Pendahuluan Skala Kesantunan Bentuk Tuturan Direktif Berdasarkan Persepsi Siswa di SMAN 1 Surakarta

200 Kajian Linguistik dan Sastra, Vol. 24, No. 2, Desember 2012: 199-214

1. Pendahuluan

Bahasa merupakan alat komunikasi yang berisi kaidah-kaidah yang mengatur bagaimana cara seseorang bertutur agar hubu- ngan interpersonal para pemakai bahasa ter- sebut terpelihara dengan baik. Dalam kaitan ini, masyarakat pengguna bahasa dalam situasi tertentu dan untuk mencapai tujuan tertentu akan selalu berusaha memilih dan mengguna- kan kaidah-kaidah tuturan yang sesuai dengan situasi pertuturan. Selain itu, juga memperhati- kan tata cara berbahasa yang disesuaikan dengan norma atau aspek sosial dan budaya yang ada dalam masyarakat tertentu. Dalam berkomunikasi, norma-norma kesantunan itu tampak perilaku verbal maupun perilaku nonverbalnya. Perilaku verbal dalam fungsi direktif misalnya, terlihat pada bagaimana penutur mengungkapkan perintah, keharusan, atau larangan melakukan sesuatu kepada mitra tutur. Adapun perilaku nonverbal tampak dari gerak gerik fisik yang menyertainya. Norma sosiokultural menghendaki agar manusia ber- sikap santun dalam berinteraksi dengan sesamanya. Hal penting yang berkenaan dengan keberhasilan pengaturan interaksi sosial melalui bahasa adalah strategi-strategi yang memper- timbangkan status penutur dan mitra tutur. Keberhasilan penggunaan strategi-strategi ini menciptakan suasana santun yang memungkin- kan transaksi sosial berlangsung tanpa mem- permalukan penutur dan mitra tutur. Tata cara berbahasa, termasuk santun berbahasa sangat penting diperhatikan oleh para peserta komuni- kasi penutur dan mitra tutur untuk kelancaran komunikasinya. Bahasa dengan segala bentuk pemakaian, konteks, dan situasinya memang sangat mena- rik untuk dijadikan bahan penelitian, termasuk santun berbahasa. Untuk menjalin hubungan yang “mesra” dan demi “keselamatan” dalam berkomunikasi perlu dipertimbangkan segi kesantunan berbahasa. Dewasa ini kita sering mendengar kebanyakan orang menggunakan bahasa yang kurang sopan, khususnya anak muda. Bahasa yang digunakannya sering me- mancing emosi seseorang sehingga menimbul- kan keributan atau perselisihan, termasuk feno- mena berbahasa di kalangan siswa yang me- nanggalkan nilai-nilai kesantunan berbahasa. Santun bahasa dapat dipandang sebagai usaha untuk menghindari konflik antara penutur dengan mitra tutur. Dalam hal ini, kesantunan berbahasa merupakan 1 hasil pelaksanaan kaidah, yaitu kaidah sosial, dan 2 hasil pemi- lihan strategi komunikasi. Kesantunan bahasa memang penting di mana pun individu berada. Setiap anggota masyarakat percaya bahwa ke- santunan bahasa yang diterapkan mencermin- kan budaya suatu masyarakat. Permasalahannya adalah bagaimana skala kesantunan bentuk tuturan direktif ber- dasarkan persepsi siswa SMA Negeri 1 Surakarta? Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan skala kesantunan bentuk tuturan direktif berdasarkan persepsi siswa SMA Negeri 1 Surakarta. Skala atau tingkat kesantunan ini didefi- nisikan Brown dan Gilmann dalam Yustanto, 2004:46 sebagai “Politeness means putting things in such a way as to take account of feelings of the hearer.” Ada tiga faktor sosio- logis yang tercakup dalam kesantunan atau kesopanan yang dapat ditunjukkan oleh seorang penutur kepada mitra tuturnya, yaitu power atau kekuasaan antara mitra tutur dan penutur, jarak sosial antara mitra tutur dan penutur, dan kedudukannya. Sedikitnya terdapat tiga macam skala pengukur peringkat atau urutan kesantunan yang sampai saat ini banyak digunakan sebagai dasar acuan dalam penelitian kesantunan berbahasa, termasuk kesantunan berbahasa Indonesia. Ketiga macam kesantunan itu adalah 1 skala kesantunan menurut Leech, 2 skala kesantunan menurut Brown dan Levinson, dan 201 Skala Kesantunan Bentuk Tuturan Direktif ... Nurul Masfufah 3 skala kesantunan menurut Lakoff Rahardi, 2005:66. Di dalam model kesantunan Leech dalam Rahardi, 2005:66—68, setiap maksim inter- personal itu dapat dimanfaatkan untuk menen- tukan peringkat kesantunan sebuah tuturan. Leech membagi lima macam skala pengukur kesantunan, yaitu sebagai berikut. a Cost-benefit Scale atau Skala Kerugian dan Keuntungan Skala ini menunjuk kepada besar kecilnya kerugian dan keuntungan yang diakibatkan oleh sebuah tindak tutur pada sebuah pertuturan. Semakin tuturan tersebut merugikan diri penu- tur, akan semakin dianggap santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin tuturan itu menguntungkan diri penutur akan semakin dianggap tidak santunlah tuturan itu. b Optionality Scale atau Skala Pilihan Skala ini menunjuk kepada banyak atau sedikitnya pilihan options yang disampaikan si penutur kepada si mitra tutur di dalam kegiatan bertutur. Semakin pertuturan itu me- mungkinkan penutur atau mitra tutur menentu- kan pilihan yang banyak dan leluasa, akan dianggap semakin santunlah tuturan itu. Sebaliknya, apabila pertuturan itu sama sekali tidak memberikan kemungkinan memilih bagi si penutur atau si mitra tutur, tuturan tersebut akan dianggap tidak santun. c Indirectness Scale atau Skala Ketidak- langsungan Skala tersebut menunjuk kepada pering- kat langsung atau tidak langsungnya maksud sebuah tuturan. Semakin tuturan itu bersifat langsung, akan dianggap semakin tidak santun tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin tidak langsung maksud sebuah tuturan, akan dianggap semakin santun tuturan itu. d Authority Scale atau Skala Keotoritasan Skala ini menunjuk kepada hubungan sta- tus sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Semakin jauh jarak peringkat sosial rank rating antara penutur dan mitra tutur, tuturan yang digunakan akan cenderung menjadi semakin santun. Sebalik- nya, semakin dekat jarak peringkat status sosial di antara keduanya, akan cenderung ber- kuranglah peringkat kesantunan tuturan yang digunakan dalam bertutur tersebut. e Social Distance Scale atau Skala Jarak Sosial Skala tersebut menunjuk kepada pering- kat hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam sebuah pertuturan. Ada kecenderungan bahwa semakin dekat jarak peringkat sosial di antara keduanya, akan menjadi semakin kurang santun tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin jauh jarak peringkat sosial antara penutur dan mitra tutur, akan semakin santunlah tuturan yang diguna- kannya itu. Di dalam model kesantunan Brown and Levinson dalam Rahardi, 2005:68-70 terdapat tiga skala penentu tinggi rendahnya peringkat kesantunan sebuah tuturan. Ketiga skala tersebut ditentukan secara kontekstual, sosial, dan kultural yang selengkapnya mencakup skala-skala berikut ini. a Skala peringkat jarak sosial antara penu- tur dan mitra tutur social distance be- tween speaker and hearer banyak ditentukan oleh parameter perbedaan umur, jenis kelamin, dan latar belakang sosiokultural. b Skala peringkat status sosial antara penutur dan mitra tutur the speaker and hearer relative power atau sering di- sebut dengan peringkat kekuasaan power rating yang didasarkan pada kedudukan asimetrik antara penutur dan mitra tutur. c Skala peringkat tindak tutur atau sering pula disebut dengan rank rating atau 202 Kajian Linguistik dan Sastra, Vol. 24, No. 2, Desember 2012: 199-214 lengkapnya adalah the degree of impo- sition associated with the required ex- penditure of goods or service, didasar- kan atas kedudukan relatif tindak tutur yang satu dengan tindak tutur lainnya. Pada model kesantunan Lakoff dalam Rahardi, 2005:70 terdapat tiga ketentuan untuk dapat dipenuhinya kesantunan di dalam kegiatan bertutur. Ketiga ketentuan itu secara berturut-turut dapat disebutkan dan diuraikan sebagai berikut. a Skala formalitas formality scale, dinya- takan bahwa agar para peserta tutur dapat merasa nyaman dan kerasan dalam kegiatan bertutur, tuturan yang digunakan tidak boleh bernada memaksa dan tidak boleh berkesan angkuh. b Skala ketidaktegasan hesitancy scale atau sering disebut dengan skala pilihan optionality scale menunjukkan bahwa agar penutur dan mitra tutur dapat saling merasa nyaman dan kerasan dalam bertutur, pilihan-pilihan dalam bertutur harus diberikan oleh kedua belah pihak. c Skala atau peringkat kesekawanan atau kesamaan, yang menunjukkan bahwa agar dapat bersifat santun, orang haruslah bersikap ramah dan selalu mempertahan- kan persahabatan antara pihak yang satu dengan pihak lain.

2. Metode Penelitian

Dokumen yang terkait

Tindak Tutur Direktif dalam “Pengembara Makrifat” Karya Zubair Tinajauan Pragmatik

0 7 10

KESANTUNAN DIREKTIF TUTURAN GURU UNTUK MEMOTIVASI SISWA DALAM AMANAT PEMBINA UPACARA DI SMP N 1 Kesantunan Direktif Tuturan Guru Untuk Memotivasi Siswa Dalam Amanat Pembina Upacara Di Smp N 1 Karangdowo.

0 2 21

KESANTUNAN DIREKTIF TUTURAN GURU UNTUK MEMOTIVASI SISWA DALAM AMANAT PEMBINA UPACARA DI SMP N 1 Kesantunan Direktif Tuturan Guru Untuk Memotivasi Siswa Dalam Amanat Pembina Upacara Di Smp N 1 Karangdowo.

0 3 15

STRATEGI DAN SKALA KESANTUNAN TINDAK DIREKTIF MAHASISWA RIAU DI LINGKUNGAN MASYARAKAT BERLATAR Strategi Dan Skala Kesantunan Tindak Direktif Mahasiswa Riau Di Lingkungan Masyarakat Berlatar Belakang Budaya Jawa.

0 4 16

BENTUK DAN STRATEGI KESANTUNAN DIREKTIF MENASIHATI SISWA DALAM BIMBINGAN KONSELING DI SMP MUHAMMADIYAH Bentuk Dan Strategi Kesantunan Direktif Menasihati Siswa Dalam Bimbingan Konseling Di Smp Muhammadiyah Program Khusus Surakarta Dan Implementasinya Seb

0 2 19

BENTUK DAN STRATEGI KESANTUNAN DIREKTIF MENASIHATI SISWA DALAM BIMBINGAN KONSELING DI SMP MUHAMMADIYAH Bentuk Dan Strategi Kesantunan Direktif Menasihati Siswa Dalam Bimbingan Konseling Di Smp Muhammadiyah Program Khusus Surakarta Dan Implementasinya Seb

0 4 18

KESANTUNAN TINDAK DIREKTIF PADA TUTURAN ANAK Kesantunan Tindak Direktif Pada Tuturan Anak Dan Orang Tua Di Desa Ngrancang, Ngawi.

0 2 14

KESANTUNAN TINDAK DIREKTIF PADA TUTURAN ANAK DAN ORANG TUA DI DESA NGRANCANG, NGAWI Kesantunan Tindak Direktif Pada Tuturan Anak Dan Orang Tua Di Desa Ngrancang, Ngawi.

0 3 23

Kesantunan bentuk tuturan direktif di lingkungan SMA Negeri 1 Surakarta 3883

0 4 291

STRATEGI KESANTUNAN POSITIF DAN NEGATIF DALAM BENTUK TUTURAN DIREKTIF DI LINGKUNGAN STKIP MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG

0 0 12