Penentuan Premi Sistem Bonus Malus dengan Menggunakan Fungsi Utilitas Eksponensial

1

ABSTRAK
MEGAWATI. Penentuan Premi Sistem Bonus Malus dengan Menggunakan Fungsi Utilitas
Eksponensial. Dibimbing oleh I GUSTI PUTU PURNABA dan RETNO BUDIARTI.
Sistem Bonus Malus merupakan salah satu sistem yang digunakan dalam asuransi mobil.
Sistem ini memperkenalkan pembagian kelas premi yang dipengaruhi oleh banyaknya klaim yang
diajukan oleh pemegang polis tiap tahunnya.
Dalam karya ilmiah ini, dibahas mengenai penghitungan premi pada sistem Bonus Malus
untuk pertanggung-jawaban pihak ketiga pada asuransi mobil dengan menggunakan dua cara yang
berbeda, namun keduanya tetap menggunakan fungsi utilitas eksponensial. Cara yang pertama
yaitu dengan menerapkan prinsip utilitas nol (zero utility) menggunakan fungsi utilitas
eksponensial. Cara yang kedua adalah memperoleh kesimetrisan antara biaya yang lebih
(overcharges) dan biaya yang kurang (undercharges) dengan memberikan bobot pada keduanya
melalui pendekatan fungsi utilitas, dengan tujuan memberikan pinalti pada kelebihan biaya
(penalization of overcharges) tersebut.
Untuk membandingkan sistem perhitungan pada kedua pendekatan tersebut, sebelumnya
diberikan prinsip nilai harapan. Banyaknya klaim masing-masing polis diasumsikan menyebar
Poisson dengan fungsi sebaran parameternya adalah sebaran gamma; dan menghasilkan sebaran
tak bersyaratnya yaitu sebaran binomial negatif. Dicari sebaran posterior dari parameter frekuensi
klaim, kemudian parameter tersebut diduga menggunakan teknik pendugaan Bayes.

Penghitungan premi pada sistem Bonus Malus yang diperoleh dengan menggunakan prinsip
nilai harapan dan prinsip utilitas nol membutuhkan biaya yang sangat tinggi untuk resiko yang
besar. Pada sistem penentuan premi Bonus Malus dengan menggunakan pendekatan pinalti pada
kelebihan biaya, rasio antara premi-premi yang ekstrim diperkecil sehingga menghasilkan Malus
yang lebih kecil. Penentuan premi yang paling adil untuk pemegang polis pada tiap kelas adalah
dengan menggunakan pinalti pada kelebihan biaya.

2

ABSTRACT
MEGAWATI. Determination of Bonus Malus System’s Premium Using Utility Exponential
Function. Under supervision of I GUSTI PUTU PURNABA and RETNO BUDIARTI.
A Bonus Malus system is one of systems used in the automobile insurance. This system
introduces the clasification of premium level, which is influenced by the number of claims from
the policyholder every year.
This paper discusses premium calculation on Bonus Malus system for automobile third party
liability insurance with two different methods, which both are based on exponential utility
functions. The first method is carried out by applying the principle of zero utility using the
exponential utlilty function. The second method is formulated by breaking the symmetry between
overcharges and undercharges by weighting them differently in the utility function in order to

penalize the overcharges.
In order to compare the calculation methods of both approaches, the expected value principle
should be given in advance. Number of claims from each policyholder is assumed to follow
Poisson distribution, while the parameters follow the gamma distribution. This leads to an
unconditional negative binomial distribution. The posterior distribution of frequency claim
parameter is to be determined in order to estimate the parameters using Bayes estimation
technique.
The premium calculation on Bonus Malus system using expected value and zero utility
principle implies very high cost for high risk. In the Bonus Malus premium using the penalization
of overcharges approach, the ratio between extreme premiums is reduced to produce a smaller
Malus. Therefore, the most appropriate premium for policyholder in every class is the premium
which applies penalization of overcharges.

9

I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Asuransi
merupakan
transaksi

pertanggungan yang melibatkan dua pihak
yaitu tertanggung dan penanggung. Pihak
penanggung menjamin pihak tertanggung
yang akan mendapatkan penggantian terhadap
suatu kerugian yang mungkin akan
dideritanya sebagai akibat dari suatu peristiwa
yang semula belum tentu akan terjadi atau
belum dapat ditentukan saat atau kapan
terjadinya. Di lain pihak si tertanggung
diwajibkan membayar sejumlah uang kepada
si penanggung yang besarnya sekian persen
dari nilai pertanggungan, yang biasa disebut
premi.
Setiap
perusahaan
asuransi
menerapkan sistem penetapan premi yang
berbeda-beda.
Salah satu sistem yang
ditawarkan oleh perusahaan asuransi adalah

sistem Bonus Malus.
Sistem Bonus Malus merupakan salah
satu sistem yang digunakan dalam asuransi
mobil. Sistem ini memperkenalkan pembagian
kelas premi yang dipengaruhi oleh banyaknya
klaim yang diajukan oleh pemegang polis tiap
tahunnya. Pada sistem ini, pemegang polis
yang tidak mengajukan klaim akan diberikan
penurunan premi yang disebut sebagai
’Bonus’ sedangkan bagi pemegang polis yang
telah mengajukan satu atau lebih klaim akan
dikenakan kenaikan premi yang disebut
sebagai ’Malus’.

Pada karya ilmiah ini dibahas mengenai
penghitungan premi pada
sistem Bonus
Malus untuk pertanggung-jawaban
pihak
ketiga pada asuransi mobil dengan

menggunakan dua cara berbeda, namun
keduanya tetap menggunakan fungsi utilitas
eksponensial. Cara pertama yaitu dengan
menerapkan prinsip utilitas nol (zero utility)
menggunakan fungsi utilitas eksponensial dan
cara kedua yaitu memperoleh kesimetrisan
antara biaya yang lebih (overcharges) dan
biaya yang kurang (undercharges) dengan
memberikan bobot pada kedua-duanya
melalui pendekatan fungsi utilitas, dengan
tujuan
memberikan
pinalti
terhadap
overcharges tersebut.
Tujuan
Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah:

1.


Mempelajari penghitungan premi pada
sistem Bonus Malus untuk pertanggungjawaban pihak ketiga pada asuransi
mobil.

2.

Mempelajari perbandingan penghitungan
premi pada sistem Bonus Malus dengan
dua pendekatan yang berbeda yaitu
utilitas nol (zero utility) dan pinalti pada
kelebihan
biaya
(penalization
of
overcharges).

II LANDASAN TEORI
Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang
Definisi 1 (Percobaan Acak)
Dalam suatu percobaan seringkali

dilakukan pengulangan yang dilakukan dalam
kondisi yang sama. Semua kemungkinan hasil
yang akan muncul adalah diketahui, tetapi
hasil pada percobaan berikutnya tidak dapat
diduga dengan tepat. Percobaan semacam ini
disebut percobaan acak.
(Hogg & Craig 1995)
Definisi 2 (Ruang Contoh dan Kejadian)
Himpunan dari semua kemungkinan hasil
dari suatu percobaan acak disebut ruang
contoh, dinotasikan dengan Ω . Suatu
kejadian A adalah himpunan bagian dari Ω .
(Grimmett & Stirzaker 1992)

Definisi 3 (Medan- σ )
Medan- σ adalah suatu himpunan F
yang anggotanya terdiri atas himpunan bagian
dari ruang contoh Ω , yang memenuhi kondisi
berikut:
1. ∅ ∈ F ,


2.

Jika A1, A2 ,... ∈ F maka



UA ∈F
i

,

i =1

3.

Jika A ∈ F maka Ac ∈ F .
(Grimmett & Stirzaker 1992)

Definisi 4 (Ukuran Peluang)

Misalkan F adalah medan- σ dari ruang
contoh Ω . Ukuran peluang adalah suatu
fungsi P : F → ⎡⎣0,1⎤⎦ pada ( Ω , F < yang

memenuhi:
1. P ( ∅ ) = 0, P ( Ω ) = 1,

9

I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Asuransi
merupakan
transaksi
pertanggungan yang melibatkan dua pihak
yaitu tertanggung dan penanggung. Pihak
penanggung menjamin pihak tertanggung
yang akan mendapatkan penggantian terhadap
suatu kerugian yang mungkin akan
dideritanya sebagai akibat dari suatu peristiwa

yang semula belum tentu akan terjadi atau
belum dapat ditentukan saat atau kapan
terjadinya. Di lain pihak si tertanggung
diwajibkan membayar sejumlah uang kepada
si penanggung yang besarnya sekian persen
dari nilai pertanggungan, yang biasa disebut
premi.
Setiap
perusahaan
asuransi
menerapkan sistem penetapan premi yang
berbeda-beda.
Salah satu sistem yang
ditawarkan oleh perusahaan asuransi adalah
sistem Bonus Malus.
Sistem Bonus Malus merupakan salah
satu sistem yang digunakan dalam asuransi
mobil. Sistem ini memperkenalkan pembagian
kelas premi yang dipengaruhi oleh banyaknya
klaim yang diajukan oleh pemegang polis tiap

tahunnya. Pada sistem ini, pemegang polis
yang tidak mengajukan klaim akan diberikan
penurunan premi yang disebut sebagai
’Bonus’ sedangkan bagi pemegang polis yang
telah mengajukan satu atau lebih klaim akan
dikenakan kenaikan premi yang disebut
sebagai ’Malus’.

Pada karya ilmiah ini dibahas mengenai
penghitungan premi pada
sistem Bonus
Malus untuk pertanggung-jawaban
pihak
ketiga pada asuransi mobil dengan
menggunakan dua cara berbeda, namun
keduanya tetap menggunakan fungsi utilitas
eksponensial. Cara pertama yaitu dengan
menerapkan prinsip utilitas nol (zero utility)
menggunakan fungsi utilitas eksponensial dan
cara kedua yaitu memperoleh kesimetrisan
antara biaya yang lebih (overcharges) dan
biaya yang kurang (undercharges) dengan
memberikan bobot pada kedua-duanya
melalui pendekatan fungsi utilitas, dengan
tujuan
memberikan
pinalti
terhadap
overcharges tersebut.
Tujuan
Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah:

1.

Mempelajari penghitungan premi pada
sistem Bonus Malus untuk pertanggungjawaban pihak ketiga pada asuransi
mobil.

2.

Mempelajari perbandingan penghitungan
premi pada sistem Bonus Malus dengan
dua pendekatan yang berbeda yaitu
utilitas nol (zero utility) dan pinalti pada
kelebihan
biaya
(penalization
of
overcharges).

II LANDASAN TEORI
Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang
Definisi 1 (Percobaan Acak)
Dalam suatu percobaan seringkali
dilakukan pengulangan yang dilakukan dalam
kondisi yang sama. Semua kemungkinan hasil
yang akan muncul adalah diketahui, tetapi
hasil pada percobaan berikutnya tidak dapat
diduga dengan tepat. Percobaan semacam ini
disebut percobaan acak.
(Hogg & Craig 1995)
Definisi 2 (Ruang Contoh dan Kejadian)
Himpunan dari semua kemungkinan hasil
dari suatu percobaan acak disebut ruang
contoh, dinotasikan dengan Ω . Suatu
kejadian A adalah himpunan bagian dari Ω .
(Grimmett & Stirzaker 1992)

Definisi 3 (Medan- σ )
Medan- σ adalah suatu himpunan F
yang anggotanya terdiri atas himpunan bagian
dari ruang contoh Ω , yang memenuhi kondisi
berikut:
1. ∅ ∈ F ,

2.

Jika A1, A2 ,... ∈ F maka



UA ∈F
i

,

i =1

3.

Jika A ∈ F maka Ac ∈ F .
(Grimmett & Stirzaker 1992)

Definisi 4 (Ukuran Peluang)
Misalkan F adalah medan- σ dari ruang
contoh Ω . Ukuran peluang adalah suatu
fungsi P : F → ⎡⎣0,1⎤⎦ pada ( Ω , F < yang

memenuhi:
1. P ( ∅ ) = 0, P ( Ω ) = 1,

2

2.

Jika A1, A2 ,... ∈ F adalah himpunan yang
saling lepas yaitu A1 ∩ A2 = ∅
setiap pasangan i ≠ j , maka

untuk

⎛∞ ⎞ ∞
P ⎜ U Ai ⎟ = ∑ P ( Ai ) .
⎝ i =1 ⎠ i =1

(Grimmett & Stirzaker 1992)
Peubah Acak dan Fungsi Sebaran
Definisi 5 (Peubah Acak)
Misalkan F adalah medan- σ dari ruang
contoh Ω . Suatu peubah acak X adalah suatu
fungsi X : Ω → ℜ dengan sifat
{ω ∈ Ω : X (ω ) ≤ x} ∈ F untuk setiap x ∈ ℜ .

(Grimmett & Stirzaker 1992)
Definisi 6 (Peubah Acak Diskret)
Peubah acak X dikatakan diskret jika
nilainya hanya pada himpunan bagian yang
terhitung dari ℜ .
(Grimmett & Stirzaker 1992)

Catatan:
Suatu himpunan bilangan C disebut terhitung
jika C terdiri atas bilangan terhingga atau
anggota C dapat dikorespondensikan 1-1
dengan bilangan bulat positif.
Definisi 7 (Fungsi Sebaran)
Misalkan X adalah suatu peubah acak
dengan ruang contoh Ω . Misalkan kejadian
A = ( −∞, x ⎤⎦ ⊂ Ω, maka peluang dari kejadian A

adalah

PX ( A) = P ( X ≤ x ) = FX ( x ) .

Fungsi FX disebut fungsi sebaran dari peubah
acak X .
(Hogg & Craig 1995)

Definisi 9 (Fungsi Massa Peluang Untuk
Peubah Acak Diskret)
Fungsi massa peluang dari peubah acak
diskret X adalah fungsi p : ℜ → [0,1] yang
diberikan oleh
p X ( x) = P( X = x) .
(Grimmett & Stirzaker 1992)
Definisi 10 (Sebaran Poisson)
dikatakan
Suatu peubah acak X
menyebar Poisson dengan parameter λ , jika
memiliki fungsi massa peluang
e −λ λ x
p X ( x; λ ) =
, x = 0,1,2,... dengan λ > 0.
x!
(Hogg & Craig 1995)
Definisi 11 (Sebaran Binomial Negatif)
Suatu peubah acak N dikatakan menyebar
binomial negatif dengan parameter r dan p,
dinotasikan BN(r,p) jika memiliki fungsi
massa peluang:
⎛ r + n −1⎞ r n
pN (n) = Ρ[N = n] = ⎜
⎟ p q ; n = 0,1, 2,...,
⎝ n ⎠

dengan r > 0, 0 < p < 1, dan q = 1 − p .
(Hogg & Craig 1995)
Definisi 12 (Sebaran Gamma)
Suatu peubah acak X
dikatakan
menyebar gamma dengan parameter α dan β ,
dinotasikan gamma (α , β ) , jika memiliki

fungsi kepekatan peluang
β α α −1 − βx
f ( x) =
x e ;
Γ(α )

x ∈ ℜ +,

dengan α > 0, β > 0, dan Γ(α ) > 0, dimana


Γ(α ) = ∫ y α −1e − y dy.
0

Definisi 8 (Peubah Acak Kontinu)
Peubah acak X dikatakan kontinu jika
ada fungsi f X ( x) sehingga fungsi sebaran
x

F X ( x) =

∫ f X (u )du ,

−∞

x ∈ ℜ , dengan

f : ℜ → ⎡⎣0, ∞ )

adalah fungsi

yang terintegralkan. Fungsi f X disebut fungsi
kepekatan peluang dari X .
(Grimmett & Stirzaker 1992)

(Hogg & Craig 1995)
Definisi 13 (Fungsi Sebaran Bersama Dua
Peubah Acak)
Fungsi sebaran bersama dua peubah acak
X
dan Y
merupakan suatu fungsi
F : ℜ2 → [0,1] yang didefinisikan sebagai
FXY ( x, y ) = P ( X ≤ x, Y ≤ y ) .

(Grimmett & Stirzaker 1992)
Definisi 14 (Fungsi Kepekatan Peluang
Bersama dan Marjinal)
Misalkan X dan Y peubah acak kontinu,
maka fungsi kepekatan peluang bersama dari
X dan Y adalah

3

f XY ( x, y ) =

∂ 2 FXY ( x, y )

Nilai Harapan, Ragam dan Momen

,

∂x∂y
dan fungsi kepekatan peluang marjinal dari
peubah acak Y adalah

fY ( y ) =





Definisi 19 (Nilai Harapan)
1. Jika X adalah peubah acak diskret
dengan fungsi massa peluang p X ( x ) ,

f XY ( x, y ) dx .

maka nilai harapan dari X , dinotasikan
dengan E ( X ) , adalah

−∞

E ( X ) = ∑ x pX ( x ) ,

(Grimmett & Stirzaker 1992)

x

Definisi 15 (Fungsi Kepekatan Peluang
Bersyarat)
Misalkan X dan Y adalah peubah acak
kontinu dengan fungsi kepekatan peluang
marjinal dari Y adalah
fY ( y ) > 0 . Maka

2.

maka nilai harapan dari X adalah
E(X ) =

fungsi kepekatan peluang bersyarat dari X
dengan syarat Y = y adalah
f XY ( x, y )

f X |Y ( x | y ) =

fY ( y )

Definisi 16 (Sebaran Khi-kuadrat)
X dikatakan
Suatu
peubah
acak
menyebar khi-kuadrat dengan parameter r ,
jika memiliki fungsi kepekatan peluang
r

∫ x f ( x ) dx ,
X

asalkan integral di atas konvergen mutlak.
(Hogg & Craig 1995)

Definisi 20 (Nilai Harapan Bersyarat)
Misalkan X dan Y adalah peubah acak
kontinu dan f X |Y ( x | y ) adalah fungsi
kepekatan peluang bersyarat dari X dengan
syarat Y = y , maka nilai harapan dari X
dengan syarat Y = y adalah

−1 − x

x2 e 2
f X ( x; r ) =
,
r
⎛r⎞
Γ⎜ ⎟22
⎝2⎠



−∞

.

(Grimmett & Stirzaker 1992)

asalkan jumlah di atas konvergen mutlak.
Jika X adalah peubah acak kontinu
dengan fungsi kepekatan peluang f X ( x ) ,

E [ X | Y = y] =

0< x 0 .
(Hogg & Craig 1995)

Definisi 17 (Sebaran Prior)
Suatu peubah acak X dengan parameter
θ memiliki fungsi kepekatan peluang
bersyarat yang dinotasikan
dengan
f ( x1 ,..., xn | θ ) dan u (θ ) adalah fungsi
kepekatan marjinal
sebaran prior.

dari

Definisi 21 (Ragam)
Ragam dari peubah acak X adalah nilai
harapan kuadrat selisih antara X dengan nilai
harapannya.
Secara
matematis
dapat
dituliskan sebagai

(

)

2
Var ( X ) = E ⎡ X − E ⎣⎡ X ⎦⎤ ⎤
⎥⎦
⎣⎢
2


= E ⎣ X ⎦ − E ⎣⎡ X ⎦⎤ .2

(

θ , dinamakan

)

(Hogg & Craig 1995)

(Arnold 1990)

Definisi 18 (Sebaran Posterior)
X merupakan
Suatu peubah acak
sebaran prior dengan fungsi kepekatan
peluang bersyarat f ( x1 ,..., xn θ ) dan θ
memiliki fungsi kepekatan peluang u (θ ) ,

Definisi 22 (Momen)
1. Jika X adalah peubah acak diskret
dengan fungsi massa peluang p X (x) ,
maka momen ke-k dari X , didefinisikan
sebagai


E ( X k ) = ∑ x ik p X ( x i ) ,

maka fungsi kepekatan peluang bersama dari
( x,θ ) dinotasikan dengan U (θ x1 , x2 ,..., xn ) ,
dinamakan
dengan

(

sebaran

)

U θ x1 , x2 ,..., xn =

posterior,

dinyatakan

f ( x1 , x2 ,..., xn | θ ) u (θ )

∫ f ( x , x ,..., x
1

2

n

i =1

| θ ) u (θ ) dθ

2.

.

(Arnold 1990)

jika jumlah di atas konvergen. Jika
jumlah di atas divergen, maka momen kek dari peubah acak X adalah tidak ada.
Jika X adalah peubah acak kontinu
dengan fungsi kepekatan peluang f X ( x ) ,
maka momen ke-k dari X didefinisikan
sebagai

4



E( X k ) =

∫x

k

dikatakan sebagai penduga (estimator) bagi
g (θ ) , dilambangkan oleh ĝ (θ ) .

f X ( x)dx ,

−∞

jika integral di atas konvergen. Jika
integral di atas divergen, maka momen
ke-k dari peubah acak X adalah tidak ada.
(Grimmett & Stirzaker 1992)

Definisi 23 (Fungsi Pembangkit Momen)
Fungsi pembangkit momen dari suatu
peubah acak X didefinisikan sebagai
M X (t ) = E (e tX ) .
untuk t ∈ ℜ sehingga nilai harapan di atas
ada.
(Grimmett & Stirzaker 1992)
Fungsi Kemungkinan (Likelihood)
Definisi 24 (Fungsi Kemungkinan)
Misalkan X 1 ,..., X n adalah contoh acak
dari suatu sebaran dengan fungsi kepekatan
peluang f ( x;θ ) , maka fungsi kepekatan
peluang bersama dari X 1 ,..., X n yang
merupakan fungsi kemungkinannya adalah
L (θ ) = f ( x1 ;θ ) f ( x2 ;θ ) ... f ( xn ;θ )
(Hogg & Craig 1995)

Definisi 25 (Penduga Kemungkinan
Maksimum )
Misalkan X1, X2,..., Xn adalah contoh acak
berukuran n dari suatu sebaran dengan fungsi
kepekatan peluang
f ( x; θ ) . Penduga
kemungkinan maksimum bagi θ dinotasikan
dengan
yang
θˆ , adalah nilai θ
memaksimumkan
L( X 1 ,..., X n ; θ ) .

fungsi

kemungkinan

(Hogg & Craig 1995)

Statistik dan Penduga
Definisi 26 (Statistik)
Statistik adalah suatu fungsi dari satu atau
lebih peubah acak yang tidak bergantung pada
satu atau beberapa parameter yang nilainya
tidak diketahui.
(Hogg & Craig 1995)
Definisi 27 (Penduga)
Misalkan X 1 ,..., X n adalah contoh acak.
Suatu statistik U ( X 1 ,..., X n ) yang digunakan

untuk menduga fungsi parameter

g (θ ) ,

Jika nilai X 1 = x1 , X 2 = x2 ,..., X n = xn , maka
nilai U ( x1 ,..., x n ) disebut sebagai dugaan
(estimate) bagi g (θ ) .

(Hogg & Craig 1995)

Definisi 28 (Penduga Takbias)
(i) Suatu penduga yang nilai harapannya
sama dengan parameter g (θ ) yaitu
E ⎡⎣U ( X 1 ,..., X n ) ⎤⎦ = g (θ )

disebut

penduga takbias bagi parameter g (θ ) .
Jika sebaliknya, penduga tersebut disebut
berbias.
(ii) Jika lim E ⎡⎣U ( X 1 ,..., X n ) ⎤⎦ = g (θ ) untuk
n →∞

n→∞,

maka

U ( X 1 ,..., X n ) disebut

penduga takbias asimtotik.
(Hogg & Craig 1995)

Definisi 29 (Uji Kebaikan-Suai)
Uji Kebaikan-Suai antara frekuensi yang
teramati dengan frekuensi harapan didasarkan
pada besaran
k

(oi − ei )2

i =1

ei

χ2 =∑

,

sedangkan χ 2 merupakan statistika yang
menyebar khi-kuadrat. Lambang oi dan ei
menyatakan frekuensi teramati dan frekuensi
harapan bagi sel ke-i.
(Walpole 1995)

Definisi 30 (Hipotesis Uji Kebaikan-Suai)
Uji hipotesis adalah salah satu uji
statistika yang dilakukan untuk pengujian
kesesuaian parametrik β i yang dibuat.
Dengan hipotesis sebagai berikut:
H0: β i = 0
H1: β i ≠ 0
Maka dengan menggunakan nilai dari khikuadrat hitung dan khi-kuadrat tabel akan
berlaku pengambilan kaidah keputusan
2
2
sebagai berikut. Jika χ hit
> χ tabel
maka
hipotesis nol di atas ditolak dan jika
2
2
χ hit
< χ tabel
maka hipotesis nol diterima.
Dalam penentuan khi-kuadrat tabel diperlukan
besaran nilai p-value tertentu berdasarkan
penyesuaiannya.
(Hosmer & Lemeshow 1989)

5

III PEMBAHASAN
Setiap perusahaan asuransi menerapkan
sistem penetapan premi yang berbeda-beda.
Salah satu sistem yang ditawarkan adalah
sistem Bonus Malus.
Penghitungan premi pada sistem Bonus
Malus pada karya ilmiah ini menggunakan
dua pendekatan yang berbeda, namun
pendekatan tersebut tetap menggunakan
fungsi utilitas eksponensial.
Sebelumnya diberikan prinsip nilai
harapan untuk membandingkan sistem
penghitungan premi pada kedua pendekatan
tersebut.

Prinsip Nilai Harapan
Dalam
penentuan
tarif
untuk
pertanggung-jawaban pihak ketiga pada
asuransi mobil, para pemegang polis
biasanya dibedakan oleh dua macam
variabel pembeda yaitu himpunan dari
faktor-faktor prior (misalnya jenis dan
penggunaan mobil, umur dan jenis kelamin
dari pengemudi, lokasi) dan skema
klasifikasi posterior (berdasarkan banyaknya
kecelakaan yang dialami oleh pemegang
polis).
Terlebih dahulu diberikan kelas-kelas
dari resiko yang ada, dengan faktor-faktor
prior
yang
sudah
ditetapkan
dan
diasumsikan variabel-variabel lainnya tidak
berpengaruh terhadap kehomogenan kelaskelas resiko tersebut. Masalah yang dihadapi
adalah mencari besarnya premi yang optimal
pada sistem Bonus Malus dengan tujuan
untuk membiayai masing-masing polis
sebesar nilai yang proporsional terhadap
banyaknya
klaim
diharapkan
yaitu
P = E[ S ]. Pernyataan di atas merupakan
prinsip nilai harapan.
Dari contoh-contoh numerik, dapat
diasumsikan bahwa banyak dari klaim untuk
masing-masing polis adalah menyebar
Poisson.
e −λ λ k
(1)
PK ( K = k | λ ) =
(λ > 0),
k!
dengan λ merupakan nilai dari suatu peubah
acak Λ yang menyebar gamma dengan
fungsi sebaran U (λ ) , sehingga dU (λ )
dapat dituliskan:

dU (λ ) =

τ a e −τa λ a −1

Sebaran Λ

σ2 =

ragam



Γ(a)

(a, τ > 0).

memiliki rata-rata m =

a

dan

τ2

fungsi

(2)
a

τ

,

pembangkit

−a

⎛ t⎞
momen M (t ) = ⎜1 − ⎟
(t < τ ) .
⎝ τ⎠
Bukti disajikan pada Lampiran 1.
Sebaran tak bersyarat dari peubah acak K
merupakan sebaran binomial negatif dengan
fungsi massa peluangnya adalah


PK (k ) = ∫ P( K = k λ )dU (λ )
0



=∫
0

=
=

e

−λ

λ k τ a e −τλ λ a −1
Γ(a )

k!

τa



k! Γ(a ) ∫0



e −λ (1+τ ) λ k + a −1 dλ

τa

k +a ∞

τa

k +a

⎛ 1 ⎞


k! Γ(a ) ⎝ 1 + τ ⎠

⎛ 1 ⎞
=


k! Γ(a ) ⎝ 1 + τ ⎠

∫e

−u

u k + a −1 du

0

Γ(k + a )
k

a

=

Γ( k + a ) ⎛ 1 ⎞ ⎛ τ ⎞

⎟ ⎜

k!Γ(a ) ⎝ 1 + τ ⎠ ⎝ 1 + τ ⎠

=

( k + a − 1)! ⎛ 1 ⎞ ⎛ τ ⎞

⎟ ⎜

k! ( a − 1)! ⎝ 1 + τ ⎠ ⎝ 1 + τ ⎠

k

a

⎛ k + a − 1⎞⎛ 1 ⎞ ⎛ τ ⎞
⎟⎟⎜
= ⎜⎜
(3)
⎟ ⎜
⎟ .
⎝ k
⎠⎝ 1 + τ ⎠ ⎝ 1 + τ ⎠
Dari hasil yang diperoleh di atas,
kemungkinan
banyaknya
klaim
dalam
portofolio pada suatu periode tertentu memiliki
sebaran binomial negatif dengan parameter
τ ⎞

⎜ a,
⎟ . Penguraian sebaran binomial negatif
⎝ 1+τ ⎠
tersebut disajikan pada Lampiran 2.
Kemudian
digunakan
data
amatan
banyaknya kecelakaan dari 106974 pemegang
polis asuransi kendaraan bermotor yang
diberikan oleh Lemaire (1977) serta nilai
dugaannya menggunakan sebaran Poisson dan
binomial negatif berikut.
k

a

6

Tabel l Data banyaknya kecelakaan kendaraan bermotor
Banyak klaim

Teramati
96978
9240
704
43
9
0
106974

0
1
2
3
4
Lebih dari 4
Total

Frekuensi
Dugaan (Poisson)
Dugaan (binomial negatif)
96689.5
96985.6
9773.5
9222.3
494
711.7
16.6
50.7
0.4
3.5
0
0.2
106974
106974

.
Misalkan kelas-kelas resiko telah
diperoleh dari hasil amatan selama t tahun,
dan didefinisikan k l (l = 1,...., t ) sebagai
banyaknya klaim yang muncul selama tahun
l . k l tersebut merupakan nilai dari peubah
acak
K l , yang diasumsikan bebas
(independent) dan memiliki sebaran yang
sama (equidistributed). Untuk setiap
himpunan dari amatan ( k1 ,......., k t ) , harus
dikaitkan
pada
suatu
premi
Pt +1 = Pt +1 (k1 ,...., k t ) .
Jika P (k1 ,...., k t λ ) dinotasikan sebagai
kemungkinan bahwa pemegang polis dengan
parameter λ akan mengajukan klaim
dengan urutan ( k1 ,......., k t ) , maka sebaran
posterior dari λ yaitu
P(k ,..., kt λ )dU (λ )
dU (λ k1,..., kt ) = ∞ 1
∫ P(k1,..., kt λ )dU (λ )
0
t

t

∑ kl + a −1

=

λ

l =1

e

− λ ( t +τ )

(t + τ )

∑ kl + a
l =1

Γ(∑ kl + a )

λa '−1e −λτ 'τ ' a '

dλ .

a'
,
(5)
τ'
K merupakan nilai konstan dan α adalah
biaya tambahan keselamatan (safety loading).
Penguraian prinsip nilai harapan tersebut
disajikan pada Lampiran 4
Safety loading biasa disebut sebagai premi
kotor atau beban pada premi bersih. Misalnya
biaya tambahan yang harus disediakan untuk
administrasi, pajak, keuntungan perusahaan dan
untuk beberapa jaminan kerugian yang
menyimpang dari kejadian yang biasa terjadi.
Jadi rumus relativitas sistem Bonus Malus
pada kasus ini yaitu:
= K (1 + α )



∫ λdU (λ k1 ,..., k t )

100. 0



∫ λdU (λ )
0

a'
a

τ
(4)

Γ( a ' )
Sebaran
posterior tersebut
memiliki
parameter a' = a + k dan τ ' = t + τ dengan
t

k = ∑ kl

0

⇔ 100. τ '

t

l =1

=



Pt +1 = K (1 + α ) ∫ λdU (λ k1 ,..., k t )

adalah total dari banyaknya

l =1

klaim. Uraian sebaran posterior tersebut
disajikan pada Lampiran 3.
Dari hasil yang diperoleh ternyata
sebaran posterior terhadap frekuensi klaim
λ juga merupakan sebaran gamma dengan
parameter a' dan τ ' .
Prinsip nilai harapan merupakan definisi
dari premi Pt +1 (k1 ,...., k t ) dengan

⎛ a + k ⎞⎛ τ ⎞
(6)
⇔ 100⎜
⎟⎜ ⎟.
⎝ t + τ ⎠⎝ a ⎠
Dengan kata lain rumus tersebut
merupakan premi yang harus dibayarkan oleh
pemegang polis jika premi awal (t = 0) sebesar
100.
Sebelumnya data yang ada akan diuji
menggunakan
uji
kebaikan-suai
untuk
menentukan apakah suatu populasi memiliki
sebaran peluang tertentu atau tidak. Uji ini
didasarkan pada seberapa baik kesesuaian atau
kecocokan antara frekuensi pengamatan yang
diperoleh dari contoh data dengan frekuensi
harapan yang diperoleh dari sebaran yang
dihipotesiskan.

7

Pertama-tama akan diperiksa apakah
data tersebut berasal dari populasi yang
menyebar Poisson
(λ ) . Untuk itu
digunakan uji kebaikan-suai untuk sebaran
Poisson dari data tersebut dengan hipotesis:

H0: Contoh berasal dari populasi yang
menyebar Poisson.
H1: Contoh bukan berasal dari populasi yang
menyebar Poisson.
Kemudian hipotesis tersebut di uji dengan
menggunakan statistik uji berikut.

Statistik uji χ 2 :

(oi − ei )2 (96978 − 96689.5)2 (9240 − 9773.5)2 (704 − 494)2 (52 − 17)2
=
+
+
+
96689.5
9773.5
494
17
ei
i =1
4

χ2 = ∑

= 0.8608 + 29.1218 + 89.2713 + 72.0588
= 191.3127
Dengan
♦ oi merupakan frekuensi teramati di
kelas i, i = 1,...,6 , dan
♦ ei merupakan frekuensi harapan
dari data teramati di kelas i saat H0
benar.
Karena
nilai
χ 2 = 191.3127
>
2
= 7.815 maka tolak H0. Jadi dapat
χ tabel

disimpulkan bahwa belum cukup bukti
untuk mengatakan bahwa contoh berasal
dari populasi yang menyebar Poisson
(0.101081). (lihat Lampiran 5)
Selanjutnya dilakukan uji kebaikan-suai
untuk menguji apakah data tersebut berasal

dari populasi yang menyebar binomial negatif
τ ⎞

⎜ a,
⎟ dengan hipotesis:
⎝ 1+τ ⎠
H0: Contoh berasal dari sebaran binomial
τ ⎞

negatif dengan parameter ⎜ a,
⎟.
⎝ 1+τ ⎠
H1: Contoh bukan berasal dari sebaran binomial
τ ⎞

negatif dengan parameter ⎜ a,
⎟.
⎝ 1+τ ⎠
Kemudian hipotesis tersebut di uji dengan
menggunakan statistik uji berikut.

Statistik uji χ 2 :
(oi − ei ) 2 (96978 − 96985.6) 2 (9240 − 9222.3)2 (704 − 711.7 )2 (43 − 50.7 )2 (9 − 3.7 )2
=
+
+
+
+
96985.6
9222.3
711.7
50.7
3. 7
ei
i =1
5

χ2 = ∑

= 6.0218 × 10 − 4 + 0.0339431 + 0.0828794 + 1.1607 + 7.59189
= 8.87001

dengan
♦ oi merupakan frekuensi teramati di
kelas i, i = 1,...,6 dan
♦ ei merupakan frekuensi harapan
dari data teramati dikelas i saat H0
benar.
χ 2 = 8.87001
<
Karena
nilai
2
χ tabel
= 9.488 maka tidak ada alasan untuk

menolak H0.
Jadi dapat disimpulkan bahwa contoh
berasal dari populasi yang menyebar

binomial negatif (1.6049,0.9408). (lihat
Lampiran 6)
Karena contoh data yang telah diketahui
memenuhi asumsi bahwa banyaknya klaim
menyebar binomial negatif maka tabel premi
dapat
dihitung
dengan
rumus
⎛ a + k ⎞⎛ τ ⎞
100⎜
⎟⎜ ⎟ dan dengan menggunakan
⎝ t + τ ⎠⎝ a ⎠
software Microsoft Excel 2003 diperoleh premi
resiko dari kurun waktu empat tahun yang
diberikan pada Tabel 2.

8

Tabel 2 Premi sistem Bonus Malus berdasarkan prinsip nilai harapan
Periode
(t )
0
1
2
3
4

0
100
94.08
88.81
84.11
79.88

1

2

152.69
144.15
136.52
129.65

211.31
199.49
188.92
179.42

Dari Tabel 2 di atas dapat diketahui bahwa:
♦ Pada awal mengikuti asuransi,
pemegang polis membayar premi
sebesar 100 kepada perusahaan
asuransi;
♦ Jika
pemegang
polis
tidak
mengalami
kecelakaan
pada
periode satu, maka pada periode
berikutnya pemegang polis akan
mendapatkan bonus sebesar 5,92%
dari premi awal atau dia hanya
membayar premi sebesar 94.08;
♦ Apabila pada periode berikutnya
atau periode dua, pemegang polis
mengalami kecelakaan maka dia
dikenakan malus sebesar 50,07%
dari premi periode satu atau sebesar
144.15 sehingga dia pindah kelas
ke grup 1.
Pada
bagian
berikutnya,
dapat
digunakan dua pendekatan yang berbeda
untuk menentukan premi sistem Bonus
Malus yaitu prinsip utilitas nol (zero utility)
dan
pinalti
pada
kelebihan
biaya
(penalization of overcharges). Kedua
pendekatan tersebut memiliki kesamaan
yaitu
menggunakan
fungsi
utilitas
eksponensial. Fungsi utilitas eksponensial
memiliki bentuk formula
1
u ( x) = (1 − e −cx ) , c konstanta positif.
c
(Gerber 1974a, 1974b)
(7)
Fungsi utilitas u (x) merupakan fungsi
kekayaan dari penanggung dan diasumsikan
merupakan fungsi naik dan cekung ke
bawah. Bentuk khusus ini akan digunakan
kemudian.

Banyak klaim ( k )
3
4
269.93
254.83
241.33
229.19

310.17
293.74
278.96

5

6

365.51
346.14
328.73

398.55
378.50

Prinsip Utilitas Nol
Pada penerapan formula (19) pada Gerber
(1974a)
untuk
degenerate
distribution
(penghitungan premi pada sistem Bonus Malus
yang hanya berdasarkan pada banyaknya klaim
dan tidak berdasarkan besarnya klaim secara
nominal), diperoleh persamaan:
Pt +1 = K

⎛ ec − 1 ⎞
a+k
⎟ ; [c < Log (τ + 1)].
Log ⎜1 −

c
t + τ ⎟⎠


(8)
(Gerber 1974b)
Kredibilitas premi di atas merupakan fungsi
kontinu yang tidak menurun terhadap c. Pilihan
suatu c = 0.4 menghasilkan suatu premi awal
yang pantas (masuk akal) yaitu P1 = 0.1262 .
Saat premi murni (pure premi/premi tanpa
tambahan loading) adalah sebesar 0.1011,
maka
akan
mengakibatkan
terjadinya
keterkaitan
terhadap
biaya
tambahan
keselamatan (safety loading) sekitar 25%.
Pada prinsip ini jika pada awal mengikuti
asuransi pemegang polis dikenakan premi
sebesar 100 maka rumus sistem Bonus Malus
adalah sebagai berikut:
⎛ ec − 1 ⎞
a+k

Log ⎜1 −

t + τ ⎟⎠
c

100
,
⎛ ec − 1 ⎞
a


K Log 1 −

τ ⎟⎠
c

K

dengan syarat
[c < Log (τ + 1)] ⇔ c < 1.2273.
Tabel relativitas seolah-olah sedikit
berbeda dari tabel yang terdahulu. Dengan
menggunakan software Mathematica 7 yang
disajikan pada Lampiran 7 diperoleh Tabel 3
sebagai berikut.

9

Tabel 3 Premi sistem Bonus Malus dengan pendekatan prinsip utilitas nol untuk nilai c = 0.4
Periode
(t )
0
1
2
3
4

0
100
93.987
88.655
83.987
79.623

1

2

152.549
143.896
136.172
129.235

211.111
199.136
188.447
178.847

Perbedaan-perbedaan yang muncul
sangat kecil sekali, bahkan untuk nilai c
yang tidak masuk akal. Misalnya digunakan
nilai
yaitu
nilai
yang
c = 1.65
mengakibatkan
terjadinya
keterkaitan

Banyak klaim ( k )
3
4
269.673
254.377
240.722
228.459

309.617
292.997
278.071

5

6

364.857
345.273
327.683

397.548
377.296

terhadap biaya tambahan keselamatan (safety
loading) sebesar 200%. Program untuk
memperoleh nilai premi pada Tabel 4 berikut
juga disajikan pada Lampiran 7.

Tabel 4 Premi sistem Bonus Malus dengan pendekatan prinsip utilitas nol untuk nilai c = 1.65
Periode
(t )
0
1
2
3
4

0
100
93.135
87.157
81.904
77.251

1

2

151.167
141.464
132.938
125.386

209.198
195.771
183.972
173.521

Nilai c tersebut menghasilkan suatu
premi yang besarnya tiga kali lipat dari
premi awal.
Satu hal yang perlu dicatat bahwa pada
kedua kasus di atas memiliki nilai premi
yang lebih rendah dibandingkan dengan
Tabel 2. Hal ini secara alami akan
berimplikasi terhadap nilai premi awal yang
lebih tinggi.
Pinalti pada Kelebihan Biaya
Pada sebaran posterior untuk frekuensi
klaim seperti yang terdapat pada prinsip
utilitas nol (lihat Gambar 1), akan ditelusuri
bahwa sebaran-sebaran tersebut secara
substansial berpotongan. Perolehan Gambar
1 disajikan pada Lampiran 8. Semua
pemegang polis dari grup 2 harus membayar
premi yang lebih besar 2.24 kali

Banyak klaim ( k )
3
4
267.230
250.078
235.006
221.656

304.385
286.040
269.790

5

6

337.074
317.925

388.108
366.060

dibandingkan dengan premi pada anggota grup
awal, namun juga kebanyakan frekuensi klaim
mereka yang sebenarnya terletak di bawah ratarata grup awal. Pemegang polis tersebut terlalu
terbebani oleh biaya premi yang terlampau
tinggi (overcharges) yaitu membayar premi dua
kali lebih mahal dari yang seharusnya. Masalah
tersebut merupakan suatu permasalahan yang
muncul saat tidak terdapatnya perbedaan di
antara grup 2, sehingga polis-polis mana saja
yang memiliki frekuensi klaim terendah tidak
dapat diketahui. Masalah akan semakin besar
dikarenakan oleh overcharges yang semakin
meningkat seiring bertambahnya nilai k, dan
secara kuantitas akan lebih sering saat ragam
dari dU (λ k1 ,..., k t ) semakin meningkatkan
banyaknya kecelakaan (secara linear pada kasus
sebaran binomial) dengan banyak kejadian yang
diberikan pada waktu t. (Lemaire 1979).

10

Gambar 1 Grafik perpotongan pada sebaran posterior untuk frekuensi klaim antara grup awal
(k = 0) saat t = 3 dan grup 2 (k = 2) saat t = 3
Tarif yang diperoleh melalui prinsip
karena itu perlu adanya perlakuan adil untuk
nilai harapan memiliki sifat yang khas yaitu
membedakannya yaitu dengan cara memboboti
dengan cara meminimumkan jumlah dari
tingkat galat pada keduanya menggunakan
kuadrat galat yang muncul untuk
pinalti pada kelebihan biaya (penalizing of
overcharges dan undercharges keseluruhan
overcharges).
polis pada grup yang ada serta menjamin
Saat semua peserta pada grup 2 harus
stabilitas keuangan yang berkaitan terhadap
membayar pada jumlah yang sama, maka premi
premi-premi yang akan berpengaruh dan
juga harus diperkecil. Konsekuensinya premi
berkompensasi terhadap harapan kerugian
pada grup awal harus ditingkatkan dengan
yang muncul pada waktu t. Bagaimanapun
tujuan untuk menutupi keseimbangan keuangan.
juga hal ini terlihat tidak wajar (tidak adil)
Bagaimanapun juga, sebagai kelas resiko yang
dalam sudut pandang pemegang polis,
lebih tinggi biasanya selalu merupakan populasi
dimana overcharges dan undercharges
terkecil sehingga peningkatan terhadap premi
dirumuskan secara simetris sehingga
pada grup awal akan sedikit sekali.
pemegang polis yang membayar premi
Pada kenyataannya, populasi pada subgrup
terlampau mahal atau terlampau murah
akan menurun seiring terjadinya penambahan
diperlakukan dan dinilai sama. Satu sisi akan
pada nilai k. Di bawah ini merupakan ilustrasi
berpendapat bahwa galat yang terjadi akan
dari populasi yang dimaksud.
lebih parah dibandingkan yang lainnya. Oleh
Tabel 5 Banyaknya populasi tiap subgrup pada kelas-kelas resiko
Periode
(t )
0
1
2
3
4

0
10000
9059
8297
7584
6991

1

2

877
1472
1947
2238

58
197
381
600

Konsekuensinya
adalah
hanya
diperlukan peningkatan premi pada grup
awal sebesar 1 satuan untuk kontribusi
terhadap grup 2 sebesar 20 satuan. (Lemaire
1979).
Satu cara untuk menyelesaikan masalah
ketidaksimetrisan yaitu dengan mengindeks

Banyak klaim ( k )
3
4
6
31
73
130

2
12
29

5

6

1
2
8

1
4

satu pilihan atas keseluruhan dari kemungkinan
overcharges
dan
undercharges
dengan
menggunakan fungsi utilitas dan untuk
memaksimumkan
bobot
utilitas
yang
diharapkan sehingga secara alamiah juga akan
membuat kondisi pada sistem keuangan
menjadi stabil. (Lemaire 1979).

11

dinotasikan sebagai fungsi pembangkit momen
dari sebaran posterior λ , persamaan (12) akan
disederhanakan menjadi:

Kemudian
dicari
rumus
untuk
penentuan premi sistem Bonus Malus
dengan menggunakan pendekatan pinalti
pada kelebihan biaya.

e cpk M k (−c) = α k = 0,..., m

(13)

Untuk memberikan nilai t, terlebih
dahulu perlu dinotasikan:
♦ m + 1 merupakan jumlah dari grup
(m adalah nilai maksimum dari k),
♦ N k merupakan ukuran populasi
grup ke-k,


atau
pk =

m

k =0



p k = Pt +1 (k1 ,..., k t ) ,



dU (λ k ) = dU (λ k1 ,..., k t ) , dan



λ = ∫ λdU (λ ).

k = 0,..., m
(14)

1
dan β = Logα .
c
β dapat diperoleh

∑ Nk ,

N=

1
1
Log α − Log M k (−c)
c
c

dengan

mengalikan

persamaan (14) dengan N k , menjumlahkan
semua nilai k dan membagi dengan N sehingga
diperoleh:



1
N

0

Dengan menggunakan fungsi utilitas
eksponensial dan menggunakan argumen
yang sama dengan perbedaan antara premi
Pk
dan
nilai
nyata
λ,
akan
memaksimumkan:

Z=

1
N

∫ c [1 − e

m



k =0

0

∑ Nk

1

−c (λ − pk )

]dU (λ k ),
(9)

Atau dengan meminimumkan fungsi
Lagrange
1 1
cN

m



⎛1



m

∑ N k ∫ e−c(λ − p ) dU (λ k ) − α ⎜⎜ N ∑ N k pk − λ ⎟⎟.
k

k =0



0



k =0

Hal ini diperoleh dengan menurunkan ψ

(10)

terhadap α dan ψ terhadap p k
∂ψ
1
=0→
N
∂α

m

∑ N k pk



k =0

(11)


∂ψ
1
α
= 0 → N k ∫ e cp k e − cλ dU (λ k ) = N k
∂pk
N
N
0

, k = 0,...., m .
(12)


⎛ x⎞
Jika M k ( x) = ∫ e xλ dU (λ k ) = ⎜1 − ⎟
⎝ τ⎠
0

k =0

=

1
N

m

1 1

m

∑ N k β − N c ∑ N k Log M k (−c) .

k =0

k =0

Dan disubtitusi dengan persamaan (11),
didapat:
1 m
β =λ +
∑ N k Log M k (−c)
Nc k =0
Sehingga akan diperoleh:

1⎡ 1 m
pk = Pt+1(k1,...,kt ) = λ + ⎢ ∑NiLogMi (−c) − LogMk (−c)⎥.
c ⎣ N i=0


dengan kendala
1 m
∑ N k pk = λ .
N k =0

ψ=

m

∑ N k pk

Penguraian rumus tersebut disajikan pada
Lampiran 9.
Nilai c dapat dipilih dengan tujuan untuk
merefleksikan satu preferensi ketidaksimetrisan
pada galat. Jika dipilih nilai c = 11.5 berarti
perlu untuk menurunkan biaya dua polis sebesar
0.03, masing-masing untuk mengkompensasi
terhadap overcharges sebesar 0.04. dan jika
dipilih c = 17.5 berarti diperlukan dua
undercharges
sebesar
0.04
untuk
menyeimbangkan satu overcharges sebesar
0.04.
Dengan menggunakan fungsi struktur Λ
dan populasi pada Tabel 5 diperoleh rumus
penentuan premi untuk pembayaran premi awal
sebesar 100 sebagai berikut:
−(a+k )
−(a+k ) ⎤
c ⎞
1⎡ 1 m ⎛
c ⎞

λ + ⎢ ∑Ni ⎜1+
Log
1

+




c ⎣⎢ N i=0 ⎝ t +τ ⎠
⎝ t +τ ⎠
⎦⎥
100
−a
−a ⎤
m

1 1
⎛ c⎞
⎛ c⎞
λ + ⎢ ∑Ni ⎜1+ ⎟ − Log⎜1+ ⎟ ⎥
c ⎣⎢ N i=0 ⎝ τ ⎠
⎝ τ ⎠ ⎦⎥

−a

Kemudian dengan menggunakan software
Mathematica 7 yang diberikan pada Lampiran 7
diperoleh tabel relativitas sebagai berikut:

12

Tabel 6 Premi sistem Bonus Malus dengan pendekatan pinalti pada kelebihan biaya untuk
nilai c = 11.5
Periode
(t )
0
1
2
3
4

0
100
95.48
91.58
87.76
84.26

1

2

140.17
134.3
128.68
123.53

184.87
177.02
169.59
162.79

Banyak klaim ( k )
3
4
229.56
219.74
210.51
202.05

262.45
251.43
241.32

5

6

305.17
292.34
280.58

333.26
319.84

Berikut tabel nilai premi untuk c = 17.5
Tabel 7 Premi sistem Bonus Malus dengan pendekatan pinalti pada kelebihan biaya untuk nilai
c = 17.5
Periode
(t )
0
1
2
3
4

0
100
95.93
92.39
88.91
85.69

1

2

136.15
130.97
125.98
121.39

176.35
169.55
163.06
157.08

Banyak klaim ( k )
3
4

Pada kedua tabel di atas dapat dilihat
bahwa terjadi penurunan premi pada
k ≥ 1 dan kenaikan sedikit premi pada grup
.

216.56
208.12
200.14
192.77

246.7
237.21
228.46

5

6

285.28
274.29
264.15

311.36
299.84

awal yang bertujuan
keseimbangan keuangan.

untuk

menutupi

V SIMPULAN
Karya ilmiah ini membandingkan
penghitungan premi pada sistem Bonus Malus
dengan dua pendekatan yang berbeda yaitu
utilitas nol (zero utility) dan pinalti pada
kelebihan biaya (penalization of overcharges).
Dapat dilihat dari aplikasinya, premi
sistem Bonus Malus yang diperoleh dengan
menggunakan prinsip nilai harapan dan
pendekatan prinsip utilitas nol membutuhkan
biaya yang sangat tinggi untuk resiko yang
besar meskipun terjustifikasi sempurna, hal ini
terlihat sangat sulit untuk menggunakan tabel
tersebut pada prakteknya terutama untuk

alasan yang bersifat komersial (kepentingan
bisnis).
Pada sistem penentuan premi Bonus
Malus yang menggunakan pendekatan pinalti
pada kelebihan biaya, rasio antara premipremi yang ekstrim diperkecil sehingga
menghasilkan Malus yang lebih kecil. Oleh
karena itu, penentuan premi yang paling adil
untuk pemegang polis pada tiap kelas adalah
dengan menggunakan pendekatan pinalti pada
kelebihan biaya.

12

Tabel 6 Premi sistem Bonus Malus dengan pendekatan pinalti pada kelebihan biaya untuk
nilai c = 11.5
Periode
(t )
0
1
2
3
4

0
100
95.48
91.58
87.76
84.26

1

2

140.17
134.3
128.68
123.53

184.87
177.02
169.59
162.79

Banyak klaim ( k )
3
4
229.56
219.74
210.51
202.05

262.45
251.43
241.32

5

6

305.17
292.34
280.58

333.26
319.84

Berikut tabel nilai premi untuk c = 17.5
Tabel 7 Premi sistem Bonus Malus dengan pendekatan pinalti pada kelebihan biaya untuk nilai
c = 17.5
Periode
(t )
0
1
2
3
4

0
100
95.93
92.39
88.91
85.69

1

2

136.15
130.97
125.98
121.39

176.35
169.55
163.06
157.08

Banyak klaim ( k )
3
4

Pada kedua tabel di atas dapat dilihat
bahwa terjadi penurunan premi pada
k ≥ 1 dan kenaikan sedikit premi pada grup
.

216.56
208.12
200.14
192.77

246.7
237.21
228.46

5

6

285.28
274.29
264.15

311.36
299.84

awal yang bertujuan
keseimbangan keuangan.

untuk

menutupi

V SIMPULAN
Karya ilmiah ini membandingkan
penghitungan premi pada sistem Bonus Malus
dengan dua pendekatan yang berbeda yaitu
utilitas nol (zero utility) dan pinalti pada
kelebihan biaya (penalization of overcharges).
Dapat dilihat dari aplikasinya, premi
sistem Bonus Malus yang diperoleh dengan
menggunakan prinsip nilai harapan dan
pendekatan prinsip utilitas nol membutuhkan
biaya yang sangat tinggi untuk resiko yang
besar meskipun terjustifikasi sempurna, hal ini
terlihat sangat sulit untuk menggunakan tabel
tersebut pada prakteknya terutama untuk

alasan yang bersifat komersial (kepentingan
bisnis).
Pada sistem penentuan premi Bonus
Malus yang menggunakan pendekatan pinalti
pada kelebihan biaya, rasio antara premipremi yang ekstrim diperkecil sehingga
menghasilkan Malus yang lebih kecil. Oleh
karena itu, penentuan premi yang paling adil
untuk pemegang polis pada tiap kelas adalah
dengan menggunakan pendekatan pinalti pada
kelebihan biaya.

PENENTUAN PREMI SISTEM BONUS MALUS DENGAN
MENGGUNAKAN FUNGSI UTILITAS EKSPONENSIAL

MEGAWATI

DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

13

DAFTAR PUSTAKA
Arnold SF. 1990. Mathematical Statistics.
New Jersey: Prentice Hall, Inc.

Edisi ke-2. New York: Clarendon Press
Oxford.

Ayuningtyas V. 2007. Penentuan Premi
pada Sistem Bonus Malus yang
Optimal. Skripsi Sarjana Departemen
Matematika
FMIPA
Universitas
Indonesia, Depok. Indonesia.

Hogg RV, Craig AT. 1995. Introduction to
Mathematical Statistics. Edisi ke-5. New
Jersey: Prentice Hall, Inc.

Corlier F, Lemaire J dan Muhokolo D. 1979.
Simulation of an automobile portofolio.
The Geneva papers on risk and
insurance. 12: 40-46.
Gerber H. 1974a. On Additive Premium
Calculation Principles. ASTIN Bulletin.
7: 215-222.
Gerber H. 1974b. On Iterative Premium
Calculation Principles. ASTIN Bulletin.
74. 163-172.
Grimmet GR, Stirzaker DR. 1992.
Probability and Random Processes.

Hosmer DW Jr, Lemeshow S. 1989. Applied
Logistic Regression. New York: John
Wiley and Sons.
Lemaire J. 1977. Selection Procedures of
Regression
Analysis
Applied
to
Automobile Insurance. ASTIN Bulletin.
77: 65-72.
Lemaire J. 1979. How to Define a Bonus Malus
System with an exponential Utility
Function. ASTIN Bulletin. 10: 274-282.
Walpole RW. 1995. Pengantar Statistika. Edisi
ke-3. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.

PENENTUAN PREMI SISTEM BONUS MALUS DENGAN
MENGGUNAKAN FUNGSI UTILITAS EKSPONENSIAL

MEGAWATI

DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

1

ABSTRAK
MEGAWATI. Penentuan Premi Sistem Bonus Malus dengan Menggunakan Fungsi Utilitas
Eksponensial. Dibimbing oleh I GUSTI PUTU PURNABA dan RETNO BUDIARTI.
Sistem Bonus Malus merupakan salah satu sistem yang digunakan dalam asuransi mobil.
Sistem ini memperkenalkan pembagian kelas premi yang dipengaruhi oleh banyaknya klaim yang
diajukan oleh pemegang polis tiap tahunnya.
Dalam karya ilmiah ini, dibahas mengenai penghitungan premi pada sistem Bonus Malus
untuk pertanggung-jawaban pihak ketiga pada asuransi mobil dengan menggunakan dua cara yang
berbeda, namun keduanya tetap menggunakan fungsi utilitas eksponensial. Cara yang pertama
yaitu dengan menerapkan prinsip utilitas nol (zero utility) menggunakan fungsi utilitas
eksponensial. Cara yang kedua adalah memperoleh kesimetrisan antara biaya yang lebih
(overcharges) dan biaya yang kurang (undercharges) dengan memberikan bobot pada keduanya
melalui pendekatan fungsi utilitas, dengan tujuan memberikan pinalti pada kelebihan biaya
(penalization of overcharges) tersebut.
Untuk membandingkan sistem perhitungan pada kedua pendekatan tersebut, sebelumnya
diberikan prinsip nilai harapan. Banyaknya klaim masing-masing polis diasumsikan menyebar
Poisson dengan fungsi sebaran parameternya adalah sebaran gamma; dan menghasilkan sebaran
tak bersyaratnya yaitu sebaran binomial negatif. Dicari sebaran posterior dari parameter frekuensi
klaim, kemudian parameter tersebut diduga menggunakan teknik pendugaan Bayes.
Penghitungan premi pada sistem Bonus Malus yang diperoleh dengan menggunakan prinsip
nilai harapan dan prinsip utilitas nol membutuhkan biaya yang sangat tinggi untuk resiko yang
besar. Pada sistem penentuan premi Bonus Malus dengan menggunakan pendekatan pinalti pada
kelebihan biaya, rasio antara premi-premi yang ekstrim diperkecil sehingga menghasilkan Malus
yang lebih kecil. Penentuan premi yang paling adil untuk pemegang polis pada tiap kelas adalah
dengan menggunakan pinalti pada kelebihan biaya.

2

ABSTRACT
MEGAWATI. Determination of Bonus Malus System’s Premium Using Utility Exponential
Function. Under supervision of I GUSTI PUTU PURNABA and RETNO BUDIARTI.
A Bonus Malus system is one of systems used in the automobile insurance. This system
introduces the clasification of premium level, which is influenced by the number of claims from
the policyholder every year.
This paper discusses premium calculation on Bonus Malus system for automobile third party
liability insurance with two different methods, which both are based on exponential utility
functions. The first method is carried out by applying the principle of zero utility using the
exponential utlilty function. The second method is formulated by breaking the symmetry between
overcharges and undercharges by weighting them differently in the utility function in order to
penalize the overcharges.
In order to compare the calculation methods of both approaches, the expected value principle
should be given in advance. Number of claims from each policyholder is assumed to follow
Poisson distribution, while the parameters follow the gamma distribution. This leads to an
unconditional negative binomial distribution. The posterior distribution of frequency claim
parameter is to be determined in order to estimate the parameters using Bayes estimation
technique.
The premium calculation on Bonus Malus system using expected value and zero utility
principle implies very high cost for high risk. In the Bonus Malus premium using the penalization
of overcharges approach, the ratio between extreme premiums is reduced to produce a smaller
Malus. Therefore, the most appropriate premium for policyholder in every class is the premium
which applies penalization of overcharges.

3

PENENTUAN PREMI SISTEM BONUS MALUS DENGAN
MENGGUNAKAN FUNGSI UTILITAS EKSPONENSIAL

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Sarjana Sains
pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor

Oleh:
MEGAWATI
G54050912

DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS METEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

4

Judul

:

Nama
NRP

:
:

Penentuan Premi Sistem Bonus Malus dengan Menggunakan
Fungsi Utilitas Eksponensial
Megawati
G54050912

Menyetujui:

Pembimbing I,

(Dr. Ir. I. G. Putu Purnaba, DEA.)
NIP: 19651218 199002 1 001

Pembimbing II,

(Ir. Retno Budiarti, Ms.)
NIP: 19610729 198903 2 001

Mengetahui:
Ketua Departemen,

(Dr. Berlian Setiawaty, MS.)
NIP: 19650505 198903 2 004

Tanggal Lulus:

5

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, berkah serta nikmat sehat
sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas akhir ini yang berjudul Penentuan Premi Sistem
Bonus Malus dengan Menggunakan Fungsi Utilitas Eksponensial. Shalawat serta salam tercurah
kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW yang telah memberikan suri tauladan tak
henti-hentinya kepada umatnya hingga akhir jaman.
Tugas akhir ini penulis persembahkan untuk kedua orang tua dan seluruh keluarga yang selalu
mendukung, menasehati dan mendoakan penulis dengan dukungan yang luar biasa. Tak lupa
penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan dorongan terhadap
penulisan dalam menyelesaikan tugas akhir ini, yaitu:
1. Bapak Dr. Ir. I G. Putu Purnaba, DEA selaku dosen pembimbing I dan ibu Ir. Retno Budiarti,
Ms selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk
memberikan bimbingan, saran, koreksi dan pengarahan dalam penyusunan tugas akhir ini
serta bapak Dr. Ir. I Wayan Mangku, M.Sc atas kesediaannya menjadi dosen penguji penulis
saat sidang.
2. Seluruh dosen matematika IPB atas segala ilmu yang telah diberikan selama 4 tahun menuntut
ilmu di Departemen Matematika IPB dan TU matematika IPB, bu Susi, bu Ade, pak Yono,
mas Deni, mas Bono, mas Hery dan lain-lain, atas bantuan yang telah diberikan kepada
penulis.
3. Untuk papa, mama, kak Lenny dan bang chokey, bang Benny, bang Andy dan kak Nur, bang
Dian, bang Hendy, serta keluarga besar papa dan mama yang telah memberikan kasih sayang,
nasehat, dukungan, serta doanya.
4. Puthut dan keluarga yang juga selalu mendukung dan mendoakan penulis dalam situasi
apapun dalam menyelesaikan karya ilmiah ini (makasih printernya ndut).
5. Teman-teman kristal, Ami, mba