Intensitas Serangan Colletotrichum capsici.

Friska M. Sibarani : Uji Efektivitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa Colletotrichum capsici Pada Tanaman Cabai Capsicum annuum L Di Lapangan, 2008. USU Repository © 2009 HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Intensitas Serangan Colletotrichum capsici.

Hasil pengamatan intensitas serangan Colletotrichum capsici. Pada waktu setiap pengamatan mulai 122 – 153 HST dapat dilihat pada lampiran 3-7. Dari Analisa Sidik ragam dapat dilihat adanya perbedaan yang sangat nyata antar perlakuan. Untuk mengetahui perlakuan yang berbeda nyata, maka dilakukan Uji Jarak Duncan. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Rataan Intensitas serangan Colletotrichum capsici pada setiap pengamatan. Perlakuan Intensitas Serangan 122HST 129HST 139HST 146HST 153HST F Kontrol 8,71 a 11,75 a 36,72 a 5,56 a 7,77 a F 1 Nimba 2,96 b 3,27 c 10,7 e 1,75 c 1,66 b F 2 Sirih 6,41 a 9,53 a 21,87 c 3,44 b 2,64 b F 3 Cengkeh 6,39 a 7,12 b 15,72 d 2,3 c 3,11 b F 4 Gambir 8,41 a 8,51 a 30,08 b 3,21 b 0,13 c Keterangan : Angka dengan huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada taraf 5 dengan Uji Jarak Duncan DMRT. Tabel 1. Menunjukkan intensitas serangan pada 122 HST sampai 153 HST berbeda nyata antar setiap perlakuan. Pengamatan 122 HST perlakuan F 1 sangat berbeda nyata terhadap perlakuan F , F 2, F 3 dan F 4. Perlakuan F 1 berbeda sangat nyata dengan perlakuan lain dipengaruhi oleh karena Fungisida telah diaplikasikan ketanaman sehingga dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan pathogen pada jaringan tanaman. Pada pengamatan 129 HST perlakuan larutan nimba F 1 berbeda sangat nyata dengan perlakuan ekstrak sirih F 2 , gambir F 4 dan tanpa perlakuan F . Friska M. Sibarani : Uji Efektivitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa Colletotrichum capsici Pada Tanaman Cabai Capsicum annuum L Di Lapangan, 2008. USU Repository © 2009 Perlakuan F 3 Cengkeh berbeda sangat nyata terhadap perlakuan F 2 , F 4 dan F 0. Perlakuan kontrol tidak berbeda nyata dengan perlakuan sirih F 2 dan gambir F 4 . Pada pengamatan 139 HST perlakuan F 1, F 2 , F 3 dan F 4 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan kontrol F . Dan perlakuan antara fungisida nabati berbeda sangat nyata antar nimba F 1 , sirih F 2 , cengkeh F 3 dan gambir F 4 . Pada pengamatan 146 HST perlakuan F 1 dan F 3 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan kontrol dan perlakuan antara F 2 dan F 4 tidak berbeda nyata tetapi sangat berbeda nyata terhadap F 0. Perlakuan antara F 1 dan F 3 juga tidak berbeda nyata. Pada pengamatan 153 HST perlakuan fungisida nabati berbeda sangat nyata terhadap perlakuan kontrol. Perlakuan antara F 1 , F 2 , F 3 tidak berbeda nyata, tetapi berbeda sangat nyata terhadap perlakuan gambir F 4 . Dari pengamatan 122 dan 129 HST tanpak penggunaan pestisida nabati kurang maksimal. Hal ini dipengaruhi oleh tingginya kelembapan pada saat penelitian berlangsung yang mendukung bagi perkembangan penyakit. Rompas, 2001 menyatakan jamur membutuhkan hujan dan embun serta kelembapan yang tinggi untuk pertumbuhan jamur. Sementara pada pengamatan 139 HST, 146 HST dan 153 HST setiap perlakuan fungisida nabati sangat berbeda nyata. Hal ini dapat dikarenakan efektifitas yang berbeda setiap pestisida nabati mulai tampak. Friska M. Sibarani : Uji Efektivitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa Colletotrichum capsici Pada Tanaman Cabai Capsicum annuum L Di Lapangan, 2008. USU Repository © 2009 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 122 HST 129 HST 139 HST 146 HST 153 HST Intensitas Serangan H ar i S et el ah T an am H S T F0 F1 F2 F3 F4 Gambar 3. Histogram Hubungan Aplikasi Fungisida terhadap Intensitas Serangan pada Setiap Pengamatan Dari gambar 3, pengamatan 122 HST berada dibawah 10. Pengamatan fungisida nabati dengan menggunakan aplikasi ekstrak nimba berada pada posisi paling rendah yaitu dibawah 5 tetapi fungisida F 2 . F 3 , dan F 4 berada diatas 5. Pada pengamatan selanjutnya intensitas serangan penyakit colletotrichum capsici terus mengalami peningkatan terlebih pada perlakuan kontol F atau tidak ada aplikasi fungisida.Pada pengamatan 129 HST intensitas serangan masih stabil dari pengamatan sebelumnya tetapi pada pengamatan 139 HST tampak intensitas serangan penyakit colletotrichum capsici yang sangat tinggi. Hal ini dapat dikarenakan pengaplikasian dilakukan setelah 10 hari, sementara pada pengaplikasian sebelumnya dilakukan setelah 7 hari. Pada prosedur percobaan, aplikasi seharusnya 1 kali seminggu 7 hari. Aplikasi dilakukan setelah 10 hari dari 129 HST sampai 139 HST terjadi karena keterlambatan peneliti dalam melakukan aplikasi. Akan tetapi akibat keterlambatan itu semakin jelas bagi peneliti bahwa intensitas serangan semakin meningkat apabila tidak dilakukan aplikasi pestisida. Oleh karena itu peneliti Friska M. Sibarani : Uji Efektivitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa Colletotrichum capsici Pada Tanaman Cabai Capsicum annuum L Di Lapangan, 2008. USU Repository © 2009 dapat mengambil kesimpulan bahwa aplikasi sebaiknya dilakukan 1 kali ≤ 7 hari. Aplikasi yang dilakukan setelah 5 hari dan diamati pada 146 HST tampak intensitas serangan mengalami penurunan drastis, demikian juga pada pengamatan 153 HST intensitas serangan tampak semakin normal. Pada perlakuan fungisida nabati, intensitas serangan penyakit Antraknosa colletotrichum capsici terhambat. Jika dibandingkan intensitas serangan pada perlakuan F 1 daun nimba terhadap perlakuan F 2, F 3 dan F 4 pada pengamatan 122, 129, 139, 146 dan 153 HST tampak lebih efektif. Hal ini dipengaruhi oleh karena adanya senyawa aktif dalam larutan daun yang diaplikasikan ketanaman bertindak sebagai pestisida. Senyawa yang dimiliki oleh daun nimba adalah Azadirachtin. Zakiah 2003 menyatakan bahwa Azadirachtin pada daun nimba merupakan satu senyawa triterpenoid yang berguna sebagai sumber terbaik untuk biopestisida. Perlakuan F 3 larutan cengkeh berbeda sangat nyata dari F Kontrol. F 2 Sirih dan F 4 Gambir pada pengamatan 129 HST. Hal ini dipengaruhi oleh adanya senyawa Eugenol Asetat, Eugenol dan – Caryopyllene yang terdapat pada cengkeh dan dapat menghambat pertumbuhan jamur. Hal ini dikemukakan oleh Manohara 1993 Perlakuan F 2 Sirih pada pengamatan 139 HST sangat berbeda nyata dengan F Tanpa Perlakuan hal ini dipengaruhi oleh karena adanya senyawa aktif yang terkandung didalamnya dan dapat menghambat pertumbuhan koloni dan pembentukan klamidospora pada jamur. Pernyataan ini sesuai dengan Suharso 2003 yang menyatakan bahwa senyawa chavicol pada sirih memiliki daya antiseptik yang kuat. Friska M. Sibarani : Uji Efektivitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa Colletotrichum capsici Pada Tanaman Cabai Capsicum annuum L Di Lapangan, 2008. USU Repository © 2009 Perlakuan F 4 Gambir pada pengamatan 122 HST, 129 HST tampak tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol dan pada pengamatan 146 HST tidak berbeda nyata dengan perlakuan F 2 . Tetapi pada pengamatan 153 HST perlakuan gambir F 4 berbeda nyata dari perlakuan F 1 , F 2 dan F 3 tetapi sangat berbeda nyata dengan F Tanpa perlakuan.

2. Produksi