Keberhasilan Pelepasliaran Kukang J awa (Nycticebus javanicus Geoffroy, 1812) Ditinjau dari Aspek Aktivitas Harian di Taman Nasional Gunung Halimun Salak

KEBERHASILAN PELEPASLIARAN KUKANG JAWA (Nycticebus javanicus
Geoffroy, 1812) DITINJAU DARI ASPEK AKTIVITAS HARIAN DI
TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK

RIZKY AMALIA AZTIANTI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keberhasilan
Pelepasliaran Kukang Jawa (Nycticebus javanicus Geoffroy, 1812) Ditinjau dari
Aspek Aktivitas Harian di Taman Nasional Gunung Halimun Salak adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015
Rizky Amalia Aztianti
NIM E34100078

ABSTRAK
RIZKY AMALIA AZTIANTI. Keberhasilan Pelepasliaran Kukang Jawa
(Nycticebus javanicus Geoffroy, 1812) Ditinjau dari Aspek Aktivitas Harian di
Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Dibimbing oleh HADI S. ALIKODRA
dan INDAH WINARTI.
Nycticebus javanicus adalah satwa endemik Pulau Jawa yang dikategorikan
kritis oleh IUCN. Gabungan antara program rehabilitasi dan pelepasliaran
merupakan harapan terbaik untuk melestarikan kukang di alam. Tujuan penelitian
ini adalah untuk membandingkan aktivitas harian kukang jawa rehabilitan dan
kukang jawa liar untuk mengetahui keberhasilan pelepasliaran kukang dan
mengidentifikasi habitat berdasarkan tempat tidur dan komposisi vegetasi.
Penelitian dilakukan pada bulan Juli hingga Oktober 2014 pada satu individu

kukang rehabilitan dan satu individu kukang liar yang telah dipasang radio collar.
Terdapat perbedaan yang signifikan antara aktivitas harian kukang rehabilitan dan
kukang liar sehingga pelepasliaran kukang diasumsikan belum berhasil dalam
kurun waktu tersebut. Namun, kukang rehabilitan beraktivitas normal. Aktivitas
harian tertinggi pada kukang rehabilitan adalah berpindah tempat, sedangkan pada
kukang liar adalah aktivitas makan. Kedua individu kukang menggunakan liana
dan pohon sebagai tempat tidur.
Kata kunci: aktivitas harian, kukang jawa, liar, pelepasliaran, rehabilitan

ABSTRACT
RIZKY AMALIA AZTIANTI. Success of Javan Slow Loris’ (Nycticebus
javanicus Geoffroy, 1812) Release in terms of Daily Activity Aspect at Gunung
Halimun Salak National Park. Supervised by HADI S. ALIKODRA and INDAH
WINARTI.
Nycticebus javanicus is an endemic species of Java which categorized as
critically endangered by IUCN. Combination of rehabilitation and release were
such best expectation to conserve javan slow loris in nature. The objectives of this
research are to compare the daily activity of rehabilitated and wild javan slow
loris in order to determine success of javan slow loris’s release and to identify
habitat based on sleeping site and vegetation composition. This research was

conducted on July to Oktober 2014 on rehabilitated and wild radio collar-ed javan
slow loris. There were significant differences between rehabilitated slow loris’s
daily activity and wild slow loris’s so we assumed that the release of javan slow
loris is not success yet within this period. However, the rehabilitated slow loris
was doing normal activities. Highest daily activity of rehabilitated slow loris was
travelling, while wild slow loris was feeding. Both javan slow lorises used liana
and tree as sleeping sites.
Keywords: daily activity, javan slow loris, rehabilitant, release, wild

KEBERHASILAN PELEPASLIARAN KUKANG JAWA (Nycticebus javanicus
Geoffroy, 1812) DITINJAU DARI ASPEK AKTIVITAS HARIAN DI
TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK

RIZKY AMALIA AZTIANTI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata


DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi: Keberhasilan Pelepasliaran Kukang J awa

(Nycticebus javanicus

Geofroy, 1812) Ditinjau dari Aspek Aktivitas Harian di Taman
Nasional Gunung Halimun Salak
Nama

: Rizky Amalia Aztianti

NIM

: £34100078


Disetujui oleh

Prof Dr Ir Hadi S. Alikodra. MS

Indah Winarti, SSi, MSi

Pembimbing I

Pembimbing II

epartemen

Tanggal Lulus:

0 g

FEB 2015

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli hingga Oktober 2014
ini ialah kukang jawa, dengan judul Keberhasilan Pelepasliaran Kukang Jawa
(Nycticebus javanicus Geoffroy, 1812) Ditinjau dari Aspek Aktivitas Harian di
Taman Nasional Gunung Halimun Salak.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua atas segala doa
dan kasih sayangnya, Prof Dr Ir Hadi S. Alikodra, MS dan Indah Winarti, SSi,
MSi atas bimbingannya, dan Dr Ir Upik Rosalina, DEA sebagai penguji.
Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada staff, dokter hewan,
animal keeper kukang, dan tim monitoring kukang YIARI yang telah membantu
selama pengumpulan data, serta kepada Nepenthes Rafflesiana 47.
Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan
demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2015
Rizky Amalia Aztianti

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

2

METODE

2

Lokasi dan Waktu

2

Alat dan Bahan

2


Metode Pengambilan Data

3

Analisis Data

4

HASIL DAN PEMBAHASAN
Aktivitas Harian Kukang Jawa Rehabilitan

6
6

Aktivitas Harian Kukang Jawa Liar

12

Perbandingan Aktivitas Harian Kukang Jawa


19

Habitat

22

SIMPULAN DAN SARAN

26

Simpulan

26

Saran

26

DAFTAR PUSTAKA


27

LAMPIRAN

31

DAFTAR TABEL
1 Jenis tumbuhan untuk tidur yang digunakan kukang jawa di TNGHS
2 Potensi tumbuhan yang dapat dimanfaatkan kukang jawa di TNGHS

22
25

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Lokasi penelitian
Persentase aktivitas harian kukang jawa rehabilitan
Rata-rata aktivitas harian kukang jawa rehabilitan
Pola aktivitas aktif kukang jawa rehabilitan
Pola aktivitas berpindah tempat kukang jawa rehabilitan
Pola aktivitas mencari makan kukang jawa rehabilitan
Pola aktivitas makan kukang jawa rehabilitan
Kukang mampu mencengkram batang pohon dengan kuat karena ibu
jarinya terletak bersebrangan dengan jari lainnya
Pola aktivitas menelisik kukang jawa rehabilitan
Persentase aktivitas harian kukang jawa liar
Rata-rata aktivitas harian kukang jawa liar
Pola aktivitas aktif kukang jawa liar
Pola aktivitas berpindah tempat kukang jawa liar
Pemanfaatan ranting pohon untuk berpindah tempat (foto: Muhidin
YIARI 2014)
Pola aktivitas mencari makan kukang jawa liar
Pola aktivitas makan kukang jawa liar
Pola aktivitas menelisik kukang jawa liar
Grafik perbandingan aktivitas harian kukang jawa di TNGHS
Jenis pakan kukang jawa di TNGHS
Kondisi habitat kukang jawa di TNGHS

2
6
7
7
8
9
10
11
11
12
13
14
15
15
16
17
18
20
21
24

DAFTAR LAMPIRAN
1 Profil kukang jawa objek penelitian
2 Tahapan proses rescue, rehabilitation, release (3R) dan monitoring
YIARI
3 Etogram aktivitas kukang
4 Perhitungan chi square aktivitas harian kukang jawa rehabilitan dan
kukang jawa liar
5 Hasil analisis komposisi vegetasi tingkat semai dan tumbuhan bawah
6 Hasil analisis komposisi vegetasi tingkat pancang
7 Hasil analisis komposisi vegetasi tingkat tiang
8 Hasil analisis komposisi vegetasi tingkat pohon

31
32
33
34
35
35
36
37

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kukang (Nycticebus sp.) adalah primata primitif arboreal yang aktif pada
malam hari (nokturnal). Tiga spesies dari genus Nycticebus terdapat di Indonesia,
yaitu kukang malaya (N. coucang), kukang borneo (N. menagensis), dan kukang
jawa (N. javanicus) (IUCN 2014). Keberadaan kukang di alam terancam punah
karena pengurangan habitat akibat dari tingginya kebutuhan manusia akan lahan
pemukiman dan kayu dan pertumbuhan populasinya yang lambat karena hanya
melahirkan satu kali setiap tahunnya (Nekaris dan Bearder 2007). Penelitian lebih
lanjut menunjukan bahwa perdagangan kukang mempunyai dampak yang lebih
besar terhadap populasinya di alam. Kukang sering ditemui di perdagangan ilegal
di Indonesia. Menurut Malone et al. (2002) dan Shepherd (2010), kukang
merupakan satwa primata ke dua yang paling banyak ditemukan pada
perdagangan ilegal di Medan, Jawa, dan Bali. Kukang jawa dalam IUCN
(International Union for Conservation of Nature and Natural Species) Red List
termasuk dalam kategori critically endangered dan termasuk dalam daftar
Apendiks I CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of
Wild Fauna and Flora).
Rehabilitasi dan pelepasliaran kukang jawa yang berasal dari perdagangan
ilegal merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menekan
penurunan populasinya di alam. Pelepasliaran merupakan upaya melepaskan
hewan yang berasal dari liar, hasil penangkaran ataupun tangkapan ke daerah
sebaran asal yang pernah mengalami kepunahan spesies tersebut atau masih dalam
geografis penyebarannya. Gabungan antara pelepasliaran dan program
penangkaran merupakan harapan terbaik untuk melestarikan spesies, baik yang
pasti punah di alam maupun yang sedang mengalami penurunan drastis (Indrawan
et al. 2007; Price dan Soorae 2003).
Yayasan International Animal Rescue Indonesia (YIARI) merupakan salah
satu pusat rehabilitasi satwa yang meyakini bahwa satwa memiliki hak untuk
hidup bebas di alam. Kegiatan YIARI meliputi penyelamatan, rehabilitasi, dan
pelepasliaran monyet ekor panjang, beruk, kukang, dan orangutan. Yayasan IAR
Indonesia telah melakukan kegiatan pelepasliaran kukang baik di Jawa Barat dan
Lampung. Pelepasliaran kukang di alam dikatakan berhasil jika kukang tersebut
dapat bertahan hidup di alam dan berperilaku alami. Salah satu kendala dalam
pelaksanaan pelepasliaran adalah tidak diketahuinya keberhasilan pelepasliaran
kukang di habitat alami ditinjau dari aspek aktivitas hariannya. Oleh karena itu,
perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui keberhasilan pelepasliaran kukang
jawa hasil rehabilitasi ditinjau dari aspek aktivitas harian untuk melihat tingkat
adaptasi kukang jawa hasil rehabilitasi di habitat barunya.

Tujuan Penelitian
1.

Tujuan penelitian adalah untuk:
mengidentifikasi aktivitas harian
pelepasliaran) dan kukang jawa liar

kukang

jawa

rehabilitan

(hasil

2
2.
3.

membandingkan aktivitas harian kukang jawa rehabilitan dan kukang jawa
liar
mengidentifikasi habitat berdasarkan tempat tidur dan komposisi vegetasi

Manfaat Penelitian
Penelitian diharapkan mampu memberikan informasi sebagai bahan evaluasi
dalam kegiatan rehabilitasi dan pelepasliaran kukang atau spesies lain yang
sejenis. Penelitian juga diharapkan mampu memberikan informasi awal mengenai
keberhasilan pelepasliaran kukang jawa dilihat dari aktivitas hariannya di habitat
alami.

METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di kawasan hutan Gunung Salak, Seksi Pengelolaan
Taman Nasional Wilayah II Bogor, Resort Pengelolaan Taman Nasional Wilayah
Gunung Salak I, Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Jawa Barat
pada bulan Juli hingga Oktober 2014.

Gambar 1 Lokasi penelitian

Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan adalah head lamp dengan sinar lampu merah,
baterai, kamera, pengukur waktu, peralatan radio tracking (radio collar, receiver,
dan antena), termohygrometer, lembar pengamatan, meteran jahit, dan alat tulis.

3
Bahan yang digunakan adalah plastik, kertas label, tali rafia, dan dua individu
kukang jawa yang telah dipasang radio collar sebagai objek penelitian, yaitu
kukang jawa yang telah dilepasliarkan (kukang rehabilitan) bernama Tampomas
dan kukang jawa liar bernama Ekar (Lampiran 1). Kukang jawa rehabilitan
(Tampomas) telah melalui proses rehabilitasi di YIARI (Lampiran 2).

Metode Pengambilan Data
Aktivitas harian
Pengamatan langsung aktivitas harian kukang dilakukan dengan metode
instantaneous focal animal sampling dengan interval waktu lima menit dan
continuous recording untuk mengetahui durasi suatu aktivitas. Pengamatan
dilakukan pukul 18.00 – 00.00 dan 00.00 – 06.00 WIB.
Pengamatan untuk mengetahui keberadaan kukang dilakukan dengan
metode penjelajahan menggunakan radio tracking. Kukang jawa yang dijadikan
objek penelitian telah dilengkapi radio collar yang dipasang di leher kukang. Alat
tersebut berguna untuk mengirimkan sinyal ke receiver sehingga keberadaan
kukang dapat diketahui. Pengamatan dilakukan dengan mengikuti Tim
Monitoring YIARI dan menjaga jarak antara pengamat dan kukang yang diamati
agar tidak mengganggu aktivitasnya. Jarak pengamat dengan kukang disesuaikan
dengan posisi kukang di pohon dan kondisi topografi. Aktivitas harian yang
diamati mengacu pada etogram YIARI (Lampiran 3).
Habitat
Tempat tidur
Pengambilan data tempat tidur kukang dilakukan dengan metode jelajah
menggunakan radio tracking sebelum kukang aktif yaitu sebelum matahari
terbenam atau sekitar pukul 16.00 – 18.00 WIB dan setelah kukang berhenti aktif
yaitu setelah matahari terbit atau sekitar pukul 06.00 – 08.00 WIB. Parameter
yang dicatat meliputi jenis pohon tidur, tinggi pohon, diameter pohon, dan posisi
kukang pada pohon tidur.
Komposisi vegetasi
Data komposisi vegetasi didapatkan melalui metode petak ganda yang
ditentukan secara purposive sampling. Pengambilan petak contoh dilakukan pada
lokasi dimana kukang paling banyak melakukan aktivitas. Tujuan pengambilan
data komposisi vegetasi adalah untuk mengetahui komposisi vegetasi pada habitat
kukang.
Pengambilan data dilakukan pada kelompok tumbuhan tingkat
pertumbuhan semai, pancang, tiang, dan pohon, serta tumbuhan bawah. Data yang
dikumpulkan terdiri atas nama spesies dan jumlah individu pada tingkat semai,
tumbuhan bawah, dan pancang, sedangkan pada tingkat tiang dan pohon data yang
dikumpulkan adalah nama spesies, diameter setinggi dada, tinggi bebas cabang,
dan tinggi total (Soerianegara dan Indrawan 1998). Petak contoh dibuat dengan
ukuran 20 m x 20 m yang selanjutnya dibagi lagi menjadi sub petak contoh sesuai
tingkat pertumbuhan.

4
Profil kukang jawa
Data mengenai asal-usul kukang jawa dikumpulkan dengan metode
wawancara kepada pihak pengelola dan dokter hewan serta melakukan
penelusuran dokumen YIARI. Data yang dikumpulkan antara lain nomor identitas
kukang, nama, jenis kelamin, berat badan, tanggal datang ke YIARI, sumber
satwa (hasil sitaan atau serahan masyarakat), asal lokasi, tanggal dilepaskan, dan
riwayat kesehatan (kecacatan/luka, riwayat penyakit), serta lama proses karantina,
rehabilitasi, dan habituasi.

Analisis Data
Aktivitas harian
Aktivitas harian kukang yang diamati dengan metode instantaneous focal
animal sampling dengan interval waktu lima menit dianalisis secara kuantitatif
dengan cara menghitung persentase suatu jenis aktivitas. Persentase aktivitas
harian disajikan dalam grafik untuk kemudahan membaca data. Durasi atau
penggunaan waktu setiap aktivitas harian yang diamati dengan metode continuous
recording dianalisis secara kuantitatif. Persamaan yang digunakan:
Persentase suatu aktivitas (%) =

Durasi suatu aktivitas (menit) =
Keberhasilan pelepasliaran
Metode pelepasliaran satwaliar terbagi atas dua macam, yaitu hard release
dan soft release (Hall 2005). Metode hard release dilakukan pada satwa yang
tidak terlalu lama berada di dalam kandang dan dilepaskan kembali pada lokasi
yang sama dengan asal satwa. Metode soft release dilakukan pada satwa yang
telah berada di kandang dalam jangka waktu yang cukup lama.
Kegiatan pelepasliaran satwa harus didasarkan pada berbagai pertimbangan.
Hal tersebut bertujuan untuk menyiapkan satwa kandidat pelepasliaran dapat
bertahan hidup di alam. Sebelum dilepasliarkan, satwa tersebut harus mampu
berperilaku alami, salah satunya yaitu menunjukan perilaku mencari makan yang
sesuai (kemampuan untuk mengenali, mengetahui sumber, dan mengambil
pakan), menunjukan perilaku normal, dan dapat menghindari predator (DEC
2008; Hall 2005).
Keberhasilan
pelepasliaran
kukang
jawa
diperoleh
dengan
membandingkan aktivitas harian kukang jawa rehabilitan dengan aktivitas harian
kukang jawa liar. Aktivitas harian kukang jawa rehabilitan dan kukang jawa liar
dianalisis secara kuantitatif menggunakan uji chi-square (X2). Uji chi-square
digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antara aktivitas harian
kukang jawa rehabilitan dan kukang jawa liar. Pelepasliaran diasumsikan berhasil
jika aktivitas harian kukang rehabilitan tidak berbeda signifikan dengan aktivitas
harian kukang liar dan sejahtera berdasarkan prinsip kesejahteraan satwa. Prinsip
kesejahteraan satwa terdiri atas lima prinsip yaitu bebas dari rasa lapar dan haus,
bebas dari ketidaknyamanan lingkungan, bebas dari rasa sakit, luka, dan penyakit,
bebas dari rasa takut dan tertekan, dan bebas menampilkan perilaku alami.

5
Keberhasilan pelepasliaran juga dilihat dari kemampuan satwa untuk bertahan
hidup dengan mencari makan, menunjukan perilaku normal (satwa menunjukan
respon yang wajar terhadap aktivitas manusia, menunjukan sosialisasi satwa yang
normal terhadap spesies yang sama atau spesies lain), mampu berkembangbiak
(Miller 2000). Persamaan yang digunakan adalah:

Keterangan:

X2hit = Nilai chi-square
F0 = Frekuensi hasil pengamatan
Fe = Frekuensi harapan

Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut:
Ho = tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara aktivitas harian kukang jawa
rehabilitan dan kukang jawa liar
H1= terdapat perbedaan yang signifikan antara aktivitas harian kukang jawa
rehabilitan dan kukang jawa liar
Dengan kriteria uji:
Jika X2 hitung > dari X2 tabel, maka tolak H0
Jika X2 hitung < dari X2 tabel, maka terima H0
Habitat
Tempat tidur
Tempat tidur kukang jawa dianalisis secara deskriptif dengan penguraian
dan penjelasan berdasarkan parameter-parameter yang diamati.
Komposisi vegetasi
Komposisi vegetasi pada petak contoh dianalisis secara deskriptif dan
kuantitatif menggunakan persamaan:
Kerapatan (batang/ha)

=

Kerapatan Relatif (%)

=

Dominansi (m2/ha)

=

Dominansi Relatif (%)

=

Frekuensi

=

Frekuensi Relatif (%)

=

INP (tiang dan pohon)
INP (semai dan pancang)

= KR + DR + FR
= KR + FR

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Aktivitas Harian Kukang Jawa Rehabilitan
Data aktivitas harian kukang jawa rehabilitan di TNGHS yang diperoleh
selama penelitian ini adalah 384 sampel atau setara dengan 32 jam. Pelepasliaran
kukang rehabilitan dilakukan pada September 2014. Pengamatan aktivitas harian
kukang rehabilitan dilakukan setelah kukang dilepasliarkan pada bulan September
hingga Oktober 2014. Aktivitas harian kukang jawa rehabilitan tertinggi berturutturut adalah berpindah tempat (43.75 %), mencari makan (23.44 %), dan makan
(15.89 %) seperti yang disajikan pada Gambar 2. Aktivitas harian terendah adalah
aktivitas in-aktif (0.78 %). Selama pengamatan, kukang jawa rehabilitan tidak
dijumpai melakukan aktivitas sosial, agonistik, dan abnormal.

Gambar 2 Persentase aktivitas harian kukang jawa rehabilitan
Aktivitas harian kukang rehabilitan di TNGHS sama dengan kukang malaya
rehabilitan di Lampung. Qomar (2013) dan Octavianata (2014) melaporkan bahwa
aktivitas kukang malaya rehabilitan paling dominan berturut-turut adalah
berpindah tempat, mencari makan, dan makan. Aktivitas berpindah tempat
dilakukan kukang rehabilitan untuk mengenali habitat barunya sehingga mampu
beradaptasi.
Aktivitas harian kukang jawa rehabilitan di TNGHS dengan rata-rata durasi
terbesar adalah aktivitas berpindah tempat (12.79 menit). Rata-rata durasi mencari
makan adalah 9.98 menit, makan 8.71 menit, aktif 6.96 menit, dan menelisik 4.63
menit. Aktivitas berpindah tempat, mencari makan, dan makan pada kukang
menunjukan indikasi bertahan hidup. Tingginya aktivitas-aktivitas tersebut pada
kukang rehabilitan menunjukan bahwa kukang berperilaku normal.
Pola aktivitas harian kukang rehabilitan hampir sama di setiap jamnya
(Gambar 3). Aktivitas harian umumnya didominasi oleh aktivitas berpindah
tempat. Aktivitas berpindah tempat dan in-aktif paling banyak dilakukan di akhir
malam. Aktivitas berpindah tempat paling banyak dilakukan di akhir malam
karena kukang mencari lokasi tidur. Aktivitas in-aktif dilakukan pada akhir malam
mengindikasikan kukang mulai beristirahat atau mengakhiri aktivitasnya. Hal
tersebut menunjukan bahwa kukang adalah satwa nokturnal.

7

Gambar 3 Rata-rata aktivitas harian kukang jawa rehabilitan
Aktivitas in-aktif
Aktivitas in-aktif mempunyai nilai persentase yang kecil (0.78 %). Aktivitas
ini teramati ketika kukang telah menemukan lokasi tidur yang cocok saat
menjelang matahari terbit (Gambar 3). Sedikitnya nilai persentase tersebut
menunjukan bahwa kukang rehabilitan lebih banyak melakukan aktivitas pada
malam hari (satwa nokturnal), sesuai dengan Nekaris dan Bearder (2007). Hal ini
menjadi indikasi perilaku normal kukang rehabilitan tersebut.
Aktivitas aktif
Persentase aktivitas aktif pada kukang rehabilitan sebesar 10.68 % dan
paling banyak terjadi pada awal malam (Gambar 4). Aktivitas aktif dilakukan
untuk memeriksa keadaan sekitar setelah kukang bangun pukul 18.00 WIB.
Aktivitas ini juga terlihat ketika kukang mendengar suara gaduh karena
keberadaan pengamat. Menurut Bottcher-Law et al. (2001), aktivitas aktif pada
kukang mengindikasikan gangguan atau tekanan lingkungan. Kukang jawa
rehabilitan yang diamati diasumsikan tidak mengalami banyak gangguan di
habitat barunya.

Gambar 4 Pola aktivitas aktif kukang jawa rehabilitan

8
Aktivitas berpindah tempat
Aktivitas berpindah tempat adalah aktivitas harian tertinggi pada kukang
rehabilitan dengan nilai 43.75 %. Aktivitas ini mulai meningkat sejak kukang
bangun dan paling banyak dilakukan menjelang matahari terbit (Gambar 5).
Aktivitas berpindah tempat saat menjelang pagi dilakukan kukang untuk mencari
lokasi tidur yang aman. Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan kukang bengal
(Nycticebus bengalensis) di India yang mulai berjalan ke tempat tidur pukul 03.30
– 04.30 (Das 2013).

Gambar 5 Pola aktivitas berpindah tempat kukang jawa rehabilitan
Pergerakan kukang saat berpindah tempat lebih cepat dibandingkan saat
kukang mencari makan. Saat berpindah tempat, pola pergerakan kukang paling
banyak dilakukan dengan berjalan, baik berjalan turun maupun berjalan naik,
yaitu bergerak pada setiap level permukaan pada dahan atau batang pohon. Hal
tersebut sama dengan pola pergerakan kukang jawa liar di hutan Bodogol dan
kukang malaya rehabilitan di Lampung yang menunjukan bahwa kukang paling
sering bergerak dengan berjalan naik dan berjalan turun (Pambudi 2008;
Octavianata 2014). Kukang juga mampu menggapai ranting pohon lain untuk
berpindah karena mampu meregangkan tubuhnya.
Aktivitas berpindah tempat merupakan aktivitas harian terbesar kukang jawa
rehabilitan dan kukang malaya rehabilitan (Qomar 2013; Octavianata 2014).
Tingginya aktivitas berpindah tempat dilakukan sebagai proses mengenali habitat
barunya. Pengenalan terhadap habitat baru dilakukan untuk beradaptasi sehingga
mampu bertahan hidup, baik dari segi pakan, pesaing, lingkungan, maupun
predator. Moore et al. (2014) menunjukan bahwa kukang rehabilitan banyak
berpindah tempat sehingga memiliki daerah jelajah yang luas. Hal tersebut
disebabkan karena kukang rehabilitan masih harus membangun wilayah
jelajahnya. Ukuran wilayah jelajah yang luas juga dipengaruhi oleh ketersediaan
pakan. Das (2013) menjelaskan bahwa ketersediaan pakan yang rendah
menyebabkan kukang harus banyak berpindah tempat untuk dapat menemukan
pakan yang sesuai dengan kebutuhannya.

9
Aktivitas mencari makan
Aktivitas mencari makan merupakan aktivitas harian tertinggi ke dua pada
kukang rehabilitan dengan nilai 23.44 %. Aktivitas ini dilakukan sejak awal
malam dan paling banyak terjadi saat tengah malam (Gambar 6). Aktivitas
mencari makan tidak teramati saat menjelang pagi karena kukang mulai mencari
lokasi tidur.

Gambar 6 Pola aktivitas mencari makan kukang jawa rehabilitan
Kukang banyak menggunakan waktunya untuk mencari makan pada pohon
kaliandra merah (Calliandra calothyrsus). Ketika mencari makan, kukang
menggunakan ranting kaliandra yang saling berhubungan agar dapat menjangkau
bunga kaliandra. Nekaris (2001) menjelaskan bahwa aktivitas mencari makan
umumnya dilakukan dengan memanjat atau berjalan bolak balik pada satu atau
serangkaian pohon selama 1 - 2 jam.
Aktivitas makan
Kukang rehabilitan melakukan aktivitas makan sebesar 15.89 %. Aktivitas
makan sudah terlihat sejak kukang bangun dan paling banyak dilakukan saat
pertengahan malam (Gambar 7). Aktivitas ini kemudian menurun hingga
menjelang pagi. Aktivitas makan yang teramati setelah kukang bangun
dikarenakan oleh lokasi tidur kukang berada di dekat sumber pakan, yaitu
kaliandra merah. Hal tersebut memberikan kemudahan dan meminimalkan waktu
tempuh kukang untuk menuju ke sumber pakan. Aktivitas makan dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan energi selama masa aktifnya. Ketika menjelang pagi,
aktivitas makan tidak terlihat karena kukang sudah mencari lokasi tidur.
Jenis pakan tertinggi kukang jawa rehabilitan berturut-turut adalah nektar
kaliandra merah (90.74 %), serangga (3.70 %), getah sengon (Paraserianthes
falcataria) (3.70 %), dan getah kimenyan (1.85 %). Hal tersebut sejalan dengan
yang dilaporkan Moore (2012) bahwa kukang jawa hasil pelepasliaran
mengonsumsi nektar hingga 90 %. Selain nektar bunga, kukang juga dilaporkan
memanfaatkan getah, serangga, buah, kulit kayu, pucuk daun, dan sadapan nira
pohon aren (Arenga pinnata) sebagai sumber pakan (Rode et al. 2014; Wiens
2002; Wirdateti et al. 2005; Nekaris dan Bearder 2007; Winarti 2011; Das 2013).

10
Pakan kukang rehabilitan menunjukan pemilihan pakan yang sama dengan kukang
liar.

Gambar 7 Pola aktivitas makan kukang jawa rehabilitan
Jumlah pakan kukang jawa rehabilitan berbeda dengan kukang malaya
rehabilitan. Octavianata (2014) menjelaskan bahwa rata-rata frekuensi jenis pakan
kukang malaya rehabilitan berturut-turut adalah buah (47.4 %), getah (43.25 %),
dan serangga (9.3 %). Perbedaan tersebut disebabkan oleh habitat lokasi
pelepasliaran kukang. Habitat lokasi pelepasliaran kukang malaya adalah
perkebunan yang didominasi oleh tanaman kopi dan beberapa jenis tumbuhan
bergetah.
Pemanfaatan getah sebagai pakan dapat berasal dari berbagai jenis
tumbuhan. Berdasarkan pengamatan, kukang memanfaatkan getah sengon dan
getah kimenyan sebagai pakannya. Wahyuni (2011) menyatakan bahwa pada
masa rehabilitasi, kukang jawa cenderung lebih senang memakan getah sengon
daripada getah pete (Parkia speciosa) karena kulit batang pohon pete lebih tebal
daripada kulit pohon sengon. Selain getah sengon dan getah pete, kukang jawa di
Tasikmalaya dan Ciamis juga mengonsumsi getah nangka (Artocarpus
heterophyllus) (Winarti 2011; Putri 2014). Di hutan Bodogol, Pambudi (2008)
melaporkan bahwa kukang jawa mengonsumsi getah dari pohon pasang (Quercus
sp.), sedangkan di Garut kukang jawa mengonsumsi getah pohon Acacia
decurrens (Putri 2014; Rode et al. 2014). Menurut Octavianata (2014) kukang
malaya rehabilitan di Lampung mengonsumsi getah mahoni (Swietenia
mahagoni), randu (Ceiba pentandra), jengkol (Archidendron pauciflorum), pete,
dan sengon. Kukang malaya rehabilitan tersebut juga mengonsumsi buah kopi
(Coffea sp.), buah seuseureuhan (Piper aduncum), dan serangga famili Cicadidae
yaitu tonggeret (Tibicen pruinosa).
Posisi dan cara makan tiap jenis pakan berbeda-beda. Saat makan nektar
kaliandra, kukang rehabilitan menggantungkan tubuhnya atau berdiri dengan
bertumpu pada cabang pohon sedangkan satu atau kedua tangannya meraih dan
mendekatkan bunga ke arah mulutnya. Kemudian kukang menjilati nektar yang
ada di antara benang sari tanpa merusak bunga, sama seperti yang dijelaskan
Moore (2012). Kukang rehabilitan berada dalam posisi berdiri saat memakan
serangga di ujung batang pohon, yaitu pohon jirak. Pada saat memakan getah

11
pohon, kukang makan dalam posisi berdiri naik yaitu kukang seperti menempel
pada batang dimana keempat alat geraknya mencengkram batang sedangkan
mulutnya menjilati getah. Cara kukang mendapatkan getah sama dengan yang
dijelaskan Wiens (2002) dan Pambudi (2008) yaitu mengguratkan giginya ke
batang pohon hingga kulit pohon terkelupas atau hanya tergores dan
mengeluarkan getah, selanjutnya kukang akan menjilatinya. Kukang memiliki ibu
jari yang letaknya bersebrangan dengan keempat jari lainnya. Hal tersebut
menyebabkan kukang dapat berpegangan kuat pada batang pohon walau dengan
jarinya yang kecil.

Gambar 8 Kukang mampu mencengkram batang pohon dengan kuat
karena ibu jarinya terletak bersebrangan dengan jari lainnya
Aktivitas menelisik
Kukang jawa rehabilitan melakukan aktivitas menelisik sebesar 5.47 %.
Aktivitas menelisik paling banyak dilakukan kukang rehabilitan setelah bangun
dan kembali meningkat setelah tengah malam (Gambar 9). Aktivitas menelisik
pada pukul 18.00 – 19.00 WIB dilakukan untuk membersihkan tubuh sebelum
memulai aktivitas lainnya. Kukang melakukan aktivitas menelisik sesaat setelah
bangun pada lokasi tidur dan sesaat sebelum tidur (Wiens 2002). Kukang
rehabilitan tidak teramati menelisik sebelum tidur karena kukang berada pada
pohon yang cukup tinggi dan terhalang dedaunan yang rapat.

Gambar 9 Pola aktivitas menelisik kukang jawa rehabilitan
Aktivitas menelisik juga dipengarui oleh kondisi cuaca setelah hujan.
Aktivitas ini terlihat lebih banyak dilakukan setelah hujan. Kukang menelisik
dengan cara menjilati tubuhnya agar tetap bersih dan kering sehingga mencegah

12
tumbuhnya parasit atau kutu. Menelisik dilakukan dengan menggunakan lidah,
gigi sisir (tooth comb), dan cakar atau kuku yang panjang (toilet claw).
Aktivitas sosial, agonistik, dan abnormal
Kukang rehabilitan tidak pernah terlihat melakukan aktivitas sosial,
agonistik, dan abnormal selama pengamatan berlangsung. Masa pengamatan
aktivitas harian kukang rehabilitan di alam yang singkat diduga menyebabkan
tidak terpantaunya aktivitas-aktvitas tersebut, terutama aktivitas sosial. Aktivitas
sosial kukang rehabilitan selama masa rehabilitasi adalah 3.0 % (YIARI 2014a).
Pada masa rehabilitasi, kukang ditempatkan dalam kandang bersama dengan
kukang lainnya sehingga memungkinkan terjadinya aktivitas sosial.
Aktivitas abnormal umumnya ditemukan pada kukang yang berada di dalam
kandang dan sering ditemui sebagai indikasi bahwa kukang mengalami stres. Saat
masa rehabilitasi di kandang, kukang ini pernah melakukan aktivitas abnormal
(0.2 %) (YIARI 2014a). Namun setelah dilepasliarkan kukang tidak pernah
terlihat melakukan aktivitas ini. Hal tersebut menunjukan bahwa selama
pengamatan kukang rehabilitan tidak mengalami stress setelah dilepasliarkan di
alam.
Aktivitas abnormal kukang malaya rehabilitan di alam ditunjukan dengan
berjalan mundur dan in-aktif (tidur) saat malam hari (Octavianata 2014). Berjalan
mundur dilakukang karena kukang diduga merasa terusik atau terancam. Aktivitas
in-aktif saat malam hari dilakukan untuk menghindari predator, yaitu elang
brontok (Nisaetus cirrhatus). Angin kencang pada cabang pohon tempat tidur saat
siang hari juga mengganggu kukang (Octavianata 2014).

Aktivitas Harian Kukang Jawa Liar
Data aktivitas harian kukang jawa liar di TNGHS selama 32 jam
pengamatan adalah 379 sampel. Pengamatan dilakukan pada bulan Juli hingga
September 2014. Aktivitas harian kukang jawa liar tertinggi berturut-turut adalah
makan (33.25 %), berpindah tempat (26.65 %), dan menelisik (16.09 %) seperti
yang disajikan pada Gambar 10. Selama pengamatan berlangsung, kukang jawa
liar tidak terlihat melakukan aktivitas agonistik dan abnormal.

Gambar 10 Persentase aktivitas harian kukang jawa liar

13
Penelitian sebelumnya pada kukang dan lokasi yang sama menunjukan
bahwa aktivitas paling dominan berturut-turut adalah berpindah tempat (41.6 %),
aktif (14.3 %), dan makan (14.1 %) (Angeliza 2014). Perbedaan aktivitas dominan
pada kukang diduga disebabkan karena kondisi kukang yang sedang bunting
sehinga lebih waspada dan sering berpindah tempat.
Aktivitas harian kukang jawa di TNGHS tersebut berbeda pula dengan
aktivitas harian kukang jawa di Garut. Putri (2014) menyatakan bahwa aktivitas
harian kukang jawa di Garut paling dominan berturut-turut adalah in-aktif (23.68
%), berpindah tempat (22.68 %), aktif (22.02 %), mencari makan (17.88 %),
makan (6.37 %), dan menelisik (4.65 %). Perbedaan aktivitas harian kukang di
TNGHS dan Garut disebabkan oleh perbedaan tipe habitat. Habitat kukang di
TNGHS adalah hutan, sedangkan di Garut berupa talun di dekat pemukiman
warga. Talun merupakan sistem penggunaan lahan dengan teknik rotasi dan terdiri
atas campuran berbagai tanaman keras yang membentuk struktur multistrata
(Affandi 2002).
Aktivitas harian kukang jawa liar di TNGHS dengan rata-rata durasi
terbesar adalah aktivitas makan (12.04 menit). Rata-rata durasi berpindah tempat
adalah 10.65 menit, menelisik 9.10 menit, mencari makan 7.43 menit, aktif 5.83
menit, dan sosial satu menit. Aktivitas sosial hanya teramati satu kali selama
pengamatan sehingga rata-rata durasinya rendah. Hal tersebut membuktikan
bahwa kukang lebih banyak menghabiskan waktunya sendiri, sesuai dengan
pernyataan Wiens dan Zitzmann (2003) bahwa kukang hidup soliter. Tingginya
aktivitas makan, berpindah tempat, dan menelisik menunjukan bahwa kukang
aktif dan sehat.

Gambar 11 Rata-rata aktivitas harian kukang jawa liar
Pengamatan pada pukul 18.00 WIB terkendala beberapa hal sehingga
pengambilan data aktivitas harian kukang dimulai pukul 19.00 WIB. Kendala
pada saat itu adalah cuaca berkabut dan kukang masih berada pada tempat tidur di
jurang. Pola aktivitas kukang liar hampir sama di setiap jam, tetapi saat awal dan
akhir malam sangat berbeda (Gambar 11). Kukang liar lebih banyak makan saat
awal malam dan banyak aktif dan in-aktif saat akhir malam.

14
Aktivitas in-aktif
Persentase aktivitas in-aktif kukang liar hanya sebesar 0.79 %. Aktivitas ini
terlihat di lokasi tidur saat menjelang matahari terbit (Gambar 11). Sedikitnya
nilai persentase tersebut menunjukan bahwa kukang lebih banyak melakukan
aktivitas pada malam hari. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Nekaris dan
Bearder (2007) bahwa famili Lorisidae mempunyai pola aktivitas nokturnal.
Aktivitas aktif
Persentase aktivitas aktif pada kukang liar sebesar 8.44 %. Aktivitas ini
paling banyak terjadi sebelum kukang tidur untuk memastikan bahwa lingkungan
sekitar lokasi tidur telah aman (Gambar 12). Berdasarkan pengamatan, kukang
juga terlihat aktif ketika mendengar suara gaduh yang mendekat kepadanya.
Aktivitas ini menunjukan aktivitas investigatif, yaitu memeriksa lingkungan
sekitar. Aktivitas aktif pada kukang juga menjadi indikasi gangguan atau tekanan
lingkungan (Bottcher-Law et al. 2001). Sedikitnya aktivitas aktif menjadi indikasi
sedikitnya tingkat gangguan di habitat TNGHS.

Gambar 12 Pola aktivitas aktif kukang jawa liar
Aktivitas berpindah tempat
Aktivitas berpindah tempat adalah aktivitas tertinggi ke dua pada kukang
liar dengan nilai persentase sebesar 26.65 %. Aktivitas ini paling banyak
dilakukan saat malam hari dan kembali meningkat saat menjelang pagi hari
(Gambar 13). Tingginya aktivitas berpindah tempat saat menjelang pagi hari
dilakukan untuk mencari lokasi tidur. Angeliza (2014) menyatakan bahwa
aktivitas berpindah tempat pada kukang jawa liar di TNGHS dipengaruhi oleh
cahaya bulan yang cenderung gelap, cuaca cerah, suhu udara yang rendah, dan
kelembaban yang tinggi.
Berdasarkan pengamatan, aktivitas berpindah tempat kukang liar telah
memiliki pola tertentu. Setelah 25 hari, kukang kembali terlihat pada lokasi yang
sama. Hal tersebut menunjukan bahwa kukang telah memiliki wilayah jelajah.
Luas wilayah jelajah kukang liar di TNGHS adalah 5.43 ha (Arismayanti 2014).
Wilayah jelajah dikunjungi satwa secara tetap karena dapat menyediakan
makanan, berlindung, dan tempat tidur. Nekaris (2001) menjelaskan bahwa selain

15
diikuti dengan penandaan wilayah melalui urin (urine marking), aktivitas
berpindah tempat juga merupakan salah satu parameter untuk mengetahui wilayah
jelajah dan fungsi teritori dan untuk memperoleh akses ke kukang lawan jenis.

Gambar 13 Pola aktivitas berpindah tempat kukang jawa liar
Kukang memanfaatkan ranting pohon yang berdekatan dan liana untuk
berpindah tempat dari satu pohon ke pohon lainnya. Kukang malaya rehabilitan
juga paling banyak menggunakan ranting untuk melakukan bridging atau
menggapai dari satu pohon ke pohon lain (Octavianata 2014). Walaupun lebih
banyak menggunakan ranting pohon, kukang juga pernah terlihat berjalan pada
batang pohon, yaitu di pohon pinus (Pinus merkusii). Perpindahan kukang melalui
ranting pohon dilakukan dengan kemampuannya untuk meregangkan tubuhnya
ketika bertumpu pada anggota gerak bagian belakang sedangkan anggota gerak
bagian depan menjangkau ranting pohon lain. Kemampuan ini diistilahkan
pertama kali oleh Charles-Dominique dengan nama cantilevering.

Gambar 14 Pemanfaatan ranting pohon untuk berpindah tempat
(foto: Muhidin YIARI 2014)
Persentase aktivitas berpindah tempat kukang jawa liar di TNGHS berbeda
dengan yang dilaporkan Rode et al. (2014) bahwa kukang jawa di Garut hanya
melakukan aktivitas berpindah tempat sebesar 14%. Berbeda pula dengan kukang
malaya di alam yang paling banyak melakukan aktivitas berpindah tempat hingga
70.6 % (Nekaris dan Bearder 2007). Beberapa hal yang menyebabkan perbedaan
tersebut diantaranya adalah perbedaan kondisi habitat, suhu, cuaca, dan cahaya
bulan (Bearder et al. 2002). Hanya (2004) diacu dalam Rode dan Nekaris (2014)

16
menjelaskan bahwa kondisi cuaca mempengaruhi aktivitas satwa. Pada malam
yang cerah kukang hanya mengurangi aktivitasnya saat dingin dan lebih aktif saat
kelembaban tinggi (Rode dan Nekaris 2014).
Aktivitas mencari makan
Nilai persentase aktivitas mencari makan pada kukang liar adalah sebesar
14.51 %. Aktivitas ini paling banyak dilakukan setelah tengah malam (Gambar
15). Aktivitas mencari makan diakhiri dengan aktivitas makan. Kukang banyak
mencari makan pada pohon kaliandra dan bungbuay (Plectocomia elongata). Oleh
karena nektar bunga kaliandra terletak di ujung ranting, kukang akan bergerak
lambat dan terbatas untuk memilih ranting kaliandra lainnya sehingga mampu
mencapai atau menggapai nektar bunga. Berbeda dengan di kaliandra, aktivitas
mencari makan di bungbuay hanya dilakukan pada batang utama bungbuay.
Guratan gigi kukang akan membuat batang bungbuay terluka dan mengeluarkan
getah berupa lendir yang dimanfaatkan kukang sebagai sumber pakan.

Gambar 15 Pola aktivitas mencari makan kukang jawa liar
Kukang beberapa kali melakukan aktivitas mencari makan dan makan pada
lokasi yang sama, baik di pohon kaliandra dan bungbuay. Setelah 25 hari, kukang
teramati kembali makan getah bungbuay pada lokasi yang sama. Kukang liar telah
memiliki wilayah jelajah sehingga lokasi makannya dapat dilakukan di tempat
yang sama.
Aktivitas makan
Aktivitas makan merupakan aktivitas harian tertinggi yang dilakukan
kukang jawa liar, yaitu sebesar 33.25 %. Aktivitas makan paling banyak
dilakukan pada awal malam dan kemudian kembali meningkat menjelang pagi
seperti yang disajikan pada Gambar 16. Tingginya aktivitas makan saat awal
malam diduga karena lokasi tidur kukang berada dekat dengan sumber pakan,
sehingga kukang dapat langsung menuju ke lokasi pakan. Pakan yang dikonsumsi
menjelang pagi hari digunakan sebagai cadangan energi ketika tidur pada siang
hari (Angeliza 2014).

17

Gambar 16 Pola aktivitas makan kukang jawa liar
Jenis pakan tertinggi kukang jawa liar berturut-turut adalah getah bungbuay
(58.18 %) dan nektar kaliandra merah (41.82 %). Semua Nycticebus sp. banyak
mengonsumsi getah (kukang pygmy: Tan dan Drake 2001; Starr dan Nekaris
2013; kukang bengal: Swapna et al. 2010; Das 2013; Das et al. 2014; kukang
malaya: Nekaris dan Bearder 2007; Wiens et al. 2006; kukang jawa: Rode et al.
2014; Winarti 2011). Selain jenis tersebut, kukang juga memakan buah-buahan,
kulit kayu, pucuk daun, serangga, dan sadapan nira pohon aren (Wiens 2002;
Wirdateti et al. 2005; Nekaris dan Bearder 2007; Winarti 2011; Das 2013; Das et
al. 2014).
Jenis pakan kukang dapat berbeda tergantung waktu. Hal ini ditunjukan
dengan perbedaan jenis pakan yang dimanfaatkan kukang sebelum penelitian ini
dilakukan. Angeliza (2014) menunjukan bahwa kukang jawa liar di TNGHS
banyak mengonsumsi nektar kaliandra. Jenis pakan kukang jawa liar tersebut
adalah nektar kaliandra merah (79.9 %), getah bungbuay (16.6 %), serangga (3.0
%), dan buah beunying (Ficus fistulosa) (0.5 %). Perbedaan jenis pakan tersebut
disebabkan oleh musim berbunga kaliandra. Kaliandra berbunga sepanjang tahun
secara alami, tetapi masa puncaknya terjadi antara bulan Januari, Februari, Maret,
dan Juli (Chamberlain 2000; Herdiawan et al. 2005). Tingginya konsumsi getah
bungbuay juga dipengaruhi oleh musim karena kukang cenderung memakan getah
pohon pada musim hujan dan lebih banyak memakan serangga dan nektar pada
musim kemarau (Das 2013; Swapna et al. 2010; Robyantoro 2014).
Perbedaan jenis pakan kukang jawa juga dipengaruhi oleh habitat. Pakan
kukang jawa lebih beragam di habitat talun. Pada habitat talun di Garut,
Tasikmalaya, dan Ciamis, kukang mengonsumsi getah dari pohon nangka,
sengon, dan pete, nektar kaliandra, nira aren, sari bunga pisang (Musa
paradisiaca), dan buah nangka (Putri 2014; Winarti 2011). Jenis tanaman pada
habitat talun lebih beragam dan memiliki sistem rotasi. Hal tersebut menyebabkan
potensi tumbuhan pakan kukang di habitat talun lebih banyak dibandingkan di
habitat hutan.
Posisi dan cara kukang liar saat memakan getah bungbuay dan kaliandra
berbeda. Cara kukang liar mendapatkan getah bungbuay sama seperti kukang
rehabilitan mendapatkan getah sengon. Umumnya, kukang liar yang diamati

18
makan dalam posisi berdiri naik. Posisi berdiri naik adalah tegak menggunakan
dua kaki belakang yang bertumpu pada suatu substrat (YIARI 2014b). Kukang
liar bertumpu pada pangkal cabang bungbuay dan tangannya berpegangan pada
batang utama dekat dengan sumber getah. Sesekali kukang rehabilitan terlihat
menjilati kedua tangannya setelah mengguratkan giginya ke batang bungbuay.
Pada pohon kaliandra, kukang makan dengan berbagai posisi, yaitu gantung,
gantung turun, berdiri, dan berdiri naik. Pada posisi gantung, ketiga alat gerak
kukang menggenggam batang kaliandra dan tangannya menggapai bunga. Pada
posisi gantung turun, kaki kukang menggenggam batang dan tangannya
menggapai bunga. Saat berdiri, kukang dalam posisi tegak menggunakan empat
atau tiga alat geraknya sedangkan tangannya menggapai bunga kaliandra. Berdiri
naik yaitu kukang berdiri dengan kedua kakinya sedangkan tangannya menggapai
bunga kaliandra. Kukang memanfaatkan cairan rasa manis pada pangkal benang
sari bunga kaliandra dengan cara menjilatnya.
Aktivitas menelisik
Kukang jawa liar melakukan aktivitas menelisik sebesar 16.09 %. Aktivitas
menelisik paling banyak dilakukan kukang liar saat menjelang matahari terbit
(Gambar 17). Aktivitas menelisik biasa dilakukan beberapa saat sebelum tidur dan
beberapa saat setelah bangun (Wiens 2002).

Gambar 17 Pola aktivitas menelisik kukang jawa liar
Aktivitas menelisik juga terlihat setelah kukang liar makan getah bungbuay.
Badan kukang yang menempel pada batang bungbuay saat makan menyebabkan
getah menempel di badan dan tangan kukang. Oleh karena itu, kukang liar
menelisik dengan menjilati badan dan tangannya untuk membersihkan getah.
Kondisi cuaca setelah hujan dan berkabut juga mempengaruhi aktivitas menelisik.
Pada waktu tersebut, kukang liar sering teramati sedang menelisik. Kondisi basah
dan lembab karena cuaca menyebabkan kukang perlu membersihkan dan
mengeringkan badannya.
Aktivitas sosial
Aktivitas sosial adalah aktivitas harian terendah pada kukang jawa liar yang
diamati (0.26 %). Aktivitas sosial tersebut hanya teramati satu kali, yaitu aktivitas

19
menelisik dengan kukang lain (allogroom) di pohon kaliandra. Allogroom lebih
efektif dilakukan untuk mengurangi parasit karena terdapat beberapa bagian tubuh
yang tidak dapat diraih oleh satwa itu sendiri (Wiens 2002). Selain allogroom,
Wiens (2002) menyatakan bahwa kukang juga berinteraksi dengan cara vokalisasi
(alternate click calls dan pant-growl) dan mengikuti kukang lain.
Menurut Wiens dan Zitzmann (2003), interaksi sosial kukang hanya
dilakukan 3 % dari waktu aktifnya. Nilai persentase aktivitas sosial yang rendah
juga ditemukan Rode et al. (2014) pada kukang jawa di Garut yaitu hanya sebesar
1 %, kukang malaya 3.5 %, dan kukang bengal 0 - 0.4 %. Kukang hidup soliter,
tetapi juga membentuk suatu kelompok sosial (Bottcher-Law et al. 2001),
walaupun tidak semua kukang adalah anggota dari suatu kelompok sosial (Wiens
2002).
Aktivitas agonistik dan abnormal
Aktivitas agonistik dan abnormal pada kukang jawa liar tidak ditemukan
selama pengamatan berlangsung. Pengamatan terhadap individu kukang yang
sama pada bulan Januari-April 2014 oleh Angeliza (2014) menunjukan aktivitas
agonistik sebesar 0.2 %. Pada saat itu, kukang melakukan aktivitas agonistik saat
bertemu dengan kukang lain dan musang.

Perbandingan Aktivitas Harian Kukang Jawa
Kukang rehabilitan belum memperlihatkan aktivitas yang sama dengan
kukang liar selama penelitian ini berlangsung. Kukang rehabilitan masih banyak
menghabiskan waktunya untuk berpindah tempat daripada makan. Hasil uji chi
square menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara aktivitas
harian kukang rehabilitan dan kukang liar (X2= 69.322, df= 8, p= 0.05). Oleh
karena itu, pelepasliaran kukang jawa rehabilitan di TNGHS diasumsikan belum
berhasil.
Asumsi tersebut merupakan hasil sementara kegiatan pelepasliaran karena
pengamatan aktivitas harian kukang rehabilitan hanya dilakukan selama satu
bulan. Moore et al. (2014) menyatakan bahwa kukang hasil pelepasliaran
memiliki masa stabil sekurangnya setelah bulan ke empat sejak dilepasliarkan.
Masa stabil adalah waktu yang diperlukan kukang untuk beradaptasi pada kondisi
baru hingga dapat berperilaku alami dan memiliki daerah jelajah sendiri.
Pengamatan kurang dari masa stabil belum dapat menggambarkan hasil
rehabilitasi dan pelepasliaran.
YIARI melepasliarkan kukang jawa rehabilitan dengan metode soft release.
Satwaliar yang dilepasliarkan dengan metode soft release perlu dipantau secara
berkelanjutan. Pemantauan dilakukan untuk mengetahui perkembangan perilaku
satwa hingga terbiasa (teraklimatisasi) dengan lingkungan barunya (Hosiana
2013). IUCN (1998) menjelaskan bahwa aspek-aspek yang perlu diamati dalam
pemantauan diantaranya adalah pemantauan demografi, ekologi, dan perilaku
satwa yang dilepasliarkan, pemantauan proses adaptasi dalam jangka waktu yang
lama dari individu yang dilepasliarkan dan populasinya, dan pengumpulan data
tentang angka mortalitas (kematian).
Nilai persentase aktivitas berpindah tempat, makan, dan menelisik antara
kukang rehabilitan dan kukang liar sangat berbeda (Gambar 18). Kukang

20
rehabilitan lebih banyak melakukan aktivitas berpindah tempat sedangkan kukang
liar banyak melakukan aktivitas makan dan menelisik. Namun, kedua individu
kukang tidak menunjukan aktivitas agonistik dan abnormal. Aktivitas sosial hanya
ditunjukan oleh kukang liar.

Gambar 18 Grafik perbandingan aktivitas harian kukang jawa di TNGHS
Kukang rehabilitan lebih banyak berpindah tempat karena kukang masih
dalam proses mengenali habitat barunya untuk beradaptasi. Hal tersebut berkaitan
dengan kegiatan pelepasliaran kukang di habitat yang berbeda dengan asal lokasi
kukang. Kukang rehabilitan merupakan kukang hasil konfiskasi dari Tasikmalaya.
Habitat kukang dari daerah tersebut merupakan habitat talun, sedangkan
pelepasliaran dilakukan pada habitat hutan pegunungan bawah TNGHS.
Pelepasliaran dilakukan di kawasan konservasi, yakni TNGHS, dimaksudkan
untuk mencegah perburuan kukang. Pertimbangan bahwa TNGHS dijadikan
lokasi pelepasliaran kukang adalah karena lokasi tersebut merupakan daerah
penyebaran kukang jawa. Alikodra (2002) menjelaskan bahwa reintroduksi
(introduksi kembali) dilakukan di dalam selang waktu penyebaran spesiesnya
untuk meningkatkan populasi yang jumlahnya menurun.
Aktivitas makan lebih sedikit dilakukan oleh kukang rehabilitan dibanding
kukang liar (15.89 %, 33.25 %). Namun, aktivitas mencari makan kukang
rehabilitan lebih besar dibandingkan kukang liar (23.44 %, 14.51 %). Kukang
rehabilitan belum memiliki wilayah jelajah sehingga memerlukan waktu yang
lebih lama untuk mencari makan di habitat barunya. Berbeda dengan kukang liar
yang telah memiliki wilayah jelajah karena menyediakan sumber pakan sehingga
kukang dapat meminimalkan waktunya untuk mencari makan.
Suhu udara saat pengamatan kukang rehabilitan lebih tinggi dibandingkan
saat pengamatan kukang liar. Pada pengamatan kukang rehabilitan, suhu udara
berkisar antara 21.3 - 22.1 oC dengan kelembaban 84 - 86 %. Pada pengamatan
kukang jawa liar, suhu udara lebih rendah yaitu 18.1 - 20.6 oC dengan kelembaban
85 - 99 %. Angeliza (2014) menyatakan bahwa suhu udara memberikan pengaruh
sebesar 61.1 % pada perilaku makan kukang jawa liar di TNGHS, sedangkan

21
kelembaban udara berpengaruh sebesar 80.6 %. Prihatman (2000) menambahkan
bahwa perubahan kondisi lingkungan berpengaruh pada konsumsi pakan hewan.
Pada temperatur lingkungan yang lebih rendah, hewan akan membutuhkan
tambahan pakan karena membutuhkan tambahan panas.
Pemanfaatan jenis pakan yang dikomsumsi kedua kukang pun berbeda.
Kukang rehabilitan banyak memanfaatkan nektar bunga kaliandra sedangkan
kukang liar memanfaatkan getah bungbuay (Gambar 19). Kukang rehabilitan juga
mengonsumsi getah, tetapi berasal dari pohon sengon dan kimenyan. Berbeda
dengan kukang liar, kukang rehabilitan terlihat satu kali mengonsumsi serangga.
Jenis pakan yang dimanfaatkan kedua individu kukang ters