Kualitas Silase Daun Singkong, Daun Ubi Jalar, dan Daun Lamtoro yang Dipanen pada Waktu Berbeda

KUALITAS SILASE DAUN SINGKONG, DAUN UBI JALAR,
DAN DAUN LAMTORO YANG DIPANEN
PADA WAKTU BERBEDA

SKRIPSI
DEDE HUSBAN RIJALI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010

RINGKASAN
DEDE HUSBAN RIJALI. D24053070. 2010. Kualitas Silase Daun Singkong,
Daun Ubi Jalar, dan Daun Lamtoro yang Dipanen pada Waktu Berbeda.
Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut
Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota

: Prof. Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc.

: Dr. Ir. Rita Mutia, M.Sc.

Daun singkong, daun ubi jalar, dan daun lamtoro merupakan hijauan yang
dapat dijadikan bahan pakan. Pemberian pakan hijauan pada ternak dapat berupa
hijauan segar atau berupa hijauan yang diawetkan seperti hay dan silase. Silase
merupakan pakan ternak yang dihasilkan melalui proses fermentasi an aerob dengan
kandungan air yang tinggi. Keberhasilan dalam proses silase salah satunya
ditentukan oleh kandungan Water Soluble Carbohydrate (WSC) yang ada pada
bahan baku silase. Kandungan WSC pada hijauan berkaitan dengan penerimaan
cahaya matahari. Tanaman merubah energi dari matahari menjadi gula sehingga
konsentrasi gula secara umum lebih tinggi pada sore atau menjelang malam hari.
Konsentrasi gula mulai menurun pada malam hari melalui proses respirasi dalam
tanaman dan lebih rendah lagi pada pagi hari. Sehingga kajian kualitas silase hijauan
yang dipanen pada waktu berbeda sangat diperlukan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan kualitas silase
dari daun lamtoro, daun singkong, dan daun ubi jalar yang dipanen pada waktu
berbeda. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) berpola
faktorial (3x3). Faktor A adalah jenis hijauan (daun singkong, daun ubi jalar, dan
daun lamtoro); faktor B adalah waktu panen (pagi, siang, dan sore hari).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan daun ubi jalar yang dipanen

pada malam hari memiliki nilai pH yang rendah dan kehilangan WSC yang tinggi
yaitu sebesar 3,85 dan 13,85 %BK jika dibandingkan dengan perlakuan lain yaitu
berturut-turut sebesar 4,23; 3,97 dan 5,73 %BK; 8,63 %BK untuk perlakuan daun ubi
jalar yang dipanen pada pagi dan siang hari, 4,50; 4,50; 4,04 dan 3,01 %BK; 3,14
%BK; 8,93 %BK untuk perlakuan daun singkong yang dipanen pada pagi, siang, dan
malam hari, 5,80; 5,89; 5,45 dan 0,93 %BK; 0,59 %BK; 1,57 %BK untuk perlakuan
daun lamtoro yang dipanen pada pagi, siang, dan malam hari. Kelarutan tertinggi
terdapat pada perlakuan daun lamtoro yang dipanen pada pagi, siang, dan malam hari
yaitu berturut-turut 72,07%; 72,20%; dan 70,93%. Kelarutan terendah terdapat pada
perlakuan daun singkong yang dipanen pada pagi, siang, dan malam hari yaitu
berturut-turut 63,03%; 64,14%; dan 61,41%. Sifat fisik silase, keberadaan jamur,
populasi BAL, dan kehilangan bahan kering tidak menunjukan perbedaan yang nyata
antar perlakuan jenis hijauan dan waktu panen. Kesimpulan penelitian ini
menunjukkan bahwa perlakuan daun ubi jalar yang dipanen pada malam hari
menghasilkan kualitas silase yang baik dibandingkan dengan perlakuan lain.
Kata-kata kunci : silase, daun singkong, daun ubi jalar, daun lamtoro, dan waktu
panen.

i
 


ABSTRACT
Silage quality of cassava leaves, sweet potato leaves, and leucaena leaves whoes
different of harvest time
Rijali, D. H., Nahrowi and R. Mutia
The aims of the study were to investigate the effect of harvest time on quality of
cassava leaves silage, sweet potato leaves silage, and leucaena leaves silage,
including organoleptic characteristic, the presence of fungi, pH, lactic acid bacteria
(LAB) population, Dry Mater (DM) lost, WSC (Water Soluble Carbohydrate)
lost, and solubility. The research used randomized factorial design (3x3) with factor
A was forage source (cassava leaves, sweet potato leaves, and leucaena leaves) and
factor B was the harvest time (morning, noon, and night). The results showed that
forage sources and harvest time were significantly (P80%) akan memperlihatkan tekstur yang berlendir, lunak dan
berjamur.
Keberadaan Jamur
Keberadaan jamur pada permukaan silo merupakan salah satu masalah yang
sering terjadi pada proses ensilase. Idealnya silase yang baik mempunyai permukaan
yang tidak berjamur (Lendrawati, 2009). Rataan keberadaan jamur pada silase dapat
dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Rataan Keberadaan Jamur Silase

Jenis Daun

Waktu Panen
Pagi

Siang

Malam

Rata-rata

----------------------------------------(%)---------------------------------------DSK

0

0

0

0


DUJ

0,61±0,16

0,26±0,45

0

0,29±0,23

DLR

0,18±0,31

0,73±0,51

0,30±0,27

0,40±0,29


Rata-rata

0,25±0,31

0,50±0,37

0,10±0,17

Keterangan: DSK= Daun Singkong, DUJ= Daun Ubi Jalar, DLR= Daun Lamtoro

Hasil sidik ragam menunjukkan jenis hijauan, waktu panen, dan interaksi
antara jenis hijauan dengan waktu panen tidak berpengaruh nyata terhadap
keberadaan jamur. Perlakuan daun ubi jalar yang dipanen pada pagi dan siang serta
18
 

perlakuan daun lamtoro yang dipanen pada pagi, siang, dan malam ditemukan jamur
berturut-turut sebesar 0,61%; 0,26%; 0,18%; 0,73% dan 0,30%, sementara pada
perlakuan daun singkong yang dipanen pada pagi, siang, dan malam serta perlakuan

daun ubi jalar yang dipanen pada malam hari tidak ditemukan jamur setelah tiga
minggu ensilase.
Keberadaan jamur yang ditemukan ini kemungkinan disebabkan masih
adanya udara pada kantong plastik. Adanya udara pada kantong plastik ini
kemungkinan disebabkan karena komposisi batang dan daun yang berbeda pada ke
tiga jenis hijauan tersebut. Perlakuan daun singkong kemungkinan memiliki
komposisi daun yang lebih tinggi dibandingkan dengan batangnya sehingga dapat
menekan keberadaan udara di dalam kantong plastik, sedangkan perlakuan daun ubi
jalar dan daun lamtoro kemungkinan komposisi batang dan daunnya sama sehingga
proses pemadatan menjadi tidak optimal yang mengakibatkan masih adanya udara
dalam kantong plastik. Hal ini sesuai dengan pernyataan McDonald et al. (1991)
bahwa kehadiran jamur erat kaiatannya dengan keberadaan udara yang terperangkap
pada silo, baik pada fase awal ensilase ataupun akibat kebocoran silo selama
penyimpanan. Jamur yang terdapat pada silase ini tidak menyebabkan silase menjadi
rusak, karena persentase jamur yang didapatkan pada penelitian ini lebih rendah dari
pernyataan Davies (2007) bahwa keberadaan jamur