5 Sangat tidak mungkin mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga, kecuali pada
taraf yang sangat terbatas.
3. Remaja dan Pesantren
a. Remaja 1 Pengertian
Remaja dalam bahasa aslinya disebut dengan
adolescence
, yang berasal dari bahasa Latin
adolescere
yang artinya “tumbuh untuk mencapai kematangan“. Secara psikologis, remaja adalah
suatu usia di mana seseorang berpaling ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia di mana anak tidak merasa bahwa dirinya berada di bawah
tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak sejajar dengan yang lainnya Zanden dkk
,
2007. Fase remaja merupakan fase perkembangan yang tengah
berada pada masa amat potensial, baik dilihat dari aspek kognitif, emosi maupun fisik. Dalam perkembangannya menuju kedewasaan
akan banyak terjadi perubahan-perubahan yang diakibatkan kematangan seksual dan tuntutan-tuntutan psikososial. Hal tersebut
menempatkan remaja pada suatu keadaan yang disebut sebagai krisis identitas Mahreni, 2007.
2 Remaja Putri Memasuki masa akhir remaja yakni pada kisaran usia 17-18
tahun proses kedewasaan jasmaniah pada remaja putri tumbuh lebih awal dari remaja pria Kristianto, 2008.
Perubahan hormonal pada remaja yang dipadukan dengan perubahan dalam lingkup sosialnya dapat memacu keinginan para
remaja putri untuk bergabung dalam kelompok-kelompok yang lebih besar seperti kebutuhan akan keintiman serta kemampuan merespon
emosi secara lebih baik. Keadaan tersebut menyebabkan remaja putri menjadi lebih sensitif dalam menghadapi hal-hal buruk dalam
kehidupannya Smith dan Blackwood, 2004. b. Pesantren
1 Pengertian Pesantren, pondok pesantren, atau disebut pondok saja,
adalah sekolah Islam
berasrama yang terdapat di Indonesia. Pendidikan di dalam pesantren bertujuan untuk memperdalam
pengetahuan tentang Al-Quran
dan Sunnah Rasul
, dengan mempelajari
bahasa Arab dan kaidah-kaidah tata bahasa Arab. Para
pelajar pesantren disebut sebagai santri
belajar di sekolah ini, sekaligus tinggal di asrama yang disediakan oleh pesantren
Haningsih, 2008. Secara garis besar, model pesantren dapat dibagi menjadi 4
jenis yang utama, dengan penjelasan sebagai berikut Parson, 2004:
a Pesantren Tipe-A
Merupakan suatu bentuk pesantren yang memiliki karakteristik khas dalam pemertahanan ciri dasar perkembangan
pesantren yang masih bertahan pada corak generasi pertama tradisional.
b Pesantren Tipe-B
Tipe pesantren tipe ini, santri melaksanakan proses belajar mengajar di Madrasah, yang membebankan mata pelajaran
keagamaan dan mata pelajaran umum dari Departemen Agama seperti matematika, sejarah, fisika, bahasa Inggris dan
sebagainya secara berimbang. c
Pesantren Tipe-C Para santri diberikan kesempatan untuk memilih belajar di
madrasah ataupun di sekolah menengah yang langsung berada dalam pengelolaan Departemen Pendidikan Nasional, mata
pelajaran umum lebih diutamakan. d
Pesantren Tipe-D Pesantren memberikan kebebasan penuh kepada santrinya
untuk memilih sendiri sekolah yang mereka kehendaki. Fungsi pesantren disini hanya sebagai asrama dengan peraturan yang
tidak sedemikian ketat jika dibandingkan dengan tipe-tipe pesantren yang telah disebutkan sebelumnya.
2 Pondok Pesantren Al-Mukmin Ngruki Sukoharjo Lembaga Pondok Pesantren Islam Al-Mukmin berdiri pada
tanggal 10 Maret 1972 di Jalan Gading Kidul di bawah naungan Yayasan Pendidikan Islam dan Asuhan Yatim Al-Mukmin YPIA.
Pondok Pesantren Islam Al-Mukmin Ngruki adalah lembaga pendidikan Islam.
Sistem pendidikan yang digunakan adalah sistem formal dan non-formal
Pesantren tipe-B.
Sistem pendidikan
formal dilaksanakan pagi hari sebagaimana sekolah pada umumnya dengan
materi yang berimbang antara materi keagamaan dan materi umum. Sedangkan pendidikan non-formal dilaksanakan seusai pendidikan
formal dengan beragam kegiatan yang dikoordinir oleh para santri yang duduk di bangku setara kelas dua SMA. Secara umum, kegiatan
yang berlangsung di dalam asrama seluruhnya dimaksimalkan untuk proses pendekatan diri kepada Allah SWT.
Para santri hanya diberikan kesempatan untuk keluar dari asrama satu bulan sekali kecuali ada kepentingan mendesak baik di
asrama putra maupun putri. Dalam kesehariannya di ruang lingkup yang sangat sempit tersebut, karena komunitasnya relatif tetap
dengan komposisi orang yang juga tidak berubah, para santri dibiasakan untuk hidup mandiri dan tidak selalu menjadi beban bagi
orang lain termasuk orang tua. Upaya-upaya tersebut merupakan wujud penanaman panca jiwa pesantren kepada para santri yaitu
keikhlasan, kesederhanaan, berdikari,
ukhuwah islamiyah
dan pengorbanan PP Al-Mukmin, 2009.
c. Remaja Putri dalam Dinamika Pondok Pesantren Al-Mukmin Sukoharjo Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-
kanak dan masa dewasa, yang dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara usia 11 atau 12 tahun sampai 20 tahun, termasuk
siswa-siswi sekolah menengah ke atas. Memasuki masa akhir remaja yakni pada kisaran usia 17-18 tahun proses kedewasaan jasmaniah pada
remaja putri lebih awal dari remaja pria Marheni, 2007; Asmika dan Handayani, 2008; Kristianto, 2008.
Pada masa peralihan ini, remaja sangat membutuhkan peranan orang tua dalam perjalanannya menuju kedewasaan. Tetapi ada sebagian
remaja yang tinggal terpisah dari orang tuanya sejak memasuki awal remaja
untuk kepentingan
pemerolehan pendidikan
dengan dipesantrenkan.
Remaja yang tinggal di pesantren memiliki dilematika permasalahan remaja yang relatif berbeda dengan para remaja pada
umumnya. Ketidakmampuan menyelesaikan permasalahan dengan baik dan minimnya penyesuaiaan diri dengan lingkungan pesantren, dapat
menyebabkan kekacauan dalam kejiwaan remaja, serta menghambat kematangan diri remaja tersebut.
4. Hubungan antara Kecerdasan Emosi dan Depresi pada Remaja Putri di Pondok Pesantren Al-Mukmin Ngruki Sukoharjo
Kecerdasan Emosi ditentukan pula oleh temperamen yaitu ciri-ciri kepribadian yang dimiliki oleh seseorang. Menurut Bradberry dan Luc
2006 terdapat empat
skill
yang secara bersama membentuk kecerdasan emosi, yaitu kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, dan
manajemen hubungan sosial. Kesadaran diri dan manajemen diri lebih mengenai diri seseorang, dua
skill
ini membentuk kompetensi seseorang dalam menyadari keberadaan emosi serta mengelola perilaku dan
kecenderungan dirinya. Sedangkan kesadaran sosial dan manajemen hubungan sosial lebih mengenai bagaimana seseorang berinteraksi dengan
orang lain, keduanya akan membentuk kompetensi seseorang dalam memahami perilaku dan alasan orang lain serta kemampuannya dalam
mengelola konflik antarpersonal.
Kemampuan mengelola kecerdasan emosi secara baik sangat diperlukan oleh para remaja putri yang diasramakan di Pondok Pesantren
Islam Al-Mukmin Ngruki Sukoharjo terlebih yang sedang memasuki masa akhir remaja. Karena pada kisaran usia tersebut, proses kedewasaan
jasmaniah pada remaja putri lebih awal dari remaja pria Kristianto, 2008. Ketidakmampuan menyelesaikan permasalahan dengan baik dan
minimnya penyesuaiaan diri dengan lingkungan pesantren, dapat menyebabkan kekacauan dalam kejiwaan remaja, antara lain berupa
depresi baik ringan, sedang maupun berat Smith dan Blackwood, 2004.
B. Kerangka Pemikiran