Pelapisan Benih Kelapa Sawit Dengan Pengayaan Trichoderma Asperellum (T13) Untuk Menekan Infeksi Ganoderma Boninense Pat. Di Pre Nurseri
PELAPISAN BENIH KELAPA SAWIT DENGAN
PENGAYAAN Trichoderma asperellum (T13) UNTUK
MENEKAN INFEKSI Ganoderma boninense Pat.
DI PRE NURSERI
GANI JAWAK
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pelapisan Benih Kelapa
Sawit dengan Pengayaan Trichoderma asperellum (T13) untuk Menekan Infeksi
Ganoderma boninense Pat. di Pre Nurseri adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2016
Gani Jawak
NIM A2551130111
RINGKASAN
GANI JAWAK. Pelapisan Benih Kelapa Sawit dengan Pengayaan
Trichoderma asperellum (T13) untuk Menekan Infeksi Ganoderma boninense
Pat. di Pre Nurseri. Dibimbing oleh ENY WIDAJATI, ENDAH RETNO PALUPI
dan NURITA TORUAN-MATHIUS.
Trichoderma asperellum merupakan cendawan yang bersifat antagonis
terhadap Ganoderma boninense penyebab penyakit busuk pangkal batang pada
kelapa sawit. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan jenis dan formula bahan
pelapis terbaik yang kompatibel untuk perkembangan T. asperellum (T13) serta
dapat menekan serangan G. boninense pada bibit kelapa sawit.. Penelitian terdiri
atas dua percobaan, yaitu: 1) viabilitas dan efektivitas T. asperellum dengan
berbagai bahan pelapis dan (2) uji efektitivitas formula bahan pelapis dengan
T. asperellum untuk menekan infeksi G. boninense di pre nurseri.
Percobaan I terdiri dari dua percobaan, yaitu: Ia) Viabilitas dan efektivitas
T. asperellum dengan berbagai bahan pelapis melalui teknik pencampuran dengan
bahan pelapis dan Ib) Viabilitas dan efektivitas T. asperellum dengan berbagai
bahan pelapis melalui teknik pelapisan benih diawali dengan perendaman T.
asperellum. Percobaan Ia dirancang secara acak kelompok (RAK) yang terdiri
atas sembilan perlakuan, yaitu: pelapisan dengan talk 1%, CMC 1%, tapioka 5%,
Arabic gum 25%, Na. alginat 8.3%, Arabic gum 3% + gipsum 1%, CMC 1.5% +
gipsum 1%, CMC 1.5% + talk 1%, kontrol (tanpa pelapisan dan tanpa T.
asperellum). Hasil percobaan menunjukkan bahwa pada 13 minggu setelah tanam
(MST) tidak ada T. asperellum yang masuk ke dalam jaringan akar. Pelapisan
dengan Arabic gum 25%, CMC 1% dan Arabic gum 3% + gipsum 1%
menghasilkan bobot kering tertinggi dibandingkan dengan bahan pelapisan
lainnya dengan nilai berturut-turut 10.95 g, 11.89 g dan 11.97 g.
Percobaan 1b dirancang dengan rancangan tersarang dua faktor yaitu
perlakuan pelapisan dan periode simpan. Pada percobaan ini, tiga bahan pelapis
terbaik dari percobaan Ia diformulasikan menjadi 11 perlakuan, yaitu; tanpa
perendaman T. asperellum + tanpa pelapisan, perendaman dengan T. asperellum +
tanpa pelapisan, perlakuan selanjutnya adalah perendaman + pelapisan dengan
Arabic gum 10%, + Arabic gum 25%, + Arabic gum 40%, + CMC 0.5%, + CMC
1%, + CMC 1.5%, + Arabic gum 1.5% + gipsum 0.5% , + Arabic gum 3% +
gipsum 1%, dan + Arabic gum 4.5% + gipsum 1.5%. Semua perlakuan disimpan
dengan periode 0, 3, 6, 9 dan 12 hari setelah pelapisan.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa T. asperellum dapat berkembang biak
di akar tanaman pada perlakuan perendaman dilanjutkan dengan pelapisan Arabic
gum 25%, Arabic gum 40%, CMC 0.5%, CMC 1%, CMC 1.5%, Arabic gum 3%
+ gipsum 1%, dan Arabic gum 4.5% + gipsum 1.5%. Aplikasi perendaman dengan
T. asperellum + pelapisan berpengaruh nyata pada panjang akar dan tinggi tajuk
dan pertambahan tinggi tanaman pada 2, 10 dan 12 MST. Aplikasi perendaman +
pelapisan menghasilkan panjang akar tertinggi pada Arabic gum 4.5% + gipsum
1.5% (16.74 cm), CMC 1% (15.88 cm), dan CMC 1.5% (15.51 cm) namun lebih
rendah dari perlakuan perendaman tanpa pelapisan (18.18 cm). Periode simpan 12
hari tidak menurunkan daya tumbuh, bobot kering total, panjang akar, tinggi tajuk
dan pertambahan tinggi tanaman pada 4-12 MST. Aplikasi perendaman dan
pelapisan dengan CMC 1%, CMC 1.5% dan Arabic gum 4.5% + gipsum 1.5%
selanjutnya digunakan pada percobaan II berdasarkan panjang akar dan tinggi
tajuk serta sifat fisik dan kimia bahan pelapis.
Percobaan II dirancang dengan RAK. Perlakuan terdiri atas: benih tanpa
pelapisan dan tanpa perendaman T. asperellum, pelapisan CMC 1%, CMC 1.5%,
Arabic gum 4.5% + gipsum 1.5%, perendaman T. asperellum, perendaman +
CMC 1%, perendaman + CMC 1.5%, perendaman + Arabic gum 4.5% + gipsum
1.5%, dan tanpa pelapisan + tanpa perendaman. Media tanam yang digunakan
diinokulasi dengan G. boninense kecuali pada perlakuan tanpa pelapisan dan
tanpa perendaman. Hasil percobaan menunjukkan bahwa perlakuan perendaman +
pelapisan CMC 1.5% dan Arabic gum 4.5% + gipsum 1.5% dapat meningkatkan
daya tumbuh 16.67% namun belum efektif menurunkan infeksi serangan G.
boninense di pre nurseri dengan insidensi penyakit yang masih tinggi (≥ 93.33 %)
dan tingkat keparahan penyakit masing masing 84.17% dan 90%.
Kata kunci: Arabic gum, busuk pangkal batang, CMC, gipsum.
SUMMARY
GANI JAWAK. Oil Palm Seed Coating with Trichoderma asperellum (T13) to
Suppress Infection of Ganoderma boninense Pat. at Pre Nursery. Supervised by
ENY WIDAJATI, ENDAH RETNO PALUPI and NURITA TORUANMATHIUS.
Trichoderma asperellum is an antagonistic fungus towards Ganodema
boninense which causes basal stem rot disease on palm oil. The aims of this study
were to obtain the best coating formula compatible to T. asperellum (T13) and
inhibited the infection of G. boninense on oil palm seedlings. The research
consisted of two experiments, i.e. the viability and effectiveness of T. asperellum
to various coating materials and evaluate effectiveness of coating material
formulas with T. asperellum to suppress G. boninense infection in pre nursery.
First experiment consisted of two trials, the viability and effectiveness of
T. asperellum to various coating materials through mixing technique with coating
material and through soaking techniques followed by coating the seed. First trial
designed in randomized block design (RBD) consisted of nine treatments, i.e;
coating with talc 1%, CMC 1%, tapioca 5%, Arabic gum 25%, Na. alginate 8.3%,
Arabic gum 3% + gypsum 1%, CMC 1.5% + gypsum 1%, CMC 1.5% + talc 1%,
control (without coating and T. asperellum). The result showed that there was no
T. asperellum which get in to the root tissue on 13 weeks after planting (MST).
Coating with Arabic gum 25 %, CMC 1 % and Arabic gum 3 % + gypsum 1 %
produced the highest dry weight compared to other coating materials, respectively
10.95 g , 11.89 g and 11.97 g.
Second trial was designed in nested design of two factors i.e. coating
treatments and storage period. In this experiment, three best coating materials
from the first trial than formulated into 11 treatments, i.e; without soaking T.
asperellum + without coating, soaking with T. asperellum + without coating,
further treatment is soaking + coating with Arabic gum 10%, + Arabic gum 25%,
+ Arabic gum 40%, + CMC 0.5%, + CMC 1 %, + CMC 1.5%, Arabic gum 1.5%
+ gypsum 0.5%, Arabic gum 3% + gypsum 1%, Arabic gum 4.5% + gypsum
1.5%. All of the treatments were stored for 0, 3, 6, 9 and 12 days after coating.
The result showed that soaking treatment followed by coating Arabic gum 25 %,
Arabic gum 40%, CMC 0.5 %, CMC 1 %, CMC 1.5 %, Arabic gum 3% +
gypsum 1 %, and Arabic gum 4.5 % + gypsum 1.5 % was sufficient fot T.
asperellum to be able to reproduce in the root of oil palm seedlings. Soaking with
T. asperellum + coating influenced roots length, crown height and plant height at
2, 10 and 12 MST. Soaking applications + coating produced the highest roots
length on Arabic gum 4.5% + gypsum 1.5% (16.74 cm), CMC 1% (15.88 cm), and
CMC 1.5% (15.51 cm) but lower than the soaking treatment without coating
(18:18 cm). Storage period of 12 days did not reduce the germination, total dry
weight, roots lenght, crown height and plant height at 4-12 MST. Soaking
applications + coating with CMC 1%, CMC 1.5 and Arabic gum 4.5% + gypsum
1.5% subsequently used in experiment II based on the roots length, crown height
also the physical and chemical matters of coating materials.
The second experiment was arranged in RBD. The treatment consisted of;
seeds without coating and without soaking T. asperellum, coating CMC 1%, CMC
1.5%, Arabic gum 4.5% + gypsum 1.5%, soaking T. asperellum, soaking + CMC
1%, soaking + CMC 1.5%, soaking + Arabic gum 4.5 % + 1.5% gypsum, and
without coating + without soaking. Planting medium was inoculated with G.
boninense except on treatment without coating and soaking. The results showed
that soaking treatment + coating CMC 1.5% and Arabic gum 4.5% + gypsum
1.5% enhanced the germination 16.67% but ineffective in decreasing the infection
of G. boninense in pre nursery with disease of incidence still high (≥ 93.33%) and
disease severity, respectively 84.17% and 90%.
Keywords: Arabic gum, basal stem rot, CMC, gypsum.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PELAPISAN BENIH KELAPA SAWIT DENGAN
PENGAYAAN Trichoderma asperellum (T13) UNTUK
MENEKAN INFEKSI Ganoderma boninense Pat.
DI PRE NURSERI
GANI JAWAK
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Giyanto, MSi
Judul Tesis : Pelapisan benih kelapa sawit dengan pengayaan Trichoderma
asperellum (T13) untuk menekan infeksi Ganoderma boninense
Pat. di pre nurseri
Nama
: Gani Jawak
NIM
: A251130111
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang telah
dilaksanakan pada bulan Juli 2014 - Agustus 2015 ini berjudul “Pelapisan Benih
Kelapa Sawit dengan Pengayaan Trichoderma asperellum (T13) untuk Menekan
Infeksi Ganoderma boninense Pat. di Pre Nurseri”. Tesis ini dibuat sebagai salah
satu syarat untuk menyelesaikan studi di Program Studi Ilmu dan Teknologi
Benih, Sekolah Pascasarjana IPB.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Eny Widajati, MS, Dr Ir Endah
Retno Palupi, MSc dan Dr Nurita Toruan-Mathius, MS selaku komisi
pembimbing atas bimbingan, saran, dan waktu yang telah dicurahkan dalam
penyelesaian tesis ini. Terimakasih kepada Dr Ir Giyanto, MSi selaku penguji luar
komisi atas saran dan masukannya dalam penyempurnaan tulisan ini. Terimakasih
kepada Dr Ir M. Rahmat Suhartanto, MS selaku perwakilan Program Studi Ilmu
dan Teknologi Benih dalam ujian tesis. Penulis juga mengucapkan terimakasih
kepada PT SMART Tbk. atas dana dan fasilitas penelitian yang telah disediakan.
Terimakasih kepada seluruh staf dan teknisi Laboratorium Microbiome
Technology, dan Plant Production and Biotechnology PT SMART Tbk. atas
bantuan dan kerjasamanya selama penelitian. Ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada kedua orang tua penulis Bapak MS Jawak dan Ibu M br
Sipayung serta Kakak dan Adikku atas dukungan dan doa yang diberikan.
Terimakasih kepada teman-teman mahasiswa Program Studi Ilmu dan Teknologi
Benih angkatan 2012, 2013 dan 2014 atas bantuan, dorongan dan semangat yang
telah diberikan. Semoga tesis ini bermanfaat bagi masyarakat dan perkembangan
ilmu pengetahuan.
Bogor, April 2016
Gani Jawak
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
1
1
2
2 TINJAUAN PUSTAKA
Kelapa Sawit
Trichoderma spp.
Ganoderma spp.
Pelapisan Benih
Bahan Pelapis Benih
2
2
3
4
5
7
3 BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Sumber Bahan
Percobaan I. Viabilitas dan Efektivitas T. asperellum dengan Berbagai
Bahan Pelapis
Percobaan II. Uji Efektivitas Formula Bahan Pelapis dengan
T. asperellum untuk Menekan Infeksi G. boninense di
Pre Nurseri
Penyiapan Cendawan T. asperellum dan G. boninense
Pelapisan Benih
Penanaman dan Pemeliharaan
Isolasi Trichoderma sp. dari Sampel Akar Tanaman
Analisis Data
11
11
11
11
13
14
15
15
16
16
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Percobaan I. Viabilitas dan Efektivitas T. asperellum dengan Berbagai
Bahan Pelapis
Percobaan II. Uji Efektivitas Formula Bahan Pelapis dengan
T. asperellum untuk Menekan Infeksi G. boninense di
Pre Nurseri
16
22
5 KESIMPULAN
Kesimpulan
23
23
6 DAFTAR PUSTAKA
24
LAMPIRAN
29
RIWAYAT HIDUP
30
16
DAFTAR TABEL
1 Pemupukan bibit kelapa sawit di pre nurseri
2 Pengaruh pencampuran T. asperellum dengan bahan pelapis terhadap
vigor bibit kelapa sawit pada 13 MST
3 Pengaruh pencampuran T. asperellum dengan bahan pelapis terhadap
pertambahan tinggi bibit kelapa sawit pada 2-12 MST
4 Pengaruh periode simpan dan perendaman + pelapisan terhadap vigor
bibit kelapa sawit dan jumlah koloni T. asperellum (colony form unit)
dalam akar tanaman pada 12 MST
5 Pengaruh periode simpan dan perendaman + pelapisan benih terhadap
pertambahan tinggi bibit kelapa sawit pada 2-12 MST
6 Pengaruh perendaman T. asperellum + pelapisan benih terhadap bibit
kelapa sawit pada media tanam yang diinokulasi Ganoderma pada 12
MST
15
17
18
19
21
22
DAFTAR GAMBAR
1 Buah kelapa sawit dan bagian-bagiannya
2 Tubuh buah G. boninense pada batang tanaman kelapa sawit yang
terserang penyakit busuk pangkal batang
3 Koloni T. asperellum hasil pour plate sampel akar
4 Morfologi kecambah setelah pelapisan dan penyimpanan 12 hari
5 Infeksi Ganoderma pada kelapa sawit
3
5
20
21
23
DAFTAR LAMPIRAN
1. Bagan alir penelitian
29
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa sawit (Elaeis quinensis Jacq.) merupakan sumber penghasil
minyak makanan, minyak industri, maupun bahan bakar nabati (biodiesel)
(BBPPTP 2008). Pada tahun 2008 produksi minyak sawit Indonesia adalah 17
539 788 ton dan meningkat menjadi 24 431 640 ton pada tahun 2013 (Ditjenbun
2014). Peningkatan produksi ini selain dikarenakan semakin luasnya areal
produksi juga tingginya rendemen yang dihasilkan oleh kelapa sawit (21% atau
6-8 ton minyak per hektar) jika dibandingkan dengan minyak nabati lainnya
yang kurang dari 2.5 ton minyak per hektar (Sunarko 2009). Hal ini menjadikan
tanaman kelapa sawit menjadi salah satu komoditas perkebunan yang sangat
diminati oleh petani.
Salah satu masalah yang dihadapi untuk keberlanjutan produksi tanaman
kelapa sawit di Asia Tenggara termasuk Indonesia adalah penyakit busuk
pangkal batang (BPB) yang disebabkan oleh cendawan G. boninense.
G. boninense merupakan patogen tular tanah yang keberadaannya dipengaruhi
oleh berbagai faktor yang sangat kompleks dan bersifat sistemik.
Ganoderma secara eksklusif dapat mendegradasi lignin menjadi air, CO2,
dan selulosa sehingga tersedia sebagai nutrisi bagi jamur tersebut (Paterson
2007). Menurut Goh et al. (2014) G. boninense memproduksi enzim ligninolitik
atau lignin peroxidase, manganase peroxidase dan lakkase untuk mendegradasi
komposisi lignin pada dinding sel tanaman. Ommelna et al. (2012) menyatakan
bahwa Indonesia dan Malaysia mengalami kerugian hingga US$ 500 juta per
tahun akibat penyakit BPB.
Trichoderma spp. merupakan fungi indigenous yang berpotensi sebagai
biokontrol dalam menekan pertumbuhan Ganoderma penyebab penyakit BPB.
Menurut Wicaksono dan Situmorang (2010a) T. asperellum mampu
mengkolonisasi akar (rizosfer) dan membentuk hubungan endofitik dengan akar
tanaman kelapa sawit. Chantrapromma et al. (2014) dan Geraldine et al. (2013)
menyatakan bahwa T. asperellum menghasilkan antibiotik trichodermaerin dan
beberapa enzim yang mampu melisis dinding sel fungi seperti lipase, NAGase,
B-1.3-glukanase, B-glukosidase, dan protease.
Naher et al. (2014) menyatakan bahwa T. asperellum dapat merangsang
ketahanan tanaman terhadap penyakit melalui mekanisme mikoparasit dimana
hifa Trichoderma akan melilit cendawan patogen tanaman dengan membentuk
struktur seperti appresoria. Nur Ain Izzati dan Abdullah (2008) dan Naher et al.
(2012) menyatakan bahwa T. harzianum dapat meningkatkan resistensi tanaman
terhadap penyakit BPB dan meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit.
Aplikasi Trichoderma yang selama ini diberikan pada lubang tanam saat di
pre nurseri, main nurseri atau lubang tanam di lapangan dinilai kurang efektif
dan efisien terutama pada areal perkebunan yang jauh dari sentra benih. Oleh
karena itu dibutuhkan teknologi lain yang lebih praktis untuk pengiriman dan
penggunaan skala luas. Industri benih kelapa sawit dapat memanfaatkan
teknologi pelapisan benih dengan T. asperellum dalam upaya menekan penyakit
BPB pada daerah endemik. Hal ini akan meningkatkan efisiensi penanganan,
2
nilai tambah terhadap benih, dan memudahkan pemberian mikroba antagonis
yang menekan perkembangan Ganoderma pada daerah akar. Mukhtar et al.
(2012); Islam et al. (2011); Asaduzzaman et al. (2010) menyatakan bahwa benih
yang dilapisi dengan tapioka 2% + T. harzianum dapat meningkatkan nilai
indeks vigor dan daya berkecambah benih.
Tujuan
1.
2.
Tujuan penelitian ini adalah:
Mendapatkan formula bahan pelapis terbaik yang kompatibel untuk
perkembangan T. asperellum (T13)
Mendapatkan formula bahan pelapis terbaik sebagai bahan pembawa
T. asperellum (T13) untuk menekan infeksi G. boninense.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Kelapa Sawit
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.), berasal dari pantai Guinea Afrika
Barat, yang ditemukan oleh Nicolaus Josef von Jacquin, orang yang memberi
nama kelapa sawit secara botani (Hartley 1977; Corley dan Tinker 2003).
Kelapa sawit memiliki genom diploid dengan 16 pasang kromosom homolog (2n
= 32). Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil yang berakar serabut dimana
sebagian besar akarnya berada dekat permukaan tanah dengan kedalaman 15-30
cm. Batang tanaman ini tegak tidak bercabang, diameter 40-75 cm, tinggi batang
dalam pembudidayaan tidak lebih dari 15-18 m. Daunnya merupakan daun
majemuk dengan pelepah daun tersusun melingkari batang berbentuk spiral.
Panjang pelepah daun bisa mencapai ± 9 m dan panjang helai daun ± 1.2 m
dengan jumlah 100-160 pasang (Hartley 1977; Corley dan Tinker 2003).
Kelapa sawit adalah tipe tanaman monoecious, dalam hal mana bunga
jantan dan betina ada pada satu tanaman, tetapi pada tandan yang berbeda. Rasio
bunga jantan terhadap betina selain dipengaruhi secara genetik juga dapat
dipengaruhi keadaan iklim. Pada setiap ketiak pelepah daun kelapa sawit hanya
tumbuh satu tandan bunga, dapat berupa bunga jantan maupun bunga betina.
Penyerbukan pada tanaman kelapa sawit umunya adalah penyerbukan
silang karena masa antesis bunga jantan berbeda dengan masa reseptif bunga
betina. Buah kelapa sawit merupakan buah batu (drupe) yang terdiri dari
perikarp (kulit buah), mesokarp (daging buah), endokarp (cangkang) dan
endosperm (inti) yang tersusun dalam satu tandan (Gambar 1). Minyak sawit
sebagian besar (20-27%) terdapat pada perikarp dan mesokarp sedangkan pada
bagian inti (endosperm) hanya mengandung sedikit minyak (4-6%) (Hartley
1977; Corley dan Tinker 2003).
3
Berdasarkan ketebalan cangkangnya kelapa sawit dibedakan menjadi Dura,
Pisifera, dan Tenera (BBPPTP 2008). Dura memiliki buah yang bercangkang
tebal, tandan buah besar dan kandungan minyak berkisar 18%. Pisifera buahnya
bercangkang tipis dan bunga betinanya steril sehingga sangat jarang
menghasilkan buah. Tenera adalah persilangan antara induk Dura dan Pisifera.
Tenera dianggap bibit unggul karena memiliki cangkang buah yang tipis dan
bunga betinanya fertil. Tenera memiliki persentase daging per buah mencapai
90% dan kandungan minyak pertandannya dapat mencapai 28%.
Gambar 1
Buah kelapa sawit dan bagian-bagiannya (E: eksokarp, M:
mesokarp, S: endokarp, K: endosperm). Sumber: Sau et al.
(2013)
Menurut BBPPTP (2008) pengecambahan benih kelapa sawit
membutuhkan waktu yang panjang. Buah yang telah masak dikupas dengan
mesin pengupas untuk memperoleh benih yang terlepas dari sabutnya. Benih
kemudian direndam dalam air bersih selama 5 hari dan setiap hari harus diganti
dengan air yang baru. Benih diangkat dan dikering-anginkan di tempat teduh
selama 24 jam. Kadar air dalam benih harus dipertahankan 17%. Pematahan
dormansi benih dilakukan dengan memasukkan benih ke dalam kantong plastik
polietilen dan ditutup rapat dengan merekat ujungnya. Kantong plastik kemudian
dimasukkan dalam peti berukuran 30 cm x 20 cm x 10 cm dan diletakkan dalam
hot room dengan suhu 39 0C selama 80 hari. Benih diperiksa 3 hari sekali (2 kali
per minggu) dengan membuka kantong plastiknya dan disemprot dengan air agar
kelembaban terjaga. Bila telah ada benih yang berkecambah, segera semaikan
pada pesemaian perkecambahan. Setelah pematahan dormansi, kantong
dikeluarkan dari peti dan diletakkan di tempat yang dingin. Kandungan air harus
diusahakan tetap seperti semula. Setelah 15-20 hari benih berkecambah dan siap
dipindahkan ke pre nurseri. Benih yang tidak berkecambah dalam waktu tersebut
di atas sebaiknya tidak digunakan untuk bibit.
Tricoderma spp.
Berdasarkan cara reproduksi dan struktur tubuhnya T. asperellum
termasuk dalam kingdom fungi divisi Deuteromycetes dengan konidiofor tegak
tidak menyolok mata dan kecil, bentuknya globus, subglobus dan sedikit kerucut,
bercabang banyak dan teratur (berpasangan), dan dapat membentuk
klamidospora (Samuels et al. 1999). Pada umumnya koloni dalam biakan
tumbuh dengan cepat, berwarna putih sampai hijau gelap.
4
T. asperellum terdapat secara alami dalam tanah pertanian, hutan atau
kebun. T. asperellum melimpah di rizosfer dan bersifat saprotrof (memanfaatkan
sisa jasad renik untuk pertumbuhannya) sehingga secara ekologis mampu
berkompetisi dengan cendawan lain dan mampu mengkolonisasi berbagai
substrat yang ada di sekitar tanaman (EFSA 2013). T. asperellum mampu
berkembang secara endofit dalam jaringan akar sehingga dapat dikembangkan
sebagai agensia pengendali hayati cendawan patogen tular tanah (Bayley et al.
2008). T. asperellum menghasilkan tiga tipe propagul yang dapat digunakan
sebagai bahan formula, yaitu hifa, klamidiospora dan konidia. T. asperellum
mempunyai daya antagonis yang tinggi dan dapat menghasilkan racun
(trichotoxin), sehingga dapat menghambat dan mematikan cendawan patogen
(Chutrakul et al. 2005).
T. asperellum dapat tumbuh pada pH antara 5.5-7.5 ºC (Singh et al. 2014).
Singh et al. (2014) dan Watanabe et al. (2005) menyatakan bahwa suhu
optimum untuk pertumbuhan T. asperellum adalah 25-30 °C, dengan suhu
maksimum 35 °C. Konidia Trichoderma spp. optimum pada kelembaban 30% di
dalam tanah.
Galur-galur Trichoderma memproduksi senyawa metabolit sekunder yang
bersifat antibakteri, antinematoda, antifungi, dan antikhamir. T. asperellum
menghasilkan antibiotik trichodermaerin dan beberapa enzim yang mampu
melisis dinding sel seperti lipase, NAGase, B-1.3-glukanase, B-glukosidase, dan
protease (Chantrapromma et al. 2014; Geraldine et al. 2013). Selain itu
T. asperellum dapat merangsang ketahanan, pertumbuhan dan perkembangan
tanaman yang mengakibatkan peningkatan produksi tanaman (Naher et al. 2014).
Antibiotik dan antifungi yang telah diisolasi dari Trichoderma antara lain
peptaibol (Chutrakul et al. 2005), azafilon dan harzionolide (Vinale et al. 2006)
Pengendalian penyakit yang disebabkan cendawan patogen dengan
menggunakan cendawan Trichoderma sp. selain dapat menekan pertumbuhan
penyakit, juga dapat mempengaruhi keragaman serta kepadatan populasi
cendawan tanah. Mekanisme pengendalian oleh Trichoderma sp., yaitu dengan
cara membelit atau tumbuh disepanjang hifa inang dan membentuk sruktur
semacam kait yang membentuk penetrasi ke dalam dinding sel inang (Chet et al.
2006).
Ganoderma spp.
Cendawan Ganoderma spp. merupakan anggota Basidiomycetes yang
merupakan penyebab penyakit BPB yang umum menyerang akar dengan kisaran
inang yang cukup luas. Menurut Idris et al. (2000) jenis Ganoderma yang umum
menyerang tanaman kelapa sawit adalah G. boninense, G. zonatum,
G. moniatocinctum dan G. tomatum. Baby et al. (2015) menyatakan bahwa
cendawan Ganoderma yang ada di alam yang sudah terindentifikasi berjumlah
428 spesies.
Klasifikasi Ganoderma spp. menurut Alexopoulos (1979) adalah filum:
Fungi, kelas: Basidiomycetes, subkelas: Homobasidiomycetes, seri:
Hymenomycetes, ordo: Agaricales, famili: Polyporaceae, genus: Ganoderma,
spesies: Ganoderma spp.
5
Ho dan Nawawi (1985) dan Treu (1998) melaporkan ciri-ciri umum
Ganoderma sp., yaitu memiliki sebuah lapisan himenium yang terdiri atas
struktur yang disebut basidium (suatu sel berbentuk tabung atau seperti pemukul
bola yang mempunyai empat buah basidiospora di bagian luarnya). Himenium
yang dimiliki dapat menutupi permukaan, berpori, tubuh buah berkayu, keras
dan ulet, serta mempunyai lapisan-lapisan membran, permukaan atas tubuh buah
(konus) rata dan halus, dan spora pipih di bagian bawahnya. Ganoderma sp.
dapat tumbuh baik pada medium dengan pH 6.0-7.0, mampu bertahan lebih lama
pada akar tanaman dan tonggak-tonggak kayu di dalam tanah dibandingkan
dengan cendawan patogen lainnya.
Gejala serangan Ganoderma sp. tingkat ringan pada tanaman secara umum
adalah tanaman layu, tidak berkembang, dan kehilangan helai daun. Pada
serangan tingkat lanjut, penyakit dapat diidentifikasi dengan kemunculan tubuh
buah. Tubuh buah ini keras dan berkayu dengan ukuran yang cukup besar
(Gambar 2). Ukuran tubuh buah dapat mencapai diameter ± 15 cm dan ketebalan
± 5 cm. Warna tubuh buah dari coklat muda hingga coklat tua dan bahkan
jingga. Bagian atas tubuh buah dapat agak mengkilat dengan bagian bawah
berwarna putih (Henessy dan Daly 2007).
Ganoderma sp. menginfeksi akar tanaman terjadi karena kontak antara
akar yang sehat dengan akar yang sakit (Cooper et al. 2011). Cendawan ini akan
membentuk rizomorf, namun rizomorfnya tidak dapat bergerak bebas dalam
tanah terlepas dari alas nutrisi. Spora Ganoderma sp. tidak dapat menginfeksi
tanaman yang sehat, tetapi dapat menginfeksi tunggul-tunggul yang segar dari
tanaman yang rentan dan menjadi sumber infeksi baru. Kelapa sawit dapat
terinfeksi dari tunggul dan sisa-sisa akar pohon atau pohon-pohon yang tua.
Gambar 2 Tubuh buah G. boninense pada batang tanaman yang terserang
penyakit busuk pangkal batang (
). Sumber: Rakib et al.
(2014)
Pelapisan Benih
Pelapisan benih merupakan salah satu teknik untuk memperbaiki mutu
benih. Selain pelapisan benih teknik pelapisan lainnya yang sering dilakukan
adalah film coating dan seed pelleting (Copeland dan McDonald 2001). Ada tiga
kelompok bahan dasar yang digunakan sebagai bahan dasar pelapisan benih,
yaitu hidrokoloid (protein dan polisakarida), lipid (asam lemak dan wax) dan
komposit (campuran hidrokoloid dan lipid) (Ilyas 2012).
6
Pelapisan benih bertujuan untuk merubah bentuk, ukuran dan berat benih
sehingga mudah dalam penanaman menggunakan mesin dan memperbaiki
perkecambahan. Pelapisan benih meningkatkan bobot benih dengan faktor 0.12.0 kali lipat dari bobot awal tanpa perlakuan pelapisan (Ilyas 2012). Perlakuan
pelapisan juga dapat melindungi benih dari serangan hama dilapangan (Defang
at al. 2012).
Copeland dan McDonald (2001) dan Kuswanto (2003) menyatakan bahwa
bahan pelapis yang tepat digunakan melapisi benih memiliki persyaratan antara
lain: (1) dapat mempertahankan kadar air benih selama penyimpanan, (2) dapat
menghambat laju respirasi seminimal mungkin, (3) tidak bersifat toksik terhadap
benih, (4) bersifat mudah pecah dan larut apabila terkena air sehingga tidak
menghambat proses imbibisi untuk perkecambahan, (5) bersifat porous sehingga
benih masih dapat memperoleh oksigen untuk proses respirasi, dan (6) tidak
mudah mencair.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelapisan benih bermanfaat dalam
memperbaiki mutu benih. Avelar et al. (2012) menyatakan bahwa perlakuan
benih dengan polimer pada jagung dapat memperbaiki kemampuan tumbuh
tanaman, mengurangi persentase ketidakseragaman benih, meminimalkan
pencucian insektisida dari benih yang diberi perlakuan insektisida dan efisiensi
perlakuan berbeda-beda berkaitan dengan dosis polimer yang digunakan. Bailey
et al. (2009 ) menyatakan bahwa T. ovalisporum-DIS 70a, T. hamatum-DIS
219b, T. koningiopsis-DIS 172ai dan T. harzianum-DIS 219f yang diaplikasikan
pada tanaman kakao mampu mengkolonisasi jaringan tanaman dan bersimbiosis
dengan tanaman, membentuk hubungan endofitik, dan meningkatkan
pertumbuhan tanaman.
Thobunluepop (2009) menyatakan bahwa pelapisan benih padi dengan
eugenol sangat efektif untuk menghambat cendawan terbawa benih dan dapat
digunakan sebagai alternatif pengganti untuk bahan kimia sintetik untuk
perlakuan benih. Pelapisan dengan eugenol yang digabung dengan polimer
kitosan lignosulfate adalah antifungi potensial untuk melawan aktivitas
cendawan terbawa benih seperti F. manilforme, A. solani, B. oryzae, R. solani,
Curvularia sp., A. flavus dan A. niger. Perlakuan pelapisan benih padi dengan
eugenol dan kitosan lignosulfate dapat menghambat pertumbuhan B. oryzae
sampai dengan 11 bulan penyimpanan.
Wright et al. (2005) menunjukkan bahwa kematian kecambah dari benih
wortel yang disebabkan oleh larva grass grub secara signifikan berkurang
(P 75%) atau tanaman mati
Penyiapan cendawan T. asperellum dan G. boninense
Cendawan T. asperellum koleksi terlebih dahulu diperbanyak dengan
membiakannya dalam cawan Petri. Sebanyak 10 µL suspensi koleksi dipipet ke
dalam cawan Petri berisi 15 mL media PDA. Kemudian disimpan dalam
inkubator suhu 28±1 0C selama 7 hari. Cendawan yang digunakan untuk
perlakuan sudah menghasilkan spora dan berwarna hijau tua. Sebanyak dua
cawan Petri T. asperellum yang telah tumbuh dan menghasilkan spora dilarutkan
dalam 100 mL akuades steril. Kemudian dikocok selama 1 jam menggunakan
mesin pengocok.
Suspensi disaring dengan kain kasa agar sisa-sisa media PDA tidak
tercampur kedalam larutan. Sebelum digunakan dilakukan penghitungan
populasi spora cendawan dengan melakukan pengenceran sampai dengan 10 -2.
Populasi cendawan dihitung dengan membuat preparat hemasitometer. Jumlah
spora yang dihasilkan dalam larutan untuk digunakan adalah 107. Preparat
kemudian diamati dib
PENGAYAAN Trichoderma asperellum (T13) UNTUK
MENEKAN INFEKSI Ganoderma boninense Pat.
DI PRE NURSERI
GANI JAWAK
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pelapisan Benih Kelapa
Sawit dengan Pengayaan Trichoderma asperellum (T13) untuk Menekan Infeksi
Ganoderma boninense Pat. di Pre Nurseri adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2016
Gani Jawak
NIM A2551130111
RINGKASAN
GANI JAWAK. Pelapisan Benih Kelapa Sawit dengan Pengayaan
Trichoderma asperellum (T13) untuk Menekan Infeksi Ganoderma boninense
Pat. di Pre Nurseri. Dibimbing oleh ENY WIDAJATI, ENDAH RETNO PALUPI
dan NURITA TORUAN-MATHIUS.
Trichoderma asperellum merupakan cendawan yang bersifat antagonis
terhadap Ganoderma boninense penyebab penyakit busuk pangkal batang pada
kelapa sawit. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan jenis dan formula bahan
pelapis terbaik yang kompatibel untuk perkembangan T. asperellum (T13) serta
dapat menekan serangan G. boninense pada bibit kelapa sawit.. Penelitian terdiri
atas dua percobaan, yaitu: 1) viabilitas dan efektivitas T. asperellum dengan
berbagai bahan pelapis dan (2) uji efektitivitas formula bahan pelapis dengan
T. asperellum untuk menekan infeksi G. boninense di pre nurseri.
Percobaan I terdiri dari dua percobaan, yaitu: Ia) Viabilitas dan efektivitas
T. asperellum dengan berbagai bahan pelapis melalui teknik pencampuran dengan
bahan pelapis dan Ib) Viabilitas dan efektivitas T. asperellum dengan berbagai
bahan pelapis melalui teknik pelapisan benih diawali dengan perendaman T.
asperellum. Percobaan Ia dirancang secara acak kelompok (RAK) yang terdiri
atas sembilan perlakuan, yaitu: pelapisan dengan talk 1%, CMC 1%, tapioka 5%,
Arabic gum 25%, Na. alginat 8.3%, Arabic gum 3% + gipsum 1%, CMC 1.5% +
gipsum 1%, CMC 1.5% + talk 1%, kontrol (tanpa pelapisan dan tanpa T.
asperellum). Hasil percobaan menunjukkan bahwa pada 13 minggu setelah tanam
(MST) tidak ada T. asperellum yang masuk ke dalam jaringan akar. Pelapisan
dengan Arabic gum 25%, CMC 1% dan Arabic gum 3% + gipsum 1%
menghasilkan bobot kering tertinggi dibandingkan dengan bahan pelapisan
lainnya dengan nilai berturut-turut 10.95 g, 11.89 g dan 11.97 g.
Percobaan 1b dirancang dengan rancangan tersarang dua faktor yaitu
perlakuan pelapisan dan periode simpan. Pada percobaan ini, tiga bahan pelapis
terbaik dari percobaan Ia diformulasikan menjadi 11 perlakuan, yaitu; tanpa
perendaman T. asperellum + tanpa pelapisan, perendaman dengan T. asperellum +
tanpa pelapisan, perlakuan selanjutnya adalah perendaman + pelapisan dengan
Arabic gum 10%, + Arabic gum 25%, + Arabic gum 40%, + CMC 0.5%, + CMC
1%, + CMC 1.5%, + Arabic gum 1.5% + gipsum 0.5% , + Arabic gum 3% +
gipsum 1%, dan + Arabic gum 4.5% + gipsum 1.5%. Semua perlakuan disimpan
dengan periode 0, 3, 6, 9 dan 12 hari setelah pelapisan.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa T. asperellum dapat berkembang biak
di akar tanaman pada perlakuan perendaman dilanjutkan dengan pelapisan Arabic
gum 25%, Arabic gum 40%, CMC 0.5%, CMC 1%, CMC 1.5%, Arabic gum 3%
+ gipsum 1%, dan Arabic gum 4.5% + gipsum 1.5%. Aplikasi perendaman dengan
T. asperellum + pelapisan berpengaruh nyata pada panjang akar dan tinggi tajuk
dan pertambahan tinggi tanaman pada 2, 10 dan 12 MST. Aplikasi perendaman +
pelapisan menghasilkan panjang akar tertinggi pada Arabic gum 4.5% + gipsum
1.5% (16.74 cm), CMC 1% (15.88 cm), dan CMC 1.5% (15.51 cm) namun lebih
rendah dari perlakuan perendaman tanpa pelapisan (18.18 cm). Periode simpan 12
hari tidak menurunkan daya tumbuh, bobot kering total, panjang akar, tinggi tajuk
dan pertambahan tinggi tanaman pada 4-12 MST. Aplikasi perendaman dan
pelapisan dengan CMC 1%, CMC 1.5% dan Arabic gum 4.5% + gipsum 1.5%
selanjutnya digunakan pada percobaan II berdasarkan panjang akar dan tinggi
tajuk serta sifat fisik dan kimia bahan pelapis.
Percobaan II dirancang dengan RAK. Perlakuan terdiri atas: benih tanpa
pelapisan dan tanpa perendaman T. asperellum, pelapisan CMC 1%, CMC 1.5%,
Arabic gum 4.5% + gipsum 1.5%, perendaman T. asperellum, perendaman +
CMC 1%, perendaman + CMC 1.5%, perendaman + Arabic gum 4.5% + gipsum
1.5%, dan tanpa pelapisan + tanpa perendaman. Media tanam yang digunakan
diinokulasi dengan G. boninense kecuali pada perlakuan tanpa pelapisan dan
tanpa perendaman. Hasil percobaan menunjukkan bahwa perlakuan perendaman +
pelapisan CMC 1.5% dan Arabic gum 4.5% + gipsum 1.5% dapat meningkatkan
daya tumbuh 16.67% namun belum efektif menurunkan infeksi serangan G.
boninense di pre nurseri dengan insidensi penyakit yang masih tinggi (≥ 93.33 %)
dan tingkat keparahan penyakit masing masing 84.17% dan 90%.
Kata kunci: Arabic gum, busuk pangkal batang, CMC, gipsum.
SUMMARY
GANI JAWAK. Oil Palm Seed Coating with Trichoderma asperellum (T13) to
Suppress Infection of Ganoderma boninense Pat. at Pre Nursery. Supervised by
ENY WIDAJATI, ENDAH RETNO PALUPI and NURITA TORUANMATHIUS.
Trichoderma asperellum is an antagonistic fungus towards Ganodema
boninense which causes basal stem rot disease on palm oil. The aims of this study
were to obtain the best coating formula compatible to T. asperellum (T13) and
inhibited the infection of G. boninense on oil palm seedlings. The research
consisted of two experiments, i.e. the viability and effectiveness of T. asperellum
to various coating materials and evaluate effectiveness of coating material
formulas with T. asperellum to suppress G. boninense infection in pre nursery.
First experiment consisted of two trials, the viability and effectiveness of
T. asperellum to various coating materials through mixing technique with coating
material and through soaking techniques followed by coating the seed. First trial
designed in randomized block design (RBD) consisted of nine treatments, i.e;
coating with talc 1%, CMC 1%, tapioca 5%, Arabic gum 25%, Na. alginate 8.3%,
Arabic gum 3% + gypsum 1%, CMC 1.5% + gypsum 1%, CMC 1.5% + talc 1%,
control (without coating and T. asperellum). The result showed that there was no
T. asperellum which get in to the root tissue on 13 weeks after planting (MST).
Coating with Arabic gum 25 %, CMC 1 % and Arabic gum 3 % + gypsum 1 %
produced the highest dry weight compared to other coating materials, respectively
10.95 g , 11.89 g and 11.97 g.
Second trial was designed in nested design of two factors i.e. coating
treatments and storage period. In this experiment, three best coating materials
from the first trial than formulated into 11 treatments, i.e; without soaking T.
asperellum + without coating, soaking with T. asperellum + without coating,
further treatment is soaking + coating with Arabic gum 10%, + Arabic gum 25%,
+ Arabic gum 40%, + CMC 0.5%, + CMC 1 %, + CMC 1.5%, Arabic gum 1.5%
+ gypsum 0.5%, Arabic gum 3% + gypsum 1%, Arabic gum 4.5% + gypsum
1.5%. All of the treatments were stored for 0, 3, 6, 9 and 12 days after coating.
The result showed that soaking treatment followed by coating Arabic gum 25 %,
Arabic gum 40%, CMC 0.5 %, CMC 1 %, CMC 1.5 %, Arabic gum 3% +
gypsum 1 %, and Arabic gum 4.5 % + gypsum 1.5 % was sufficient fot T.
asperellum to be able to reproduce in the root of oil palm seedlings. Soaking with
T. asperellum + coating influenced roots length, crown height and plant height at
2, 10 and 12 MST. Soaking applications + coating produced the highest roots
length on Arabic gum 4.5% + gypsum 1.5% (16.74 cm), CMC 1% (15.88 cm), and
CMC 1.5% (15.51 cm) but lower than the soaking treatment without coating
(18:18 cm). Storage period of 12 days did not reduce the germination, total dry
weight, roots lenght, crown height and plant height at 4-12 MST. Soaking
applications + coating with CMC 1%, CMC 1.5 and Arabic gum 4.5% + gypsum
1.5% subsequently used in experiment II based on the roots length, crown height
also the physical and chemical matters of coating materials.
The second experiment was arranged in RBD. The treatment consisted of;
seeds without coating and without soaking T. asperellum, coating CMC 1%, CMC
1.5%, Arabic gum 4.5% + gypsum 1.5%, soaking T. asperellum, soaking + CMC
1%, soaking + CMC 1.5%, soaking + Arabic gum 4.5 % + 1.5% gypsum, and
without coating + without soaking. Planting medium was inoculated with G.
boninense except on treatment without coating and soaking. The results showed
that soaking treatment + coating CMC 1.5% and Arabic gum 4.5% + gypsum
1.5% enhanced the germination 16.67% but ineffective in decreasing the infection
of G. boninense in pre nursery with disease of incidence still high (≥ 93.33%) and
disease severity, respectively 84.17% and 90%.
Keywords: Arabic gum, basal stem rot, CMC, gypsum.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PELAPISAN BENIH KELAPA SAWIT DENGAN
PENGAYAAN Trichoderma asperellum (T13) UNTUK
MENEKAN INFEKSI Ganoderma boninense Pat.
DI PRE NURSERI
GANI JAWAK
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Giyanto, MSi
Judul Tesis : Pelapisan benih kelapa sawit dengan pengayaan Trichoderma
asperellum (T13) untuk menekan infeksi Ganoderma boninense
Pat. di pre nurseri
Nama
: Gani Jawak
NIM
: A251130111
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang telah
dilaksanakan pada bulan Juli 2014 - Agustus 2015 ini berjudul “Pelapisan Benih
Kelapa Sawit dengan Pengayaan Trichoderma asperellum (T13) untuk Menekan
Infeksi Ganoderma boninense Pat. di Pre Nurseri”. Tesis ini dibuat sebagai salah
satu syarat untuk menyelesaikan studi di Program Studi Ilmu dan Teknologi
Benih, Sekolah Pascasarjana IPB.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Eny Widajati, MS, Dr Ir Endah
Retno Palupi, MSc dan Dr Nurita Toruan-Mathius, MS selaku komisi
pembimbing atas bimbingan, saran, dan waktu yang telah dicurahkan dalam
penyelesaian tesis ini. Terimakasih kepada Dr Ir Giyanto, MSi selaku penguji luar
komisi atas saran dan masukannya dalam penyempurnaan tulisan ini. Terimakasih
kepada Dr Ir M. Rahmat Suhartanto, MS selaku perwakilan Program Studi Ilmu
dan Teknologi Benih dalam ujian tesis. Penulis juga mengucapkan terimakasih
kepada PT SMART Tbk. atas dana dan fasilitas penelitian yang telah disediakan.
Terimakasih kepada seluruh staf dan teknisi Laboratorium Microbiome
Technology, dan Plant Production and Biotechnology PT SMART Tbk. atas
bantuan dan kerjasamanya selama penelitian. Ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada kedua orang tua penulis Bapak MS Jawak dan Ibu M br
Sipayung serta Kakak dan Adikku atas dukungan dan doa yang diberikan.
Terimakasih kepada teman-teman mahasiswa Program Studi Ilmu dan Teknologi
Benih angkatan 2012, 2013 dan 2014 atas bantuan, dorongan dan semangat yang
telah diberikan. Semoga tesis ini bermanfaat bagi masyarakat dan perkembangan
ilmu pengetahuan.
Bogor, April 2016
Gani Jawak
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
1
1
2
2 TINJAUAN PUSTAKA
Kelapa Sawit
Trichoderma spp.
Ganoderma spp.
Pelapisan Benih
Bahan Pelapis Benih
2
2
3
4
5
7
3 BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Sumber Bahan
Percobaan I. Viabilitas dan Efektivitas T. asperellum dengan Berbagai
Bahan Pelapis
Percobaan II. Uji Efektivitas Formula Bahan Pelapis dengan
T. asperellum untuk Menekan Infeksi G. boninense di
Pre Nurseri
Penyiapan Cendawan T. asperellum dan G. boninense
Pelapisan Benih
Penanaman dan Pemeliharaan
Isolasi Trichoderma sp. dari Sampel Akar Tanaman
Analisis Data
11
11
11
11
13
14
15
15
16
16
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Percobaan I. Viabilitas dan Efektivitas T. asperellum dengan Berbagai
Bahan Pelapis
Percobaan II. Uji Efektivitas Formula Bahan Pelapis dengan
T. asperellum untuk Menekan Infeksi G. boninense di
Pre Nurseri
16
22
5 KESIMPULAN
Kesimpulan
23
23
6 DAFTAR PUSTAKA
24
LAMPIRAN
29
RIWAYAT HIDUP
30
16
DAFTAR TABEL
1 Pemupukan bibit kelapa sawit di pre nurseri
2 Pengaruh pencampuran T. asperellum dengan bahan pelapis terhadap
vigor bibit kelapa sawit pada 13 MST
3 Pengaruh pencampuran T. asperellum dengan bahan pelapis terhadap
pertambahan tinggi bibit kelapa sawit pada 2-12 MST
4 Pengaruh periode simpan dan perendaman + pelapisan terhadap vigor
bibit kelapa sawit dan jumlah koloni T. asperellum (colony form unit)
dalam akar tanaman pada 12 MST
5 Pengaruh periode simpan dan perendaman + pelapisan benih terhadap
pertambahan tinggi bibit kelapa sawit pada 2-12 MST
6 Pengaruh perendaman T. asperellum + pelapisan benih terhadap bibit
kelapa sawit pada media tanam yang diinokulasi Ganoderma pada 12
MST
15
17
18
19
21
22
DAFTAR GAMBAR
1 Buah kelapa sawit dan bagian-bagiannya
2 Tubuh buah G. boninense pada batang tanaman kelapa sawit yang
terserang penyakit busuk pangkal batang
3 Koloni T. asperellum hasil pour plate sampel akar
4 Morfologi kecambah setelah pelapisan dan penyimpanan 12 hari
5 Infeksi Ganoderma pada kelapa sawit
3
5
20
21
23
DAFTAR LAMPIRAN
1. Bagan alir penelitian
29
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa sawit (Elaeis quinensis Jacq.) merupakan sumber penghasil
minyak makanan, minyak industri, maupun bahan bakar nabati (biodiesel)
(BBPPTP 2008). Pada tahun 2008 produksi minyak sawit Indonesia adalah 17
539 788 ton dan meningkat menjadi 24 431 640 ton pada tahun 2013 (Ditjenbun
2014). Peningkatan produksi ini selain dikarenakan semakin luasnya areal
produksi juga tingginya rendemen yang dihasilkan oleh kelapa sawit (21% atau
6-8 ton minyak per hektar) jika dibandingkan dengan minyak nabati lainnya
yang kurang dari 2.5 ton minyak per hektar (Sunarko 2009). Hal ini menjadikan
tanaman kelapa sawit menjadi salah satu komoditas perkebunan yang sangat
diminati oleh petani.
Salah satu masalah yang dihadapi untuk keberlanjutan produksi tanaman
kelapa sawit di Asia Tenggara termasuk Indonesia adalah penyakit busuk
pangkal batang (BPB) yang disebabkan oleh cendawan G. boninense.
G. boninense merupakan patogen tular tanah yang keberadaannya dipengaruhi
oleh berbagai faktor yang sangat kompleks dan bersifat sistemik.
Ganoderma secara eksklusif dapat mendegradasi lignin menjadi air, CO2,
dan selulosa sehingga tersedia sebagai nutrisi bagi jamur tersebut (Paterson
2007). Menurut Goh et al. (2014) G. boninense memproduksi enzim ligninolitik
atau lignin peroxidase, manganase peroxidase dan lakkase untuk mendegradasi
komposisi lignin pada dinding sel tanaman. Ommelna et al. (2012) menyatakan
bahwa Indonesia dan Malaysia mengalami kerugian hingga US$ 500 juta per
tahun akibat penyakit BPB.
Trichoderma spp. merupakan fungi indigenous yang berpotensi sebagai
biokontrol dalam menekan pertumbuhan Ganoderma penyebab penyakit BPB.
Menurut Wicaksono dan Situmorang (2010a) T. asperellum mampu
mengkolonisasi akar (rizosfer) dan membentuk hubungan endofitik dengan akar
tanaman kelapa sawit. Chantrapromma et al. (2014) dan Geraldine et al. (2013)
menyatakan bahwa T. asperellum menghasilkan antibiotik trichodermaerin dan
beberapa enzim yang mampu melisis dinding sel fungi seperti lipase, NAGase,
B-1.3-glukanase, B-glukosidase, dan protease.
Naher et al. (2014) menyatakan bahwa T. asperellum dapat merangsang
ketahanan tanaman terhadap penyakit melalui mekanisme mikoparasit dimana
hifa Trichoderma akan melilit cendawan patogen tanaman dengan membentuk
struktur seperti appresoria. Nur Ain Izzati dan Abdullah (2008) dan Naher et al.
(2012) menyatakan bahwa T. harzianum dapat meningkatkan resistensi tanaman
terhadap penyakit BPB dan meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit.
Aplikasi Trichoderma yang selama ini diberikan pada lubang tanam saat di
pre nurseri, main nurseri atau lubang tanam di lapangan dinilai kurang efektif
dan efisien terutama pada areal perkebunan yang jauh dari sentra benih. Oleh
karena itu dibutuhkan teknologi lain yang lebih praktis untuk pengiriman dan
penggunaan skala luas. Industri benih kelapa sawit dapat memanfaatkan
teknologi pelapisan benih dengan T. asperellum dalam upaya menekan penyakit
BPB pada daerah endemik. Hal ini akan meningkatkan efisiensi penanganan,
2
nilai tambah terhadap benih, dan memudahkan pemberian mikroba antagonis
yang menekan perkembangan Ganoderma pada daerah akar. Mukhtar et al.
(2012); Islam et al. (2011); Asaduzzaman et al. (2010) menyatakan bahwa benih
yang dilapisi dengan tapioka 2% + T. harzianum dapat meningkatkan nilai
indeks vigor dan daya berkecambah benih.
Tujuan
1.
2.
Tujuan penelitian ini adalah:
Mendapatkan formula bahan pelapis terbaik yang kompatibel untuk
perkembangan T. asperellum (T13)
Mendapatkan formula bahan pelapis terbaik sebagai bahan pembawa
T. asperellum (T13) untuk menekan infeksi G. boninense.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Kelapa Sawit
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.), berasal dari pantai Guinea Afrika
Barat, yang ditemukan oleh Nicolaus Josef von Jacquin, orang yang memberi
nama kelapa sawit secara botani (Hartley 1977; Corley dan Tinker 2003).
Kelapa sawit memiliki genom diploid dengan 16 pasang kromosom homolog (2n
= 32). Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil yang berakar serabut dimana
sebagian besar akarnya berada dekat permukaan tanah dengan kedalaman 15-30
cm. Batang tanaman ini tegak tidak bercabang, diameter 40-75 cm, tinggi batang
dalam pembudidayaan tidak lebih dari 15-18 m. Daunnya merupakan daun
majemuk dengan pelepah daun tersusun melingkari batang berbentuk spiral.
Panjang pelepah daun bisa mencapai ± 9 m dan panjang helai daun ± 1.2 m
dengan jumlah 100-160 pasang (Hartley 1977; Corley dan Tinker 2003).
Kelapa sawit adalah tipe tanaman monoecious, dalam hal mana bunga
jantan dan betina ada pada satu tanaman, tetapi pada tandan yang berbeda. Rasio
bunga jantan terhadap betina selain dipengaruhi secara genetik juga dapat
dipengaruhi keadaan iklim. Pada setiap ketiak pelepah daun kelapa sawit hanya
tumbuh satu tandan bunga, dapat berupa bunga jantan maupun bunga betina.
Penyerbukan pada tanaman kelapa sawit umunya adalah penyerbukan
silang karena masa antesis bunga jantan berbeda dengan masa reseptif bunga
betina. Buah kelapa sawit merupakan buah batu (drupe) yang terdiri dari
perikarp (kulit buah), mesokarp (daging buah), endokarp (cangkang) dan
endosperm (inti) yang tersusun dalam satu tandan (Gambar 1). Minyak sawit
sebagian besar (20-27%) terdapat pada perikarp dan mesokarp sedangkan pada
bagian inti (endosperm) hanya mengandung sedikit minyak (4-6%) (Hartley
1977; Corley dan Tinker 2003).
3
Berdasarkan ketebalan cangkangnya kelapa sawit dibedakan menjadi Dura,
Pisifera, dan Tenera (BBPPTP 2008). Dura memiliki buah yang bercangkang
tebal, tandan buah besar dan kandungan minyak berkisar 18%. Pisifera buahnya
bercangkang tipis dan bunga betinanya steril sehingga sangat jarang
menghasilkan buah. Tenera adalah persilangan antara induk Dura dan Pisifera.
Tenera dianggap bibit unggul karena memiliki cangkang buah yang tipis dan
bunga betinanya fertil. Tenera memiliki persentase daging per buah mencapai
90% dan kandungan minyak pertandannya dapat mencapai 28%.
Gambar 1
Buah kelapa sawit dan bagian-bagiannya (E: eksokarp, M:
mesokarp, S: endokarp, K: endosperm). Sumber: Sau et al.
(2013)
Menurut BBPPTP (2008) pengecambahan benih kelapa sawit
membutuhkan waktu yang panjang. Buah yang telah masak dikupas dengan
mesin pengupas untuk memperoleh benih yang terlepas dari sabutnya. Benih
kemudian direndam dalam air bersih selama 5 hari dan setiap hari harus diganti
dengan air yang baru. Benih diangkat dan dikering-anginkan di tempat teduh
selama 24 jam. Kadar air dalam benih harus dipertahankan 17%. Pematahan
dormansi benih dilakukan dengan memasukkan benih ke dalam kantong plastik
polietilen dan ditutup rapat dengan merekat ujungnya. Kantong plastik kemudian
dimasukkan dalam peti berukuran 30 cm x 20 cm x 10 cm dan diletakkan dalam
hot room dengan suhu 39 0C selama 80 hari. Benih diperiksa 3 hari sekali (2 kali
per minggu) dengan membuka kantong plastiknya dan disemprot dengan air agar
kelembaban terjaga. Bila telah ada benih yang berkecambah, segera semaikan
pada pesemaian perkecambahan. Setelah pematahan dormansi, kantong
dikeluarkan dari peti dan diletakkan di tempat yang dingin. Kandungan air harus
diusahakan tetap seperti semula. Setelah 15-20 hari benih berkecambah dan siap
dipindahkan ke pre nurseri. Benih yang tidak berkecambah dalam waktu tersebut
di atas sebaiknya tidak digunakan untuk bibit.
Tricoderma spp.
Berdasarkan cara reproduksi dan struktur tubuhnya T. asperellum
termasuk dalam kingdom fungi divisi Deuteromycetes dengan konidiofor tegak
tidak menyolok mata dan kecil, bentuknya globus, subglobus dan sedikit kerucut,
bercabang banyak dan teratur (berpasangan), dan dapat membentuk
klamidospora (Samuels et al. 1999). Pada umumnya koloni dalam biakan
tumbuh dengan cepat, berwarna putih sampai hijau gelap.
4
T. asperellum terdapat secara alami dalam tanah pertanian, hutan atau
kebun. T. asperellum melimpah di rizosfer dan bersifat saprotrof (memanfaatkan
sisa jasad renik untuk pertumbuhannya) sehingga secara ekologis mampu
berkompetisi dengan cendawan lain dan mampu mengkolonisasi berbagai
substrat yang ada di sekitar tanaman (EFSA 2013). T. asperellum mampu
berkembang secara endofit dalam jaringan akar sehingga dapat dikembangkan
sebagai agensia pengendali hayati cendawan patogen tular tanah (Bayley et al.
2008). T. asperellum menghasilkan tiga tipe propagul yang dapat digunakan
sebagai bahan formula, yaitu hifa, klamidiospora dan konidia. T. asperellum
mempunyai daya antagonis yang tinggi dan dapat menghasilkan racun
(trichotoxin), sehingga dapat menghambat dan mematikan cendawan patogen
(Chutrakul et al. 2005).
T. asperellum dapat tumbuh pada pH antara 5.5-7.5 ºC (Singh et al. 2014).
Singh et al. (2014) dan Watanabe et al. (2005) menyatakan bahwa suhu
optimum untuk pertumbuhan T. asperellum adalah 25-30 °C, dengan suhu
maksimum 35 °C. Konidia Trichoderma spp. optimum pada kelembaban 30% di
dalam tanah.
Galur-galur Trichoderma memproduksi senyawa metabolit sekunder yang
bersifat antibakteri, antinematoda, antifungi, dan antikhamir. T. asperellum
menghasilkan antibiotik trichodermaerin dan beberapa enzim yang mampu
melisis dinding sel seperti lipase, NAGase, B-1.3-glukanase, B-glukosidase, dan
protease (Chantrapromma et al. 2014; Geraldine et al. 2013). Selain itu
T. asperellum dapat merangsang ketahanan, pertumbuhan dan perkembangan
tanaman yang mengakibatkan peningkatan produksi tanaman (Naher et al. 2014).
Antibiotik dan antifungi yang telah diisolasi dari Trichoderma antara lain
peptaibol (Chutrakul et al. 2005), azafilon dan harzionolide (Vinale et al. 2006)
Pengendalian penyakit yang disebabkan cendawan patogen dengan
menggunakan cendawan Trichoderma sp. selain dapat menekan pertumbuhan
penyakit, juga dapat mempengaruhi keragaman serta kepadatan populasi
cendawan tanah. Mekanisme pengendalian oleh Trichoderma sp., yaitu dengan
cara membelit atau tumbuh disepanjang hifa inang dan membentuk sruktur
semacam kait yang membentuk penetrasi ke dalam dinding sel inang (Chet et al.
2006).
Ganoderma spp.
Cendawan Ganoderma spp. merupakan anggota Basidiomycetes yang
merupakan penyebab penyakit BPB yang umum menyerang akar dengan kisaran
inang yang cukup luas. Menurut Idris et al. (2000) jenis Ganoderma yang umum
menyerang tanaman kelapa sawit adalah G. boninense, G. zonatum,
G. moniatocinctum dan G. tomatum. Baby et al. (2015) menyatakan bahwa
cendawan Ganoderma yang ada di alam yang sudah terindentifikasi berjumlah
428 spesies.
Klasifikasi Ganoderma spp. menurut Alexopoulos (1979) adalah filum:
Fungi, kelas: Basidiomycetes, subkelas: Homobasidiomycetes, seri:
Hymenomycetes, ordo: Agaricales, famili: Polyporaceae, genus: Ganoderma,
spesies: Ganoderma spp.
5
Ho dan Nawawi (1985) dan Treu (1998) melaporkan ciri-ciri umum
Ganoderma sp., yaitu memiliki sebuah lapisan himenium yang terdiri atas
struktur yang disebut basidium (suatu sel berbentuk tabung atau seperti pemukul
bola yang mempunyai empat buah basidiospora di bagian luarnya). Himenium
yang dimiliki dapat menutupi permukaan, berpori, tubuh buah berkayu, keras
dan ulet, serta mempunyai lapisan-lapisan membran, permukaan atas tubuh buah
(konus) rata dan halus, dan spora pipih di bagian bawahnya. Ganoderma sp.
dapat tumbuh baik pada medium dengan pH 6.0-7.0, mampu bertahan lebih lama
pada akar tanaman dan tonggak-tonggak kayu di dalam tanah dibandingkan
dengan cendawan patogen lainnya.
Gejala serangan Ganoderma sp. tingkat ringan pada tanaman secara umum
adalah tanaman layu, tidak berkembang, dan kehilangan helai daun. Pada
serangan tingkat lanjut, penyakit dapat diidentifikasi dengan kemunculan tubuh
buah. Tubuh buah ini keras dan berkayu dengan ukuran yang cukup besar
(Gambar 2). Ukuran tubuh buah dapat mencapai diameter ± 15 cm dan ketebalan
± 5 cm. Warna tubuh buah dari coklat muda hingga coklat tua dan bahkan
jingga. Bagian atas tubuh buah dapat agak mengkilat dengan bagian bawah
berwarna putih (Henessy dan Daly 2007).
Ganoderma sp. menginfeksi akar tanaman terjadi karena kontak antara
akar yang sehat dengan akar yang sakit (Cooper et al. 2011). Cendawan ini akan
membentuk rizomorf, namun rizomorfnya tidak dapat bergerak bebas dalam
tanah terlepas dari alas nutrisi. Spora Ganoderma sp. tidak dapat menginfeksi
tanaman yang sehat, tetapi dapat menginfeksi tunggul-tunggul yang segar dari
tanaman yang rentan dan menjadi sumber infeksi baru. Kelapa sawit dapat
terinfeksi dari tunggul dan sisa-sisa akar pohon atau pohon-pohon yang tua.
Gambar 2 Tubuh buah G. boninense pada batang tanaman yang terserang
penyakit busuk pangkal batang (
). Sumber: Rakib et al.
(2014)
Pelapisan Benih
Pelapisan benih merupakan salah satu teknik untuk memperbaiki mutu
benih. Selain pelapisan benih teknik pelapisan lainnya yang sering dilakukan
adalah film coating dan seed pelleting (Copeland dan McDonald 2001). Ada tiga
kelompok bahan dasar yang digunakan sebagai bahan dasar pelapisan benih,
yaitu hidrokoloid (protein dan polisakarida), lipid (asam lemak dan wax) dan
komposit (campuran hidrokoloid dan lipid) (Ilyas 2012).
6
Pelapisan benih bertujuan untuk merubah bentuk, ukuran dan berat benih
sehingga mudah dalam penanaman menggunakan mesin dan memperbaiki
perkecambahan. Pelapisan benih meningkatkan bobot benih dengan faktor 0.12.0 kali lipat dari bobot awal tanpa perlakuan pelapisan (Ilyas 2012). Perlakuan
pelapisan juga dapat melindungi benih dari serangan hama dilapangan (Defang
at al. 2012).
Copeland dan McDonald (2001) dan Kuswanto (2003) menyatakan bahwa
bahan pelapis yang tepat digunakan melapisi benih memiliki persyaratan antara
lain: (1) dapat mempertahankan kadar air benih selama penyimpanan, (2) dapat
menghambat laju respirasi seminimal mungkin, (3) tidak bersifat toksik terhadap
benih, (4) bersifat mudah pecah dan larut apabila terkena air sehingga tidak
menghambat proses imbibisi untuk perkecambahan, (5) bersifat porous sehingga
benih masih dapat memperoleh oksigen untuk proses respirasi, dan (6) tidak
mudah mencair.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelapisan benih bermanfaat dalam
memperbaiki mutu benih. Avelar et al. (2012) menyatakan bahwa perlakuan
benih dengan polimer pada jagung dapat memperbaiki kemampuan tumbuh
tanaman, mengurangi persentase ketidakseragaman benih, meminimalkan
pencucian insektisida dari benih yang diberi perlakuan insektisida dan efisiensi
perlakuan berbeda-beda berkaitan dengan dosis polimer yang digunakan. Bailey
et al. (2009 ) menyatakan bahwa T. ovalisporum-DIS 70a, T. hamatum-DIS
219b, T. koningiopsis-DIS 172ai dan T. harzianum-DIS 219f yang diaplikasikan
pada tanaman kakao mampu mengkolonisasi jaringan tanaman dan bersimbiosis
dengan tanaman, membentuk hubungan endofitik, dan meningkatkan
pertumbuhan tanaman.
Thobunluepop (2009) menyatakan bahwa pelapisan benih padi dengan
eugenol sangat efektif untuk menghambat cendawan terbawa benih dan dapat
digunakan sebagai alternatif pengganti untuk bahan kimia sintetik untuk
perlakuan benih. Pelapisan dengan eugenol yang digabung dengan polimer
kitosan lignosulfate adalah antifungi potensial untuk melawan aktivitas
cendawan terbawa benih seperti F. manilforme, A. solani, B. oryzae, R. solani,
Curvularia sp., A. flavus dan A. niger. Perlakuan pelapisan benih padi dengan
eugenol dan kitosan lignosulfate dapat menghambat pertumbuhan B. oryzae
sampai dengan 11 bulan penyimpanan.
Wright et al. (2005) menunjukkan bahwa kematian kecambah dari benih
wortel yang disebabkan oleh larva grass grub secara signifikan berkurang
(P 75%) atau tanaman mati
Penyiapan cendawan T. asperellum dan G. boninense
Cendawan T. asperellum koleksi terlebih dahulu diperbanyak dengan
membiakannya dalam cawan Petri. Sebanyak 10 µL suspensi koleksi dipipet ke
dalam cawan Petri berisi 15 mL media PDA. Kemudian disimpan dalam
inkubator suhu 28±1 0C selama 7 hari. Cendawan yang digunakan untuk
perlakuan sudah menghasilkan spora dan berwarna hijau tua. Sebanyak dua
cawan Petri T. asperellum yang telah tumbuh dan menghasilkan spora dilarutkan
dalam 100 mL akuades steril. Kemudian dikocok selama 1 jam menggunakan
mesin pengocok.
Suspensi disaring dengan kain kasa agar sisa-sisa media PDA tidak
tercampur kedalam larutan. Sebelum digunakan dilakukan penghitungan
populasi spora cendawan dengan melakukan pengenceran sampai dengan 10 -2.
Populasi cendawan dihitung dengan membuat preparat hemasitometer. Jumlah
spora yang dihasilkan dalam larutan untuk digunakan adalah 107. Preparat
kemudian diamati dib