Studi Gangguan Hubung Singkat Satu Fasa Ketanah Akibat Sambaran Petir Pada Saluran Transmisi.

(1)

STUDI GANGGUAN HUBUNGAN SINGKAT

SATU FASA KETANAH AKIBAT SAMBARAN PETIR

PADA SALURAN TRANSMISI

OLEH

JUBILATER SIMANJUNTAK

NIM : 050422035

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSION

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2009


(2)

STUDI GANGGUAN HUBUNG SINGKAT SATU FASA KETANAH AKIBAT SAMBARAN PETIR PADA SALURAN TRANSMISI

Oleh:

Jubilater Simanjuntak 050 422 035

Tugas Akhir Ini Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diketahui Oleh : Disetujui Oleh: Pelaksana Harian Pembimbing Tugas Akhir Ketua

Prof. Dr. Ir. Usman Baafai Prof. Dr. Ir. Usman Baafai NIP: 19461022 197302 1 001 NIP: 19461022 197302 1 001


(3)

STUDY ANALISA GANGGUAN HUBUNG SINGKAT SATU FASA KETANAH AKIBAT SAMBARAN PETIR

PADA SALURAN TRANSMISI

Abstrak

Setiap kesalahan dalam suatu rangkaian yang menyebabkan terganggunya aliran arus yang normal disebut gangguan. Sebagian besar dari gangguan-gangguan yang terjadi pada saluran transmisi bertegangan 115 KV atau lebih disebabkan oleh petir, yang menyebabkan terjadinya percikan bunga api (flashover) pada isolator. Tegangan tinggi yang ada diantara penghantar dan menara atau tiang penyangga yang diketanahkan (grounded) menyebabkan terjadinya ionisasi. Ini memberikan jalan bagi muatan listrik yang diinduksi (diimbas) oleh petir mengalir ke tanah. Dengan terbentuknya jalur ionisasi ini, impedansi ketanah menjadi rendah. Ini memungkinkan mengalirnya arus fasa dari penghantar ke tanah dan melalui tanah menuju “netralnya”. Gangguan langsung dari fasa ke fasa tanpa melalui tanah jarang terjadi. Angka pengalaman menunjukkan bahwa kira-kira 70 % dan 80 % dari gangguan saluran transmisi adalah gangguan tunggal dari saluran ke tanah yang terjadi karena flashover dari satu saluran saja ke menara dan tanah.


(4)

KATA PENGANTAR

Dengan kerendahan hati penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat rahmat dan karunia-NYA, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini

Tugas Akhir yang berjudul “ STUDI GANGGUAN HUBUNG SINGKAT SATU FASA KETANAH AKIBAT SAMBARAN PETIR PADA SALURAN TRANSMISI” ini di maksud untuk memenuhi kurikulum dan memenuhi persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Teknik pada jurusan Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara.

Dalam proses pembuatan Tugas Akhir ini, penulis telah mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, baik berupa material, spiritual, informasi, maupun segi administrasi. Oleh karena itu sudah selayaknya penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Usman S Baafai, selaku desen pembimbing dan juga selaku Pengurus Harian Jurusan Departemen Teknik Elektro

2. Seluruh staf pengajar/ Dosen dan petugas administrasi jurusan Teknik Elektro USU.

3. Orang tua penulis, B. Simanjuntak / L. Br Napitupulu yang tercinta, yang selalu memberikan dukungan baik moral, Doa dan Materi selama penulis menyelesaikan Tugas Akhir ini

4. Rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan dorongan, masukan-masukan dan semangat kepada penulis


(5)

5. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu.

Penulis menyadari baahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran membangun demi perbaikan isi untuk masa yang akan datang.

Akhirnya penulis berharap agar Tugas Akhir ini bermanfaat bagi kita semua, dan semoga Tuhan Yang Maha Kuasa selalu memberi berkat - NYA bagi kita semua, Amin.

Medan, 24 Oktober 2009

Hormat Saya, Penulis,

Jubilater Simanjuntak


(6)

DAFTAR ISI

Lembaran Pengesahan i

Abstrak ii

Kata Pengantar iii

Daftar Isi v

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah 1

1.2. Batasan Masalah 3

1.3. Rumusan Masalah 3

1.4. Tujuan Penulisan 4

1.5. Metode Pengumpulan Data 4

1.6. Sistematika Penulisan 5

BAB II LANDASAN TEORI

2.1. Saluran Transmisi 6

2.2. Bagian-bagian Saluran Transmisi 7

2.3. Arester 13

2.3.1. Arester Jenis Ekspulsi atau Tabung Pelindung 13

2.3.2. Arester Jenis Katup 15

2.3.3. Pemilihan Arester 17

2.3.4. Pengenal Arester 18

2.3.5. Jarak Maksimum Arester dengan Peralatan 19

2.4. Kuantitas Per Unit 21

2.4.1. Mengubah Dasar Kuantitas Per Unit 23

BAB III GANGGUAN KILAT PADA SALURAN TRANSMISI DAN AKIBATNYA

3.1. Faktor –faktor Penyebab Gangguan dan Akibatnya Pada Saluran

Transmisi 24

3.1.1. Gangguan Satu Fasa Ketanah (Gangguan Tanah) 26 3.1. 2. Gangguan Sambaran Petir Pada Saluran Transmisi Udara 29

3.1.3. Jumlah Sambaran Petir 32

3.1.4. Penangkapan Petir Oleh Saluran Transmisi 34 3.2. Impedansi Urutan Pada Unsur-unsur Rangkaian 36

3.2.1. Jala-jala Urutan Positif dan Negatif 36


(7)

BAB IV PERHITUNGAN PROBABILITAS GANGGUAN DAN ARUS GANGGUAN AKIBAT SAMBARAN PETIR PADA SALURAN TRANSMISI

4.1. Umum 39

4.2. Data 40

4.3. Perhitungan Probabilitas Gangguan 41

4.3.1. Lebar Bayang-bayang Penangkapan Kilat 41

4.3.2. Probabilitas Distribusi Arus Kilat 41

4.3.3. Probabilitas Peralihan Lompatan Api Menjadi Busur Api 43 4.4. Perhitungan Arus Hubung Singkat Satu Fasa Ketanah 45

BAB V KESIMPULAN 50

DAFTAR PUSTAKA 51


(8)

STUDY ANALISA GANGGUAN HUBUNG SINGKAT SATU FASA KETANAH AKIBAT SAMBARAN PETIR

PADA SALURAN TRANSMISI

Abstrak

Setiap kesalahan dalam suatu rangkaian yang menyebabkan terganggunya aliran arus yang normal disebut gangguan. Sebagian besar dari gangguan-gangguan yang terjadi pada saluran transmisi bertegangan 115 KV atau lebih disebabkan oleh petir, yang menyebabkan terjadinya percikan bunga api (flashover) pada isolator. Tegangan tinggi yang ada diantara penghantar dan menara atau tiang penyangga yang diketanahkan (grounded) menyebabkan terjadinya ionisasi. Ini memberikan jalan bagi muatan listrik yang diinduksi (diimbas) oleh petir mengalir ke tanah. Dengan terbentuknya jalur ionisasi ini, impedansi ketanah menjadi rendah. Ini memungkinkan mengalirnya arus fasa dari penghantar ke tanah dan melalui tanah menuju “netralnya”. Gangguan langsung dari fasa ke fasa tanpa melalui tanah jarang terjadi. Angka pengalaman menunjukkan bahwa kira-kira 70 % dan 80 % dari gangguan saluran transmisi adalah gangguan tunggal dari saluran ke tanah yang terjadi karena flashover dari satu saluran saja ke menara dan tanah.


(9)

KATA PENGANTAR

Dengan kerendahan hati penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat rahmat dan karunia-NYA, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini

Tugas Akhir yang berjudul “ STUDI GANGGUAN HUBUNG SINGKAT SATU FASA KETANAH AKIBAT SAMBARAN PETIR PADA SALURAN TRANSMISI” ini di maksud untuk memenuhi kurikulum dan memenuhi persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Teknik pada jurusan Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara.

Dalam proses pembuatan Tugas Akhir ini, penulis telah mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, baik berupa material, spiritual, informasi, maupun segi administrasi. Oleh karena itu sudah selayaknya penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Usman S Baafai, selaku desen pembimbing dan juga selaku Pengurus Harian Jurusan Departemen Teknik Elektro

2. Seluruh staf pengajar/ Dosen dan petugas administrasi jurusan Teknik Elektro USU.

3. Orang tua penulis, B. Simanjuntak / L. Br Napitupulu yang tercinta, yang selalu memberikan dukungan baik moral, Doa dan Materi selama penulis menyelesaikan Tugas Akhir ini

4. Rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan dorongan, masukan-masukan dan semangat kepada penulis


(10)

5. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu.

Penulis menyadari baahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran membangun demi perbaikan isi untuk masa yang akan datang.

Akhirnya penulis berharap agar Tugas Akhir ini bermanfaat bagi kita semua, dan semoga Tuhan Yang Maha Kuasa selalu memberi berkat - NYA bagi kita semua, Amin.

Medan, 24 Oktober 2009

Hormat Saya, Penulis,

Jubilater Simanjuntak


(11)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Perkembangan sistem arus bolak – balik (a.c. system) dimulai di Amerika Serikat pada tahun 1885, ketika George Westinghouse membeli patent – patent Amerika yang meliputi sistem transmisi arus bolak – balik yang dikembangkan oleh L. Gaulard dan J.D. Gibbs dari paris. William Stanley, seorang rekan usaha Westinghouse yang terdahulu, menguji transformator-transformator di laboratoriumnya di Great Barrington, Massachusetts. Disana, pada musim dingin tahun 1885 – 1886, Stanley memasang sistem distribusi a.c. percobaan pertama yang memberikan tenaga listrik kepada 150 buah lampu di dalam kota. Saluran transmisi a.c. yang pertama di Amerika dioperasikan pada tahun 1890 untuk membawa listrik yang dibangkitakan dengan tenaga air, sejauh 13 mil dari Willamette Falls ke Portland, Oregon. Saluran pertama hanyalah berfasa tunggal, dan dayanya biasanya hanya dipakai untuk penerangan saja.

Saluran transmisi biasanya dibedakan dari saluran distribusi karena tegangannya. Di Jepang, saluran transmisi mempunyai tegangan 7 Kv keatas, sedang saluran distribusi 7 Kv kebawah. Di Amerika Serikat, dikenal tiga jenis saluran, yakni saluran distribusi dengan tegangan primer 4 sampai 23 Kv, saluran substranmisi dengan tegangan 13 sampai 138 Kv, dan saluran transmisi dengan tegangan 34,5 Kv ke atas. Saluran transmisi yang bertegangan 230 Kv sampai 765 Kv dinamakan saluran Extra High Voltage (EHV), yang bertegangan diatas 765 Kv dinamakan saluran Ultra High Voltage (UHV). Keuntungan transmisi dengan


(12)

tegangan yang lebih tinggi akan menjadi jelas jika kita melihat pada kemampuan transmisi suatu saluran transmisi. Kemampuan transmisi dari suatu saluran dengan tegangan tertentu tidak dapat diterapkan dengan pasti, karena kemampuan ini masih tergantung lagi pada batasan-batasan termal dari penghantar jatuh tegangan. Penurunan tegangan dari tingkat transmisi pertama-tama terjadi pada stasiun pembantu bertenaga besar, dimana tegangan diturunkan ke daerah antara 34,5 dan 138 KV, sesuai dengan tegangan saluran transmisi

Setiap kesalahan dalam suatu rangkaian yang menyebabkan terganggunya aliran arus yang normal disebut gangguan. Sebagian besar dari gangguan-gangguan yang terjadi pada saluran transmisi bertegangan 115 KV atau lebih disebabkan oleh petir, yang menyebabkan terjadinya percikan bunga api (flashover) pada isolator. Tegangan tinggi yang ada diantara penghantar dan menara atau tiang penyangga yang diketanahkan (grounded) menyebabkan terjadinya ionisasi. Ini memberikan jalan bagi muatan listrik yang diinduksi (diimbas) oleh petir mengalir ke tanah. Dengan terbentuknya jalur ionisasi ini, impedansi ketanah menjadi rendah. Ini memungkinkan mengalirnya arus fasa dari penghantar ke tanah dan melalui tanah menuju “netralnya”. Gangguan langsung dari fasa ke fasa tanpa melalui tanah jarang terjadi. Angka pengalaman menunjukkan bahwa kira-kira 70 % dan 80 % dari gangguan saluran transmisi adalah gangguan tunggal dari saluran ke tanah yang terjadi karena flashover dari satu saluran saja ke menara dan tanah.

Gangguan yang disebabkan oleh petir biasanya berlangsung sangat singkat sehingga jika ada suatu pemutus rangkaian (Circuit Breaker) yang membuka, sesudah beberapa siklus pemutus itu akan menutup kembali secara otomatis dan


(13)

keadaan kembali normal. Jika gangguannya bersifat permanen, bagian yang terganggu harus diputuskan agar keseluruhan sistem lainnya dapat tetap bekerja dengan normal.

I.2. Batasan Masalah

Pada kesempatan ini penulis akan melakukan pembatasan masalah yang akan dibahas dalam Tugas Akhir (TA) ini. Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah,

1. Gangguan satu fasa ketanah pada saluran transmisi yang disebabkan oleh sambaran petir

2. Analisis berapa besar arus sambaran petir, dan arus gangguan satu fasa ketanah

3. Analisis berapa jumlah gangguan sambaran petir per-tahun dan berapa besar kamampuan pengaman yang harus dipasang bila terjadi gangguan 4. Menghitung Probabilitas gangguan yang terjadi akibat sambaran petir

I.3. Rumusan Masalah

Didalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis akan mencoba merumuskan masalah yang akan dibahas, yang ada hubungannya antara stu variabel dengan variabel yang lainnya terhadap pokok permasalahan. Adapun variabel-variabel tersebut adalah, generator, trafo daya (step up dan step down), circuit breaker (CB), arester dansaluran transmisi. Karena variabel-variabel ini sangat berpengaruh didalam menentukan dimana letak gangguan dan besarnya arus gangguan.


(14)

Namun disini penulis hanya secara singkat saja membahas variabel-variabel diatas, karena disini penulis lebih menekankan pembahasan tentang gangguan hubung singkat satu fasa ke tanah akibat sambaran petir pada saluran transmisi. Disini penulis juga akan membahas berapa besar arus gangguan, arus sambaran petir, berapa besarnya daya pemutus (breaking capacity) yang harus dipasang sehingga bila terjadi gangguan satu fasa ke tanah, maka CB tersebut dapat memutuskan jalannya aliran arus, dan juga jenis arester apa yang dapat dipakai untuk mengatasi gangguan.

I.4. Tujuan Penulisan

Bertujuan untuk mengetahui hubung singkat yang terjadi akibat sambaran petir pada saluran transmisi, seberapa besar arus gangguan yang terjadi akibat sambaran petir tersebut, luas bayang-bayang penangkapan kilat, dan probabilitas terjadinya gangguan.

I.5. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini adalah

1. Mencari dan mengumpulkan buku-buku yang berhubungan dengan judul dan permasalahan Tugas Akhir.

2. Mengadakan konsultasi dengan pihak PLN untuk mendapatkan penjelasan yang dibutuhkan.


(15)

I.6. Sistematika Penulisan

BAB I : Merupakan bab pendahuluan yang membuat gambaran umum, Batasan Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Metode Pengumpulan Data dan juga Sistematika Penulisan.

BAB II : Merupakan bab yang memuat landasan teori dari pada gangguan hubung singkat akibat sambaran petir pada saluran transmisi.

BAB III : Merupakan bab yang memuat tentang probabilitas gangguan yang terjadi akibat sambaran petir, berapa besar arus yang mengalir akibat sambaran petir, serta besarnya arus gangguan 1 fasa ke tanah.

BAB IV : Merupakan bab yang memuat tentang jenis pengaman yang digunakan pada saluran transmisi untuk mengatasi gangguan hubung singkat akibat sambaran petir tersebut.

BAB V : Merupakan bab yang memuat kesimpulan


(16)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Saluran Transmisi ( 1 , 5, 7 )

Suatu sistem tenaga listrik terdiri dari tiga bagian utama : pusat-pusat pembangkit listrik, saluran-saluran transmisi, dan sistem-sistem distribusi. Saluran-saluran transmisi merupakan rantai penghubung antara pusat-pusat pembangkit listrik dan sistem-sistem distribusi, dan melalui hubungan-hubungan antar sistem dapat pula menuju ke sistem tenaga yang lain. Suatu sistem distribusi menghubungkan semua beban-beban yang terpisah satu dengan yang lain kepada saluran-saluran transmisi.

Tegangan pada generator-generator besar biasanya berkisar diantara 13,8 kV dan 24 kV. Tetapi generator-generator besar yang modern dibuat dengan tegangan yang bervariasi antara 18 dan 24 kV. Tidak ada suatu standar yang umum diterima untuk tegangan-tegangan generator. Tegangan generator dinaikkan ke tingkat-tingkat yang dipakai untuk transmisi yaitu antara 115 dan 765 kV. Tegangan-tegangan tinggi standar (high voltages – HV standard) adalah 115, 138, dan 230 kV. Tegangan-tegangan tinggi-ekstra (extra high voltage – EHV) adalah 345, 500 dan 765 kV. Kini sedang dilakukan penelitian untuk pemakaian tegangan-tegangan tinggi ultra yaitu diantara 1000 dan 500 kV (ultra high voltages – UHV).

Keuntungan dari transmisi dengan tegangan yang lebih tinggi akan menjadi jelas jika kita melihat pada kemampuan transmisi (transmission capability) dari suatu saluran transmisi. Kemampuan ini biasanya dinyatakan


(17)

dalam megavolt ampere (MVA). Kemampuan transmisi dari suatu saluran dengan tegangan tertentu tidak dapat ditetapkan dengan pasti, karena kemampuan ini masih tergantung lagi pada batasan-batasan (limit) thermal dari penghantar, jatuh tegangan (voltage drop) yang diperbolehkan, keterandalan, dan persyaratan-persyaratan kestabilan sistem (system stability), yaitu penjagaan bahwa mesin-mesin pada sistem tersebut tetap berjalan serempak satu terhadap yang lain. Kebanyakan faktor- faktor ini masih tergantung pula pada panjangnya saluran.

2.2. Bagian – Bagian Saluran Transmisi (1, 2, 5)

Adapun komponen-komponen utama dari saluran transmisi terdiri dari

1. Tiang Transmisi atau Menara

Pada suatu Sistem Tenaga Listrik, energi listrik yang dibangkitkan dari pusat pembangkit listrik ditransmisikan ke pusat-pusat pengatur beban melalui suatu saluran transmisi, saluran transmisi tersebut dapat berupa saluran udara atau saluran bawah tanah, namun pada umumnya berupa saluran udara. Energi listrik yang disalurkan lewat saluran transmisi udara pada umumnya menggunakan kawat telanjang sehingga mengandalkan udara sebagai media isolasi antara kawat penghantar tersebut dengan benda sekelilingnya, dan untuk menyanggah / merentang kawat penghantar dengan ketinggian dan jarak yang aman bagi manusia dan lingkungan sekitarnya, kawat-kawat penghantar tersebut dipasang pada suatu konstruksi bangunan yang kokoh, yang biasa disebut menara / tower.

Konstruksi tower besi baja merupakan jenis konstruksi saluran transmisi tegangan tinggi (SUTT) ataupun saluran transmisi tegangan ekstra tinggi (SUTET) yang paling banyak digunakan di jaringan PLN (Gambar 2.1.), karena


(18)

mudah dirakit terutama untuk pemasangan di daerah pegunungan dan jauh dari jalan raya, harganya yang relatif lebih murah dibandingkan dengan penggunaan saluran bawah tanah serta pemeliharaannya yang mudah.

Gambar 2.1. Konstruksi tiang untuk Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT)

Keterangan

A : Travers Kawat Tanah B, C, D : Travers Kawat Phasa E : Rangka Tiang F, G, H : Penguat Rangka Tiang (Diagonal Tiang) I : Pondasi

A A

B B

C C

D D

E F

G H


(19)

Namun demikian perlu pengawasan yang intensif, karena besi-besinya rawan terhadap pencurian. Seperti yang telah terjadi dibeberapa daerah di Indonesia, dimana pencurian besi-besi baja pada menara / tower listrik mengakibatkan menara / tower listrik tersebut roboh, dan penyaluran energi listrik ke konsumen pun menjadi terganggu. Suatu menara atau tower listrik harus kuat terhadap beban yang bekerja padanya, antara lain yaitu :

- Gaya berat tower dan kawat penghantar (gaya tekan). - Gaya tarik akibat rentangan kawat.

- Gaya angin akibat terpaan angin pada kawat maupun badan tower.

2. Isolator

Jenis isolator yang digunakan pada saluran transmisi pada umumnya adalah jenis porselin atau gelas yang berfungsi sebagai isolasi tegangan listrik antara kawat penghantar dengan tiang.

Macam-macam isolator yang digunakan pada saluran udara tegangan tinggi adalah sebagai berikut :

- isolator piring

dipergunakan untuk isolator penegang dan isolator gantung, dimana jumlah piringan isolator disesuaikan dengan tegangan sistem pada saluran udara tegangan tinggi tersebut (Gambar 2.2.)

- isolator tonggak saluran vertical (Gambar 2.3.) - isolator tonggak saluran horizontal (Gambar 2.4.)


(20)

Gambar 2.2. Isolator piring

Gambar 2.3. Isolator tonggak saluran horizontal

Tanduk Api Pegangan Tanduk

Pengapit Gantungan Tanduk Api


(21)

Gambar 2.4. Isolator tonggak saluran vertical

3. Kawat Penghantar Untuk Saluran Transmisi Udara

Kawat penghantar berfungsi untuk mengalirkan arus listrik dari suatu tempat ke tempat yang lain. Jenis kawat penghantar yang biasa digunakan pada saluran transmisi adalah tembaga dengan konduktivitas 100 % (CU 100 %), atau aluminium dengan konduktivitas 61 % (AL 61 %), (Tabel 2.1.). Kawat penghantar tembaga mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan kawat penghantar aluminium karena konduktivitas dan kuat tariknya lebih tinggi. Tetapi kelemahannya ialah, untuk besar tahanan yang sama, tembaga lebih berat dari aluminium, dan juga lebih mahal. Oleh karena itu kawat aluminium telah menggantikan kedudukan tembaga.

3.1. Klasifikasi Kawat Menurut Konstruksinya

Yang dinamakan kawat padat (solid wire) adalah kawat tunggal yang padat (tidak berongga) dan berpenampang buat ; jenis ini hanya dipakai untuk


(22)

penampang-penampang yang kecil, karena penghantar-penghantar yang berpenampang besar sukar ditangani serta kurang flexible.

Apabila diperlukan penampang yang besar, maka dipergunakan 7 sampai 61 kawat padat yang dililit menjadi satu, biasanya secara berlapis dan konsentris. Tiap-tiap kawat padat merupakan kawat komponen dari kawat berlilit tadi. Apabila kawat-kawat komponen itu sama garis tengahnya maka persamaan-persamaan berikut berlaku :

N = 3n ( 1 + n ) + 1 D = d ( 1 + 2n ) A = an

W = wN ( 1 + k1 )

R = ( 1 + k2 ) r/N

Dimana : N = Jumlah Kawat Komponen

n = Jumlah Lapisan Kawat Komponen D = Garis Tengah Luar dari Kawat berlilit d = Garis Tengah Kawat Komponen A = Luas Penampang Kawat Berlilit W = Berat Kawat Berlilit

w = Berat Kawat Komponen Per Satuan Panjang k1 = Perbandingan Berat Terhadap Lapisan

R = Tahanan Kawat Berlilit

r = Tahanan Kawat Komponen Per Satuan Panjang k2 = Perbandingan Tahanan Terhadap Lapisan


(23)

Kawat rongga (hollow Conductor) adalah kawat berongga yang dibuat untuk mendapatkan garis tengah luar yang besar. Ada dua jenis kawat rongga : (a) yang rongganya dibuat oleh kawat lilit yang ditunjang oleh sebuah batang, dan (b) yang rongganya dibuat oleh kawat-kawat komponen yang membentuk segmen-segmen sebuah silinder.

3.2. Klasifikasi Kawat Menurut Bahannya

Kawat logam biasa dibuat dari logam-logam biasa seperti tembaga, aluminium, besi, dsb.

Kawat logam campuran (alloy) adalah penghantar dari tembaga atau aluminium yang diberi campuran dalam jumlah tertentu dari logam jenis ain guna menaikkan kekutan mekanisnya. Yang sering digunakan adalah “copper alloy”, tetapi “aluminium alloy” juga lazim dipakai

Tabel 2.1. : Daftar kawat yang dipergunakan untuk Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT)

KODE

PENAMPANG

KAWAT (mm2)

BAJA ALUMINIUM GAMBAR PENAMPANG KAWAT HEN ORIOLE PIPER 298,07 210,26 187,48

7 x 3,20 mm

7 x 2,69 mm

7 x 2,54 mm

30 x 3,20 mm

30 x 2,69 mm

30 x 2,54 mm

DRAKE DOVE LINNET AL/ST 120/120 468,45 327,94 198,19 141,4

7 x 3,45 mm

7 x 2,89 mm

7 x 2,25 mm

7 x 1,90 mm

26 x 4,44 mm

26 x 3,72 mm

26 x 2,89 mm

26 x 2,44 mm

PIGEON RAVEN SWALLOW 99,22 62,38 31,09

1 X 4,25 mm

1 x 3,37 mm

1 x 2,38 mm

6 x 4,25 mm

6 x 3,37 mm


(24)

4. Kawat Tanah

Kawat tanah atau ground wires, juga disebut sebagai kawat pelindung (shield wires) gunanya untuk melindungi kawat-kawat penghantar atau kawat-kawat fasa terhadap sambaran petir. Jadi kawat tanah ini dipasang diatas kawat fasa. Sebagai kawat tanah dipakai kawat baja (steel wires).

2.3. Arester ( 3 )

Arester petir disingkat arester, atau sering juga disebut penangkap petir, adalah alat pelindung bagi peralatan sistem tenaga listrik terhadap surja petir. Ia berlaku sebagai jalan pintas (by-pass) sekitar isolasi. Arester membentuk jalan yang mudah dilalui oleh arus petir, sehingga tidak timbul tegangan lebih yang tinggi pada peralatan. Jalan pintas itu harus sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu aliran arus daya sistem 50 Hertz. Jadi pada kerja normal arester itu berlaku sebagai isolator dan bila timbul surja dia berlaku sebagai konduktor, jadi melewatkan aliran arus yang tinggi. Setelah surja hilang arester harus dengan cepat kembali menjadi isolator, sehingga pemutus daya tidak sempat membuka. Arester dapat memutuskan arus susulan tanpa menimbulkan gangguan, inilah salah satu fungsi terpenting dari arester.

Arester terdiri dari dua jenis : jenis ekspulsi (expulsion type) atau tabung pelindung (protector tube) dan jenis katub (valve type).


(25)

2.3.1. Arester Jenis Ekspulsi atau Tabung Pelindung

Arester jenis ekspulsi pada prinsipnya terdiri dari sela percik yang berada dalam tabung serat dan sela percik batang yang berada diluar di udara atau disebut sela seri, terlihat pada Gambar 2.5.

Bila ada tegangan surja yang tinggi sampai pada jepitan arester kedua sela percik, yang di luar dan yang berada di dalam tabung serat, tembus seketika dan membentuk jalan penghantar dalam bentuk busur api. Jadi arester menjadi konduksi dengan impedansi rendah dan melakukan surja arus dan surja daya sistem bersama –sama. Panas yang timbul karena mengalirnya arus petir menguapkan sedikit bahan dinding tabung serat, sehingga gas yang ditimbulkannya menyembur pada api dan mematikannya pada waktu arus susulan melewati titik nolnya. Arus susulan dalam arester jenis ini dapat mencapai harga yang tinggi sekali tetapi lamanya tidak lebih dari satu atau dua gelombang, dan biasanya kurang dari setengah gelombang. Jadi tidak menimbulkan gangguan.

Arester jenis ekspulsi ini mempunyai karakteristik volt-waktu yang lebih baik dari sela batang dan dapat memutuskan arus susulan. Tetapi tegangan percik susulan tergantung dari tingkat arus hubung singkat dari sistem pada titik dimana arester itu dipasang. Dengan demikian perlindungan dengan arester ini dipandang tidak memadai untuk perlindungan transformator daya, kecuali untuk sistem distribusi. Arester ini banyak juga digunaka pada saluran transmisi untuk membatasi besar surja yang memasuki gardu induk. Dalam penggunaan yang terakhir ini arester jenis ini sering disebut sebagai tabung pelindung.


(26)

Gambar 2.5. Arester jenis ekspulsi 2.3.2. Arester jenis katup

Arester jenis katup ini terdiri dari sela percik terbagi atau sela seri yang terhubung dengan elemen tahanan yang mempunyai karakteristik tidak linier. Tegangan frekuensi dasar tidak dapat menimbulkan tembus pada sela seri. Apabila sela seri tembus saat tibanya suatu surja yang cukup tinggi, alat tersebut menjadi penghantar.

Sela seri itu dapat memutuskan arus susulan, dalam hal ini dia dibantu oleh tahanan tak linier yang mempunyai karakteristik tahanan kecil untuk arus besar dan tahanan besar untuk arus susulan dari frekuensi dasar.

Arester jenis katup ini terbagi atas tiga jenis yaitu : 1. Arester Katup Jenis Gardu

Arester jenis gardu ini adalah jenis yang paling efisien dan juga paling mahal. Perkataan “gardu” di sini berhubungan dengan pemakaiannya secara umum pada gardu induk besar (Gambar 2.6.). Umumnya dipakai untuk


(27)

melindungi alat-alat yang mahal pada rangkaian-rangkaian mulai dari 2.400 volt sampai 287 KV dan lebih tinggi.

Gambar 2.6. Arester Katup Jenis Gardu

2. Arester Katup Jenis Saluran

Arester jenis saluran ini lebih murah dari arester jenis gardu. Kata “saluran” disini bukanlah berarti untuk perlindungan saluran transmisi. Seperti arester jenis gardu, arester jenis saluran ini juga dipakai pada gardu induk untuk melindungi peralatan yang kurang penting (Gambar 2.7.). Arester jenis saluran ini dipakai pada sistem dengan tegangan 15 KV sampai 69 KV.


(28)

3. Arester Katup Jenis Gardu untuk mesin-mesin

Arester jenis gardu ini khusus untuk melindungi mesin-mesin berputar. Pemakaiannya untuk tegangan 2,4 KV sampai 15 KV.

4. Arester Katup Jenis Distribusi Untuk Mesin-Mesin

Arester jenis distribusi ini khusus untuk melindungi mesin-mesin berputar dan juga untuk melindungi transformator dengan pendingin udara tanpa minyak. Arester jenis ini dipakai pada peralatan dengan tegangan 120 volt sampai 750 volt (Gambar 2.8.)


(29)

2.3.3. Pemilihan Arester

Faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan arester yang sesuai untuk suatu keperluan tertentu adalah :

1. Kebutuhan perlindungan : ini berhubungan dengan kekuatan isolasi dari alat yang harus dilindungi dan karakteristik impuls dan arester.

2. MVA short circuit yang dinyatakan lewat persamaan S = KV x KA 3. Jenis dari Lightning Arester

4. Tegangan sistem : tegangan maksimum yang mungkin timbul pada jepitan arester.

5. Arus hubung singkat sistem : ini hanya diperlukan pada arester jenis ekspulsi

6. Jenis arester : apakah arester jenis gardu, jenis saluran atau jenis distribusi 7. Faktor kondisi luar : apakah normal atau tidak normal, temperatur dan

kelembapan yang tinggi serta pengotoran.

8. Faktor ekonomi : ialah perbandingan antara ongkos pemeliharaan dan kerusakan bila tidak ada arester, atau bila dipasang yang lebih rendah mutunya.

Untuk tegangan 69 KV dan lebih tinggi dipakai jenis gardu, sedangkan untuk tegangan 23 KV sampai 69 KV salah satu jenis diatas dapat dipakai, tergantung pada segi ekonomisnya. Pada penulisan tugas akhir ini dan berdasarkan data diatas maka arester yang digunakan . adalah arester katub jenis gardu karena sesuai dengan kemampuan tegangannya yaitu berkisar diatas 69 KV


(30)

Tabel 2.2. Pengenal Arester dan Tegangan Sistem

Pengenal Tegangan

Arester

Tegangan maksimum sistem tiga fasa dimana arester digunakan Sistem yang

diketanahkan Sistem terisolir

(1) A (2) B (3) C (4) D (5) E (6) Volt rms 175 175 650 1.000 3.000 6.000 9.000 12.000 15.000

130 / 260 260 650 1.000 4.500 9.000 12.800 15.000 18.000

130 / 260 220 650 1.000 3.750 7.500 11.250 15.000 18.000 650 1.000 3.000 6.000 9.000 12.000 15.000 650 1.000 2.000 + 5.500 + 8.200 + 11.000 + 13.000 +

Tiap kasus membutuh kan studi khusus Kv rms 20 25 30 37 40 50 60 73 97 109 121 145 169 195 242 Tidak ada 25 30 37 46 50 60 73 90 121 136 150 180 200 245 300 20 25 30 37 40 50 60 73 97 109 121 145 169 195 242

18 + 23 + 27 + 34 + 36 + 45 + 55 + 66 + 88 + 99 + 110 + 132 +

Sebagai petunjuk umum “Westinghouse Electric Corporation” telah mengeluarkan suatu petunjuk untuk pemilihan pengenalan arester. Petunjuk tersebut didasarkan pada metoda pengetanahan dari sistem tenaga listrik. Hasil hasil perhitungan diberikan dalam tabel 7.1.

Dalam kolom (1) diberikan standard-standard tegangan yang dikenal oleh

Westinghouse Electric Corporation”. Dalam kolom (2) sampai dengan (6)


(31)

Tipe A adaah sistem-sistem yang netralnya diketanahkan secara baik, dan hasil bagi R0 / X1 dan X0 / X1 lebih kecil dibandingkan dengan tipe B. TipeA ini

umumnya adalah sistem distribusi yang diketanahkan titik netralnya. Disini pengenal arester pada umumnya dipilih sedikit lebih rendah dari tegangan jala-jala dari yang biasanya direkomendasikan untuk sistem-sistem tegangan tinggi.

Pada sistem-sistem distribusi tahanan-tahanan biasanya besar dan tidak bisa diabaikan. Faktor ini akan mengurangi kemungkinan rusaknya arester karena tegangan sistem, dengan demikian memungkinkan penggunaan arester dengan pengenal tegangan yang lebih rendah

Tipe B adalah sistem dengan X0 / X1 lebih kecil dari 3 dan R0 / X1 lebih rendah

dari 1 pada setiap titik dalam sistem itu, jadi tipe B ini adalah sistem dengan pengetanahan yang efektif. Untuk tipe B ini cukup menggunakan arester 80 %. Tipe C adalah sistem yang netralnya diketanahkan tetapi tidak memenuhi persyaratan untuk tipe B. jadi ada kemungkinan X0 / X1 lebih besar dari 3 atau R0

/ X1 lebih besar dari 1 atau kedua duanya. Sistem yang diketanahkan dengan

kumparan Petersen termasuk dalam tipe C ini.

Tipe D adalah sistem yang tidak diketanahkan, dimana reaktansi urutan nol bersifat kapasitif. Harga X0 / X1 terletak antara – 40 dan – tak terhingga (- 40

sampai - ∞).

Tipe E adalah sistem yang tidak diketanahkan tetapi tidak memenuhi kondisi tipe D. harga X0 / X1 terletak antara 0 dan – 40. Dalam batas-batas ini resonansi


(32)

2.3.4. Pengenal Arester

Pada umumnya pengenal atau “rating” arester hanya pengenal tegangan. Pada beberapa tabung pelindung atau arester jenis ekspulsi perlu juga disebut pengenal arus-nya yang menentukan kapasitas termal arester tersebut.

Supaya pemakaian arester lebih efektif dan ekonomis, perlu diketahui 4 macam karakteristiknya :

1. Pengenal tegangan : ini paling sedikit sama dengan tegangan maksimum yang mungkin tmbul selama terjadi gangguan.

2. karakteristik perlindungan atau karakteristik impuls : ini adalah untuk kordinasi yang baik antara arester dan peralatan yang dilindungi.

3. kemampuan pemutusan arus frekuensi dasar. 4. kemampuan menahan atau melewatkan arus surja.

2.3.5 Jarak Maksimum Arester dengan Peralatan

Untuk melindungi peralatan terhadap tegangan ebih surja digunakan arester. Arester modern dapat membatasi harga tegangan surja dibawah tingkat isolasi peralatan. Peralatan dapat dilindungi dengan menempatkan arester sedekat mungkin pada peralatan tersebut dan tidak perlu menggunakan alat pelindung pada tiap bagian peralatan yang akan dilindungi. Walaupun pengaruh gelombang berjalan akan menimbulkan tegangan yang lebih tinggi di tempat yang agak jauh dari arester, peralatan masih dapat dilindungi dengan baik bila jarak arester dan peralatan masih dalam batas yang diizinkan.

Untuk menentukan jarak maksimum yang diizinkan antara arester dan peralatan yang dilindungi dikenal beberapa metoda. Salah satu metoda ialah


(33)

metoda pantulan berulang. Metoda ini adalah metoda pendekatan yang dapat digunakan untuk menentukan jarak maksimum arester dan peralatan, dan juga untuk menentukan panjang maksimum dari kabel penghubung peralatan dengan saluran transmisi (Gambar 2.9.)

Kawat Tanah

Trafo

Arester Ea

S e

Gambar 2.9. Transformator dan arester terpisah sejarak S

Perlindungan yang baik diperoleh bila arester ditempatkan sedekat mungkin pada jepitan transformato. Tetapi dalam praktek sering arester itu harus ditempatkan sejarak S dari transformator yang dilindungi. Karena itu, jarak tersebut harus ditentukan agar perlindungan dapat berlangsung dengan baik. Misalnya,

Ea = Tegangan percik arester (arrester sparkover voltage) Ep = Tegangan pada jepitan transformator

A = de/dt = kecuraman gelombang datang, dan dianggap konstan

S = Jarak antara arester dan transformator v = Kecepatan merambat gelombang


(34)

Untuk keperluan analisa ini, transformator dianggap sebagai jepitan terbuka, yaitu keadaan yang paing berbahaya. Apabila gelombang mencapai transformator, terjadi pantulan total, dan geombang ini kembali ke kawat dengan polaritas yang sama. Waktu yang dibutuhkan oleh gelombang untuk merambat kembali ke arester = 2 S/v. Bila arester mulai memercik (sparkover) tegangan jepitan arester :

Ea = At + A ( t – 2 S/v )

= 2 At – 2 A S/v (2.1.)

Bila waktu percik arester ts0 dihitung mulai gelombang itu pertama kali sampai ke

arester, maka dari persamaan (4.1.)

ts0 =

A v S A Ea

2 / 2

(2.2.)

setelah arester itu memercik ia berlaku sebagai jepitan hubung singkat, dan menghasilkan gelombang sebesar :

- A ( t - ts0 ) (2.3.)

Gelombang negatif ini yang merambat ke transformator, dan setelah pantulan pertama pada transformator terjadi, jumlah tegangan pada transformator menjadi :

Ep = 2 At – 2 A ( t – ts0 ) = 2 A ts0

= 2 A

A v S A Ea

2 / 2

(2.4.)

Atau

Ep = Ea + 2 A S/v (2.5.)


(35)

Bila tegangan tembus isolator trafo = Ep(f0) harus lebih besar dari (Ea + 2 A S/v) agar diperoleh perlindungan yang baik. Untuk mengubah harga Ep, cukup dengan mengubah S, yaitu makin kecil S makin kecil Ep

2.4. Kuantitas Per Unit (1)

Saluran transmisi dioperasikan pada tingkat tegangan dimana kilovolt merupakan unit yang sangat memudahkan untuk menyatakan tegangan. Karena besarnya daya yang harus disalurkan, kilowatt, atau megawatt dan kilovolt-amper atau megavolt-amper adalah istilah-istilah yang sudah dipakai. Tetapi kuantitas-kuantitas tersebut diatas bersama-sama dengan amper dan ohm sering juga dinyatakan sebagai suatu persentase atau per - unit dari suatu nilai dasar atau referensi yang ditentukan untuk masing-masing. Defenisi nilai per - unit untuk suatu kuantitas adalah perbandingan kuantitas tersebut terhadap nilai-nilai dasarnya yan dinyatakan dalam desimal. Perbandingan (ratio) dalam persentase adalah 100 kali nilai dalam per - unit. Metode per - unit mempunyai sedikit kelebihan dari metode persentase, karena hasil perkalian dari dua kuantitas yang dinyatakan dalam per - unit sudah langsung diperoleh dalam per - unit juga, sedangkan hasil perkalian dari dua kuantitas yang dinyatakan dalam persentase masih harus dibagi dengan 100 untuk mendapatkan hasil dalam persentase.

Tegangan, arus, kilovoltamper dan impedansi mempunyai hubungan sedemikian rupa sehingga pemilihan nilai dasar untuk dua saja dari kuantitas-kuantitas tersebut sudah dengan sendirinya menentukan nilai dasar untuk kedua kuantitas yang lainnya. Jika nilai dasar dari arus dan tegangan sudah dipilih, maka nilai dasar dari impedansi dan kilovoltamper dapat ditentukan. Impedansi dasar


(36)

adalah impedansi yang akan menimbulkan jatuh tegangan (voltage drop) padanya sendiri sebesar tegangan dasar jika arus yang mengalirinya sama dengan arus dasar. Kilovoltamper dasar pada sistem fasa tunggal adalah hasil perkalian dari tegangan dasar dalam kilovolt dan arus dasar dalam amper. Biasanya megavolt-amper dasar dan tegangan dasar dalam kilovolt adalah kuantitas yang dipilih untuk menentukan dasar atau referensi. Jadi untuk fasa tunggal atau sistem tiga fasa dimana istilah arus berarti arus saluran, istilah tegangan berarti tegangan ke netral, dan istilah kilovoltamper berarti kilovoltamper per fasa, berlaku rumus-rumus berikut ini untuk hubungan bermacam-macam kuantitas :

Arus dasar (A) =

LN kV dasar tegangan dasarkVA , 1

Impedansi dasar =

A dasar arus V dasar tegangan LN , ,

Impedansi dasar =

 1 2 1000 ) , ( kVA dasar x KV dasar tegangan LN

Impedansi dasar =

 1 2 ) , ( MVA dasar KV dasar tegangan LN

Daya dasar, kW1 = dasarkVA1

Daya dasar, MW1 = dasarMVA1

Impedansi per unit dari suatu elemen rangkaian =

) ( , ) ( ,   dasar impedansi sebenarnya impedansi

2.4.1. Mengubah Dasar kuantitas per – unit

Kadang-kadang impedansi per - unit untuk suatu komponen dari suatu sistem dinyatakan menurut dasar yang berbeda dengan dasar yang dipilih untuk


(37)

bagian dari sistem dimana komponen tersebut berada. Karena semua impedansi dalam bagian mana pun dari suatu sistem harus dinyatakan dengan dasar impedansi yang sama, maka dalam perhitungannya kita perlu mempunyai cara untuk dapat mengubah impedansi per - unit dari suatu dasar ke dasar yang lain. Impedansi per unit dari suatu elemen rangkaian :

= 1000 ) , ( ) ( ) , ( 2 x kV dasar tegangan dasar kVA x sebenarnya impedansi

Rumus diatas memperlihatkan bahwa impedansi per - unit berbanding lurus dengan kilovoltamper dasar dan berbanding terbalik dengan kuadrat tegangan dasar. Karena itu, untuk mengubah impedansi per - unit menurut suatu dasar yang diberikan menjadi impedansi per - unit menurut suatu dasar yang baru, dapat dipakai persamaan berikut :

Zbaru per – unit = Zdiberikan per – unit

        dasar kVA dasar kVA x dasar kV dasar kV diberikan baru baru diberikan 2


(38)

BAB 3

GANGGUAN KILAT PADA SALURAN TRANSMISI DAN AKIBATNYA

3.1. Faktor-Faktor Penyebab Gangguan Dan Akibatnya Pada Saluran Transmisi (1, 2, 3, 6)

Dalam sistem tenaga listrik, bagian yang paling sering terkena gangguan adalah kawat transmisinya, (kira-kira 70 % s/d 80 % dari seluruh gangguan). Hal ini disebabkan luas dan panjangnya kawat transmisi yang terbentang dan yang beroperasi pada kondisi udara yang berbeda beda. Pada sistem transmisi, suatu gangguan dapat terjadi disebabkan kesalahan mekanis, thermis dan tegangan lebih atau karena material yang cacat atau rusak, misalnya gangguan hubung singkat, gangguan ketanah atau konduktor yang putus. Gangguan yang sering terjadi adalah gangguan hubung singkat. Besar dari arus hubung singkat itu tergantung dari jenis dan sifat gangguan hubung singkat itu, kapasitas dari sumber daya, konfigurasi dari sistem, metoda hubungan netral pada trafo, jarak gangguan dari unit pembangkit, angka pengenal dari peralatan utama dan alat-alat pembatas arus, lamanya hubung singkat itu dan kecepatan beraksi dari alat-alat pengaman.

Gangguan hubung singkat itu tidak hanya dapat merusak peralatan atau elemen-elemen sirkuit, tetapi juga dapat menyebabkan jatuhnya tegangan dan frekuensi sistem, sehingga kerja parallel dari unit-unit pembangkit menjadi terganggu pula.


(39)

1. Menginterupsi kontiniutas pelayanan daya kepada para konsumen apabila gangguan itu sampai menyebabkan terputusnya suatu rangkaian (sirkuit) atau menyebabkan keluarnya suatu unit pembangkit.

2. penurunan tegangan yang cukup besar menyebabkan rendahnya kualitas tenaga listrik yang merintangi kerja normal pada peralatan konsumen. 3. pengurangan stabilitas sistem dan menyebabkan jatuhnya (break down)

generator

4. merusak peralatan pada daerah terjadinya gangguan itu.

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada sistem transmisi tegangan tinggi adalah :

1. Surja petir atau surja hubung

Dari pengalaman diperoleh bahwa petir sering menyebabkan gangguan pada sistem tegangan tinggi sampai 150 – 220 KV. Sedangkan pada sistem diatas 380 KV, yang menjadi penyebab utamanya adalah surja petir.

2. Burung atau daun-daun

Jika burung atau daun-daun terbang dekat pada isolator gantung dari saluran transmisi, maka clearance (jarak aman) menjadi berkurang sehingga ada kemungkinan terjadi loncatan api

3. Polusi (debu)

Debu-debu yang menempel pada isolator merupakan konduktor yang bisa menyebabkan terjadinya loncatan api.


(40)

Dengan adanya retak-retak pada isolator maka secara mekanis apabila ada petir yang menyambar akan terjadi tembus (breakdown) pada isolator. Klasifikasi dari gangguan dibedakan atas dua bagian yaitu :

1. Dari macam gangguan

 Gangguan dua fasa atau tiga fasa melalui tahap hubung tanah

 Gangguan fasa ke fasa

 Gangguan dua fasa ke tanah

 Gangguan satu fasa ke tanah atau gangguan tanah 2. Dari lamanya waktu gangguan

 Gangguan permanen

 Gangguan temporer

Namun didalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis hanya akan membahas gangguan hubung singkat satu fasa ke tanah yang disebabkan oleh sambaran petir.

3.1.1. Gangguan Satu Fasa Ke Tanah (Gangguan Tanah) ( 1, 6 )

Diagram rangkaian untuk suatu gangguan tunggal dari saluran ke tanah pada suatu generator terhubung Y yang tidak dibebani dengan netralnya di tanahkan melalui suatu reaktansi diperlihatkan pada Gambar 3.1. dimana fasa a adalah tempat terjadinya gangguan. Persamaan-persamaan yang akan dikembangkan untuk jenis gangguan ini akan berlaku hanya bila gangguannya adalah pada fasa a, tetapi hal ini tidak begitu menimbulkan kesulitan karena fasa-fasa tersebut telah dinamakan dengan sembarang saja dan setiap fasa-fasa dapat disebut sebagai fasa a. keadaan pada gangguan dinyatakan dengan persamaan-persamaan berikut ini :


(41)

Gambar. 3.1. Gangguan Kawat – Tanah

Persamaan keadaan :

b

I = 0 (3.1)

c

I = 0 (3.2)

a

V = Ia Zf (3.3)

Dari persamaan (3.1) dan (3.2) diperoleh :

0 2 1 a a

a I I

I   (3.4)

Dari persamaan (3.3) :

f a a a a a a

a V V V I I I Z

V120 ( 120)

= 3Ia1 Zf (3.5)

0 ) (

) (

)


(42)

Dimana :

Va, Vb, Vc = Tegangan-tegangan terhadap tanah

Ia, Ib, Ic = Arus-arus yang mengalir menuju gangguan dari fasa a, b, c, karena gangguan, bukan arus jala-jala

Zf = Impedansi Gangguan

f a a a

a V V I Z

V 1  20 3 1

f a a

a a

f I Z I Z I Z I Z

V1 11 21 0 3 1

) 3

( 1 2 0

1 f

a

f I Z Z Z Z

V    

f f a Z Z Z Z V I 3 0 2 1 1     1 1 1 V I Z

Vafa

f t f a V Z Z Z Z

V 1  2  0 3 (3.7)

2

a

V = - f

t V Z Z2 (3.8) 0 a

V = - f

t V Z Z0

(3.9)

Jadi besar arus gangguan :

f

I = 3 Ia1 = 3

t f Z V

(3.10)

Dimana : ZtZ1Z2Z0 3Zf (3.11)


(43)

Gambar 3.2. Jala-jala urutan gangguan Kawat-Tanah

3.1.2. Gangguan Sambaran Petir Pada Saluran Transmisi Udara ( 3, 7 )

Petir atau halilintar merupakan gejala alam yang biasanya muncul pada musim hujan di mana di langit muncul kilatan cahaya sesaat yang menyilaukan yang beberapa saat kemudian disusul dengan suara menggelegar. Perbedaan waktu kemunculan ini disebabkan adanya perbedaan antara kecepatan suara dan kecepatan cahaya.

Petir adalah gejala alam yang bisa kita analogikan dengan sebuah kapasitor raksasa, di mana lempeng pertama adalah awan (bisa lempeng negatif atau lempeng positif) dan lempeng kedua adalah bumi (dianggap neboa tral). Seperti yang sudah diketahui kapasitor adalah sebuah komponen pasif pada rangkaian listrik yang bisa menyimpan energi sesaat (energy storage).

Petir terjadi karena ada perbedaan potensial antara awan dan bumi. Proses terjadinya muatan pada awan karena dia bergerak terus menerus secara teratur, dan selama pergerakannya dia akan berinteraksi dengan awan lainnya sehingga muatan negatif akan berkumpul pada salah satu sisi (atas atau bawah), sedangkan muatan positif berkumpul pada sisi sebaliknya. Jika perbedaan potensial antara awan dan bumi cukup besar, maka akan terjadi pembuangan muatan negatif


(44)

(elektron) dari awan ke bumi atau sebaliknya untuk mencapai kesetimbangan. Pada proses pembuangan muatan ini, media yang dilalui elektron adalah udara. Pada saat elektron mampu menembus ambang batas isolasi udara inilah terjadi ledakan suara (Gambar 3.3.). Petir lebih sering terjadi pada musim hujan, karena pada keadaan tersebut udara mengandung kadar air yang lebih tinggi sehingga daya isolasinya turun dan arus lebih mudah mengalir. Karena ada awan bermuatan negatif dan awan bermuatan positif, maka petir juga bisa terjadi antar awan yang berbeda muatan.

Gambar 3.3. Sambaran Petir

Masalah kegagalan isolator yang disebabkan oleh sambaran petir merupakan suatu kejadian elektromagnetik yang kompleks. Perhitungan yang tepat untuk menentukan kejadian-kejadian alam ini sangat diperlukan. Dalam kenyataannya, perhitungan flashover dilakukan dengan menggunakan statistic.


(45)

Misalkan rata-rata kawat transmisi tersambar petir adalah sekali dalam setahun untuk panjang kawat transmisi 100 Kilometer, yang terdiri dari, pada panjang kawat transmisi itu tahun pertama terjadi dua kali, tahun kedua tidak ada, tahun ketiga terjadi tiga kali, dan tahun keempat dan kelima tidak ada. Kecenderungan terjadinya flashover ini perlu ditentukan untuk perencanaan proteksi dan keandalan dari sistem tenaga listrik secara menyeluruh.

Jika kawat tersambar petir maka akan ada dua kemungkinan kejadian pada isolasi yaitu : kegagalan isolasi (flashover) dan berhasil (non-flashover). Peristiwa dari kejadian ini dapat dianalisis dari teorema satistik binomial. Bila probabilitas berhasil adalah p dan probabilitas kegagalan adalah q, maka :

PK = pkqn k k

n k

n

 )! ( !

!

(3.12)

Dimana :

P : Probabilitas keberhasilan sebanyak k kali dan kegagalan n - k kali n : Jumlah kejadian

k : Jumlah keberhasilan n – k : Jumlah kegagalan p : Peluang keberhasilan q : Peluang kegagalan

Berikut ini dapat diilustrasikan suatu contoh perhitungan untuk kawat trasnmisi dengan panjang 100 km, dengan rata-rata flashover satu kali pertahun. Kawat transmisi digelar pada daerah yang mempunyai sambaran petir rata-rata dalam setahun adalah 100 kali. Jadi didapat probabilitas q adalah 0,01. Selanjutnya hasil


(46)

Dengan memperhatikan tabel tersebut, pernyataan probabilitas itu dapat dipahami dan kemudian pada tahap selanjutnya kita menganalisa dengan metoda-metoda probabilitas dan statistic.

Tabel 3.1. Probabilitas keberhasilan sambaran petir

Berhasil K

Gagal n – k

Probabilitas PK

100 0 0,336 99 1 0,369 98 2 0,185 97 3 0,061 96 4 0,015

3.1.3. Jumlah Sambaran Petir

Secara sederhana, jumlah sambaran kilat ke bumi adalah sebanding dengan jumlah hari guruh pertahun atau “Iso Keraunic Level” (IKL) di tempat itu. Banyak para penyelidik yang telah memberikan perhatian ke arah ini dan mengemukakan rumus-rumus yang berlainan. Rumus-rumus tersebut diberikan dalam tabel. (Tabel 3.2)

Tabel 3.2. Rumus-rumus Kerapatan Sambaran Petir

No Lokasi Kerapatan sambaran petir N

(per km. kwadrat per tahun) Penyelidik

1 India 0,10 IKL Aiya (1968)

2 Rhodesia 0,14 IKL Anderson dan jenner

(1954)

3 Afrika Selatan 0,023 (IKL)1;3 Anderson – Eriksson


(47)

4 Swedia 0,004 (IKL)2 Muller – Hillebrand (1964)

5 Inggris (UK)

a (IKL)b a = 2,6  0,2 x 10-3 b = 1,9  0,1

Stringfellow (1974)

6 USA ( bag utara) 0,11 IKL Horn & Ramsey

(1951)

7 USA (bag selatan) 0,17 IKL Horn & Ramsey

(1951)

8 USA 0,1 IKL Anderson (1968)

9 USA 0,15 IKL Brown & Whitehead

(1969)

10 Russia 0,036 (IKL)1;3 Kolokolov & Pavloa

(1972)

11 Dunia (iklim sedang) 0,19 IKL Brooks (1950)

12 Dunia (iklim sedang 0,15 IKL Golde (1966)

13 Dunia (iklim tropis) 0,13 IKL Brooks (1950)

Untuk Indonesia maka yang sebaiknya digunakan adalah

N = 0,15 IKL

(3.13) Dimana :

N = jumlah sambaran per km2 per tahun

IKL = jumlah hari guruh per tahun

Jadi jumlah sambaran pada saluran transmisi sepanjang 100 km adalah :

NL = N x A (3.14)

Atau


(48)

3.1.4. Penangkapan Petir Oleh Saluran Transmisi (3)

Kawat transmisi terletak diatas permukaan bumi yang dapat juga disebut sebagai perlindungan dari sambaran petir pada bumi. Sebagai kita kenal bahwa sambaran petir akan berakhir bila mencapai bumi. Adanya suatu kawat tanah akan melindungi daerah tertentu, karena sambaran petir sebelum mencapai bumi, lebih dahulu akan menyambar kawat tanah.

Kawat tanah disangga pada menara-menara, sehingga kawat ini akan melendut di tengah-tengah antar dua menara. Tinggi rata-rata kawat tanah adalah :

H = hg - (23)(hghi) (3.16)

Dimana : h : Tinggi rata-rata kawat tanah hg : Tinggi kawat tanah pada menara

hi : Tinggi kawat tanah ditengah-tengah dua menara

Suatu saluran transmisi diatas tanah dapat dikatakan membentuk bayang-bayang listrik pada tanah yang berada dibawah saluran transmisi itu. Kilat yang biasanya menyambar tanah dalam bayang-bayang itu akan menyambar saluran trasnsmisi sebagai gantinya, sedangkan kilat diluar bayang-bayang itu sama sekali tidak menyambar saluran. Lebar bayang-bayang listrik untuk sauatu saluran transmisi telah dapat dilihat pada Gambar 3.4.

Lebar bayang-bayang W,


(49)

 

 

Gambar 3.4. Lebar Jalur perisaian terhadap sambaran kilat

Dimana :

b : jarak pemisah antara kedua kawat tanah, meter (bila kawat tanah hanya satu, b = 0)

GW : Kawat tanah A, B, C : Kawat fasa

Sesuai dengan keadaan geometris lintasan saluran transmisi, Whitehead telah membagi lintasan tersebut dalam tiga jenis : datar, bergelombang dan bergunung-gunung. Tinggi rata-rata kawat diatas tanah untuk ketiga jenis lintasan adalah :

 Tanah datar

h = ht– 2/3 andongan (3.18)

 Tanah bergelombang

h = ht (3.19)

 Tanah bergunung-gunung

h = 2 ht (3.20)


(50)

A = 100 (km) x (b + 4 h1,09) x 10-3 (km)

Atau

A = 0,1 (b + 4 h1,09) km2 per 100 km saluran (3.21)

3.2. Impedansi Urutan Pada Unsur-unsur Rangkaian (1)

Impedansi-impedansi urutan positif dan negative dari rangkaian-rangkaian yang linier, simetris, dan statis adalah identik karena impedansi rangkaian semacam itu tidak tergantung pada urutan fasanya asal tegangan-tegangan yang dikenakan seimbang. Impedansi suatu saluran transmisi terhadap arus-arus urutan nol berbeda dengan impedansi nya terhadap arus-arus urutan positif dan negatifnya.

Sebuah transformator dalam suatu rangkaian tiga fasa dapat terdiri dari tiga unit transformator fasa tunggal, atau dapat juga berupa suatu transformator tiga fasa langsung. Meskipun impedansi-impedansi seri urutan nol unit-unit tiga fasa itu dapat sedikit berbeda dari nilai-nilai urutan positif dan negatifnya, sudah menjadi kebiasaan untuk menganggap bahwa impedansi-impedansi seri untuk semua urutan adalah sama, tanpa memandang jenis dari transformator tersebut. Impedansi urutan nol dari beban-beban seimbang yang terhubung Y dan  adalah sama dengan impedansi urutan positif dan urutan-urutan negatifnya.

3.2.1. Jala-jala Urutan Positif dan Negatif

Tujuan dari mendapatkan nilai-nilai impedansi urutan suatu sistem daya ialah untuk memungkinkan kita menyusun jala-jala urutan untuk keseluruhan


(51)

sistem itu. Jala-jala untuk suatu urutan tertentu menunjukkan semua jalur-jalur aliran arus dari urutan itu dalam sistem. Peralihan dari suatu jala-jala urutan positif ke suatu jala-jala urutan negatif adalah sederhana saja. Generator-generator dan motor-motor serempak tiga fasa hanya mempunyai tegangan dalam urutan positif saja, karena mesin-mesin tersebut dirancang untuk membangkitkan tegangan-tegangan yang seimbang.

Karena semua titik netral suatu sistem tiga fasa simetris berada pada potensial yang sama bila didalmnya mengalir arus tiga fasa seimbang, semua titik netral harus terletak pada potensial yang sama baik untuk arus urutan positif maupun untuk arus urutan negatif. Impedansi-impedansi yang terhubung diantara titik netral suatu mesin dan tanah tidak merupakan sutu bagian dari jala-jala urutan positif maupun jala-jala urutan negatif, karena baik arus urutan positif maupun urutan negatif tidak dapat mengalir dalam suatu impedansi yang dihubungkan seperti itu.

3.2.2. Jala-jala Urutan Nol

Bagi arus-arus urutan nol, suatu sistem tiga fasa bekerja seperti fasa tunggal, karena arus-arus urutan nol selalu sama dalam besar dan fasanya di setiap titik pada semua fasa sistem tersebut. Oleh karena itu arus-arus urutan nol hanya akan mengalir jika terdapat suatu jalur kembali yang membentuk suatu rangkaian lengkap. Pedoman untuk tegangan-tegangan urutan nol ialah potensial tanah pada titik dalam sistem itu dimana setiap tegangan tertentu ditetapkan.karena arus urutan nol dapat mengalir dalam tanah, tanah tidak selalu harus berpotensial sama


(52)

pada semua titik dan rel pedoman pada jala-jala urutan nol tidak merupakan suatu tanah dengan potensial yang seragam.

Rangkaian-rangkaian ekivalen urutan nol untuk transformator-transformator tiga fasa sepantasnya kita berikan perhatian khusus (Gambar 3.5.). Berbagai macam kombinasi yang mungkin dari suatu gulungan-gulungan primer dan sekunder yang terhubung dalam Y atau  sudah tentu merubah pula jala-jala urutan nolnya. Berikut gambar-gambar rangkaian ekivaen urutan nol bangku transformator (transformer bank) tiga fasa, bersama dengan diagram hubung dan lambang-lambangnya untuk diagram segaris.

Gambar 3.5. Rangkaian-rangkaian ekivalen urutan nol banks transformer Tiga fasa, bersama dengan hubungan dan lambang-lambangnya


(53)

BAB 4

PERHITUNGAN PROBABILITAS GANGGUAN DAN ARUS GANGGUAN AKIBAT SAMBARAN PETIR PADA SALURAN

TRANSMISI

41. Umum ( 3, 7 )

Yang dimaksud dengan gangguan kilat pada saluran transmisi adalah gangguan akibat sambaran kilat pada saluran transmisi, dan menyebabkan terganggunya saluran transmisi itu menghantarkan daya listrik, sedangkan arus gangguan adalah arus yang mengalir ke tanah melalui tiang transmisi akibat kegagalan isolator gantung tiang transmisi yang disebabkan sambaran petir pada saluran transmisi. Dari gangguan tersebut kita bisa memperoleh beberapa hasil dengan menggunakan persamaan-persamaan seperti yang telah di bahas pada bab 2. Aapun hasil yang bisa kita peroleh adalah sebagai berikut :

1. Luas bayang penangkapan kilat per 100 km panjang saluran transmisi 2. Probabilitas peralihan lompatan api menjadi busur api ()

3. Probabilitas terjadinya gangguan per 100 km per tahun 4. Besarnya arus gangguan

5. Jenis pengaman yang digunakan

6. Jarak pemasangan pengaman terhadap peralatan yang dilindungi

Disini akan diberikan data (Gambar 4.1.) untuk mengaplikasikan persamaan-persamaan tersebut sehingga dapat memperoleh hasil-hasil seperti yang di jelaskan diatas.


(54)

42. Data

Gambar 41. Diagram satu garis

Sebuah sumber tenaga listrik menyalurkan tegangan sesebar 230 KV dengan tingkat isolasi dasar (TID) 900 KV menuju ke konsumen melalui sebuah saluran transmisi pada tanah datar seperti yang terlihat pada diagram satu garis diatas (Gambar 4.1.), dengan tinggi rata-rata kawat diatas tanah h = 14 m, jarak pemisah antara kawat-kawat adalah 3,65 m, 3,65m, dan b = 7,3m. panjang rentang isolator = 1,2 m, impedansi surja kawat z = 400 ohm dan V50 % = 645 KV, IKL = 100,

konfigurasi kawat dapat dilihat pada Gambar 4.2. Saluran tersebut dilindungi oleh arrester 195 KV dengan tegangan pelepasan maksimum 610 KV. Sebuah gelombang surja e = 300 t KV merambat menuju arrester. Rating peralatan adalah :

- Generator : 30000 KVA ; 13,8 KV ; Xg” = 15 % ; X0 = 5 % ; X2 = 2 Ohm

- Motor : 20000 KVA ; 12,5 KV ; Xm” = 20 % ; X0 = 5 % ; X2 = 2 ohm

- Trafo I 3 : 35000 KVA ; 13,8   - 115 Y ; X = 10 % - Trafo II 3 : 30000 KVA, 12,5  - 67 KV Y ; X = 10 % - Saluran transmisi : X = 80 ohm ; X0 = 250 ohm


(55)

Dari data diatas tentukanlah :

a) Luas Bayang-bayang penangkapan kilat

b) Probabilitas gangguan yang terjadi akibat sambaran petir c) Besarnya arus yang mengalir akibat sambaran petir d) Besarnya arus gangguan 1 fasa ke tanah

4.3. PERHITUNGAN PROBABILITAS GANGGUAN

4.3.1. Lebar Bayang-bayang Penangkapan Kilat (W) ( 3 )

Dari persamaan (3.17.) kita bisa menentukan lebar bayang-bayang penangkapan kilat oleh saluran transmisi (W).

W = ( b + 4 h1,09 )

= 7,3 + ( 4 x 141,09 )

= 63,3 Meter

4.3.2. Probabilitas Distribusi Arus Kilat (3)

Probabilitas distribusi harga puncak arus kilat telah diberikan oleh beberapa peneliti, antara lain Popolansky, Anderson – Eriksson, dan Razevig. Menurut Popolansky, 2 1 25 1 1         I

P 4.1

Menurut Anderson – Eriksson,

6 , 2 1 31 1 1         I


(56)

Dan menurut Razevig,

1 , 26 1

I e

P   4.3

Untuk memudahkan penggunaan kelak, terutama dalam perhitungan gangguan kilat karena sambaran induksi pada saluran udara tegangan menengah, rumus popolansky itu didekati dengan fungsi eksponensial seperti rumus Razevig.

34 1

I e

P   4.4

Selanjutnya persamaan inilah yang akan digunakan dalam perhitungan-perhitungan gangguan kilat akibat sambaran langsung pada saluran udara tegangan tinggi dan untuk menghitung gangguan kilat akibat sambaran induksi pada saluran tegangan menengah.

Maka dari persamaan diatas diperoleh :

Vkond = 0 100 0

2

2 I

Z x I

           

4.5


(57)

Lompatan api (Flashover) akan terjadi bila,

Vkond = 100 I0  V50 % 4.6

Atau

100 I0 = 645 KV

Jadi

Io = 6,45 KA

4.3.3. Probabilitas Peralihan Lompatan Api Menjadi Busur Api (3)

Besar tegangan yang timbul pada isolator transmisi tergantung pada kedua parameter kiat, yaitu puncak dan kecuraman muka gelombang kilat. Menurut penelitian yang dilakukan di rusia, probabilitas beralihnya lompatan api menjadi busur api pada isolator dihubungkan dengan intensitas medan karena tegangan kerja, dan ini kira-kira sama dengan hasil bagi tegangan netral (rms) dengan panjang rentang isolator. Probabilitas berubahnya lompatan api () menjadi busur api seperti terlihat pada Tabel 4,1 berikut.

Tabel 4.1. Probabilitas peralihan lompatan api menjadi busur api

Gradien Tegangan E0 (KVrms / meter)

Probabilitas peralihan lompatan api menjadi busur api () 50

30 20 10

0,6 0,45 0,25 0,10

Makin tinggi tegangan kerja sistem transmisi, makin besar gradient tegangan. Dengan demikian makin besar pula probabilitas peralihan lompatan api


(58)

menjadi busur api. Untuk sistem transmisi besar, probabilitas tersebut diambi sesuai dengan kelas tegangannya sebagai berikut :

- SUTT sampai dengan 230 KV :  = 0,85 - SUTET dan SUTUT :  = 1,0

Jadi dari penjelasan yang telah di temukan diatas maka dapat disimpulkan bahwa jumlah gangguan pada saluran tergantung dari :

a. Jumlah sambaran pada saluran, NL

b. Probabilitas terjadinya lompatan api, PFL

c. Probabilitas peralihan lompatan api menjadi busur api, 

Dengan demikian besar probabilitas terjadinya gangguan dapat ditulis sebagai berikut :

N0 = 0,015 x IKL (b + 4h1,09) x PFL x  4.7

Sehingga dari data diatas dan dengan menggunakan persamaan (4.4.) bisa kita peroleh :

Probabilitas Terjadinya lompatan api,

PFL = 34

45 , 6 

e = 0,827

Dan seperti yang dijelaskan diatas, probabilitas peralihan lompatan api menjadi busur api () pada SUTT sampai dengan 230 KV = 0,85

Jadi probabilitas terjadinya gangguan N0 = xIKL

b h

xPFL x

09 , 1

4 015

,

0 

= 0,015x100

7,3 4x141,09

x0,827x0,85 = 82 gangguan per 100 km per tahun]


(59)

4.4. Perhitungan arus hubung singkat satu fasa ke tanah (1)

1. Base yang dipilih dari generator adalah

- untuk base tegangan = 13,8 KV

- untuk base daya = 30000 KVA

2. menghitung base tegangan untuk saluran transmisi dan motor

- untuk saluran transmisi

base tegangan = x KV KV

KV KV 230 8 , 13 8 , 13 230 

- untuk motor

base tegangan = KV x230KV 24,8KV

3 67 5 , 12 

3. menghitung reaktansi (X) masing-masing peralatan

- reaktansi pada generator

X”g = 0,15 x pu

KV KV KVA KVA 15 , 0 8 , 13 8 , 13 30 30 2     

X0 = 0,05 x pu

KV KV KVA KVA 05 , 0 8 , 13 8 , 13 30 30 2     


(60)

X2 = 2 x pu x KV KV 31 , 0 10 ) 8 , 13 ( 30000 3 2 

- Reaktansi pada motor

X”g = 0,3 x

2 8 , 24 5 , 12 20000 30000     KV KV KVA KVA

= 0,114 pu

X0 = 0,05 x pu

KV KV KVA KVA 019 , 0 8 , 24 5 , 12 20000 30000 2     

X2 = 2 x pu

x KV KVA 097 , 0 10 ) 8 , 24 ( 30000 3 2 

- Reaktansi pada trafo Satu,

XT1 = 0,1 x pu

KV KV KVA KVA 08 , 0 8 , 13 8 , 13 35000 30000 2     

- Reaktansi pada trafo dua

XT2 = 0,1 x pu

KV KV KVA KVA 025 , 0 8 , 24 5 , 12 30000 30000 2     

- Reaktansi pada saluran transmisi

Xtr = 80 x pu

x KV KVA 14 , 0 10 ) 230 ( 30000 3 2 


(61)

4. Gambar diagram Reaktansi

- Urutan positif

Gambar 4.3. Reaktansi urutan positif

Z1 =

) 076 , 0 025 , 0 45 , 0 ( ) 08 , 0 15 , 0 ( ) 076 , 0 025 , 0 045 , 0 ( ) 08 , 0 15 , 0 (       = 146 , 0 23 , 0 146 , 0 23 , 0  x

= 0,089 pu

- Urutan negatif

Vf

Trafo 1 Trans Trafo 2

0,05 0,019


(62)

Z2 = ) 019 , 0 025 , 0 14 , 0 ( ) 08 , 0 05 , 0 ( ) 019 , 0 025 , 0 14 , 0 ( ) 08 , 0 05 , 0 (       = 184 , 0 13 , 0 184 , 0 13 , 0  x

= 0,076 pu

- Uurutan nol

Vf

Trafo 1 Trans Trafo 2

0,08 0,14 0,025

Gambar 4.5. Reaktansi urutan nol

Zo =

) 025 , 0 14 , 0 ( ) 08 , 0 ( ) 025 , 0 14 , 0 ( ) 08 , 0 (    = 165 , 0 08 , 0 165 , 0 08 , 0  x


(63)

Maka besarnya arus gangguan satu fasa ke tanah adalah, Dengan nilai Vf = 1,0 pu

Ia0 = Ia1 = Ia2

Ia0 =

0 2 1 Z Z

Z Vf   = 0583 , 0 076 , 0 089 , 0 0 , 1   pu

= 4,570 pu

If = 3 x Ia0

= 3 x 4,570 = 13,71 pu

Base arus, A

x KVA 23 , 699 8 , 24 3 30000 

Maka besar arus gangguan dalam ampere adalah sebesar, I” = 13,71 x 699,23

= 9586,443 Ampere = 9586,443 900Ampere


(64)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Pada saluran udara tegangan tinggi (SUTT) probabilitas terjadinya lompatan bunga api antara kawat tanah dengan kawat fasa masih ada dan masih diperhitungkan, sedangkan untuk saluran udara tegangan extra tinggi (SUTET) dan saluran udara tegangan ultra tinggi (SUTUT) terjadinya lompatan bunga api antara kawat tanah dengan kawat fasa sudah dianggap tidak ada.

2. Kita bisa menentukan besarnya arus gangguan satu fasa ke tanah yang disebabkan sambaran petir.

3. Jumlah gangguan sambaran petir per tahun dan probabilitas terjadinya gangguan sudah dapat kita tentukan.

4. Didalam sistem saluran transmisi pemilihan sebuah isolator adalah sangat penting, isolator harus dalam keadaan baik tidak mengalami keretakan walaupn tersebut hanya sedikit.

5. Sebuah arester dapat bekerja sebagai konduktor bila terjadi gangguan sambaran petir dan bila dalam keadaan normal arester berfungsi sebagai isolator

6. Setelah surja/sambaran petir hilang arester harus cepat menjadi isolator (harus dapat menutup kembali dengan cepat) karena kalau waktu penutupan lama dapat menimbulkan gangguan yang lain yaitu gangguan satu fasa ke tanah, dengan adanya gangguan tersebut maka arus gangguan menjadi sangat besar.


(65)

7. pengamanan saluran transmisi terhadap gangguan adalah sangat penting dan sistem pengamanannya harus secara otomatis, sehingga jika terjadi gangguan maka gangguan tersebut dapat secara cepat diatasi sehingga peralatan yang berada di wilayah gangguan tidak mengalami kerusakan akibat arus gangguan yang sangat besar.

8. besarnya nilai suatu arus gangguan ditentukan oleh jarak gangguan, letak gangguan dan jenis gangguan yang terjadi


(66)

DAFTAR PUSTAKA

1. William D.Stevenson, Jr. Analisa Sistem Tenaga Listrik Edisi Keempat. 2. DR.A.Arismunandar dan DR.S.Kuwahara, buku pegangan Teknik Tenaga

listrik Jilid II

3. T.S.hutauruk, Gelombang Berjalan dan Proteksi Surja 4. Drs.Edy Supriyadi, Sistem Pengaman Tenaga Listrik 5. Abdul Kadir, Transmisi Tenaga Listrik

6. T.S. Hutauruk Pengetanahan Netral Sistem Tenaga, ITB, erlangga 1987 7. Djiteng Marsudi, Operasi Sistem Tenaga Listrik


(1)

4. Gambar diagram Reaktansi - Urutan positif

Gambar 4.3. Reaktansi urutan positif

Z1 =

) 076 , 0 025 , 0 45 , 0 ( ) 08 , 0 15 , 0 ( ) 076 , 0 025 , 0 045 , 0 ( ) 08 , 0 15 , 0 (       = 146 , 0 23 , 0 146 , 0 23 , 0  x

= 0,089 pu

- Urutan negatif

Vf

Trafo 1 Trans Trafo 2

0,05 0,019


(2)

Z2 = ) 019 , 0 025 , 0 14 , 0 ( ) 08 , 0 05 , 0 ( ) 019 , 0 025 , 0 14 , 0 ( ) 08 , 0 05 , 0 (       = 184 , 0 13 , 0 184 , 0 13 , 0  x

= 0,076 pu

- Uurutan nol

Vf

Trafo 1 Trans Trafo 2

0,08 0,14 0,025

Gambar 4.5. Reaktansi urutan nol

Zo =

) 025 , 0 14 , 0 ( ) 08 , 0 ( ) 025 , 0 14 , 0 ( ) 08 , 0 (    = 165 , 0 08 , 0 165 , 0 08 , 0  x

= 0,0538 pu


(3)

Maka besarnya arus gangguan satu fasa ke tanah adalah, Dengan nilai Vf = 1,0 pu

Ia0 = Ia1 = Ia2

Ia0 =

0 2

1 Z Z

Z Vf

 

=

0583 , 0 076 , 0 089 , 0

0 , 1

 

pu

= 4,570 pu

If = 3 x Ia0

= 3 x 4,570 = 13,71 pu

Base arus, A

x KVA

23 , 699 8

, 24 3 30000

Maka besar arus gangguan dalam ampere adalah sebesar, I” = 13,71 x 699,23

= 9586,443 Ampere = 9586,443 900Ampere


(4)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Pada saluran udara tegangan tinggi (SUTT) probabilitas terjadinya lompatan bunga api antara kawat tanah dengan kawat fasa masih ada dan masih diperhitungkan, sedangkan untuk saluran udara tegangan extra tinggi (SUTET) dan saluran udara tegangan ultra tinggi (SUTUT) terjadinya lompatan bunga api antara kawat tanah dengan kawat fasa sudah dianggap tidak ada.

2. Kita bisa menentukan besarnya arus gangguan satu fasa ke tanah yang disebabkan sambaran petir.

3. Jumlah gangguan sambaran petir per tahun dan probabilitas terjadinya gangguan sudah dapat kita tentukan.

4. Didalam sistem saluran transmisi pemilihan sebuah isolator adalah sangat penting, isolator harus dalam keadaan baik tidak mengalami keretakan walaupn tersebut hanya sedikit.

5. Sebuah arester dapat bekerja sebagai konduktor bila terjadi gangguan sambaran petir dan bila dalam keadaan normal arester berfungsi sebagai isolator

6. Setelah surja/sambaran petir hilang arester harus cepat menjadi isolator (harus dapat menutup kembali dengan cepat) karena kalau waktu penutupan lama dapat menimbulkan gangguan yang lain yaitu gangguan satu fasa ke tanah, dengan adanya gangguan tersebut maka arus gangguan menjadi sangat besar.


(5)

7. pengamanan saluran transmisi terhadap gangguan adalah sangat penting dan sistem pengamanannya harus secara otomatis, sehingga jika terjadi gangguan maka gangguan tersebut dapat secara cepat diatasi sehingga peralatan yang berada di wilayah gangguan tidak mengalami kerusakan akibat arus gangguan yang sangat besar.

8. besarnya nilai suatu arus gangguan ditentukan oleh jarak gangguan, letak gangguan dan jenis gangguan yang terjadi


(6)

DAFTAR PUSTAKA

1. William D.Stevenson, Jr. Analisa Sistem Tenaga Listrik Edisi Keempat. 2. DR.A.Arismunandar dan DR.S.Kuwahara, buku pegangan Teknik Tenaga

listrik Jilid II

3. T.S.hutauruk, Gelombang Berjalan dan Proteksi Surja 4. Drs.Edy Supriyadi, Sistem Pengaman Tenaga Listrik 5. Abdul Kadir, Transmisi Tenaga Listrik

6. T.S. Hutauruk Pengetanahan Netral Sistem Tenaga, ITB, erlangga 1987 7. Djiteng Marsudi, Operasi Sistem Tenaga Listrik