Persepsi dan Perilaku Masyarakat Desa Cipaganti terhadap Kukang jawa (Nycticebus javanicus)

(1)

PERSEPSI DAN PERILAKU MASYARAKAT DESA CIPAGANTI TERHADAP KUKANG JAWA (Nycticebus javanicus)

AJENG INTAN PURNAMASARI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Persepsi dan Perilaku Masyarakat Desa Cipaganti terhadap Kukang jawa (Nycticebus javanicus) adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013 Ajeng Intan Purnamasari NIM I34090098


(4)

Cipaganti terhadap Kukang jawa (Nycticebus javanicus). Dibimbing oleh NURMALA K. PANDJAITAN.

Persepsi terhadap kukang jawa adalah penilaian dan pemahaman tentang kukang jawa yang ditangkap oleh indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan penalaran melalui proses mental yang akan menjadi motivasi, kekuatan, dan dorongan untuk melakukan perilaku tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi dan perilaku responden Desa Cipaganti terhadap kukang jawa dan untuk mengetahui hubungan antara persepsi dengan perilaku responden Desa Cipaganti tehadap kukang jawa. Pada umumnya responden memiliki persepsi yang sesuai terhadap perilaku kukang jawa, menganggap bahwa kukang jawa memiliki manfaat dan nilai ekonomi. Selain itu mereka percaya pada mitos setempat bahwa kukang jawa berbahaya. Responden umumnya tidak mendekati kukang jawa. Mereka menganggap bahwa kukang jawa tidak akan menyerang manusia bila sebelumnya kukang jawa tersebut tidak diganggu.

Kata kunci: Kukang jawa, perilaku, persepsi

ABSTRACT

AJENG INTAN PURNAMASARI. Cipaganti Village Community’s Perception and Behavior of the Javan Slow Loris (Nycticebus javanicus). Supervised by NURMALA K. PANDJAITAN.

Perceptions of the Javan slow loris are the responses to, and understanding of this Javanese prosimian. It captures the senses sight, hearing, smell, feeling and reasoning through a mental process, which will be the motivation, strength, encouragement or presseure to perform a certain behavior. This study aims to acquire knowledge of the perception of the local community in Cipaganti village regarding the Javan slow loris and to determine the relationship between the perception of the villagers of Cipaganti and their behaviour towards the javan slow loris. Perceptions in Cipaganti village as a whole can be seen as appropriate behaviour of the Javan slow loris, the Javan slow loris has benefits, and has economic value. Furthermore they believe in various traditional myths surronding the slow loris and perceive it as dangerous. Respondents generally do not approach a slow loris when sighted and assume that if humans not disturb these prosimians, the javan slow loris will not interfere with or even attack humans. Keywords: Behavior, javan slow loris, perception


(5)

CIPAGANTI TERHADAP KUKANG JAWA (Nycticebus

javanicus)

AJENG INTAN PURNAMASARI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(6)

(7)

NIM : I34090098

Disetujui oleh

Dr. Nurmala K. Pandjaitilll MS. DEA Pembimbing

Tanggal Lulus:

0 9 SEP

20 13


(8)

NIM : I34090098

Disetujui oleh

Dr. Nurmala K. Pandjaitan MS. DEA Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS Ketua Departemen


(9)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Persepsi dan Perilaku Masyarakat Desa Cipaganti terhadap Kukang jawa (Nycticebus javanicus)” sebagai salah satu syarat kelulusan pada mata kuliah mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Proposal penelitian ini menjelaskan tentang persepsi dan perilaku masyarakat terhadap kukang jawa di daerah sekitar Cagar Alam Gunung Papandayan Desa Cipaganti.

Penulis mengucapkan rasa terima kasih dan hormat yang mendalam kepada Ibu Dr. Nurmala K. Pandjaitan, MS. DEA selaku dosen pembimbing yang telah memberi banyak masukan, dukungan, dan selalu sabar membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda Maman Suryaman, Ibunda Yeni Herlina, Kakanda Andri Yudha Wirasakti dan Adinda Rieska Rizki Ramadhani yang telah memberikan dukungan beserta doanya untuk penulis. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada teman-teman satu bimbingan (Dini Dwiyanti dan Nadia Zabila). Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Mark Rademaker, sahabat-sahabat penulis di SKPM (Lulu, Indra, Syifa, M. Septiadi, Alfiana, Arif, Gressa, Bunga, Anggi LU, Zaki, Siska, Fina, Zona, Santi, Nina, Firda, Yanitha, M Yosa, Faris, Rafi, Elbie), dan teman-teman penulis selama menempuh pendidikan di SKPM IPB, teman-teman di IPB (Riad, Ane, Robytoro, Adie Guna), Bapak Drs. Moch. Djuohani, MM, warga Desa Cipaganti (Kel. Pak Sudana, Kel. Pak Nana, Kel. Pak Dendi, Kel. Pak Adin, Achonk), Yayasan International Animal Rescue (Indah Winarti, Juraij, Aji Badrunsyah), Little Fireface Project (Prof. Anna Nekaris, Precsillia R, Jennifer Margono, Wawan Tarniawan, Muhammad Taufik), BKSDA Kab. Garut Resot Papandayan (Bapak Rakim) yang telah memberikan masukan dan motivasi dalam penulisan skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Bogor, Agustus 2013 Ajeng Intan Purnamasari


(10)

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Masalah Penelitian 2

Tujuan Penelitian 3

Kegunaan Penelitian 3

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka 5

Kukang jawa (Nycticebus javanicus) 5

Konsep Persepsi 7

Kerangka Pemikiran 12

Hipotesis Penelitian 13

Definisi Operasional 13

PENDEKATAN LAPANGAN

Metode Penelitian 17

Lokasi dan Waktu 17

Teknik Pemilihan Responden dan Informan 17

Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data 18

PROFIL DESA

Gambaran Umum Lokasi 19

Kukang jawa dan Instansi Terkait di Desa Cipaganti 22

KARAKTERISTIK RESPONDEN 25

PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG KUKANG JAWA

(Nycticebus javanicus) 37

HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK RESPONDEN DENGAN

PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG KUKANG JAWA

(Nycticebus javanicus) 43

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DENGAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP KUKANG JAWA (Nycticebus javanicus)

Perilaku Responden terhadap Kukang jawa 53

Hubungan antara Persepsi dengan Perilaku Responden terhadap

Kukang jawa 57

PENUTUP

Kesimpulan 61

Saran 61

DAFTAR PUSTAKA 63

LAMPIRAN 65


(11)

DAFTAR TABEL

1 Batas Wilayah Desa Cipaganti, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten

Garut, Tahun 2011 19

2 Luas wilayah menurut pemanfaatan di Desa Cipaganti, Kecamatan

Cisurupan, Kabupaten Garut, Tahun 2011 20

3 Luas pemanfaatan lahan menurut komoditi tanaman pangan di Desa

Cipaganti, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut, Tahun 2011 20 4 Luas perkebunan buah-buahan di Desa Cipaganti, Kecamatan

Cisurupan, Kabupaten Garut, Tahun 2011 21

5 Jumlah masyarakat berdasarkan jenis kelamin di Desa Cipaganti,

Kecamatan Cisurupan, Kabupaten 2011 21

6 Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan jenis pekerjaan di Desa

Cipaganti, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut, Tahun 2011 21 7 Jumlah dan persentase penduduk usia 18 sampai 56 tahun berdasarkan

tingkat pendidikan di Desa Cipaganti, Kecamatan Cisurupan,

Kabupaten Garut, Tahun 2011 22

8 Jumlah dan persentase responden berdasarkan kelompok usia 25 9 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis kelamin 25 10 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan 26 11 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis pekerjaan 26 12 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengetahuan tentang

lingkungan yang disukai oleh kukang jawa 27

13 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengetahuan tentang

makanan yang disukai oleh kukang jawa 27

14 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengetahuan tentang

waktu aktif kehidupan kukang jawa 28

15 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengetahuan tentang

cara hidup kukang jawa 28

16 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengetahuan tentang

waktu kukang jawa saat masuk ke desa 29

17 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengetahuan tentang

jumlah anak kukang jawa dalam sekali beranak 29

18 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengetahuan tentang

bahaya kukang jawa pada manusia 29

19 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengetahuan tentang bahaya/kerugian yang ditimbulkan dari kukang jawa pada produksi

pertanian 30

20 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengetahuan tentang

apa saja yang dapat diserang oleh kukang jawa 30

21 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengetahuan tentang

manfaat yang ditimbulkan dari kukang jawa 30

22 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengetahuan tentang

alasan kukang jawa dapat menyerang manusia 31

23 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pengetahuan


(12)

24 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pengalaman

terhadap kukang jawa 32

25 Jumlah dan persentase responden berdasarkan persepsi tentang

perilaku kukang jawa 37

26 Jumlah dan persentase responden berdasarkan persepsi tentang

manfaat kukang jawa 38

27 Jumlah dan persentase responden berdasarkan persepsi tentang bahaya

kukang jawa 39

28 Jumlah dan persentase responden berdasarkan persepsi tentang nilai

ekonomi kukang jawa 40

29 Jumlah dan persentase responden berdasarkan usia dan persepsi

terhadap perilaku kukang jawa 43

30 Jumlah dan persentase responden berdasarkan usia dan persepsi

terhadap manfaat kukang jawa 44

31 Jumlah dan persentase responden berdasarkan usia dan persepsi

terhadap bahaya kukang jawa 44

32 Jumlah dan persentase responden berdasarkan usia dan persepsi

terhadap nilai ekonomi kukang jawa 45

33 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis kelamin dan

persepsi terhadap perilaku kukang jawa 45

34 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis kelamin dan

persepsi terhadap manfaat kukang jawa 46

35 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis kelamin dan

persepsi terhadap bahaya kukang jawa 46

36 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis kelamin dan

persepsi terhadap nilai ekonomi kukang jawa 47

37 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pengetahuan dan

persepsi terhadap perilaku kukang jawa 47

38 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pengetahuan

dan persepsi terhadap manfaat kukang jawa 48

39 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pengetahuan dan

persepsi terhadap bahaya kukang jawa 48

40 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pengetahuan dan

persepsi terhadap nilai ekonomi kukang jawa 49

41 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengalaman dan

persepsi terhadap perilaku kukang jawa 50

42 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengalaman dan

persepsi terhadap manfaat kukang jawa 50

43 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengalaman dan

persepsi terhadap bahaya kukang jawa 50

44 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengalaman dan

persepsi terhadap nilai ekonomi kukang jawa 51

45 Jumlah dan persentase responden berdasarkan perilaku terhadap

kukang jawa 53

46 Jumlah dan persentase responden berdasarkan perilaku aktif dan pasif

terhadap kukang jawa 56

47 Jumlah dan persentase responden berdasarkan persepsi terhadap


(13)

48 Jumlah dan persentase responden berdasarkan persepsi terhadap

manfaat dan perilakunya terhadap kukang jawa 57

49 Jumlah dan persentase responden berdasarkan persepsi terhadap

bahaya dan perilaku terhadap kukang jawa 58

50 Jumlah dan persentase responden berdasarkan persepsi terhadap nilai

ekonomi kukang jawa dan perilaku terhadap kukang jawa 59

DAFTAR GAMBAR

1 Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi 9

2 Kerangka Pemikiran 12

3 Persentase responden berdasarkan pengalaman tentang waktu terakhir

bertemu dengan kukang jawa 32

4 Persentase responden berdasarkan pengalaman tentang asal mengetahui

kukang jawa 32

5 Persentase responden berdasarkan pengalaman tentang perilaku kukang

jawa 33

6 Persentase responden berdasarkan pengalaman tentang tempat bertemu

dengan kukang jawa 33

7 Persentase responden berdasarkan pengalaman diserang kukang jawa 34 8 Persentase responden berdasarkan pengalaman tentang kukang jawa

masuk ke lahan pertanian responden 34

9 Persentase responden berdasarkan pengalaman tentang kukang jawa

masuk ke pekarangan responden 35

DAFTAR LAMPIRAN

1 Sketsa Lokasi Penelitian 63

2 Kuesioner 64

3 Kerangka Sampling 70


(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki keanekaragaman hasil-hasil alam yang melimpah baik kekayaan mineral, maupun kekayaan alam yang berupa flora dan fauna. Selain itu, Indonesia juga memiliki jenis primata terbanyak di dunia. Menurut Supriatna dan Wahyono seperti dikutip Pambudi (2008b) terdapat sekitar 40 jenis primata ditemukan hidup di hutan hujan tropis dengan jenis diantaranya merupakan jenis-jenis endemik. Meski demikian, Indonesia dianggap sebagai salah satu negara dengan tingkat ancaman kepunahan primata tertinggi di dunia. Kepunahan populasi primata ini karena penyusutan, kerusakan, serta perubahan struktur dan komposisi hutan yang mengakibatkan sumber makanan dan ruang hidup primata menjadi berkurang. Selain kehilangan habitat, tingkat perburuan dan perdagangan satwa yang tinggi juga merupakan faktor yang menyebabkan menurunnya populasi primata secara drastis. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh IUCN (2007) yaitu salah satu populasi primata yang mengalami kepunahan serius adalah kukang jawa (Nycticebus javanicus)1.

Kukang di Indonesia sudah dilindungi sejak tahun 1973 oleh UU RI No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya, dan Peraturan Pemerintah (PP) No 7 tahun 1999 mengenai Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Dengan adanya aturan tersebut, maka semua jenis kukang yang ada di Indonesia telah dilindungi. Namun pada kenyataannya, saat ini kukang diburu dan diperdagangkan oleh masyarakat. Survei yang telah dilakukan oleh ProFauna Indonesia sejak tahun 2000 hingga 2006 menunjukkan bahwa kukang yang diperdagangkan bebas di beberapa pasar burung adalah hasil tangkapan dari alam, bukan hasil dari penangkaran. Beberapa tempat di Indonesia yang menjadi daerah penangkaran kukang adalah di Kabupaten Sumedang, Sukabumi, Banjarmasin, Bali, dan Bengkulu.

Kukang (Nycticebus coucang) merupakan jenis primata dari sub ordo Strepsirrhini dengan nama latin Nycticebus yang berarti kera malam. Kukang memiliki ciri yang khas pada bentuk wajah, garis sepanjang punggung dan sepasang mata yang besar dan bulat sebagai adaptasi kehidupan malam (nokturnal). Kukang terdiri dari empat marga (genus) dan terbagi lagi dalam 14 jenis. Penyebarannya cukup luas, mulai dari Afrika, India, Srilanka, Asia Selatan, Asia Timur, dan Asia Tenggara. Dari empat marga yang ada, di Indonesia hanya ditemui satu marga, yaitu Nycticebus.

Pambudi (2008a) menyebutkan terdapat 1,14 juta populasi kukang di Indonesia yang hidup di hutan primer dan sekunder, semak belukar, dan rumpun-rumpun bambu yang tersebar di Pulau Sumatra, Kalimantan, dan Pulau Jawa. Kukang yang berada di Pulau Jawa yaitu N. javanicus (kukang Jawa). Kukang di daerah Jawa memiliki beberapa nama lokal. Masyarakat di Jawa mempersepsikan nama lain kukang diantaranya Kalkang-kalkang, Sesir, Kukang, Tukang (Jawa), dan Muka (Sunda).

1

IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources) adalah sebuah organisasi internasional untuk konservasi sumber daya alam.


(15)

Seperti yang telah diketahui dikarenakan perusakan habitat, perburuan, dan perdagangan liar, menyebabkan kukang dimasukkan ke dalam kategori rentan (vulnerable) oleh IUCN, yang artinya memiliki peluang untuk punah 10 persen dalam waktu 100 tahun, sedangkan kriteria CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of wild fauna and flora) kukang masuk ke dalam kategori appendix I. Status CITES sebelumnya yaitu kukang masuk dalam appendix II CITES yang berarti perdagangan internasionalnya diperbolehkan, termasuk penangkapan kukang dari alam. Masuknya kukang dalam appendix I CITES pada tahun 2007, maka perdagangan internasional kukang semakin diperketat. Perdagangan kukang tidak boleh lagi hasil penangkapan dari alam, tapi harus hasil penangkaran. Menyikapi hal tersebut, pemerintah melalui BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) dan LSM-LSM nasional maupun internasional, kerap melakukan penyuluhan dan penyitaan terhadap satwa liar yang diperdagangkan secara ilegal, diantaranya kukang, karena mengingat pemerintah tidak mungkin dapat melakukan konservasi sendiri tanpa melibatkan masyarakat dan pihak-pihak yang terkait.

Kemudian, kukang di Pulau Jawa dan Bali merupakan satwa yang diminati pembeli dan ditemukan hampir di semua pasar satwa/pasar burung. Pada tahun 2002 sedikitnya terdapat 5400 ekor kukang diselundupkan dari Sumatera ke Pulau Jawa untuk diperdagangkan melalui Lampung. Pada tahun 2004, sekitar 12 kukang yang ditawarkan Rp.154.000 di Pasar burung Bintang Medan, di kota Bandung setiap harinya kukang ditawarkan dengan harga jual Rp.200.000 per ekor dengan jumlah 3-5 ekor, sedangkan di kota Palembang, perdagangan kukang terjadi dalam jumlah besar yaitu sebanyak 40-60 ekor dengan harga Rp.200.000 per ekor.

Semakin langkanya kukang jawa maka semakin penting pula menjaga kelestariannya. Salah satu cara yaitu dengan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kukang jawa bagi ekosistem dalam lingkungannya. Kesadaran inilah yang akan mencegah masyarakat turut berpartisipasi dalam kepunahan hewan tersebut. Untuk melihat kesadaran masyarakat akan pentingnya kukang jawa, maka penelitian ini akan melihat bagaimana persepsi masyarakat desa terhadap kukang jawa. Selanjutnya sejauhmana persepsi ini mempengaruhi perilaku mereka terhadap kukang jawa. Penelitian ini akan berlokasi di salah satu desa di Kabupaten Garut yang letaknya tidak jauh dari cagar alam dimana kukang jawa sering terlihat.

Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa permasalahan yang dapat diangkat dalam topik penelitian mengenai Persepsi dan Perilaku Masyarakat Desa Cipaganti terhadap Kukang jawa (Nycticebus javanicus), yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimana persepsi individu terhadap kukang jawa?

2. Bagaimana hubungan antara karakteristik individu dan persepsi terhadap kukang jawa?

3. Bagaimana hubungan antara persepsi dan perilaku individu terhadap kukang jawa?


(16)

Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah penelitian yang telah dipaparkan di atas, disusunlah beberapa tujuan penelitian guna menjawab rumusan masalah dan pertanyaan penelitian tersebut, yaitu:

1. Mengetahui persepsi individu terhadap kukang jawa.

2. Mengetahui hubungan antara karakteristik individu dan persepsi terhadap kukang jawa.

3. Mengetahui hubungan antara persepsi dan perilaku individu terhadap kukang jawa.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai persepsi dan perilaku masyarakat terhadap kukang jawa. Penelitian ini juga berguna untuk:

1. Menambah wawasan serta ilmu pengetahuan bagi peneliti dari kalangan akademisi, pemerintah, LSM terkait dalam mengkaji secara ilmiah mengenai persepsi dan perilaku masyarakat Desa Cipaganti terhadap kukang jawa.

2. Menambah literatur bagi kalangan akademisi, pemerintah, LSM terkait dalam mengakaji persepsi dan perilaku masyarakat terhadap kukang jawa.

3. Menjadi database bagi Kementrian Kehutanan dan LSM terkait untuk melakukan konservasi kukang jawa.


(17)

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Kukang jawa (Nycticebus javanicus)

Pambudi (2008a) menjelaskan dalam penelitiannya, kukang (Nycticebus sp.) merupakan spesies dari kelompok primata primitif Prosimian. Semua spesies kukang hidup di pepohonan (arboreal) dan aktif pada malam hari (noktural). Hasil penelitian yang telah dilakukan Pambudi (2008b), menjelaskan perbedaan kukang jantan dan kukang betina. Kukang jantan dapat diidentifikasi berdasarkan adanya penis dan scrotum. Rambut-rambut di sekitar scrotum biasanya berwarna coklat tua, kontras dengan warna rambut abdomennya yang berwarna coklat muda kekuningan. Betina dapat diidentifikasikan berdasarkan adanya puting susu dan klitoris yang memanjang mirip penis namun dapat dibedakan bentuknya, apabila kukang betina telah memiliki bayi, maka induk akan menggendong dan menyusui anaknya tersebut. Umumnya kukang memiliki berat tubuh 0,37-0,90 kg dan panjang tubuh dewasa berkisar 19-34 cm, sedangkan yang masih tergolong jenis anak didefinisikan sebagai individu berukuran kurang dari setengah panjang induknya (kurang dari 100 mm) atau berat badan kurang dari 340 gram dengan rambut coklat muda dan garis hitam pada punggung yang terlihat samar.

Karakteristik kukang dapat terlihat dari matanya yang bulat dan berukuran besar, yang dapat menyala dan untuk beradaptasi di malam hari. Selain memiliki kemampuan dalam gelap, kukang juga dapat mengandalkan daya penciumannya. Karakteristik lain adalah kemampuan stereoskopis yang terbatas, dimana mata stereskopis berperan untuk membedakan banyak warna dan memperoleh persepsi untuk mengukur jarak. Keterbatasan penglihatan ini merupakan salah satu penyebab kukang tidak bisa meloncat dari dahan ke dahan seperti lutung atau monyet. Secara umum satwa primata dalam subfamili Lorisinae hanya mampu melompat tidak lebih dari jarak langkahnya.

Kukang memiliki tipe pergerakan yang lamban kecuali pada saat terancam. Pergerakan kukang dilakukan secara quadropedal (berjalan dengan empat alat gerak) dan sangat lambat. Meskipun demikian kukang mampu bergerak cepat dalam menangkap mangsanya atau saat merasa terancam. Seperti satwa besar lainnya, kukang juga menandai teoriti untuk menghindari konflik dengan penandaan urine. Uniknya, hal tersebut dilakukan dengan lebih dulu membasahin kedua tangannya dengan urin lalu baru mengusapkannya pada dahan atau batang pohon (Ballenger seperti dikutip Winarti 2003). Winarti (2003) menjelaskan bahwa kukang akan menutupi mukanya jika tertangkap, tetapi jika terdesak ia akan menggigit. Kukang memiliki taring kecil yang sekaligus menjadi alat penyalur racun golongan polipeptida yang diproduksi oleh kelenjar Brachial di lengannya. Studi satwa ini di penangkaran menunjukkan, induk kukang melindungi bayinya dari predator dengan melumasi racun yang sudah tercampur dengan ludahnya.

Wiens (2002) menjelaskan bahwa kukang lebih banyak menghabiskan waktu sendirian, atau dengan kata lain satwa primata ini bersifat soliter atau penyendiri. Sekitar 93,3 persen waktu kukang dihabiskan dengan sendirian, sedangkan 6,7 persen diantaranya berada minimal lebih dari 10 m dari individu lainnya. Perilaku soliter ini tidak berbeda secara signifikan antara jenis kelamin


(19)

dan juga tidak berbeda pada individu dewasa ataupun sebelum dewasa. Meskipun hidup soliter, kukang membentuk suatu sosial yang stabil (kelompok spasial) yang masih mempunyai hubungan keluarga, yaitu terdiri dari satu jantan, satu betina, dan hingga individu lainnya yang lebih muda. Kelompok spasial ini dapat diidentifikasi dalam suatu kelompok tidur. Interaksi kukang dengan individu lainnya antara lain allogroom (menyelisik individu lain), alternate click calls (suara cericit atau klik-klik yang tajam dan jelas baik rangkaian pendek maupun panjang), follow (mengikuti individu lain dengan jarak tidak jauh dari lima meter), pantgrowl (suara menggeram termasuk nafas mendengus secara berulang) dan contact sleep (tidur dengan berdampingan atau memeluk pinggang induk), ride/carry (menunggangi induk atau dibawa oleh induk), suckle (aktifitas menyusui).

Suatu kelompok spasial atau kelompok keluarga kukang mendiami suatu luasan habitat atau daerah jelajah yang tumpang tindih, dimana individu jantan dewasa menjadi penguasa daerah yang mencakup seluruh daerah jelajah anggota-anggota keluarganya. Daerah jelajah (home range) merupakan wilayah yang dikunjungi satwa secara tetap karena dapat menyediakan makanan, minuman, serta mempunyai fungsi sebagai tempat berlindung atau bersembunyi, tempat tidur dan tempat kawin. Luasan jelajah kukang bervariasi dari tahun ke tahun karena perubahan cuaca, ketersediaan sumber makan, kompetisi, atau aktifitas manusia seperti perburuan, penebangan pohon, ataupun pembukaan lahan pertanian. Daerah jelajah kukang berbeda-beda tergantung tipe habitatnya, yaitu di hutan primer 0-4-3,8 ha, hutan yang terdapat penebangan 2,8-8,9 ha, dan padang savana 10,4-25 ha (Wiens 2002). Berdasarkan jenis kelaminnya, daerah jelajah kukang adalah sebagai berikut:

1) jantan dewasa 0,8 ha di hutan primer; 5,6-8,9 ha di hutan yang terdapat penebangan; dan 19-25 ha (padang savana).

2) Betina dewasa 0,4-3,8 ha di hutan primer; 4,1-4,8 ha di hutan yang terdapat penebangan; dan 10,4 ha di padang savana.

Daerah jelajah kukang jantan dewasa lebih luas daripada individu betina, serta mencakup sebagian dari daerah jelajah betina. Daerah jelajah betina dewasa yang berada dalam daerah jelajah jantan dewasa di hutan primer sebesar 38,1 persen, di hutan yang terdapat penebangan 83,8 persen, dan di padang savana 39,4 persen (Wiens 2002).

Menurut Pambudi (2008a), terdapat empat marga kukang yaitu Perodicticus, Arctocebus, Loris, dan Nycticebus. Semua spesies kukang hidup di pepohonan. Winarti (2011) menjelaskan bahwa kukang memiliki 5 spesies yaitu N. bengalensis, N. pygmaeus, N. coucang, N. menangensis, dan N. javanicus.Tiga diantaranya hidup di Indonesia, yaitu kukang malaya (N. coucang), kukang borneo (N. menangensis), dan kukang jawa (N. javanicus). Habitat kukang di Indonesia tersebar di Kalimantan, Sumatera dan Pulau disekitarnya, serta di Pulau Jawa.

Kukang jawa (N. javanicus) merupakan satwa primata primitif yang tidak berekor, bersifat nokturnal (aktif di malam hari), dan arboreal (tinggal di atas pohon). Spesies ini merupakan anggota ordo primata dari sub ordo Strepsirnhine atau Prosimian, yang artinya pra atau sebelum simian atau primata primtif. Kukang jawa pada awalnya merupakan subspesies dari N. coucang, dan kemudian


(20)

sebagian besar ahli taksonomi mengelompokkan sebagai spesies terpisah (Osman-Hill seperti dikutip Winarti 2011).

Kukang jawa di alam dapat ditemukan hidup di hutan primer, hutan sekunder, hutan bakau, hutan bambu, hingga daerah perkebunan seperti kebun kopi di Jawa Barat (Pambudi 2008a). Primata ini juga dapat ditemui di luar kawasan konservasi berupa talun atau kebun di Sumedang, Jawa Barat (Winarti 2003). Talun merupakan hutan buatan berupa kebun pepohonan yang terdiri atas beragam jenis pohon bernilai ekonomis dan tanaman yang membentuk struktur multistrata (Soemarwoto dan Adimiharja seperti dikutip oleh Winarti 2011). Berdasarkan pengamatan sepintas, talun yang menjadi habitat kukang jawa selalu memiliki bambu sebagai penyusun vegetasinya. Hal ini menunjukkan salah satu karakteristik preferensi habitat kukang jawa. Karakteristik habitat kukang jawa ditunjukkan dari keberadaan vegetasi yang mendukung kehidupannya, yakni vegetasi untuk tidur dan vegetasi pakan.

Pakan kukang jawa sama seperti pakan kukang spesies yang lain, tergolong satwa pemakan segalanya (omnivore) diantaranya getah pohon, buah-buahan, biji-bijian, serangga, telur burung, burung kecil, kadal, dan mamalia kecil (Sinaga et al. 2010)2. Pakan kukang jawa di hutan Bedogol TNGGP yaitu buah dan getah pasang Quercus sp. (Pambudi 2008b). Winarti (2011) menjelaskan bahwa kukang jawa menyukai buah-buahan yang lunak, manis, dan mengandung karbohidrat. Kukang jawa terlihat menangkap beberapa ekor serangga di pohon kasungka Gnetum cuspidatum Bl. di awal aktifitas malamnya. Kukang jawa di TNGGP dilaporkan menangkap dan memakan serangga saat berada di Kaliandra merah (Calliandra haematocephala). Kukang jawa juga memakan bunga atau nektar Kaliandra merah (Calliandra haematocephala) dan memakan serangga di pohon tersebut, serta menggigit batang Pasang kayang (Quercus lineatea) untuk menghisap getahnya (Pambudi 2008b).

Pola aktivitas dan pergerakkan kukang yang lamban membuat semua jenis kukang termasuk kukang jawa yang lamban, rentan terhadap ancaman dari manusia seperti penebangan pohon, penjebakan dan perburuan (Pambudi 2008b). Selain itu, bahwa laju kerusakan dan kehilangan habitat serta reproduksinya yang lamban juga merupakan faktor lain yang menyebabkan populasi hewan tersebut semakin menurun di alam (Wiens 2002). Populasi kukang jawa di alam diperkirakan mulai jarang (Nekaris et al. seperti dikutipWinarti 2011). Mengingat tingkat reproduksinya yang rendah dan satwa ini melahirkan satu kali setiap tahunnya dengan berat 43,5-75 gram (Nekaris dan Bearder seperti dikutip Winarti 2011).

Persepsi

Wade dan Travis (2007) mengemukakan bahwa persepsi merupakan sekumpulan tindakan mental yang mengatur impuls-impuls sensorik menjadi satu pola bermakna. Indera penglihatan kita menghasilkan gambar-gambar dua dimensi. Pada manusia, kemampuan paling mendasar dan kemampuan persepsi adalah sesuatu yang sifatnya bawaan dan berkembang pada masa yang sangat

2

Konsumsi Pakan Asal Hewan pada Kukang (Nycticebus coucang) di Fasilitas Penangkaran, Pusat Studi Satwa Primata (PSSP) IPB (2010) dalam jurnal Primatologi Indonesia, vol. 7 no. 2 Desember 2010


(21)

dini. Meskipun kebanyakan kemampuan persepsi bersifat bawaan, pengalaman, juga memainkan peranan penting. Adapun pengertian persepsi menurut Baron dan Byrne (2004) yaitu suatu proses memilih, mengorganisir, dan menginterpretasi informasi dikumpulkan oleh pengertian seseorang dengan maksud untuk memahami dunia sekitar.

Menurut Mulyana (2010), persepsi manusia sebenarnya terbagi dua yaitu persepsi terhadap objek (lingkungan fisik) dan persepsi terhadap manusia. Persepsi manusia terhadap seseorang, objek, atau kejadian dan reaksi mereka terhadap hal-hal itu berdasarkan pengalaman (dan pembelajaran) masa lalu mereka berkaitan dengan orang, objek, atau kejadian serupa. Latar belakang pengalaman, budaya, dan suasana psikologis yang berbeda juga membuat persepsi seseorang berbeda atas suatu objek. Ketiadaan pengalaman terdahulu dalam menghadapi suatu objek jelas akan membuat seseorang menafsirkan objek tersebut berdasarkan dugaan semata, atau pengalaman yang mirip. Oleh karena itu, seseorang terbiasa merespon suatu objek dengan cara tertentu, seseorang tersebut sering gagal mempersepsikan perbedaan yang samar dalam objek lain yang mirip. Seseorang memperlakukan objek itu seperti sebelumnya, padahal terdapat rincian lain dalam objek tersebut. Apabila data yang diperoleh mengenai objek lewat penginderaan tidak pernah lengkap, persepsi merupakan loncatan langsung pada kesimpulan.

Mulyana (2010) juga menambahkan bahwa proses persepsi yang bersifat dugaan itu memungkinkan seseorang menafsirkan suatu objek dengan makna yang lebih lengkap dari suatu sudut pandang mana pun. Oleh karena informasi yang lengkap tidak pernah tersedia, dugaan diperlukan untuk membuat kesimpulan berdasarkan informasi yang tidak lengkap lewat penginderaan itu. Seseorang harus mengisi ruang yang kosong untuk melengkapi gambaran itu dan menyediakan informasi yang hilang, dengan demikian persepsi juga adalah proses mengorganisasikan informasi yang tersedia, menempatkan rincian yang diketahui dalam skema organisasional tertentu yang memungkinkan seseorang memperoleh mana yang lebih umum.

Persepsi menurut Robbins (2001) dapat didefinisikan sebagai suatu proses dengan mana individu-individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberikan makna kepada lingkungan mereka. Persepsi seseorang tidak timbul dengan sendirinya, tetapi melalui proses dan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang. Dapat diketahui bahwa proses pembentukkan persepsi dapat dipengaruhi oleh berbagai hal, seperti pengalaman, pengetahuan, kemampuan individu, lingkungan dan lainnya. Menurut Robbins (2001), terdapat 3 faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang, yaitu :

1. Individu yang bersangkutan

Apabila seseorang melihat sesuatu dan berusaha memberikan interpretasi tentang apa yang dilihat itu, ia akan dipengaruhi oleh karateristik individual yang dimilikinya. Faktor dari karakterstik pribadi seperti sikap, motif, kepentingan, minat, pengalaman, pengetahuan, dan harapannya (ekspresi). 2. Sasaran dari persepsi

Sasaran dari persepsi dapat berupa orang, benda, ataupun peristiwa. Sifat-sifat itu biasanya berpengaruh terhadap persepsi orang yang melihatnya. Persepsi terhadap sasaran bukan merupakan sesuatu yang dilihat secara teori


(22)

melainkan dalam kaitannya dengan orang lain yang terlibat. Hal tersebut yang menyebabkan seseorang cenderung mengelompokkan orang, benda, ataupun peristiwa sejenis dan memisahkannya dari kelompok lain yang tidak serupa, misalnya hal yang baru, gerakan, bunyi, suara, ukuran, latar belakang, kedekatan dan kesamaan. Karakteristik-karakteristik dari objek yang diamati dapat mempengaruhi apa yang dipersepsikan, misalnya salah satu hewan yang keras suaranya lebih mungkin untuk diperhatikan dalam suatu kelompok hewan yang lain daripada hewan-hewan yang diam. Demikian pula dengan hewan-hewan yang luar biasa menarik atau luar biasa tidak menarik.

Gerakan, bunyi, ukuran, dan atribut-atribut lain dari target membentuk cara seseorang memandangnya. Oleh karena target tidak dipandang dalam keadaan terisolasi, hubungan suatu target dengan latar belakangnya mempengaruhi persepsi, seperti kecenderungan individu untuk mengelompokkan benda-benda yang berdekatan atau yang mirip. Apa yang seseorang lihat bergantung pada bagaimana seseorang tersebut memisahkan suatu bentuk (figure) dari dalam latar belakangnya yang umum. Objek-objek yang berdekatan satu sama lain akan cenderung dipersepsikan bersama-sama bukannya secara terpisah. Sebagai akibat kedekatan fisik atau waktu, sering seseorang menggabungkan objek-objek atau peristiwa-peristiwa yang tidak berkaitan secara bersama-sama. Unsur-unsur lingkungan sekitar juga dapat mempengaruhi persepsi seseorang seperti lokasi, cahaya, panas, atau setiap jumlah faktor situasional.

3. Situasi

Persepsi harus dilihat secara kontekstual yang berarti situasi dimana persepsi tersebut timbul, harus mendapat perhatian. Situasi merupakan faktor yang turut berperan dalam proses pembentukkan persepsi seseorang, misalnya waktu, keadaan/tempat kerja, keadaan sosial. Seperti simpulan pada Gambar 1, sebagai berikut:

Gambar 1 Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi Sumber : Robbins (2001)

Bila seorang individu memandang pada suatu objek dan mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya, penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi dari pelaku persepsi individu itu. Diantara karakteristik pribadi yang lebih relevan yang mempengaruhi persepsi adalah sikap, motif, kepentingan atau minat, pengalaman masa lalu, dan pengharapan (ekspetasi).

Faktor Individu :

Motivasi Kepentingan Pengetahuan Pengalaman

Persepsi

Sasaran :

Hal yang Baru Gerakan Bunyi Ukuran

Latar Belakang

Kedekatan dan dan Kesamaan

Faktor Situasi:

Waktu

Keadaan Kerja Keadaan Sosial


(23)

Berbagai pendapat dari beberapa peneliti mengenai hal ini yaitu diantaranya Effendy (1998) dan Hariadi (2006) juga setuju dengan Robbins (2001) bahwa terdapat faktor-faktor seperti motif dan sikap yang mempengaruhi apa yang dipersepsikan individu tersebut.

Berdasarkan faktor-faktor yang telah dijelaskan oleh Robbins (2001) sebelumnya, maka dalam penelitian ini akan dilihat bagaimana karakteristik-karakteristik individu tersebut berhubungan dengan persepsi masyarakat Desa terhadap kukang jawa. Karakteristik individu tersebut antara lain dapat dilihat dari usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat pengetahuan, pengalaman yang berhubungan dengan kukang jawa, serta keadaan kerja yang berarti dimana individu (responden) melakukan kegiatan yang bertujuan untuk mencari pekerjaan/mata pencaharian.

Hubungan Persepsi dengan Perilaku

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh karena itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuhan, hewan sampai manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Perilaku hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas, antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak diamati oleh pihak luar (Notoadmodjo 2003).

Menurut Skinner seperti dikutip Notoadmodjo (2003) menjelaskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus rangsangan dari luar. Perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme dan kemudian organisme tersebut merespons. Dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor lain yang dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti, meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respons tiap-tiap orang berbeda. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku dibedakan menjadi dua, yakni:

1. Determinan (faktor) internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya.

2. Determinan (faktor) eksternal yakni lingkungan fisik, budaya, sosial, ekonomi, politik dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

Oleh sebab itu, dapat dirumuskan bahwa perilaku adalah merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama antara berbagai faktor baik faktor internal maupun eksternal.

Menurut Notoatmodjo (2003), hal-hal yang menyebabkan seseorang berperilaku adalah karena adanya 4 alasan pokok yakni:

1. Pemikiran dan perasaan (thought and feeling), yakni dalam bentuk pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan dan penilaian terhadap objek. 2. Orang penting sebagai referensi, apabila seseorang itu penting untuknya, maka


(24)

3. Sumber-sumber daya, mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga dan sebagainya semua itu berpengaruh terhadap perilaku seseorang.

4. Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan penggunaan sumber-sumber di dalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way or life) yang pada umumnya disebut kebudayaan.

Perilaku seseorang terhadap satwa langka dapat dilihat dari perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan yang dilakukan oleh individu tersebut terhadap satwa langka (Alikodra 1990). Status kelangkaan yang dialami oleh kukang jawa di Indonesia saat ini memang sangat memprihatinkan. Upaya dalam menyikapi permasalahan ini adalah pelaksanaan pengelolaan yang berbasis perlindungan dan pelestarian yang dilakukan oleh masyarakat terhadap kukang jawa merupakan langkah penting dalam menjaga eksistensi satwa ini di dalam habitatnya. Upaya yang dilakukan dalam melestarikan kukang jawa tentunya tidak akan maksimal apabila upaya ini tidak dilakukan secara sistematis, terpadu dalam suatu program yaitu program perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan satwa langka.

Sears, Freedman, dan Peplau (1985) menjelaskan bahwa perilaku seseorang terhadap sesuatu didasarkan pada persepsi yang dimilikinya. Persepsi penting karena perilaku seseorang didasarkan pada persepsinya tentang kenyataan. Adapun Notoatmodjo (2003) yang menyebutkan bahwa suatu tindakan seseorang tidak akan langsung terwujud karena perlu adanya faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan terwujudnya suatu tindakan. Terdapat hubungan antara persepsi dengan perilaku. Persepsi sangat mempengaruhi dan merupakan faktor pendukung terwujudnya suatu perilaku atau tindakan seseorang. Perubahan-perubahan perilaku dalam diri seseorang dapat diketahui melalui persepsi.

Salah satu penelitian yang menjelaskan bahwa persepsi seseorang memiliki hubungan dengan perilaku yaitu penelitian yang telah dilakukan oleh Effendy (1998) mengenai pengendalian ulat bawang merah dengan menggunakan teknologi SeNPV di Desa Dukuh Wringin, Brebes. Hasil dari penelitiannya menyebutkan hampir semua petani mempersepsikan bahwa mereka setuju dengan penggunaan teknologi SeNPV karena dinilai lebih unggul dibandingkan dengan penggunaan pestisida. Persepsi mereka mengenai penggunaan teknologi SeNPV ini mendorong mereka untuk menggunakan teknologi SeNPV.


(25)

KERANGKA PEMIKIRAN

Perilaku individu diduga berhubungan erat dengan persepsi yang dimilikinya, dan persepsi dipengaruhi oleh karakteristik individunya. Persepsi individu terhadap kukang jawa dapat dilihat dari manfaatnya (pada pertanian, lingkungan, dan perlu dilestarikan), perilakunya (kukang jawa jinak, buas, cara kukang jawa datang ke desa, tanda-tanda kukang jawa bila datang ke desa, dan penyebab datang ke desa), bahayanya (kukang jawa dapat menyerang manusia, beracun, dan membawa penyakit), dan nilai ekonominya yang dilihat dari apakah masyarakat menganggap bahwa kukang jawa dapat dijadikan sebagai sumber penghasilan bagi mereka atau tidak. Persepsi individu juga dilihat dari kepercayaan lokal (mitos), apakah masyarakat menganggap kukang jawa suatu malapetaka atau tidak.

Keterangan: Berhubungan

Gambar 2 Kerangka Pemikiran

Responden yang berbeda usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan diduga akan mempersepsikan kukang jawa secara berbeda juga. Demikian juga tingkat pengetahuan dan pengalaman responden sehubungan dengan kukang jawa akan berhubungan dengan persepsinya tentang perilaku, manfaat, bahaya, nilai ekonomi, dan mitos sehubungan dengan hewan tersebut. Jenis pekerjaan responden yang berhubungan dengan hutan atau berkebun diduga mempunyai hubungan dengan persepsi tentang kukang jawa sebab kemungkinan bertemu dengan hewan ini dalam aktivitas kerjanya sangat mungkin. Selanjutnya, persepsi individu tersebut akan berhubungan dengan perilaku mereka dalam menghadapi kukang jawa yang dilihat dari apakah melindungi, memanfaatkan, atau melestarikan hewan tersebut.

Persepsi individu terhadap Kukang jawa a. Manfaat kukang jawa

terhadap ekosistem b. Perilaku kukang jawa c. Bahaya kukang jawa d. Nilai ekonomi kukang

jawa

e. Kepercayaan

masyarakat lokal tentang kukang jawa (mitos)

Karakteristik Individu a. Usia

b. Jenis kelamin c. Tingkat pendidikan d. Jenis pekerjaan e. Tingkat

pengetahuan tentang kukang jawa

f. Pengalaman yang berhubungan dengan kukang jawa

g. Kondisi kerja

Perilaku Individu terhadap Kukang jawa a. Melindungi Kukang jawa b. Memanfaatkan kukang jawa c. Melestarikan lingkungan kukang jawa


(26)

Hipotesis

Hipotesis penelitian dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Diduga ada perbedaan persepsi antar individu terhadap kukang jawa 2. Terdapat hubungan antara karakteristik individu dan persepsi terhadap

kukang jawa.

3. Terdapat hubungan antara persepsi dan perilaku individu terhadap kukang jawa.

Definisi Operasional

Definisi operasional yang digunakan dari masing-masing variabel dalam penelitian, antara lain :

1 Karakteristik Individu adalah ciri yang melekat pada masing-masing responden. Variabel faktor internal yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah:

a. Usia adalah rentang waktu responden sejak dilahirkan hingga penelitian ini dilakukan. Pengukuran data dilakukan dengan menggunakan skala ordinal. Usia dapat dikategorikan:

Skor 1= Usia kurang dari 34 tahun Skor 2= Usia 35 tahun sampai 54 tahun Skor 3= Usia lebih dari 54 tahun

b. Jenis kelamin adalah perbedaan jenis kelamin responden, yaitu laki-laki dan perempuan. Pengukuran data dilakukan dengan menggunakan skala nominal.

Skor 1= Laki-laki Skor 2= Perempuan

c. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang pernah ditempuh responden dan telah memperoleh kelulusan. Pengukuran data dilakukan dengan menggunakan skala ordinal. Tingkat pendidikan dapat dibedakan ke dalam kategori:

Skor 1= Tamat dan tidak tamat SD dan sederajat Skor 2= Tamat SLTP sederajat

Skor 3= Tamat SLTA sederajat dan lebih dari SLTA

d. Jenis pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan responden sebagai pokok penghidupannya dan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Jenis pekerjaan dapat dikategorikan menjadi:

1. Petani 2. Buruh Tani

3. Pegawai Negeri Sipil 4. Pegawai Swasta 5. Wiraswasta

6. Pensiunan PNS/TNI/POLRI

e. Tingkat pengetahuan responden terhadap kukang jawa adalah kedalaman informasi responden dalam mengetahui kukang jawa yang terdapat di Desa Cipaganti. Pengukuran tingkat pengetahuan responden terhadap kukang jawa dapat diukur menggunakan skala


(27)

ordinal. Tingkat pengetahuan responden terhadap kukang jawa dapat dikategorikan menjadi 3 yaitu

Pengetahuan rendah (skor 1)= Total skor 11-16 Pengetahuan tinggi (skor 2)= Total skor 17-22

f. Pengalaman adalah kedalaman suatu kejadian yang pernah dialami oleh responden baik dari dalam dirinya maupun dari lingkungannya. Pengukuran pengalaman dapat diukur dengan skala ordinal. Informasi yang diperoleh dari hasil kuesioner yang diukur dengan skala ordinal yaitu sebagai berikut:

1. a. Jumlah berapa kali responden pernah melihat kukang jawa. Skor 1= Bila jumlah responden melihat kukang jawa 1-10 kali Skor 2= Bila responden bertemu kukang jawa > 10 kali b. Intensitas waktu responden melihat kukang jawa Skor 1= tidak pernah

Skor 2= jarang Skor 3= sering Skor 4= sangat sering

2. Kapan responden dalam 6 bulan terakhir melihat kukang jawa, dihitung dari bulan peneliti melakukan penelitian (bulan Juni). Skor 1= sangat lama (Januari-Februari)

Skor 2= lama (Maret-April) Skor 3= baru (Mei-Juni)

3. Responden diserang kukang jawa Skor 1= tidak pernah

Skor 2= pernah

4. Kukang jawa masuk ke lahan pertanian responden Skor 1= tidak pernah

Skor 2= pernah

5. Kukang jawa masuk ke pekarangan responden Skor 1= tidak pernah

Skor 2= pernah

Selanjutnya total jawaban responden dapat dikategorikan menjadi pengalaman rendah (skor 1)= jika total skor jawaban responden berjumlah 5-10, dan pengalaman tinggi (skor 2)= jika total skor jawaban responden berjumlah 11-15. Untuk informasi lain mengenai tempat responden bertemu kukang jawa, apa saja yang kukang jawa lakukan, dan sumber pengetahuan tentang kukang jawa dapat dijadikan sebagai informasi tambahan untuk mengetahui pengalaman responden terhadap kukang jawa.

g. Keadaan kerja adalah situasi dimana masyarakat melakukan kegiatan yang bertujuan untuk mencari pekerjaan/mata pencaharian.

2 Persepsi Individu terhadap Kukang jawa yaitu pemahaman, pandangan atau tanggapan responden terhadap kukang jawa yang ditangkap indera (penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan, dan penalaran) melalui proses mental yang nantinya akan dapat menumbuhkan motivasi atau kekuatan, dorongan atau tekanan untuk melakukan perilaku tertentu. Pengukuran persepsi individu terhadap kukang jawa dapat diukur menggunakan skala ordinal, dengan melihat dari adanya :


(28)

a. Manfaat terhadap ekosistem (manusia, tumbuhan, atau hewan jenis lain) adalah guna terhadap keanekaragaman suatu komunitas dan lingkungannya yang berfungsi sebagai suatu satuan ekologi dalam alam, dapat diukur dengan melihat manfaat yang berasal dari kukang jawa terhadap lingkungan, pertanian, dan perlu dilestarikan yang dirasakan oleh responden.

Persepsi terhadap manfaat kukang jawa dibagi menjadi dua kategori yaitu:

Persepsi kukang jawa tidak memiliki manfaat (skor 1)= total skor 4-6 Persepsi kukang jawa memiliki manfaat (skor 2)= total skor 7-8

b. Perilaku kukang jawa adalah reaksi kukang jawa yang terwujud dalam dalam gerakan, dapat diukur dengan melihat intensitas perilaku kukang jawa yang pernah dilihat/dijumpai oleh responden. Perilaku kukang jawa ini misalnya jinak, buas, memiliki tanda-tanda bila datang ke desa, cara kukang jawa bila datang ke desa, dan penyebab kukang jawa datang ke desa.

Persepsi terhadap perilaku kukang jawa dibagi menjadi dua kategori yaitu:

Persepsi yang tidak sesuai (skor 1)= total skor 5-7 Persepsi yang sesuai (skor 2)= total skor 8-10

c. Bahaya yang ditimbulkan kukang jawa adalah yang (mungkin) mendatangkan kecelakaan (bencana, kesengsaraan, kerugian, mengancam keselamatan dan sebagainya) yang ditimbulkan oleh kukang jawa, dapat dilihat dari kemungkinan terjadinya ancaman, kerugian yang dialami oleh responden. Bahaya kukang jawa berupa serangan, racun, maupun penyakit yang ditimbulkan dari kukang jawa. Persepsi terhadap bahaya kukang dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu:

Persepsi kukang jawa tidak berbahaya (skor 1)= total skor 3-4 Persepsi kukang jawa berbahaya (skor 2)= total skor 5-6

d. Nilai ekonomi kukang jawa adalah pemanfaatan kukang jawa yang berharga/memiliki harga. Nilai ekonomi yang dihasilkan dari kukang jawa dapat dilihat dari apabila diperdagangkan.

Persepsi terhadap nilai ekonomi kukang jawa dapat dibagi manjadi dua kategori yaitu:

Persepsi kukang jawa tidak bernilai ekonomi (skor 1)= total skor 1 Persepsi kukang jawa bernilai ekonomi (skor 2)= total skor 2

e. Kepercayaan lokal (mitos) tentang kukang jawa adalah cerita suatu bangsa terdahulu yang mengandung penafsiran tentang asal-usul semesta alam, manusia, dan bangsa itu sendiri yang mengandung arti mendalam yang diungkapkan dengan cara gaib.

3 Perilaku Individu terhadap kukang jawa adalah suatu kegiatan atau aktivitas responden yang bersangkutan, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak diamati oleh pihak luar. Perilaku dapat diukur dengan menggunakan skala ordinal, dan dapat dilihat dari :

a. Melindungi kukang jawa adalah menjaga/memelihara kukang jawa yang hampir punah di alam/habitatnya agar terhindar dari mara bahaya dengan tidak mengganggu atau menyerangnya.


(29)

b. Melestarikan lingkungan kukang jawa adalah menjadikan (membiarkan) tetap tidak berubah/seperti keadaannya semula/mempertahankan kelangsungan daerah (kawasan) kukang jawa yang termasuk di dalamnya.

c. Memanfaatkan kukang jawa adalah menjadikannya mempunyai manfaat/guna sebagai sumber ekonomi bagi responden.

Perilaku individu terhadap kukang jawa dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu:

Perilaku pasif terhadap kukang jawa (skor 1)= total skor 1-10

Perilaku aktif yang merugikan kukang jawa (skor 2)= total skor 11-20 Perilaku aktif yang menguntungkan kukang jawa (skor 3)= total skor 21-30


(30)

PENDEKATAN LAPANG

Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang didukung juga oleh data kualitatif untuk memperjelas data kuantitatif yang diperoleh. Metode yang digunakan adalah metode survey dengan menggunakan kuesioner yang disebarkan pada responden yang merupakan seluruh warga desa yang lokasinya dekat atau tidak jauh dari hutan dimana banyak terdapat kukang jawa.

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Desa Cipaganti, Kecamatan Cisurupan Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi ditetapkan secara sengaja (purposive) karena di desa tersebut terdapat banyak kukang jawa (Nycticebus javanicus) di dalam hutan cagar alam Gunung Papandayan yang dekat lokasinya dengan desa tersebut. Waktu penelitian dilakukan bulan Maret-September 2013. Kegiatan penelitian meliputi penyusunan proposal penelitian, kolokium, perbaikan proposal, pengambilan data lapangan, pengolahan dan analisa data, pembuatan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan skripsi.

Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner. Penyebaran kuesioner oleh peneliti juga dikombinasi dengan wawancara untuk menambah informan yang mempertajam analisa. Wawancara dilakukan dengan beberapa informan dan Dinas Kehutanan, Kementrian Lingkungan Hidup, dan LSM terkait yang dianggap memiliki peran penting dalam pelestarian kukang jawa. Data juga diperoleh dari pengamatan langsung, serta data sekunder yang diperoleh dari literatur pustaka dan data-data dari berbagai instansi yang terkait.

Populasi dari penelitian ini yaitu seluruh masyarakat yang berada di Desa Cipaganti, sedangkan kerangka sampling dari populasi tersebut dalam penelitian ini adalah masyarakat Desa Cipaganti yang berusia 18 tahun ke atas dan bertempat tinggal di sekitar hutan dan tidak jauh dari hutan kukang jawa. Unit analisis dari penelitian ini yaitu individu. Pemilihan responden ini dilakukan dengan metode pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling). Responden yang dipilih sebanyak 35 orang responden dari Desa Cipaganti (lampiran 3). Penelitian ini dilakukan karena di Desa Cipaganti terdapat kukang dengan spesies kukang jawa (Nycticebus javanicus) dan masyarakat setempat telah mengetahui tentang keberadaan hewan tersebut.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah diperoleh melalui berbagai metode pengumpulan data, baik itu data kuantitatif maupun kualitatif, selanjutnya akan diproses guna mendapat jawaban atas tujuan dari penelitian ini. Tipe data yang digunakan yaitu data nominal dan ordinal. Sementara itu, untuk uji statistik dilakukan


(31)

dengan menggunakan Chi Square dan Rank Spearman. Analisis data ini selanjutnya akan memberikan gambaran umum mengenai hubungan antar variabel.

Data diolah dengan software SPSS 11.5 for Windows. Data ini, selanjutnya akan dikuatkan dengan hasil wawancara mendalam dengan beberapa informan.


(32)

PROFIL DESA CIPAGANTI, KECAMATAN CISURUPAN,

KABUPATEN GARUT

Gambaran Umum Lokasi Letak dan Luas Wilayah

Secara administratif, Desa Cipaganti merupakan salah satu Desa pada Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat dengan luas wilayah sebesar ± 414.65 Ha. Adapun batas wilayah Desa Cipaganti menurut data sekunder dari dokumen Kantor Desa Cipaganti, sebagai berikut :

Tabel 1 Batas Wilayah Desa Cipaganti, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut, Tahun 2011

Arah Batas Desa

Sebelah utara Berbatasan dengan Desa Pangauban Sebelah selatan Berbatasan dengan Desa Sirnajaya Sebelah barat Berbatasan dengan Desa Pamulihan

Sebelah timur Berbatasan dengan Kehutan Kabupaten Bandung

Sumber: Dokumen Kantor Desa Cipaganti, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut

Desa Cipaganti memiliki jarak 7 km ke ibu kota kecamatan dengan waktu tempuh 34 menit menggunakan sepeda motor, 2 jam jarak tempuh ke ibu kota kecamatan dengan berjalan kaki atau kendaraan non motor. Jarak ke ibu kota kabupaten/kota sekitar 20 km, lama jarak tempuh ke ibu kota kabupaten dengan menggunakan kendaraan bermotor yaitu 1 jam, sedangkan lama jarak tempuh ke ibu kota kabupaten dengan berjalan kaki atau kendaraan non bermotor yaitu 3 jam. Jarak dari Desa Cipaganti ke ibu kota provinsi yaitu 80 km dengan lama jarak 3 jam bila menggunakan sepeda motor dan lama jarak dengan tidak menggunakan motor atau berjalan kaki yaitu 13 jam.

Iklim

Keadaan iklim di lokasi penelitian menurut data sekunder dari Kantor Desa Cipaganti menyatakan bahwa Desa Cipaganti memiliki curah hujan 3540 milimeter per tahun. Temperatur udara rata-rata harian 18 derajat celcius. Desa Cipaganti memiliki jumlah bulan hujan yaitu 6 bulan pada bulan antara bulan Agustus sampai bulan Januari.

Luas Wilayah Menurut Pemanfaatannya

Pada tabel 2 dapat diketahui bahwa sebagian masyarakat menggunakan wilayah tegal/ladang yang ditanami ubi, jagung, dan sebagainya dengan tidak diari. Sebagian responden juga menggunakan wilayah di Desa Cipaganti sebagai tempat pemukiman. Letak pemukiman yang dibangun oleh warga memiliki jarak yang berdekatan bahkan tidak sedikit warga yang membangun rumahnya berdampingan dengan rumah warga yang lainnya. Pemukiman warga di desa ini pada umumnya masih berupa pemukiman tradisional dengan menggunakan bilik bambu sebagai dinding rumahnya, lantai yang tidak keramik, dan genteng berwarna merah yang masih tradisional, beberapa rumah juga terlihat masih


(33)

menggunakan wc tradisional yang berada di luar rumah tepatnya diatas kolam ikan serta masih menggunakan sumber mata air langsung dari gunung. Selain itu, perkebunan yang berada disana digunakan oleh masyarakat sebagai sumber mata pencaharian mereka.

Tabel 2 Luas wilayah menurut pemanfaatan di Desa Cipaganti, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut, Tahun 2011

Luas Hektar (Ha)

Kantor Desa Cipaganti 0.40

Bangunan sekolah/perguruan tinggi 0.54

Pemukiman 100.54

Pekarangan 37.00

Perkebunan 70.08

Tegal/ladang 178.28

Hutan lindung 7.78

Persawahan 10.62

Tanah Desa 9.41

Total luas 414.65

Sumber: Dokumen Kantor Desa Cipaganti, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut

Tabel 3 Luas pemanfaatan lahan menurut komoditi tanaman pangan di Desa Cipaganti, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut, Tahun 2011

Sumber: Dokumen Kantor Desa Cipaganti, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut

Berdasarkan tabel 3, dapat diketahui bahwa sebagian masyarakat menggunakan lahan perkebunan untuk menanami wortel dan kentang, hal ini dapat dilihat juga dari suhu, tanah dan kelembaban di daerah Desa Cipaganti yang sesuai untuk ditanami wortel dan kentang yang dijadikan penghasilan bagi masyarakat.

Tabel 4 menunjukkan bahwa luas perkebunan buah yang hasilnya digunakan sebagai usaha yaitu jeruk, pisang dan jambu. Jeruk yang ditanaman di daerah ini diantaranya termasuk jeruk limau dan jeruk nipis sedangkan jambu yang ditanam di daerah ini diantaranya jambu air dan jambu klutuk.

Komoditi (Tanaman pangan) Hektar (Ha)

Kacang-kacangan 1.4

Padi ladang 1.6

Umbi-umbian 9.1

Jagung 0.5

Kentang 15.0

Wortel 20.0

Tumpang sari 7.0


(34)

Tabel 4 Luas perkebunan buah-buahan di Desa Cipaganti, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut, Tahun 2011

Sumber: Dokumen Kantor Desa Cipaganti, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut

Keadaan Masyarakat Desa Cipaganti Demografi dan Kependudukan

Menurut data Kantor Desa Cipaganti pada tahun 2011, tingkat kepadatan penduduk di desa tersebut secara geografis cukup tinggi dengan jumlah penduduk sebanyak 4.336 orang. Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih banyak daripada jumlah perempuan.

Tabel 5 Jumlah masyarakat berdasarkan jenis kelamin di Desa Cipaganti, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten 2011

Sumber: Dokumen Kantor Desa Cipaganti, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut

Tabel 6 Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan jenis pekerjaan di Desa Cipaganti, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut, Tahun 2011

Sumber: Dokumen Kantor Desa Cipaganti, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut

Tabel 6 menunjukkan bahwa pada umumnya masyarakat di Desa Cipaganti bekerja di bidang pertanian. Hal ini terlihat dari banyaknya jumlah masyarakat

Luas Hektar (Ha)

Jeruk 3.6

Alpukat 1.7

Mangga 0.1

Pepaya 0.7

Pisang 2.4

Jambu 2.4

Nangka 1.9

Nenas 0.1

Total 12.9

Jenis kelamin Jumlah (orang)

Laki-laki 2.188

Perempuan 2.148

Total 4.336

Jenis Pekerjaan Laki-laki (orang) Perempuan (orang)

Petani 421 75

Buruh tani 379 531

PNS 19 11

Swasta 25 16

Wiraswasta 63 54

Pensiunan PNS/TNI/POLRI 4 1


(35)

yang bekerja sebagai petani dan buruh tani. Hampir semua luas lahan disana merupakan lahan pesawahan kering, ladang, serta perkebunan yang digunakan untuk bekerja menanam sayur dan buat.

Tabel 7 Jumlah dan persentase penduduk usia 18 sampai 56 tahun berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Cipaganti, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut, Tahun 2011

Tingkat Pendidikan Usia 18-56 tahun Jumlah penduduk

L P

Tidak tamat SD 293 340 633

Tamat SD 611 719 1330

Tidak tamat SLTP 15 - 15

Tamat SLTP 276 234 510

Tidak tamat SLTA 19 6 25

Tamat SLTA 221 126 347

Perguruan Tinggi 24 13 37

Total 2897

Sumber: Dokumen Kantor Desa Cipaganti, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut

Aspek lainnya yang dapat menggambarkan kondisi sosial Desa Cipaganti adalah tingkat pendidikan. Tabel 7 menunjukkan bahwa masyarakat Desa Cipaganti pada umumnya memiliki tingkat pendidikan rendah. Hal ini dapat terlihat dari keadaan sosial di desa tersebut yang masih menganggap bahwa bekerja menjadi petani atau buruh tani lebih penting dibandingkan melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi. Namun ternyata masih banyak juga responden yang memiliki tingkat pendidikan yang baik yaitu tingkat SLTP bahkan hingga ke tingkat SLTA.

Kukang jawa dan Instansi terkait di Desa Cipaganti

Kukang jawa merupakan salah satu hewan yang terdapat di Desa Cipaganti. Hewan yang dikenal masyarakat dengan nama Muka ini sudah ada sejak dulu bahkan warga yang dianggap sesepuh juga tidak tahu sejak kapan kukang jawa telah ada di desa tersebut. Dari hasil wawancara yang telah dilakukan kepada responden dan informan, ternyata tidak ada seorang pun yang tahu sejak kapan hewan ini ada di Desa Cipaganti, mereka mengenalnya pun dari sejak adanya tim peneliti kukang jawa yang datang dan dari sosialisasi yang dilakukan oleh tim peneliti tersebut dengan Pemerintah Daerah setempat. Semua responden yang tahu menjelaskan tentang awal mula mengetahui kukang jawa, pada umumnya mereka berpendapat sebelum adanya sosialisasi yang dilakukan, mereka sudah pernah melihat bentuknya, tapi tidak ada seorang pun yang tahu nama dari hewan tersebut. Namun sekarang mereka sudah mengetahui bahwa hewan yang dianggap mistis oleh mereka itu bernama kukang jawa.

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti tentang cara hidup kukang jawa di Desa Cipaganti, ternyata dapat diketahui bahwa kukang jawa jarang sekali terlihat sedang berjalan di tanah, semak, dan di area pesawahan. Umumnya peneliti melihatnya saat sedang berada di kebun bambu dan pepohonan


(36)

yang ada di daerah perkebunan warga. Kukang jawa memiliki pergerakan yang lambat seperti pada saat berjalan di batang pohon bambu, berjalan di pohon Kaliandra dan pohon Jengjen, namun bila sedang merasa terancam biasanya pergerakannya menjadi lebih cepat. Bila merasa terancam karena aktivitas manusia, tidak sedikit orang diserang dengan cara menggigit dan bahkan sampai mengeluarkan racun.

Keberadaan kukang jawa di Desa Cipaganti sekarang ini sudah semakin populer karena semakin banyak tim peneliti asing yang datang untuk meneliti bahkan melakukan sosialisasi tentang kukang jawa kepada masyarakat. Para informan yang berasal dari tim peneliti, aparat Desa, dan Polisi Hutan menjelaskan bahwa dengan adanya mitos, baik untuk mencegah adanya perburuan yang dilakukan oleh masyarakat, dengan tidak mengganggu disadari bahwa ternyata masyarakat setempat telah merasakan manfaat dengan adanya mitos tersebut yaitu membiarkan kukang jawa di alam karena dapat berfungsi sebagai pengontrol serangan serangga di lahan pertanian sehingga petani dapat mengasilkan produksi pertanian yang baik.

Populasi kukang jawa yang ada disana sekitar lebih dari 54 ekor namun yang sudah diteliti sebelumnya yaitu sebanyak 15 ekor. Tim peneliti yang berasal dari Nocturnal Primatae Research Group dari Oxford Brookes University sudah melaksanakan penelitian kukang sejak tahun 1993, namun tim tersebut baru menetap di Desa Cipaganti sekitar tahun 2011. Proyek ini merupakan proyek konservasi terpanjang di dunia kukang di bawah naungan penelitian Nocturnal Primatae Research Group dari Oxford Brookes University. Tujuan dari proyek ini yaitu untuk menyelamatkan kukang dari kepunahan melalui lebih banyak belajar tentang ekologi dan menggunakan informasi untuk mendidik masyarakat lokal dan aparat penegak hukum, yang mengarah empati serta pemberdayaan, dimana orang-orang di negara yang terdapat kukang dapat merasakan manfaat itu sendiri. Hal ini dilakukan melalui pendidikan, media dan lokakarya serta program kelas3.

Sosialisasi yang dilakukan di Desa Cipaganti ini sudah dilakukan proyek sebanyak lebih dari 5 kali, salah satunya yang dilakukan di Cikananga, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat pada tanggal 15 sampai dengan 16 Januari 2013. Proyek ini juga bekerja sama dengan BKSDA Garut. Seperti yang dijelaskan oleh informan yang merupakan seorang Polisi Hutan di Gunung Papandayan, yaitu Bapak Rak sebagai berikut :

yang dilakukan BKSDA Garut yaitu sosialisasi dengan cara langsung maupun tidak langsung kepada masyarakat dan anak-anak sekolahan SD, SMP” (Pak Rak)

BKSDA Garut merupakan Instansi Kementrian Kehutanan yang membidangi KSDA dan Ekosistemnya baik di dalam maupun di luar kawasan hutan. Hutan yang berada di Desa Cipaganti merupakan cagar alam Gunung Papandayan dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 226/Kpts-II/ 1990 tanggal 8 Mei 1990, CA 6807 Ha TWA 225 Ha.

Flora yang terdapat di daerah tersebut umumnya didominasi oleh pohon Suagi (Vaccinium valium) dan Edelweis (Anaphalis javanica), sedangkan bentuk

3


(37)

vegetasi lainnya adalah Puspa (Schima walichii), Saninten (Castanopsis argentea), Kihujan (Engelhardia spicata), Jamuju (Podocaspus imbricatus), Pasang (Quercus sp), Manglid (Magnolia glauca), pohon Kaliandra merah (Calliandra haematocephala), dan pohon Sengon (Albazia falcataria) yang masyarakat desa biasa menyebutnya dengan sebutan pohon Jengjen. Satwa liar yang terdapat di daerah ini diantaranya Babi Hutan, Anjing Hutan, Kucing Hutan, Trenggiling, Kijang, Lutung, Musang, Kukang jawa, Kutilang, dan lain-lain.


(38)

KARAKTERISTIK RESPONDEN

Karakteristik responden pada penelitian ini dibagi dalam beberapa kategori yaitu usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat pengetahuan, pengalaman yang berhubungan dengan kukang jawa, dan keadaan kerja yang dimiliki responden. Berikut akan dijelaskan secara lebih rinci mengenai karakteristik responden.

Usia

Berikut ini disajikan data jumlah dan persentase responden berdasarkan usia di Desa Cipaganti.

Tabel 8 Jumlah dan persentase responden berdasarkan kelompok usia

Berdasarkan tabel 8, dapat diketahui bahwa responden yang berusia 35 tahun sampai 54 tahun lebih banyak daripada responden yang berusia kurang dari 34 tahun dan usia lebih dari 54 tahun.

Jenis Kelamin

Untuk jenis kelamin, dapat dilihat dari data yang telah disajikan pada tabel 9 sebagai berikut:

Tabel 9 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis kelamin

Berdasarkan tabel 9, dapat diketahui bahwa jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis kelamin yaitu responden laki-laki dalam penelitian ini lebih banyak daripada jumlah dan persentase responden perempuan.

Tingkat Pendidikan

Berdasarkan tabel 10 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden dalam penelitian ini memiliki pendidikan yang rendah yaitu tamat dan tidak tamat SD, namun masih ada juga beberapa responden yang memiliki tingkat pendidikan hingga SLTP dan SLTA.

Kelompok Usia Jumlah (orang) Persen (%)

< 34 tahun 2 5.7

35 - 54 tahun 22 62.9

> 54 tahun 11 31.4

Total 35 100.0

Jenis Kelamin Jumlah (orang) Persen (%)

Laki-laki 25 71.4

Perempuan 10 28.6


(39)

Tabel 10 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan

Jenis Pekerjaan

Berdasarkan tabel 11 dapat dilihat bahwa kebanyakan responden memiliki pekerjaan sebagai petani dan buruh tani. Namun demikian ternyata masih ada juga beberapa responden yang tidak bekerja karena mereka baru lulus dari SLTP dan SLTA yang belum mendapatkan pekerjaan.

Tabel 11 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis pekerjaan

Tingkat Pengetahuan Masyarakat terhadap Kukang jawa

Kukang jawa atau Muka (dalam bahasa masyarakat lokal) yang diketahui oleh masyarakat lokal adalah berjumlah 2 jenis yaitu Muka Brahma dan Muka Geni. Umumnya mereka yang lebih banyak tahu akan kukang jawa ini karena memang sudah pernah melihat sendiri ataupun berinteraksi secara langsung di kebun mereka atau sekitar hutan dekat dengan habitat kukang jawa. Namun, tidak semua masyarakat yang tahu keberadaan kukang jawa di desa mereka, sudah pernah melihat atau bertemu langsung dengan kukang jawa. Mereka hanya mendengar kabar dan cerita yang berasal dari orang lain yang sudah melihat atau berinteraksi langsung dengan kukang jawa.

Salah satu warga di Desa Cipaganti yang menjadi orang yang dipercaya dalam menangani kukang jawa yaitu Pak Rak yang bekerja di Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Barat, Polhut di Seksi Wilayah Konservasi Wilayah V Garut, Resot Papandayan. Pada awalnya, ia menganggap bahwa di Desa Cipaganti tidak terdapat kukang jawa, namun ia baru mengetahui dan menyadari adanya kukang jawa yaitu sekitar 2 tahun yang lalu. Tidak sedikit masyarakat yang baru menemukan kukang jawa di kebun milik warga atau bahkan di sekitar rumah, menangkap dan memberikan kepada Pak Rak. Hal ini karena masih banyaknya warga yang belum mengetahui cara penanganan terhadap kukang jawa apabila mereka menemukannya. Seperti yang dikatakan oleh Pak Rak sebagai berikut:

Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persen (%)

Tamat dan tidak tamat SD dan sederajat 26 74.3

Tamat SLTP sederajat 6 17.1

Tamat SLTA sederajat dan lebih dari

SLTA 3 8.6

Total 35 100.0

Jenis Pekerjaan Jumlah (orang) Persen (%)

Wiraswasta 5 14.3

Pegawai Swasta 4 11.4

Petani 11 31.4

Buruh tani 12 34.3

Tidak Bekerja 3 8.6


(40)

Banyak masyarakat awalnya belum pernah melihat dan menemukan kukang jawa. Lalu sewaktu melihat dan mendapati Mukasedang ada di lingkungan rumah atau di kebun mereka, mereka bingung harus bagaimana cara menanganinya. Dari situlah saya meminta kepada masyarakat untuk tidak mengganggu, membunuh, dan mengembalikan Muka tersebut ke habitat asalnya” (Pak Rak)

Adanya sosialisasi terhadap kukang jawa yang dilakukan oleh peneliti-peneliti dan dari Pemerintah Daerah di Desa Cipaganti membuat masyarakat yang awalnya tidak mengetahui kukang jawa bahwa merupakan satwa yang dilindungi dan saat ini keadaannya sudah terancam punah, menjadi tahu akan informasi tersebut.

Tabel 12 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengetahuan tentang lingkungan yang disukai oleh kukang jawa

Mengenai lingkungan yang disukai oleh kukang jawa (tabel 12) dapat diketahui bahwa hampir semua responden sudah mengetahui dengan benar lingkungan yang disukainya yaitu hutan bambu. Sementara itu, responden yang lain tahu bahwa lingkungan yang disukai hewan itu adalah pohon Kaliandra merah (Calliandra haematocephala) dan pohon Jengjen (Albazia falcataria), lingkungan yang banyak sayur-sayurannya seperti wortel, kol, kacang-kacangan, dan jenis sayuran lain.

Tabel 13 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengetahuan tentang makanan yang disukai oleh kukang jawa

Pada tabel 13 telah didapatkan hasil bahwa sebanyak 74.3 persen responden yang sudah mengetahui dengan benar makanan yang disukai kukang jawa yaitu semua jenis serangga, diantaranya belalang, capung, kupu-kupu, ulat, dan jenis serangga lainnya. Sementara itu, sisanya mengetahui makanan yang disukainya yaitu bunga dari pohon Kaliandra merah (Calliandra haematocephala) dan getah

Lingkungan yang disukai oleh kukang jawa Jumlah (orang) Persen (%)

Lingkungan yang banyak buah-buahan 0 0.0

Lingkungan yang banyak sayur-sayuran 1 2.9

Lingkungan hutan bambu 32 91.5

Pohon jengjen dan pohon kaliandra 2 5.7

Total 35 100.0

Makanan yang disukai oleh kukang jawa Jumlah (orang) Persen (%)

Biji-bijian 0 0.0

Buah-buahan 0 0.0

Serangga 26 74.3

Pucuk bunga kaliandra 1 2.9

Getah jengjen 1 2.9

Tidak tahu 7 20.0


(41)

dari pohon Jengjen (Albazia falcataria), dan masih ada juga responden yang tidak tahu tentang makanan kesukaan kukang jawa.

Tabel 14 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengetahuan tentang waktu aktif kehidupan kukang jawa

Tabel 14 menunjukkan bahwa hampir semua responden mengetahui dengan benar bahwa waktu kehidupan kukang jawa memang aktif di malam hari (nokturnal). Namun masih ada beberapa responden yang belum tahu waktu aktif dari kehidupan hewan tersebut. Mereka menjelaskan kukang jawa adalah hewan nokturnal dan mereka jarang sekali bisa melihatnya di siang hari. Seperti yang dijelaskan salah satu responden sebagai berikut:

kukang jawa hidupnya mah di malam hari. Kalau siang susah untuk cari atau lihat kukang jawa. Kalaupun bisa lihat kukang jawa di siang, pasti sedang diam atau tidur” (Pak DR)

Tabel 15 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengetahuan tentang cara hidup kukang jawa

Mengenai cara hidupnya (tabel 15), didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden sudah mengetahui dengan benar bahwa kukang jawa hidup dengan cara sendiri-sendiri. Sementara itu, masih ada 31.4 persen responden yang berpendapat dengan cara berkelompok kecil yaitu sebanyak dua sampai tiga ekor dalam satu kelompok. Umumnya mereka berpendapat bahwa kelompok kecil ini terdiri dari sepasang kukang jawa serta anaknya, mereka juga berpendapat bahwa jumlahnya di alam masih banyak dan belum mengalami kepunahan yang serius. Pendapat responden ini ternyata dapat berdampak pada adanya perburuan dan penurunan populasi di alam.

Tabel 16 menunjukkan hasil mengenai kapan waktu kukang jawa datang ke desa. Sebanyak 74.3 persen responden sudah mengetahui dengan benar bahwa kukang jawa bisa datang kapan saja tidak tergantung pada musim. Sementara itu, sisanya menjawab bahwa hewan tersebut datang ke desa pada saat musim hujan dan musim kemarau, serta masih ada 5.7 persen responden yang tidak tahu waktu datang ke desa.

Waktu aktif kehidupan kukang jawa Jumlah (orang) Persen (%)

Di malam hari (nokturnal) 31 88.6

Di siang hari 4 11.4

Total 35 100.0

Cara hidup kukang jawa Jumlah (orang) Persen (%)

Sendiri-sendiri 24 68.6

Berkelompok kecil (2-3 ekor) 11 31.4

Berkelompok besar (lebih dari 3 ekor) 0 0.0

Lainnya 0 0.0


(42)

Tabel 16 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengetahuan tentang waktu kukang jawa saat masuk ke desa

Pada tabel 17, ditemukan terdapat sebanyak 57.1 persen responden sudah mengetahui dengan benar jumlah anak kukang jawa dalam sekali beranak yaitu satu ekor. Meskipun sudah banyak responden yang tahu, namun masih ada 42.9 persen responden yang belum mengetahui jumlah anak dari hewan ini.

Tabel 17 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengetahuan tentang jumlah anak kukang jawa dalam sekali beranak

Berdasarkan tabel 18, diketahui terdapat 34.3 persen responden yang mengetahui dengan benar bahaya kukang jawa yaitu dapat menggigit atau mencakar manusia dan mengandung racun yang dihasilkan oleh air liurnya. Sementara itu, masih ada sebanyak 65.7 persen responden belum mengetahui bahaya kukang jawa pada manusia.

Tabel 18 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengetahuan tentang bahaya kukang jawa pada manusia

Pada tabel 19, dapat diketahui bahwa sebanyak 77.1 persen responden sudah mengetahui bahwa kukang jawa adalah hewan yang tidak merugikan bagi Waktu kukang jawa saat masuk ke desa Jumlah (orang) Persen (%)

Musim kemarau 6 17.1

Musim hujan 1 2.9

Musim pancaroba 0 0.0

Semua musim/tidak bermusim 26 74.3

Tidak tahu 2 5.7

Total 35 100.0

Jumlah anak kukang jawa dalam sekali beranak Jumlah (orang) Persen (%)

1 ekor 20 57.1

2 ekor 2 5.7

3 ekor 1 2.9

Tidak tahu 12 34.3

Total 35 100.0

Bahaya kukang jawa bagi manusia Jumlah (orang) Persen (%) Kukang jawa dapat menggigit/mencakar

manusia 12 34.3

Kukang jawa dapat membawa penyakit

bagi manusia 0 0.0

Kukang jawa mengandung racun 11 31.4

Tidak berbahaya 9 25.7

Tidak tahu 3 8.6


(43)

produksi pertanian. Sementara itu, masih ada sebanyak 22.9 persen responden yang belum mengetahui bahaya kukang jawa pada produksi pertanian.

Tabel 19 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengetahuan tentang bahaya/kerugian yang ditimbulkan dari kukang jawa pada produksi pertanian

Tabel 20 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengetahuan tentang apa saja yang dapat diserang oleh kukang jawa

Mengenai apa saja yang dapat diserang oleh kukang jawa (tabel 20), dapat diketahui bahwa sebanyak 71.4 persen responden sudah mengetahui dengan benar bahwa kukang jawa dapat menyerang serangga misalnya ulat, kupu-kupu, dan jenis serangga yang lainnya. Sementara itu, masih ada sebanyak 28.6 persen responden yang belum mengetahui apa saja yang dapat diserang kukang jawa. Tabel 21 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengetahuan tentang

manfaat yang ditimbulkan dari kukang jawa Bahaya/kerugian yang ditimbulkan kukang

jawa pada produksi pertanian Jumlah (orang) Persen (%) Kukang jawa dapat membuat

daun/batang/buah/bunga busuk 0 0.0

Kukang jawa dapat memakan

daun/batang/buah/bunga 1 2.9

Kukang jawa dapat merusak lahan pertanian 5 14.3

Kukang jawa tidak merugikan 27 77.1

Tidak tahu 2 5.7

Total 35 100.0

Yang dapat diserang oleh kukang jawa Jumlah (orang) Persen (%)

Manusia 0 0.0

Hewan kecil/besar 3 8.6

Serangga 25 71.4

Menyerang apa saja 1 2.9

Tidak menyerang 2 5.7

Tidak tahu 4 11.4

Total 35 100.0

Manfaat yang ditimbulkan dari kukang jawa Jumlah (orang) Persen (%)

Membantu menyuburkan bunga 1 2.9

Mengurangi jumlah serangan serangga di

pertanian 25 71.4

Kukang jawa dapat dijual dan dijadikan

sumber penghasilan 2 5.7

Kukang jawa tidak memiliki manfaat 1 2.9

Tidak tahu 6 17.1


(1)

No Nama Responden

Usia RT/RW No Nama Responden

Usia RT/RW

564 Kml 21 08/05 608 Koy 34 09/05

565 Enj 47 08/05 609 Tno 32 09/05

566 Iis 40 08/05 610 Hoy 28 09/05

567 Nng 20 08/05 611 Brj 32 09/05

568 Dnr 27 08/05 612 Hhn 29 09/05

569 StJ 24 08/05 613 Hgk 29 09/05

570 Mhd 72 08/05 614 Yun 46 09/05

571 Ik 57 08/05 615 Yam 46 09/05

572 Mum 53 08/05 616 Jn 40 09/05

573 Dni 56 08/05 617 Km 38 09/05

574 Nya 25 08/05 618 Rmt 20 09/05

575 StN 20 08/05 619 Rkm 26 09/05

576 Ejn 55 08/05 620 Lal 23 09/05

577 Aah 46 08/05 621 Edh 48 09/05

578 Ipn 25 08/05 622 Smn 35 09/05

579 Rsk 24 08/05 623 Enc 32 09/05

580 Rsd 46 08/05 624 AyK 38 09/05

581 Kon 43 08/05 625 Sar 28 09/05

582 Khs 18 08/05 626 Jng 18 09/05

583 UOk 44 08/05 627 Dde 29 09/05

584 NrA 33 08/05 628 Hn 25 09/05

585 Idg 53 08/05 629 Ian 53 09/05

586 Ukh 46 08/05 630 Tia 45 09/05

587 AzM 26 08/05 631 Rzl 21 09/05

588 Mat 51 08/05 632 Yna 36 09/05

589 Tat 49 08/05 633 Wwi 28 09/05

590 Acf 26 08/05 634 Amn 66 09/05

591 Brk 20 08/05 645 Sjd 58 09/05

592 AdK 60 08/05 646 Alt 52 09/05

593 Tti 52 08/05 647 Hsn 34 09/05

594 And 19 08/05 648 Smi 24 09/05

595 Gen 35 08/05 649 Nna 28 09/05

596 Mil 31 08/05 650 Sum 19 09/05

597 Jje 40 08/05 651 Lit 45 09/05

598 Rhn 38 08/05 652 Pat 44 09/05

599 Ili 29 08/05 653 Wil 18 09/05

600 Aah 24 08/05 654 Dde 48 09/05

601 Ddn 52 08/05 655 Mla 23 09/05

602 Edi 30 08/05 656 May 41 09/05


(2)

No Nama Responden

Usia RT/RW No Nama Responden

Usia RT/RW

662 Ims 43 10/05 706 Aan 60 10/05

663 JRf 20 10/05 707 Emy 50 10/05

664 AbM 27 10/05 708 Ina 19 10/05

665 Iyy 18 10/05 709 Iys 32 10/05

666 Atk 70 10/05 710 Tin 26 10/05

667 Hdr 38 10/05 711 Edi 49 10/05

668 Ros 31 10/05 712 Omh 46 10/05

669 Alt 34 10/05 713 Yy 37 10/05

670 Kul 31 10/05 714 Lkm 19 10/05

671 Und 40 10/05 715 Ccn 42 10/05

672 Eui 33 10/05 716 Wn 23 10/05

673 Den 18 10/05 717 Nop 22 10/05

674 Yna 33 10/05 718 Yno 51 11/05

675 Eti 33 10/05 719 Omh 44 11/05

676 Spt 50 10/05 720 Dde 21 11/05

677 Mn 49 10/05 721 Ent 24 11/05

678 Ad 18 10/05 722 Ai 18 11/05

679 Ks 25 10/05 723 Su 55 11/05

680 Sd 23 10/05 724 Iph 48 11/05

681 Sur 58 10/05 725 Kur 27 11/05

682 Nol 56 10/05 726 Yt 25 11/05

683 Rhm 18 10/05 727 So 64 11/05

684 Srs 33 10/05 728 Ina 20 11/05

685 Ik 35 10/05 729 Ung 31 11/05

686 Mhd 37 10/05 730 Deh 26 11/05

687 Ani 30 10/05 731 Odg 55 11/05

688 Abe 45 10/05 732 Rky 50 11/05

689 Pia 50 10/05 733 AdS 35 11/05

690 Amn 64 10/05 734 Otg 68 11/05

691 Enj 43 10/05 735 Mmh 43 11/05

692 Ade 40 10/05 736 Usm 65 11/05

693 Aas 31 10/05 737 Sat 45 11/05

694 Ida 28 10/05 738 Rkm 23 11/05

695 My 44 10/05 739 Ek 23 11/05

696 Ad 20 10/05 740 Una 46 11/05

697 Tnd 50 10/05 741 Ad 50 11/05

698 HAy 44 10/05 742 Doh 43 11/05

699 Ynd 19 10/05 743 Njg 19 11/05

700 Ris 29 10/05 744 Mns 28 11/05

701 Irn 24 10/05 745 Iis 26 11/05

702 Asp 42 10/05 746 Ysf 33 11/05

703 Ihh 35 10/05 747 AdU 27 11/05

704 Kki 34 10/05 748 Uun 54 11/05


(3)

No Nama Responden

Usia RT/RW

749 Ers 28 11/05

750 San 21 11/05

751 Ddn 44 11/05

752 Slh 39 11/05

753 Oo 39 11/05

754 Snt 28 11/05

755 Toh 70 11/05

756 Esh 51 11/05

757 Sof 28 11/05

758 Sus 24 11/05

759 Aaf 58 11/05

760 Cu 48 11/05

761 Ism 24 11/05

762 Nur 31 11/05

763 AiN 26 11/05

764 Udf 27 11/05

765 Cun 31 11/05

766 Iyu 68 11/05

Keterangan:


(4)

Lampiran 4. Dokumentasi

Kukang jawa (Nycticebus javanicus)

Bunga Kaliandra merah Belalang salah satu jenis serangga (Calliandra haematocephala) yang menjadi makanan Kukang jawa


(5)

Habitat Kukang jawa

Wawancara di Kebun sayur Wawancara di rumah responden


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Ajeng Intan Purnamasari dilahirkan di Bireuen Aceh, pada tanggal 7 Februari 1992. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, pasangan Maman Suryaman dan Yeni Herlina. Penulis telah menempuh pendidikan di TK Bungong Keupula Aceh, SDN Kota Batu 06 Bogor, SMP Negeri 2 Cibinong Bogor, dan SMA Negeri 2 Cibinong Bogor. Pada tahun 2009, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada Fakultas Ekologi Manusia, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat melalui jalur UTMI (Ujian Talenta Mandiri IPB).

Selama di Institut Pertanian Bogor, penulis pernah tergabung dalam UKM Agria Swara dan Agri FM pada tahun 2009. Penulis juga aktif dalam kegiatan Himpunan profesi HIMASIERA dimana penulis tergabung dalam divisi Broadcast pada tahun 2010-2011, dan masih aktif pada periode 2011-2012. Selain aktif dalam berbagai kegiatan organisasi di kampus IPB, penulis juga aktif dalam kegiatan organisasi di luar kampus IPB yaitu Sanggar Juara, dan Persatuan Mahasiswa Kota Bogor. Penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan kepanitian pada event-event di IPB, seperti Konser Angkatan 46 Agria Swara pada tahun 2009-2010, Ecology Sport and Art Event (Espent) pada tahun 2011, kepanitiaan Duta FEMA pada tahun 2011, Masa Perkenalan Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, dan Masa Perkenalan Fakultas (FEMA).

Prestasi yang pernah diraih oleh penulis selama menempuh pedidikan di IPB, diantaranya Grand Finalis IPB Art Contest 2010, Juara kedua pada cabang vokal grup Espent 2011, juara kedua pada cabang perkusi Espent 2011, juara kedua pada cabang teater IPB Art Contest 2011.