Aktivitas Antidiabetes Ekstrak Daun Ubi Jalar (Ipomoea batatas L) Pada Mencit Yang Diinduksi Streptozotocin

(1)

TESIS

AKTIVITAS ANTI DIABETES EKSTRAK DAUN UBI JALAR

(Ipomoea batatas L) PADA MENCIT YANG DIINDUKSI

STREPTOZOTOCIN

Oleh:

NASDIWATY DAUD

NIM 097014015

PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

AKTIVITAS ANTI DIABETES EKSTRAK DAUN UBI JALAR

(Ipomoea batatas L) PADA MENCIT YANG DIINDUKSI

STREPTOZOTOCIN

TESIS

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister dalam Ilmu Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

Oleh:

NASDIWATY DAUD

NIM 097014015

PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PERSETUJUAN TESIS

Nama Mahasiswa : Nasdiwaty Daud No. Induk Mahasiswa : 097014015

Program Studi : Magister Farmasi

Judul Tesis : Aktivitas Antidiabetes Ekstrak Daun Ubi Jalar (Ipomoea batatas L) Pada Mencit Yang Diinduksi Streptozotocin

Tempat dan tanggal ujian Lisan Tesis : Medan, 25 April 2013

Menyetujui:

Komisi Pembimbing,

Ketua,

Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt. NIP 195103261978022001

Anggota,

Dr. M. Pandapotan Nasution, MPS., Apt. NIP 194908111976031001

Ketua Program Studi Dekan,

Prof. Dr. Karsono, Apt. Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195409091982011001 NIP 195311281983031002


(4)

PENGESAHAN TESIS

Nama Mahasiswa : Nasdiwaty Daud No. Induk Mahasiswa : 097014015

Program Studi : Magister Farmasi

Judul Tesis : Aktivitas Antidiabetes Ekstrak Daun Ubi Jalar (Ipomoea batatas L) Pada Mencit Yang Diinduksi Streptozotocin

Telah diuji dan dinyatakan LULUS di depan Tim Penguji Tesis pada hari Kamis tanggal dua puluh lima bulan April tahun dua ribu tiga belas

Mengesahkan:

Tim Penguji Tesis

Ketua Tim Penguji : Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt.

Anggota Tim Penguji : 1. Dr. M. Pandapotan Nasution, MPS., Apt.

2. Prof. Dr. Urip Harahap, Apt.

3. Prof. dr. Darwin Dalimunthe, Ph.D.


(5)

PERNYATAAN

TESIS

AKTIVITAS ANTI DIABETES EKSTRAK DAUN UBI JALAR (Ipomoea batatas L) PADA MENCIT YANG DIINDUKSI STREPTOZOTOCIN

Saya menyatakan bahwa tesis ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya

Medan, April 2013

Nasdiwaty Daud NIM 097014015


(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas rahmat karunia dan hidayah-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis dengan judul:

Aktivitas Antidiabetes Ekstrak Daun Ubi Jalar (Ipomoea batatas L) pada mencit yang diinduksi Streptozotocin”

Selama menyelesaikan penelitian dan tesis ini penulis banyak mendapat bantuan dan dorongan dari bernagai pihak, baik moril maupun materil. Untuk itu dalam kesempatan penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

. Tesis ini sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Salawat dan salam kepada Rasulullah SAW.

1.Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTMH&H., M.Sc., (CTM)., Sp.A(K)., atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan Program Magister.

2. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., yang telah menyediakan fasilitas dan kesempatan bagi penulis menjadi mahasiswa Program Studi Magister Farmasi Fakultas Farmasi. 2. Ketua Program Studi Magister Farmasi Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Karsono, Apt., yang telah memberikan dorongan dan semangat sehingga penulis dapat penulis dapat menyelelesaikan pendidikan Program Magister Farmasi.

3. Ibu Prof. Dr. Rosidah, M.Si, Apt., selaku Sekretaris Program Studi Magister Farmasi Fakultas Farmasi dan selaku Pembimbing I yang memberikan

dorongan dan semangat sehingga penulis terpacu untuk menyelesaikan pendidikan.

4. Bapak Dr. M. Pandapotan Nasution, MPS., Apt., selaku Pembimbing II yang telah membimbing, mengarahkan dan memberikan dorongan dengan sabar selama penelitian dan penyelesaian tesis ini.

5. Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt., sebagai Penguji yang telah banyak memberi saran dan bimbingan selama penulis menjalani penelitian dan


(7)

6. Bapak Prof. dr. Darwin Dalimunthe, Ph.D., sebagai Penguji.

7. Ibu Marianne S.Si., M.Si., Apt., Kepala laboratorium Farmakologi beserta staf. 8. Ayahanda tercinta Alm.,Daud, Ibunda tercinta Almh., Sainun, kedua mertua,

Ayahanda Apen dan Bunda Almh Djaumir ketiadaan mereka membuat suatu

dorongan dan dukungan yang luar biasa sehingga memacu penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

9. Suami tercinta Kolonel Ckm., Drs., Firdaus Apen, Apt., dan ananda tercinta Arif Nasfi, BIFB., yang tiada henti-hentinya memberi semangat dan inspirasi dengan penuh kesabaran dan ketulusan, doa dan pengorbanan demi keberhasilan penulis.

Serta buat semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah banyak membantu dalam penulisan ini kiranya Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda atas kebaikan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata semoga tulisan ini dapat menjadi sumbangan yang berarti bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang farmasi.

Medan, April 2013 Penulis


(8)

AKTIVITAS ANTI DIABETES EKSTRAK DAUN UBI JALAR (Ipomoea batatas L) PADA MENCIT YANG DIINDUKSI STREPTOZOTOCIN

ABSTRAK

Diabetes melitus (DM) disebabkan oleh kekurangan hormon insulin yang berfungsi memanfaatkan glukosa sebagai sumber energi dan sintesis lemak sehingga kekurangan hormon insulin dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa di dalam darah. Secara tradisional daun ubi jalar digunakan untuk obat kencing manis, penyakit kanker, antioksidan, hiperlipidemi dan juga sebagai obat demam berdarah.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji efek antidiabetes ekstrak n-heksana (ENH), ekstrak etilasetat (EEA) dan ekstrak etanol (EE) daun ubi jalar pada hewan percobaan mencit yang diinduksi Streptozotocin (STZ) dan untuk mengetahui ekstrak daun ubi jalar yang mempunyai aktivitas anti diabetes paling besar. Penelitian meliputi penyiapan bahan, pembuatan ekstrak, karakterisasi ekstrak, penapisan fitokimia, pengujian aktivitas antidiabetes ekstrak, pengukuran KGD mencit dan analisis data. Hewan percobaan (n=25) dibagi 5 grup: grup kontrol carboksimetilcelulosa (CMC) 0,5%, kontrol positif suspense metformin 65 mg/kg bb, tiga grup uji ENH, EEA, EE daun ubi jalar Uji aktivitas antidiabetes dimulai dengan tes toleransi gluksa untuk mengetahui ekstrak yang lebih berkhasiat. Ekstrak tersebut diuji aktivitas antidiabetes dengan menggunakan mencit yang diinduksi STZ dibagi tiga variasi dosis 100, 200, 300 mg/kg bb. Data dianalisis secara ANAVA dan beda rata-rata Duncan.

Hasil karakterisasi menunjukan ENH: kadar air 1,99%; abu total 1,26%; abu tidak larut asam 0,24%; sari larut etanol 36, 49%; sari larut air 2,05%. EAE: kadar air 7,98%; abu total 1,59%; abu tidak larut asam 0,43%; sari larut etanol 31,4%; sari larut air 4,43%; EE: kadar air 9,96%; abu total 1,44%; abu tidak larut asam 0,32%, sari larut etanol 11,2%; sari larut air 41,61%. Penapisan fitokimia menunjukkan adanya flavonoid, saponin, dan tannin pada EAE, EE daun ubi jalar. Penurunan KGD mencit pada uji pendahuluan sebagai berikut EEDUJ> EEADUJ>metformin>EnHDUJ. Pada hari ke-3 efek antidiabetes EAE 200 mg/kg bb, EE 300 mg/kg bb sama dengan metformin 65 mg/kg bb, EE 200 mg/kg bb sudah timbul efek. Pada hari ke-5 semua sudah menunjukkan efek kecuali CMC 0,5%. Pada hari ke-15 semua perlakuan EEDUJ (100, 200, 300) mg/kg bb, EEADUJ (100, 200, 300) mg/kg bb memberi efek. EEDUJ 300 mg/kg bb dan EEADUJ 100 mg/kg bb berbeda nyata berdasarkan uji beda rata-rata Duncan (α = 0,05).


(9)

ANTIDIABETIC ACTIVITY OF SWEET POTATO LEAF EXTRACT (Ipomoea batatas L) IN STREPTOZOTOCIN-INDUCED MICE

ABSTRACT

Diabetes mellitus (DM) is caused by the deficiency of insulin production that functions in the utilization of glucose as the source of energy and fat synthesis so that the lack of insulin hormone will increases the blood glucose level. Traditionally, sweet potato leaves have been used for the treatment of diabetes, cancer, as antioxidant, hyperlipidemic, by natives in different regions and also to cure dengue fever.

The objectives of this study were to analyze antidiabetic activity of n-hexane extract (NHE), ethylacetate extract (EAE), and ethanol extract (EE) of SPLs in streptozotocin-induced mice and to determine the extract of the highest activity. This study consisted of plant material procurement and extract preparation, phytochemical screening, mice blood glucose level examination, and data analysis. The experimental animals (n=25) were divided into 5 groups: control group treated with 0.5% carboxymethylcellulose (CMC) suspension, positive control group treated with metformin suspension with a dose of 65 mg/kg bw, three test groups NHE, EAE, and EE of SPLs. Analysis of their antidiabetic activity was started by measuring glucose tolerance to identify the extract of the highest activity at varied dosages ( 100, 200, and 300 mg/kg bw) of this extract was examined on the streptozotocin-induced mice. Anova and Duncan tests were performed to test the significance of of these extracts,

This study showed that NHE contained: water 1.99%; total ash 1.26%; acid-insoluble ash 0.24%; ethanol-soluble extract 36.49%; water-soluble extract 2.05%. Ethyl acetate extract contained: water 7.98%; total ash 1.59%; acid-insoluble ash 0.43%; ethanol-soluble extract 31.4%; water-soluble extract 4.43%. Ethanol extract contained: water 9.96%; total ash 1.44%; acid-insoluble ash 0.32%; ethanol-soluble extract 11.2%; water-soluble extract 41.61%. Phytochemical screening demonstrated the presence of flavonoid, saponin, and tannin in EAE and EE of SPLs. The antidiabetic activity of extracts in deacreasing order laters their activity was EE, EAE, metformin, and NHE. Three-day treatment with EAE 200 mg/kg bw and 300 mg/kg bw gave the same effect as that of 65 mg/kg bw metformin. At the fifth day of treatment, all extracts at dosages showed exerted antidiabetic effect, except 0.5% CMC. At the fifteenth day of treatment, all extracts at dosages of 100, 200, and 300 mg/kg bw exerted similar effects to those of metformin, except 0.5% CMC. Antidiabetict effect exerted by EE of SPLs 300 mg/kg bw was significantly different from that produced by EAE 100 mg/kg bw (Duncan test; α = 0.05).

effects.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Kerangka Pikir Penelitian ... 4

1.3 Perumusan Masalah ... 5

1.4 Hipotesis ... 6

1.5 Tujuan Penelitian ... 6

1.6 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Uraian Tumbuhan ... 7

2.1.1 Klasifikasi Tumbuhan ... 7

2.1.2 Nama Lain ... 7

2.1.3 Morfologi Tumbuhan ... 7


(11)

2.1.5 Khasiat dan Kegunaan Tumbuhan ... 8

2.2 Simplisia ... 9

2.3 Ekstrak ... 9

2.3.1 Ekstraksi ... 9

2.3.1.1 Cara dingin ... 10

2.3.1.2 Cara panas ... 11

2.4 Pengaturan Kadar Glukosa Dalam Darah ... 12

2.5 Diabetes Melitus ... 14

2.5.1 Klasifikasi Diabetes Melitus ... 14

2.5.2 Penyebab Diabetes Melitus ... 16

2.5.3 Diagnosis Diabetes Melitus ... 17

2.5.4 Pengobatan Diabetes Melitus ... 17

2.6 Penilaian Pengontrolan Glukosa ... 20

2.6.1 Metode Pengontrolan Glukosa ... 20

2.6.2 Kadar Glukosa ... 21

2.7 Streptozotocin ... 21

2.8 Metformin ... 23

BAB III METODE PENELITIAN ... 25

3.1 Metode Penelitian ... 25

3.2 Desain Penelitian ... 25

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian ... 25

3.4 Alat dan Bahan ... 25

3.4.1 Alat-alat yang Digunakan ... 25


(12)

3.5 Hewan Uji ... 26

3.6 Pembuatan Pereaksi ... 26

3.7 Sampel ... 27

3.7.1 Pengambilan Bahan ... 27

3.7.2 Identifikasi Tumbuhan ... 27

3.7.3 Pengolahan Bahan ... 27

3.7.4 Pembuatan Ekstrak Daun Ubi Jalar ... 27

3.7.4.1 Ekstrak n-Heksana ... 27

3.7.4.2 Ekstrak Etil Asetat ... 27

3.7.4.3 Ekstrak Etanol ... 28

3.8 Karakterisasi Ekstrak n-Heksan, Etil Asetat, dan Etanol Daun Ubi Jalar ... 29

3.8.1 Penetapan Kadar Air ... 29

3.8.2 Penetapan Kadar Abu Total ... 29

3.8.3 Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam ... 30

3.8.4 Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Air ... 30

3.8.5 Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Etanol ... 30

3.9 Penapisan Fitokimia Ekstrak Daun Ubi Jalar ... 31

3.9.1 Pemeriksaan Alkaloid ... 31

3.9.2 Pemeriksaan Flavonoid ... 31

3.9.3 Pemeriksaan Glikosida ... 32

3.9.4 Pemeriksaan Glikosida Antrakinon ... 33

3.9.5 Pemeriksaan Saponin ... 33

3.9.6 Pemeriksaan Tanin ... 33


(13)

3.10 Penyiapan Hewan Percobaan ... 34

3.11 Pembuatan Sediaan Uji ... 34

3.11.1 Sediaan Suspensi CMC 0,5 % ... 34

3.11.2 Pembuatan Larutan Pembanding Metformin ... 34

3.11.3 Pembuatan Larutan Streptozotocin (STZ) ... 35

3.11.4 Pembuatan Suspensi EnHDUJ, EEADUJ dan EEDUJ . 35

3.12 Pengujian Farmakologi ... 35

3.12.1 Pengukuran Kadar Glukosa Darah Normal Mencit ... 35

3.12.2 Uji pendahuluan ... 35

3.12.3 Penginduksian Diabetes Hewan Uji ... 36

3.12.4 Uji Aktivitas Antidiabetes EnHDUJ, EEADUJ dan EEDUJ ... 36

3.13 Metode Pengambilan Darah ... 37

3.14 Analisis Data ... 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

4.1 Hasil Identifikasi dan Hasil Ekstraksi ... 40

4.2 Hasil Uji Pendahuluan ... 41

4.3 Hasil Uji aktivitas anti diabetes SEEADUJ dan SEEDUJ .... 44

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 66

5.1 Kesimpulan ... 66

5.2 Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 68


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Diagnosis Diabetes Mellitus ... 17

Tabel 3.1 Rancangan Acak Lengkap ... 38 Tabel 3.2 Anava ... 39 Tabel 4.1 Karakterisasi Ekstrak ... 41 Tabel 4.2 Hasil Penapisan Fitokimia EnHDUJ, EEADUJ dan EEDUJ ... 41 Tabel 4.3 Hasil uji beda rata-rata Duncan terhadap KGD mencit pada

hari ke-1 ... 50

Tabel 4.4 Hasil uji beda rata-rata Duncan terhadap KGD mencit pada hari ke- 3 ... 52

Tabel 4.5 Hasil uji beda rata-rata Duncan terhadap KGD mencit pada hari ke-5 ... 54

Tabel 4.6 Hasil uji beda rata-rata Duncan terhada KGD mencit pada hari ke-7 ... 56

Tabel 4.7 Hasil uji beda rata-rata Duncan terhada KGD mencit pada hari ke-9 ... 58

Tabel 4.8 Hasil uji beda rata-rata Duncan terhada KGD mencit pada hari ke-11 ... 60

Tabel 4.9 Hasil uji beda rata-rata Duncan terhada KGD mencit pada hari ke-13 ... 61

Tabel 4.10 Hasil uji beda rata-rata Duncan terhada KGD mencit padahari ke-15 ... 63


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Skema kerangka pikir penelitian ... 5 Gambar 2.1 Rumus Bangun Metformin . ... 23 Gambar 4.1 Grafik pengukuran KGD setelah perlakuan TTGO ... 43 Gambar 4.2 Grafik pengukuran KGD mencit dengan Perlakuan

penginduksian STZ ... 48

Gambar 4.3 Grafik pengukuran KGD mencit dengan Perlakuan hari ke- 1 ... 49

Gambar 4.4 Grafik pengukuran KGD mencit dengan Perlakuan hari ke- 3 ... 51

Gambar 4.5 Grafik pengukuran KGD mencit dengan Perlakuan hari ke-5 ... 53

Gambar 4.6 Grafik pengukuran KGD mencit dengan Perlakuan pada hari ke-7 ... 55

Gambar 4.7 Grafik pengukuran KGD mencit dengan Perlakuan pada hari ke- 9 ... 57

Gambar 4.8 Grafik pengukuran KGD mencit dengan Perlakuan pada hari ke- 11 ... 59

Gambar 4.9 Grafik pengukuran KGD mencit dengan Perlakuan pada hari ke- 13 ... 61

Gambar 4.10 Grafik pengukuran KGD mencit dengan Perlakuan pada hari ke- 15 ... 62

Gambar 4.11 Grafik penurunan KGD mencit untuk setiap waktu setelah perlakuan ... 65


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Tabel konversi dosis hewan percobaan ... 72

Lampiran 2 Skema alur penelitian ... 73

Lampiran 3 rminasi tumbuhan ubi jalar . . . ………. 74

Lampiran 4 Tumbuhan ubi jalar (Ipomoea batatas L) ……….... 75

Lampiran 5 Daun ubi jalar ……… 75

Lampiran 6 Simplisia daun ubi jalar . . ……….. 76

Lampiran 7 Serbuk simplisia daun ubi jalar ……….... 76

Lampiran 8 Karakterisasi ekstrak daun ubi jalar ……….. 77

Lampiran 9 Surat keterangan stain mencit ………... 92

Lampiran 10 Surat komisi etik ………... 93

Lampiran 11 Mencit galur Swiss albino ………. 94

Lampiran 12 Cara menghitung dosis ………. 95

Lampiran 13 Mengukur KGD mencit ………. 96

Lampiran 14 Data KGD mencit pada TTGO ……… 97

Lampiran 15 Hasil rata-rata dan deviasi KGD mencit pada TTGO …… 99

Lampiran 16 Hasil ANAVA terhadap KGD mencit pada TTGO …….. 100

Lampiran 17 Hasil beda rata-rata Duncan pada TTGO ……… 101

Lampiran 18 Data KGD mencit pada uji aktivitas antidiabetes ………. 105

Lampiran 19 Hasil rata-rata dan standar deviasi KGD mencit pada uji aktivitas antidiabetes ………. 108

Lampiran 20 Hasil ANAVA KGD mencit pada uji aktivitas anti Diabetes ……….. 109


(17)

DAFTAR SINGKATAN

ADA = American Diabetes Association ANAVA = Analisis Variansi

CMC = Carboxyl Methyl Cellulose

DM = Diabetes Melitus

DMG = Diabetes Mellitus Gestasional DMTI = Diabetes Mellitus Tipe satu DMTII = Diabetes Mellitus Tipe dua DNA = Deoxyribonucleic Acid

EEADUJ = Ekstrak Etil Asetat Daun Ubi Jalar EEDUJ = Ekstrak Etanol Daun Ubi Jalar En-HDUJ = Ekstrak n-Heksan Daun Ubi Jalar GLUT2 = Glucose-trasporter 2

KGD = Kadar Glukosa Darah

MEDA = Medanense

NO = Nitric Oxide

SEEADUJ = Suspensi Ekstrak Etil Asetat Daun Ubi Jalar SEEDUJ = Suspensi Ekstrak Etanol Daun Ubi Jalar SEn-HDUJ = Suspensi Ekstrak n-Heksan Daun Ubi Jalar SMet = Suspensi Metformin

STZ = Steptozotocin


(18)

AKTIVITAS ANTI DIABETES EKSTRAK DAUN UBI JALAR (Ipomoea batatas L) PADA MENCIT YANG DIINDUKSI STREPTOZOTOCIN

ABSTRAK

Diabetes melitus (DM) disebabkan oleh kekurangan hormon insulin yang berfungsi memanfaatkan glukosa sebagai sumber energi dan sintesis lemak sehingga kekurangan hormon insulin dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa di dalam darah. Secara tradisional daun ubi jalar digunakan untuk obat kencing manis, penyakit kanker, antioksidan, hiperlipidemi dan juga sebagai obat demam berdarah.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji efek antidiabetes ekstrak n-heksana (ENH), ekstrak etilasetat (EEA) dan ekstrak etanol (EE) daun ubi jalar pada hewan percobaan mencit yang diinduksi Streptozotocin (STZ) dan untuk mengetahui ekstrak daun ubi jalar yang mempunyai aktivitas anti diabetes paling besar. Penelitian meliputi penyiapan bahan, pembuatan ekstrak, karakterisasi ekstrak, penapisan fitokimia, pengujian aktivitas antidiabetes ekstrak, pengukuran KGD mencit dan analisis data. Hewan percobaan (n=25) dibagi 5 grup: grup kontrol carboksimetilcelulosa (CMC) 0,5%, kontrol positif suspense metformin 65 mg/kg bb, tiga grup uji ENH, EEA, EE daun ubi jalar Uji aktivitas antidiabetes dimulai dengan tes toleransi gluksa untuk mengetahui ekstrak yang lebih berkhasiat. Ekstrak tersebut diuji aktivitas antidiabetes dengan menggunakan mencit yang diinduksi STZ dibagi tiga variasi dosis 100, 200, 300 mg/kg bb. Data dianalisis secara ANAVA dan beda rata-rata Duncan.

Hasil karakterisasi menunjukan ENH: kadar air 1,99%; abu total 1,26%; abu tidak larut asam 0,24%; sari larut etanol 36, 49%; sari larut air 2,05%. EAE: kadar air 7,98%; abu total 1,59%; abu tidak larut asam 0,43%; sari larut etanol 31,4%; sari larut air 4,43%; EE: kadar air 9,96%; abu total 1,44%; abu tidak larut asam 0,32%, sari larut etanol 11,2%; sari larut air 41,61%. Penapisan fitokimia menunjukkan adanya flavonoid, saponin, dan tannin pada EAE, EE daun ubi jalar. Penurunan KGD mencit pada uji pendahuluan sebagai berikut EEDUJ> EEADUJ>metformin>EnHDUJ. Pada hari ke-3 efek antidiabetes EAE 200 mg/kg bb, EE 300 mg/kg bb sama dengan metformin 65 mg/kg bb, EE 200 mg/kg bb sudah timbul efek. Pada hari ke-5 semua sudah menunjukkan efek kecuali CMC 0,5%. Pada hari ke-15 semua perlakuan EEDUJ (100, 200, 300) mg/kg bb, EEADUJ (100, 200, 300) mg/kg bb memberi efek. EEDUJ 300 mg/kg bb dan EEADUJ 100 mg/kg bb berbeda nyata berdasarkan uji beda rata-rata Duncan (α = 0,05).


(19)

ANTIDIABETIC ACTIVITY OF SWEET POTATO LEAF EXTRACT (Ipomoea batatas L) IN STREPTOZOTOCIN-INDUCED MICE

ABSTRACT

Diabetes mellitus (DM) is caused by the deficiency of insulin production that functions in the utilization of glucose as the source of energy and fat synthesis so that the lack of insulin hormone will increases the blood glucose level. Traditionally, sweet potato leaves have been used for the treatment of diabetes, cancer, as antioxidant, hyperlipidemic, by natives in different regions and also to cure dengue fever.

The objectives of this study were to analyze antidiabetic activity of n-hexane extract (NHE), ethylacetate extract (EAE), and ethanol extract (EE) of SPLs in streptozotocin-induced mice and to determine the extract of the highest activity. This study consisted of plant material procurement and extract preparation, phytochemical screening, mice blood glucose level examination, and data analysis. The experimental animals (n=25) were divided into 5 groups: control group treated with 0.5% carboxymethylcellulose (CMC) suspension, positive control group treated with metformin suspension with a dose of 65 mg/kg bw, three test groups NHE, EAE, and EE of SPLs. Analysis of their antidiabetic activity was started by measuring glucose tolerance to identify the extract of the highest activity at varied dosages ( 100, 200, and 300 mg/kg bw) of this extract was examined on the streptozotocin-induced mice. Anova and Duncan tests were performed to test the significance of of these extracts,

This study showed that NHE contained: water 1.99%; total ash 1.26%; acid-insoluble ash 0.24%; ethanol-soluble extract 36.49%; water-soluble extract 2.05%. Ethyl acetate extract contained: water 7.98%; total ash 1.59%; acid-insoluble ash 0.43%; ethanol-soluble extract 31.4%; water-soluble extract 4.43%. Ethanol extract contained: water 9.96%; total ash 1.44%; acid-insoluble ash 0.32%; ethanol-soluble extract 11.2%; water-soluble extract 41.61%. Phytochemical screening demonstrated the presence of flavonoid, saponin, and tannin in EAE and EE of SPLs. The antidiabetic activity of extracts in deacreasing order laters their activity was EE, EAE, metformin, and NHE. Three-day treatment with EAE 200 mg/kg bw and 300 mg/kg bw gave the same effect as that of 65 mg/kg bw metformin. At the fifth day of treatment, all extracts at dosages showed exerted antidiabetic effect, except 0.5% CMC. At the fifteenth day of treatment, all extracts at dosages of 100, 200, and 300 mg/kg bw exerted similar effects to those of metformin, except 0.5% CMC. Antidiabetict effect exerted by EE of SPLs 300 mg/kg bw was significantly different from that produced by EAE 100 mg/kg bw (Duncan test; α = 0.05).

effects.


(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh

ketidak mampuan tubuh untuk memproduksi hormon insulin atau karena

penggunaan yang tidak efektif dari insulin. Hal ini ditandai dengan tingginya

kadar glukosa dalam darah. Penyakit ini membutuhkan perhatian dan perawatan

medis dalam waktu lama baik untuk mencegah komplikasi maupun perawatan

sakit. DM ada yang merupakan penyakit genetik atau disebabkan keturunan

disebut DM tipe 1 dan yang disebabkan gaya hidup disebut DM tipe 2. Gaya

hidup yang tidak sehat menjadi pemicu utama meningkatnya prevalensi DM, jika

dicermati ternyata orang-orang yang gemuk mempunyai resiko terkena DM lebih

besar dari yang tidak gemuk (Tan dan Raharja, 2002).

Mulai dari anak-anak dan remaja, gaya hidup sehat dengan mengkonsumsi

banyak sayur dan buah, membiasakan olah raga dan tidak merokok merupakan

kebiasaan yang baik dalam pencegahan DM. Karena alasan diatas, maka perlu

dicari obat antidiabetes yang relatif murah dan terjangkau oleh masyarakat. Salah

satu alternatif adalah dengan melakukan penelitian terhadap obat tradisional yang

mempunyai efek hipoglikemi. Pada tahun 1980 WHO merekomendasikan agar

dilakukan penelitian terhadap tanaman yang memiliki efek menurunkan kadar

glukosa darah karena pemakaian obat sintetik kurang aman karena banyak efek

samping. Sebagaimana diketahui bahwa penyakit Diabetes melitus merupakan


(21)

kardiovaskuler, kegagalan ginjal kronis, kerusakan retina yang dapat

menyebabkan kebutaan, serta kerusakan saraf yang dapat menyebabkan impotensi

dan gangren dengan resiko amputasi sehingga penderita DM harus memakai obat

secara rutin dengan biaya mahal. Di samping itu, pemakaian obat terus menerus

dalam waktu cukup lama bahkan seumur hidup akan menimbulkan efek samping

yang membahayakan bahkan sampai menyebabkan kematian. Pemanfaatan

keaneka ragaman hayati sangat besar sekali dan terus berkembang sampai saat ini.

Menurut catatan WHO diperkirakan hampir 80% umat manusia, terutama di

negara-negara berkembang masih menggantungkan dirinya pada

tumbuh-tumbuhan (ekstrak dan bahan aktif biologi) sebagai bahan obat dan untuk menjaga

kesehatan. Harapan hidup yang lebih panjang pada saat prevalensi penyakit kronis

meningkat, adanya kegagalan penggunaan obat moderen untuk beberapa penyakit

tertentu, serta meluasnya akses informasi mengenai obat herbal diseluruh dunia

merupakan faktor pendorong penggunaan obat herbal di negara maju. WHO

merekomendasikan penggunaan obat tradisional termasuk obat herbal dalam

pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit,

terutama untuk penyakit kronis, degeneratif dan kanker. Hal ini menunjukkan

dukungan WHO untuk kembali ke alam (back to nature). Penyelidikan secara ekstensif terhadap tumbuhan berkasiat obat terus dilakukan guna penemuan obat

baru (Anonim, 2011). Beberapa tumbuhan obat dari alam Indonesia yang sudah

diteliti dan dapat digunakan secara efektif sebagai antidiabetes seperti, daun

salam, daun kembang sungsang, kulit buah jengkol, daun bungur, biji mahoni, dan

lain-lain. Obat yang berasal dari tumbuhan ini untuk pemakaian jangka waktu


(22)

dibandingkan obat sintetik, harga murah, mudah didapat dan untuk menunjang

program pemerintah dalam pengembangan obat tradisional Indonesia (Yuniarti,

2008).

Berdasarkan hal di atas maka peneliti ingin meneliti salah satu tanaman

yang biasa digunakan masyarakat terutama di pulau Jawa yaitu daun ubi jalar

(Ipomoea batatas L) dipercaya dapat menurunkan kadar glukosa darah yang tinggi. Secara tradisional daun ubi jalar digunakan untuk obat kencing manis,

penyakit kanker, antioksidan, hipolipidemia dan juga sebagai obat demam

berdarah. Lebih kurang 100 gram daun ubi jalar direbus dengan 1 liter air sampai

tinggal 500 ml, kemudian air rebusan diminum. Daun ubi jalar mengandung

senyawa protein, karbohidrat, karoten, serat, flavonoid, vitamin B1, B2, B6 ,C,

kalsium, fosfor, zat besi. Secara empiris di daerah Bukittinggi Sumatera Barat

daun ubi jalar biasa digunakan untuk obat kencing manis dengan cara daun muda

(pucuk) direbus kemudian dimakan dan airnya diminum atau bisa dimakan

sebagai sayuran. Ekstrak umbi ubi jalar kulit putih dosis 4 g/hari berkasiat

menurunkan glukosa darah dan kolesterol dan berdasarkan penelitian ini ekstrak

umbi ubi jalar kulit putih efektif untuk DM tipe 2 yaitu untuk meningkatkan

sensitifitas insulin dan untuk menurunkan kolesterol. Penelitian ini sudah sampai

pada tingkat uji klinis, (Ludvik, 2002; Kusano, 2000). Di Filipina daun ubi jalar

(Camote) sudah sejak lama digunakan sebagai obat kanker, antidiabetes, anti mutagenik dan anti bakteri.

Berdasarkan dari hal-hal tersebut di atas maka peneliti tertarik untuk menguji

pengaruh ekstrak daun ubi jalar terhadap penurunan kadar glukosa darah pada


(23)

secara ilmiah sementara umbinya sudah dilakukan penelitian sampai tingkat uji

klinis. Sebagai bahan penginduksi digunakan senyawa Streptozotocin.

Pengukuran kadar glukosa darah menggunakan alat glukometer, darah diambil

dari ujung ekor mencit yang sudah dibersihkan dengan alkohol kemudian disayat

dengan silet darah yang keluar diukur dan dicatat.

1.2 Kerangka pikir

Penelitian dilakukan terhadap mencit galur Swiss albino dengan dua

metode yaitu metode tes toleransi glukosa oral (TTGO) dan induksi

Streptozotocin. Terdapat tiga variabel yaitu suspensi CMC 0,5%, variasi dosis

ekstrak daun ubi jalar dan obat pembanding Metformin sebagai variabel bebas dan

kadar glukosa darah (KGD) mencit sebagai variabel terikat seperti yang


(24)

Variabel bebas Variabel Terikat Parameter

Gambar 1.1 Skema kerangka pikir penelitian 1.3Perumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang maka rumusan permasalahan

penelitian adalah sebagai berikut:

a. Apakah En-HDUJ, EEADUJ dan EEDUJ mempunyai aktivitas antidiabetes

pada mencit yang diinduksi dengan STZ. Mencit Normal SEEADUJ 100 mg/kg bb SEEADUJ 200 mg/kg bb SEEADUJ 300 mg/kg bb SEEDUJ 100 mg/kg

bb

SEEDUJ 200 mg/kg bb

SEEDUJ 300 mg/kg SEn-HDUJ 200 mg/kg bb

SEEADUJ 200 mg/kg bb

SEEADUJ 200 mg/kg bb

Metformin 65 mg/kg bb

CMC 0,5 %

M

enc

it

DM

KGD Mencit mg/dl TTG INDUKSI STZ

KGD

M

enc

it

m

g/

dl


(25)

b. Pada ekstrak daun ubi jalar mana yang mempunyai aktivitas antidiabetes paling

besar.

1.4Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka hipotesis penelitian ini

adalah:

a. En-HDUJ, EEADUJ dan EEDUJ mempunyai efek antidiabetes pada mencit

yang diinduksi dengan STZ.

b. Aktivitas antidiabetes paling besar diduga terdapat pada ekstrak etil asetat.

1.5Tujuan Penelitian

Berdasarkan hipotesis penelitian diatas tujuan penelitian sebagai berikut

a. Mengetahui efek antidiabetes En-HDUJ, EEADUJ dan EEDUJ pada hewan

percobaan mencit yang diinduksi dengan STZ.

b. Mengetahui aktivitas antidiabêtes paling besar dari En-HDUJ, EEADUJdan

EEDUJ.

1.6 Manfaat

Penelitian

Hasik penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan

pemahaman.yaitu:

a. Memberikan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat tentang

penggunaan Daun ubi jalar terhadap pengobatan diabetes.

b. Menunjang program pemerintah dalam pengembangan obat tradisional dan


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian tumbuhan

Uraian tumbuhan meliputi klasifikasi tumbuhanan, nama lain, morfologi

tumbuhan, kandungan kimia, kasiat dan kegunaan.

2.1.1 Klasifikasi tumbuhan

Tumbuhan ubi jalar dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Rukmana,

1997):

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Solanales

Famili : Convolvulaceae

Genus : Ipomoea

Spesies : Ipomoea batatas L.

2.1.2 Nama lain:

Indonesia : Ubi jalar (nama umum), ketela, ketela rambat, telo rambat (Jawa), patatas (Papua), mantang (Sunda).

Inggris : Sweet potato. Melayu : Ubi keledek. Thailand : Phak man thet. Pilipina : Kamote.

Jepang : Satsumaimo, Caiapo.


(27)

Secara morfologi tumbuhan ubi jalar adalah tumbuhan merambat yang

bercabang, batang gundul atau berambut, kadang-kadang membelit dan bergetah.

Panjang batang sampai lima meter, tangkai daun 4-20 cm, helai daun lebar, mulai

bentuk telur sampai membulat dengan pangkal yang berbentuk jantung atau

terpancung rata, bersudut sampai berlekuk. Karangan bunga diketiak daun, bentuk

payung. Daun pelindung kecil dan rontok. Daun kelopak memanjang bulat telur

dan runcing. Mahkota terluar paling kecil berbentuk lonjong sampai bentuk

terompet. Warna bunga ungu muda, panjang 3-4 cm. Benang sari tertanam tidak

sama panjangnya. Tangkai putik bentuk benang, kepala putik bentuk bola

rangkap. Buah kotak bentuk telur. Ditanam pada ketinggian 2-2.000 m di atas

permukaan laut. Kadang-kadang menjadi liar. Pada tumbuhan ubi jalar (Ipomoea batatas L) cadangan makanan disimpan terutama didalam umbi.

2.1.4 Kandungan kimia tumbuhan

Daun ubi jalar biasa digunakan sebagai sayuran. Tumbuhan ubi jalar juga

merupakan sumber vitamin dan mineral, vitamin yang terkandung dalam

tumbuhan ubi jalar antara lain vitamin A, vitamin C, thiamin (vitamin B1), dan

riboflavin. Sedangkan mineral diantaranya adalah zat besi (Fe), fosfor (P), dan

kalsium (Ca). Kandungan lainnya adalah protein, lemak, serat kasar dan abu

(Kumalaningsih, 2006).

2.1.5 Khasiat dan kegunaan tumbuhan

Daun ubi jalar digunakan sebagai obat diabetes melitus, obat luka akibat

terluka benda tajam, untuk obat rambut rontok dan kebotakan, obat kanker,

antioksidan dan sebagai obat mata (Islam.I). Daun ubi jalar digunakan sebagai


(28)

airnya tinggal 500 ml, kemudian air rebusan diminum . Selain dari itu daun ubi

jalar bisa digunakan untuk sayur sedangkan umbinya bisa digunakan untuk

berbagai macam makanan (Setiawan, 2009).

2.2 Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang

belum mengalami pengolahan apapun juga kecuali dinyatakan lain berupa bahan

yang telah dikeringkan. Simplisia dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu

simplisia nabati, hewani, dan mineral. Simplisia nabati adalah simplisia yang

berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Simplisia hewani

berupa zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat-zat

kimia murni. Simplisia mineral merupakan simplisia yang berasal dari bumi, baik

telah diolah atau belum, tidak berupa zat kimia murni.

2.3 Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair yang diperoleh dengan

mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani

menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut

diuapkan dan masa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga

memenuhi baku yang telah ditetapkan (Ditjen POM, 1995).

2.3.1 Ekstraksi

Ekstraksi adalah proses penarikan komponen atau zat aktif suatu simplisia

dengan menggunakan pelarut tertentu. Pemilihan metode ekstraksi dipengaruhi

oleh beberapa faktor, yaitu sifat jaringan tumbuhan, sifat kandungan zat aktif serta

kelarutan dalam pelarut yang digunakan. Prinsip ekstraksi adalah melarutkan


(29)

polar. Ekstraksi bertingkat secara umum dilakukan secara berturut-turut mulai

dengan pelarut non polar (n-heksana), lalu pelarut kepolarannya menengah (diklor metan atau etilasetat) kemudian pelarut bersifat polar (metanol atau etanol)

(Harborne, 1987). Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dibagi menjadi

2 yaitu cara dingin dan cara panas.

2.3.1.1 Cara Dingin a. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan cara perendaman

menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada

temperatur ruangan. Maserasi sering digunakan dalam penelitian karena cara ini

tidak merusak zat kandungan simplisia. Proses ini sangat menguntungkan karena

dengan perendaman sampel tanaman akan mengakibatkan pemecahan dinding sel

dan membran sel akibat perbedaaan tekanan antara di dalam sel dan di luar sel

sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam

pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena dapat diatur lama

perendaman yang dilakukan. Pemilihan pelarut dalam proses maserasi akan

memberikan efektifitas yang tinggi dalam memperhatikan kelarutan senyawa

bahan alam dalam pelarut tersebut. Secara umum, pelarut etanol merupakan

pelarut yang paling banyak digunakan dalam proses isolasi senyawa organik

bahan alam karena dapat melarutkan golongan metabolit sekunder seperti

alkaloid, tanin, flavonoid (Anonim, 1993). Lebih lanjut, untuk bahan serbuk dari

tumbuhan dapat juga diekstraksi dengan n-Heksana untuk memecahkan kandungan lemaknya dan dengan pelarut etil asetat atau etanol untuk kandungan


(30)

phenolnya. Namun pendekatan ini tidak cocok dengan senyawa-senyawa yang

sensitif terhadap panas.

b. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai

sempurna yang umunya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari

tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya

(penetesan atau penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak

(perkolat).

2.3.1.2 Cara Panas a. Infundasi

Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air

(bejana infus diatas penangas air mendidih, temperatur terukur 90o

a. Dekoktasi

C) selama 15

menit. Cara ini biasa digunakan untuk zat yang akan diekstraksi tahan pemanasan.

Jika tidak ada ketentuan lain infus biasanya disaring panas.

Dekoktasi adalah sama dengan infundasi pada waktu yang lebih lama (≥ 30 menit).

b. Soxhletasi

Soxhletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru

dilakukan dengan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi berkelanjutan dengan

jumlah pelarut konstan dengan adanya pendingin balik. Keuntungan cara ini

adalah pelarut yang digunakan lebih sedikit dan pelarut murni sehingga dapat


(31)

dibanding dengan maserasi atau perkolasi. Kerugian cara ini adalah tidak dapat

digunakan untuk senyawa-senyawa termo labil (Harborne, 1987).

c. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,

selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan

adanya pendingin balik. Umunya dilakukan pengulangan proses pada residu

pertama sampai 3-5 kali.

d. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukkan kontinyu) pada

temperatur ruangan (kamar).

2.4 Pengaturan Kadar Glukosa Dalam Darah

Pengaturan kadar glukosa dalam darah dipengaruhi oleh organ-organ

tertentu yang paling penting adalah pankreas dan hati.

a. Pankreas

Pankreas adalah suatu organ lonjong kira-kira 15 cm, yang terletak

dibelakang lambung dan sebagian di belakang hati. Organ ini terdiri dari jaringan

eksokrin dan endokrin. Sel endokrin mensekresikan beberapa jenis hormon. Jenis

hormon yang paling banyak dijumpai adalah sel-α (mensekresikan hormon glukagon), sel-ß (mensekresikkan hormon insulin), sel-D (memproduksi

somatostatin), dan sel yang bekerja memproduksi pankreas polipeptida (Tan dan

Raharja, 2002). Hormon yang berperan paling penting dalam pengaturan glukosa


(32)

kadar glukosa darah, sedangkan glukagon bekerja meningkatkan glukosa darah

dengan cara mengubah glikogen menjadi glukosa (Faigin, 2001).

b. Hati

Hati merupakan organ utama yang menstabilkan keseimbangan glukosa

antara absorbsi dan penimbunannya sebagai glikogen (Tan dan Raharja, 2002).

Pada keadaan setelah makan, sebanyak dua pertiga glukosa yang diabsorbsi dari

usus segera disimpan di hati dalam bentuk glikogen. Jika glukosa tidak memasuki

tubuh selama beberapa jam, glikogen hati diubah atas perintah glukagon (yang

mengaktifkan enzim pengubah glikogen, phosporilase). Degradasi glikogen menghasilkan glukosa, yang kemudian dilepaskan kedalam aliran darah sehingga

konsentrasi dalam darah meningkat. Sebagai reaksi dari kegiatan glukagon yang

menaikkan glukosa darah, insulin diproduksi untuk membawa glukosa yang baru

saja dilepaskan kedalam aliran darah menuju sel-sel tubuh. Hal ini mempercepat

turunnya glukosa darah, jika masukan karbohidrat ditiadakan, aksi

hormon-hormon ini secara perlahan menghilang karena glikogen hati habis (Faigin, 2001).

c. Insulin.

Insulin merupakan protein kecil yang mengandung dua rantai

polipeptida yang dihubungkan oleh ikatan disulfida. Disintesis sebagai protein

perkusor yang mengalami pemisahan proteolik untuk membentuk insulin dan

peptida C keduanya disekresi oleh sel β-pankreas. Sekresi insulin diatur tidak hanya oleh kadar glukosa darah tetapi juga oleh hormon lain dan mediator


(33)

autonomik sekresi insulin dipacu karena kadar glukosa dalam darah meningkat

dan di fosfolirasi dalam sel β-pankreas.

Gejala hipoglikemia merupakan reaksi samping yang paling serius dan

umum dari kelebihan dosis insulin. Diabetes jangka lama sering tidak

memproduksi sejumlah hormon yang menghalangi pengaturan insulin (glukagon,

epineprin, kortisol dan hormon pertumbuhan) yang secara normal memberikan

pertahanan efektif terhadap hipoglikemia reaksi samping lainnya berupa

klipoodistrofi dan reaksi alergi (Price dan Wilson, 2006).

2.5 Diabetes melitus

Diabetes melitus adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya

hiperglikemia kronik dan gangguan metabolisme khususnya karbohidrat di dalam

tubuh karena defisiensi insulin relatif maupun absolut. Kekurangan insulin relatif

terjadi jika produksi insulin tidak sesuai dengan kebutuhannya, kerja insulin pada

sel yang dituju diperlemah oleh antibodi insulin, jumlah reseptor insulin pada

organ yang dituju berkurang atau ada cacat reseptor insulin sedangkan

kekurangan insulin absolut terjadi jika pankreas tidak mampu untuk

mensekresikan insulin. Gejala diabetes melitus berupa poliuria (sering buang air

kecil), polidipsia (banyak minum), berat badan menurun walaupun polifagia

(banyak makan) dan rasa lemas (Mutschler, 1999).

2.5.1 Klasifikasi DM

Klasifikasi diabetes melitus dan kategori lain intoleransi glukosa

berdasarkan National Diabetes Data Group of the National Institutes of Health

adalah:


(34)

i. Diabetes melitus tipe I tergantung insulin (DMTI)

Penderita tipe ini umumnya timbul pada masa kanak-kanak. Pada diabetes

melitus tipe I terdapat destruksi dari sel-sel-ß pankreas, sehingga tidak

memproduksi insulin lagi dengan akibat sel-sel tidak bisa menyerap glukosa

dan glukosa akan tetap berada di dalam pembuluh darah yang artinya kadar

glukosa darah akan meningkat.

ii. Diabetes melitus tipe II tidak tergantung insulin (DMTII)

Diabetes tipe II lebih sering dijumpai dibandingkan dengan diabetes melitus

tipe I dan biasanya penderita berusia di atas 40 tahun dan disertai kegemukan.

Pada diabetes melitus tipe II jumlah insulin yang diproduksi normal tetapi

jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel sedikit sehingga sel

akan kekurangan glukosa dan glukosa di dalam pembuluh darah meningkat

menyebabkan terjadinya hiperglikemia.

iii. Diabetes melitus tipe lain yang berkaitan dengan sindroma tertentu seperti

penyakit pankreas, penyakit hormonal, obat/bahan kimia dan kelainan

reseptor.

b. Gangguan toleransi glukosa

i. Gangguan toleransi glukosa pada orang yang tidak gemuk

ii. Gangguan toleransi glukosa pada orang yang gemuk

iii. Gangguan toleransi glukosa yang berkaitan dengan sindroma tertentu.

c. Diabetes Melitus pada kehamilan

Diabetes Melitus Gestasional (DMG) adalah keadaan diabetes atau

intoleransi glukosa yang timbul selama masa kehamilan dan biasanya berlangsung


(35)

DMG dan umumnya terdeteksi pada atau setelah trisemester kedua. Kebanyakan

kembali normal setelah melahirkan, tetapi 30% - 50% berkembang menjadi DM

type 2 atau intoleransi glukosa. Kontrol metabolisme yang ketat dapat mengurangi

resiko tersebut.

2.5.2 Penyebab diabetes

Diabetes melitus dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut

(Soegondo, 2002):

a. Kelainan fungsi sel-sel ß pankreas yang bersifat genetik (menurun)

Faktor genetik/keturunan biasanya memegang peranan penting pada

mayoritas penderita diabetes melitus.

b. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan dapat mengubah integritas dan fungsi sel ß-pankreas

pada individu yang rentan. Faktor-faktor tersebut antara lain:

i. Agen yang dapat menimbulkan infeksi virus seperti virus penyebab

penyakit gondongan dan coxackievirus B4

ii. Obesitas

. Virus ini kemungkinan

berperan sebagai pemicu terhadap destruksi pulau Langerhans

secara langsung atau secara autoimun.

Obesitas berkaitan dengan resistensi insulin menyebabkan

kemungkina besar gangguan toleransi glukosa dan diabetes melitus tipe II.

c.Faktor demografi

Faktor demografi yaitu jumlah penduduk meningkat, penduduk berumur di

atas 40 tahun meningkat dan adanya urbanisasi merupakan penyebab


(36)

d. Gangguan sistem imunitas

Gangguan sistem imun mungkin merupakan dasar timbulnya diabetes pada

orang-orang tertentu. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas disertai

pembentukan sel-sel antibodi terhadap sel-sel ß pankreas dan akhirnya

akan menyebabkan kerusakan sel-sel pensekresi insulin.

2.5.3 Diagnosis diabetes

Kriteria yang biasa digunakan untuk menegakkan diagnosis diabetes

mellitus adalah dari gejala yang timbul dan glukosa plasma. Adapun gejala

diabetes ditandai dengan poliuria, polidipsia serta penurunan berat badan

walaupun terjadi polifagia (peningkatan nafsu makan). Gejala lainnya adalah

glikosuria, ketosis, asidosis dan koma. Untuk parameter glukosa plasma,

American Diabetes Association (ADA) merekomendasikan parameter glukosa puasa sebagai acuan utama untuk mendiagnosis diabetes melitus pada orang

dewasa. Namun selain itu bisa juga ditetapkan dari glukosa plasma sewaktu

maupan 2 jam setelah mengkonsumsi glukosa. Jika nilai glukosa plasma masih

belum dapat ditentukan dengan tegas, maka pengujian dapat diulangi pada hari

yang berbeda (Triplitt, dkk., 2005).

Tabel 2.1 Diagnosis diabetes melitus

Parameter Normal

(mg/dl)

Gangguan (mg/dl)

Diabetes Melitus (mg/dl) Glukosa plasma

puasa < 100 100-125 ≥ 126

Glukosa plasma 2 jam setelah uji tolerensi glikosa

< 140 140-199 ≥ 200


(37)

Pengobatan diabetes melitus pada dasarnya ada 3 hal yaitu diet, olah raga

dan obat-obatan. Dalam penanggulangan diabetes melitus, obat hanya merupakan

pelengkap dari diet. Obat hanya perlu diberikan bila pengaturan diet secara

maksimal tidak berhasil mengendalikan kadar glukosa darah. Peranan diet dalam

pengobatan diabetes sangat besar, oleh karena itu bila dengan diet saja tidak

berhasil boleh diberikan insulin, sedang antidiabetik oral hanya diberikan pada

penderita bila benar-benar dibutuhkan (Ganiswara, 1995). Obat yang sering

digunakan dalam mengatasi penyakit diabetes melitus adalah insulin dan non

insulin.

a. Insulin (parentral)

Pemberian insulin dilakukan apabila pankreas dari pasien tidak dapat bekerja

memproduksi insulin secara maksimal. Insulin tidak dapat digunakan secara oral

karena dirusak oleh enzim-enzim protease di lambung, maka selalu diberikan

secara parentral.

Insulin parentral ada 4 tipe:

i. Rapid acting (reaksi cepat), contoh Aspart, onset 15-30 menit, puncak 1-2 jam, durasi 3-5 jam, durasi maksimum 5-6 jam. Lispro, onset 15-30 menit,

puncak1-2 jam, durasi 3-4 jam, durasi maksimum 4-6 jam.

ii. Short–acting (kerja singkat) contoh,Reguler, onset 0,5-1,0 jam, puncak 2-3 jam, durasi 3-6 jam, durasi maksimum 6-8 jam.

iii. Intermediate–acting (kerja sedang) contoh, Lente, onset 3-4 jam, puncak 6-12 jam, durasi 6-12-18 jam, maksimum20 jam.6-10 jam, puncak 10-16

iv.Long-acting (kerja panjang) contoh, Ultralente, onset 6-10 jam, puncak 10-16 jam, durasi 18-20 jam, durasi maksimum 24 jam (DiPiro, 2006).


(38)

b. Obat antidiabetik oral

Obat antidiabetik oral digolongkan menjadi beberapa golongan, yaitu

i. Golongan sulfonilurea

Golongan ini bekerja dengan merangsang produksi insulin pada sel ß

pankreas untuk mempertinggi sekresi insulinnya. Oleh karena itu, obat

golongan sulfonilurea ini hanya efektif pada penderita diabetes melitus tipe II

yang sel-sel-ß pulau Langerhansnya masih dapat berfungsi karena merangsang

sekresi insulin di pankreas. Obat-obat yang termasuk golongan sulfonylurea

seperti klorpropamida, tolbutamid, glibenklamid, asetoheksamida dan lain-lain

(Katzung, 1998).

ii. Golongan biguanida

Golongan biguanida berbeda dengan sulfonilurea karena tidak

merangsang sekresi insulin. Golongan biguanida bagi penderita obesitas

refrakter dimana hiperglikemianya disebabkan karena kerja insulin yang tidak

efektif, sebagai terapi kombinasi dengan golongan sulfonilurea bila dengan

sulfonilurea gagal diobati dan sebagai terapi kombinasi dengan insulin

(Katzung, 1998). Golongan biguanida mempunyai mekanisme kerja sebagai

berikut : mengurangi glukoneogenesis di hati, memperlambat absorbsi glukosa

dari saluran pencernaan dan peningkatan penyerapan glukosa di jaringan

perifer.

iii. Penghambat α-glukosidase

Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim α -glukosidase di dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan


(39)

glukosa dan menurunkan hiperglikemia. Obat ini tidak menyebabkan

hipoglikemia. Absorbsinya sangat sedikit dan efek samping utama adalah

perut kembung, diare dan kram abdominal. Contoh obat yang termasuk dalam

golongan ini adalah akarbose, pemakaiannya per oral sebagai obat aktif pada

pengobatan penderita DMTI dan sebagai tambahan memungkinkan dengan

insulin pada DMTI. Akarbose menghambat a glukosidase pada vili- vili usus

sehingga menurunkan absorbsi glukosa. Tidak seperti obat oral hipoglikemik

lainnya, akarbosa tidak merangsang pelepasan insulin dari pankreas (Mycek,

2001).

iv. Golongan thiazolidinediones

Thiazolidinediones adalah golongan obat baru yang mempunyai efek

farmakologis meningkatkan sensitivitas insulin. Dapat diberikan secara oral.

Obat ini bekerja dengan jalan mengurangi produksi glukosa di hati. Golongan

obat ini baru mulai dicoba dan belum beredar di pasaran. Obat yang termasuk

ke dalam golongan ini adalah pioglitazone dan rosiglitazone.

v. Golongan miglitinida

Kelompok obat terbaru ini bekerja menurut suatu mekanisme khusus

yaitu mencetuskan pelepasan insulin dari pankreas segera sesudah makan.

Miglitinida harus diminum sebelum makan dan karena resorpsinya cepat,

maka mencapai kadar darah puncak dalam 1 jam. Insulin yang dilepaskan

menurunkan glukosa darah secukupnya. Obat yang termasuk golongan

miglitinida adalah repaglinida (Tan dan Raharja, 2002).

2.6 Penilaian Pengontrolan Glukosa 2.6.1 Metode Pengontrolan Glokusa


(40)

Metoda yang digunakan untuk pengontrolan glukosa pada semua tipe

diabetes adalah pengukuran glikat hemoglobin. Hemoglobin pada keadaan normal

tidak mengandung glukosa ketika pertama kali keluar dari sumsum tulang. Selama

120 hari masa hidup hemoglobin didalam eritrosit normalnya hemoglobin sudah

mengandung glukosa. Bila kadar glukosa meningkat di atas normal, maka jumlah

glikat hemoglobin juga akan meningkat karena pergantian hemoglobin yang

lambat, nilai hemoglobin yang tinggi menunjukkan bahwa kadar glukosa darah

tinggi selama 4 hari hingga 8 minggu.

2.6.2 Kadar glukosa

Kadar glukosa serum puasa normal adalah 70 sampai 110 mg/dl.

Hiperglikemi didefenisikan sebagai kadar glukosa puasa yang lebih tinggi dari

110 mg/dl, sedangkan hipoglikemi bila kadarnya lebih rendah dari 70 mg/dl.

Glukosa difiltrasi oleh glomerulus ginjal dan hampir semuanya diabsorbsi oleh

tubulus ginjal selama kadar glukosa dalam plasma tidak melebihi kadar ini. Jika

glukosa keluar bersama urin, maka keluarnya glukosa dalam urin merupakan

pertanda DM (Price dan Wilson, 2006).

2.7Streptozotocin

Streptozotocin dengan nama IUPAC

2-deoxy-2[(methylnitrosoamino)-carbony-L-amino)-D-glukopyranose] Memiliki rumus molekul C8H15N3O7

Streptozotocin adalah senyawa yang dihasilkan dari Streptomyces acromogenes yang merupakan suatu senyawa nitroso urea analog glukosa. Streptozotocin mudah larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol dan keton.

Dalam penelitian digunakan sebagai penginduksi diabetes pada hewan coba. Obat dengan berat molekul 265,22.


(41)

ini mempunyai spesifitas yang tinggi terhadap sel-β. Penyuntikan secara intraperitonial dosis 55 mg/kg bb, dosis tunggal akan menyebabkan hiperglikemia

secara cepat (Mc Neill, 1999). Streptozotocin mempunyai aktivitas

anti-neoplasma dan antibiotik spektrum luas. Streptozotosin dapat secara langsung

merusak masa kritis sel-β-Langerhans atau menimbulkan proses autoimun terhadap sel-β. Streptozotocin menginduksi diabetes pada berbagai spesies hewan sehingga menyerupai adanya hiperglikemik pada manusia. Efek ini secara

ekstensif sudah kelihatan dengan adanya penurunan sel beta nicotinamide adenine

dinucleotide (NAD+) dan menghasilkan perubahan histopatologi sel beta

pankreas. Streptozotocin secara efektif dapat menginduksi diabetes pada kelinci yang ditandai dengan polidipsia, poliuria, polipagia dan hiperglikemia

STZ menembus sel-β-Langerhans melalui tansporter glukosa GLUT 2. Aksi STZ intraseluler menghasilkan perubahan DNA sel-β pankreas. Alkilasi DNA oleh STZ melalui gugus nitrosourea mengakibatkan kerusakan pada sel-β pankreas. STZ merupakan donor NO (nitric oxide) yang mempunyai kontribusi

terhadap kerusakan sel tersebut melalui peningkatan aktivitas guanil siklase dan

pembentukan cGMP. NO dihasilkan sewaktu STZ mengalami metabolisme dalam

sel. Selain itu, STZ juga mampu membangkitkan oksigen reaktif yang mempunyai

peran tinggi dalam kerusakan sel-β-pankreas. Pembentukan anion superoksida karena aksi STZ dalam mitokondria dan peningkatan aktivitas xantin oksidase.

Dalam hal ini, STZ menghambat siklus Krebs dan menurunkan konsumsi oksigen

mitokondria. Produksi ATP mitokondria yang terbatas selanjutnya mengakibatkan

pengurangan secara drastis nukleotida sel-β pancreas. Streptozocin adalah senyawa penghasil radikal Nitric Oxide dan radikal Hydroxil dalam jumlah besar.


(42)

Streptozotocin menghasilkan efek sitotoksiknya melalui pemutusan

spontan menjadi gugus pengalkilasi dan pengkarbonilasi. Obat ini khususnya

bermanfaat pada pengobatan tumor sel beta pankreas fungsional yang ganas. Obat

ini mempengaruhi sel-sel pada semua tahap dalam siklus sel mamalia. Absorpsi

dan sekresi streptozotocin diberikan secara parenteral setelah pemberian infus

intravena 200-1600 mg/m2, konsentrasi puncak dalam plasma adalah 30-40 μg/ml. waktu paruh obat tersebut mendekati 15 menit. Hanya 10-20% dosis yang ditemukan kembali dalam urin (Goodman dan Gilman, 1998).

2.8 Metformin

Rumus Metformin Hidroklorida (C4H11N5

Mudah larut dalam air, praktis tidak larut dalam eter dan dalam

kloroforom, sukar larut dalam etanol.

.HCl) dengan BM 165,6

(Gambar 2.1). Pemerian Serbuk hablur putih, tidak berbau atau hampir tidak

berbau, higroskopik.

Gambar 2.1 Rumus bangun Metformin.

Metformin adalah obat hipoglikemik oral yang termasuk kedalam

golongan biguanida. Penggunaan utama metformin untuk pengobatan pada DM

tipe 2, terutama pada orang yang mengalami obesitas (Katzung, 2007).

Kerjanya dalam menurunkan glukosa darah tidak menyebabkan ransangan


(43)

langsung pada jaringan perifer dengan peningkatan pengeluaran glukosa dari

darah, mengurangi glukoneogenesis hati, memperlambat absorbsi glukosa dari

saluran pencernaan, pengurangan kadar glukagon plasma dan meningkatkan

pengikatan insulin pada reseptor insulin (Katzung, 2007).

Metformin mempunyai waktu paruh 1,5–3 jam, tak terikat protein plasma,

tidak dimetabolisme dan diekskresi oleh ginjal sebagai senyawa aktif. Kerjanya

pada glukoneogenesis di hati dan diduga mengganggu ambilan asam laktat oleh

hati (Ediningsih, 2006).

Metformin diabsorbsi dengan lambat dan tidak mengalami metabolisme

dan dibersihkan dari tubuh dengan sekresi tubular dan diekskresikan lewat urin

dalam bentuk yang tidak berubah. Metformin dikontra indikasikan untuk orang-

orang dengan kondisi yang dapat meningkatkan resiko asidosis laktat (metabolik),

termasuk kelainan ginjal (kadar kreatinin lebih dari 150 µmol/l), kelainan

paru-paru dan hepar. Kegagalan jantung kongestif juga meningkatkan resiko asidosis

laktat dengan metformin.

Efek samping yang paling sering pada metformin yaitu kelainan pada

gastrointestinal, termasuk diare, mual, muntah dan peningkatan flatus. Pontensial

yang paling serius dari efek samping penggunaan metformin adalah asidosis

laktat, meskipun begitu ini sangat jarang dan kebanyakan kasus berkaitan dengan


(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental

dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh atau hubungan antara variabel bebas

yang disebut faktor perlakuan dengan variable terikat yang disebut faktor

pengamatan (Hanafiah, 2005).

3.2 Desain penelitian

Penelitian yang dilakukan meliputi pengumpulan dan pengolahan sampel,

identifikasi tumbuhan, pembuatan ekstrak, karakterisasi ekstrak, persiapan hewan

uji, penginduksian hewan uji dengan streptozotocin, pembuatan sediaan dan

bahan uji ekstrak, uji pendahuluan, uji aktivitas anti diabetes ekstrak n-heksana, ekstrak etilasetat, ekstrak etanol dengan pengukuran kadar glukosa darah hewan

uji dan analisis data.

3.3Tempat dan waktu penelitian

Penelitian dilakukan di laboratorium Farmakognosi dan Laboratorium

Farmakologi Fakultas Farmasi USU. Waktu penelitian dilakukan selama 4 bulan.

3.4Alat dan bahan

3.4.1 Alat-alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat gelas


(45)

dryer ( Modulyo, Edward, serial no; 3985), timbangan analitik, timbangan hewan, alat suntik, oral sonde, glukometer dan strip glukotes.

3.4.2 Bahan penelitian

Bahan yang digunakan adalah Daun ubi jalar yang diperoleh dari daerah

Pancur batu, streptozotocin (Calbiochem), metformin (Sigma), etanol 96%

(Merck), etil asetat (Merck), n-heksana (Merck), asam khlorida, kalium iodida, iodium, sublimat, asam sulfat,

3.5 Hewan uji

bismut subnitrat. Bahan kimia yang digunakan

kecuali dinyatakan lain adalah berkualitas pro analisa.

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit putih jantan

yang diperoleh dari Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Regional I Medan,

berat badan rata-rata 20-30 g, sehat. Hewan diaklimatisasi di laboratorium selama

lebih kurang satu minggu. Hewan diberi makanan dan minuman yang sesuai.

Hewan uji digunakan untuk uji pendahuluan dibagi 5 kelompok masing-masing

kelompok terdiri dari 5 ekor yaitu: Kelompok I adalah kontrol negatip (CMC

0,5%), Kelompok II kontrol positip (metformin 65 mg/kg bb), Kelompok III

En-HDUJ, Kelompok IV EEADUJ, Kelompok V EEDUJ dan untuk uji kerja induksi

antidiabetes dibagi 8 kelompok masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor

hewan uji yang sudah diinduksi yaitu:

a) Kelompok I adalah kelompok diberi CMC 0,5% sebagai kontrol negatip

b) Kelompok II adalah kontrol positif, yang diberi metformin.

c) kelompok uji III , IV, dosis 100 mg/kg bb, V, VI, dosis 200 mg/kg bb,VII dan

VIII dosis 300 mg/kg bb ekstrak daun ubi jalar.


(46)

Pembuatan larutan pereaksi menurut Depkes RI (1995) asam klorida 2N,

asam sulfat 2N, pereaksi Bouchardat, kloralhidrat, pereaksi Mayer, pereaksi

Molish, natrium hidroksida 2N, timbal (II) asetat 0,4 M, asam sulfat 50% dalam

metanol, besi (III) klorida 1%, pereaksi Dragendorff, pereaksi

Liebermann-Bouchardat.

3.7 Sampel

3.7.1 Pengambilan Bahan

Pengambilan bahan dilakukan secara purposive, yaitu tanpa

membandingkan dengan tumbuhan serupa dari daerah lain. Bahan yang digunakan

adalah daun ubi jalar diambil dari daerah Pancur Batu.

3.7.2 Identifikasi tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Medanense (MEDA)

Universitas Sumatra Utara.

3.7.3 Pengolahan bahan

Daun ubi jalar segar dicuci sampai bersih, selanjutnya dipotong- potong

dan diangin-anginkan sampai kering, kemudian diserbuk dan diayak sehingga

diperoleh serbuk yang homogen.

3.7.4 Pembuatan ekstrak daun ubi jalar

Pembuatan ekstrak daun ubi jalar dilakukan secara ekstraksi bertingkat yaitu

maserasi dengan menggunakan beberapa pelarut seperti n-heksana, etilasetat dan etanol 96% (Ditjen POM, 1972).

3.7.4.1 Ekstrak n-Heksana

Sebanyak 10 bagian serbuk kering daun ubi jalar dengan derajat halus B


(47)

n-heksana, tutup, biarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil berulang-ulang diaduk, serkai, peras, cuci ampas dengan cairan penyari secukupnya hingga

diperoleh 100 bagian. Pindahkan ke dalam bejana bertutup, biarkan di tempat

yang sejuk, terlindung dari cahaya, selama 2 hari. Enap tuangkan atau saring.

Pelarut diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu 40oC hingga diperoleh ekstrak kental kemudian dikeringkan dengan Freeze dryer pada suhu ± - 40o

3.7.4.2 Ekstrak etil asetat

C

sehinggga diperoleh ekstrak n-heksana kering sebanyak 43 gram. Ampas dikeringkan dengan menganginkan (Ditjen POM, 1972).

Ampas yang sudah dikeringkan dimasukkan ke dalam wadah maserasi dan

dimaserasi dengan 75 bagian etil asetat , tutup, biarkan selama 5 hari terlindung

dari cahaya sambil berulang-ulang diaduk, serkai, peras, cuci ampas dengan cairan

penyari secukupnya hingga diperoleh 100 bagian. Pindahkan ke dalam bejana

bertutup, biarkan di tempat yang sejuk, terlindung dari cahaya, selama 2 hari.

Enap tuangkan atau saring. Pelarut diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu 400C hingga diperoleh ekstrak kental kemudian dikeringkan dengan Freeze dryer pada suhu ± - 400

3.7.4.3 Ekstrak Etanol

C sehinggga diperoleh ekstrak etilasetat kering sebanyak 49

gram. Ampas dikeringkan dengan menganginkan (Ditjen POM, 1972).

Ampas yang sudah dikeringkan dimasukkan ke dalam wadah maserasi dan

dimaserasi dengan 75 bagian etanol 96%, tutup, biarkan selama 5 hari terlindung

dari cahaya sambil berulang-ulang diaduk, serkai, peras, cuci ampas dengan cairan

penyari secukupnya hingga diperoleh 100 bagian. Pindahkan ke dalam bejana


(48)

tuangkan atau saring. Pelarut diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu 400C hingga diperoleh ekstrak kental kemudian dikeringkan dengan Freeze dryer pada suhu ± - 400

3.8 Karakterisasi Ekstrak n-Heksana, Etil asetat dan Etanol daun ubi jalar C sehinggga diperoleh ekstrak Etanol kering sebanyak 123 gram

(Ditjen POM, 1972).

Dilakukan pemeriksaan karakteristik dari ekstrak daun ubi jalar yaitu

dengan cara sebagai berikut (Ditjen POM, 1989).

3.8.1 Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluen). Alat ini terdiri dari labu alas bulat 500 ml, alat penampung, pendingin, tabung

penyambung dan tabung penerima 5 ml.

Cara kerja: Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan kedalam labu

alas bulat. Kemudian didestilasi selama 2 jam, setelah itu didinginkan selama 30

menit dan dibaca volume air dengan ketelitian 0,05 ml (volume I). Ke dalam labu

alas bulat tersebut kemudian dimasukkan 5 g ekstrak Daun ubi jalar yang telah

ditimbang dengan seksama, lalu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah

toluen mulai mendidih, destilasi dengan kecepatan 2 tetes perdetik hingga

sebagian besar air terdestilasi. Kemudian kecepatan destilasi dinaikkan hingga 4

tetes perdetik. Setelah semua air terdestilasi, bilas bagian dalam pendingin dengan

toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian labu penerima dibiarkan

dingin sampai suhu kamar dan bersihkan tetesan air yang mungkin masih terdapat

pada dinding tabung penerima. Setelah air dan toluen memisah sempurna, baca

volume air (volume II). Hitung kadar air dalam persen (WHO, 1992).


(49)

Sebanyak 2 g ekstrak daun ubi jalar yang telah digerus dan ditimbang

seksama dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian

diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan hingga arang habis, pemijaran dilakukan

pada suhu 500o

3.8.3 Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut Dalam Asam

C selama 2 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai

diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap berat ekstrak awal.

Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam

25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam

dikumpulkan, disaring melalui kertas saring dipijarkan sampai bobot tetap,

kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam

dihitung terhadap berat ekstrak awal.

3.8.4 Penetapan Kadar Sari yang Larut Dalam Air

Sebanyak 5,0 g ekstrak daun ubi jalar dimaserasi selama 24 jam

dengan 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1 1iter)

menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama

dan kemudian didiamkan selama 18 jam. Disaring, uapkan 20 ml filtrat hingga

kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara, panaskan residu pada

suhu 105°C hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam persen senyawa yang larut dalam air, dihitung terhadap berat ekstrak awal.

3.8.5 Penetapan Kadar Sari yang Larut Dalam Etanol

Lakukan maserasi sejumlah 5,0 g ekstrak daun ubi jalar selama 24 jam

dengan 100 ml etanol (95%), menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali


(50)

cepat dengan menghindarkan penguapan etanol, kemudian uapkan 20 ml filtrat

hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara, panaskan

residu pada suhu 105°C hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol 95%, dihitung terhadap berat ekstrak awal.

3.9 Penapisan Fitokimia Ekstrak Daun ubi jalar

Penapisan fitokimia ekstrak meliputi pemeriksaan senyawa golongan

alkaloida, flavonoida, glikosida antrakuinon, saponin, tannin dan

steroida/triterpenoida (Ditjen POM, 1989).

3.9.1 Pemeriksaan Alkaloida

Ekstrak Daun ubi jalar ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan

1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan diatas penangas air selama

2 menit. Dinginkan dan saring. Filtrat dipakai untuk percobaan berikut:

a. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi

Bouchardat, akan terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam.

b. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi

Dragendorff, akan terbentuk warna merah atau jingga.

c. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi

Mayer, akan terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau kuning.

d. Alkaloida positif jika ada terjadi endapan atau kekeruhan paling sedikit

dua dari tiga percobaan.

3.9.2 Pemeriksaan Flavonoid

Ekstrak Daun ubi jalar ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan

10 ml metanol, refluk selama 10 menit dan disaring dalam keadaan panas. Filtrat


(51)

kocok hati-hati lalu diamkan sebentar. Lapisan metanol diambil dan diuapkan

pada temperatur 40o

a. Ambil 1 ml filtrat diuapkan sampai kering, sisa dilarutkan dalam 2 ml etanol

96% ditambah 0,1 g serbuk Mg dan 10 tetes HCl (p), jika terjadi warna merah

jingga menunjukkan adanya flavonoid.

C, sisanya dilarutkan dalam 5 ml etil asetat , saring. Filtratnya

digunakan untuk uji flavonoida, caranya:

b. Ambil 1 ml filtrat diuapkan sampai kering, sisa dilarutkan dalam 2 ml etanol

96% ditambah 0,5 g serbuk Zn dan 2 ml HCl 2 N, diamkan selama 1 menit,

kemudian ditambah 10 tetes HCl (p), jika dalam waktu 2-5 menit terjadi warna

merah intensif menunjukkan adanya flavonoida.

3.9.3 Pemeriksaan Glikosida

Sebanyak 3 g ekstrak Daun ubi jalar ditambah 30 ml campuran alkohol

96% dengan air suling (7:3) dan 10 ml asam sulfat 2 N, direfluks selama 1 jam,

didinginkan dan disaring. Pada 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25

ml timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok, didiamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari

dengan 20 ml campuran isopropanol dan kloroform (2:3) dilakukan berulang

sebanyak tiga kali

Kumpulkan sari air diuapkan pada suhu tidak lebih dari 50oC. Sisa

dilarutkan dalam 2 ml etanol, masukkan kedalam tabung reaksi selanjutnya

diuapkan di atas penangas air dan pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes

pereaksi Molish selanjutnya ditambahkan hati-hati 2 ml asam sulfat P melalui

dinding tabung. Apabila terbentuk cincin ungu pada batas kedua cairan tanda


(52)

3.9.4 Pemeriksaan Glikosida Antrakinon

Sebanyak 0,2 g ekstrak daun ubi jalar ditambah 5 ml asam sulfat 2 N, di

panaskan sebentar, setelah dingin ditambahkan 10 ml benzena, dikocok dan

didiamkan, pisahkan lapisan benzena dan disaring. Filtrat berwarna kuning

menunjukkan adanya antrakinon. Kocok lapisan benzena dengan 2 ml NaOH 2 N,

diamkan. Lapisan air berwarna merah intensif dan lapisan benzena tidak berwarna

menunjukkan adanya antrakinon.

3.9.5 Pemeriksaan Saponin

Sebanyak 0,5 g ekstrak daun ubi jalar dimasukkan kedalam tabung

reaksi,ditambahkan 10 ml ml air panas, didinginkan kemudian dikocok selama 10

detik, jika terbentuk busa setinggi 10 cm yang stabil selama 10 menit dan tidak

hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N menunjukkan adanya

saponin.

3.9.6 Pemeriksaan Tanin

Sebanyak 0,5 g ekstrak daun ubi jalar disari dengan 10 ml air suling lalu

disaring, filtratnya diencerkan dengan air sampai tidak berwarna. Larutan diambil

sebanyak 2 ml dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1% b/v. Jika

terjadi warna biru atau kehitaman menunjukkan adanya tanin.

3.9.7 Pemeriksaan Steroida/Triterpenoida

Sebanyak 1 g ekstrak daun ubi jalar dimaserasi dengan 20 ml eter selama

2 jam, disaring, filtrat diuapkan dalam cawan penguap, pada sisa tambahkan 10


(53)

Buchard). Apabila terbentuk warna ungu atau merah yang berubah menjadi biru

hijau menunjukkan adanya steroida/triterpenoida.

3.10 Penyiapan hewan percobaan

Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit (galur albino Swiss)

dengan berat badan 20-30 gram dibagi 8 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 5

ekor. Hewan disesuaikan terlebih dahulu selama 1 minggu dengan lingkungannya.

Makanan dan minuman selama pemeliharaan dan percobaan diberikan sama

secara ad libitum. Hewan dipelihara dalam kandang yang memiliki ventilasi baik dan kebersihan selalu dijaga, bobot hewan ditimbang dan diamati perilakunya.

Hewan-hewan yang dinilai sehat ditandai gerakan lincah kenaikan berat badan

teratur digunakan dalam percobaan.

3.11 Pembuatan Sediaan Uji

3.11.1 Sediaan suspensi CMC 0,5%

Timbang 500 mg CMC kemudian taburkan di atas air panas sebanyak 15

ml dalam lumpang, dibiarkan selma 15 menit hingga diperoleh massa yang

transparan, setelah mengembang gerus kuat-kuat sampai terbentuk massa suspensi

yang homogen, tambahkan air suling ad 100 ml hingga didapatkan konsentrasi

suspensi CMC 0,5%.

3.11.2 Pembuatan larutan pembanding Metformin

Dosis metformin untuk manusia 500 mg per hari, maka dosis untuk mencit

berat 20 g dikonfersikan = 0,0026 x 500 mg = 1,3 mg. Dosis per kg berat badan =

1000/20 x 1,3 mg = 65 mg/kg bb.Timbang 65 mg Metformin masukkan dalam

lumpang ditambahkan CMC 0,5% gerus sampai homogen kemudian cukupkan


(54)

3.11.3 Pembuatan larutan Streptozotocin (STZ)

Sebanyak 55 mg STZ dilarutkan dengan 10 ml akuabides, kemudian

disuntikkan pada mencit secara intraperitonial dengan dosis 55 mg/kg bb.

3.11.4 Pembuatan suspensi EnHDUJ, EEADUJ dan EEDUJ.

Masing- masing ekstrak dibuat suspensi dengan CMC 0,5% dengan dosis

yang berbeda, dosis 100 mg/kg bb, 200 mg/kg bb dan 300 mg/kg bb. Masing-

masing dosis ditimbang dan dicampurkan dengan CMC 0,5% sampai homogen

hingga volume 10 ml. Perhitungan dosis ekstrak seperti pada (Lampiran 12

halaman 95).

3.12 Pengujian Farmakologi

3.12.1 Pengukuran kadar glukosa darah normal mencit

Sebelum diberikan perlakuan, kadar glukosa darah mencit diukur terlebih

dahulu, yaitu mencit dipuasakan selama 18 jam. Kemudian berat badan ditimbang

dan kadar glukosa darah (KGD) puasa diukur dengan cara mengambil darah

melalui vena bagian ekor dilukai. darah yang keluar disentuhkan pada Glukostrip

yang sudah dipasangkan pada glukotes. Kemudian angka yang tampil pada layar

dicatat sebagai kadar glukosa darah (mg/dl) awal.

3.12.2 Uji pendahuluan

Uji pendahuluan dilakukan dengan metode tes toleransi glukosa oral

(TTGO) yaitu pemberian glukosa 10% dengan dosis 1 g/kg bb (Vogel,2008). Mencit sehat yang sudah diaklimatisasi dipuasakan selama 18 jam kemudian


(55)

kelompok masing–masing kelompok lima ekor. Kelompok 1 kontrol negatif diberi

(CMC 0,5%), kelompok 2 kontrol positif SMet 65 mg/kg bb, kelompok 3

Sn-HDUJ 200 mg/kg bb, kelompok 4 SEEADUJ 200 mg/kg bb dan kelompok 5

SEEDUJ 200 mg/kg bb. Satu jam kemudian masing – masing kelompok diberi

glukosa 10% dosis 1 g/kg bb, pada menit ke 15, menit 30, 45, 60, 90 dan menit ke

120 diukur KGD mencit. Kemudian dari hasil KGD yang didapat dianalisis dan

diambil dua ekstrak yang efek menurunkan KGD lebih besar digunakan untuk

percobaan selanjutnya.

3.12.3 Penginduksian Diabetes hewan uji

Mencit yang akan diinduksi dipuasakan selama 18 jam (air minum tetap

diberikan), diinjeksi dengan larutan streptozotocin secara intraperitonial dengan

dosis 55 mg/kg bb. Sebelum diinduksi berat badan dan kadar glukosa darah

mencit diukur dulu untuk mengetahui berat badan awal dan kadar glukosa darah

awal. Hari ke-3 diukur kadar glukosa darah mencit, apabila ≥ 200 mg/dl sudah dianggap diabetes.

3.12.3 Uji aktivitas antidiabetes SEEADUJ dan SEEDUJ

Dari hasil uji pendahuluan diambil dua ekstrak yang lebih besar

khasiatnya dan masing-masing ekstrak dibuat 3 dosis yang berbeda, yaitu dosis

100 mg/kg bb, 200 mg/kg bb dan 300 mg/kg bb.

Hewan uji yang digunakan dalam percobaan ini mencit yang sudah

diinduksi dibagi dalam 8 kelompok dan masing-masing kelompok terdiri dari 5

ekor, yaitu:

a) Kelompok I adalah kelompok mencit diberi CMC 0,5% sebagai kontrol


(56)

b) Kelompok II adalah kelompok mencit yang diberi SMet dosis 65 mg/kg bb

sebagai kontrol positip.

c) Kelompok III adalah kelompok uji ekstrak Etil asetat, kelompok yang diberi

SEEADUJ dosis 100 mg/kg bb.

d) Kelompok IV adalah kelompok uji ekstrak Etil asetat, kelompok yang diberi

SEEADUJ dosis 200 mg/kg bb

e) Kelompok V adalah kelompok uji ekstrak Etil asetat, kelompok yang diberi

SEEADUJ dosis 300 mg/kg bb.

f) Kelompok VI adalah kelompok uji ekstrak Etanol, kelompok yang diberi

SEEDUJ dosis 100 mg/kg bb.

g) Kelompok VII adalah kelompok uji ekstrak Etanol, kelompok yang diberi

SEEDUJ dosis 200 mg/kg bb.

h) Kelompok VIII adalah kelompok uji ekstrak Etanol, kelompok yang diberi

SEEDUJ dosis 300 mg/kg bb.

Pemberian perlakuan dimulai setelah hewan uji positif diabetes, ini

merupakan hari ke-1 perlakuan, setiap dua hari dilakukan pengukuran kadar

glukosa darah. Pengujian kelompok hewan tersebut selama 2 minggu, pada

hari ke 3, 5, 7, 9, 11, 13 dan 15.

3.13 Metode pengambilan darah

Darah mencit diambil dari ujung ekor, ekor dibersihkan dengan alkohol

70% kemudian disayat dengan pisau silet dan darah yang keluar ditempelkan

pada kertas strip glukometer yang sudah terpasang pada alatnya kemudian angka

yang keluar dilayar alat tersebut dicatat, bekas luka ujung ekor mencit diberi


(1)

Lampiran 17, (Sambungan)

menit120

Perlakuan N

Subset α = 0,05

1 2

Duncana EEDUJ 200mg/kg bb 5 98,0000 EEADUJ 200 mg/kg bb 5 103,8000

Kontrol Positif 5 108,8000 108,8000 EnHDUJ 200 mg/kg bb 5 123,2000 123,2000

Kontrol Negatif 5 131,0000


(2)

Lampiran 18. Data KGD mencit pada Uji Aktivitas Antidiabetes.

Perlakuan Puasa hari ke1 hari ke3 hari ke5 hari ke7 hari ke9 hari ke11 hari ke13 hari ke15

93 316 320 320 275 315 317 320 335

KontrolNegatif 86 336 341 335 300 320 325 330 351

CMC 0.5% 97 323 325 321 311 341 350 345 360

80 313 310 315 295 290 310 335 342

85 310 321 330 327 315 360 357 375

Rata-rata 88,20 319,60 323,40 324,20 301,60 316,20 332,40 337,40 352,60 SD ± 6,76 ± 10,36 ± 11,28 ± 8,11 ± 19,28 ±18,16 ±21,59 ±14,19 ±15,66

Kontrol Positif 96 299 197 200 99 100 117 98 101

Met 65 mg /kg bb 92 326 197 199 96 97 93 90 92

90 315 298 221 132 121 115 95 96

76 286 164 175 115 118 103 110 105

81 301 175 180 111 105 108 93 90

Rata-rata 87,00 305,40 206,20 195,00 110,60 108,20 107,20 97,20 96,80 SD ± 8,25 ± 15,44 ± 53,27 ±18,32 ±14,36 ± 10,76 ± 9,71 ± 7,73 ± 6,22

EEDUJ 86 361 340 246 146 120 112 107 98

100 mg / kg bb 77 308 298 243 143 127 91 90 110

95 310 300 249 134 175 77 82 85

80 308 350 234 148 151 105 118 96

87 314 311 149 149 120 117 120 120

Rata-rata 85,00 320,20 319,80 224,20 144,00 138,60 100,40 103,40 101,80 SD ± 6,96 ± 22,94 ± 23,79 ± 42,41 ± 6,04 ± 24,01 ± 16,33 ± 16,88 ± 13,50


(3)

Lampiran 18. (sambungan)

EEADUJ 80 296 280 193 93 89 84 85 103

100 mg / kg bb 91 311 295 217 90 95 90 91 95

79 287 230 190 140 111 91 92 87

89 332 320 145 125 130 76 84 75

85 343 335 232 133 121 111 86 93

Rata-rata 84,80 313,80 292,00 195,40 116,20 109,20 90,40 87,60 90,60 SD ± 5,31 ± 23,59 ± 40,71 ± 33,10 ± 23,19 ± 17,21 ± 12,97 ± 3,65 ± 10,43

EEDUJ 100 391 232 112 96 94 117 115 92

200 mg /kg bb 98 349 296 168 138 120 109 105 120

90 301 293 132 101 113 88 90 93

74 321 270 157 105 92 97 95 86

89 364 264 146 116 110 108 98 91

Rata-rata 90,20 345,20 271,00 143,00 111,20 105,80 103,80 100,60 96,40 SD ± 10,26 ± 35,37 ± 25,88 ± 21,86 ± 16,69 ± 12,26 ± 11,34 ± 9,71 ± 13,46

EEADUJ 99 381 293 163 126 135 126 86 91

200 mg / kg bb 87 328 242 159 136 120 125 113 103

97 311 212 164 140 95 98 100 111

93 320 221 170 159 160 115 151 132

91 388 244 172 162 170 92 98 94

Rata-rata 93,40 345,60 242,40 165,60 144,60 136,00 111,20 109,60 106,20 SD ± 4,77 ± 36,10 ± 31,41 ± 5,32 ± 15,42 ± 30,29 ± 15,55 ± 25,05 ±16,20


(4)

Lampiran 18. (sambungan)

EEDUJ 100 348 226 158 128 74 78 80 76

300 mg / kg bb 80 328 176 155 132 69 61 65 70

91 367 251 168 84 90 92 95 84

92 376 193 129 120 98 93 98 102

86 273 121 130 74 100 87 90 91

Rata-rata 89,80 338,40 193,40 148,00 107,60 86,20 82,20 85,60 84,60 SD ± 7,43 ± 40,95 ± 49,81 ± 17,56 ± 26,70 ± 14,04 ± 13,26 ± 13,39 ± 12,56

EEADUJ 85 289 280 231 159 147 118 121 119

300 mg / kg bb 87 327 315 253 185 132 170 132 105

89 352 350 225 190 95 96 92 96

93 294 291 220 96 97 85 86 90

94 361 351 243 143 120 94 90 175

Rata-rata 89,60 324,60 317,40 234,40 154,60 118,20 112,60 104,20 117,00 SD ± 3,85 ± 32,73 ± 32,76 ± 13,48 ± 37,96 ± 22,42 ± 34,30 ± 20,84 ± 34,21


(5)

Lampiran 19. Hasil Rata-rata dan Standard Deviasi KGD mencit pada Uji Aktivitas Antidiabetes.

Perlakuan Puasa hari ke1 hari ke3 hari ke5 hari ke7 hari ke9 hari ke11 hari ke13 hari ke15 KontrolNegatif

CMC 0.5% 88,20 ±6,76 319,60 ±10,36 323,40 ±11,28 324,20 ±8,11 301,60 ±19,28 316,20 ±18,16 332,40 ±21,59 337,40 ±14,19 352,60 ±15,66 Kontrol Positif

Met 65 mg /kg bb

87,00 ±8,25 305,40 ±15,44 206,20 ±53,27 195,00 ±18,32 110,60 ±14,36 108,20 ±10,76 107,20 ±9.71 97,20 ±7,73 96,80 ±6,22 EEDUJ 100 mg / kg bb

85,00 ±6,96 320,20 ±22,94 319,80 ±23,79 224,20 ±42,41 144,00 ±6,04 138,60 ±24,01 100,40 ±16,33 103,40 ±16,88 101,80 ±13,s50 EEADUJ

100 mg / kg bb 84,s80 ±5,31 313,80 ±23,59 292,00 ±40,71 195,40 ±33,10 116,20 ±23,19 109,20 ±17,21 90,40 ±12,97 87,60 ±3,65 90,60 ±10,43 EEDUJ

200 mg /kg bb 90,20 ±10,26 345,20 ±35,37 271,00 ±25,88 143,00 ±21,86 111,20 ±16,69 105,80 ±12,26 103,80 ±11,34 100,60 ±9,71 96,40 ±13,46 EADUJ

200 mg / kg bb 93,40 ±4,77 345,60 ±36,10 242,40 ±31,41 165,60 ±5,32 144,60 ±15,42 136,00 ±30,29 111,20 ±15,55 109,60 ±25,05 106,20 ±16,20 EEDUJ

300 mg / kg bb

89,80 ±7,43 338,40 ±40,95 193,40 ±49,81 148,00 ±17,56 107,60 ±26,70 86,20 ±14,04 82,20 ±13,26 85,60 ±13,39 84,60 ±12,56 EEADUJ 300 mg / kg bb

89,60 ±3,85 324,60 ±32,73 317,40 ±32,76 234,40 ±13,48 154,60 ±37,96 118,20 ±22,42 112,60 ±34,30 104,20

±20,84

117,00 ±34,21


(6)

Lampiran 20. Hasil Statistik Analisis Variansi terhadap KGD mencit pada

Uji Aktivitas Antidiabetes

ANAVA

Jumlah df Rata-rata F Sig. puasa Antar Grup 290,400 7 41,486 0,854 0,552

Dengan Grup 1553,600 32 48,550 Total 1844,000 39

harike1 Antar Grup 7767,200 7 1109,600 1,319 0,274 Dengan Grup 26926,400 32 841,450

Total 34693,600 39

harike3 Antar Grup 93796,000 7 13399,429 10,308 0,000 Dengan Grup 41598,400 32 1299,950

Total 135394,400 39

harike5 Antar Grup 121330,775 7 17332,968 32,309 0,000 Dengan Grup 17167,200 32 536,475

Total 138497,975 39

harike7 Antar Grup 145276,800 7 20753,829 43,431 0,000 Dengan Grup 15291,600 32 477,862

Total 160568,400 39

harike9 Antarn Grup 187816,400 7 26830,914 69,566 0,000 Dengan Grup 12342,000 32 385,688

Total 200158,400 39

harike11 Antar Grup 237786,975 7 33969,568 99,966 0.000 Dengan Grup 10874,000 32 339,812

Total 248660,975 39

harike13 Antar Grup 252437,600 7 36062,514 152,307 0,000 Dengan Grup 7576,800 32 236,775

Total 260014,400 39

harike15 Antar Grup 284608,300 7 40658,329 138,159 0,000 Dengan Grup 9417,200 32 294,288