Perbandingan Hujan Efektif HASIL DAN PEMBAHASAN

19 ETo telah direvisi selama dekade terakhir sehingga dihasilkan prosedur komputasi standar oleh para ahli FAO dan kelompok revisi metodelogi FAO mengenai kebutuhan air tanaman yang diterbitkan dalam paper Irigasi dan Drainase no.56.

4.2. Perbandingan Hujan Efektif

Sumber utama pasokan air untuk pertanian dalam memenuhi kebutuhan air irigasi padi adalah curah hujan. Curah hujan bervariasi dipengaruhi topografi dan kondisi iklim pada suatu daerah. Tidak semua curah hujan yang jatuh di permukaan bumi dapat terinfiltrasi ke dalam tanah. Jika intensitas hujan tinggi dibandingkan dengan laju infiltrasi yang terjadi, maka air yang tidak masuk ke dalam tanah akan mengalir sebagai aliran permukaan runoff dan bila lengas tanah telah mencapai kondisi kapasitas lapang, dengan intensitas hujan yang tinggi maka air akan mengalir sebagai perkolasi dalam. Dalam penilaian sumberdaya air, intersepsi sering diabaikan. Intersepsi adalah air yang tertahan yang akan mengalami penguapan kembali ke atmosfer sebelum air tersebut mengalami proses infiltrasi dan menjadi aliran permukaan. Bagian dari curah hujan yang tidak tersedia untuk infiltrasi dan menjadi limpasan ini disebut kehilangan awal initial loss. Pada CROPWAT, hujan efektif ditentukan dengan hujan yang terjadi dikurangi dengan kehilangan awal. Dalam menentukan kehilangan awal dapat digunakan dua persamaan, yaitu persamaan FAO dan USDA. Pada persamaan USDA, kehilangan awal sebanding dengan kuadrat curah hujan bulanan dimana banyaknya curah hujan dianggap sebagai peningkatan kehilangan awal hujan. Pada persamaan FAO, banyaknya curah hujan dianggap penurunan kehilangan awal dengan meningkatnya curah hujan. Hujan efektif adalah bagian dari hujan total yang digunakan oleh akar tanaman selama masa pertumbuhan untuk memenuhi kebutuhan air tanaman. Sesuai dengan yang dijelaskan pada Lampiran 1 dalam menentukan hujan efektif, CROPWAT 8 dan KP-01 menggunakan cara yang berbeda. Pada CROPWAT 8, hujan efektif ditentukan dengan menggunakan hujan andalan FAO dengan peluang terlewati 80 yang menggambarkan kondisi tahun kering. Dalam KP-01 hujan efektif ditentukan dengan peluang hujan terlewati 80 R 80 dan koefisien hujan untuk tanaman padi. Besarnya R 80 dapat ditentukan dengan tiga cara, yaitu pengeplotan data dengan peluang hujan terlewati tahunan 80 kemudian ditentukan peluang hujan bulanannya, pengurutan data dari nilai terbesar hingga terkecil dan penggunaan RAINBOW. Peluang hujan terlewati 80 R 80 yang didapat dari ketiga metode tersebut memiliki variasi nilai yang berbeda. Rata-rata R 80 yang didapat dari RAINBOW menghasilkan nilai yang lebih kecil dibandingkan pengeplotan data dan pengurutan data. Contoh perbandingan R 80 stasiun Darmaga dengan tiga metode tersebut terdapat pada Gambar 4. Perbandingan R 80 pada stasiun lainnya dapat dilihat pada Lampiran 3. Setelah didapatkan besarnya R 80 , maka dapat ditentukan hujan efektif dengan memperhitungkan koefisien hujan tanaman padi 0.7 sesuai dengan ketetapan KP-01. Hujan efektif pada KP-01 memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan hujan efektif pada CROPWAT 8, seperti contoh perbandingan hujan efektif pada stasiun Darmaga pada Gambar 5. Hal ini dikarenakan hujan efektif yang ditentukan dalam KP-01 harus memperhitungkan koefisien hujan untuk tanaman padi dari peluang hujan terlewati 80. Hujan efektif pada CROPWAT 8 memperhitungkan besarnya kehilangan awal akibat intersepsi sesuai dengan ketetapan FAO. Perbandingan hujan efektif pada stasiun lainnya dijelaskan pada Lampiran 4. Hasil hujan efektif dengan KP-01 hanya 42.91 dari hasil perhitungan dengan CROPWAT 8. 20 Gambar 4. Perbandingan R 80 Stasiun Darmaga Gambar 5. Perbandingan Re Stasiun Darmaga

4.3. Perbandingan Pengolahan Tanah