Eksplorasi Mikroba Rizosfer dan Hubungannya dengan Sifat Fisik & Kimia Tanah pada Tanaman Kelapa Sawit Terinfeksi Ganoderma boninense Pat.

EKSPLORASI MIKROBA RIZOSFER DAN HUBUNGANNYA
DENGAN SIFAT FISIK & KIMIA TANAH PADA KELAPA
SAWIT TERINFEKSI Ganoderma boninense Pat.

WIDYA YUNIVEN

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Eksplorasi Mikroba
Rizosfer dan Hubungannya dengan Sifat Fisik & Kimia Tanah pada Tanaman
Kelapa Sawit Terinfeksi Ganoderma boninense Pat. adalah benar karya saya
dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, 2014
Widya Yuniven
NIM A34090038

ABSTRAK
WIDYA YUNIVEN. Eksplorasi Mikroba Rizosfer dan Hubungannya dengan
Sifat Fisik & Kimia Tanah pada Kelapa Sawit Terinfeksi Ganoderma boninense
Pat.. Dibimbing oleh TITIEK SITI YULIANI.
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu tanaman
perkebunan yang memiliki arti penting dalam menyumbangkan devisa bagi
negara dari sektor non migas. Salah satu hambatan dalam pengembangan
budidaya kelapa sawit adalah adanya penyakit busuk pangkal batang yang
disebabkan oleh Ganoderma boninense. Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi
mikroba di sekitar rizosfer tanaman kelapa sawit dan hubungannya dengan
kondisi sifat fisik dan kimia tanah. Penelitian dilakukan dengan mengambil
contoh tanah dari tanaman kelapa sawit untuk dibuat suspensi. Suspensi dibuat
seri pengenceran hingga tingkat pengenceran 10-8. Uji antagonisme in vitro antara

kandidat antagonis dari golongan aktinomiset dengan G. boninense dilakukan
dengan metode dual culture. Pengamatan dilakukan dengan mengukur jari-jari
cendawan patogen yang menjauhi isolat aktinomiset dan jari-jari cendawan
patogen yang mendekati isolat aktinomiset. Hasil isolasi mikroba diperoleh 76.9%
isolat cendawan, 12.82% isolat bakteri, dan 10.26% isolat aktinomiset.
Kandungan sifat kimia tanah pada lokasi penelitian yaitu pada pH 4.43 termasuk
ke dalam jenis tanah agak masam dan kandungan C/N rasio 8.78% tergolong
rendah. Hasil percobaan in vitro menunjukkan isolat AK1 (aktinomiset 1), AK2
(aktinomiset 2), dan AK3 (aktinomiset 3) pada hari kelima memberikan pengaruh
yang nyata terhadap pertumbuhan cendawan patogen G. boninense pada media
PDA.
Kata kunci: kelapa sawit, mikroba rizosfer, Ganoderma boninense.

ABSTRACT
WIDYA YUNIVEN. The Exploration of Rhizosphere Microbial and Its
Relationship with Woil Physical and Chemical Characteristics of Oil Palm
Infected by Ganoderma boninense Pat.. Supervised by TITIEK SITI YULIANI.
Oil palm (Elaeis guineensis Jacq.) is one of the plantation crops which has a
significance in contributing foreign exchange to the country from non-oil sector.
One of the fence in development oil palm cultivation is the presence of stem rot

disease caused by Ganoderma boninense. This research aims to explore the
microbial rhizosphere surrounding to the oil palm plants, as well as its
relationship to the condition of physical and chemical soil characteristics. The
study was conducted by taking a surrounding soil of oil palm plantations as a
sample and made its suspension. The suspension was made to serial dilutions to
10-8 dilution rate. In vitro antagonism test between antagonist candidate of
actinomycetes to G. boninense conducted by using a dual culture methods.
Observations were made by measuring the radial growth of pathogenic fungi and
actinomycetes isolates were away from fingers pathogenic fungi actinomycetes
isolates were approaching. The results of microbial isolation consist of 76.9%
fungal isolates, 12.82% bacterial isolates, and 10.26% actinomycetes isolates. The
content of chemical characteristics soil at the study was sited at pH 4.43 it is
included in a slightly acid soil type and content of C/N ratio 8.78 is low. The
results of in vitro experiments showed that isolate AK1 (actinomycetes 1), AK2
(actinomycetes 2), and AK3 (actinomycetes 3) have a significant effect on the
growth of pathogenic G. boninense fungi on PDA at the fifth day.
Key words: oil palm, microbial rhizosphere, Ganoderma boninense

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumberdaya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

EKSPLORASI MIKROBA RIZOSFER DAN HUBUNGANNYA
DENGAN SIFAT FISIK & KIMIA TANAH PADA KELAPA
SAWIT TERINFEKSI Ganoderma boninense Pat.

WIDYA YUNIVEN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman


DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi

: Eksplorasi Mikroba Rizosfer dan Hubungannya dengan
Sifat Fisik & Kimia Tanah pada Tanaman Kelapa Sawit
Terinfeksi Ganoderma boninense Pat.
Nama Mahasiswa : Widya Yuniven
NIM
: A34090038

Disetujui oleh

Dr. Ir. Titiek Siti Yuliani, SU
Dosen Pembimbing


Diketahui oleh

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyeleseikan penelitian yang
berjudul “Eksplorasi Mikroba Rizosfer dan Hubungannya terhadap Sifat Fisik &
Kimia Tanah pada Tanaman Kelapa Sawit Terinfeksi Ganoderma boninense
Pat.”. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikologi Tumbuhan, Departemen
Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor dari bulan Maret sampai Desember
2013.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr. Ir. Titiek Siti
Yuliani, SU selaku dosen pembimbing yang telah banyak membimbing,
memberikan ilmu dan pengarahan, serta dukungan moril yang sangat besar dalam
penelitian penulis. Ucapan terima kasih juga kepada Dr. Ir. Ali Nurmansyah, Msi
selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan masukan, arahan dan saran

yang bermanfaat kepada penulis, serta kepada PT Tidar Kerinci Agung,
perkebunan kelapa sawit, Sumatera Barat atas izin dan kerjasamanya dalam
pengambilan contoh tanah.
Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada kedua orang tua,
Guswarmen dan Yulisma yang tak henti-hentinya memberi perhatian dan bantuan
moril, yang mana setiap langkah, gerak, dan ucapannya merupakan do’a bagi
penulis, serta kedua adik penulis Meninda olavenia dan Fernando Septriandoni.
Selain itu, ucapan terima kasih yang tulus kepada rekan kerja di Laboratorium
Mikologi, Griya Pink dan Pondok Surya, atas dukungan dan semangat yang telah
diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
untuk kedepannya. Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca dan kalangan umum.
Bogor, Juni 2014
Widya Yuniven

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Bahan dan Alat
Metode Penelitian
Pengambilan Sampel Tanah
Isolasi Mikroba Tanah
Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah
Isolasi Ganoderma boninense
Uji Antagonisme in vitro
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gejala Tanaman Sakit di Lapangan
Isolasi Mikroba Rizosfer Kelapa Sawit
Hubungan Sifat Fisik & Kimia Tanah dengan Populasi Mikroba
Isolasi Patogen Ganoderma boninense

Uji Antagonis Aktinomiset terhadap G. boninense
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

x
x
x
1
1
2
2
3
3
3
3
3
3
4
4

4
5
6
6
7
9
12
13
16
17
19

DAFTAR TABEL
1
2

Pearson Korelasi anatara jenis mikroba dengan sifat fisik & kimia
tanah
Persentase penghambatan isolat aktinomiset terhadap pertumbuhan
patogen G. boninense


9
15

DAFTAR GAMBAR

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Gejala penyakit BPB : (a) Basidiokarp dewasa di bagian pangkal
batang, (b) 2-3 daun tombak tidak terbuka dan beberapa daun tua patah
Hasil isolasi mikroba 10 hsp dari rhizosfer tanaman kelapa sawit: (a)
cendawan. (b) bakteri. (c) aktinomiset
Rata-rata populasi cendawan pada lahan sehat dan terinfeksi
Rata-rata populasi bakteri pada lahan sehat dan terinfeksi
Rata-rata populasi aktinomiset pada lahan sehat dan terinfeksi
Hubungan sifat kimia tanah (pH) dengan populasi mikroba rizosfer
Hubungan sifat kimia tanah (C/N rasio) dengan populasi mikroba
rizosfer
Hubungan sifat fisik tanah (pasir) dengan populasi mikroba rizosfer
Hubungan sifat fisik tanah (debu) dengan populasi mikroba rizosfer
Hubungan sifat fisik tanah (liat) dengan populasi mikroba rizosfer
(a) Badan buah G. boninense, (b) Koloni G. boninense pada media
PDA
Isolat aktinomiset: (a) isolat AK1 berasal dari sampel berbukit sakit,
(b) AK2, (c) AK3, dan (d) AK4 berasal dari sampel berbukit sehat
Uji antagonisme dengan metode dual culture

6
7
8
8
8
10
10
11
11
12
12
13
14

DAFTAR LAMPIRAN

1
2
3
4
5

Rata-rata populasi cendawan, bakteri, dan aktinomiset pada lahan
berbukit
Rata-rata populasi cendawan, bakteri, dan aktinomiset pada lahan
datar
Rata-rata populasi cendawan, bakteri, dan aktinomiset pada
lahanbergelombang
Jari-jari pertumbuhan koloni patogen G. boniense pada media PDA
Persentase penghambatan isolat akttinomiset terhadap cendawan
patogen G. boninense

20
20
21
22
23

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu tanaman
perkebunan yang memiliki arti penting dalam menyumbangkan devisa bagi
negara dari sektor non migas. Tanaman kelapa sawit mulai dibudidayakan secara
komersial sejak akhir 1970an (Semangun 2000). Kebutuhan minyak dunia yang
semakin meningkat menempatkan hasil bahan baku minyak kelapa sawit Crude
Palm Oil (CPO) sebagai sumber energi terpenting untuk masa mendatang.
Peningkatan kebutuhan tersebut tidak hanya disebabkan oleh penggunaan industri
pangan, tetapi juga untuk industri non pangan seperti farmasi, kosmetik, hingga
bahan bakar seperti diesel (Susanto 2002).
Perkembangan budidaya kelapa sawit di Indonesia pada beberapa tahun
terakhir mengalami kemajuan, yang berkaitan dengan pertambahan luas areal
maupun tingkat produksi. Salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah
peningkatan konsumsi minyak kelapa sawit yang semakin beragam. Luas areal
pertanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2011 mencapai 5.34 juta ha
dengan produksi minyak kelapa sawit sebesar 15.2 juta ton dan pada tahun 2012
meningkat menjadi 5.46 juta ha dengan produksi sebesar 15.42 juta ton (BPS
2012). Kelapa sawit juga berperan dalam memasok kebutuhan minyak dalam
negeri dan dapat menghidupi sekitar 5 juta rakyat Indonesia (Susanto 2002).
Peningkatan hasil telah diusahakan baik dengan cara intensifikasi maupun melalui
perluasan areal perkebunan (Abadi 1987).
Salah satu masalah dalam pengembangan budidaya kelapa sawit adalah
adanya kerusakan oleh patogen. Semangun (2000) dan True (1998) mengatakan
Ganoderma boninense, penyebab busuk pangkal batang (BPB) merupakan
patogen yang paling merugikan. Sinaga et al. (2003) menjelaskan penyakit BPB
merupakan ancaman bagi perkebunan kelapa sawit yang telah mengalami
peremajaan, serta ancaman yang sangat besar terhadap produksi kelapa sawit.
Patogen G. boninnense tidak hanya menyerang pada tanaman tua, tetapi
keberadaan patogen dapat ditemukan pada tanaman belum menghasilkan (TMB).
Kejadian penyakit pada tanaman belum menghasilkan (TBM) pada peremajaan
satu, dua, tiga, dan empat masing-masing sebesar 0, 4, 7, dan 11%, sedangkan
pada tanaman produktif dengan peremajaan satu, dua, dan tiga masing-masing
sebesar 17, 18, dan 75% (Susanto et al. 2005). Tanaman kelapa sawit yang
mengalami peremajaan hingga beberapa kali dapat meningkatkan persentase
kejadian penyakit dan infeksi patogen dapat terlihat pada tanaman berumur 1
tahun. Serangan penyakit BPB sangat rendah pada lahan dengan peremajaan
periode pertama dan meningkat pada periode kedua maupun ketiga seiring dengan
seringnya peremajaan dilakukan. Menurut Yulianti (2001), kerusakan yang
ditimbulkan G. boninense dapat mencapai 80% hingga 100%, bahkan
menyebabkan kematian pada tanaman yang terinfeksi.
Cendawan G. boninense termasuk dalam kelompok cendawan busuk putih
(white rot fungi) yang bersifat lignolitik, sehingga mempunyai aktivitas yang lebih
tinggi dalam mendegradasi lignin (Paterson 2007). Selain itu, patogen ini
mempunyai kisaran inang yang sangat luas, dapat menyerang tanaman

2
perkebunan lain seperti: kelapa, karet, teh, dan kakao, serta berbagai jenis
tanaman berkayu (Arifin et al. 2000).
Usaha dalam mengendalikan penyakit BPB ini telah banyak dilakukan
diantaranya: pengendalian kultur teknis, mekanis, dan kimiawi. Namun, belum
ada yang berhasil menekan perkembangan penyakit BPB. Salah satu penyebabnya
adalah G. boninense yang bersifat tular tanah (soil borne). Patogen tular tanah
mempunyai kemampuan saprofitik yang tinggi dan parasit fakultatif dengan
kisaran inang yang luas, memiliki beberapa struktur bertahan dalam kondisi
lingkungan yang kurang mendukung perkembangannya: seperti miselium resisten,
basidiospora, dan klamidiospora serta dapat bertahan lama di dalam tanah
meskipun tidak ada inang (Arifin et al. 2000; Flood et al. 2000; Susanto et al.
2005).
Pengunaan fungisida kemungkinan tidak efektif karena sifat fisik dan kimia
tanah akan terdegradasi oleh mikroba di dalam tanah sebelum mencapai sasaran.
Sifat-sifat fisik tanah sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman.
Kondisi fisik tanah menentukan penetrasi akar di dalam tanah, retensi air,
drainase, aerasi, dan nutrisi tanaman. Sifat fisik tanah juga mempengaruhi sifatsifat kimia dan biologi tanah.
Dalam pengendalian penyakit tanaman diperlukan pengendalian yang
bersifat terpadu. Salah satu alternatif pencegahan dan pengendalian yang dapat
dilakukan adalah dengan pemanfaatan mikroba tanah pada rizosfer. Tanah
memiliki potensi mikroba yang bersifat antagonis yang mampu menekan
perkembangan patogen tular tanah dan sebagian besar hidup sebagai saprofit.
Populasi mikroba di rizosfer biasanya lebih banyak dan beragam dibandingkan
pada tanah yang bukan rizosfer (Lynch 1983).
Mikroba yang hidup pada daerah rizosfer biasanya digunakan sebagai agens
pengendalian hayati. Menurut Julyanda (2011) rizosfer merupakan daerah yang
ideal bagi tumbuh dan berkembangnya mikroba tanah, termasuk di dalamnya
agens pengendalian hayati. Kehadiran sejumlah populasi mikroba dapat
mempengaruhi pertumbuhan tanaman karena dapat meningkatkan produktivitas
tanaman dan mempertahankan kesuburan tanah. Penggunaan mikroba antagonis
sebagai agens pengendali biologi dapat menekan perkembangan penyebaran
Ganoderma (Abadi 1987). Oleh sebab itu, perlu dilakukan studi untuk melihat
keragaman mikroba tanah yang diduga antagonis terhadap penyakit BPB kelapa
sawit, mekanisme antagonisme serta uji keefektifan agens antagonis terhadap
patogen G. boninense.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi mikroba di sekitar rizosfer tanaman
kelapa sawit sehat dan sakit, serta hubungannya dengan kondisi sifat fisik dan
kimia tanah.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi penting tentang
keragaman mikroba di rizosfer kelapa sawit sehat dan terinfeksi G. boninense.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan dari bulan Maret hingga Desember 2013 di
Laboratorium Mikologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor. Pengambilan sampel tanah dilakukan di tanaman kelapa
sawit PT. Tidar Kerinci Agung, Dharmasraya, Sumatera Barat.
Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel tanah
yang berasal dari rizosfer tanaman kelapa sawit terinfeksi G. boninense dan sehat,
Media Martin Agar (MA), media Potato Dextrose Agar (PDA), media Yeast
Casamino-Acid Exstract Dextrose Agar (YCED), media Nutrient Agar (NA),
kloramfenicol, streptomisin, alkohol 70%, khlorox, linggis, parang, cawan petri,
labu erlenmeyer, tabung reaksi, Laminar air flow, dan digital camera.
Metode Penelitian
Pengambilan Sampel Tanah
Kegiatan pertama yang dilakukan adalah menentukan blok berdasarkan
topografi lahan berbeda yaitu datar, berbukit, dan bergelombang. Satu blok
diambil 6 titik contoh yang terdiri dari 3 titik merupakan tanaman terinfeksi: datar
terinfeksi (TSD), berbukit terinfeksi (TSB), bergelombang terinfeksi (TSG) dan 3
titik tanaman sehat: datar sehat (SD), berbukit sehat (SB), bergelombang sehat
(SG), sehingga dibutuhkan 18 sampel tanah dari rizosfer tanaman kelapa sawit.
Tanah diambil disekitar rizosfer kelapa sawit sebanyak 1 kg hingga
kedalaman 25 cm dengan menggunakan parang. Untuk membedakan tanaman
sakit dengan tanaman sehat dilihat dari penampakan gejala luar. Gejala tanaman
kelapa sawit sakit oleh G. boninense menunjukkan empat atau lima daun tombak
yang tidak membuka dan berwarna hijau pucat, lilit batang pada pangkal daun
terlihat mengecil, dan ukuran daun yang semakin sedikit dengan ukuran buah
semakin kecil.
Isolasi Mikroba Tanah
Isolasi mikroba tanah dilakukan dengan teknik pengenceran dan
pencawanan. Sebanyak 10 g sampel tanah disuspensikan ke dalam labu
Erlenmeyer yang berisi 100 ml air destilata dengan perbandingan 1:10
(berat/volume), diguncang menggunakan inkubator bergoyang selama 2 jam
dengan kecepatan 150 rpm. Suspensi yang dihasilkan segera dibuat seri
pengenceran hingga tingkat pengenceran 10-8 dengan mengambil 1 ml suspensi
dimasukan ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml air destilata. Untuk tingkat
pengenceran 10-3 dan 10-4 diambil 1 ml kemudian dibiakan pada media MA untuk
mengisolasi cendawan, pengenceran 10-5 dan 10-6 pada media YCED yang
merupakan media bernutrisi rendah yang baik untuk mengisolasi aktinomiset
(Crawford et al. 1993), dan pengenceran 10-7 dan 10-8 dibiakan pada media NA
untuk mengisolasi bakteri. Masing-masing seri pengenceran dilakukan sebanyak 3

4
ulangan. Hasil biakan dari ketiga media tersebut diamati selama 7 hari setelah
pencawanan (hsp) untuk golongan cendawan dan bakteri serta 10 hsp untuk
golongan aktinomiset (Saraswati et al. 2007). Setiap pertumbuhan mikroba
dicatat, dan koloni yang tumbuh dikelompokkan berdasarkan bentuk dan warna
koloni, kemudian dimurnikan.
Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah
Analisis sifat fisik dan kimia tanah bertujuan mengetahui hubungannya
dengan populasi mikroba rizosfer tanaman kelapa sawit. Variabel yang diamati
adalah populasi mikroba, tekstur tanah (pasir, liat, debu), pH tanah, dan nisbah
C/N rasio. Untuk analisis sifat fisik tanah dilakukan menggunakan metode tekstur
pipet, selanjutnya kadar masing-masing fraksi ditentukan dalam % liat, % debu,
dan % pasir. Penentuan kadungan pH tanah diuji menggunakan campuran air
(H2O) dan KCl, sedangkan kandungan bahan organik yaitu: kandungan C
berdasarkan metode Walkley & Black dan kandungan N menggunakan metode
Kjedahl (BPT 2013). Nilai C dan N yang diperoleh dapat dihitung nila C/N rasio.
Isolasi Ganoderma boninense
Isolat G. boninense yang digunakan pada penelitian ini berasal dari isolasi
tubuh buah G. boninense asal perkebunan kelapa sawit PT. Tidar Kerinci Agung,
Sumatera Barat. Tubuh buah didisinfeksi menggunakan alkohol 70%, kemudian
dipotong-potong berukuran 5 x 5 mm dan ditumbuhkan pada media PDA.
Miselium yang tumbuh dimurnikan.
Uji Antagonisme in vitro
Uji antagonisme secara in vitro hanya dilakukan pada isolat aktinomiset,
karena pada penelitian sebelumnya telah banyak menggunakan kelompok
cendawan dan bakteri dalam uji antagonisme terhadap patogen lain. Pengujian
dilakukan pada media PDA menggunakan metode uji ganda (dual culture) antara
kandidat aktinomiset dengan G. boninense. Cendawan patogen G. boninense
diinokulasi pada media dengan jarak 3 cm dari kandidat aktinomiset yang
berumur tiga hari setelah inokulasi (hsi). Tiap pengujian dilakukan 5 kali ulangan.
Pengamatan dilakukan dengan mengukur jari-jari koloni G. boninense yang
menjauhi koloni kandidat aktinomiset (R1) dan jari-jari koloni G. boninense yang
mendekati kandidat antagonis (R2), serta menghitung penghambatan kandidat
agens antagonis (I). Uji kemampuan antagonis suatu isolat diukur dari keadaan
penguasaan ruang dalam menekan perkembangan G. boninense.

5

R1
3 cm

P

R2

A

3 cm

Keterangan :
P
: Koloni candawan
patogen G.
boninense
A
: Koloni
aktinomiset
kandidat
antagonis
R1 : Jari-jari
koloni
G.
boninense
menjauhi kandidat antagonis
R2 : Jari-jari G. boninense mendekati
kandidat antagonis

Besarnya pengaruh penghambatan agens antagonis terhadap patogen
dihitung menggunakan rumus persentase (Fokkema 1973):
(R1 – R2)
I=

x 100%
R1

Keterangan:
I
: Persentase penghambatan kandidat
antagonis (%)
R1 : Jari-jari
koloni
G.
boninense
menjauhi kandidat antagonis
R2 : Jari-jari
koloni
G.
boninense
mendekati kandidat antagonis

Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan pada uji penghambatan in vitro yaitu
Rancangan Acak Lengkap (RAL). dengan 5 ulangan. Data yang diperoleh
dianalisis dengan Microsoft Office Excel 2007 dan dianalisis sidik ragam
(ANOVA) menggunakan program Statistical Office System (SAS) versi 9.1.3.
Perlakuan yang berpengaruh nyata diuji lanjut dengan uji Duncan dengan taraf
nyata α = 5% (Mattjik & Sumertajaya 2006). Untuk mengetahui hubungan antara
jumlah populasi mikroba dengan sifat fisik kimia tanah diuji dengan Korelasi
Pearson. Hasil yang diperoleh ditampilkan dalam bentuk grafik dan tabel.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gejala Tanaman Sakit di Lapangan
Gejala dini penyakit ini sukar untuk dideteksi karena perkembangan
penyakit sangat lambat. Gejala akan terlihat apabila sudah gejala lanjut atau
membentuk tubuh buah. Pada tanaman yang terinfeksi belum tentu ditemukan
tubuh buah G. boninense dibagian pangkal batang, namun dapat dilihat pada daun
tombak yang tidak terbuka sekitar 2 – 3 daun. Ukuran daun yang tidak terbuka
lebih kecil daripada daun normal dan mengalami nekrotik di bagian ujung. Daun
tua yang mengalami nekrotik selanjutnya patah dan akan tetap menggantung pada
pohon. Pada akhirnya tanaman akan mati dan tumbang. Gejala yang tampak pada
daun menunjukkan bahwa penampang pangkal batang mengalami pembusukan
sebesar 50% atau lebih (Risanda 2008).

a

b
Gejala 1 Gejala penyakit BPB: (a) Basidiokarp dewasa di bagian pangkal batang,
(b) 2-3 daun tombak tidak membuka dan beberapa daun tua patah
Basidiokarp yang dibentuk awalnya berukuran kecil, bulat, dan berwarna
putih. Pada pertumbuhan yang cepat, basidiokarp dewasa memiliki bentuk,
ukuran, dan warna yang variatif. Umumnya basidiokarp akan mengelilingi
bagianpangkal batang yang sakit. Semakin besar ukuran basidiokarp
menunjukkan perkembangan penyakit semakin lanjut dan akhirnya menyebabkan
kematian pada tanaman (Arifin et al. 2000).

7
Isolasi Mikroba Rizosfer Kelapa Sawit
Analisis populasi mikroba pada rizosfer kelapa sawit sehat dan terinfeksi G.
boninense diperoleh persentase isolat mikroba sebesar 76.9% isolat cendawan,
12.82% isolat bakteri, dan 10.26% isolat aktinomiset. Pertumbuhan masingmasing koloni mikroba berbeda. Pertumbuhan koloni cendawan mulai terlihat
pada 2 hsp, namun masih sulit membedakan secara morfologi. Saat berumur lebih
dari 3 hsp koloni cendawan yang tumbuh sudah dapat dibedakan antar koloni.
Untuk golongan bakteri 2 hsp koloni mulai terlihat, sedangkan golongan
aktinomiset pertumbuhanya mulai terlihat saat berumur di atas 10 hsp, karena
mikroba golongan ini termasuk ke dalam mikroba yang pertumbuhannya lambat
dibandingkan dengan mikroba lain.

a

b

c

Gambar 2 Hasil isolasi mikroba 10 hsp dari rhizosfer tanaman kelapa sawit: (a)
cendawan, (b) bakteri, (c) aktinomiset
Hasil penjumlahan mikroba di ketiga lokasi menunjukkan bahwa rata-rata
populasi yang diperoleh pada lahan sehat lebih tinggi dibandingkan lahan
terinfeksi, namun hal ini tidak sesuai dengan analisis secara statistik. Rata-rata
populasi cendawan lebih tinggi pada lahan sehat dibandingkan lahan terinfeksi
hanya pada lokasi berbukit (t=6.79,P=0.000), sedangkan lokasi datar
(t=1.46,P=0.08) dan bergelombang (t=2.06,P=0.06) rata-rata populasi cendawan
pada lahan terinfeksi lebih tinggi daripada lahan sehat (gambar 3). Hal ini diduga,
kelimpahan populasi cendawan yang lebih mendominasi berasal dari kelompok
mikroba bersifat sebagai patogen sehingga pertumbuhan mikroba nonpatogen
menurun akibat adanya persaingan dalam perebutan ruang tumbuh.
Gambar 4 menunjukkan rata-rata populasi bakteri tertinggi pada lahan
berbukit sehat (SB) sebesar 4.89 koloni dan terendah sebesar 1.33 koloni pada
lahan bergelombang teinfeksi (TSG). Secara statistik populasi bakteri pada lahan
sehat lebih kecil daripada lahan terinfeksi berada pada lahan berbukit
(t=1.09,P=0.15) dan bergelombang (t=1.66,P=0.06). Untuk golongan
aktinomiset, rata-rata populasi tertinggi terdapat pada lahan SB (berbukit sehat)
diikuti SD (datar sehat). Masing-masing memiliki nilai sebesar 1.44 koloni dan
0.5 koloni, sedangkan nilai terendah sebesar 0.2 koloni pada lahan TSB dan tidak
ditemukan keberadaan aktinomiset pada lahan bergelombang (gambar 5). Hal ini
sesuai dengan uji statistik yang menunujukkan bahwa rata-rata populasi
aktinomiset lahan sehat lebih tinggi dibandingkan lahan terinfeksi pada lokasi
datar (t=1.89,P=0.04) dan berbukit (t=2.33, P=0.02).

8

Rata-rata populasi (koloni)

25
Sehat
Terinfeksi

20
15
10
5
0
Datar

Bergelombang

Berbukit

Gambar 3 Rata-rata populasi cendawan pada lahan sehat dan terinfeksi

Rata-rata populasi (koloni)

25
20

Sehat
Terinfeksi

15
10
5
0
Datar

Bergelombang

Berbukit

Gambar 4 Rata-rata populasi bakteri pada lahan sehat dan terinfeksi

Rata-rata populasi (koloni)

25
20

Sehat
Terinfeksi

15
10
5
0
Datar

Bergelombang

Berbukit

Gambar 5 Rata-rata populasi aktinomiset pada lahan sehat dan terinfeksi

9
Hal ini berhubungan dengan ketersediaan nutrisi atau eksudat akar pada
tanaman yang mempengaruhi kehidupan mikroba di sekitar rizosfer kelapa sawit.
Eksudat tanaman dapat merangsang aktivitas mikroba dan komposisi utama
eksudat akar adalah gula dan asam amino digunakan oleh mikroba untuk
melaksanakan aktivitas biologinya (Yuliani 1988). Selain itu, kehadiran sejumlah
populasi mikroba baik yang bersifat antagonis maupun saprofit dapat menambah
keragaman spesies di dalam komunitas alami tanaman (Jeger 2001)
Berdasarkan hasil analisis kimia tanah menunjukkan bahwa rendahnya
populasi bakteri dan aktinomiset disebabkan kondisi tanah pada keadaan asam,
sedangkan bakteri dan aktinomiset dapat tumbuh pada kondisi basa. Menurut
Handayanto dan Hairah (2007) mengatakan, pada pH kurang dari 5 populasi
aktinomiset kurang dari 1% dari populasi mikroba lainnya, sehingga aktinomiset
tidak toleran pada kondisi asam, tetapi toleran pada kondisi basa.
Hubungan Sifat Fisik & Kimia Tanah dengan Populasi Mikroba
Hasil analisis kimia tanah menunjukkan pH tanah di lokasi penelitian
sebesar 4.43 termasuk ke dalam jenis tanah agak masam. Pada gambar 6
menunjukkan keeratan hubungan antara populasi mikroba terhadap sifat kimia
tanah. pH tanah memiliki hubungan korelasi negatif dan derajat hubungan yang
cukup kuat dengan populasi bakteri dan aktinomiset dengan masing-masing
koefisien sebesar -0.3, dan -0.43 (Tabel 1), namun tidak memiliki hubungan yang
signifikan. Semakin meningkat pH tanah maka akan terjadi penurunan populasi
mikorba rizosfer. Untuk golongan cendawan tidak memiliki hubungan korelasi
terhadap pH tanah. Hal ini diduga bahwa, cendawan antagonis banyak terdapat di
tanah dalam kondisi yang memungkinkan untuk tumbuh. Baker dan Cook (1974)
melaporkan, aktivitas cendawan antagonis hanya terpacu pada kondisi masam,
sedangkan pH tanah berada pada konsidi agak masam.
Tabel 1 Pearson Korelasi antara jenis mikroba dengan sifat fisik & kimia tanah
Jenis
Mikroba
Cendawan
Bakteri
Aktinomiset

pH

C/N Rasio

Pasir

Debu

Liat

r= -0.14

r = -0.11

r = 0.65

r = 0.36

r = -0.56

Sig= 0.36

Sig = 0.38

Sig = 0.43

Sig = 0.17

Sig = 0.57

r = 0.05

r = -0.28

r = -0.006

r = -1.11

r = 0.17

Sig = 0.45

Sig = 0.23

Sig = 0.49

Sig = 0.38

Sig = 0.33

r = -0.56

r = -1.35

r = -0.24

r = -1.53

r = 0.42

Sig = 0.61

Sig = 0.37

Sig = 0.26

Sig = 0.35

Sig = 0.13

Keterangan: r (pearson korelasi), sig (signifikan)

Tan (1992) menyatakan bahwa pH tanah berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan pekembangan tanaman baik secara langsung maupun tidak
langsung. Selain itu, pH juga berpengaruh terhadap laju dekomposisi mineral
tanah dan bahan organik. Mikroba tanah juga dapat merubah pH tanah. Pada

10
kondisi anerob, beberapa mikroba tanah menghasilkan asam-asam organik, pada
kondisi aerob, beberapa mikroba tanah dapat mengoksidasi amonia dan sulfur
dengan hasil ikutannya ion H+ yang menurunkan pH tanah (Handayanto & Hairah
2007).
Hasil analisis tanah (Gambar 7) memperlihatkan bahwa, kandungan C/N
rasio dalam tanah memiliki hubungan korelasi negatif yang tidak signifikan
terhadap ketiga mikroba (cendawan, bakteri, dan aktinomiset). Semakin
meningkat C/N rasio yang terkandung di dalam tanah akan menyebabkan
berkurangnya populasi mikroba. Hal ini diduga, karena bahan organik di lokasi
penelitian mempunyai tingkat pelapukan yang sudah lanjut, sehingga ketersediaan
unsur hara yang diperlukan tanaman tidak tersedia dan mikroba tanah tidak
mendapatkan sumber makanan dan energi. Jumlah dan jenis mikroba menetukan
keberhasilan proses dekomposisi atau pengomposan. Saraswati dan Sumarno
(2008) mengatakan semakin banyak populasi mikroba di dalam tanah dapat
mempercepat proses dekomposisi, meningkatkan kesuburan dan kesehatan tanah.

Populasi Mikroba (koloni)

60
Cendawan
Bakteri
Aktinomiset

50
40
30
20
10
0
0

2

4
pH

6

8

Gambar 6 Hubungan sifat kimia tanah (pH) dengan populasi mikroba rizosfer

Populasi Mikroba (koloni)

60
Cendawan
Bakteri
Aktinomiset

50
40
30
20
10
0
0

5

C/N Rasio (%)

10

15

Gambar 7 Hubungan sifat kimia tanah (C/N rasio) dengan populasi mikroba
rizosfer

11
Berdasarkan analisis tanah, kandungan C/N rasio di lokasi termasuk dalam
kategori rendah yaitu sebesar 8.8%. Sesuai dengan jenis sampel tanah yang
digunakan berasal dari tanah podsolik merah kuning dengan ciri-ciri: tekstur
lempung, pH rendah, KTK rendah, dan kandungan bahan organik rendah
(Indrayatie 2009).
Pada gambar 8 terlihat bahwa kandungan fraksi pasir di dalam tanah
mempengaruhi jumlah populasi cendawan secara korelasi positif dan berhubungan
negatif terhadap populasi bakteri dan aktinomiset. Semakin tinggi kandungan
pasir akan meningkatkan jumlah populasi cendawan, sedangkan populasi bakteri
dan aktinomiset akan semakin berkurang.

Populasi Mikroba (Koloni)

60
Cendawan
Bakteri
Aktinomiset

50
40
30
20
10
0
0

5

10

15
Pasir (%)

20

25

30

Gambar 8 Hubungan sifat fisik tanah (pasir) dengan populasi mikroba rizosfer

Populasi Mikroba (Koloni)

60
cendawan
Bakteri
Aktinomiset

50
40
30
20
10
0
0

10

20

Debu (%)

30

40

50

Gambar 9 Hubungan sifat fisik tanah (debu) dengan populasi mikroba rizosfer
Tanah yang didominasi pasir akan banyak mempunyai pori-pori makro yang
disebut lebih poreus. Semakin poreus tanah, maka akar akan mudah untuk
berpenetrasi, serta air dan udara akan semakin mudah untuk bersirkulasi sehingga
kandungan oksigennya tinggi dan mikroba akan lebih tinggi populasinya karena
kondisinya yang aerob. Kandungan fraksi debu memiliki hubungan korelasi

12
positif dengan populasi cendawan dan berkorelasi negatif dengan populasi
aktinomiset. Kandungan fraksi liat memiliki hubungan korelasi negatif yang tidak
signifikan dengan populasi cendawan, berkorelasi positif dengan populasi
aktinomiset dan bakteri (Tabel 1, Gambar 9).

Populasi Mikroba (Koloni)

60
Cendawan
Bakteri
Aktinomiset

50
40
30
20
10
0
0

20

40
Liat (%)

60

80

Gambar 10 Hubungan sifat fisik tanah (liat) dengan populasi mikroba rizosfer
Semakin tinggi kandungan fraksi liat maka relatif menjadi semakin tidak
poreus. Tanah yang tidak poreus akan sulit untuk berpenetrasi, maka semakin
sulit air dan udara untuk bersikulasi dan menyebabkan gerakan air ke bagian tanah
bawah terhambat. Hanafiah (2007) menyatakan dominasi fraksi liat akan
menyebabkan terbentuknya banyak pori-pori mikro, sehingga daya pegang
terhadap air sangat kuat dan menyebabkan air yang masuk segera terperangkap
dan udara sulit masuk. Keberadaan mikroba di dalam tanah terutama dipengaruhi
oleh sifat fisik dan kimia tanah. Komponen penyusun tanah terdiri atas pasir,
debu, liat dan bahan organik akan membentuk struktur tanah. Struktur tanah akan
menentukan keberadaan oksigen dan lengas dalam tanah, sehingga akan terbentuk
lingkungan mikro dalam suatu struktur tanah.
Isolasi Patogen Ganoderma boninense
Isolat G. boninense telah berhasil diisolasi dari tubuh buah berasal dari
kebun PT. TKA Sumbar. Isolat G. boninense ini selanjutnya digunakan uji daya
penghambatan terhadap aktinomiset kandidat antagonis.

b
a
a
a
Gambar 11 (a) Badan buah G. boninense, (b) Koloni G. boninense pada media
PDA

13
G. boninense memiliki morfologi dan ukuran basidiokarp yang variatif
tergantung kondisi lingkungan selama pembentukan basidiokarp (Seo & Kirk
2000). Basidiokarp yang diisolasi (Gambar 11a) berbentuk seperti piringan
menyerupai kipas tebal mempunyai bentuk yang konsentris. Bagian atas
permukaannya berwarna coklat tua, tampak mengkilap, dan kurang rata.
Permukaan bawah berwarna putih pucat, memiliki lapisan pori yang merupakan
tempat pembentukan basidium dan bisidiospora.
Pengamatan makroskopis G. boninense pada media agar hasil isolasi dari
badan buah (Gambar 11b) memiliki miselium berwarna putih seperti kapas.
Pertumbuhan miselium termasuk lambat karena pada umur 3 hsi telihat miselium
seperti benang-benang tipis yang tumbuh di atas permukaan media agar. Pada
umur 7 hsi miselium dapat tumbuh menutupi seluruh permukaan media.
Karakteristik G. boninense dilihat secara mikroskopis berupa hifa bersekat,
konidia tunggal, dan memiliki clamp connection.
Uji Antagonis Aktinomiset terhadap G. boninense
Aktinomiset yang berhasil diisolasi dari rizosfer kelapa sawit sebanyak 4
isolat. Keempat isolat digunakan dalam pengujian in vitro. Setiap isolat memiliki
morfologi warna yang bervariasi (Gambar 12). Sehingga dalam membedakan
antar isolat dilihat dari perbedaan warna koloni. Pengamatan warna koloni
berdasarkan warna miselium aerial di media YCED. Isolat AK1 berwarna abu-abu
berasal dari sampel terinfeksi, isolat AK2 berwarna putih bagian tengah koloni
sedangkan tepian berwarna abu-abu, isolat AK3 berwarna cokelat dan
menghasilkan pigmen kuning pada media agar, isolat AK4 berwarna putih pekat.
Menurut Susilowati et al. (2007) hifa awalnya putih, ketika pembentukan
spora berubah warna. Selanjutnya koloni tampak memiliki serbuk di
permukaannya. Hal ini yang membedakan koloni bakteri pada umumnya.

a
a

b
a
Gambar 12

c
d
a
a
Isolat aktinomiset: (a) isolat AK1 (aktinomiset1), (b) AK2
(aktinomiset2), (c) AK3 (aktinomiset3), dan (d) AK4
(aktinomiset4)

14
Aktinomiset merupakan bakteri yang berfilamen sehingga tampak
menyerupai cendawan. Bakteri ini memiliki dua macam miselium yaitu miselium
substrat dan aerial. Ciri khas dari bakteri ini berupa penampakan koloni yang
berdebu (kumpulan spora), tekstur seperti beludru, dan kering. Aktinomiset dapat
dibedakan dengan bakteri lain apabila dilihat dari bentuk koloni di medium padat.
Koloni aktinomiset keras dan seperti ada tumbuh akar di dalam media agar,
sedangkan koloni bakteri lain lunak di atas media agar (Miyado 2003). Selain itu,
pertumbuhan aktinomiset termasuk lambat. Miselium aktinomiset mulai terbentuk
pada permukaan media agar setelah 24 jam (Holt et al. 1994).
Koloni aktinomiset yang diperoleh dari hasil isolasi menghasilkan aroma
tanah yang khas. Aroma tanah tersebut merupakan senyawa goesmin pada koloni
aktinomiset (Wilkins & Scholler 2009). Beberapa genus aktinomiset yang dapat
ditemukan dalam tanah perakaran yaitu Micromonospora, Nocardia,
Streptomyces, Streptosporangium, dan Thermoactinomycetes (Premono et al.
1992).
Kriteria pemilihan agens antagonis berdasarkan besarnya daya
penghambatan terhadap G. boninense (Susanto 2000). Pengujian dilakukan
selama lima hari dengan mengukur jari-jari pertumbuhan patogen, dimana R1
merupakan jari-jari patogen menjauhi agens antagonis dan R2 merupakan jari-jari
patogen mendekati agens antagonis (Gambar 13).

Aktinomiset

G. boninense

Gambar 13 Uji antagonisme dengan metode dual culture
Pengamatan persentase daya penghambatan calon antagonis menunjukkan
zona hambat seperti yang diungkapkan oleh Maria (2002) bahwa kriteria
keefektifan uji antagonisme secara in vitro dilihat dari terbentuknya atau tidak
zona hambatan yaitu zona bening diantara patogen dan calon agens antagonis.
Hasil pengamatan dalam uji in vitro (Tabel 2) menunjukkan isolat AK1,
AK2, AK3 dan AK4 mempunyai persentase daya hambat pada hari kelima
sebesar 42.17%, 33.56%, 25.9%, dan 17.01%. Keempat isolat tersebut mampu
menekan pertumbuhan hifa G. boninense. Hal ini ditunjukkan dengan adanya
zona hambatan antara aktinomiset dengan patogen. Zona hambat terjadi karena
aktinomiset mempunyai kemampuan untuk mengeluarkan zat antimikrobial atau
yang lebih dikenal sebagai antibiotik (Sariyanto 2006).

15
Tabel 2

Persentase penghambatan isolat aktinomiset terhadap pertumbuhan
patogen G. boninense

Kode Isolat
AK1
AK2
AK3
AK4
Kontrol

Persentase penghambatan aktinomiset (HSI1)a
Hari 1
Hari 2
Hari 3
Hari 4
Hari 5
6.66b
21.33ab
25.96ab
37.75a
42.17a
27.99a
33.09a
33.879a
28.41ab
33.56ab
39.99a
29.16a
21.67ab
29.33ab
25.90ab
27.05a
5.19b
5.03bc
10.11bc
17.01bc
0.00b
0.00b
0.00c
0.00c
0.00c

1

Hari setelah inokulasi. aAngka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan
hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang Duncan pada taraf α=5%

Pengamatan hari kelima menunjukkan bahwa isolat AK1, AK2, dan AK3
memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kontrol, sedangkan isolat
AK4 tidak memberikan pengaruh terhadap kontrol. Isolat AK1 memiliki
persentase penghambatan yang semakin meningkat dari hari pertama sampai
kelima dan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan G. boninense,
sedangkan isolat AK2, AK3, dan AK4 persentase penghambatan mengalami
penurunan. Ketiga isolat tersebut mampu menghasilkan antibiotik pada hari
pertama, sedangkan hari berikutnya antibiotik yang dihasilkan mulai berkurang.
Hal ini disebabkan media tumbuh dalam pengujian kaya akan nutrisi, sedangkan
aktinomiset dapat tumbuh dengan baik pada media miskin nutrisi. Sariyanto
(2006) mengatakan, kelemahan dari aktinomiset adalah pertumbuhan dan
produksi dari antibiotiknya sangat lambat pada media agar. Hal ini diduga akan
mempengaruhi kemampuan aktinomiset dalam memproduksi antibiotik.
Mekanisme penghambatan Streptomyces spp. terhadap fungi dapat terjadi
karena kemampuannya dalam menghasilkan antibiotik dan senyawa hidrolitik
seperti glukanase, kitinase yang mampu mendegradasi dinding sel fungi. Senyawa
antibiotik ini sangat baik sebagai agens pengendali hayati penyakit tanaman tular
tanah (soil borne) yang dapat dikendalikan dengan Sreptomyces scabies dan S.
ipomoaea (Alexander 1978).
Aktivitas penghambatan senyawa antimikroba secara umum dapat dilakukan
dengan berbagai mekanisme, diantaranya: (1) merusak dinding sel dengan cara
menghambat pembentukan maupun merubah setelah terbentuk; (2) perubahan
permeabilitas sel yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau
matinya sel; (3) perubahan molekul protein dan asam nukleat; (4) menghambat
kerjanya enzim yang mengakibatkan terganggunya metabolisme sel; (5)
penghambatan sintesa asam nukleat dan protein yang berakibat terganggunya
aktivitas metabolisme karena DNA, RNA, dan protein memegang peranan penting
dalam mekanisme sel secara normal (Pelczar & Chain 1986).

SIMPULAN DAN SARAN
Jenis mikroba yang mendominasi di sekitar rizosfer kelapa sawit adalah
cendawan (76.9%), bakteri (12.82%), dan aktinomiset (10.26%). pH tanah di
lokasi penelitian sebesar 4.43 termasuk ke dalam jenis tanah agak masam dan
kandungan C/N rasio di lokasi termasuk dalam kategori rendah yaitu sebesar
8.8%. Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa, sifat fisik dan kimia tidak
memiliki korelasi yang signifikan dengan populasi mikroba rizosfer. Hasil
percobaan in vitro menunjukkan isolat AK1, AK2, dan AK3 pada hari kelima
memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan cendawan patogen G.
boninense pada media PDA.
Berdasarkan hasil yang diperoleh, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
untuk mengidentifikasi hingga tingkat spesies jenis mikroba tanah pada lahan
sehat dan terinfeksi, sehingga metode uji yang digunakan tepat dan sesuai dalam
menghambat G. boninense. Selain itu, perlu dikembangkan metode dengan
penggunaan metabolit sekunder dari golongan aktinomiset yang diduga lebih
efektif dalam menekan aktivitas cendawan patogen.

DAFTAR PUSTAKA
Abadi AL. 1987. Biologi Ganoderma boninense Pat. pada kelapa sawit (Elaeis
guineensis Jacq.) dan pengaruh beberapa mikroba tanah antagonistik
terhadap pertumbuhannya. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Alexander M. 1978. Introduction to Soil Microbiology. Second Edition. New
Delhi (IN): Willey Estern Limited.
Ariffin D, Idris AS, Singh G. 2000. Status of Ganoderma in oil palm. Di dalam:
Flood J, Bridge PD, Holderners M. editor, Ganoderma Disease of Perenial
Crops. London (GB): CABI Publishing. hlm 49-65.
Baker KF, Cook RJ. 1974. Biological Control of Plant Pathogens. San Diego
(US). W.H. Freeman and Company.
[BPS] Badan Pusat Statistika. 2012. Luas tanaman peekebunan besar menurut
jenis tanaman [Internet]. Jakarta (ID): BPS; [diunduh 2013 April 12].
Tersedia pada: http://bps.go.id.
[Balittanah] Balai Penelitian Tanah, Kementrian Pertanian. 2013. Laporan hasil
pengujian analisis contoh tanah. Bogor (ID): Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Pertanian.
Crawford DL, Lynch JM, Whipps JM, Ousley MA. 1993. Isolation and
characterization of actinomycete antagonists of a fungal root pathogen. Appl
Environ Microbiol. 59(11): 3899-3905.
Fokkema NJ. 1973. The role of saprophytic fungi in antagonism againts
Drechslera sorokiniana (Helminthosporium sativum) on agar plates and on
rye leaves with pollen. Physiological Plant Pathology. 3(2): 195-205.
Flood J, Bridge PD, Holdernes M. 2000. Ganoderma Disease of Perennial Crops.
London (GB): CABI Publishing.
Handayanto E, Hairah K. 2007. Biologi Tanah Landasan Pengelolaan Tanah
Sehat. Yogyakarta (ID): Pustaka Adipura.
Hanafiah KA. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta (ID): PT. Raja Grafindo
Persada.
Holt JG et al. 1994. Bergeys Manual of Determinative Bacteriology. Ed ke-9.
Philadelphia (BB): A Wolters Kluwers Company.
Jeger MJ. 2001. Biotic Interaction and Plant-pathogen Association. New York
(US): CABI Publishing.
Lynch JM. 1983. Soil Biotechnology: Microbiological Factors in Crop
Productivity. London (GB): Blackwell Scientific Publication.
Indriyatie ER. 2009. Distribusi pori tanah podsolik merah kuning pada berbagai
kepadatan tanah dan pemberian bahan organik. Jurnal Hutan Tropis
Borneo. 10(27): 230-236.
Julyanda M. 2011. Keragaman dan kelimpahan cendawan pada rizosfer kelapa
sawit sehat dan terserang Ganoderma boninense [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Maria PD. 2002. Eksplorasi dan uji antagonisme bakteri rhizosfer tanah dan
endofit akar untuk pengendalian penyakit layu (Fusarium oxysporum
f.sp.cubense) pada pisang (Musa paradisiaca) [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.

18
Mattjik AA, Sumertajaya M. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS
dan Minitab. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Press.
Miyado. 2003. Prosedur karakterisasi dan identifikasi. Di dalam: Puspita L, editor.
Training Course on Identificatoin of Bacteria. Bogor (ID): hlm 1-5.
Pelczar MJ, Chain ECS. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi Volume ke-1. Di dalam:
Hadioetomo RS, Imas T, Tjitrosomo SS, Angka SL, editor. Elements of
Microbiology. Jakarta (ID): UI-Press.
Paterson RRM. 2007. Ganoderma disease of oil palm-a white rot perspective
necessary for integrated control. Braga (PT): Crop Protection. 26(1): 13691376.
Risanda D. 2008. Pengembangan teknik inokulasi buatan Ganoderma boninense
Pat. Pada bibit kelapa sawit [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Saraswati R, Husen E, Simanungkalit RDM. 2007. Metode Analisis Biologi
Tanah. Bogor (ID): Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya
Lahan Pertanian.
Saraswati R, Sumarno. 2008. Pemanfaatan mikroba penyubur tanah. Iptek
Tanaman Pangan 3(1): 41-48.
Sariyanto N. 2006. Eksplorasi agens antagonis yang berpotensi menekan penyakit
layu fusarium pada pisang [sripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Semangun H. 2000. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia.
Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.
Seo GS, Kirk PM. 2000. Ganodermataceae: nomenclature and classification. Di
dalam: J Flood, Bridge PD, Holderness M, editor. Ganoderma Diseases of
Perrennial Crops. London(GB): CABI Publishing. hlm 3-22.
Sinaga MS, Bonny PWS, Susanto A. 2003. Keragaman mikroorganisme rhizosfer
kelapa sawit dan patogenisitas Ganoderma boninense Pat. sebagai dasar
pengendalian penyakit busuk pangkal batang. [laporan akhir Hibah Bersaing
IX]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Susanto A. 2002. Kajian pengendalian hayati Ganoderma boninense Pat.
Penyebab penyakit busuk pangkal batang kelapa sawit [disertasi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Susanto A, Sudharto PS, Purba RY. 2005. Enhancing biological control of basal
stem root disease (Ganoderma boninense) in oil palm plantations.
Mycopathologia. 159(1): 153-157.
Tan KH. 1992. Dasar-Dasar Kimia Tanah. Yogyakarta (ID): Gajah Mada
University Press.
True R. 1998. Macro Fungi in Oil Palm Plantations of South East Asia. Journal
Mycologist. 12 (1): 10-14.
Wilkins K, Scholler C. 2009. Volatile organic metabolites from selected
Streptomyces strains. Actinomycotalogica. 23(2): 27-33.
Yuliani TS. 1988. Uji antagonisme mikrobia rizosfer pada tanaman lada tehadap
Phytophthora palmivora. [disertasi]. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah
Mada.
Yulianti S. 2001. Pemanfaatan mikoriza arbuskular dan Gliocladium finbratum
(Gilman & Abbot) untuk pengendalian penyakit busuk pangkal batang
(Ganoderma boniennse Pat.) pada kelapa sawit [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.

LAMPIRAN

20
Lampiran 1 Rata-rata populasi cendawan, bakteri, dan aktinomiset pada lahan
berbukit
P
SB1
SB1
SB1
SB2
SB2
SB2
SB3
SB3
SB3

R

Ul
1
2
3
1
2
3
1
2
3

A
1
3
4
2
2
0
1
0
0
13
1.44

B
3
13
0
11
8
7
0
1
1
44
4.89

C
13
15
24
12
26
18
24
25
19
176
19.56

P
TSB1
TSB1
TSB1
TSB2
TSB2
TSB2
TSB3
TSB3
TSB3

R

Ul
1
2
3
1
2
3
1
2
3

A
0
0
0
0
2
0
0
0
0
2
0.22

B
7
5
4
2
4
1
0
3
0
26
2.89

C
13
6
7
1
3
1
3
5
2
41
4.56

Keterangan: P= perlakuan; Ul= ulangan; A= aktinomiset; B= bakteri; C= cendawan; SB= Sehat berbukit;
TSB= Terinfeksi berbukit; ∑= Jumlah mikroba; R= Rata-rata mikroba

Lampiran 2 Rata-rata populasi cendawan, bakteri, dan aktinomiset pada lahan
datar
P
SD1
SD1
SD1
SD2
SD2
SD2
SD3
SD3
SD3

R

Ul
1
2
3
1
2
3
1
2
3

A
1
2
2
0
0
0
0
0
0
5
0.56

B
4
4
5
2
1
0
8
4
4
32
3.56

C
37
40
49
5
7
7
9
10
3
167
18.56

P
TSD1
TSD1
TSD1
TSD2
TSD2
TSD2
TSD3
TSD3
TSD3

R

Ul
1
2
3
1
2
3
1
2
3

A
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

B
1
0
0
4
2
2
3
2
3
17
1.89

C
7
9
7
3
4
1
18
18
16
83
9.22

Keterangan: P= perlakuan; Ul= ulangan; A= aktinomiset; B= bakteri; C= cendawan; SD= Sehat datar; TSD=
Terinfeksi datart; ∑= Jumlah mikroba; R= Rata-rata mikroba

21
Lampiran 3 Rata-rata populasi cendawan, bakteri, dan aktinomiset pada lahan
bergelombang
P
SG1
SG1
SG1
SG2
SG2
SG2
SG3
SG3
SG3

R

Ul
1
2
3
1
2
3
1
2
3

A
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

B
3
1
1
2
8
2
0
0
0
17
1.89

C
8
4
4
6
2
7
11
10
13
65
7.22

P
TSG1
TSG1
TSG1
TSG2
TSG2
TSG2
TSG3
TSG3
TSG3

R

Ul
1
2
3
1
2
3
1
2
3

A
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

B
1
2
1
1
1
5
1
0
0
12
1.33

C
10
6
4
10
8
1
10
14
13
76
8.44

Keterangan: P= perlakuan; Ul= ulangan; A= aktinomiset; B= bakteri; C= cendawan; SG= Sehat
bergelombang; TSG= Terinfeksi bergelombang; ∑= Jumlah mikroba; R= Rata-rata mikroba

22
Lampiran 4 Jari-jari pertumbuhan koloni patogen G. boniense pada media PDA

Perlakuan

Kontrol

AK1 vs Gb

AK2 vs Gb

AK3 vs Gb

AK4 vs Gb

Ul
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5

Jari-jari pertumbuhan patogen G. boninense (mm)
1
2
3
4
5
R1 R2 R1 R2 R1 R2 R1 R2 R1 R2
9
9 18 18 40 40 67 67 90 90
9
9 21 21 44 44 71 71 90 90
9
9 21 21 43 43 70 70 90 90
8
8 21 21 44 44 72 72 90 90
10 10 19 19 43 43 72 72 90 90
3
3
6
5
9
8 13
9 16 10
3
3
3
3
3
3
5
3
6
3
6
4 10
6 17 10 25 18 30 18
3
3
6
3
8
5 10
6 12
8
3
3
3
3
5
3
6
3
6
3
5
4
7
5 11
8 13 11 17 15
6
4
9
6 11
6 15 10 18 10
5
4
7
5 10
7 15 10 20 13
6
4
8
6 12 10 15 12 19 13
6
4 10
5 12
6 15
9 20 11
5
4 14
8 27 19 30 13 30 19
6
4 12 11 24 21 30 30 30 30
6
2 13
6 23 12 30 13 30 15
5
3 13
9 22 19 30 20 30 17
5
3 10
9 20 19 30 30 30 30
6
4 10 13 17 20 20 22 24 23
7
5 16 15 22 21 26 23 29 23
5
5 11
7 17 13 22 18 27 20
6
4 15 13 25 20 30 22 30 24
5
3 11 11 19 20 24 23 28 24

23
Lampiran 5

Persentase penghambatan isolat akttinomiset terhadap cendawan
patogen G. boninense

Perlakuan

Kontrol

AK1 vs Gb

AK2 vs Gb

AK3 vs Gb

AK4 vs Gb

Ulangan
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5

1
0
0
0
0
0
0
0
33.33
0
0
20
33.33
20
33.33
33.33
20
33.38
66.67
40
40
33.33
28.57
0
33.33
40

Persen Penghambatan Hari Ke2
3
4
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
16.67
11.11
30.77
0
0
40
40
41.18
28
50
37.50
40
0
40
50
28.57
27.27
15.38
33.33
45.45
33.33
28.57
30
33.33
25
16.67
20
50
50
40
42.86
29.63
56.67
8.33
12.50
0
53.846
47.82
56.67
30.77
13.64
33.33
10
5
0
-30
-17.67
-10
6.25
4.5
11.54
36.36
23.53
18.18
13.33
20
26.67
0
-5.26
4.17

5
0
0
0
0
0
37.5
50
40
33.33
50
11.76
44.44
35
31.58
45
36.67
0
50
43.33
0
4.17
20.69
25.92
20
14.28

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan