GKII Wilayah Papua 1984-2005

Diakui tenaga-tenaga ahli di bidang HAM, pengetahuan dan wawasan social politik yang lebih luas belum ada dan doktrin teologi CMA yang brsifat rohanisentris. Secara struktur belum ada Depatemen Perdamaian dan Keadilan. Inikah gereja yang sehat. Apakah model gereja seperti ini ialah gereja yang telah menyembuhkan?

C. GKII Wilayah Papua 1984-2005

KINGMI berintegrasi dengan gereja nasional di bawah payung Gereja Kemah Injil Indonesia pada tahun 1984 didorong oleh kepntingan Misionaris Amerika untuk mengurus visa tinggal di Indonesia. Misionaris CMA memberi ancaman kepada ketua Sinode Kingmi Papua Pdt. Yosia Tebay bahwa jika tidak bersedia berintegrasi dengan GKII: 1 Memberhentikan beasiswa bagi mahasiswa Papua yang sedang melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi Teologi Jaffray Makasar Ujung Pandang. 2 Tidak melayani MAF ke daerah-daerah pedalaman. Aspirasi papua Merdeka, Pelanggaran HAM atas warga gereja karena represif militer, kejahatan kemnusiaan diabaikan, pembakaran gereja tidak diperhatikan, penembakan atas para pekerja gereja dibiarkan. HAM dipandang sebagai bagian dari politik. 14 Desember 1988 di Lapangan Mandala Jayapura Dr. Tom Wanggai, MPA Memploklamirkan Kemerdekaan Negara Melanesia Barat. Seterusnya ia diadili didepan pengadilan negeri jayapura dan diberi vonis penjara dan diasingkan di Kalisoso. 18 Maret 1996 demosntrasi dan kerusuhan massal rakyat papua di jayapura karena tewasnya Thomas Wopai Wanggai di Penjara Kalisoso. Mayatnya dikirim ke Jayapura, namun masyarakat Papua belum melihat jasadnya, karena dihalangi militer. Thaun 1996 basis wilayah pelayanan gereja kemah injil Irian Jaya yang meliputi klasisdaerah Mapnduma, geselama, Jila, bela dan Alama diserang militer dengan membakar gereja, menembak pendeta, memperkosa anak gadis, membakar rumah-rumah masyarakat dan kebun-kebun serta membunuh habis ternak piaraan masyarakat. Karena didorong oleh peristiwa penyerangan dan penyisiran militer tersebut maka Dr. Benny Giay bersama-sama dengan pihak GKI dan Katolik mendirikan El-SHAM Papua. Saat itu mahasiswa dari GKII turun demo di depan gedung DPRD Irian Jaya dan bermalam disana selama tiga hari. Sementara itu GKII wilayah Papua mengadakan pengumpulan aksi dana melalui ibadah di gedung sasana krida. Ketua wilayah Papua Pdt. Jhon Gobay yang juga menjabat sebagai penasehat PT. Freeport terbang dengan helicopter bersama TNI-AD ke Jila, Mbela, Alama dan Geselama. Pada 21 Mei 1998 terjadi Reformasi Nasional yang ditandai dengan lengsernya Presiden Soeharto. Orang Papua secara bebas mengekspresikan gerekan kemerdekaan melalui serangkaian aksi pengibaran bendera bintang kejora. Satgas Papua dibentuk. Bendera kejora dikibarkan dengan semangat di berbagai pelosok Tanah Papua. Tahun 1999 di bentuk FORERI untuk memfasilitasi pertemuan yang dikenal dengan Dialog Nasional antara team 100 dan Presiden R.I.B.J.Habibie di istana merdekan Jakarta tanggal 26 Februari 1999. FORERI Forum Rekonsiliasi Rakyat Irian Jaya di ketuai Pdt. Dr.Benny Giay, Ph.D. Delegasi papua yang diketuai oleh Thom Beanal menuju ke Jakarta dan secara bulat team 100 minta Kemerdekaan Politik bagi orang Papua Barat. Tahun 2000 Musyawarah Besar Papua dilaksanakan di Hotel Sentani Indah.Agus Alua,M.Th dan Taha Alhamid ditunjuk sebagai ketua dan sekertaris panitia Kongres Papua ke-2. 29 Mei-3 Juni 2000 Kongres Papua diselenggarakan di gedung Olah Raga Cenderawasih Jayapura. Kongres Papua membahas agenda pokok: 1 Pelurusan Sejarah Papua Barat, 2 Agenda Politik Alat-alat Kenegaraan dan Symbol Politik: Bendera, Lagu Kebangsaan, dll, 3 Konsolidasi Komponen Papua, dan 4 Hak-hak Dasar Rakyat Papua. Di sinilah dibentuk PDP Presidium Dewan Papua yang diketuai oleh Theys Hiyo Eluay. Wakil ketua Tom Beanal. Tahun 2001 untuk mengakhiri pertarungan ideology papua merdeka yang dikobarkan oleh masyarakat semesta papua untuk memisahkan diri dari NKRI melalui mekanisme politik nasional Dialog Nasional dan mekanisme politik internasional melalui Dialog Internasional yang melibatkan PBB sebagai wasit. Serta meminta pengakuan kedaulatan politik Bangsa papua yang sudah diploklamirkan pada 1 Desember 1961. symbol politik bangsa papua barat. Kejora sebagai bendera nasional papua barat. Hai tanahku papua sebagai lagu kebangsaan. One people one soul sebagai adgium politik. Semuanya itu dijawab dengan Undang-Undang Nomor 212001 tentang Otonomi Khusus bagi Propinsi papua di bawah pemerintahan Megawati-Hamka Haz. Gubernur papua pertam yang mennikmati dan mengunakan uang otonomi khusus adalah Drs. Jaap Pervidia Solosa, M.Si. otonomi khusus adalah undang-undang konspirasi politik dan kejahatan global untuk mengeksploitasi dan sebagai mesin pencetak kekerasan dan kejahatan secara rapih dan sistematis. 10 November 2001 Theys hiyo Eluay Ketua Presidium Dewan Papua dibunuh oleh Korps Pasukan khusus Kopasus. Mayatnya ditemukan warga di Koya Koso. Masyarakat membakar sejumlah toko di sentani sebagai bentuk protes. 2 tahu kemudian Pdt. Dr. benny Giay menulis buku “Tanggapan Mayarakat papua terhadap Kematian Theys Hiyo Eluay pada 10 November dan mengadakan acara beda buku di Aula STT I.S.Kijne. Pasca kematian Theys Hiyo Eluay seluruh gerekan aksi massa yang meminta kemerdekaan mati. Kelompok angkatan muda mulai bersuara sejak 2005. 7 Desember 2000 aparat kepolisian dari kesatuan brimob papua dan polresta jayapura menyerang pemukiman warga pegunungan tengah di jayapura dan asrama-asrama mahasiswa. Dari penyerangan tersebut menyebabkan terjadinya pelanggaran HAM berat. Kasus tersebut disidangkan di Makasar pada 7-8 Maret 2005 melalui pengadilan Ham berat berdasarkan UU No. 26 tahun 2000. Para pelaku yakni Jonny Wainal Usman Kasat Brimob Irja dan Drs.Daud Sihombing Kapolresta Jayapura sebagai tersangka diberi vanis bebas. Tahun 2002 konferensi wilayah ke 7 di Nabire, Biro Perdamaian dan Keadilan dibentuk. Pdt.Geradus Adii, M.Div terpilih sebagai ketua wilayah. Pemilihan ketua wilayah pada saat itu disinyalir ada unsure money politik. Dalam Rapat Kerja GKII Wilayah Papua 2003 di Kam Key Aepura disepakati kembali ke Sinode Papua. Namun Rakernas GKII di Manado menolak ide kembali ke Kingmi Papua. 20 Juni 2005 Pdt.Geradus Adii,M.Div meninggal dunia. Benih konflik menyebar sampai ke serabut gereja yang paling dalam sekalipun. Terjadi ketegangan antara Pusat di Jakarta dengan Gereja Kingmi Papua. Konflik antar warga gereja di Papua tumbuh dengan subur. Juli 2005 Pdt. Paksoal Ketua GKII Pusat menertbitkan surat keputusan pengangkatan Pdt.Jhon Gobay, S.Th sebagai carateker ketua wilayah GKII Papua dengan memberhentikan Pdt. Seblum Karubaba sebagai ketua wilayah Papua . ibadah pelantikan dilaksanakan di gereja GKII Ebenhaeser Sentani. Massa Kingmi berdemonstrasi menolak keabsaan SK tersebut. Pemilu 2005 banyak pendeta melibatkan diri dalam Partai Politik dan hendak menjadi anggota Legislatif. Ada tiga kelompok pandangan teologi politik yang berkembang dalam merumuskan keterlibatan Pendeta dalam Legislatif. Kelompok pertama yang menganut teologi Hak Asasi Manusia berpandangan bahwa keabsahan hak berpolitik seseorang adalah mutlak. Tuhan mengaruniakan kebebasan kepada siapa saja untuk memilih dan menentukan arah dan tujuan hidup. Menjadi legislative adalah haka setiap warga Negara tanpa memandang status, profesi yang melekat pada manusia sebagai son politikon manusia adalah mahkluk yang berpolitik. Kelompok kedua menganut Teologi Kristen Radikal. Kelompok ini mengklaim bahwa Pendeta adalah pelayan Tuhan di gereja dalam peribadatan suci tidak perlu mencemarkan diri dalam dunia politik. Politik sekuler harus dijauhkan dari kehidupan pelayanan suci. Politik dan gereja adalah bedah. Kelompok ketiga, kelompok pendeta Liberalis. Kelompok ini memandang politik yang cemar perlu di garami dan diterangi dengan ajaran Kristus. Pendeta yang mempunyai ketahanan iman akan membawa nilai-nilai baru dalam menerangi lembaga legislative yang kehilangan kekuatan kebenaran. 31 Oktober 2005 Majelis Rakyat Papua dilantik oleh menteri dalam negeri pemerintah NKRI. Tahun 2005 semangat perjuangan papua barat dikumandangkan kembali secara berkobar- kobar oleh kelompok-kelompok mahasiswa. Aksi demonstrasi missal yang dipelopori oleh organ-organ masyarakat papua mulai bertumbuh. Organ-organ yang dibentuk mempelopori gerakan kemerdekaan: Parlemen Jalanan Papua, Front Persatuan Perjuangan Rakyat papua barat Front-Pepera, Solidaritas mahasiswa papua SONAMAPA, Asosiasi Mahasiswa Pegunungan tengah Indonesia AMPTPI, Aliansi Mahasiswa Papua, Koalisi Rakyat Sipil Papua, FNMP, Komite Mahasiswa Papua, FPNDPB, Komite Nasional Papua Barat KNPB. Juli 2005 dua orang anggota Kongres Ameriks Serikat Donald Payne dan Enny Valeomavaega menyatakan dukungan terhadap Pergerakan Politk Papua ke dalam NKRI melalui PEPERA 1969, hal itu dituding tidak demokratis sehingga perlu ditinjau kembali. Referendum ialah solusi bagi Papua. Perjuangan kedua anggota konggres tersebut melahikan Rancangan Undang-Undang H.R.2601, yang selanjutnya akan di bahas di tingkat Senat Amerika. Atas dasar kondisi dan eskalasi politik tersebut pada 4 Agustus 2005 di Jayapura dibentuk sebuah Badan “ Koalisi Nasional Bagi Papua Barat” West Papua For National Coalization. Badan ini akan mengakomodir semua komponen perwakilan masyarakat, faksi-faksi perjuangan yang bertujuan memerdekakan bangsa Papua. Badan ini akan menghimpun tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan tokoh pemuda dan seterusnya. Bandan ini dibentuk dalam rangkah mengkaunter orang papua, baik yang ada dalam negari seperti pejabat-pejabat pemerintah yang ada di tingkat propinsi, pusat atau kelompok masyarakat lainnya yang hendak menjadikan kendaraan demi kepentingan kekuasaan Indonesia untuk berbicara diluar negeri tentang ststus Papua tanpa mendapat dukungan atau izin dari KNBPB. Atau orang Papua dan orang asing lainnya yang berada di luar negeri untuk berbicara. 6 Agustus 2005 Tokoh-tokoh agama Papua diantaranya: Leo Laba Ladjar OFM Uskup Jayapura, Drs. Husein Dg Zubaer MUI, Pdt.Herman Saud, M.Th Ketua Sinode GKI di Tanah Papua, Pandita Arya Bohdi Jasmani Sekertaris Budahyana Provinsi Papua, dan Drs. I Wayan Sudha Ketua Parisada Hindu Dharma Propinsi Papua mengadakan konfrensi pers di kantor Keuskupan Jayapura menyikapi keberadaan RUU HR 2601. mereka menyatakan kesepakatan bersama bahwa: Jaga Papua Tanah Damai. 31 Agustus 2005 Dr. Naokh Nawipa memberikan seminar tentang kekerasan dalam pendidikan teologi di tanah Papua. Kekerasan yang ditampilkan berpijak pada teori Johan Galtung dan Dom Helder Camara tentang Spiral Kekerasan. 14 november 2005 Sekolah Tinggi Teologi Walter Post bekerja sama dengan Persekuatuan gereja-Gereja Baptis Papua menyelenggarakan seminar beda buku yang ditulis Pdt. Sofyan Yoman yang berjudul “ Orang Papua Bukan Separatis, Makar dan OPM dan Penentuan Pendapat rakyat PEPERA 1969 Tidak Demokratis. Acara beda buku dan seminar ini dilaksanakan dalam rangka menyambut peluncuran buku Penelusuran Sejarah Papua yang ditulis oleh Prof. dr. Drooglever di negeri Belanda. Tampil sebagai pembeda buku: Aloysius Renwarin, SH, Dr. Benny Giay, Sofyan Yoman. Dr. Noakh Nawipa bertindak sebagai moderator dan Dominggus Pigay sebagai notulis. Peluncuran buku ini dilaksanakan di aula STT Walter Post Jayapura. 15 Februari 2005 Prof. Dr. Drooglever meluncurkan buku tentang Pelurusan Sejarah Papua. Dilapangan Trikora Abepura Bnedera Aliansi Mahasiswa Papua dan Front PEPERA berkibar. Mereka melakukan demonstrasi damai dengan orasi-orasi. 16 Maret 2006 Abepura berdarah. Empat orang aparat milter tewas dalam aksi demonstrasi mahasiswa yang menuntut Perusahan PT.Freeport ditutup. Dampak peristiwa itu menyebabkan banyak mahasiswa lari kehutan-hutan dan Selfius Bobii beserta teman- temannya ditangkap dan dipenjarakan. Inikah gereja yang telah menjadi Gereja Penyembuh?

D. Kingmi Getah Otonomi Khusus