Konsepsi Perkembangan Hukum Waris Adat Pada Masyarakat Adat Batak Karo (Studi Kecamatan Merdeka, Kabupaten Karo)

Frans Cory Melando Ginting : Perkembangan H ukum W aris Adat Pada Mas yarak at Adat Batak Karo Studi Kec amatan Merdeka, Kabupaten Karo, 2010. 34

2. Konsepsi

Untuk melihat sejauh mana keputusan Mahkamah Agung No. 179Sip1961, tanggal 23-10-1961 tentang anak perempuan sebagai ahli waris yang sama kedudukannya dengan anak laki-laki dan keputusan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 100 KSip1967 tanggal 14 Juni 1968 janda sebagi ahli waris berlaku dalam masyarakat adat Batak Karo, maka haruslah dilakukan penelitian terhadap masyarakat adat Batak Karo itu sendiri. Tetapi sebelum melakukan penelitian maka haruslah ditarik kesimpulan tentang pengertian-pengertian dasar dari perumusan masalah yang ada, antara lain adalah : Menurut Iman Sudiyat, dinyatakan : dasar berlakunya hukum adat yang berasal dari zaman kolonial Belanda pada masa sekarang masih berlaku adalah ketentuan pasal 131 ayat 2 sub b I.S yang menyatakan bagi golongan hukum Indonesia asli dan golongan Timur Asing berlaku hukum adat. 26 Menurut Djaren Saragih, hukum adat adalah suatu kompleks norma-norma yang bersumber pada peraturan keadilan rakyat yang selalu berkembang yang meliputi peraturan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, senantiasa ditaati dan dihormati oleh masyarakat karena mempunyai akibat hukum sanksi. 27 Hukum waris memuat peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan serta mengoperkan barang-barang harta benda dan barang-barang yang tak terwujud benda dari suatu angkatan manusia kepada keturunannya. 28 26 Tolib Setiady, Intisari Hukum Adat Indonesia Dalam Kajian Kepustakaan, Bandung, Alfabeta, 2008, halaman 4 27 Ibid, halaman 23. 28 Soerjono Soekanto, Intisari Hukum Kekeluargaan, Jakarta, Universitas Indonesia, 1980, halaman 285. Frans Cory Melando Ginting : Perkembangan H ukum W aris Adat Pada Mas yarak at Adat Batak Karo Studi Kec amatan Merdeka, Kabupaten Karo, 2010. 35 Hukum Waris adalah suatu rangkaian ketentuan-ketentuan dimana berhubungan dengan meninggalnya seseorang, akibat-akibatnya di dalam bidang kebendaan, diatur yaitu akibat dari beralihnya harta peninggalan dari seseorang yang meninggal, kepada ahli waris, baik di dalam hubungannya antara mereka sendiri dengan pihak ketiga. 29 Hukum Waris Adat meliputi aturan-aturan dan keputusan-keputusan hukum yang bertalian dengan proses penerusanpengoperan dan peralihan perpindahan harta-kekayaan materiil dan non matteriil dari generasi ke generasi. 30 Pada hakekatnya subjek hukum waris adalah pewaris dan ahli waris. Pewaris adalah seorang yang meninggalkan harta warisan sedangkan ahli waris adalah seorang atau beberapa orang yang menerima harta warisan. 31 Pada umumnya para waris adalah anak termasuk anak dalam kandungan ibunya jika lahir hidup; tetapi tidak semua anak adalah ahli waris, kemungkinan para waris lainnya seperti para waris lainnya seperti anak tiri, anak angkat, anak piara, waris balu, waris kemenakan, dan para waris pengganti seperti cucu, ayah-ibu, kakek-nenek, waris anggota kerabat dan Dalam masyarakat Batak Karo yang menjadi ahli waris hanya anak laki-laki saja. Menurut Hilman Hadikusuma, Para Waris adalah : “Semua orang yang akan menerima penerusan atau pembagian warisan baik ia sebagai ahli waris yaitu orang yang berhak mewarisi maupun yang bukan ahli waris tetapi mendapat warisan. Jadi ada waris yang ahli waris dan ada waris yang bukan ahli waris. Batas antara keduanya sukar ditarik garis pemisah, oleh karena ada yang ahli waris di suatu daerah sedang di daerah lain ia hanya waris, begitu pula ada yang di suatu daerah sebagai waris tetapi tidak mewarisi sedangkan di daerah lain ia mendapat warisan. 29 A. Pitlo, Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian, Menurut KUHPerdata, Jakarta, PT. Bina Aksara, 1984, halaman 7. 30 Imam Sudiyat, Hukum Adat Sketsa Asas, Yogyakarta, Liberty Yogyakata, 1981, halaman 151. 31 Soerjono Soekanto dan Soleman b. Taneko, Hukum Adat Indonesia, Jakarta, CV. Rajawali, 1983, halaman 288. Frans Cory Melando Ginting : Perkembangan H ukum W aris Adat Pada Mas yarak at Adat Batak Karo Studi Kec amatan Merdeka, Kabupaten Karo, 2010. 36 waris lainnya. Kemudian berhak tidaknya para waris tersebut dipengaruhi oleh sistem kekerabatan bersangkutan dan mungkin juga karena pengaruh agama, sehingga antara daerah yang satu dan yang lain terdapat perbedaan.” 32 Janda adalah wanita yang tidak bersuami lagi, baik karena bercerai maupun ditingga l mati suaminya. 33 Marga atau beru adalah suatu nama yang diwariskan secara turun-temurun berdasarkan garis keturunan ayah menurut garis lurus keatas maupun kebawah Janda menurut hukum waris adat Batak Karo bukan ahli waris terhadap harta peninggalan suaminya. Sedangkan pada prinsipnya yang merupakan obyek hukum waris pada Batak Karo dapat di bagi dua 2 bagian, yairu : immateriel dan materiel Obyek hukum waris immateriel pada masyarkat Batak Karo adalah berupa marga pada anak laki-laki dan beru pada anak perempuan. 34 atau kelompok unilinear yang terbesar yang membagi masyarakat Karo atas lima golongan besar masing-masing tidak merasa terpaut dengan atau berasal dari yang lain di dalam asal-usul. 35 a. marga atau beru Karo-karo Dalam Masyarakat Batak Karo mempunyai lima induk marga atau beru, yaitu : b. marga atau beru Ginting c. marga atau beru Tarigan 32 H. Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, Bandung, PT. Citr Aditya Bakti, 2003, halaman 67 33 Sudarsono, Kamus Hukum, Jakarta, Rineka Cipta, 2007, halaman 193. 34 Darwan Prints dan Darwin Prints, Sejarah Dan Kebudayaan Karo, Jakarta, CV. Irma, 1985, hlm 31. 35 M.D. Mansoer CS, Hukum Perdata Adat Karo Dalam Rangka Pembentukan Hukum Nasional, 1979, Tarsito, Bandung, halaman 14 Frans Cory Melando Ginting : Perkembangan H ukum W aris Adat Pada Mas yarak at Adat Batak Karo Studi Kec amatan Merdeka, Kabupaten Karo, 2010. 37 d. marga atau beru Sembiring e. marga atau beru Perangin-angin Kelima marga atau beru masih mempunyai cabang-cabang, yaitu terdiri dari 83 cabang marga atau beru. Untuk lebih jelasnya saya menurunkan dibawah ini cabang-cabang marga atau beru tersebut adalah sebagai berikut : a. Merga Karokaro dan cabang-cabangnya 1. Karokaro Sinulingga di Lingga, Bintang Meriah, dan Gunung Merlawan. 2. Karokaro Surbakti di Surbakti dan Gajah. 3. Karokaro Kacaribu di Kutagerat dan Kerapat 4. Karokaro Sinukaban di Pernantin, Kabantua, Bintang Meriah, Buluh Naman, dan L. Lingga. 5. Karokaro Barus di Barus Jahe, Pitu Kuta. 6. Karokaro Simbulan di Bulanjulu dan Bulanjahe. 7. Karokaro Jung di Kutanangka, Kalang, Perbesi, dan Batukarang. 8. Karokaro Purba di Kabanjahe, Berastagi, dan Lau Cih Deli Hulu. 9. Karokaro Ketaren di Raya, Ketaren Sibolangit, dan Pertampilen. 10. Karokaro Gurusinga di Gurusinga dan Rajaberneh. 11. Karokaro Kaban di Kaban dan Sumbul. 12. Karokaro Sinuhaji di Ajisiempat. 13. Karokaro Sekali di Seberaya. 14. Karokaro Kemit di Kuta Bale. 15. Karokaro Bukit di Bukit dan Buluh Awar. 16. Karokaro Sinuraya di Bunuraya, Singgamanik, dan Kandibata. 17. Karokaro Samura di Samura. 18. Karokaro Sitepu di Naman dan Sukanalu b. Merga Ginting dan cabang-cabangnya 1. Ginting Suka di Suka, Linggajulu, Naman, dan Berastepu. 2. Ginting Babo di Gurubenua, Munte, dan Kutagerat. 3. Ginting Sugihen di Sugihen, Juhar, dan Kutagunung. 4. Ginting Gurupatih di Buluh Naman, Sarimunte, Naga, dan Lau Kapur. 5. Ginting Ajartambun di Rajamerahe. 6. Ginting Capah di Bukit dan Kalang. 7. Ginting Beras di Laupetundal. 8. Ginting Garamata di Simarmata Raja Tengah, Tengging. 9. Ginting Jadibata di Juhar. 10. Ginting Munte di Kutabangun, Ajinembah, Kubu, Dokan, Tanggung, Munte, Rajatengah, dan Bulan Jahe. Frans Cory Melando Ginting : Perkembangan H ukum W aris Adat Pada Mas yarak at Adat Batak Karo Studi Kec amatan Merdeka, Kabupaten Karo, 2010. 38 11. Ginting Manik di Tengging dan Lingga. 12. Ginting Sinusinga di Singa. 13. Ginting Jawak di Cingkes 14. Ginting Seragih di Lingga Julu. 15. Ginting Tumangger di Kidupen dan Kemkem. 16. Ginting Pase c. Merga Tarigan dan Cabang-cabangnya 1. Tarigan Sibero di Juhar, Kutaraja, Keriahen, Munte, Tanjung Beringin, Selakar, dan Lingga. 2. Tarigan Tua di Pergendangen. 3. Tarigan Silangit di Gunung Meriah. 4. Tarigan Tambak di Kebayaken dan Sukanalu. 5. Tarigan Tegur di Suka. 6. Tarigan Gersang di Nagasaribu dan Berastepu. 7. Tarigan Gerneng di Cingkes Simalungun. 8. Tarigan Gana-gana di Batukarang. 9. Tarigan Jampang di Pergendangen. 10. Tarigan Tambun di Rakutbesi, Binangara, Sinaman dll. 11. Tarigan Bondong di Lingga. 12. Tarigan Pekan Cabang dari Tambak di Sukanalu 13. Tarigan Purba di Purba Simalungun d. Merga Sembiring dan Cabang-cabangnya I. Sembiring Siman biang Tidak biasa kawin campur darah dengan cabang Sembiring lainnya, artinya: tidak diperbolehkan perkawinan dengan sesama merga Sembiring. 1. Sembiring Kembaren di Samperaya dan hampir di seluruh urung Liang Melas. 2. Sembiring Sinulaki di Silalahi. 3. Sembiring Keloko di Pergendangen. 4. Sembiring Sinupayung di Juma Raja dan Negeri II. Sembiring Simantangken biang ada dilakukan perkawinan antara cabang merga Sembiring 1. Sembiring Colia di Kubucolia dan Seberaya. 2. Sembiring Pandia di Seberaya, Payung, dan Beganding. 3. Sembiring Gurukinayan di Gurukinayan. 4. Sembiring Berahmana di Kabanjahe, Perbesi, dan Limang. 5. Sembiring Meliala di Sarinembah, Munte Rajaberneh, Kedupen, Kabanjahe, Naman, Berastepu, dan Biaknampe. Frans Cory Melando Ginting : Perkembangan H ukum W aris Adat Pada Mas yarak at Adat Batak Karo Studi Kec amatan Merdeka, Kabupaten Karo, 2010. 39 6. Sembiring Pande Bayang di Buluh Naman dan Gurusinga. 7. Sembiring Tekang di Kaban. 8. Sembiring Muham di Susuk dan Perbesi. 9. Sembiring Depari di Seberaya, Perbesi, dan Munte. 10. Sembiring Pelawi di Ajijahe, Perbaji, Kandibata, dan Hamparan Perak Deli. 11. Sembiring Busuk di Kidupen dan Lau Perimbon. 12. Sembiring Sinukapar di Pertumbuken, Sidikalang, Sarintono. 13. Sembiring Keling di Juhar dan Rajatengah. 14. Sembiring Bunuh Aji di Sukatepu, Kutatonggal, dan Beganding e. Merga Peranginangin dan cabang-cabangnya 1. Peranginangin Namohaji di Kutabuluh. 2. Peranginangin Sukatendel di Sukatendel. 3. Peranginangin Mano di Pergendangen. 4. Peranginangin Sebayang di Perbesi, Kuala, gunung dan Kuta Gerat. 5. Peranginangin Pencawan di Perbesi. 6. Peranginangin Sinurat di Kerenda. 7. Peranginangin Perbesi di Seberaya. 8. Peranginangin Ulunjandi di Juhar. 9. Peranginangin Penggarus di Susuk. 10. Peranginangin Pinem di Serintono Sidikalang. 11. Peranginangin Uwir di Singgamanik. 12. Peranginangin Laksa di Juhar. 13. Peranginangin Singarimbun di Mardinding , Kutambaru dan Temburun. 14. Peranginangin Keliat di Mardinding. 15. Peranginangin Kacinambun di Kacinambun. 16. Peranginangin Bangun di Batukarang. 17. Peranginangin Tanjung di Penampen dan Berastepu. 18. Peranginangin Benjerang di Batukarang Sebagian dari marga Peranginangin dan Sembiring dapat kawin sesamanya antar cabang merga. Ada pula merga yang melakukan Sejandi yaitu perjanjian tidak saling mengambil atau tidak mengadakan perkawinan antar merga bersangkutan, misalnya : antara Sembiring Tekang dengan Karokaro Sinulingga dan antara Karokaro Sitepu dengan Peranginangin Sebayang. 36 36 http: id.wikipediaorgwikiMarga Karo, tanggal 11 April 2009 Frans Cory Melando Ginting : Perkembangan H ukum W aris Adat Pada Mas yarak at Adat Batak Karo Studi Kec amatan Merdeka, Kabupaten Karo, 2010. 40 Sedangkan obyek hukum waris materiel adalah harta keluarga itu. Harta keluarga itu dapat berupa : a. Harta Peninggalan adalah harta warisan yang belum dibagi atau tidak terbagi-bagi dikarenakan salah seorang pewaris masih hidup. Misalnya harta peniggalan ayah yang telah wafat yang masih dikuasai ibu yang masih hidup. 37 b. Harta Pusaka adalah suatu benda yang tergolong kekayaan di mana benda tersebut dianggap mempunyai kekuatan magis 38 atau harta benda peninggalan baik benda bergerak maupun benda tetap. 39 c. Harta gono gini adalah harta bersama yang diperoleh suami isteri selama perkawinan berlangsung. 40 d. Harta bawaan adalah harta benda atau barang-barang tertentu yang dibawa baik oleh suami atau isteri pada waktu kawin. Harta gono gini dapat disamakan pengertiannya dengan harta perkawinan atau harta pencaharian selama perkawinan. 41 e. Harta pemberian adalah harta kekayaan yang didapat suami isteri secara bersama atau perseorangan yang berasal dari pemberian orang lain. Pemberian itu dapat berupa pemberian hadiah atau hibah atau hibah wasiat. 42 37 H. Hilman Hadikusuma, Op.cit, halaman 11. 38 Soerjono Soekanto dan Soleman b. Taneko, Op.cit, halaman 305. 39 Sudarsono, Op.cit, halaman 161. 40 Sudarsono, Op.cit, halaman 149. 41 Sudarsono, Op.cit, halaman 160. 42 H. Hilman Hadikusuma, Op.cit, halaman 13. Frans Cory Melando Ginting : Perkembangan H ukum W aris Adat Pada Mas yarak at Adat Batak Karo Studi Kec amatan Merdeka, Kabupaten Karo, 2010. 41 Berdasarkan penilaian masyarakat Karo sendiri Seminar Adat Istiadat Karo 1977:1-2, ciri-ciri pribadi orang Karo itu adalah jujur dan berani, tabah, sopan santun beradat, suka menolong dan mengetahui harga diri. Khusus untuk yang trakhir ini, harga diri merupakan yang utama. Kalau orang berbuat baik terhadapnya, dia bisa lebih baik lagi. Sebagai pribadi, termasuk ke dalam pribadi yang bersifat sedikit tempramental, terbuka, jujur, tidak mau mengganggu, namun kalau diganggu, akan diingatnya sampai lama pendendam. Satu prinsip hidup masyarakat Karo adalah seperti yang tertulis dalam Surat Ukat surat sendok adalah tulisan yang dituliskan pada sendok nasi yang terbuat dari sepotong bambu. Di sendok tersebut dituliskan kata er-endi enta memberi dan meminta, sifat er-endi enta ini, berbalas; tidak hanya memberi atau meminta saja, tetapi pelaksanaan memberi dan meminta ini harus pada tempatnya. Bila seseorang memberi sesuatu kepada kita, maka kita juga harus membalasnya dengan memberikan sesuatu juga kepada orang tersebut. Soal nilai dari barang yang kita berikan itu tidak senilai dengan yang diberikan seseorang, itu tidak dipersoalkan. Arti lainnya yang terkandung di dalam prinsip memberi dan meminta ini, adalah berkaitan dengan rahasia, dan harga diri seseorang. Bila seseorang lebih sering meminta dari pada memberi, maka orang tersebut dinilai sebagai pengemis, sedangkan bila lebih banyak memberinya, akan dinilai sebagai dermawan. Sebagai seorang dermawan, dia akan dihargai, orang lain tidak akan dapat menakar harga Frans Cory Melando Ginting : Perkembangan H ukum W aris Adat Pada Mas yarak at Adat Batak Karo Studi Kec amatan Merdeka, Kabupaten Karo, 2010. 42 dirinya. Namun bila menerima selalu, orang akan dapat menakar harga dirinya. Dalam masyarakat Karo lama yang ditekankan sekali lebih baik memberi daripada meminta. Prinsip hidup lain tercermin dalam ungkapan berikut ini keri gia lau pola e, gelah i sangketken kitangna walaupun air nira itu telah habis diminum, tidak masalah, asal tempat air nira itu di simpan kembali pada tempatnya. Ungkapan ini menjelaskan sifat individu Karo dalam bentuk lain. Bagi individu Karo cara sangat penting. Kalau caranya tidak benar, dia akan marah sekali, makanya individu Karo kerapkali bertengkar, bahkan sampai membunuh lawannya bertengkar, hanya gara-gara harga dirinya merasa direndahkan. Namun kalau caranya benar, dia tidak akan mempermasalahkannya. 43

1. Sifat Penelitian Dan Metode Pendekatan