biaya produksi selama proses produksi. Biaya produksi meliputi biaya riil tenaga kerja dan biaya riil sarana produksi.
Dalam pendapatan usahatani ada dua unsur yang digunakan yaitu unsur penerimaan dan pengeluaran dari usahatani tersebut. Penerimaan adalah hasil
perkalian jumlah produk total dengan satuan harga jual, sedangkan pengeluaran atau biaya yang dimaksudkan sebagai nilai penggunaan sarana produksi dan lain-
lain yang dikeluarkan pada proses produksi tersebut Ahmadi, 2001. Produksi berkaitan dengan penerimaan dan biaya produksi, penerimaan tersebut diterima
petani karena masih harus dikurangi dengan biaya produksi yaitu keseluruhan biaya yang dipakai dalam proses produksi tersebut
2.3.3 Teori Biaya Usahatani
Menurut Hernanto 1996 korbanan yang dicurahkan dalam proses produksi yang semula fisik, kemudia diberikan nilai rupiah dan itulah yang
kemudian diberi istilah biaya. Biaya ini tidak lain adalah nilai korbanan. Korbanan atau biaya-biaya ini pada posisi langka dan harus digunakan seefisien-efisiennya
agar membuahkan keuntungan yang optimal. Menurut Soekartawi 1995, biaya usahatani adalah semua pengeluaran
yang dipergunakan dalam usahatani. Biaya usahatani dibedakan menjadi dua yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap adalah biaya yang besarnya
tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang akan dihasilkan, sedangkan biaya tidak tetap adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh volume
produksi. Biaya produksi adalah sebagai kompensasi yang diterima oleh para pememilik faktor-faktor produksi, atau biaya-biaya yang dikeluarkan oleh petani
dalam produksi, baik secara tunai maupun tidak tunai.
2.3.4 Konsep Efisiensi Usahatani
Efisiensi merupakan suatu tolok ukur dan digunakan untuk berbagai keperluan. Pengertian umum dari efisiensi adalah perbandingan antara masukan
dan keluaran. Apa saja yang dimasukkan dalam masukan serta bagaimana angka perbandingan yang diperoleh, akan tergantung dari penggunaan tolok ukur
tersebut. Efisiensi fisik usaha mengukur banyaknya hasil produksi output yang dapat diperoleh dari sati kesatuan input Mubyarto, 1995.
Efisien atau tidaknya suatu usaha agroindustri ditentukan oleh besar kecilnya hasil dan besar kecilnya biaya yang diperlukan untuk mendapat hasil itu.
Efisiensi suatu agroindustri biasa ditentukan dengan menghitung per cost ratio yaitu imbangan antara penerimaan usaha agroindustri dengan total biaya
produksinya Soekartawi, 1995. Menurut Sudarsono 1992 dalam suatu perusahaan, usaha untuk
meningkatkan efisiensi umumnya dihubungkan dengan biaya yang lebih kecil untuk memperoleh hasil tertentu, atau dengan biaya tertentu akan mendapatkan
keuntungan yang lebih banyak. Ini berarti, biaya pemborosan ditekan sampai sekecil mungkin dan sesuatu yang memungkinkan untuk mengurangi biaya ini
dilakukan demi efisiensi. Lambannya reaksi perusahaan pada usaha peningkatan efisiensi, dapat dipengaruhi dari berbagai hal yang terdapat dalam perusahaan.
Reaksi yang kelihatannya kurang seirama dengan usaha peningkatan efisiensi itu, merupakan akibat keadaan perusahaan yang terjebak dan terpaku dengan mesin
dan peralatan yang ada, ketergantungan pada masukan, upaya manajemen yang statis dan hambatan pemberian keputusan yang terikat pada birokrasi organisasi
yang ada. Dengan cara menghitung per cost ratio merupakan imbangan antara penerimaan usaha agroindustri dengan total biaya produksinya.
Efisiensi usaha dalam menghasilkan produk dipengaruhi oleh total penerimaan dan total biaya yang digunakan dalam satu kali produksi. Dimana
semakin besar total penerimaan dari suatu usaha maka semakin efisien dan menguntungkan. Untuk mengetahui tingkat efisiensi, maka analisis yang
digunakan adalah RC ratio. Tidak efisien dan tidak menguntungkan
2.3.5 Teori Analisis Regresi Linier