TINJAUAN PUSTAKA Pengujian panel akustik komposit wol mangium (Acacia mangium Willd.) berkerapatan sedang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Papan Wol

Papan wol kayu wood wool - board adalah papan buatan yang terdiri dari campuran wol kayu sebagai bahan utama, semen sebagai perekat, air dan bahan kimia sebagai bahan penolong Kamil 1970 dalam Yulia 1996. SNI 1991, mendefinisikan panil papan wol kayu merupakan serpihan kayu atau bahan berlignoselulosa lainnya yang dipergunakan dalam produksi papan wol kayu berbentuk pita yang panjangnya 300-400 mm, lebar 3-4 mm dan tebal 0,2-0,5 mm. Menurut FAO 1966, papan wol kayu adalah salah satu jenis panel yang dibuat dari bahan wol kayu dengan menggunakan perekat mineral seperti portland cement, magnesit atau gypsum. Von Monroy 1960 dalam Yulia 1996 membagi papan wol kayu atas tiga tipe, yaitu : a. Heraklith Papan tiruan jenis ini pertama-tama dikembangkan di Austria. Bahan bakunya berupa limbah industri perkayuan dengan perekat magnesit. beberapa pabrik besar di Jerman, Amerika Serikat dan Austria memproduksi produk ini dengan proses terus menerus continuous process. Hasil produksinya dipergunakan untuk kebutuhan dalam negeri dan sebagian diekspor ke Afrika dan Timur Tengah. b. Cellocrete Papan tiruan jenis ini mula-mula dikembangkan di Inggris dan kemudian beberapa pabrik dibangun di negara tropis antara lain di India, Afrika Selatan, Ceylon, Singapura, Rangoon, Kuala Lumpur dan Hongkong. Produk ini dibuat dengan proses tidak terus menerus discontinuous process. Kebaiknnya adalah biaya investasinya lebih murah. c. Durisol Papan tiruan jenis ini merupakan produksi khusus yang dikembangkan di Swiss. Sebagai bahan baku pembuatan durisol dipergunakan sisa ketaman yang pendek. Panil ini dapt dipergunakan untuk bangunan kantor, rumah sakit, sekolah dan bangunan bertingkat. kebaikan panil ini adalah memanfaatkan sisa ketaman. Menurut Maloney 1993, papan wol telah dikembangkan sejak tahun 1914 di Radenthein Austria, menggunakan magnesit sebagai perekat. Pada waktu itu lebih dari 50 konsumsi dunia telah menggunakan produk tersebut. Di negara berkembang, papan wol terbukti menarik untuk diproduksi menjadi panel pra- fabrikasi untuk perumahan dengan biaya rendah. Selain harga yang relatif rendah dan memiliki sifat yang sangat baik, papan wol juga memiliki insulasi yang tinggi Anonim 2011. Papan wol sebagai bahan bangunan dipergunakan untuk dinding, lantai, plafond dan atap. Sifatnya yang ringan, isolasi dengan sifat akustik yang baik menyebabkan papan wol dapat digunakan sebagai bahan bangunan. Keuntungan lain papan wol ialah dimensinya dapat dibuat besar dan mudah dikerjakan sehingga menurunkan biaya dan waktu pemasangan. Penelitian Martiandi 2010 menunjukkan bahan komposit partikel kayu afrika Maesopsis eminii Engll. memiliki kemampuan yang baik dalam menyerap suara yang terletak pada rentang frekuensi tinggi 1250 Hz – 1600 Hz dengan nilai absorbsi berkisar antara 0,73 – 0,89.

2. 2 Perekat

Perekat adhesive adalah suatu substansi yang dapat menyatukan dua buah benda atau lebih melalui ikatan permukaan. Dilihat dari reaksi perekat terhadap panas, maka perekat dapat dibedakan atas perekat thermosetting dan perekat thermoplastic. Perekat thermosetting merupakan perekat yang dapat mengeras bila terkena panas atau reaksi kimia dengan bantuan katalisator atau hardener dan bersifat irreversible. Perekat jenis ini jika sudah mengeras tidak dapat lagi menjadi lunak. Contoh perekat yang termasuk jenis ini adalah fenol formaldehida, urea formaldehida, melamine formaldehida, isocyanate, resorsinol formaldehida. Perekat thermoplastic adalah perekat yang dapat melunak jika terkena panas dan mengeras kembali apabila suhunya telah rendah. Contoh perekat yang termasuk jenis ini adalah polyvynil adhesive, cellulose adhesive, dan acrylic resin adhesive Pizzi 1983. Houwink dan Solomon 1965 mengemukakan bahwa perekatan merupakan suatu peristiwa tarik-menarik antara molekul-molekul dari dua permukaan yang direkat. Merekatnya dua buah benda yang direkat terjadi oleh adanya gaya tarik-menarik antar perekat dengan bahan yang direkat adhesi dan gaya tarik menarik kohesi antara perekat dengan perekat dan antar bahan yang direkat. 2. 2. 1 Perekat Isocyanate Senyawa kimia organik isocyanate dasar dikembangkan di Jerman pada akhir tahun 1930 dan perekat berdasarkan isocyanate digunakan pertama kali di pertengahan tahun 1940. Pada tahun 1951 Deppe dan Ernst adalah pelopor penggunaan diisocyanate sebagai perekat kayu. Sebagai konsekuensi dari pekerjaannya, pembuatan papan partikel komersial dengan menggunakan diisocyanate dimulai di Jerman pada tahun 1975 Pizzi 1983. Isocyanate berbentuk cair yang mengandung isomer dan oligomer dari methylene diphenyl diisocyanate MDI. Perekat ini berwarna coklat terang dan garis perekatannya tidak terlihat. Diperlukan temperatur dan tekanan yang tinggi untuk menghasilkan perkembangan ikatan yang terbaik pada papan partikel. Penggunaan isocyanate saat ini umumnya untuk produk flakeboard dan OSB. Sifat kekuatan perekat ini yaitu kekuatan kering dan basah tinggi, sangat tahan terhadap air dan udara lembab, serta dapat direkat pada besi dan plastik Vick 1999. Keuntungan menggunakan perekat isocyanate dibandingkan perekat berbahan dasar resin lain adalah Marra 1992: 1. Dibutuhkan dalam jumlah sedikit untuk memproduksi papan dengan kekuatan yang sama. 2. Dapat menggunakan suhu kempa yang lebih rendah. 3. Memungkinkan penggunaan kempa yang lebih cepat. 4. Lebih toleran pada partikel yang berkadar air tinggi. 5. Energi untuk pengeringan lebih sedikit dibutuhkan. 6. Stabilitas dimensi papan yang dihasilkan lebih stabil 7. Tidak ada emisi formaldehida. Selain keuntungan, perekat ini juga memiliki kekurangan, yaitu : 1. Harganya lebih mahal dibanding PF dan UF. 2. Isocyanate merupakan perekat yang baik untuk logam dengan kayu, sehingga pada pembuatan papan menyebabkan papan melekat pada plat press. 3. Isocyanate, seperti perekat lain, merupakan bahan kimia beracun. Isocyanate dapat menyebabkan iritasi pada pernafasan yang menyebabkan asma. 2. 2. 2 Perekat Semen Semen atau magnesit berfungsi sebagai bahan pengikat. Namun oleh karena itu magnesit sukar didapat maka semen saja sudah cukup baik dan memadai sebagai bahan pengikat Dumanauw 1990. Semen Portland menurut standar ASTM C 150 - 02 1996 adalah semen hidrolis yang dihasilkan dari penghancuran klingker yang terdiri atas kalsium silikat yang bersifat hidolis dan biasanya mengandung satu atau lebih bentuk kristal senyawa pasir sebagai bahan tambahan. Perekat semen juga berfungsi sebagai isolator dan pengawet, sehingga dapat mengurangi penyerapan panas atau menahan kebakaran dan serangan jamur dan serangga-serangga Simatupang 2007. Semen portland adalah sejenis bahan ikat hidrolis yang dihasilkan oleh pabrik, merupakan hasil pembakaran bahan-bahan dasar yang terdiri dari batu kapur yang mengandung CaO dan tanah geluh atau serpih yang mengandung Al 2 O 3 serta pasir sebagai sumber SiO 2 . Disamping itu dapat ditambahkan bahan lain yang sesuai dengan jenis semen. Campuran bahan tersebut kemudian dibakar dalam tanur pada suhu tinggi hingga diperoleh batu klikar. Batu klikar tersebut selanjutnya digiling halus secara mekanis sambil ditambah gips. Hasilnya berbentuk tepung kering yang dikemas dalam kantong semen Purwoko et al.1980 dalam Dewi 2003. Badan Standarisasi Nasional Indonesia 1994 melalui SNI 15-2049 menggolongkan semen Portland menjadi lima jenis, yaitu:  Semen Portland jenis I, yaitu semen Portland untuk penggunaan umum yang tidak membutuhkan persyaratan-persyaratan khusus seperti pada jenis-jenis yang lain.  Semen Portland jenis II, yaitu semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat atau kalor hidrasi sedang.  Semen Portland jenis III, yaitu semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan tinggi pada tahap permulaan setelah pengikatan terjadi.  Semen Portland jenis IV, yaitu semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan kalor hidrasi rendah.  Semen Portland jenis V, yaitu semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat. Menurut Moeslemi 1994, komposisi bahan kimia yang terdapat pada semen Portland adalah sebagai berikut : Tabel Komposisi bahan kimia semen Portland Komposisi bahan kimia Jumlah Kapur CaO 60 - 80 Silikat SiO 2 19 - 24 Alumina Al 2 O 3 3,0 - 7,0 Besi oksida Fe 2 O 3 0,7 - 3,0 Magnesia MgO 1,5 - 7,2 Sulfur Trioksida SO 3 0,0 - 1,0 Soda Na 2 O 0,1 - 1,5 Potasium K 2 O 0,3 - 0,6 Sumber : Moslemi 1994 Mutu semen sebagai bahan pengikat sangat ditentukan oleh mutu ikatannya, sedangkan mutu ikatan semen ditentukan oleh jenis semen Shreve dan Brink 1997. Semen Portland cenderung lebih tahan terhadap air dan sifat mengeras lebih cepat dibandingkan dengan jenis semen yang lain.

2. 3 Suhu Hidrasi

Suhu hidrasi terjadi akibat reaksi eksotermik antara semen dan air. Nilainya merupakan salah satu indikator kesesuaian kayu sebagai bahan papan semen wool. Dalam pembuatan papan semen zat ekstraktif mempengaruhi suhu dan waktu hidrasi. Zat ekstraktif dapat menghambat pengerasan semen menghambat hidrasi semen, maka dengan penambahan katalis dapat mempercepat hidrasi semen. Menurut Moslemi 1994, jenis kayuhardwood secara umun lebih menghambat hidrasi semen dibandingkan softwood. Hal ini diakibatkan besarnya jumlah kandungan hemisellulosa yang dapat larut pada hardwood. Menurut Sanderman 1996 dalam Dewi 2003 suhu hidrasi lebih dari 60 C adalah baik, 55 C sampai 60 C sedang, dan nilai kurang dari 55 C tidak baik. Akan tetapi menurut standar Puslitbang Hasil Hutan dalam Kamil 1970 suhu hidrasi yang lebih dari 41 C termasuk baik, 36 C sampai 41 C sedang dan nilai kurang dari 36 C tidak baik.

2. 4 Katalisator

Katalisator berfungsi untuk meningkatkan ikatan antara bahan pengikat semen dan partikel kayu agar tercapai ikatan yang optimum dan juga mempengaruhi proses secara cepat sehingga didapatkan hasil akir yang baik. namun setiap jenis kayu memberikan respon yang berbeda terhadap macam katalis yang digunakan dalam pembuatan papan semen partikel Cabangon et. al. 1998. Dalam pembuatan papan semen partikel penggunaan jenis kayu sebagai bahan baku perlu mendapat perhatian, karena tidak semua jenis kayu dapat dipergunakan sebagai bahan baku papan semen partikel. Ini terjadi karena kayu memiliki kandungan hemiselulosa yang sangat tinggi. Adanya alkali yang dihasilkan oleh semen dapat melarutkan zat ekstraktif dan hemiselulosa sehingga dapat memperlambat prose pengerasan semen, akibatnya waktu setting dan curring menjadi lebih lama Moslemi 1994. Kamil 1970, menyebutkan bahwa dalam pembuatan papan wol kayu dapat digunakan Kalsium Khlorida CaCl 2 atau Magnesium Khlorida MgCl 2 sebagai katalisator.

2. 5 Sifat Akustik

Kata akustik berasal dari bahasa Yunani yaitu akoustikos, yang artinya segala sesuatu yang bersangkutan dengan pendengaran pada suatu kondisi ruang yang dapat mempengaruhi mutu bunyi Suptandar 2004. Menurut Tsoumis 1991, sifat akustik kayu berhubungan dengan produksi bunyi yang diakibatkan oleh benturan langsung, dan bunyi yang dihasilkan oleh sumber lain yang dipancarkan melalui udara dan mempengaruhi kayu dalam bentuk gelombang bunyi. Gambar 1 Fenomena absorpsi suara oleh suatu permukaan bahan. Sumber : FTI ITB 2010 Fenomena suara yang terjadi akibat adanya berkas suara yang bertemu atau menumbuk bidang permukaan bahan, maka suara tersebut akan dipantulkan reflected, diserap absorb, dan diteruskan transmitted atau dengan ditransmisikan oleh bahan tersebut Gambar 1 Ruijgrok 1993. Medium gelombang bunyi dapat berupa zat padat, cair, ataupun gas. Frekuensi gelombang bunyi dapat diterima manusia berkisar antara 20 Hz sampai dengan 20 kHz, atau dinamakan sebagai jangkauan yang dapat didengar audible range Young dan Freedman 2003. Berdasarkan penelitian Martiandi 2010, karakteristik panel akustik komposit kayu afrika dapat digunakan sebagai panel absorbsi untuk frekuensi tinggi. Tsoumis 1991 menyatakan bahwa bunyi yang dihasilkan mempunyai nada rendah atau tinggi bergantung pada frekuensi dan dipengaruhi oleh dimensi, kerapatan, dan elastisitas bunyi yang dihasilkan dari nada yang lebih tinggi. Ketika gelombang bunyi yang dihasilkan oleh sumber lain yang menjangkau kayu, sebagian dari energi akustiknya dipantulkan dan sebagian masuk ke dalam kayu. Suara atau bunyi biasanya merambat melalui udara, suara atau bunyi tidak dapat merambat melalui ruang hampa.

2. 5. 1 Koefisien Absorbsi

Menurut Jailani et al. 2004 penyerapan suara sound absorption merupakan perubahan energi dari energi suara menjadi energi panas atau kalor. Pada umumnya, kayu menyerap suara yang diarahkan kepadanya. Menurut Tsoumis 1991, bagian dari energi akustik yang masuk ke dalam kayu diserap oleh massanya. Massa mengubah energi akustik menjadi energi kalor atau lebih tepat disebut absorp sound. Kemampuan dari kayu untuk menyerap suara biasa diukur dengan coefficient of sound absorption. Faktor-faktor yang mempengaruhi sound absorption adalah kerapatan kayu, modulus of elasticity, kadar air, temperatur, intensitas dan frekuensi dari suara, dan kondisi pada permukaan kayu. Kayu dengan kerapatan dan modulus of elasticity yang rendah, dan kadar air dan temperatur yang tinggi lebih banyak menyerap suara. Kualitas dari bahan peredam suara ditunjukkan dengan harga α koefisien penyerapan bahan terhadap bunyi, semakin besar α maka semakin baik digunakan sebagai peredam suara. Nilai α berkisar dari 0 sampai 1. Jika α bernilai 0, artinya tidak ada bunyi yang diserap s edangkan jika α bernilai 1, artinya 100 bunyi yang dating diserap oleh bahan Khuriati 2006. Besarnya energi suara yang dipantulkan, diserap, atau diteruskan bergantung pada jenis dan sifat dari bahan atau material tersebut. Pada umumnya bahan yang berpori porous material akan menyerap energi suara yang lebih besar dibandingkan dengan jenis bahan lainnya. Adanya pori-pori menyebabkan gelombang suara dapat masuk kedalam material tersebut. Energi suara yang diserap oleh bahan akan dikonversikan menjadi bentuk energi lainnya, pada umumnya diubah ke energi kalor Wirajaya 2007. Perbandingan antara energi suara yang diserap oleh suatu bahan dengan energi suara yang datang pada permukaan bahan tersebut didefinisikan sebagai koefisien penyerap suara atau koefisien absorbsi α. Bila permukaan bahan tersebut tidak seragam, maka koefisien absorbsi lok al α pada suatu tempat dipermukaan bahan tersebut dengan luas permukaan Si akan memiliki nilai tertentu pada setiap tempat dipermukaan bahan tersebut. Maka koefisien absorbsi rata-rata dari bahan tersebut didefinisikan sebagai berikut: α = S 1 ∑ α i S i Berdasarkan arah datangnya gelombang suara, koefisien absorbsi suara ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu koefisien abs orbsi suara normal α n dan koefisien absorbsi suara sabineacak α. Koefisien absorbsi suara normal untuk gelombang suara yang datang tegak lurus terhadap permukaan bahan, sedangkan koefisien absorbsi suara sabine untuk gelombang suara yang datang dari berbagai arah. Diantara kedua jenis tersebut, yang lebih menggambarkan keadaan yang sebenarnya dari kemampuan bahan dalam menyerap suara adalah yang jenis sabine. Hal ini karena secara umum dalam kenyataannya pada kehidupan sehari- hari gelombang suara yang datang pada suatu bahan berasal dari berbagai arah. Terdapat dua metode untuk mengukur koefisien absorbsi suara, yaitu dengan tabung impedansi impedance tube yang dapat mengukur koefisien absorbsi suara normal, serta pengukuran dengan ruang dengung reverberation room yang dapat mengukur koefisien absorbsi suara sabine Wirajaya 2007.

2. 5. 2 S ound Transmission Loss

Sound transmission loss adalah kemampuan suatu bahan untuk mereduksi suara. Nilainya biasa disebut dengan decibel dB. Semakin tinggi nilai sound transmission loss TL, semakin bagus bahan tersebut dalam mereduksi suara Bpanelcom 2009. Sound transmission class STC adalah kemampuan rata-rata transmission loss suatu bahan dalam mereduksi suara dari berbagai frekuensi. Semakin tinggi nilai STC, semakin bagus bahan tersebut dalam mereduksi suara Bpanelcom 2009. Untuk memudahkan dalam menentukan besamya penyekatan suara maka didefinisikan suatu besaran angka tunggal Sound Transmission Class yang dilakukan dari pengukuran TL dengan filter 13 oktaf pada rentang frekuensi 125 Hz s.d. 4000 Hz. Nilai STC ditetapkan berdasarkan baku mutu ASTM E 413 tentang Classification for Rating Sound Insulation yang dikeluarkan oleh American Society for Testing and Materials ASTM Deskripsi dari nilai STC adalah sebagai berikut Bpanelcom 2009 : 50 – 60 Sangat bagus sekali, suara keras terdengar lemah atau tidak sama sekali 40 – 50 Sangat bagus, suara terdengar lemah 35 – 40 Bagus, suara keras terdengar tetapi harus lebih didengarkan 30 – 35 Cukup, suara keras cukup terdengar 25 – 30 Jelek, suara normal mudah atau jelas didengar 20 – 25 Sangat jelek, suara pelan dapat terdengar.

2. 6 Bahan Penyerap Suara

Bahan penyerap suara atau absorber suara secara umum telah digunakan sebagai bahan yang diproduksi secara khusus untuk memiliki harga koefisien absorbsi suara yang relatif besar. Material yang telah lama digunakan pada peredam suara jenis ini adalah glasswool dan rockwool yang karena selain harganya mahal juga bersifat toksik. Karena pertimbangan tersebut berbagai bahan penganti material tersebut mulai dibuat. Diantaranya adalah berbagai macam gabus maupun bahan berkomposisi serat. Koizumi 2002, telah mengembangkan bahan peredam suara dari serat bambu yang mutunya bisa sebagus glasswool. Menurut Lewis dan Douglas dalam Himawanto 2007 material akustik dapat dibagi ke dalam tiga kategori dasar, yaitu: 1 material penyerap absorbing material, 2 material penghalang barrier material, 3 material peredam damping material. Pada umumnya material penyerap secara alami bersifat resistif, berserat fibrous, berpori porous atau dalam kasus khusus bersifat resonator aktif. Ketika gelombang bunyi menumbuk material penyerap, maka energi bunyi sebagian akan diserap dan diubah menjadi panas. Besarnya penyerapan bunyi pada material penyerap dinyatakan dengan koefisien serapan α. Material penghalang yang efektif mempunyai sifat dasar umum yaitu massanya padat. Kebanyakan material penghalang yang efektif juga mempunyai derajat redaman internal yang tinggi, yang secara kualitatif dinyatakan dengan nilai kelemasan. Material pereduksi suara biasanya adalah lapisan plastik polimer, logam, epoxy, atau lem yang relatif tipis yang dapat digunakan untuk melapisi suatu benda. Parameter yang digunakan untuk menjelaskan isolasi atau kemampuan menghentikan bunyi adalah koefisien transmisi τ. Koefisien transmisi didefinisikan sebagai perbandingan daya bunyi yang ditransmisikan melalui suatu material terhadap daya bunyi yang datang. Semakin kecil nilai transmisinya, maka semakin bagus sifat isolasinya Himawanto 2007.

2. 7 Kayu Mangium Acacia mangium Willd

Kayu Acacia mangium Willd. termasuk ke dalam family Fabaceae, subfamily Mimosoidea dan ordo Rosales. Kayu ini secara luas di Indonesia sebaran alaminya meliputi Irian Jaya bagian Selatan, Kepulauan Aru Maluku Selatan dan Pulau Seram. Pada tanah yang cukup subur, jenis ini dapat mencapai tinggi 23 meter dengan diameter lebih dari 20 cm pada umur 9 tahun. Ciri umum yang dimiliki kayu Acacia mangium Willd. yaitu: teras berwarna coklat pucat sampai coklat tua, kadang-kadang coklat zaitun sampai coklat kelabu, batasnya tegas dengan gubal yang berwarna kuning pucat sampai kuning jerami. Corak kayu polos atau berjalur-jalur berwarna gelap dan terang bergantian pada bidang radial. Bertekstur halus sampai agak kasar dan merata dengan arah serat biasanya lurus dan kadang-kadang berpadu Mandang dan Pandit 1997. Mandang dan Pandit 1997 menyatakan bahwa kayu Acacia mangium Willd. memilki ciri umum, yaitu: teras berwarna coklat pucat sampai coklat tua, kadang-kadang coklat zaitun sampai coklat kelabu, batasnya tegas dengan gubal yang berwarna kuning pucat sampai kuning jerami. Corak kayu polos atau berjalur-jalur berwarna gelap dan terang bergantian pada bidang radial. Bertekstur halus sampai agak kasar dan merata dengan arah serat biasanya lurus dan kadang- kadang berpadu. Siagian et. al. 1999 menyatakan bahwa bertambahnya umur kayu akasia cenderung menaikkan berat jenis kayu dan kadar pentose dengan nilai berkisar 0,47 – 0,56 dan 16,69 - 17,84. Sedangkan untuk kadar selulosanya 52,12 - 50,53 , kadar lignin 29,81 - 3,44 , dan derajat keasaman 6,7 – 5,7 cenderung menurun.Bertambahnya umur kayu akasia akan memberikan nilai yang fluktuatif buntuk kelarutan dalam air panas 4,74 - 5,50 , kelarutan dalam NaOH 16,25 - 18,94 , kadar abu 0,31 - 0,83 , dan kadar silica 0,06 - 0,467 . Kayu akasia mempunyai berat jenis rata-rata kayu 0,61 0,43 – 0,66 dengan kelas awet III dan kelas kuat II – III. Berdasarkan penelitian Baihaqi 2009 sifat akustik kayu akasia sebagai peredam suara memiliki nilai absorpsi suara sebesar 0,41, koefisien attenuasi sebesar 0,015 cm -1 , sound damping sebesar 0.097 serta acoustic radiation 0,015. Kayu akasia ini dapat digunakan sebagai bahan konstruksi ringan sampai berat, rangka pintu dan jendela, perabot rumah tangga, lantai, papan dinding, tiang, tiang pancang, gerobak dan rodanya, pemeras minyak, gagang alat, alat pertanian, kotak dan batang korek api, papan partikel, papan serat, veneer dan kayu lapis, pulp dan kertas selain itu baik juga digunakan untuk kayu bakar dan arang.

BAB III METODE PENELITIAN