Studi Aspek Reproduksi Ikan Baung (Mystus nemurus Cuvier Vallenciennes) Di Sungai Bingai Kota Binjai Provinsi Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologis Ikan Baung

  Menurut Kottelat dan Whitten (1993) Ikan Baung termasuk Filum Chordata, Kelas Pisces Sub kelas Teleostei, Ordo Ostariophysi, Sub ordo Siluridea, Family Bagridae, Genus Mystus, Spesies Mystus nemurus C.V. Ikan baung mempunyai bentuk badan memanjang, dengan perbandingan antara panjang badan dan tinggi badan 4 : 1. Baung juga berbadan bulat dengan perbandingan tinggi badan dan lebar badan 1 : 1. Keadaan itu bisa dibilang badan baung itu bulat. Punggungnya tinggi pada awal, kemudian merendah sampai di bagian ekor (Rukmini, 2012).

  Gambar 2. Ikan Baung (Mystus nemurus) Ciri-ciri umum dari ikan Baung (Mystus nemurus) adalah kepala ikan kasar, sirip lemak dipunggung sama panjang dengan sirip dubur, pinggiran ruang mata bebas, bibir tidak bergerigi yang dapat digerakkan, daun-daun insang terpisah. Langit-langit bergerigi, lubang hidung berjauhan, yang dibelakang dengan satu sungut hidung. Sirip punggung berjari-jari keras tajam. Ikan ini tidak bersisik, mulutnya tidak dapat disembulkan, biasanya tulang rahang atas bergerigi, 1-4 pasang sungut dan umumnya berupa sirip tambahan (Sukendi, 2010) dapat dilihat pada (Gambar 2).

  Bagridae merupakan ikan berkumis yang terdapat di Eropa dan Asia. Ciri

  khusus dari ikan famili ini tidak mempunyai sirip lemak, tidak mempunyai duri pada sirip punggung dan sirip duburnya sangat panjang. Hidup di lapisan bawah sungai- sungai dan danau-danau dan memakan ikan-ikan yang lebih kecil (Fithra dan Siregar, 2010).

  Ikan baung mempunyai empat pasang sungut peraba yang terletak disudut rahang atas. Sepasang dari sungut peraba sangat panjang sekali dan mencapai sirip dubur. Sirip punggung mempunyai dua buah jari-jari keras, satu diantaranya keras dan meruncing menjadi patil. Kepala besar dengan warna tubuh abu-abu kehitaman, dengan punggung gelap, tapi perut lebih cerah. Badan ikan baung tidak bersisik, bewarna coklat kehijauan dengan pita tipis memanjang jelas di tutup insang hingga pangkal ekor, panjang totalnya lima kali tingginya, sekitar 3-3,5 panjang kepala, serta mempunyai panjang maksimal 350 mm (Rukmini, 2012).

  Distribusi habitat

  Secara umum ikan baung terdistribusi di beberapa daerah atau negara yaitu : Asia : Mekong, Chao Phraya dan Xe Bangfai basins, juga dari Malay Peninsula, Sumatera, Java dan Borneo (Sukendi, 2010). Menurut Ediwarman (2006) ikan Baung (Mystus nemurus) merupakan ikan perairan umum yang mempunyai nilai ekonomis penting, yang banyak dijumpai di perairan Sumatera, Jawa dan Kalimantan.

  Ikan baung banyak hidup di perairan tawar, daerah yang paling disukai adalah perairan yang tenang, bukan air yang deras. Karena itu, ikan baung banyak ditemukan di rawa-rawa, danau-danau, waduk dan perairan yang tenang lainya. Di Sumatera, ikan baung banyak ditemukan di Danau Toba, tetapi populasinya terus berkurang, karena adanya penangkapan yang tidak selektif. Selain itu ikan baung juga sering ditemukan di sungai-sungai, tentu saja sungai yang berarusnya lambat (Rukmini, 2012).

  Pertumbuhan

  Lebar badan ikan baung lima kali lebih pendek dari panjang standar. Karena pertumbuhan ikan baung adalah allometrik, yakni pertambahan berat lebih cepat daripada pertambahan panjang badan. Sedangkan berdasarkan jenis kelamin, pertumbuhan ikan baung jantan berpola isometrik dimana pertambahan berat sebanding dengan pertambahan panjang badan (Kordi, 2009).

  Pola pertumbuhan ikan baung adalah allometrik (b > 3). Pertambahan berat lebih cepat daripada pertambahan panjang badan. Sedangkan berdasarkan jenis kelamin, pertumbuhan ikan baung jantan berpola isometrik (b = 3), dimana pertambahan berat sebanding dengan pertambahan panjang badan. Ukuran ikan baung berhubungan dengan agresifitasnya dalam mencari makan dan kematangan gonad. Karena harga b diatas 3, maka pertumbuhan berat ikan baung cenderung lebih cepat daripada pertumbuhan panjang badan. Dengan demikian, faktor makanan memegang peranan yang sangat penting, semakin banyak mendapat makanan, maka pertumbuhan beratnya semakin tinggi. Karena itu, ikan baung yang berukuran besar cenderung lebih agresif mencari makan sehingga pertumbuhannya berpola allometrik. Pada waktu musim memijah, pola pertumbuhan ikan betina biasanya berbeda dengan ikan baung jantan (Effendie, 1997).

  Hubungan panjang dan bobot ini mempunyai beberapa manfaat, yaitu menduga bobot ikan dari panjang untuk individu ikan atau untuk kelas panjang ikan, menduga biomassa ikan jika sebaran frekuensi panjang diketahui, dan mengubah persamaan pertumbuhan von Bertalanffy dalan panjang menjadi pertumbuhan dalam bobot. Indeks membandingkan bobot ikan teramati dengan bobot ikan terhitung dari hubungan panjang bobot, oleh karena itu disebut faktor kondisi relative (Kn). Kn =

  b

  W/W* atau Kn = W/(aL ), dimana W merupakan bobot tubuh tertimbang, dan W* bobot tubuh terhitung dari persamaan hubungan panjang bobot (Raharjo dkk, 2011).

  Seksualitas ikan

  Jenis kelamin ikan diketahui dengan melihat tanda seksual primer (gonad) dan sekunder seperti warna tubuh dan keadaan siripnya (Nasution, 2011). Sifat seksual primer pada ikan ditandai dengan adanya organ yang secara langsung berhubungan dengan reproduksi, yaitu ovarium dan pembuluhnya pada ikan betina, dan pada ikan jantan testis dengan pembuluhnya. Tanpa melihat tanda-tanda lain pada ikan, kiranya akan sukar untuk mengetahui organ seksual primernya. Dengan demikian kita tidak dapat membedakan ikan jantan dengan ikan betina. Satu cara yang terbaik untuk mengetahui hal tersebut dengan mengadakan seleksi (Effendie,

  1997). Menurut Haryono (2006) ciri kelamin sekunder berguna untuk membedakan jenis kelamin jantan dan betina secara morfologis tanpa harus melakukan pembedahan terhadap organ reproduksinya.

  Reproduksi

  Selama proses reproduksi, sebagian besar hasil metabolisme tertuju pada perkembangan gonad. Hal ini menyebabkan terdapatnya perubahan dalam gonad itu sendiri. Umumnya pertambahan dalam gonad ikan betina 10-25% dan pada ikan jantan 5-10% dari bobot tubuh. Pengetahuan tentang perubahan atau tahap-tahap kematangan gonad diperlukan untuk mengetahui perbandingan ikan-ikan yang akan atau tidak melakukan reproduksi. Pengetahuan tentang kematangan gonad juga didapatkan keterangan bilamana ikan akan memijah, baru memijah atau sudah selesai memijah. Ukuran ikan pada saat pertama kali gonadnya masak, ada hubungan dengan pertumbuhan ikan dan faktor lingkungan yang mempengaruhinya (Tang dan Affandi, 2001).

  Ikan baung, sebagaimana ikan-ikan yang hidup di perairan umum air tawar memijah pada awal musim hujan. Hal ini merupakan fenomena umum karena saat musim hujan, kawasan (daerah) yang kering pada musim kemarau akan ditumbuhi rerumputan dan tergenang air. Di kawasan demikian, banyak terdapat makanan dan cukup terlindungi bagi ikan untuk melakukan pemijahan. Alawi dkk (1992) dalam Kordi (2009) melaporkan bahwa ikan baung di perairan Sungai Kampar (Riau) memijah pada sekitar bulan Oktober sampai Desember.

  Perkembangan Gonad

  Indeks kematangan gonad merupakan suatu indeks kuantitatif yang menunjukkan suatu kondisi kematangan seksual ikan. Pada umumnya semakin panjang tubuh ikan, maka semakin besar pula nilai indeks kematangan gonad yang diperoleh sehingga ovarium yang lebih matang memiliki bobot dan ukuran lebih besar termasuk penambahan dari ukuran telur (Zamroni dkk, 2008).

  Dasar yang dipakai untuk menentukan tingkat kematangan gonad dengan cara morfologi ialah bentuk, ukuran panjang dan berat, warna dan perkembangan isi gonad yang dapat dilihat. Perkembangan gonad ikan betina lebih banyak dibandingkan dari pada ikan jantan karena perkembangan diameter telur yang terdapat dalam gonad lebih mudah dilihat dari pada sperma yang terdapat di testis (Effendie, 1997). Semakin berat tubuh ikan akan linear dengan tingkat kematangan gonad (TKG) dan nilai indeks gonad somatik (Azrita dkk, 2010).

  Perkembangan gonad pada ikan secara garis besar di bagi atas 2 tahap perkembangan utama, yaitu tahap pertumbuhan gonad hingga mencapai tingkat dewasa kelamin dan tahap pematangan produk seksual. Tahap pertumbuhan berlangsung sejak ikan menetas hingga mencapai dewasa kelamin, sedangkan tahap pematangan berlangsung setelah ikan dewasa. Tahap pematangan akan terus berlangsung dan berkesinambungan selama fungsi reproduksi ikan berjalan normal (Ediwarman 2010).

  Ikan baung mulai mengalami perkembangan gonad ketika berukuran 200 mm dengan berat 90 g sehingga pada ukuran berat 100 g, ikan baung sudah mencapai tingkat kematangan gonad. Sedangkan ikan baung yag hidup di Danau Sipin dan Kenali mulai matang gonad pada ukuran panjang 205 mm dengan berat 675 g. Informasi lain disebutkan pada ikan baung betina dan ikan baung jantan mulai matang gonad pada ukuran panjang 215 mm dengan bobot 5 g (Kordi, 2009).

  Ikan baung di Waduk Juanda dengan tingkat kematangan gonad IV ditemukan pada bulan Oktober

  • – Maret sehingga anaknya baru didapatkan pada bulan Januari hingga Maret dengan ukuran panjang total 3,5
  • – 9,5 cm dan bobot
  • – 6,46 g. Apabila pengamatan gonad dilakukan dengan cara pembedahan, gonad ikan baung terdapat di perut bagian dorsal intestine. Namun, pemerikasaan gonad ikan baung dengan cara ini harus dilakukan pada ikan yang telah mencapai ukuran berat 90 g dan panjang sekitar 20 cm (Tang 2000).

  Fekunditas dan Diameter Telur

  Suryanti (2008) menyatakan fekunditas terbesar 38220 butir dijumpai pada ikan Baceman (Mystus nigriceps ) dengan berat 786 g panjang 415 mm, fekunditas ikan Baceman (Mystus nigriceps ) berkisar antara 7850-38220 butir, pada fekunditas diameter telur antara 170-2052 µm. Semakin besar ukuran tubuh ikan maka semakin besar fekunditas dan diameter telurnya. Ukuran diameter bervariasi menunjukkan bahwa ikan baceman melakukan pemijahan secara bertahap, tipe pemijahannya

  partial spawner dimana telur yang terkandung di dalam ovarium tidak masak secara bersamaan dan dikeluarkan secara bertahap.

  Menurut Said (2008) Hubungan panjang berat ikan dengan fekunditas dapat mengambarkan bahwa bila fekunditas ikan akan bertambah sebanyak 31.33 kali dengan bertambahnya panjang total sebesar 1 cm atau akan naik sebesar 3.16 dengan bertambahnya setiap gram bobot total ikan. Hal ini juga didukung oleh kondisi habitat yaitu kualitas air dan ketersediaan pakan serta intensitas penangkapan.

  Kualitas Air

  Perubahan keadaan lingkungan suatu daerah akan sangat berpengaruh terhadap organisme yang hidup disana. Bila karena sesuatu dan lain hal, keadaan lingkungan suatu daerah berubah menjadi ekstrim bagi kehidupan suatu spesies yang hidup di sana, maka organisme tersebut terpaksa bermigrasi ke daerah lain atau mati.

  Sebaliknya, bila perubahan faktor lingkungan suatu daerah berubah dan sangat optimal bagi suatu jenis organisme yang dulunya disana kepadatannya rendah maka akan menyebabkan kepadatannya meningkat. Faktor abiotik yang merupakan faktor pembatas dapat hidupnya suatu organisme di suatu habitat adalah faktor fisika dan kimia antara lain: suhu, cahaya, pH, oksigen, nutrien didalamnya dan kecepatan arus. Segala faktor fisika dan kimia dari habitat bersama-sama menentukan dapat atau tidaknya hidup dan berkembang biaknya suatu jenis organisme di habitat itu. Bila ada satu faktor saja yang tidak cocok bagi kehidupan organisme disuatu habitat, maka organisme itu tidak akan dapat hidup di habitat itu (Suin, 2003).

  Suatu dampak yang merugikan bagi satu jenis mungkin akan menghambat usaha perlindungan utama bagi jenis lainnya. Berbagai limbah organik dengan kebutuhan oksigen tinggi akan mengurangi konsentrasi oksigen di dalam air sampai melampaui batas minimum kebutuhan oksigen bagi jenis-jenis lainnya. Beberapa ikan dapat bertahan hidup bahkan di perairan yang tercemar tetapi kebanyakan merupakan ikan-ikan yang paling toleran dan tidak suka disukai di antara semua ikan yang hidup di suatu sistem perairan. Dengan kata lain keanekaragaman jenis mungkin akan berkurang (Kottelat dan Anthony, 1993).

  Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan biologi badan air. Suhu sangat berperan mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Organisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu yang disukai bagi pertumbuhannya (Effendi, 2003). Faktor lingkungan mempengaruhi daur reproduksi ikan antara lain suhu,

  2

  intensitas cahaya, oksigen terlarut, CO , pH. Diantara faktor lingkungan tersebut yang paling berpengaruh terhadap perkembangan gonad ikan adalah suhu, selain itu periode cahaya dan musim (Tang dan Affandi, 2001). Menurut Suin (2003) faktor suhu dapat berpengaruh terhadap reproduksi yaitu reproduksi suatu spesies dapat ditingkatkan atau dihambat oleh cuaca. Cuaca yang tidak menyenangkan dapat mengurangi ukuran populasi sedangkan meledaknya populasi dapat terjadi karena reproduksi yang tinggi akibat cuaca yang cocok. Menurut Effendi (2003) sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7- 8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah.