Perilaku Harian Kukang Jawa (Nycticebus javanicus Geoffroy 1812) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Jawa Barat

PERILAKU HARIAN KUKANG JAWA (Nycticebus javanicus
Geoffroy 1812) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN
SALAK (TNGHS) JAWA BARAT

RISMA ANGELIZA

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perilaku Harian
Kukang Jawa (Nycticebus javanicus Geoffroy 1812) di Taman Nasional Gunung
Halimun Salak (TNGHS) Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2014

Risma Angeliza
NIM G34100034

ABSTRAK
RISMA ANGELIZA. Perilaku Harian Kukang Jawa (Nycticebus javanicus
Geoffroy 1812) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Jawa Barat.
Dibimbing oleh R.R. DYAH PERWITASARI dan INDAH WINARTI.
Kukang jawa (N. javanicus) merupakan satwa yang terancam punah
namun data ekologi dan informasi mengenai kehidupannya di alam masih sangat
sedikit. Menurut IUCN, kukang jawa merupakan salah satu satwa liar yang
berstatus kritis (critically endangered) dan tercantum dalam Apendiks I CITES
sejak tahun 2007. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari perilaku harian N.
javanicus serta mengkaji aspek iklim terhadap pola perilaku harian kukang jawa
di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Jawa Barat. Pengamatan
perilaku menggunakan modifikasi metode focal time sampling. Principal
Component Analysis (PCA) digunakan untuk mengetahui korelasi aspek iklim

dengan perilaku harian. Kukang jawa yang diamati sebanyak dua individu betina
dewasa liar. Perilaku harian paling dominan berturut-turut adalah berpindah
tempat (37.9%), makan (21.8%), aktif (12.5%) dan mencari makan (12.3%). Jenis
pakan alami N. javanicus yang paling diminati berturut-turut adalah nektar
(79.9%), getah (16.6%), serangga (3.0%) dan buah (0.5%). Korelasi aspek iklim
dan fase bulan di TNGHS Jawa Barat terhadap perilaku harian N. javanicus
adalah sebesar 59.3%. Fase bulan memiliki pengaruh paling besar terhadap
perilaku harian N. javanicus. Nycticebus javanicus termasuk satwa primata lunar
phobia atau cenderung aktif pada kondisi sedikit atau tanpa cahaya (gelap).
Kata kunci: TNGHS, perilaku harian, Nycticebus javanicus, kukang jawa

ABSTRACT
RISMA ANGELIZA. Daily Activities of Javan Slow Loris (Nycticebus javanicus
Geoffroy 1812) in the Mount Halimun Salak National Park (MHSNP) West Java.
Supervised by R.R. DYAH PERWITASARI and INDAH WINARTI.
Javan slow loris (N. javanicus) is an endangered species however
ecological data and information about its life in nature is limited. According to the
IUCN, javan slow loris is one of the critical wildlife status (critically endangered)
and listed on Appendix I of CITES since 2007. This study aimed to investigate
daily activities of N. javanicus and to assess correlation between climate, moon

phase and daily activities of javan slow loris in the Mount Halimun Salak
National Park (MHSNP) West Java. Behavioral observations was carried out
using a modified method of focal time sampling. Principal Component Analysis
(PCA) was used to determine the correlation between the climatic aspects and
daily activities. Behavioral observations was conducted on two wild adult
females. The most dominant of daily activities N. javanicus were travelling
(37.9%), feeding (21.8%), active (12.5%) and foraging (12.3%). N. javanicus
preferred natural food items such as nectar (79.9%), sap (16.6%), insects (3.0%)
and fruits (0.5%). Correlation climate aspect and moon phase of the daily
activities N. javanicus was 59.3%. Phases of the moon gave impact mostly on the
daily activities. Nycticebus javanicus is a primate lunar phobia or likely to be
active in slightly or no light conditions (dark).
Keywords: TNGHS, daily activities, Nycticebus javanicus, javan slow loris

PERILAKU HARIAN KUKANG JAWA (Nycticebus javanicus
Geoffroy 1812) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN
SALAK (TNGHS) JAWA BARAT

RISMA ANGELIZA


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Perilaku Harian Kukang Jawa (Nycticebus javanicus Geoffroy
1812) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Jawa
Barat
Nama
: Risma Angeliza
NIM
: G34100034


Disetujui oleh

Dr Ir R.R. Dyah Perwitasari MSc
Pembimbing I

Indah Winarti MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Iman Rusmana MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 sampai bulan
April 2014 ini ialah perilaku harian, dengan judul Perilaku Harian Kukang Jawa

(Nycticebus javanicus Geoffroy 1812) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak
(TNGHS) Jawa Barat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir R.R. Dyah Perwitasari MSc
dan Ibu Indah Winarti MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberi
masukan, saran, dan diskusi selama menyelesaikan karya ilmiah ini. Terima kasih
juga penulis ucapkan kepada Dr Ir Utut Widyastuti MSi selaku penguji luar
komisi yang banyak memberikan saran dan masukan. Ucapan terima kasih juga
penulis sampaikan kepada seluruh tim monitoring dan staf Yayasan IAR
Indonesia yang tidak bisa disebutkan satu persatu namun berperan besar dalam
penyusunan karya ilmiah ini. Kepada keluarga Bapak Otang, Uci dan Mbak Winar
serta masyarakat kampung Tapos dan curug Nangka atas sarana, prasarana dan
bantuannya selama penulis melaksanakan penelitian di Taman Nasional Gunung
Halimun Salak (TNGHS) Jawa Barat. Tidak lupa penulis mengucapkan terima
kasih kepada kedua orang tua, adik Ayu, Eka Arismayanti, Nindya Pangestika,
Dian Ardiniangsih, Dwi Meilina, serta seluruh teman Biologi 47 atas segala doa,
perhatian, dan bantuannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2014

Risma Angeliza


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

Waktu dan Tempat

2

TINJAUAN PUSTAKA


3

Kukang Jawa (Nycticebus javanicus Geoffroy 1812)

3

Perilaku Harian

4

Taman Nasional Gunung Halimun Salak

5

METODE

6

Alat dan Bahan


6

Observasi dan Identifikasi Objek Pengamatan

6

Penggunaan Radio Telemetri dalam Pengamatan

7

Pengukuran Kondisi Lingkungan dan Penandaan Letak Koordinat

7

Pengamatan Perilaku Harian

8

Identifikasi Jenis Pakan Alami


8

Analisis Data

8

HASIL

10

Perilaku Harian

10

Kondisi Lingkungan

12

Pengaruh Aspek Iklim dan Fase Bulan terhadap Perilaku Harian
Kukang Jawa

14

PEMBAHASAN

17

SIMPULAN

20

DAFTAR PUSTAKA

21

LAMPIRAN

24

RIWAYAT HIDUP

27

DAFTAR TABEL
1 Identifikasi individu kukang jawa betina dewasa liar yang dipasang
radio collar di TNGHS Jawa Barat
2 Data suhu udara, kelembapan udara pada setiap kategori perilaku
harian N. javanicus di TNGHS Jawa Barat
3 Hasil uji khi-kuadrat korelasi aspek iklim dan fase bulan terhadap
perilaku harian N. javanicus

7
13
15

DAFTAR GAMBAR
1 Keanekaragaman jenis kukang dan sebarannya di dunia
(foto: Fitch-Snyder, Streicher, Wirdateti dan Winarti)
2 Grafik respon perilaku Nycticebus javanicus pada awal perjumpaan
3 Grafik perbandingan perilaku harian dua individu N. javanicus di
TNGHS Jawa Barat
4 Grafik pola perilaku N. javanicus di TNGHS Jawa Barat
5 Proporsi jenis pakan N. javanicus di alam
6 Kondisi cuaca selama pengamatan di TNGHS Jawa Barat
7 Grafik fase bulan selama pengamatan di TNGHS Jawa Barat
8 Grafik pengaruh suhu udara terhadap perilaku harian
9 Grafik pengaruh kelembapan udara terhadap perilaku harian
10 Grafik pengaruh cuaca terhadap perilaku harian
11 Grafik pengaruh fase bulan terhadap perilaku harian
12 Diagram pencar (scatterplot) perilaku harian terhadap aspek iklim

1
10
11
12
12
13
14
15
15
16
16
17

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Ethogram pengamatan perilaku N. javanicus
Respon kedua individu N. javanicus pada awal perjumpaan
Perilaku harian kedua individu N. javanicus
Deskripsi kategori fase bulan (Rogers dan Nekaris 2011)
Persentase pengaruh aspek iklim (suhu udara, kelembapan udara, dan
cuaca) dan fase bulan terhadap perilaku harian N. javanicus
6 Hasil PCA korelasi aspek iklim (suhu udara, kelembapan udara, dan
cuaca) dan fase bulan terhadap perilaku harian N. javanicus

24
24
25
25
26
26

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Satwa liar dapat diartikan hewan yang hidup liar di alam bebas tanpa
campur tangan manusia. Satwa liar memiliki peranan yang sangat banyak dan
penting, salah satunya adalah untuk melestarikan hutan dalam ekosistem. Kukang
adalah salah satu satwa liar yang termasuk golongan primata primitif nokturnal,
arboreal, dan soliter yang tersebar di seluruh Asia. Kukang termasuk ke dalam
genus Nycticebus dan terbagi menjadi lima spesies yaitu N. bengalensis, N.
pygmaeus, N. coucang, N. menagensis, dan N. javanicus. Tiga spesies diantaranya
terdapat di Indonesia, yaitu kukang sumatera (Nycticebus coucang), kukang
kalimantan (Nycticebus menagensis), dan kukang jawa (Nycticebus javanicus).
Habitat dari ketiga spesies kukang di Indonesia tersebut tersebar di Kalimantan,
Sumatera dan pulau-pulau di sekitarnya, serta di Pulau Jawa.

Gambar 1 Keanekaragaman jenis kukang dan sebarannya di dunia
(foto: Fitch-Snyder, Streicher, Wirdateti dan Winarti)
Salah satu primata endemik yang dapat dijumpai di Pulau Jawa adalah
kukang jawa (Nycticebus javanicus). Nycticebus javanicus juga dikenal sebagai
satwa pemalu yang bergerak lamban. Pola aktivitas dan pergerakan N. javanicus
yang lamban mengakibatkan satwa ini rentan terhadap ancaman dari manusia.
Ancaman terbesar adalah perburuan oleh manusia untuk diperjual-belikan dan
juga adanya kehancuran habitat. Perdagangan N. javanicus yang cukup tinggi
diduga berkaitan langsung dengan penurunan jumlahnya di alam. Tingkat
perburuan dan perdagangan yang tinggi menimbulkan ancaman serius terhadap
kelestarian kukang, khususnya mengingat tingkat kelahiran satwa ini dengan
maksimum satu anak setiap satu setengah tahun. Endemisitas dan ancaman
kepunahan di tingkat spesies memerlukan upaya konservasi yang lebih serius.
Habitat kukang jawa pada umumnya di kanopi utama hutan hujan tropis di Pulau

2
Jawa, namun kini habitat asli kukang jawa nyaris hampir tidak ada lagi.
Kerusakan hutan di Jawa merupakan penyebab terbesar menurunnya jumlah N.
javanicus.
Informasi mengenai perilaku, pola aktivitas, dan penggunaan sumber pakan
di habitat alaminya masih sangat sedikit. Penelitian perilaku harian N. javanicus
di alam liar perlu dilakukan, mengingat populasi kukang jawa yang semakin
sedikit akibat perburuan dan perdagangan bebas. Informasi tersebut dapat
membantu dalam mengetahui tingkat keberhasilan pengelolaan rehabilitasi dan
reintroduksi N. javanicus di alam liar. Data mengenai perilaku N. javanicus sangat
penting untuk melakukan program konservasi kukang secara in-situ maupun exsitu.
Perumusan Masalah
N. javanicus merupakan satwa yang dilindungi oleh pemerintah sejak tahun
1990. IUCN (International Union for the Conservation of Nature dan Natural
Resources) telah menetapkan kategori kukang jawa dari low risk atau kurang
terancam, menjadi data defiecient atau kekurangan data, dan kini menjadi
critically endangered atau kritis (IUCN red list 2013). Apendiks I CITES
(Convention on International Trade in Endangered Species) telah mencantumkan
spesies kukang jawa sejak tahun 2007. Akan tetapi, informasi dan data perilaku
terkini mengenai kehidupannya di alam masih sangat sedikit. Data perilaku
tersebut diperlukan dan dapat digunakan sebagai acuan guna melestarikan satwa
tersebut.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari perilaku harian kukang jawa
(Nycticebus javanicus) serta mengkaji aspek iklim (suhu, kelembapan, dan cuaca)
serta fase bulan terhadap pola perilaku harian N. javanicus di kawasan Taman
Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Jawa Barat.
Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi tentang perilaku harian, tumbuhan pakan, serta
aspek iklim dan fase bulan yang mempengaruhi perilaku N. javanicus liar
di habitat alami.
2. Informasi yang diperoleh dapat digunakan sebagai salah satu parameter
dalam pengelolaan N. javanicus secara in-situ maupun ex-situ (terutama
dalam upaya rehabilitasi N. javanicus) agar populasi N. javanicus tetap
lestari.
Waktu dan Tempat
Kegiatan penelitian dilakukan selama 4 bulan dari bulan Januari sampai
dengan April 2014 di hutan habitat alami kukang jawa (Nycticebus javanicus) di
kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Jawa Barat.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Kukang Jawa (Nycticebus javanicus Geoffroy 1812)
Kukang (Nycticebus sp.) merupakan nama ilmiah yang memiliki arti “night
ape” atau kera malam. Kukang merupakan anggota genus Nycticebus di dalam
ordo Primata (Nowak 1999). Anggota genus Nycticebus terdiri dari lima jenis
kukang yang terdistribusi sepanjang Asia Timur hingga Asia Tenggara (Groves
2001; Nekaris dan Nijman 2007), diantaranya yaitu N. bengalensis, N. pygmaeus,
N. coucang, N. menagensis, dan N. javanicus (Schulze dan Groves 2004; Nekaris
dan Nijman 2007; Nekaris et al. 2008). Tiga diantaranya memiliki sebaran di
Indonesia yaitu di Jawa (N. javanicus), Sumatera (N. coucang), dan Kalimantan
(N. menagensis). Kukang jawa (Nycticebus javanicus) mempunyai klasifikasi
sebagai berikut (Napier dan Napier 1967,1985; Rowe 1996):
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Sub Filum
: Vertebrata
Kelas
: Mamalia
Sub Kelas
: Eutheria
Ordo
: Primata
Sub Ordo
: Prosimii/Strepsirrhini
Infra Ordo
: Lemuriformes
Super Famili
: Lorisidea
Famili
: Lorisidae
Genus
: Nycticebus
Spesies
: Nycticebus javanicus (Geoffroy 1812)
Nycticebus javanicus merupakan satwa primata primitif yang tidak berekor,
bersifat nokturnal (aktif di malam hari), arboreal (tinggal di tajuk pepohonan)
(Bearder 1987; Wiens 2002) dan bergerak dengan keempat anggota geraknya atau
kuadrupedal (Wiens 2002). Nycticebus pernah teramati melakukan aktivitas paling
awal 2 menit sebelum matahari terbenam dan aktivitas terakhir 14 menit sebelum
matahari terbit (Wiens 2002). Masa aktif kukang dimulai saat matahari terbenam,
sedangkan penurunan aktivitas akan terjadi secara drastis ketika matahari terbit.
Secara morfologi, N. javanicus memiliki ukuran panjang tubuh 280-320 mm
serta ekor yang pendek dan melingkar dengan panjang sekitar 10-20 mm. Berat
tubuh N. javanicus dapat berkisar dari 800 g hingga 1100 g. Rambut dari satwa
tersebut berwarna cokelat muda hingga cokelat lebih gelap. Pola garpu pada
wajah membentuk lingkaran di sekitar bagian mata sehingga terlihat menyerupai
kaca mata. Pola garpu ini menyatu di bagian atas kepala, kemudian membentuk
garis lurus ke bagian belakang hingga sepanjang punggung dengan warna rambut
cokelat kehitaman.
Kukang memiliki tapetum lucidum, yaitu lapisan di bagian belakang retina
yang sensitif terhadap cahaya. Lapisan ini membantu penglihatan kukang saat
aktif di malam hari. Mata kukang akan nampak bersinar oranye dalam kondisi
gelap (Schulze 2003). Karakteristik lain dari mata kukang adalah kemampuan
stereoskopis yang terbatas. Mata stereoskopis berperan untuk membedakan
banyak warna dan memperoleh persepsi untuk mengukur jarak. Sel kerucut (short

4
wave-sensitive cone opsins) pada retina kukang tidak mampu membedakan warna
(Kawamura dan Kubotera 2004). Keterbatasan penglihatan ini merupakan salah
satu penyebab kukang tidak bisa meloncat dari dahan ke dahan seperti lutung atau
monyet (Winarti 2011).
Kukang memiliki moncong atau ujung hidung yang selalu lembap dan basah
yang disebut rhinarium. Rhinarium berfungsi untuk membantu daya
penciumannya dalam mengenali jejak bau yang ditinggalkan kukang lainnya
(Napier dan Napier 1985; Rowe 1996). Tooth comb atau gigi sisir adalah empat
gigi seri pada rahang bawah yang arah tumbuhnya lebih horizontal. Fungsi gigi ini
adalah sebagai alat untuk menyisir rambutnya saat meyelisik atau membersihkan
diri. Toilet claw adalah cakar atau kuku yang panjang dan tajam pada telunjuk
atau jari kedua pada alat gerak bagian belakang. Tooth comb dan toilet claw
digunakan untuk menyelisik (Napier dan Napier 1985; Rowe 1996). Spesies ini
memiliki kelenjar yang berbisa (venomous) apabila bercampur dengan saliva.
Kelenjar berbisa ini terdapat di bagian siku tangan. Fungsinya adalah sebagai
pertahanan diri terhadap pemangsa (Alterman 1995).
Secara umum genus Nycticebus sering disebutkan sebagai omnivor
(pemakan segala) dengan palatabilitas atau tingkat kesukaan tertentu terhadap
salah satu atau beberapa jenis pakan. Jenis pakan kukang antara lain buah-buahan,
bunga, nektar, getah, dan cairan bunga atau cairan tumbuhan, serangga, dan telur
burung serta burung kecil (Rowe 1996; Nekaris dan Bearder 2007). Kukang
mendapatkan getah dengan cara mengguratkan gigi ke batang pohon hingga kulit
pohon terkelupas atau hanya tergores dan mengeluarkan getah, selanjutnya
kukang menjilatinya (Wiens 2002; Pambudi 2008; Swapna 2008).
Kukang menyukai habitat hutan hujan tropis dan subtropis di dataran rendah
dan dataran tinggi, hutan primer, hutan sekunder, serta hutan bambu (Rowe 1996;
Wirdateti et al. 2005; Pambudi 2008). Nycticebus javanicus merupakan spesies
endemik Pulau Jawa. Keberadaan N. javanicus di Jember Jawa Timur pernah
dilaporkan oleh Wirdateti et al. (2000). Groves (2001) melakukan penelitian
mengenai keberadaan N. javanicus di Jawa Barat. Nycticebus javanicus juga
dijumpai di talun (hutan kebun) Sumedang, Tasikmalaya dan Ciamis Jawa Barat
(Winarti 2011).

Perilaku Harian
Perilaku merupakan aspek yang paling dipengaruhi oleh perubahan
lingkungan. Perilaku merupakan cara satwa itu berinteraksi secara dinamik
dengan lingkungannya, baik dengan makhluk hidup maupun dengan benda–benda
di sekitarnya. Perilaku harian pada Nycticebus yang dapat diamati ada 9 kategori
diantaranya yaitu :
a. Perilaku aktif (active) merupakan kondisi N. javanicus ketika terlihat diam
tidak bergerak seperti membeku (freeze) atau duduk di suatu dahan selama
lebih dari satu menit dengan mata terbuka. Posisi membeku (freeze)
merupakan posisi gerakan yang terhenti atau tidak bergerak sama sekali
minimal tiga detik (Bottcher-Law et al. 2001).

5
b. Perilaku tidak aktif (inactive) adalah kondisi N. javanicus dalam keadaan
tidur, terlihat diam tidak bergerak atau duduk di suatu dahan selama lebih
dari satu menit dengan mata tertutup (Bottcher-Law et al. 2001).
c. Makan (feeding) merupakan perilaku memasukkan makanan ke dalam
mulut (Bottcher-Law et al. 2001). Secara umum perilaku makan adalah
perilaku N. javanicus yang mencakup rangkaian kegiatan menggapai,
mengambil, memegang, memasukkan ke dalam mulut, mengunyah, dan
menelan hewan mangsa atau bagian tumbuhan jenis pakan atau material
lainnya.
d. Perilaku mencari makan (foraging) adalah perilaku bergerak (biasanya
lambat) terbatas pada suatu pohon, mengamati dan mencoba menangkap
serangga disekitarnya atau mencari, memilih, mendekati dan mencium
objek-objek tertentu (bunga, buah, dan lain-lain).
e. Perilaku berpindah tempat (travelling) merupakan semua pergerakan
individu dari suatu tempat ke tempat yang lain atau dari satu pohon ke
pohon lain menggunakan keempat alat geraknya (kuadrupedal), tanpa
memperhatikan sekelilingnya dengan pandangan fokus ke depan.
f. Menyelisik (grooming) yaitu perilaku N. javanicus membersihkan atau
merawat diri dengan menjilati rambut dan menggaruk bagian tubuh
tertentu yang dilakukan sambil menggantung atau atau duduk di dahan.
g. Perilaku sosial merupakan tingkah laku yang melibatkan interaksi antara
dua individu atau lebih (Wiens 2002).
h. Perilaku agonistik merupakan perilaku yang bersifat agresif yang meliputi
menyerang, bertahan, berkelahi dan mengancam.
i. Perilaku abnormal merupakan perilaku menyimpang yang tidak biasa
terjadi di alam dan dilakukan secara berulang-ulang contohnya jalan
mondar-mandir dan berputar, serta memutar kepala (rolling head) (YIARI
2013).
Taman Nasional Gunung Halimun Salak
Kawasan Gunung Halimun seluas 39.941 hektar ditetapkan menjadi taman
nasional melalui Keputusan Menteri Kehutanan RI nomor 282/Kpts-II/1992 pada
26 Februari 1992. Pada tahun 2003, melalui surat Keputusan Menteri Kehutanan
nomor 175/Kpts-II/2003 tentang alih fungsi kawasan Perum Perhutani, hutan
lindung dan hutan produksi terbatas di sekitar kawasan konservasi Taman
Nasional Gunung Halimun (TNGH) menjadi satu kesatuan kawasan konservasi
Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Taman nasional yang semula
memiliki luas kurang lebih 39.941 hektar diperluas menjadi 113.357 hektar dan
menjadi taman nasional yang memiliki ekosistem hutan hujan tropis pegunungan
terluas di Pulau Jawa (TNGHS-JICA 2008). Taman Nasional Gunung Halimun
Salak merupakan hutan dataran rendah terbesar di Jawa yang masih tersisa sampai
saat ini, melingkup wilayah yang bergunung-gunung dengan dua puncaknya yang
tertinggi adalah Gunung Halimun (1.929 m dpl) dan Gunung Salak (2.211 m dpl).
Secara administratif, kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Halimun
Salak termasuk ke dalam wilayah tiga kabupaten, yakni Kabupaten Bogor dan
Sukabumi di Jawa Barat, dan Lebak di Provinsi Banten (TNGHS-JICA 2008).
Topografi kawasan pada umumnya adalah bergelombang, berbukit dan

6
bergunung-gunung. Curah hujan rata-rata 4000 – 6000 mm/tahun dan memiliki
iklim yang basah. Taman nasional ini merupakan rumah bagi 61 spesies mamalia
endemik dan terancam punah, salah satunya yaitu kukang jawa. Di hutan seluas
113.357 hektar ini sementara terdapat lebih dari 1000 spesies tumbuhan, yang
tergolong ke dalam 266 genus dan 93 famili dan juga sarang bagi 200 spesies
burung. Kekayaan hayati kawasan taman nasional ini cukup tinggi sehingga telah
lama menarik perhatian para peneliti.

METODE
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan untuk pengamatan perilaku harian diantaranya
antena (Biotrack Yagi antenna), radio telemetri VHF (Very High Frequency),
portable telemetry receiver 148-174MHz model R-1000, radio collar, alat ukur
digital 4 in 1 (suhu, kelembapan, intensitas cahaya, kecepatan angin), Global
Positioning System (GPS), headlamp Energizer 3 LED, senter cree SWAT LH168, jam tangan dan kamera digital serta alat tulis. Objek penelitian yaitu dua
individu kukang jawa (Nycticebus javanicus) betina dewasa liar yang telah
dipasang radio collar di hutan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS)
Jawa Barat.
Observasi dan Identifikasi Objek Pengamatan
Observasi lapangan untuk mengetahui keberadaan N. javanicus dilakukan
dengan penjelajahan areal hutan TNGHS dibantu tim monitoring IAR
(International Animal Rescue) Indonesia yang mengetahui sebaran kukang di
sekitar hutan. Metode wawancara digunakan untuk mengetahui kemungkinan
keberadaan, frekuensi kemunculan serta bentuk atau jenis N. javanicus yang
pernah mereka lihat. Observasi lapangan dilakukan malam hari ketika N.
javanicus dalam masa aktif. Objek yamg diamati adalah dua individu N. javanicus
betina dewasa liar. Kedua individu N. javanicus ini ditemukan di lokasi yang
berbeda.
Identifikasi objek pengamatan dilakukan dengan melihat ciri-ciri fisik,
seperti ukuran tubuh, jenis kelamin, raut muka, warna rambut, bentuk kepala, pola
garpu pada wajah, pola garis cokelat kehitaman memanjang dari kepala hingga
pangkal ekor, bentuk tubuh maupun cacat pada tubuh. Pemeriksaan keberadaan
microchip pada seluruh tubuh N. javanicus menggunakan scanner dilakukan
untuk memastikan kukang yang hendak dipasang radio collar merupakan N.
javanicus endemik dari hutan TNGHS Jawa Barat, bukan satwa hasil
pelepasliaran. Radio collar yang dipilih maksimum beratnya 5-10% dari berat
tubuh kukang (Biotrack 2012). Pemasangan radio collar perlu disesuaikan dengan
lingkar leher kukang, jika terlalu rapat dapat menyebabkan luka dan
mempengaruhi perilaku alami kukang, sedangkan jika terlalu renggang dapat
menyebabkan radio collar terlepas. Individu tersebut dibiarkan tanpa pengamatan
perilaku selama dua malam untuk mengurangi efek stres dan dapat menyesuaikan
diri dengan radio collar.

7
Penggunaan Radio Telemetri dalam Pengamatan
Radio telemetri VHF digunakan untuk mendeteksi keberadaan kukang.
Deteksi keberadaan N. javanicus menggunakan antena dan portable telemetry
receiver. Perangkat pemancar yang dipasang pada kukang berupa radio collar
akan memancarkan gelombang radio pendek pada frekuensi tertentu (Wiens dan
Zitzmann 2003). Nomor frekuensi dimasukkan ke portable telemetry receiver
untuk mendeteksi keberadaan kukang yang hendak diamati. Setiap radio collar
memiliki frekuensi yang berbeda (Tabel 1). Sinyal radio yang dipancarkan dari
radio collar akan dideteksi dan ditangkap oleh antena. Posisi antena diputar untuk
menentukan arah keberadaan kukang. Sinyal yang ditangkap ditandai bunyi ‘bip’
yang diterima oleh portable telemetry receiver. Semakin kuat bunyi, berarti
keberadaan kukang semakin dekat. Posisi keberadaan N. javanicus dipastikan
dengan bantuan lampu senter cree melalui pantulan sinar mata berwarna oranye.
Tabel 1 Identifikasi individu kukang jawa betina dewasa liar yang dipasang radio
collar di TNGHS Jawa Barat
No.

Nama

Frekuensi (Hz)

1.

Ekar
(individu I)

151.4010

2.

Angel
(individu II)

151.3325

Karakteristik
Bunting, tubuh lebih
bulat, pola garis garpu
jelas pada wajah dan
garis punggung cokelat
kehitaman.

Gambar

Memiliki bekas luka di
bagian siku tangan kiri,
pola
garis
garpu
memudar
(cokelat
muda)
dan ukuran
tubuh yang lebih kecil.

Pengukuran Kondisi Lingkungan dan Penandaan Letak Koordinat
Pengukuran aspek iklim meliputi suhu dan kelembapan udara yang
dilakukan menggunakan alat ukur digital 4 in 1. Pencatatan fase bulan dan kondisi
cuaca menggunakan kategori yang disesuaikan (YIARI 2013). Pengamatan aspek
iklim dilakukan satu kali pada awal pengamatan dengan N. javanicus. Penandaan
posisi titik koordinat dilakukan pada awal pengamatan dan interval waktu setiap
15 menit pengamatan. Posisi titik koordinat ditandai menggunakan GPS.

8
Pengamatan Perilaku Harian
Pengamatan perilaku harian dilakukan menggunakan metode modifikasi
focal time sampling yang merupakan penggabungan dari dua metode yaitu focal
animal sampling dan scan sampling (Martin dan Bateson 1993). Focal time
sampling merupakan metode pengambilan data perilaku setiap interval waktu
tertentu dengan mengamati satu individu atau satu kelompok. Focal animal
sampling dapat memberikan informasi mengenai rangkaian peristiwa yang
teramati, interaksi antar individu dan durasi perilaku yang teramati. Scan sampling
merupakan metode pengambilan data perilaku harian pada interval waktu tertentu.
Pengamatan perilaku harian dilakukan secara terus menerus mengikuti
perilaku satu individu N. javanicus yang diamati dalam suatu periode aktif satwa
tersebut, yaitu pukul 18.00-00.00 WIB atau 00.00-06.00 WIB dengan interval
waktu pengamatan setiap 5 menit dan mencatat semua perilaku yang dilakukan.
Pengamatan perilaku harian dilakukan secara bergantian pada dua individu N.
javanicus dengan minimum waktu pengamatan yaitu 30 jam untuk setiap
individu. Minimum waktu pengamatan ditentukan untuk memperoleh data primer
yang baik dan valid, sehingga informasi mengenai pola perilaku N. javanicus
secara keseluruhan dapat dianalisis dan diketahui dengan jelas. Tingkat akurasi
data akan semakin baik dan stabil, apabila data primer yang diperoleh semakin
banyak. Pengamatan dilakukan sepanjang masa aktif N. javanicus yaitu pada
malam hari. Data perilaku harian yang diamati dan dicatat meliputi perilaku aktif,
tidak aktif, makan, mencari makan, berpindah tempat, menyelisik, sosial,
agonistik dan abnormal. Data perilaku selanjutnya disusun dalam suatu ethogram
yang sudah dimodifikasi dari Fitch-Snyder dan Schulze (Bottcher-Law et al.
2001) serta Glassman dan Wells (1984) (Lampiran 1).
Identifikasi Jenis Pakan Alami
Pengamatan perilaku makan meliputi identifikasi jenis tumbuhan dan bagian
dari tumbuhan tersebut yang digunakan sebagai sumber pakan. Pengamatan jenis
pakan alami N. javanicus dilakukan saat pengamatan perilaku makan. Jenis pakan
alami yang dikonsumsi N. javanicus diantaranya yaitu buah, nektar, getah pohon,
dan serangga. Cara identifikasi dilakukan dengan mengamati, mengenali dan
mencatat jenis substrat dari sumber pakan yang dikonsumsi oleh N. javanicus.
Jenis tumbuhan yang telah diidentifikasi, diperiksa klasifikasinya berdasarkan
genus dan spesies pada situs The International Plant Names Index dan
Plantamor.org.
Analisis Data
Data perilaku harian dan jenis pakan yang dikonsumsi oleh N. javanicus
dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk persentase grafik dan tabel
dengan bantuan program Statistic Package for Social Science (SPSS) ver. 21.
Perhitungan persentase perilaku harian yang dilakukan adalah sebagai berikut :

9
Persentase perilaku = X x 100%
Y
Keterangan ; X = frekuensi perilaku dalam n menit pengamatan
Y = total frekuensi perilaku dalam 1800 menit pengamatan
Perhitungan persentase proporsi jenis pakan alami N. javanicus adalah
sebagai berikut :
Persentase proporsi jenis pakan = A x 100%
B
Keterangan ; A = frekuensi jenis pakan yang dikonsumsi
B = total frekuensi jenis pakan yang dikonsumsi selama perilaku
makan
Pengujian terhadap korelasi antara parameter yang diukur dan diamati
menggunakan hipotesis sebagai berikut:
H0 = tidak ada pengaruh aspek iklim terhadap perilaku harian kukang jawa
H1 = ada pengaruh aspek iklim terhadap perilaku harian kukang jawa
Hipotesis tersebut diuji menggunakan uji χ² atau khi-kuadrat (Walpole 1997).
Pengambilan keputusan atas hipotesis tersebut dilakukan berdasarkan tingkat
kepercayaan yang digunakan pada nilai p < 0.05. Bila nilai p value (signifikansi)
lebih kecil dari 0.05 atau H0 ditolak, maka ada pengaruh secara nyata aspek iklim
terhadap perilaku harian N. javanicus. Sebaliknya bila nilai p > 0.05 atau H0
diterima, maka tidak ada pengaruh secara nyata aspek iklim terhadap perilaku
harian N. javanicus.
Variabel bebas yang dianalisis adalah perilaku harian N. javanicus
sedangkan yang termasuk kedalam variabel tidak bebas adalah suhu udara,
kelembapan udara, cuaca dan fase bulan. Penggunaan prosedur PCA (Principal
Component Analysis) digunakan untuk mencari faktor utama dari variabel tidak
bebas yang paling berpengaruh terhadap variabel bebas dari. Prosedur PCA pada
dasarnya bertujuan untuk menyederhanakan variabel yang diamati dengan cara
menyusutkan (mereduksi) dimensinya (Soemartini 2008). Hal ini dilakukan
dengan cara menghilangkan korelasi diantara variabel bebas melalui transformasi
variabel bebas asal ke variabel baru yang tidak berkorelasi sama sekali.

10

HASIL
Perilaku Harian
Data perilaku harian yang diperoleh dari kedua individu N. javanicus selama
pengamatan berjumlah 886 atau setara dengan 4430 menit (73 jam 50 menit).
Proporsi perilaku kedua individu N. javanicus pada awal perjumpaan berturutturut adalah perilaku berpindah tempat (32.1%), mencari makan (28.3%),
menyelisik (15.1%) dan aktif (13.2%) (Gambar 2). Angel lebih mudah diamati
dibandingkan Ekar. Ekar lebih banyak menghindari pengamat dengan bergerak
menjauh.

Gambar 2 Grafik respon perilaku Nycticebus javanicus pada awal perjumpaan
Tiga perilaku harian dominan dari Ekar yaitu perilaku berpindah tempat
(41.6%), aktif (14.3%) dan makan (14.1%) (Gambar 3). Tiga perilaku harian
dominan dari Angel yaitu perilaku berpindah tempat (34.1%), makan (29.5%) dan
mencari makan (14.6%). Kedua individu menunjukkan frekuensi perilaku harian
tertinggi yang sama yaitu perilaku berpindah tempat. Perilaku harian terendah dari
kedua individu N. javanicus adalah perilaku tidak aktif.
Perilaku sosial dan agonistik pada N. javanicus hanya ditunjukkan oleh Ekar
sebesar 8.4% dan 0.2%. Perilaku sosial dijumpai ketika objek pengamatan
berinteraksi dengan individu kukang lain di alam. Individu lain terlihat duduk
bersama di dahan dan mengikuti pergerakan objek pengamatan. Perilaku agonistik
yang teramati sebanyak satu kali pada Ekar. Perilaku ini ditunjukkan dengan
aktivitas mengancam dan bertahan serta vokalisasi yang nyaring dan menggeram.
Perilaku abnormal yang meliputi jalan mondar-mandir dan berputar, serta
memutar kepala tidak ditunjukkan oleh kedua N. javanicus selama pengamatan
berlangsung di alam.

11

Gambar 3 Grafik perbandingan perilaku harian dua individu N. javanicus di
TNGHS Jawa Barat
Ekar dan Angel mulai melakukan aktivitas antara pukul 18.00-19.00 WIB.
Hal tersebut ditunjukkan dengan perilaku aktif, makan, mencari makan, berpindah
tempat dan menyelisik yang sudah mulai tercatat pada waktu tersebut (Gambar 4).
Perilaku aktif N. javanicus banyak dijumpai pada pukul 18.00-19.00 (37.5%) dan
00.00-01.00 (37.8%). Waktu makan N. javanicus tertinggi di alam adalah
menjelang tengah malam yaitu pukul 22.00-23.00 (38.3%). Pukul 00.00-01.00
(4.4%) perilaku makan terlihat menurun, namun kembali meningkat hingga
menjelang pagi hari.
Waktu mencari makan tertinggi adalah pukul 01.00-02.00 (40.0%). Perilaku
berpindah tempat menunjukkan persentase yang cukup tinggi hampir di setiap
waktu pengamatan, namun terlihat menurun pada pukul 01.00-02.00 (13.3%).
Proporsi mobilitas atau perilaku bergerak yang menyebabkan perpindahan tempat
yaitu perilaku berpindah tempat dan mencari makan pada N. javanicus cenderung
sama di setiap waktu pengamatan. Pukul 00.00-01.00 atau tengah malam, proporsi
mobilitas N. javanicus (42.3%) dijumpai sebanding dengan perilaku tidak
bergerak yang meliputi perilaku aktif dan tidak aktif (35.6%). Perilaku tidak aktif
teramati mulai pukul 05.00-06.00 (25.0%), setelah N. javanicus berpindah tempat
untuk menemukan lokasi tidur (sleeping site) yang sesuai.

12

Gambar 4 Grafik pola perilaku N. javanicus di TNGHS Jawa Barat
Jenis pakan tertinggi yang dikonsumsi oleh Ekar dan Angel berturut-turut
adalah nektar kaliandra merah (Calliandra calothyrsus) (79.9%), getah bungbuai
(Plectocomia elongata) (16.6%) dan serangga (3.0%) (Gambar 5). Serangga
diperoleh N. javanicus pada percabangan atau tajuk pohon pinus (Pinus merkusii)
dan palem serdang (Livistona rotundifolia). Jenis pakan alami yang paling sedikit
dikonsumsi adalah buah beunying (Ficus fistulosa) (0.5%).

Gambar 5 Proporsi jenis pakan N. javanicus di alam
Kondisi Lingkungan
Secara keseluruhan kondisi lingkungan pada setiap kategori perilaku harian
N. javanicus di TNGHS Jawa Barat selama pengamatan adalah lembap (Tabel 2).
Suhu udara terendah (21.6°C) terjadi pada saat perilaku tidak aktif, sedangkan
suhu udara tertinggi (22.6°C) terjadi pada saat perilaku makan. Kelembapan udara
tertinggi (86.4%) lebih banyak dilakukan saat N. javanicus makan. Curah hujan
bulan Januari hingga April 2014 di kawasan TNGHS Jawa Barat pada umumnya

13
normal yaitu kisaran 301 - 400 mm (BMKG 2014). Secara umum kondisi cuaca di
kawasan TNGHS Jawa Barat selama pengamatan adalah cerah-berawan (Gambar
6).
Tabel 2 Data suhu udara, kelembapan udara pada setiap kategori perilaku harian
N. javanicus di TNGHS Jawa Barat
Perilaku harian
aktif
tidak aktif
makan
mencari makan
berpindah tempat
menelisik
sosial
agonistik

Faktor lingkungan
Suhu udara (°C)
Kelembapan udara (%)
22.4
85.5
(18.8-25.0)
(77.0-96.6)
21.6
86.3
(19.7-23.1)
(78.4-92.5)
22.6
86.4
(18.8-25.0)
(77.0-96.6)
22.5
85.1
(18.8-25.0)
(78.4-92.6)
22.3
86.0
(18.8-25.0)
(77.0-96.6)
22.5
86.0
(18.8-25.0)
(77.0-92.6)
22.5
82.6
(21.2-24.2)
(78.4-89.2)
22.1
78.4
(22.1)
(78.4)

abnormal
Keterangan : Nilai pada tabel merupakan nilai rata-rata setiap aspek iklim; angka di dalam
kurung merupakan nilai kisaran terukur

Gambar 6 Kondisi cuaca selama pengamatan di TNGHS Jawa Barat

14
Pembagian kategori fase bulan yang digunakan merupakan modifikasi yang
telah disesuaikan dari Rogers dan Nekaris (2011). Fase bulan secara umum dibagi
menjadi lima berdasarkan posisinya saat berputar mengelilingi bumi yaitu bulan
baru, bulan sabit, bulan kuartal, bulan cembung dan bulan purnama (Lampiran 4).
Fase bulan pada saat N. javanicus aktif, makan, mencari makan, berpindah tempat
dan menyelisik menunjukkan bulan pada kondisi gelap (bulan baru dan bulan
sabit) (Gambar 7). Perilaku tidak aktif, sosial, dan agonistik banyak dilakukan N.
javanicus saat kondisi bulan terang (bulan kuartal dan bulan tigaperempat).
Nycticebus javanicus tidak dapat dijumpai pada kondisi bulan benar-benar terang
atau fase bulan purnama.

Gambar 7 Grafik fase bulan selama pengamatan di TNGHS Jawa Barat
Pengaruh Aspek Iklim dan Fase Bulan terhadap Perilaku Harian
Kukang Jawa
Hasil uji khi-kuadrat (χ²) terhadap korelasi antara aspek iklim dan fase bulan
dengan perilaku harian yang diukur dan diamati tersusun dalam tabel 3. Nilai p
value (Sig.) dari perilaku aktif (p = 0.003), makan (p = 0.000), berpindah tempat
(p = 0.000), menyelisik (p = 0.000), dan sosial (p = 0.000) lebih kecil dari 0.050.
Berdasarkan hipotesis H0 ditolak atau dengan kata lain ada pengaruh aspek iklim
terhadap perilaku aktif, makan, berpindah tempat, menyelisik dan sosial pada N.
javanicus di TNGHS Jawa Barat. Nilai p value (Sig.) dari perilaku tidak aktif (p
= 0.500) dan mencari makan (p = 0.239) memiliki nilai p value (Sig.) lebih besar
dari 0.050, maka hipotesisnya H0 diterima atau tidak ada pengaruh aspek iklim
terhadap perilaku tersebut. Data perilaku agonistik tidak dapat dianalisis
menggunakan uji khi-kuadrat (χ²), karena jumlah data hanya berjumlah satu.

15
Tabel 3 Hasil uji khi-kuadrat korelasi aspek iklim dan fase bulan terhadap
perilaku harian N. javanicus
Nilai Khi-kuadrat
Perilaku harian
df
Sig.
Keterangan
(χ²)
H0 ditolak
aktif
26.794
10
0.003
H0 diterima
tidak aktif
9.341
10
0.500
H0 ditolak
makan
47.731
10
0.000
H0 diterima
mencari makan
12.730
10
0.239
H0 ditolak
berpindah tempat
42.857
10
0.000
H0 ditolak
menyelisik
37.328
10
0.000
H0 ditolak
sosial
92.493
10
0.000
agonistik
abnormal
Keterangan : H0 ditolak (Sig. < 0.050); H0 diterima (Sig. > 0.050)

Berdasarkan hasil uji khi-kuadrat, perilaku harian yang memiliki nilai p
value (Sig.) lebih kecil dari 0.050 atau H0 ditolak dapat dianalisis lebih lanjut
menggunakan prosedur PCA (Principal Component Analysis). Perilaku harian
yang dianalisis menggunakan PCA adalah perilaku aktif, makan, berpindah
tempat, menyelisik dan sosial. Suhu udara memiliki pengaruh cukup tinggi
terhadap perilaku sosial (82.1%), berpindah tempat (61.3%) dan makan (61.1%)
(Gambar 8). Kelembapan udara memberikan pengaruh sebesar 80.6% pada
perilaku makan, 78.2% pada perilaku sosial dan 68.3% pada perilaku menyelisik
(Gambar 9). Cuaca memberikan pengaruh tertinggi pada perilaku makan sebesar
75.5% (Gambar 10). Fase bulan memberikan pengaruh cukup tinggi di atas 50.0%
terhadap perilaku aktif, makan, berpindah tempat, menyelisik dan sosial (Gambar
11).

Gambar 8 Grafik pengaruh suhu udara
terhadap perilaku harian

Gambar 9 Grafik pengaruh kelembapan
udara terhadap perilaku harian

16

Gambar 10 Grafik pengaruh cuaca
terhadap perilaku harian

Gambar 11 Grafik pengaruh fase bulan
terhadap perilaku harian

Berdasarkan analisis 4 variabel dari aspek iklim (suhu udara, kelembapan
udara, cuaca dan fase bulan) diperoleh dua komponen utama (principal
component/PC) yang paling baik untuk menjelaskan korelasi terhadap perilaku
harian. Secara kumulatif kedua PC yang terbentuk menghasilkan nilai sebesar
59.3% (Lampiran 6). Hal tersebut menunjukkan bahwa kedua PC dapat
menjelaskan data aspek iklim yang diamati memiliki korelasi terhadap perilaku
harian sebesar 59.3%. Korelasi antara aspek iklim (axis X) terhadap perilaku
harian (axis Y) disajikan melalui diagram pencar (scatterplot) (Gambar 12).
Diagram pencar menggambarkan data aspek iklim yang terlihat menyebar pada
setiap kategori perilaku harian N. javanicus. Semakin menjauhi axis Y, maka suhu
udara dan kelembapan udara semakin tinggi; cuaca dari cerah, berawan, gerimis,
hingga hujan; dan fase bulan yang teramati semakin terang.

17

R² = 0.006

Gambar 12 Diagram pencar (scatterplot) perilaku harian terhadap aspek iklim

PEMBAHASAN
Respon tertinggi yang ditunjukkan Ekar dan Angel pada awal perjumpaan
dengan pengamat adalah perilaku berpindah tempat. Hal ini merupakan indikasi
bahwa kukang tersebut merasa terganggu dengan keberadaan manusia. Nycticebus
javanicus di alam tidak terbiasa dengan keberadaan manusia, sehingga berusaha
untuk berpindah tempat untuk menghindari pengamat. Angel lebih mudah diamati
dibandingkan Ekar. Hal ini menunjukkan tingkat perilaku kewaspadaan (selfawareness) Angel lebih rendah. Rendahnya tingkat kewaspadaan akan
mempengaruhi respon satwa terhadap keberadaan manusia sehingga satwa tidak
lagi menggangap manusia sebagai ancaman. Hal tersebut yang menjadi potensi
meningkatnya perburuan N. javanicus di alam. Satwa yang tidak lagi menganggap
manusia sebagai ancaman cenderung lebih rentan terhadap perburuan (Thorn et al.
2008).
Perilaku harian tertinggi yang ditunjukkan oleh Ekar dan Angel adalah
berpindah tempat. Perilaku berpindah tempat meliputi semua pergerakan individu
dari suatu tempat ke tempat yang lain menggunakan keempat alat geraknya
(kuadrupedal), tanpa memperhatikan sekelilingnya dan pandangan fokus ke
depan. Berdasarkan hasil pengamatan N. javanicus tidak pernah terlihat berjalan
di tanah. Nycticebus javanicus lebih banyak menghabiskan waktunya di dahan

18
maupun tajuk pepohonan (arboreal). Nycticebus javanicus memiliki pergerakan
lambat, namun pada perilaku berpindah tempat pergerakannya cukup cepat. Hal
ini ditunjukkan dengan objek pengamatan yang seringkali hilang dari pandangan
pengamat. Berpindah tempat dipengaruhi oleh suhu udara rendah, kelembapan
udara yang tinggi, cuaca cerah serta cahaya bulan yang sedikit bahkan gelap.
Kondisi cahaya bulan yang cenderung gelap merupakan aspek utama yang
berperan besar mempengaruhi N. javanicus berpindah tempat. Menurut Kavanau
(1979), kukang cenderung mengurangi aktivitas atau menghindari kondisi gelap
total dan sangat sedikit cahaya (lunar phobia). Trent et al. (1977) juga
melaporkan bahwa N. coucang cenderung mengurangi aktivitas saat bulan
purnama. Nycticebus pygmaeus di Kamboja juga termasuk lunar phobia dan
hanya aktif sepanjang cahaya bulan dengan suhu yang tinggi (Rogers dan Nekaris
2011). Beberapa satwa primata nokturnal diketahui memiliki kecenderungan lebih
aktif pada saat ada cahaya bulan (lunar philia) dan ada juga yang tidak (lunar
phobia) (Winarti 2011).
Perilaku aktif biasanya dilakukan saat kukang terjaga tanpa individu lain di
dekatnya. Perilaku aktif yang biasa dilakukan meliputi aktivitas duduk diam atau
bergelantungan di dahan dengan melihat-lihat kondisi sekitar atau tanpa
beraktivitas apapun. Pukul 18.00-19.00 merupakan adaptasi dari dimulainya masa
aktif N. javanicus yang ditunjukkan dengan duduk diam, melihat-lihat kondisi
sekitar atau tanpa melakukan aktivitas apapun. Intensitas cahaya bulan yang
sedikit atau tanpa cahaya berpengaruh besar terhadap perilaku aktif N. javanicus
di alam.
Perilaku makan N. javanicus tertinggi di alam adalah menjelang tengah
malam yaitu pukul 22.00-23.00. Pakan yang dimakan digunakan sebagai
cadangan energi untuk melakukan perilaku lainnya. Pukul 00.00-01.00 perilaku
makan terlihat menurun, namun kembali meningkat hingga menjelang pagi hari.
Pakan yang dikonsumsi ini digunakan sebagai cadangan energi ketika tidur di
siang hari. Di samping itu menjelang pagi hari suhu udara semakin rendah dan
kelembapan tinggi, sehingga untuk mempertahankan suhu tubuhnya N. javanicus
perlu mengkonsumsi pakan yang lebih banyak. Hal ini juga dikemukakan oleh
Suarjaya (1985), bahwa pada suhu lingkungan yang rendah (dingin) satwa
membutuhkan tambahan pakan untuk mempertahankan suhu tubuh agar tetap
normal.
Jenis pakan alami N. javanicus yang diamati di TNGHS Jawa Barat antara
lain nektar, getah, buah-buahan dan serangga kecil. Sumber pakan yang paling
diminati adalah nektar (Calliandra calothyrsus) dan getah bungbuai (Plectocomia
elongata). Nycticebus javanicus merupakan satwa primata yang mengkonsumsi
pakan berupa bagian dari tumbuhan. Penelitian yang dilakukan oleh Wiens et al.
(2006) juga menyebutkan jenis pakan alami kukang tertinggi berturut-turut adalah
getah (34.9%), nektar bunga (31.7%) buah-buahan (22.5 %) dan selebihnya
merupakan serangga serta hewan kecil. Jenis pakan tersebut menyediakan jumlah
gula yang besar sehingga kukang memiliki simpanan energi yang cukup (Wiens et
al. 2006).
Proporsi perilaku makan sebanding dengan perilaku mencari makan yang
tinggi pada dua individu N. javanicus. Nycticebus javanicus dapat bergerak bebas
dari satu pohon ke pohon yang lain untuk mencari makan atau biasa disebut
hewan arboreal. Perilaku mencari makan meliputi semua pergerakan N. javanicus

19
untuk mendapatkan sumber pakan. Perilaku mencari makan tidak saling
berkorelasi dengan pengaruh aspek iklim yang diamati.
Kukang melakukan aktivitas menyelisik (autogrooming) beberapa saat
setelah bangun, yaitu sekitar lepas senja saat matahari sudah tenggelam dan sesaat
sebelum tidur, yaitu saat menjelang matahari terbit (Wiens 2002; Pambudi 2008).
Nycticebus javanicus terlihat sering menyelisik saat memulai masa aktifnya dan
menjelang pagi hari sebelum melakukan perilaku tidak aktif. Menurut Wiens
(2002), menyelisik biasa dilakukan beberapa saat sebelum tidur dan/atau beberapa
saat setelah bangun. Perilaku menyelisik juga seringkali dilakukan setelah makan
dan berpindah tempat. Kondisi hujan dan kelembapan udara yang tinggi
menyebabkan perilaku menyelisik pada N. javanicus lebih sering dilakukan.
Nycticebus javanicus lebih banyak menghabiskan waktu sendirian selama
pengamatan, atau dengan kata lain satwa primata ini bersifat soliter atau
penyendiri (Wiens dan Zitzmann 2003). Kukang memiliki sistem sosial yang
tidak berbeda jauh dengan anggota prosimii lainnya yaitu menggunakan urin
sebagai penanda teritori, vokalisasi untuk menarik lawan jenis dan komunikasi
taktil (Ballenger 2001). Perilaku sosial ini meliputi bermain, mengikuti,
mengasuh, vokalisasi, kontak fisik dan kopulasi. Kedua objek pengamatan tidak
pernah saling berjumpa ketika pengamatan. Ekar terlihat berinteraksi dengan
individu N. javanicus lainnya di alam. Kondisi bulan yang cenderung terang
(bulan tigaperempat) merupakan aspek iklim utama yang mempengaruhi perilaku
sosial N. javanicus.
Individu soliter memiliki risiko lebih tinggi menjadi korban predator
daripada individu yang dekat dengan individu sejenis lainnya (Wiens 2002).
Perilaku agonistik merupakan perilaku yang bersifat agresif meliputi menyerang,
bertahan, berkelahi, mengancam dan menjauh. Ekar menunjukkan perilaku
agonistik ketika bertemu individu N. javanicus lainnya dan musang (Paradoxurus
hermaphroditus). Perilaku agonistik ditunjukkan kukang dengan posisi diam dan
bertahan. Perilaku agonistik pada kedua individu N. javanicus di alam sedikit
dijumpai.
Perilaku abnormal yaitu perilaku tidak biasa yang dilakukan oleh N.
javanicus seperti berjalan mondar-mandir, berputar dan memutar kepala (YIARI
2013). Perilaku abnormal dapat didefinisikan sebagai respon dari gangguan atau
stres yang dialami kukang. Nycticebus javanicus di alam tidak terlihat melakukan
perilaku abnormal selama pengamatan. Kedua N. javanicus di alam tidak
menunjukkan perilaku abnormal selama pengamatan berlangsung.
Perilaku harian terendah pada Ekar dan Angel adalah perilaku tidak aktif.
Rendahnya perilaku tidak aktif pada N. javanicus disebabkan pengambilan data
yang dilakukan saat malam hari. Malam hari merupakan masa aktif dari kukang.
Perilaku tidak aktif seringkali dilakukan N. javanicus setelah perilaku berpindah
tempat dan menyelisik menjelang pagi hari. Perilaku berpindah tempat dilakukan
sebelum perilaku tidak aktif agar kukang dapat mencari tempat yang sesuai untuk
tidur. Pada umumnya kukang tidur pada cabang, ranting, daun kelapa atau liana.
Kukang biasanya tidur dengan bersembunyi di balik dedaunan. Kukang tidak
pernah menggunakan lubang pada pohon sebagai tempat tidur (Wiens dan
Zitzmann 2003). Cara tidur kukang yaitu bergulung seperti bola dengan posisi
kepala di antara kaki. Menyelisik dilakukan untuk membersihkan diri sebelum
tidur di siang hari. Hal ini juga membuktikan bahwa kukang adalah hewan

20
nokturnal yang mempunyai aktivitas pada malam hari, sedangkan waktu istirahat
digunakan pada siang hari.
Mobilitas atau perilaku bergerak yang menyebabkan perpindahan tempat
yaitu perilaku berpindah tempat dan mencari makan pada N. javanicus cenderung
sama di setiap waktu pengamatan. Pukul 00.00-01.00 proporsi mobilitas
sebanding dengan proporsi perilaku tidak bergerak (aktif dan tidak aktif).
Berdasarkan pengamatan tersebut, menunjukkan kemungkinan N. javanicus
mudah dijumpai pada tengah malam yaitu pukul 00.00-01.00 di alam. Secara
umum, mobilitas N. javanicus (50.7%) cukup tinggi dibandingkan perilaku tidak
bergerak (17.5%) pada masa aktifnya. Hal ini menunjukkan bahwa N. javanicus
merupakan primata nokturnal (Wiens 2002).
Perilaku makhluk hidup dipengaruhi faktor internal (morfologi dan
fisiologi) maupun eksternal (perubahan kondisi lingkungan). Nycticebus javanicus
menyukai habitat yang lembap dan kondisi bulan yang gelap dalam melakukan
aktivitasnya (Schulze 2003; Kavanau 1979). Berdasarkan teori tersebut, perilaku
kedua individu N. javanicus yang diamati mengikuti pola perilaku Nycticebus
secara umum.
SIMPULAN
Perilaku harian dua invidu N. javanicus paling dominan berturut-turut
berpindah tempat (37.9%), makan (21.8%), aktif (12.5%) dan mencari makan
(12.3%). Perilaku harian yang banyak dilakukan di malam hari menunjukkan
bahwa kukang termasuk hewan nokturnal. Jenis pakan alami N. javanicus yang
paling diminati berturut-turut adalah nektar (79.9%), getah (16.6%), serangga
(3.0%) dan buah (0.5%). Fase bulan memiliki pengaruh paling besar terhadap
perilaku harian N. javanicus. Korela