PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN SCIENTIFIC INQURY DAN ARGUMENTASI ILMIAH TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA.

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN SCIENTIFIC INQURY
DAN ARGUMENTASI ILMIAH TERHADAP
KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA
TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan
dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada
Program Studi Pendidikan Fisika

Oleh :
MEUTIA KEMALA PUTRI
NIM: 8156176016

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2017

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha

Esa yang telah melimpahkan berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Scientific
Inquiry dan Argumentasi Ilmiah Terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa
SMA” dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Tesis ini disusun
dalam rangka memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Magister
Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Fisika di Program Pascasarjana
Universitas Negeri Medan.
Alhamdulillah dalam penyusunan tesis ini, penulis banyak mendapat
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam menentukan judul,penyusunan proposal hingga menjadi sebuah
tesis. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan tesis ini, yaitu
kepada :
1.

Bapak Dr. Ridwan A. Sani, M.Si., dan Ibu Dr. Mariati P. Simanjuntak, M.Si.,
selaku Pembimbing I dan II yang selalu memberikan bimbingan dan arahan
kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.

2.


Ibu Dr. Derlina, M.Si selaku narasumber I, Bapak Dr. Karya Sinulingga,
M.Si., selaku narasumber II, dan Bapak Dr. Rahmatsyah, M.Si., selaku
narasumber III yang telah memberikan masukan guna kesempurnaan tesis ini.

3.

Bapak dan Ibu dosen Pendidikan Fisika Pps Unimed yang telah memberikan
ilmu pengetahuan kepada penulis selama perkuliahan berlangsung.

4.

Bapak Drs. Syafruddin, selaku Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Tanjung Pura,
guru dan staff yang telah memberikan izin dan waktu kepada penulis untuk
melakukan penelitian.

5.

Teristimewa untuk keluarga tercinta dengan penuh hormat penulis
menyampaikan terima kasih tidak terhingga pada kedua orangtua tersayang

Ayahanda H. Setia Budi dan Ibunda Hj. N. Rismawaty, Bujing dan Uda,
Abang-abang dan Kakak-kakak Tersayang, yang telah memberikan motivasi,

iii

doa, serta kasih sayang yang tak pernah henti kepada penulis dalam
menyelesaikan studi di Unimed hingga selesainya tesis ini.
6.

Teman-teman seperjuangan semasa perkuliahan Pps Pendidikan Fisika Dik
B-One terutama Gafis (Maya Syafitri, Saima Putrini, Icha Marwan), temanteman di kelas B-2 dan A, teman-teman seperjuangan semasa seminar dan
sidang Nanda Safarati, Rajo dan Emil, dan teman-teman lainnya yang tidak
dapat tersebutkan satu persatu. Teman satu tujuan, Muhammad Fadheil.
Terima kasih atas do’a dan dukungannya.
Penulis juga menyadari bahwa tesis ini masih perlu disempurnakan oleh

karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna
penyempurnaan tesis ini. Akhir kata penulis berharap semoga tesis ini dapat
memberikan manfaat kepada para pembacanya.


Medan,

Maret 2017

Penulis

Meutia Kemala Puri
NIM.8156176016

iv

DAFTAR ISI
Halaman
Abstrak
Abstract
Kata Pengantar
Daftar isi
Daftar Gambar
Daftar Tabel
Daftar Lampiran


i
ii
iii
v
vii
viii
ix

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
1.2. Identifikasi Masalah
1.3. Batasan Masalah
1.4. Rumusan Masalah
1.5. Tujuan Penelitian
1.6. Manfaat Penelitian
1.7. Definisi Operasional

1
1

8
9
9
10
10
11

BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kerangka Teoritis
2.1.1. Model Pembelajaran
2.1.2. Model Pembelajaran Scientific Inquiry
2.1.2.1. Hakikat Model Pembelajaran Scientific Inquiry
2.1.2.2. Karakteristik Model Pembelajaran Scientific Inquiry
2.1.3. Teori-teori Belajar yang Melandasi Model Pembelajaran
Scientific Inquiry
2.1.3.1. Teori Belajar Piaget
2.1.3.2. Teori Belajar Brunner
2.1.3.2. Teori Belajar Vygotsky
2.1.4. Pembelajaran Konvensional
2.1.5. Argumentasi Ilmiah

2.1.5.1. Pengertian Argumentasi Ilmiah
2.1.5.2. Komponen-komponen Argumentasi Ilmiah
2.1.6. Keterampilan Proses Sains (KPS)
2.2. Penelitian yang Relevan
2.3. Kerangka Konseptual
2.4. Hipotesis

12
12
12
14
14
15
21
21
22
22
24
25
25

27
29
32
34
39

BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
3.2. Populasi dan Sampel Penelitian
3.3. Variabel Penelitian
3.4. Jenis dan Desain Penelitian
3.5. Prosedur Penelitian
3.6. Instrumen Penelitian
3.6.1. Instrumen Argumentasi Ilmiah
3.6.2. Instrumen Keterampilan Proses Sains
3.7. Analisis Butir Tes

40
40
40

40
41
43
45
45
46
47
v

3.8. Peningkatan N-gain
3.9. Teknik Analisis Data

50
51

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
4.1.1. Deskripsi Hasil Penelitian
4.1.2. Analisis Statistika Data Pretes Keterampilan Proses Sains
4.1.2.1. Pengujian Persyaratan Analisis Data

4.1.2.1.1. Uji Normalitas Data Pretes
4.1.2.1.2. Uji Homogenitas Data Pretes
4.1.3. Analisis Data Argumentasi Ilmiah Siswa
4.1.4. Perlakuan dalam Pelaksanaan Penelitian
4.1.5. Analisis Hasil Penelitian
4.1.5.1. Analisis Data Postes Keterampilan Proses Sains
4.1.5.2. Uji Normalitas Data Postes
4.1.5.3. Uji Homogenitas Data Postes
4.1.5.4. Analisis Butir Soal Keterampilan Proses Sains Pada Kedua Kelas
Eksperimen dan Kelas Kontrol
4.1.5.5. Analisis Hasil Keterampilan Proses Sains Berdasarkan Tingkat
Argumentasi Ilmiah
4.1.6. Pengujian Hipotesis Penelitian
4.2. Pembahasan Hasil Penelitian
4.2.1. Perbedaan Keterampilan Proses Sains Siswa yang Diajarkan
dengan Model Pembelajaran Scientific Inquiry dengan Siswa
yang Diajarkan dengan Pembelajaran Konvensional
4.2.2. Perbedaan Keterampilan Proses Sains Siswa yang Mempunyai
Argumentasi Ilmiah di Atas Rata-rata dan Argumentasi Ilmiah
di Bawah Rata-rata

4.2.3. Interaksi Antara Model Scientific Inquiry dan Argumentasi Ilmiah
dalam Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa

57
57
57
57
58
59
59
61
63
67
67
68
69
70
71
73
83

83

89
91

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran

94
94
95

DAFTAR PUSTAKA

96

vi

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1
Tabel 2.2
Tabel 2.3
Tabel 3.1
Tabel 3.2
Tabel 3.3
Tabel 3.4
Tabel 3.5
Tabel 3.6
Tabel 3.7
Tabel 3.8
Tabel 3.9
Tabel 4.1
Tabel 4.2

Sintaks Model Pembelajaran Scientific Inquiry
Komponen dan Indikator KPS
Penelitian yang Relevan
Rancangan Penelitian Two Group Pretest-Posttest Design
Desain Penelitian Anava 2 X 2
Kisi-kisi Instrumen Argumentasi Ilmiah Siswa
Kisi-Kisi Tes Keterampilan Proses Sains (KPS)
Kategori Koefisien Validitas
Validitas Instrumen KPS
Derajat Reliabilitas
Derajat Reliabilitas penafsiran nilai N-gain
Ringkasan Anava Dua Jalur
Nilai Pretes Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen
Uji Normalitas Distribusi Pretes Keterampilan Proses Sains
Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen
Tabel 4.3 Uji Homogenitas Distribusi Pretes Keterampilan Proses Sains
Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen
Tabel 4.4 Uji Kesamaan Data Pretes Kelas Kontrol dan Eksperimen
Tabel 4.5 Hasil Tes Argumentasi Ilmiah siswa
Tabel 4.7 Data Postes Keterampilan Proses Sains pada Kelas Kontrol dan
Eksperimen
Tabel 4.8 Uji Normalitas Kolmogorof –Smirnov Data Postes
Tabel 4.9 Uji Homogenitas Data Postes
Tabel 4.10 Keterampilan Proses Sains Berdasarkan Argumentasi Ilmiah
Tabel 4.11 Keterampilan Proses Sains Berdasarkan Argumentasi Ilmiah
Tiap Kelas
Tabel 4.12 Desain Faktorial 2x2 Anava
Tabel 4.13 Data Statistik Kelas dan Tingkat Argumentasi Ilmiah Siswa
Tabel 4.14 Statistik Anava
Tabel 4.15 Post Hoc Test dengan Uji Scheffe

viii

15
30
32
41
42
45
46
48
49
50
51
55
58
59
60
61
62
67
68
69
71
72
73
74
75
78

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1
Gambar 2.2
Gambar 3.1
Gambar 4.1
Gambar 4.2
Gambar 4.3
Gambar 4.4
Gambar 4.5

Efek model pembelajaran scientific inquiry
18
Skema komponen utama TAP
27
Alur Pelaksanaan Penelitian
44
Hasil Observasi KPS Berdasarkan Indikator KPS
65
Hasil Observasi KPS Siswa Setiap Pertemuan
65
Hasil LKS Setiap Pertemuan
66
Diagram Skor Rata-rata Siswa Tiap Butir Soal pada
Kelas Kontrol dan Eksperimen
70
Interaksi antara model pembelajaran dan argumentasi ilmiah 77

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8
Lampiran 9
Lampiran 10
Lampiran 11
Lampiran 12
Lampiran 13
Lampiran 14
Lampiran 15
Lampiran 16
Lampiran 17
Lampiran 18
Lampiran 19
Lampiran 20
Lampiran 21
Lampiran 22
Lampiran 23
Lampiran 24
Lampiran 25
Lampiran 26

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 1
Bahan Ajar 1
Lembar Kerja Siswa 1
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 2
Bahan Ajar 2
Lembar Kerja Siswa 2
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 3
Bahan Ajar 3
Lembar Kerja Siswa 3
Kisi-kisi Instrumen Keterampilan Proses Sains (KPS)
Deskripsi Penilaian Observasi
Kisi-kisi Instrumen Argumentasi Ilmiah
Validitas Tes Keterampilan Proses Sains
ReliabilitasTes Keterampilan Proses Sains
Daftar Nama Siswa Sampel Penelitian
Tabulasi Hasil Pretes KPS Siswa Berdasarkan Indikator
Tabulasi Hasil Postes KPS Siswa Berdasarkan Indikator
Tabulasi Data Argumentasi Ilmiah Siswa
Analisis Statistik Data Pretes
Analisis Statistik Data Postes
Uji Hipotesis Anava 2 Jalur
Uji Schefee
Uji Coba Lembar Kerja Siswa
Rekapitulasi Penilaian Lembar Kerja Siswa
Rekapitulasi Data Observasi Keterampilan Proses Sains
Dokumentasi Penelitian

ix

99
112
122
128
140
144
150
161
166
173
181
182
193
196
200
201
203
206
208
210
212
213
215
230
231
238

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu langkah untuk merubah sikap, tingkah

laku bahkan pola pikir seseorang untuk lebih maju dari sebelum mendapatkan
pendidikan yang ia peroleh. Seseorang dapat memperoleh pendidikan dari
lingkungan keluarga, masyarakat, dan lingkungan sekolah. Pendidikan di sekolah
atau biasa disebut pendidikan formal, tidak hanya bertujuan memberikan materi
pelajaran saja, tetapi menekankan bagaimana mengajak siswa untuk menemukan
dan membangun pengetahuannya sendiri sehingga siswa siap untuk mencari
solusi dalam menghadapi masalah (Suprijanto, 2012).
Pendidikan di sekolah diselenggarakan dengan memberi keteladanan,
membangun kemauan dan mengembangkan kreativitas siswa dalam proses
pembelajaran. Terdapat komponen masukan, proses dan hasil di dalam suatu
sistem pendidikan sekolah. Indikator kualitas pendidikan di sekolah dapat dilihat
berdasarkan hasil belajar yang dicapai siswa pada setiap mata pelajaran yang
dipelajari di sekolah. Salah satu mata pelajaran tersebut adalah sains.
Sains pada dasarnya berkaitan dengan cara mencari tahu dan memahami
tentang alam. Belajar sains merupakan suatu proses yang dapat memberikan
sejumlah pengalaman kepada siswa untuk mengerti dan membimbing mereka
menggunakan pengetahuan sains tersebut. Belajar sains mempelajari gejala-gejala
melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah yang dibangun atas
dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah yang tersusun

2

atas tiga komponen berupa konsep, prinsip, dan teori yang berlaku secara
universal (Trianto, 2011).
Fisika adalah salah satu mata pelajaran dalam rumpun sains yang
mempelajari fenomena dan gejala alam secara empiris, logis, sistematis, dan
rasional yang melibatkan proses dan sikap ilmiah yang dapat mengembangkan
kemampuan berpikir induktif dan deduktif siswa dalam menyelesaikan masalah
yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar, baik secara kualitatif maupun
kuantitatif dengan menggunakan matematika, serta dapat mengembangkan
pengetahuan, keterampilan dan sikap percaya diri untuk memasuki jenjang
pendidikan yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu dan teknologi
(Hinduan,dkk., 2007).
Belajar fisika pada dasarnya adalah sebuah produk, proses dan sikap ilmiah.
Fisika sebagai produk mencakup fakta-fakta, konsep, prinsip, teori dan hukum.
Sebagai

proses,

fisika

melakukan

aktivitas-aktivitas

ilmiah.

Fisikawan

menentukan variabel yang diteliti, dengan mengamati, bertanya, membuat
hipotesis, memprediksi, menemukan pola dan hubungan, berkomunikasi,
mendesain dan membuat, merencanakan dan melakukan penyelidikan serta
mengukur dan menghitung. Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan bagian dari
keterampilan proses sains (KPS) (Harlen dan Elstgeest, 1992).
KPS penting dimiliki setiap siswa sebab keterampilan tersebut digunakan
dalam kehidupan sehari-hari, meningkatkan kemampuan ilmiah, kualitas dan
standar hidup. KPS juga turut mempengaruhi kehidupan pribadi, sosial, dan
individu dalam dunia global. KPS berfungsi sebagai kompetensi yang efektif
untuk mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi, pemecahan masalah,

3

pengembangan individu dan sosial (Akinbobola, 2010). KPS menekankan pada
pembentukan keterampilan dan berkomunikasi untuk memperoleh pengetahuan,
maka untuk membiasakan siswa menjadi fisikawan, dapat dinyatakan bahwa
siswa perlu dibekali KPS.
Fakta yang terjadi di lapangan tidak sesuai dengan yang diharapkan, karena
pembelajaran di sekolah kurang menunjukkan proses pembelajaran fisika yang
membekali siswa mengembangkan KPS. Berdasarkan hasil observasi awal yang
dilakukan peneliti di SMA Negeri 1 Tanjung Pura, diperoleh informasi bahwa
pada proses belajar mengajar di sekolah, guru fisika cenderung menekankan
persamaan matematika dalam memecahkan masalah fisika. Pembelajaran fisika
cenderung menitik-beratkan peran guru sebagai pemeran utama dalam proses
pembelajaran. Siswa cenderung hanya mendengar dan mencatat materi yang ada,
sehingga proses pembelajaran seperti ini berdampak negatif terhadap KPS siswa
karena kegiatan proses pembelajaran tidak melatih siswa dalam hal mengamati,
bertanya, membuat hipotesis, memprediksi, menemukan pola dan hubungan,
berkomunikasi, mendesain dan membuat, merencanakan dan melakukan
penyelidikan, dan mengukur dan menghitung.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan beberapa siswa secara acak di
sekolah tersebut, siswa mengatakan mereka jarang melakukan praktikum di
laboratorium, padahal di sekolah terdapat laboratorium. Hal ini berdampak
terhadap KPS siswa yang tidak berkembang karena siswa jarang melakukan
praktikum dan kurang dilatih melakukan KPS. Hal ini diperkuat ketika siswa
melakukan praktikum, siswa terlihat bingung dalam mengikuti langkah-langkah
dalam lembar kerja siswa yang diberikan guru. Siswa kurang mampu mengamati

4

fenomena yang terjadi saat praktikum, kurang mampu berkomunikasi dengan
teman satu kelompok, kurang serius, tidak mampu membuat kesimpulan yang
benar dan cenderung bertanya kepada guru setiap akan melakukan percobaan.
Sementara itu jika siswa terbiasa melakukan praktikum maka KPS siswa dapat
meningkat karena siswa terbiasa pula untuk mengamati, bertanya, membuat
hipotesis, memprediksi, menemukan pola dan hubungan, berkomunikasi,
mendesain

dan

membuat,

merencanakan

dan

melakukan

penyelidikan

penyelidikan serta mengukur dan menghitung, yang kegiatan tersebut merupakan
indikator dari KPS siswa.
KPS siswa yang tidak berkembang karena kurang dilatih melakukan KPS,
juga sejalan dengan rendahnya hasil belajar kognitif siswa. Menurut data yang
diperoleh dari dokumen guru fisika, dapat dilihat bahwa hasil belajar fisika
rendah. Nilai rata-rata ujian fisika siswa kelas X masih rendah jika dilihat dari
nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 70. Rata-rata nilai ujian Fisika
siswa T.P. 2013/2014 adalah 64 dan pada T.P. 2014/2015 rata-rata nilainya 66.
Data ini menunjukkan bahwa nilai rata-rata ujian fisika siswa untuk kedua tahun
pelajaran tersebut masih tergolong rendah.
Menanggapi permasalahan di atas perlu adanya model yang melibatkan
pembelajaran aktif siswa untuk meningkatkan KPS dan hasil belajar siswa, yaitu
salah satunya adalah model pembelajaran scientific inquiry. Model pembelajaran
scientific inquiry dirancang untuk melibatkan siswa dalam masalah penyelidikan
yang benar-benar orisinil dengan cara menghadapkan siswa pada penyelidikan,
membantu siswa mengidentifikasi masalah konseptual atau metodologis dalam

5

bidang tersebut, dan mengajak siswa untuk dapat merancang cara untuk mengatasi
masalah tersebut (Joyce, dkk., 2009).
Model scientific inquiry sangat cocok digunakan untuk meningkatkan KPS
karena dalam kegiatan pada pembelajaran scientific inquiry siswa dihadapkan
pada suatu kegiatan ilmiah atau kegiatan menyelidiki melalui eksperimen. Siswa
dilatih agar terampil dalam memperoleh dan mengolah informasi melalui aktivitas
berpikir dengan mengikuti prosedur (metode) ilmiah seperti terampil melakukan
pengamatan dan pengukuran, membuat hipotesis, memprediksi, menemukan pola
dan hubungan dan mengkomunikasikan hasil temuan. Siswa diarahkan untuk
mengembangkan KPS yang dimilikinya dalam memproses dan menemukan
sendiri pengetahuan tersebut. Seiring dengan terbiasanya siswa melakukan
penyelidikan, maka bukan hanya KPS yang berkembang, namun hasil belajar
siswa akan meningkat karena siswa sudah belajar fisika lebih bermakna, sudah
mengerti prosesnya, bukan hanya sekedar hasil saja.
Penerapan model pembelajaran scientific inquiry ini sudah pernah diteliti
oleh beberapa peneliti sebelumnya, seperti Muslim dan Tapilouw (2015)
menyimpulkan bahwa scientific inquiry mampu meningkatkan KPS. KPS yang
dapat

ditingkatkan

mengelompokkan,

dalam

model

menafsirkan,

scientific

meramalkan,

inquiry

adalah

mengajukan

meliputi:
pertanyaan,

merumuskan hipotesis, merencanakan percobaan, menerapkan konsep atau
prinsip,

berkomunikasi.

Selanjutnya

Dhaka

(2012)

menyimpulkan

dari

penelitiannya bahwa belajar konsep Biologi pada siswa kelas IX melalui model
pembelajaran scientific inquiry lebih efektif daripada pembelajaran konvensional.
Hal ini menunjukkan model pembelajaran scientific inquiry memiliki implikasi

6

bagi pembelajaran di dalam kelas dan juga membuat proses pembelajaran menjadi
interaktif dan menarik. Siddiqui (2013) berpendapat bahwa model pembelajaran
scientific inquiry diterapkan untuk menghadapi emosional yang tinggi, membuat
penyelidikan akademis, membantu semua tingkat kelas, memberikan teknik
penelitian, mengembangkan kemampuan pemecahan masalah, meningkatkan
penalaran, mengembangkan tingkat pemahaman, menerapkan penyelidikan
perilaku manusia dan meningkatkan tingkat interaksi. Sejalan dengan itu Hussain,
et al., (2011) menyimpulkan pula pada hasil penelitiannya bahwa dengan
menggunakan model pembelajaran scientific inquiry dalam tiga tingkatan pada
pelajaran fisika yaitu guided scientific inquiry, unguided scientific inquiry, dan
combination (guided and unguided) scientific inquiry memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap prestasi belajar dan kemampuan siswa dalam menerapkan
pengetahuan fisika dalam kehidupan nyata dibandingkan dengan pembelajaran
tradisional.
Siswa berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran pada
proses pembelajaran scientific inquiry, sedangkan guru melatih dan memberikan
kebebasan berpikir pada proses pembelajaran fisika dan juga memberikan siswa
keleluasaan bertindak dalam memahami pengetahuan dan memecahkan masalah,
termasuk keleluasaan siswa untuk berargumentasi di dalam pembelajaran. Siswa
berargumentasi secara ilmiah sebagai proses untuk menemukan sendiri inti materi
pelajaran pada proses pembelajaran. Argumentasi ilmiah merangsang siswa untuk
mengajukan data hipotesis yang kemudian harus mereka buktikan untuk
menghasilkan kebenaran data bukti yang didukung oleh teori yang akurat.

7

Argumen seringkali merujuk kepada proses interaksi. Istilah argumen pada
kehidupan sehari-hari disebut dengan berdebat. Menurut Osborne, et al., (2004),
argumen adalah penjelasan tentang penalaran suatu solusi yang terkait dengan
substansi dari klaim, data, bukti, dan dukungan yang memberi kontribusi dalam isi
argumen,

sedangkan

argumentasi

adalah

terkait

dengan

proses

untuk

mendapatkan dan menyusun komponen-komponen tersebut.
Toulmin (2003) mendefinisikan bahwa argumentasi ilmiah sebagai suatu
pernyataan

disertai

dengan

alasan

yang

komponennya

meliputi

klaim

(kesimpulan, proposisi, atau pernyataan), data (bukti yang mendukung klaim),
bukti (penjelasan tentang kaitan antara klaim dan data), dukungan (asumsi dasar
yang mendukung bukti), kualifikasi (kondisi bahwa klaim adalah benar), dan
sanggahan (kondisi yang menggugurkan klaim). Berdasarkan definisi tersebut,
bukti dan dukungan tidak selalu menyediakan informasi yang dibutuhkan untuk
menarik kesimpulan. Argumentasi yang benar ialah jika data dan kesimpulan
saling mendukung dan sesuai.
Komponen data dan bukti dalam argumentasi ilmiah haruslah didapat dari
penyelidikan untuk membuktikan apakah klaim dan data yang diajukan dapat
dijadikan bukti, lalu mencari bukti untuk menyatakan bahwa klaim yang diajukan
benar, serta memberi kesimpulan apakah data (teori) sesuai dengan hasil
penyelidikan. Tahapan pada argumetasi ilmiah memiliki peran penting untuk
mengembangkan dan meningkatkan KPS siswa. Misalnya pada tahapan membuat
kerangka argumen melatih siswa untuk mengajukan pertanyaan dan memprediksi
konsep tertentu. Tahapan bukti dan membangun dukungan terhadap hipotesis,
melatih siswa untuk menyelidiki (mengamati, menemukan pola dan hubungan,

8

membuat hipotesis, memprediksi, merancang dan melakukan penyelidikan, dan
mengukur). Terakhir tahapan mendiskusikan berbagai penjelasan penting melatih
siswa untuk mengkomunikasikan laporan hasil penyelidikannya. Semua tahapan
pada argumentasi ilmiah dapat melatih dan meningkatkan KPS siswa, namun
berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu guru Fisika di sekolah,
argumentasi ilmiah belum pernah digali atau dilatih pada proses pembelajaran.
Penelitian yang relevan dengan kemampuan argumentasi ilmiah terhadap
KPS di antaranya penelitian oleh Türkoguz dan Cin (2014) yang memiliki
kesimpulan bahwa ada perbedaan yang signifikan terhadap KPS siswa antara yang
diberi perlakuan dengan argumentasi berbasis konsep aktivitas kartun dengan
siswa yang diberi perlakuan secara konvensional. Hal ini sejalan dengan hasil
penelitian Nejla dan Ziya (2015) diperoleh kesimpulan bahwa argumentasi ilmiah
dapat meningkatkan KPS siswa pada pelajaran kimia di Turki. Coban (2013)
menyimpulkan dari hasil penelitiannya bahwa penerapan inquiry yang didukung
oleh peta argumen mempengaruhi KPS calon guru sains di Turki.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti berkeinginan untuk melakukan
penelitian dengan judul “Pengaruh Model Scientific Inquiry dan Argumentasi
Ilmiah terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa di SMA.”
1.2

Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas beberapa masalah yang dapat

diidentifikasikan adalah:
a. Model pembelajaran yang digunakan kurang bervariasi, pembelajaran
masih bersifat teacher-centered (berpusat pada guru).

9

b. Guru fisika lebih menekankan fisika sebagai pengiriman atau transfer ilmu
saja

dan

siswa

mencoba

untuk

menghafalkannya,

guru

hanya

mementingkan hasil daripada proses.
c. Proses pembelajaran lebih menekankan persamaan matematika dalam
memecahkan masalah fisika dan kurang melatih keterampilan proses sains.
d. Pemanfaatan laboratorium yang belum optimal.
e. Rendahnya hasil belajar Fisika siswa.
f. Argumentasi ilmiah siswa belum pernah digali.
1.3

Batasan Masalah
Banyak masalah yang berkaitan dengan rendahnya hasil belajar siswa,

maka dari itu perlu dibatasi permasalahan yang akan diteliti agar penelitian
mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu:
a. Model pembelajaran yang akan digunakan dalam penelitian untuk
mengatasi masalah sesuai dengan identifikasi masalah adalah model
pembelajaran scientific inquiry.
b. Pembelajaran belum mempertimbangkan pengaruh argumentasi ilmiah
terhadap hasil belajar siswa.
c. Hasil belajar yang diteliti adalah keterampilan proses sains.
1.4

Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas yang menjadi rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah:
a. Apakah keterampilan proses sains siswa yang diajarkan dengan model
pembelajaran scientific inquiry lebih baik daripada pembelajaran
konvensional?

10

b. Apakah keterampilan proses sains siswa yang memiliki argumentasi
ilmiah di atas rata-rata lebih baik daripada siswa yang memiliki
argumentasi ilmiah di bawah rata-rata?
c. Apakah ada interaksi antara model pembelajaran scientific inquiry dan
argumentasi ilmiah dalam meningkatkan keterampilan proses sains siswa?
1.5

Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran scientific inquiry
terhadap keterampilan proses sains siswa.
b. Untuk mengetahui pengaruh argumentasi ilmiah terhadap keterampilan
proses sains siswa.
c. Untuk mengetahui interaksi antara model pembelajaran scientific inquiry
dan argumentasi ilmiah dalam meningkatkan keterampilan proses sains.

1.6

Manfaat penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:
Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat melengkapi dan memperkaya referensi ilmu
pengetahuan bagi peneliti selanjutnya, terutama yang berkaitan dengan
model pembelajaran scientific inquiry.
Secara Praktis
a. Sebagai model pembelajaran yang dapat membuat siswa belajar
bermakna dan dapat meningkatkan keterampilan proses sains.
b. Sebagai bahan pertimbangan bagi guru untuk melakukan inovasi dalam
pembelajaran fisika.

11

1.7

Defenisi Operasional
a. Model pembelajaran scientific inquiry adalah model pembelajaran yang
melibatkan siswa dalam kegiatan ilmiah/penemuan jawaban dari suatu
masalah. Fase-fase dalam model ini adalah (1) penyajian masalah kepada
siswa; (2) siswa merumuskan masalah; (3) siswa mengidentifikasi
masalah; (4) siswa menemukan cara untuk mengatasi kesulitan tersebut
(Joyce, dkk., 2009).
b. Argumentasi ilmiah adalah suatu pernyataan disertai dengan alasan yang
komponennya meliputi klaim (kesimpulan, proposisi, atau pernyataan),
data (bukti yang mendukung klaim), bukti alasan (penjelasan tentang
kaitan antara klaim dan data), dukungan (asumsi dasar yang mendukung
bukti), kualifikasi (kondisi bahwa klaim adalah benar), dan sanggahan
(kondisi yang menggugurkan klaim) (Toulmin, 2003).
c. Keterampilan proses sains adalah keterampilan fisik dan mental terkait
dengan kemampuan-kemampuan yang mendasar yang dimiliki, dikuasai
dan diaplikasikan dalam suatu kegiatan ilmiah, sehingga para ilmuan
berhasil menemukan sesuatu yang baru. Terbentuknya pengetahuan
dalam sains dilakukan melalui rangkaian kegiatan dalam proses yang
ilmiah (metode ilmiah). Rangkaian bentuk kegiatan yang dimaksud
adalah kegiatan mengamati, mempertanyakan, membuat hipotesis,
memprediksi, menemukan pola dan hubungan, berkomunikasi, mendesain
dan menciptakan, merencanakan dan melakukan penyelidikan, serta
mengukur dan menghitung (Harlen dan Elstgeest, 1992).

94

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan :

1.

Keterampilan proses sains siswa yang diajarkan dengan model scientific
inquiry lebih baik dibandingkan
pembelajaran

konvensional.

dengan siswa yang diajarkan dengan

Siswa

yang

diajarkan

dengan

model

pembelajaran scientific inquiry memperoleh rata-rata hasil belajar 75,39
dan siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional memperoleh
rata-rata nilai hasil belajar 68,47. Hasil hipotesis menunjukkan bahwa nilai
signifikasi model pembelajaran sebesar 0,002