tidur, suhu permukaan, dan kepadatan pakan. Satuan variabel yang
digunakan berbeda-beda sehingga perlu dilakukan penyerataan nilai dengan
melakukan transformasi dengan menggunakan z-score pada SPSS. Tahap pertama
dalam analisis faktor untuk mendapatkan komponen utama adalah menilai
variabel mana yang dianggap layak (appropriateness) untuk dilanjutkan keanalisis
berikutnya. Seluruh variabel dapat diprediksi dan dianalisis lebih lanjut karena
telah memenuhi s arat nilai
A ≥ 0.5 antoso 2002 .
Tahap selanjutnya dilihat dari nilai KMO ≥ 0.5 dengan signifikansi ≤ 0.05
maka variabel dan sampel yang ada dapat dianalisis lebih lanjut (Santoso 2002).
Dari hasil analisis PCA diperoleh nilai KMO sebesar 0.577 dengan signifikansi
0,000. Hasil ekstraksi dengan menggunakan PCA menghasilkan enam variabel
yang digunakan untuk membuat model kesesuaian habitat diperoleh tiga
komponen baru yang memiliki nilai keragaman kumulatif 72.119%.
Tabel 8 Nilai initial eigenvalues (akar ciri)
Component
1
2
3
4
5
6

Initial Eigenvalues
Total
1.952
1.347
1.028
0.706
0.558
0.408

% of Variance
32.535
22.453
17.132
11.775
9.298
6.808

Cumulative %
32.535
54.988
72.119
83.894
93.192
100.000

20
Hasil analisis PCA Tabel 8 menjelaskan bahwa dengan menggunakan tiga
komponen utama sudah dapat menjelaskan varian sebanyak 72.119 % sedangkan
sisanya dijelaskan oleh faktor lain. Terdapat tiga variabel yang memiliki
hubungan positif terhadap komponen pertama yaitu ketinggian, kelerengan, dan
kepadatan pakan sedangkan jarak pohon tidur memiliki hubungan negatif dengan
komponen pertama. Komponen pertama lebih menggambarkan faktor lingkungan.
Komponen kedua memiliki variabel suhu permukaan saja yang menggambarkan
faktor abiotik. NDVI juga memiliki hubungan negatif terhadap komponen ketiga
yang menggambarkan faktor biotik. Vektor ciri masing-masing variabel disajikan
Tabel 9.
Tabel 9 Vektor ciri PCA
Variabel
Ketinggian
Kelerengan
NDVI
Jarak pohon tidur
Suhu permukaan
Kepadatan pakan

Component
1

2

3

0.723
0.665
-0.284
-0.570
-0.427
0.632

0.489
0.507
0.373
-0.028
0.692
-0.482

-0.006
0.286
-0.771
0.543
0.238
0.010

Bobot masing-masing variabel diperoleh dari nilai vektor ciri PCA dengan
masing-masing variabel yang dipilih mempunyai nilai tertinggi terhadap masingmasing komponen utama yang dihasilkan. Bobot tiap variabel mempunyai
hubungan positif dengan variabel permodelan kesesuaian habitat. Besarnya bobot
masing-masing variabel kesesuaian habitat disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10 Nilai pemodelan PCA pada masing-masing variabel
Variabel
Ketinggian
Kelerengan
NDVI
Jarak pohon tidur
Suhu permukaan
Kepadatan pakan

Nilai Total pada Initial Eigenvalue
1.952
1.952
1.028
1.952
1.347
1.952

Nilai bobot masing-masing variabel digunakan dalam persamaan untuk
mendapatkan model kesesuaian habitat N. javanicus. Persamaan kesesuaian
habitat yang digunakan yaitu sebagai berikut:
Y = (1.952*Ketinggian) + (1.952*Kelerengan) + (1.028*NDVI) + (1.952* Pohon
Tidur) + (1.347* Suhu permukaan) + (1.952*Kepadatan Pakan)

21
Analisis Spasial
Nilai kelas kesesuaian habitat yang digunakan dalam persamaan kesesuaian
habitat kemudian dilakukan proses tumpang tindih (overlay) terhadap setiap
variabel habitat yang digunakan. Nilai masing-masing kelas didapat dari proses
pengelasan tiap variabel habitat untuk dilakukan pengharkatan (scoring/skor) pada
masing-masing variabel. Skor dari tiap kelas dalam satu variabel berbeda antara
satu dengan yang lainnya. Nilai skor tiap variabel kesesuaian habitat disajikan
pada Tabel 11.
Tabel 11 Pembobotan variabel
Variabel
Ketinggian (m dpl)

Kelerengan (%)

NDVI

Jarak Pohon Tidur (M)

emperatur C

Kepadatan Pakan (ind/ha)

Kelas
1 000 – 1 250
1 250 – 1 500
1 500 – 1 750
≥ 1 750
0–8
8 – 15
15 – 25
25 – 40
≥ 40
-0.13 – 0
0-0.15
0.15 – 0.43
0.43 – 0.54
0.54 – 1
0 – 250
250 – 500
≥ 500
0 – 20
20 – 25
25 – 30
≥ 30
1–4
4–8
8 – 12
12 – 16

Skor
2
4
3
1
1
3
4
5
2
1
2
3
5
4
3
2
1
1
4
3
2
2
1
3
4

Dari hasil ditemukan bahwa nilai minimal 1.03 dan nilai maksimal sebesar
42.36 dengan menggunakan model yang telah ada. Kelas kesesuaian habitat
dibagi menjadi kesesuaian rendah, kesesuaian sedang dan kesesuaian tinggi.
Untuk mendapatkan nilai selang pada tiga kelas kesesuaian lainnya maka dibuat
kelas untuk kesesuaian rendah adalah nilai minimum sampai (nilai rata-rata - ½
standar deviasi), untuk kesesuaian sedang adalah (nilai rata-rata - ½ nilai standar
deviasi) sampai (nilai rata-rata + ½ nilai standar deviasi), dan untuk kesesuaian
tinggi adalah (nilai rata-rata + ½ nilai standar deviasi) – nilai maksimum (Gambar
15).

Gambar 15 Peta kesesuaian habitat kukang jawa

22

23
Tabel 12 Kelas kesesuaian habitat kukang jawa
Selang

Kelas Kesesuaian

Skor

Min sampai (Nilai rata-rata – ½ Std)
(Nilai rata-rata– ½ Std) sampai (Nilai
rata-rata + ½Std)
(Nilai rata-rata + ½ Std) sampai Max

Rendah
Sedang

1.03 – 17.67
17.67 – 25.20

Tinggi

25.20 – 42.36

Validasi Kesesuaian Habitat Nycticebus javanicus
Validasi model dilakukan dengan menguji model menggunakan data
validasi. Validasi model dilakukan untuk menerima model yang telah dibangun
dengan tingkat kepercayaan tinggi (lebih dari 85%) pada kelas kesesuaian sedang
dan tinggi (Koeswara 2010). Validasi model kesesuaian habitat kukang jawa
menggunakan 300 titik perjumpaan secara langsung maupun penemuan jejak pada
lokasi penelitian. Nilai validasi diperoleh dengan membagi banyaknya jejak
kukang jawa pada suatu kelas kesesuaian terhadap total kukang jawa yang
ditemukan. Hasil validasi tiap kelas kesesuaian habitat kukang jawa dapat
disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13 Validasi model kesesuaian habitat kukang jawa
Kelas
Kesesuaian
Rendah
Sedang
Tinggi

Jumlah Sebaran
Kukang jawa
13
287

Luas

Validasi (%)

534.55
2 968.11
3 971.87

4
96

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Model kesesuaian habitat kukang jawa (Nycticebus javanicus) berdasarkan
analisis PCA di Cisurupan, Kabupaten Garut diperoleh persamaan Y = (1.952*
Ketinggian) + (1.952*Kelerengan) + (1.028*NDVI) + (1.952*Pohon tidur) +
(1.347*Suhu) + (1.952*Pakan) dengan validasi sebesar 100%. Terdapat tiga
faktor utama dari enam variabel. Variabel pada faktor utama, yaitu factor
lingkungan dijelaskan oleh ketinggian, kelerengan, jarak vegetasi tidur, kepadatan
pakan, faktor biotik yang dijelaskan oleh NDVI, dan faktor abiotik yang
dijelaskan oleh penyebaran suhu permukaan. Habitat Nycticebus javanicus
memiliki luas total 7843.02 ha. Sebesar 534.55 ha untuk kesesuaian rendah, untuk
kesesuaian sedang sebesar 2 968.11 ha, dan 3 971.87 ha untuk kesesuaian tinggi.

24
Saran
1. Perlu diadakannya inventarisasi Nycticebus javanicus di Cisurupan secara
menyeluruh untuk mendapatkan data sebaran Nycticebus javanicus dan secara
temporal agar dapat diketahui kondisi sebaran Nycticebus javanicus dari
secara kontinu.
2. Perlu adanya upaya untuk mengurangi fragmentasi habitat yang terjadi pada
kawasan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
[CITES] Convention on International Trade of Endangered Species of Flora dan
Fauna. 2007. IUCN/TRAFFIC Analyses of the Proposals to Amend the
CITES Appendices at the 14th Meeting of the Conference of the Parties.
[notification] The Hauge : CITES.
[Dephut] Departemen Kehutanan. 1999. Peraturan Pemerintah No 7 tahun 1999
tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Jakarta (ID): Pemerintah
Republik Indonesia.
[Dephut] Departemen Kehutanan. 2005. Pedoman Inventarisasi dan Identifikasi
Lahan Kritis Mangrove. Jakarta (ID): Departemen Kehutanan Direktorat
Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial.
[IUCN] International Union for Conservation of Nature. 2008. IUCN Red List of
Threatned Species. http://www.iucnredlist.org /details/39761/0.terhubung
berkala 28 Desember 2012.
123456789/37037/prosiding%20Semiloka%20B-2_dyahpanuju.pdf
Alikodra HS. 2002. Pengelolaan Satwaliar Jilid I. Bogor (ID): Yayasan Penerbit
Ario A. 2010. Panduan Lapang Mengenal Satwa Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango.Jakarta (ID): Conservation International Indonesia.
Berliana K. 2009. Pemetaan Kesesuaian Habitat Owa Jawa (Hylobates moloch
Audebert, 1798) Di Cagar Alam Gunung Tilu Kabupaten Bandung Dengan
Aplikasi Sistem Informasi Geografis. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Chen KML, Kwoh LK. 2001. Asian Conference on Remote Sensing, 5-9
November. Singapore.
Dephut [Departemen Kehutanan]. 1990. Undang-undang No. 5 tahun 1990
tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Jakarta
(ID): Pemerintah Republik Indonesia.
Indrawati YM. 2010. Pemodelan Spasial Habitat Monyet Hitam Sulawesi
(Macaca nigra Desmarest, 1822) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Koeswara DA. 2010. Pemodelan Spasial Kesesuaian Habitat Tapir (Tapirus
Indicus Desmarest, 1819) Di Resort Batang Suliti Taman Nasional Kerinci
Sebla [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Ludwig JA, Reynold JF. 1988. Statistical Ecologi: A Primer on Methods and
Computing. Kanada (CA): John Wiley and Sons Inc.
MacKinnon K.1986. Alam Asli Indonesia: Flora Fauna dan Keserasian. Jakarta
(ID): PT Gramedia.

25
Mittermeier RA, Schwitzer C, Rylands AB, Taylor LA, Chiozza F, Williamson
EA, Wallis J. 2012. Primates in Peril: The World’s 25 Most Endangered
Primates 2012–2014. Arlington (US): Bristol Conservation and Science
Foundation.
Napier JR, Napier PH. 1967. A Handbook of Living Primates. New York (US):
Academic Press.
Napier JR, Napier PH. 1985. The Natural History of The Primates. Cambridge
(GB): The MIT Press.
Nekaris KAI, Bearder SK. 2007. The strepsirrhine primates of Asia and Mainland
Africa: diversity shrouded in darkness. Di dalam: Campbell C, Fuentes A,
MacKinnon K, Panger M, Bearder SK, editor. Primates in Perspective.
Oxford (GB): Oxford University Press. hlm 24-45.
Nekaris KAI, Bearder SK. 2011. The strepsirrhine primates of Asia and Mainland
Africa: diversity shrouded in darkness. Di dalam: Campbell C, Fuentes A,
MacKinnon K, Panger M, Bearder SK, editor. Primates in Perspective. Ed
ke-2. Oxford (GB): Oxford University Press. hlm 34-54
Nekaris KAI, Blackham GV, Nijman V. 2008. Conservation implications of low
encounter rates of five nocturnal primate species (Nycticebus spp.) in Asia.
Biodiversity and Conservation 17:733–747.
Nowak RM. 1999.Walker’s Primate of the World. Baltimore: Johns Hopkins
University Press.
Pambudi JAA. 2008. Studi Populasi, Perilaku, dan Ekologi Kukang Jawa
(Nycticebus javanicus E. Geoffroy, 1812) di Hutan Bodogol Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango Jawa Barat [tesis]. Jakarta (ID):
Universitas Indonesia.
Panuju DR, Susetyo B. Ralmadoya MA. 2009. Telaah Pola Musiman Penutupan
Lahan Beroegetasi dengan Xl2ARlMA pada NDVI SPOT VEGETATION
[Internet]. [diunduh 2013 Okt 16]. tersedia pada: http://repository.ipb.ac.id
/bitstream/handle/.
Rahmi J.2009. Hubungan Kerapatan Tajuk dan Penggunaan Lahan Berdasarkan
Analisis Citra Satelit Dan SIG Di Taman Nasional Gunung Leuser [skripsi].
Medan (ID): Universitas Sumatera Utara.
Rambe NK. 2009. Pemanfaatan Citra Landsat Tm5 Dalam Identifikasi Hutan
Rakyat Di Kecamatan Sibolangit, Pancur Batu Dan Namo Rambe
Kabupaten Deli Serdang.Medan (ID): Universitas Sumatera Utara.
Rinaldi D. 2003. The Study of Java Gibbon (Hylobates moloch in Gunung
Halimun Salak National Park (Distribution, Population and Behaviour).
Makalah dalam Research and Conservation of Biodiversity in Indonesa. Vol
XI. hal; 30-47.
Rogers LD, Nekaris KAI. 2011. Behaviour and habitat use of the Bengal slow
loris Nycticebus bengalensisin the dry dipterocarp forests of Phnom Samkos
Wildlife Sanctuary, Cambodia. Cambodian Journal of Natural
History.2011(2):104-113.
Santoso S. 2002. Buku Latihan SPSS Statistik Multivariat. Jakarta (ID): PT. Elex
Media Komputindo.
emiadi G Ba’alw
jakradidjaja A Diapari D. 2003.Aktivitas Dan Perilaku
Makan Kukang Sumatera (Nycticebus coucang) di Penangkaran Pada
Malam Hari [laporan teknik]. Bogor (ID): LIPI.

26
Shanty R N T.Pramadihanto D. Sesulihatie WT. tahun.Pemrosesan Citra Satelit
dan Pemodelan untuk Prediksi Penyebaran Banjir Bengawan Solo.Surabaya
(ID): PENS-ITS.
oemadi G Ba’alw
jakradidjaja AS, Diapari D. 2003.Aktivitas Perilaku
Makan Kukang Sumatera (Nycticebus coucang) di Penangkaran pada Malam
Hari. [laporan teknik]. Bogor (ID) : LIPI.
Soemartini.2008. Principal Component Analysis (PCA) Sebagai Salah Satu
Metode Untuk Menghilangkan Multikolineritas [Skripsi]. Jatinangor (ID):
Universitas Padjajaran
Soerianegara I, Indrawan A. 1998.Ekologi Hutan Indonesia. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Starr C. Nekaris KAI. Leung L. 2012. Hiding from the Moonlight: Luminosity
and Temperature Affect Activity of Asian Nocturnal Primates in a Highly.
Seasonal Forest. PLoS ONE 7(4): e36396.
Sulistyono.1995. Pengaruh Tinggi Tempat Tumbuh Terhadap Produksi Getah
Pinus (Pinus merkusii Jungh.et. de Vriese) di KPH Probolinggo Perum
Perhutani Unit II Jawa Timur [skripsi]. Bogor (ID) :. Institut Pertanian
Bogor.
Supriatna J, Wahyono EH.2000. Panduan Lapangan Primata Indonesia. Jakarta
(ID): Yayasan Obor Indonesia.
Swedianto H. 2010.Profil Nilai Kardiorespirasi dan Suhu Tubuh Monyet Ekor
Panjang (Macaca fascicularis) Tersedasi pada Perbedaan Mikroklimat
Ruangan [skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Wahyuni H. 2011. Pengaruh Pengayaan Pakan Alami Terhadap Perilaku Kukang
Jawa (Nycticebus Javanicus Geoffroy 1812) Di Yayasan International
Animal Rescue (IAR) Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Wiens F. 2002. Behavior dan ecology of wild slow lorises (Nycticebus coucang):
social organisation, infant care system dan diet [disertasi]. Bayreuth:
Bayreuth University.
Winarti I. 2011.Habitat, Populasi, dan Sebaran Kukang Jawa (Nycticebus
javanicus Geoffroy 1812) di Talun Tasikmalaya dan Ciamis, Jawa Barat
[tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Wirdateti, Setyorini LE, Suparni, Handayani TH. 2005. Pakan dan Habitat
Kukang (Nycticebus coucang) di Hutan indung Perkampungan Baduy,
Rangkasbitung-Banten Selatan. Biodiversitas 6:45-49.
Wirdateti, Setyorini LE, Suparno, Handayani TH. 2005. Pakan dan Habitat
Kukang (Nycticebus coucang) di Hutan Lindung Perkampungan Baduy,
Rangkasbitung-Banten Selatan. Biodiversitas 6 (1): 45-49.
Yasuma S, Alikodra HS. 1990. Mamals of Bukit Soeharto protection forest. The
Tropical Rain Forest Research Project. Samarinda (ID)

27

Lampiran 1 Hasil principal component analysis (PCA)
Faktor Ananlisis
Uji KMO dan Bartlett's
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling
.577
Adequacy.
Approx. Chi-Square
370.352
Bartlett's Test of
Df
15
Sphericity
Sig.
.000
Anti-image Matrices
Tinggi
Anti-image
Covariance

Anti-image
Correlation

Tinggi
Kelerengan NDVI Suhu Permukaan Jarak Pohon Tidur Kepadatan Pakan
.631
-.343 -.077
.153
-.028
-.100

Kelerengan
NDVI

-.343
-.077

.662
.127

.127
.920

.034
.071

-.067
-.073

-.025
.145

Suhu Permukaan
Jarak Pohon Tidur
Kepadatan Pakan
Tinggi
Kelerengan

.153
-.028
-.100
.556a
-.531

.034
-.067
-.025
-.531
.550a

.071
-.073
.145
-.101
.162

.864
-.139
.070
.207
.044

-.139
.806
.288
-.039
-.092

.070
.288
.768
-.143
-.035

NDVI
Suhu Permukaan
Jarak Pohon_Tidur
Kepadatan Pakan

-.101
.207
-.039
-.143

.162
.044
-.092
-.035

.509a
.080
-.084
.173

.080
.703a
-.166
.086

-.084
-.166
.553a
.365

.173
.086
.365
.619a
27

28
Lampiran 1 Hasil principal component analysis (PCA) (lanjutan)
a. Measures of Sampling Adequacy(MSA)
Communalities
Initial
Extraction
Tinggi
1.000
.761
Kelerengan
1.000
.781
NDVI
1.000
.814
Suhu Permukaan
1.000
.621
Jarak Pohon Tidur
1.000
.718
Kepadatan Pakan
1.000
.632
Extraction Method: Principal Component Analysis.
Total Variance Explained
Component
Initial Eigenvalues
Extraction Sums of Squared
Loadings
Total
% of
Cumulative Total
% of
Cumulative
Variance
%
Variance
%
1
1.952
32.535
32.535
1.952
32.535
32.535
2
1.347
22.453
54.988
1.347
22.453
54.988
3
1.028
17.132
72.119
1.028
17.132
72.119
4
.706
11.775
83.894
5
.558
9.298
93.192
6
.408
6.808
100.000
Extraction Method: Principal Component Analysis.
Component Matrixa
Component
1
2
3
Tinggi
.723
.489
-.006
Kelerengan
.665
.507
.286
NDVI
-.284
.373
-.771
Suhu Permukaan
-.570
-.028
.543
Jarak Pohon Tidur
-.427
.692
.238
Kepadatan Pakan
.632
-.482
.010
Extraction Method: Principal Component Analysis.
a. 3 components extracted.

29
Lampiran 2 Kukang jawa

Kukang jawa Juvenil

Kukang jawa dewasa

30
Lampiran 3 Habitat kukang jawa

31

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sijunjung, 12 September 1991, Putra dari Bapak
Slamet Riyadi, SH dan Ibu Mutrikhanah, merupakan anak kedua dari tiga
bersaudara. Penulis lulus dari SMA Negeri 1 Sijunjung pada 2009 dan pada tahun
yang sama diterima di Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata,
Fakultas Kehutanan, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama menuntut ilmu di IPB penulis aktif dalam Kelompok Pemerhati
Mamalia (KPM) di bawah organisasi Himpunan Mahasiswa Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (Himakova) pada periode 2010–2012. Dalam
organisasi yang sama penulis berpartisipasi dalam beberapa kegiatan eksplorasi,
yaitu sebagai peserta Eksplorasi Fauna, Flora, dan Ekowisata Indonesia
(Rafflesia) 2011 di Taman Nasional Gunung Halimun Salak dan Studi Konservasi
Lingkungan (Surili) 2011 di Taman Nasional Kerinci Seblat. Penulis mengikuti
Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Cagar Alam Sancang dan
Kamojang (2011), Praktik Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung
Walat (2012), serta Praktik Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional
Gunung Merapi (2013).
Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di IPB, penulis menyelesaikan
skripsi dengan judul “Pemodelan Spasial Kesesuaian Habitat Kukang Jawa
(Nycticebus javanicus) di Cisurupan, Kabupaten Garut” di awah bimbingan Prof
Dr Ir Lilik Budi Prasetyot, M Sc dan Ir Dones Rinaldi, M Sc F.