PUSAT PENDIDIKAN DESAIN KOMUNIKASI VISUAL MODERN DI YOGYAKARTA
23
2.2. PERKEMBANGAN
DESAIN KOMUNIKASI
VISUAL DI
INDONESIA
Perkembangan Desain Komunikasi Visual di Indonesia sudah berkembang sejak zaman kolonial. Mesin cetak pertama kali didatangkan dari Belanda ke
pulau Jawa pada tahun 1659. Namun karena ketiadaan operator, mesin tersebut menganggur puluhan tahun. Tujuan didatangkan mesin cetak ini erat dikaitkan
dengan niat misionaris untuk mencetak kitab suci dan buku-buku pendidikan Kristen di Indonesia. Selain kitab suci dan buku-buku pendidikan Kristen, mereka
juga akan menerbitkan surat kabar berhaluan pendidikan Kristen
Gambar 2.15. Mesin Cetak ―Faber Schleider‖ Era Kolonial
Sumber: karungboy.blogspot.com
Pada Desember 1974 terjadi peristiwa yang dikenal dengan sebutan Desember Hitam. Pada waktu itu terjadi pergolakan seniman muda yang
memprotes terhadap pemberian penghargaan pemerintah kepada lima pelukis, yang karyanya dikritisi bercorak seragam, yaitu dekoratif dan lebih ditujukkan
pada kepentingan konsumtif. Persitiwa Desember Hitam ini kelak menjadi cikal bakal terbentuknya Gerakan Seni Rupa Baru GSRB pada tahun 1975. GSRB
menolak batasan antara seni murni dan seni terap, semua kesenian termasuk desain dianggap sederajat. GSRB ini yang kelak akan memberikan pemahaman
baru tentang seni di Indonesia. Gert Dumbar, seorang desainer grafis Belanda pada tahun 1977
mengenalkan istilah semiotika dan komunikasi visual di FSRD ITB. Menurutnya desain grafis tidak hanya menangani percetakan saja tetapi juga gambar bergerak,
display, dan pameran. Dan sejak saat itu istilah desain komunikasi visual mulai
PUSAT PENDIDIKAN DESAIN KOMUNIKASI VISUAL MODERN DI YOGYAKARTA
24
dipakai menggantian desain grafis. Lalu pada akhir era 1970-an mulai banyak bermunculan perusahaan-perusahaan desain grafis yang dipimpin desainer grafis.
Pada era 1980-an semakin banyak studio-studio desain grafis di Indonesia. Menjamurnya studio grafis di masa ini membuat studio grafis dimanapun dituntut
untuk bisa mengerjakan pekerjaan apapun. Pop Art merupakan gaya yang paling umum digunakan pada saat itu. Majalah Tempo dan Zaman termasuk penerbit
yang menggunakan gaya Pop Art pada sampulnya. Pada tanggal 16-24 Juni 1980 pameran desain grafis pertama
“Erasmus Huis”di Pusat Kebudayaan Belanda yang dilakukan oleh tiga desainer grafis
Indonesia. Pameran itu mengusung tujuan untuk mengenalkan profesi desainer grafis ke masyarakat umum. Dalam perkembangannya, pada tanggal 24
Semptember 1980 diresmikan organisasi desainer grafis pertama di Indonesia dengan diberi nama Ikatan Perancang Grafis Indonesia IPGI. IPGI sendiri
diresmikan b ersamaan dengan sebuah pameran besar bertajuk ―Grafis ‗80‖ di
Wisma Seni Mitra Budaya, Jakarta. Dengan ini dimulailah era pameran desain grafis di Indonesia.
Menjelang akhir 1990-an, muncul era baru dalam dunia Desain Komunikasi Visual di Indonesia. Mulai bermunculan penyampaian ide seniman
pada karya yang menggunakan media yang tak lazim pada masanya. Lahirnya
performance art
, instalasi, dan media lainnya yang unik dan mengundang kontroversi.
Yogyakarta berperan penting dalam perkembangan Desain Komunikasi Visual pada masa ini. Bienalle IX di Yogykarta yang sebagian besar karyanya
berupa instalasi. Perkembangan kecanggihan teknologi juga turut berperan penting dalam perkembagangan era ini. Forum dialog Yogyakarta-Bandung
sempat mewarnai perkembangan Desain Komunikasi Visual di Indonesia. Seniman Bandung yang cenderung lebih mudah mendapatkan teknologi secara
lengkap menampakkan kecenderungan karyanya perayaan modernism pada karyanya. Berbeda dengan Yogyakarta yang terbatas pada teknologi media yang
digunakan dan cenderung menampakkan karya seni terait kehidupan sosial kemasyarakatan. Perbedaan visi pada kedua kota ini lalu mengkerucut dan
PUSAT PENDIDIKAN DESAIN KOMUNIKASI VISUAL MODERN DI YOGYAKARTA
25
kemudian membuat patokan tentang dunia Desain Komunikasi Visual yang berbeda di Indonesia.
2.3. PERKEMBANGAN