1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al- Qur’an ialah kalam Allah yang bernilai mukjizat, yang diturunkan
kepada penutup para Nabi dan Rasul, dengan perantaraan Malaikat Jibril, diriwayatkan kepada kita dengan
mutawatir
, membaca terhitung sebagai ibadah dan tidak akan ditolak kebenarannya.
1
Menghafal al- Qur’an merupakan kebutuhan umat Islam sepanjang
zaman. Sebuah masyarakat tanpa menghafal al- Qur’an akan sepi dari suasana
Al- Qur’an yang semarak. Oleh karena itu, pada zaman Rasulullah mereka
mendapatkan kedudukan khusus sampai ketika mereka sudah menjadi
syuhada
’. Dan umat Islam tidak akan meraih
izzah
-nya kecuali dengan kembali kepada al-
Qur’an secara utuh.
2
Kaum muslimin semakin jauh dari al- Qur’an, maka akibatnya Allah
Swt akan mencabut kebesaran dan kejayaan dari tangan mereka, dan tidak ada jalan lain untuk meraih kembali kejayaan tersebut kecuali dengan kembali
kepada al- Qur’an secara integral. Rasulullah Saw telah bersabda:
نيرخآ هب عضي و اماوقأ باتكلا اذه عفري ه ّنإ ملسم هاور
Artinya“Sesungguhnya Allah Swt
mengangkat derajat beberapa kaum dengan al-
Qur’an dan merenda
hkan yang lain dengan al-
Qur’an.” HR.
Muslim
.
1
Ahsin W. al-Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal Alqur’an, Jakarta : Bumi
Aksara, 2005, Cet. 3, hlm. 1.
2
Abdul Aziz Abdul Rauf, Kiat Sukses Menjadi Hafizh, Bandung: Syamil, 2004, hlm. 1
Allah Swt telah memuliakan Ahlul Qur’an baik pembaca, penghafal,
maupun pengamalnya dengan keistimewaan yang banyak sekali di dunia dan akhirat. Rasulullah Saw memberikan spesifikasi khusus bagi pengemban al-
Qur’an dalam sabdanya: “Ahlu Qur’an adalah
Ahlullah
yang dekat kepada Allah Swt dan orang-orang yang khusus pilihan-
Nya.”
HR. An-
Ẓasaa’i
dan Ibnu Majah
. Ahlul Qur’an adalah orang-orang yang dekat dengan Allah
Swt, demikian agung kedudukan mereka karena mereka mempelajari seagung- agung dan setinggi-tingginya ilmu, serta semulia-mulianya kedudukan di
dalam Islam. Berkata Imam Nawawi: Hal pertama yang harus diperhatikan seorang
penuntut ilmu adalah menghafal al- Qur’an, karena ia adalah ilmu yang
terpenting, bahkan para ulama salaf tidak akan mengajarkan hadiṡ dan
fiqh
kecuali bagi siapa yang telah hafal al- Qur’an. Kalau sudah hafal al-Qur’an
jangan sekali-kali menyibukkan diri dengan hadiṡ dan
fiqh
atau materi lainnya, karena menyebabkan hilangnya sebagian atau seluruh hafalan al-
Qur’an.
3
Ibnu Abbas meriwayatkan hadis secara marfu’, bahwasannya
Rasulullah Saw bersabda: “Orang yang tidak mempunyai hafalan al-Qur’an
sedikitpun adalah seperti rumah kumuh yang akan runtuh.” HR. At-Tirmidzi,
ia berkata hadits ini
hasan shahih
. Hal ini berbanding terbalik dengan apa yang Rasulullah Saw gambarkan bagi orang yang mahir membaca al-
Qur’an dalam
sabdanya: “Orang yang membaca al-Qur’an sementara dia mahir, maka
3
Imam Nawawi, Al Majmu’, Beirut: Dar Al Fikri, 1996, hlm. 66
dia bersama para malaikat yang baik yang mulia lagi berbakti, sedangkan orang yang membaca al-
Qur’an dan terbata-bata membacanya lagi sulit baginya maka
dia mendapat dua pahala.”
HR. Bukhari Muslim
Awal dari ilmu adalah menghafalkan
kitabullah
dan memahaminya, sedangkan al-
Qur’an adalah pokok dari semua ilmu, siapa yang menghafalkannya sebelum usia baligh, kemudian meluangkan waktunya untuk
mempelajari apa yang dapat membantu memahaminya yaitu bahasa arab, maka hal itu adalah penolong terbesar untuk mencapai tujuan dalam
menghafal dan memahami al- Qur’an dan Sunnah nabi Muhammad Saw .
4
Al- Qur’an memiliki kemampuan untuk menggerakkan dan
menggetarkan hati manusia yang hidup dan merasakan takut terhadap apa yang akan dihadapinya di akhirat nanti, berupa kabar gembira dan ancaman
yang dijanjikan Allah Swt dalam al- Qur’an. Karena itu, sudah seharusnya bagi
orang yang beriman untuk membacanya berulang-ulang sampai hafal. Bagi mereka yang kontinyu mendapatkan nasihat dan peringatan dari ayat-ayat
Allah Swt maka hidupnya akan lebih baik dan terarah. Menghafal al-
Qur’an dalam pandangan ulama pada zaman dahulu merupakan hal yang pokok. Untuk itulah mereka tidak pernah ragu memulai
pendidikan mereka dimulai dengan menghafal al- Qur’an. Menghafal al-
Qur’an menjadi ciri khas yang tampak di masyarakat ulama dan penuntut
4
Yazid Bin Abdul Qadir Jawwas, Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga, Bandung:Pustaka At-taqwa, 2013, hlm. 102
ilmu. Sebagian salaf bahkan menganggap aib jika penuntut ilmu tidak hafal al- Qur’an.
5
Tradisi menghafal al- Qur’an sudah berjalan semenjak diturunkan
kepada Nabi Muhammad Saw kurang lebih 14 abad yang lampau. Pada masa tersebut para sahabat nabi berlomba-lomba dalam menghafalkan al-
Qur’an. Setiap kali sebuah ayat turun, maka ayat tersebut dihafal dalam dada dan
ditempatkannya dalam hati. Hal itu karena umumnya mereka buta huruf, sehingga dalam penulisan berita-berita, syair-syair, dan silsilah mereka
dilakukan dengan catatan di hati mereka. Tercatat dalam sejarah para
huffadz
pada masa Nabi Muhammad Saw, antara lain: Ibn Mas’ud, Abu Bakar as-
Siddiq, Zaid bin Tsabit, Ibn Abbas, Abdullah bin Umar dan sahabat-sahabat yang lain, kemudian para sahabat mengajarkannya kepada para
tabi’in, dan demikianlah seterusnya. Al-
Qur’an diajarkan secara turun temurun dalam keadaan asli tanpa terkurangi huruf-hurufnya, kalimat-kalimatnya, bahkan
sampai teknis bacaannya. Para ulama menyebutkan beberapa faedah menghafal al-
Qur’an yang diantaranya adalah menajamkan ingatan dan mencemerlangkan pemikiran,
karena itu para penghafal al- Qur’an lebih cepat mengerti dan teliti karena
banyak latihan untuk mencocokkan ayat serta membandingkan dengan ayat lain. Para penghafal juga akan lebih fasih dalam berbicara, dan dapat
mengeluarkan fonetik Arab dari landasannya secara Tabi’i alami.
6
5
Ibid, hlm. 104
6
Abdurrab Nawabuddin, Teknik Menghafal Al- Qur’an, Bandung: Sinar Baru
Algesindo Offset, 2005, cet 4, hlm. 21.
Pendidikan dipandang sebagai salah satu aspek yang memiliki peranan pokok dalam membentuk generasi masa mendatang dengan pendidikan
diharapkan dapat menghasilkan manusia yang berkualitas dan bertanggung jawab serta mampu mengantisipasi masa depan. Pendidikan dalam maknanya
yang luas senantiasa menstimulir dan menyertai perubahan-perubahan dan perkembangan manusia. Upaya pendidikan senantiasa menghantar dan
membimbing perubahan dan perkembangan hidup serta kehidupan umat manusia.
7
Pendidikan al- Qur’an dikalangan umat Islam di Indonesia pada
dasarnya telah ada dan berkembang pesat sejalan dengan perkembangan syariat Islam baik di pondok pesantren, masjid-masjid, maupun rumah-rumah
yang digunakan tempat menghafal al- Qur’an. Hanya saja, lembaga pendidikan
Al- Qur’an tersebut masih sangat sederhana dan belum mempunyai program-
program tertentu serta petunjuk-petunjuk praktis. Di samping itu, menghafal Al-
Qur’an yang mereka terapkan biasanya bersifat alami tanpa metode khusus, sehingga ada yang memerlukan waktu yang cukup lama untuk dapat
menghafal al- Qur’an.
Berdasarkan Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk memajukkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
7
Muhaimin, Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2011, hlm. 9
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Mengacu tujuan pendidikan di atas, dalam implementasinya lembaga pendidikan harus meningkatkan mutu pendidikan yang berbasis agama. Hal
ini merupakan sebuah tuntutan yang sangat mendesak seiring bergulirnya program pemerintah tentang pendidikan berkarakter dan tantangan era pasar
bebas MEA. Pondok pesantren dituntut untuk menjadi lembaga yang berkualitas, berkarakter, dan mandiri yang menyiapkan peserta didiknya tidak
hanya mampu menguasai sains dan teknologi, namun tetap dengan identitas keislamannya.
Pondok pesantren di Indonesia merupakan lembaga tempat penyebaran agama sekaligus sebagai lembaga pendidikan Islam yang relatif tua yang
mampu bertahan dan berkembang hingga saat ini. Pondok pesantren secara langsung berusaha meningkatkan kecerdasan rakyat dan kepribadian bangsa.
Mereka biasanya menyelenggarakan pendidikan formal sekaligus pendidikan Islam terutama menghafal al-
Qur’an, salah satu lembaga pendidikan tersebut adalah Pondok Pesantren Imam Bukhari Karanganyar.
Salah satu program yang menjadi unggulan di Pondok Pesantren Imam Bukhari adalah program hafalan al-
Qur’an. Dengan didukung oleh tenaga pendidik yang berpengalaman. Santri lulusan Pondok Pesantren Imam
Bukhari diharapkan dapat menyelesaikan hafalan 20 juz selama menimba ilmu di
Marhalah Mutawasithah
sampai
Tsanawiyah
, dengan rincian selama 3 tahun di
Marhalah Mutawasithah
setingkat SMP target hafalan 10 juz dan
Marhalah Tsanawiyah
setingkat SMA target hafalan 10 juz. Akan tetapi, tidak jarang mereka dapat menyelesaikan hafalan 30 juz selama kurun waktu 6
tahun pendidikan di
marhalah
ini. Pondok Pesantren Imam Bukhari memiliki kurang lebih 1500 santri
putra dan putri, yang mana jumlah santri putri lebih banyak dibandingkan putra. Hal ini menjadi perhatian khusus bagi Pondok Pesantren Imam Bukhari
untuk mencetak para penghafal al- Qur’an dari para santri putri. Sebagai calon
ibu yang akan mendidik dan membimbing anak-anaknya menjadi penerusnya pada masa yang akan datang. Keutamaannya adalah orang tua akan
memperoleh pahala khusus, jika anaknya menjadi penghafal al- Qur’an.
Rasulullah Saw bersabda: “Dari Buraidah Al-Aslami, Ia berkata bahwasannya
ia mendengar Rasulullah Saw bersabda: “Barang siapa yang membaca al-Qur’an dan mempelajarinya serta
mengamalkannya, maka dipakaikan mahkota dari cahaya pada hari kiamat, cahayanya seperti cahaya matahari. Kedua orang tuanya
dipakaikan dua jubah kemuliaan, yang tidak pernah didapatkan di dunia, keduanya bertanya: Mengapa kami dipakaikan jubah ini?
dijawab: Karena kalian berdua memerintahkan anak kalian untuk mempelajari al-
Qur’an”.
HR. Al Hakim
. Penerapan metode
“
Sabaq, Sabqi, M
anzil” sudah lama dilaksanakan di Pondok Pesantren Imam Bukhari, namun pada kenyataannya beberapa santri
putri mengalami kesulitan dalam menghafal al- Qur’an. Hal ini terbukti dari
beberapa santri belum mampu menyelesaikan target hafalan yang ditetapkan oleh pondok pesantren. Permasalahan ini dimungkinkan karena beberapa hal
diantaranya perbedaan persepsi pengampu terkait dengan metode “
Sabaq, Sabqi, M
anzil”. Selain itu, terbatasnya waktu dan banyaknya jumlah santri di
setiap
hala
qā
h
8
al- Qur’an tidak sebanding dengan jumlah pengampu hafalan
al- Qur’an yang membimbing hafalan dan memperbaiki bacaan santri,
sehingga hal ini turut mempengaruhi perkembangan hafalan agar sesuai dengan target dan tujuan pembelajaran
Ta
f
ul
Qur ’an di Pondok Pesantren
Imam Bukhari Karanganyar. Penerapan metode yang efektif dan efisien menjadi salah salah satu
faktor keberhasilan santri dalam menghafal al- Qur’an. Dengan menggunakan
metode “
Sabaq, Sabqi, M
anzil” para santri termotivasi dan terpacu untuk
berlomba-lomba menghafal al- Qur’an.
Metode ini adalah adaptasi dari metode hafalan al- Qur’an yang
diterapkan di Pakistan.
Sabaq
adalah penambahan hafalan baru yang wajib disetorkan santri setiap harinya,
Sabaq
yang telah dihafalkan kemudian disetorkan kembali dalam bentuk gabungan dari beberapa
Sabaq
yang mana belum mencapai satu
juz
, hal ini kita sebut
Sabqi
. Sedangkan,
Manzil
adalah hafalan
Sabqi
yang telah mencapai satu
juz
kemudian disetorkan setiap harinya kepada pengampu
h
alāqah nya masing-masing. Berdasarkan permasalahan tersebut penulis tertarik untuk meneliti dan
mengetahui lebih dalam metode pembelajaran Ta f ul
Qur’an yang dilaksanakan di
marhalah Mutawasithah
dan
Tsanawiyah
putri Pondok Pesantren Imam Bukhari Karanganyar dengan mengangkat judul Tesis tentang
8
Secara bahasa halaqoh artinya lingkaran, sedangkan secara istilah berarti pengajian dimana orang yang ikut dalam pengajian itu duduk melingkar, jumlah kelompoknya
biasanya berkisar antara 5-10 orang dan dipimpin oleh seorang narasumber.
“Implementasi Meto
de
Ta f ul Qur’an “Sabaq, Sabqi, Manzil” di Marhalah
9
Mutawasithah dan Tsanawiyah Putri Pondok Pesantren Imam Bukhari 2010-
2014”.
B. Rumusan Masalah