Peramalan Kecepatan Angin Bulanan Di Medan Berdasarkan Tekanan Udara Dengan Fungsi Transfer

(1)

PERAMALAN KECEPATAN ANGIN BULANAN DI MEDAN BERDASARKAN TEKANAN UDARA DENGAN FUNGSI TRANSFER

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh Ahli Madya

YUSRINA BATUBARA 072407019

PROGRAM STUDI D-III STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

(3)

PERSETUJUAN

Judul : PERAMALAN KECEPATAN ANGIN BULANAN DI MEDAN BERDASARKAN TEKANAN UDARA DENGAN FUNGSI TRANSFER

Kategori : TUGAS AKHIR

Nama : YUSRINA BATUBARA

Nomor Induk Mahasiswa : 072407019

Program Studi : DIPLOMA (D3) STATISTIKA Departemen : MATEMATIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di Medan, Mei 2010

Diketahui

Departemen Matematika FMIPA USU Pembimbing 1 Ketua,

Dr. Saib Suwilo, M.Sc Drs. Marwan Harahap, M.Eng NIP. 19640109 198803 1 004 NIP. 19461225 197403 1 001


(4)

PERNYATAAN

PERAMALAN KECEPATAN ANGIN BULANAN DI MEDAN BERDASARKAN TEKANAN UDARA DENGAN FUNGSI TRANSFER

TUGAS AKHIR

Saya mengakui bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Mei 2010

YUSRINA BATUBARA 072407019


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini tepat pada waktunya. Kemudian seiring shalawat dan salam penulis ucapkan kepada junjungan nabi Muhammad SAW yang membawa umatnya ke jalan yang benar dan kesejahteraan hidup.

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan terimakasih atas petunjuk dan bimbingan yang berharga yang telah diberikan kepada penulis sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Maka dengan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Drs. Marwan Harahap, M.Eng. sebagai pembimbing Saya pada penyelesaian Tugas Akhir ini yuang telah memberikan panduan dan penuh kepercayaan kepada saya untuk menyempurnakan Tugas Akhir ini.

2. Bapak Dr. Eddy Marlianto, M.Sc, selaku Dekan FMIPA USU. 3. Bapak Dr. Saib Suwilo, M.Sc, selaku ketua Departemen Matematika. 4. Bapak Drs. Suwarno Ariswoyo, M.Si, selaku Ketua jurusan Statistika.

5. Ayahanda Sangkot Sahruddin Batubara, Spd. dan Ibunda tercinta Nur Jamilah lubis, yang membesarkan dan mendidik penulis dengan penuh kasih sayang dan cinta dari kecil hingga saat ini memberi motivasi dan restu serta materi yang tak ternilai dengan apapun, teristimewa buat saudara-saudaraku tercinta ( D’ijah, D’Hamdan) terima kasih telah membantu dan menjadi penopang setiap langkahku.

6. Untuk Zulham terima kasih telah memberikan bantuan dan memberikan semangat serta motivasi, Untuk sahabatku, Ilva octaviana Dewi Nasution, Prima jana AS, Tongku Hasibuan, Kiki fajri terima kasih telah membantu dan memahamiku selama ini.

Atas segala bantuan dan budi baik semua pihak penulis ucapkan terima kasih, semoga Allah SWT memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Amin ya rabbal’alamin.

Akhirnya penulis berharap semoga Tugas Akhir ini dapat memberikan mamfaat kepada semua pihak yang memerlukan.


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Daftas Isi v

Daftar Tabel vi

Daftar Gambar vii

BAB 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 3

1.3 Batasan Masalah 4

1.4 Tujuan Penelitian 4

1.5 Kontribusi Penelitian 5

1.6 Tinjauan Pustaka 5

1.7 Metode Penelitian 7

1.8 Sistematika Penulisan 9

BAB 2 Landasan Teori

2.1 Peramalan 11

2.2 Peranan Teknik Peramalan 12

2.3 Jenis-jenis Peramalan 12

2.3.1 Peramalan Kualitatif 13

2.3.2 Peramalan Kuantitatif 13

2.4 Pemilihan Teknik dan Metode Peramalan 14 2.5 Kestasioneran Data Deret Berkala 17

2.5.1 Pembedaan (Diffrencing) 17

2.6 Koefisien Autokorelasi 18

2.7 Koefisien Autokorelasi Parsial 19

2.8 Model Regresi Diri (AR) 20

2.9 Model Rataan Bergerak (MA) 20

2.10 Model Campuran AR dan MA 21

2.11 Model Fungsi Transfer 22

2.12 Tahapan Pembentukan Model Fungsi Transfer 25 2.12.1 Mempersiapkan Deret Input dan Output 25 2.12.1.1 Pemutihan Deret Input ( xt ) 26 2.12.1.2 Pemutihan Deret Output ( yt ) 26 2.12.1.3 Perhitungan Korelasi Silang dan Korelasi Diri 27 2.12.1.4 Pendugaan Langsung Bobot Respons Impuls 28 2.12.1.5 Penetapan Parameter (r,s,b) 29 2.12.1.6 Penaksiran Awal Deret Gangguan ( nt ) 30 2.12.1.7 Penetapan (Pn, qn) untuk Model ARIMA (Pn, qn)

dari Deret Gangguan ( nt ) 31 2.12.2 Penaksiran Parameter-Parameter Model 31


(7)

2.12.2.1 Pendugaan Awal Parameter Model 31 2.12.2.2 Penaksiran Akhir Parameter Model 32 2.12.3 Pemeriksaan Diagnostik Model 32 2.12.4 Peramalan dengan Model Transfer 33 BAB 3 Analisa dan Evaluasi

3.1 Studi Kasus 34

3.2 Analisis Plot Data Awal 36

3.3 Identifikasi Bentuk Model 39

3.3.1 Memeriksa Kestasioneran Data 39

3.3.2 Pengecekan Model 46

3.3.2.1 Pemeriksaan Sisaan 46

3.4 Pemutihan Deret Input (αt ) 47 3.5 Pemutihan Deret Output (βt ) 49 3.6 Pendugaan Korelasi Silang dan Korelasi Diri 51

3.6.1 Korelasi Silang 51

3.6.2 Korelasi Diri 52

3.7 Pendugaan Langsung Bobot Impuls 55

3.8 Penetapan (r,s,b) untuk Model Fungsi Transfer 56

3.9 Pengamatan Awal Deret Noise 57

3.10 Penaksiran Parmeter-parameter ModelFungsi Transfer 60 3.10.1 Taksiran awal Parameter Model 60 3.10.2 Taksiran akhir Parameter Model 61

3.11 Pemeriksaan Diagnostik Model 62

3.11.1 Analisis nilai sisa (residu) at 64 3.12 Peramalan dengan Fungsi Transfer 66 BAB 4 Kesimpulan dan Saran

4.1 Kesimpulan 67

4.2 Saran 68

Daftar Pustaka 69


(8)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1 Data Kecepatan Angin Bulan Januari 2005 – Bulan

Desember 2009 34

Tabel 3.2 Data Kecepatan Angin Bulan Januari 2005 – Bulan

Desember 2009 35

Tabel 3.3 Pembedaan Pertama Deret Input ( X t ) 39 Tabel 3.4 Data Hasil Transformasi Logaritma 41 Tabel 3.5 Pembedaan Pertama dari Data Transformasi 42 Tabel 3.6 Nilai-nilai Autokorelasi dan Autokorelasi Parsial Data Hasil

Deret Input ( xt ) 44

Tabel 3.7 Pemutihan Deret Input 48

Tabel 3.8 Pemutihan Deret Output ( βt ) 49 Tabel 3.9 Analisis Lengkap Korelasi Silang 51 Tabel 3.10 Autokorelasi Pemutihan Deret Input 53 Tabel 3.11 Autokorelasi Pemutihan Deret Output 53 Tabel 3.12 Pendugaan Langsung Bobot Impuls 55 Tabel 3.13 Perkiraan Awal Deret Komponen Gangguan Noise 57 Tabel 3.14 Gugus Residu Akhir ( at ) 62 Tabel 3.15 Korelasi Silang Dari Gugus Residu ( at ) dengan Pemutihan


(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 3.1 Plot Tekanan Udara Kota Medan Tahun 2005 – 2009 36 Gambar 3.2 Autokorelasi Tekanan Udara Kota Medan Tahun 2005 – 2009 36 Gambar 3.3 Autokorelasi Parsial Tekanan Udara Kota Medan

Tahun 2005 – 2009 37

Gambar 3.4 Plot Kecepatan Angin Kota Medan Tahun 2005 – 2009 37 Gambar 3.5 Autokorelasi Kecepatan Angin Kota Medan

Tahun 2005 – 2009 38

Gambar 3.6 Autokorelasi Parsial Kecepatan Angin Kota Medan

Tahun 2005 – 2009 38

Gambar 3.7 Plot Tekanan Udara Menggunakan Pembedaan Pertama 40

Gambar 3.8 Autokorelasi Tekanan Udara 44

Gambar 3.9 Autokorelasi Parsial Tekanan Udara 45 Gambar 3.10 Plot Autokorelasi Sisaan Model 47 Gambar 3.11 Korelasi Silang Pemutihan Deret Input dan Output 52 Gambar 3.12 Autokorelasi Pemutihan Deret Input 54 Gambar 3.13 Autokorelasi Pemutihan Deret Output 55 Gambar 3.14 Plot Deret Noise ( nt ) Awal 58 Gambar 3.15 Autokorelasi Noise ( nt ) Awal 59 Gambar 3.16 Autokorelasi Parsial Noise ( nt ) Awal 59 Gambar 3.17 Plot Gugus Residu ( at ) 63 Gambar 3.18 Autokorelasi Gugus Residu ( at ) 64 Gambar 3.19 Autokorelasi Parsial Gugus Residu ( at ) 64


(10)

(11)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Di Indonesia meteorologi diasuh dalam Badan Meteorologi dan Geofisika di Jakarta yang sejak tahun enam puluhan telah diterapkan menjadi suatu direktorat perhubungan udara. Direktorat tersebut bertugas mengadakan penelitian dan pelayanan meterologi dan geofisika yang salah satu bidangnya adalah iklim.

Iklim merupakan kebiasaan alam yang digerakkan oleh gabungan beberapa unsur yaitu radiasi matahari, temperatur, kelembaban, curah hujan, suhu udara, tekanan udara dan angin. Unsur-unsur itu berbeda pada tempat yang satu dengan tempat yang lainnya. Perbedaan itu disebabkan karena ketinggian tempat, garis lintang, tekanan, arus laut, dan permukaan tanah.

Pengaruh timbal balik antara faktor tersebut akan menentukan pola yang diperlihatakan oleh unsur. Tetapi sebaliknya, unsur-unsur tersebut pada suatu batas tertentu akan mempengaruhi faktor juga,sehingga keadaan cenderung untuk melanjutkan proses timbal balik tadi. Batas pola yang ditentukan itu umumnya stabil. Terjadinya penyimpangan tidak dapat dihindaripada proses tersebut. Penyimpangan yang dimaksud sesungguhnya merupakan pengecualian yang harus diperhatikan,


(12)

Sebagai contoh angin dengan kecepatan yang tinggi akan mengakibatkan masalah seperti angin bahorok, puting beliung, dan lain-lain.

Penyimpangan tesebut dapat menimbulkan bencana baik bagi manusia, ternak, tumbuh-tumbuhan, seperti halnya penyimpangan yang ditimbulkan akibat banjir, angin puting beliung,badai,Kekeringan, dan sebagainya.

Iklim beserta unsurnya adalah hal penting untuk diperhatikan dan dipelajari dengan sebaik-baiknya, karena pengaruhnya sering menimbulkan masalah yang berat bagi manusia serta makhluk hidup lainnya. Masalah tersebut merupakan tantangan bagi manusia karena harus berusaha untuk mengatasinya dengan menghindari atau memperkecil pengaruh yang tidak menguntungkan kehidupan manusia.

Tekanan udara didefenisikan sebagai berat dari suatu kolom udara sebenarnya pengaruh langsung perubahan tekanan udara terhadap kehidupan makhluk adalah kecil sekali. Perubahan tekanan udara lebih berpengaruh terhadap pergerakan angin dan angin inilah yang lebih penting sebagai pengendali iklim secara langsung, terutama dalam pengaruhnya terhadap penguapan, suhu, dan curah hujan. Dengan demikian angin (dan juga tekanan udara) menjadi unsur dan pengendali iklim yang sangat penting bagi kehidupan makhluk di bumi, karena perananya sebagai penentu dalam penyebaran curah hujan.

Perubahan tekanan udara akan menyebabkan perubahan kecepatan dan arah angin perubahan ini akan membawa pula pada perubahan suhu dan curah hujan yang pada umumnya sangat menentukan sifat-sifat iklim dan cuaca suatu arah. Angin yang bergerak dari arah yang berlawanan mempunyai pengaruh yang besar terhadap iklim


(13)

karna perbedaan suhu yang disebabkan; san angin yang berasal dari lautan atau melewati laut pada sebagian besar perjalanannya akan lebih banyak mendatangkan hujan karena uap air yang dibawanya. Dengan demikian penyebaran curah hujan diseluruh permukaan bumi berhubungan sangat erat dengan tekanan udara dan angin.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti apakah tekanan udara mempunyai pengaruh terhadap kecepatan angin pada bulan Januari 2010 berdasarkan data dari bulan Januari 2005 sampai dengan Desember 2009, dan berusaha menetapkan model peramalannya.maka penulis memilih judul

“PERAMALAN KECEPATAN ANGIN BULANAN DI

MEDAN BERDASARKAN TEKANAN UDARA DENGAN FUNGSI TRANSFER”.

1.2. Perumusan Masalah

Tekanan udara akan terjadi secara priodik maka diasumsikan analisis yang tepat adalah metode analisis deret waktu, dan untuk mengetahui hubungan antara tekanan udara dengan kecepatan angin analisis yang digunakan adalah metode regresi linier berganda. Jadi metode yang tepat untuk perilaku data seperti ini adalah metode fungsi transfer, yaitu penggabungan antara metode kausal dan deret waktu. Selanjutnya masalah tersebut dirumuskan dalam sejumlah pertanyaan – pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh Tekanan Udara terhadap kecepatan angin bulanan di Medan


(14)

2. Bagaimana model peramalan yang dihasilkan oleh fungsi transfer, sesuai data tekanan udara dan kecepatan angin pada bulan januari 2005 sampai dengan desember 2009.

1.3. Batasan Masalah

Untuk membuat arah yang jelas dan tidak menyimpang dari pokok bahasan maka penulis membatasi masalah yang akan dibahas dalam Tugas Akhir ini yaitu masalah pengaruh tekanan udara terhadap kecepatan angin di Medan, data yang digunakan adalah data Kecepatan Angin dan tekanan udara tahun 2005 – 2009 dari Badan Meterologi dan Geofisika, Stasiun Sampali Medan, dan metode yang digunakan adalah metode fungsi transfer.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Menerapkan metode analisis fungsi transfer untuk melihat pengaruh tekanan udara terhadap kecepatan angin bulanan di kota Medan.

2. Menduga model peramalan kecepatan angin bulanan yang berkenaan dengan tekanan udara dengan fungsi transfer, sesuai data tekakan udara dan kecepatan angin pada bulan januari 2005 sampai dengan desember 2009?


(15)

1.5. Kontribusi Penelitian

Perubahan tekanan udara akan menyebabkan perubahan kecepatan dan arah angin perubahan ini akan membawa pula pada perubahan suhu dan curah hujan yang pada umumnya sangat menentukan sifat-sifat iklim dan cuaca suatu arah.

Dalam dunia pertanian ada angin yang tidak menguntungkan karena dapat melayukan tanaman . Angin itu terjadi karena udara yang mengandung uap air membentur pegunungan atau gunung yang tinggi sehingga angin akan bersifat kering dan panas. Penganalisaan dengan menggunakan metode transfer diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan bermanfaat bagi pihak instansi (BMG), PERUMKIM, penerbangan, peternakan, perkebunan untuk memberikan gambaran di waktu yang akan datang.

1.6. Tinjauan Pustaka

ARIMA dikembangkan oleh Box-Jenkins sehingga disebut ARIMA Box-Jenkins. Metode ini merupakan gabungan dari metode penghalusan, metode regresi dan metode dekomposisi. Metode ini banyak digunakan untuk peramalan harga saham harian, penerimaan, penjualan, tenaga kerja, dan variabel runtun waktu lainnya. Model runtun waktu ini biasanya digunakan bila hanya sedikit yang diketahui mengenai variabel-variabel independen yang dapat digunakan untuk menjelaskan variabel utama (dependent) yang diminati, tetapi model ini juga digunakan bila datanya tersedia dalam jumlah yang cukup besar sehingga membentuk runtun waktu yang cukup panjang.


(16)

(17)

Dalam meramalkan kecepatan angin, penulis menggunakan metode Box – Jenkins fungsi transfer. Model – model Autoregresive/Moving Average (ARIMA) telah dipelajari secara mendalam oleh George Box dan Gwilyn Jenkins (1976), dan nama mereka sering disinonimkan dengan proses ARIMA yang diterapkan untuk analisis deret berkala, peramalan dan pengendalian.

Box dan Jenkins secara efektif telah berhasil mencapai kesepakatan mengenai informasi relevan yang diperlukan untuk memahami dan memakai model – model ARIMA untuk deret berkala univariat, sedangkan fungsi transfer digunakan untuk deret berkala multivariat.

Pada dasarnya ada dua model linier dari metode Box Jenkins, yaitu model linier untuk deret statis (Stasionery Series) dan model linier untuk deret data yang tidak statis (Nonstasionery Series). Model – model linier ini untuk deret data yang yang tidak mengunakan teknik penyaringan (filtering) untuk deret waktu, yaitu ARIMA (Auto Regressive Moving Average) untuk suatu kumpulan data. Sedangkan untuk model yang tidak statis menggunakan ARIMA (Autoregressiv-Integrated- Moving-Average)

.

Model multivariat (fungsi transfer) menggabungkan beberapa karakteristik dari model – model ARIMA univariat dan beberapa karakteristik analisis regresi berganda, maka apa yang dibicarakan sebenarnya adalah metode yang menggabungkan pendekatan deret berkala dengan pendekatan kausal. Tujuan pemodelan fungsi transfer adalah untuk menetapkan model yang sederhana, yang menghubungkan Y t (output) dengan X t (Input) dan N t (gangguan). Tujuan utama pemodelan ini


(18)

adalah untuk menetapkan peranan indikator penentu (leading indicator) deret input dalam rangka menetapkan deret output. Model fungsi tranfer merupakan pengembangan dari model ARIMA satu peubah (univariat). Jika deret berkala Yt berhubungan dengan satu atau lebih deret berkala lain X t maka dapat dibuat suatu model berdasarkan informasi deret berkala X t untuk menduga nilai Y t model yang

dihasilkan disebut fungsi transfer (Makridarkis, 1983).

Metode analisis deret berkala Box – Jenkins fungsi transfer terdiri dari empat tahap utama. Tahap pertama disebut tahap identifikasi yang meliputi identifikasi model. Tahap ini dapat dilakukan dengan melihat fungsi autokorelasi dan autokorelasi parsial. Tahap kedua adalah menduga parameter model atau disebut tahap pendugaan. Tahap ketiga adalah diagnosa untuk melihat apakah model sudah tepat atau belum. Tahap keempat adalah peramalan berdasarkan model yang di dapat.

1.7. Metode Penelitian

Peramalan adalah memperkirakan apa yang terjadi pada masa yang akan datang. Metode peramalan adalah cara memperkirakan secara kuantitatif apa yang akan terjadi dimasa depan, berdasarkan data relevan pada masa lalu.

Metode yang digunakan dalam Tugas Akhir ini adalah metode peramalan dengan menggunakan fungsi transfer, adapun langkah–langkah yang dilakukan sebelum data akan diramalkan dengan fungsi transfer, sebagai berikut :


(19)

1 2 p

2 s

2 r

2.1 Memeriksa kestasioneran data 2.2 Pemutihan deret input

2.3 Pemutihan deret output

2.4 Perhitungan korelasi silang dan auto korelasi dari deret input dan output yang telah diputihkan.

2.5 Pendugaan langsung bobot respons impuls. 2.6 Penetapan (r,s,b) untuk model fungsi transfer.

y t = ω(B)

δ(B) x t b +

θ(B)

a

φ(B) t Dengan :

ω(B) = ω0 - ω1 B - ω2 B - …- ω0 B

δ(B) = 1 - δ1 B - δ2 B - … - δr B θ(B) = 1 - θ B - θ B 2- … - θ B p

y t = Nilai Y t yang telah ditransformasikan dan dibedakan

x t = Nilai X t yang telah ditransformasikan dan dibedakan r,s,p,q dan b = Konstanta

Fungsi

ν

(B) merupakan rasio dari fungsi ω(B) dan δ(B) dan akan mempunyai jumlah suku yang tak terhingga, sehingga akan terdapat bobot v yang tak terhingga jumlahnya. Nilai b menyatakan bahwa y t tidak dipengaruhi oleh nilai x t sampai periode t+b atau (y t = θ x t + θ x t +1 + θ x t +2 + ...+ ω0 x t b ), s menyatakan untuk beberapa lama deret output (y) secara terus menerus dipengaruhi oleh nilai – nilai baru dari deret input (x), atau y dipengaruhi oleh (x t b , x t b 1 , ... , x t b s ) dan r menyatakan bahwa y t berkaitan dengan nilai – nilai sebelumnya sebagai berikut :


(20)

y dipengaruhi oleh (y t 1 , y t 2 , y t 3 , . . . , y t x ). 2.7. Penaksiran awal deret gangguan ( n t )

2.8. Penetapan ( P n , q n ) untuk model ARIMA (P n , 0, q n ) dari deret gangguan (n t ).

3. Penaksiran parameter – parameter model fungsi transfer 3.1. Penaksiran awal parameter model

3.2. Penaksiran akhir parameter model 4. Pemeriksaan diagnostik model

4.1. Perhitungan autokorelasi dari nilai sisa model (r,s,b)

4.2. Perhitungan korelasi silang nilai sisa model (r,s,b) dengan deret gangguan yang telah diputihkan

5. Peramalan dengan model fungsi transfer.

1.8. Sistematika Penulisan

Penulisan Tugas Akhir ini disusun secara sistematis didalamnya dikemukakan beberapa hal, dimana setiap bab seperti yang tercantum dibawah :

BAB 1 : PENDAHULUAN

Menjelaskan latar belakang masalah, perumusan masalah, tinjauan pustaka, tujuan penelitian, kontribusi penelitian, dan sistematika penulisan.


(21)

BAB 2 : LANDASAN TEORI

Menjelaskan uraian teoritis tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah Tugas Akhir.

BAB 3 : ANALISA DAN EVALUASI Menyajikan pembahasan dan hasil penelitian

BAB 4 : KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini penulis memberikan beberapa kesimpulan dan saran sesuai dengan hasil analisis yang dilakukan.


(22)

(23)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Peramalan

Peramalan adalah kegiatan memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Ramalan adalah suatu situasi atau kondisi yang diperkirakan akan terjadi pada masa yang akan datang. Metode peramalan adalah cara memperkirakan secara kuantitatif apa yang akan terjadi pada masa depan, berdasarkan data yang relevan pada masa lalu.

Dalam rangka usaha untuk melihat dan mengkaji situasi dan kondisi masa depan harus dilakukan peramalan, oleh karena itu perlu diperkirakan atau diramalkan situasi apa dan kondisi bagaimana yang akan terjadi pada masa depan. Efektif tidaknya suatu rencana yang disusun sangat ditentukan oleh kemampuan para penyusunnya untuk meramalkan situasi dan kondisi pada saat rencana itu dilaksanakan. Oleh karena eratnya kaitan antara perencanaan dan peramalan, maka dapat dilihat bahwa dalam penyusunan rencana, sebenarnya telah terlihat masalah peramalan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peramalan merupakan dasar untuk penyusunan rencana.


(24)

Kegunaan dari peramalan terlihat pada saat pengambilan keputusan. Keputusan yang baik adalah keputusan yang didasarkan atas pertimbangan apa yang akan terjadi pada waktu keputusan itu dilaksanakan. Apabila kurang tepat ramalan yang kita susun, maka kurang baik keputusan yang kita ambil.

2.2 Peranan Teknik Peramalan

Dengan adanya sejumlah besar metode peramalan yang tersedia, maka masalah yang timbul bagi para praktisi adalah memahami bagaimana karakteristik suatu metode peramalan akan cocok bagi situasi pengambilan keputusan tertentu. Sering terdapat senjang waktu (time lag) antara kesadaran akan peristiwa atau kebutuhan mendatang dengan peristiwa itu sendiri. Adanya waktu tenggang (lead time) itu merupakan suatu alasan bagi perencanaan dan peramalan. Jika waktu tenggangnya ini nol atau sangat kecil, maka perencanaan tidak perlukan dan jika waktu tenggang ini panjang sedangkan hasil peristiwa akhir tergantung pada faktor-faktor yang dapat diketahui, maka perencanaan dapat memegang sebagai peranan yang penting untuk mengambil keputusan.

2.3 Jenis-jenis Peramalan

Pada umumnya peramalan dapat dibedakan dari beberapa segi tergantung dari cara melihatnya. Berdasarkan sifatnya peramalan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam yaitu peramalan kualitatif dan peramalan kuantitatif.


(25)

2.3.1 Peramalan kualitatif

Peramalan kualitatif merupakan peramalan yang didasarkan atas data kualitatif pada masa lalu. Hal ini penting karena hasil peramalan tersebut ditentukan berdasarkan pemikiran yang bersifat intuisi, pendapat dan pengetahuan serta pengalaman penyusunnya.

2.3.2 Peramalan Kuantitatif

Peramalan kuantitatif merupakan peramalan yang didasarkan atas data kuantitatif pada masa lalu. Hasil peramalan yang dibuat sangat tergantung pada metode yang dipergunakan dalam peramalan tersebut. Baik tidaknya metode yang digunakan ditentukan oleh perbedaan antara penyimpangan hasil ramalan dengan kenyataan yang terjadi. Peramalan kuantitatif hanya dapat digunakan apabila terdapat tiga kondisi sebagai berikut :

1. Menganalisa data masa lalu.

2. Menentukan metode yang dipergunakan.

3. Memproyeksikan data yang lalu dengan menggunakan metode yang akan dipergunakan dan mempertimbangkan adanya beberapa faktor perubahan. Metode peramalan kuantitatif dibagi atas dua bagian yaitu :

a. Analisa deret berkala (time series), yang berdasarkan hasil ramalan yang disusun atas pola hubungan antara variabel yang dicari dengan variabel waktu yang mempengaruhinya. Analisa deret berkala ini mancakup :

• Metode Pemulusan (Smoothing)


(26)

• Metode Variasi Musiman

b. Metode kausal yaitu peramalan yang mengamsusikan bahwa faktor yang diramalkan sebab akibat dengan satu atau lebih variabel bebas. Metode ini berdasarkan hasil yang disusun atas pola hubungan antara variabel yang dicari dengan variabel-variabel yang mempengaruhinya yang bukan waktu.

• Metode Regresi dan Korelasi

• Metode Ekonometrik

• Metode Input-Output

2.4 Pemilihan Teknik dan Metode Peramalan

Penggunaan peramalan dalam pengambilan keputusan oleh setiap pimpinan, baik pimpinan perusahaan maupun pimpinan organisasi pemerintah merupakan hal yang sangat penting. Demikian pula seorang peneliti sering menggunakan peramalan dalam penelitian yang dilakukan, akaan tetapi perlu adanya pedoman yang dapat dipergunakan untuk memilih teknik dan metode peramalan yang tepat untuk suatu situasi tertentu.

Dalam pemilihan teknik-teknik dan metode peramalan, pertama perlu diketahui ciri-ciri penting, yang perlu diperhatikan untuk pengambilan keputusan dan analisa keadaan dalam mempersiapkan peramalan.


(27)

Adapun enam faktor utama yang dapat diidentifikasikan sebagai teknik dan metode peramalan, yaitu :

1. Horison waktu

Merupakan pemilihan yang didasarkan atas jangka waktu permalan yaitu : a. Peramalan yang segera dilakukan dalam waktu kurang dari satu bulan b. Peramaln jangka pendek dengan waktu antara satu sampai tiga bulan c. Peramalan jangka menengah dengan waktu antara tiga bulan sampai

dua tahun

d. Peramalan jangka panjang dengan waktu dua tahun ke atas 2. Pola Data

Salah satu dasar pemilihan metoda permalan adalah dengan memperhatikan pola data yang diramalkan. Ada empat jenis pola data mendasar yang terdapat dalam suatu dereran data yaitu :

a. Pola Horisontal (H) terjadi bilamana berfluktuasi disekitar nilai rata- rata yang konstan, (Derat seperti ini adalah “stasioner” terhadap nilai rata-ratanya).

b. Pola Musiman (M) terjadi bilamana suatu deret dipengaruhi oleh faktor musiman (Misalnya : kuartalan, bulanan, mingguan atau hari-hari pada minggu tertentu).

c. Pola Siklus (C) terjadi bilamana datanya dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi jangka panjang seperti yang berhubungan dengan siklus bisnis.

d. Pola Trend (T) terjadi bilamana terdapat kenaikan atau penurunan jangka panjang dalam data.


(28)

(29)

3. Jenis dari model

Banyak metode peramalan telah menganggap adanya beberapa model dari keadaan yang diramalkan. Model-model ini merupakan suatu deret dimana waktu digambarkan sebagai unsur yang penting untuk menentukan perubahan-perubahan dalam pola, memungkinkan secara sistematik dapat dijelaskan dengan analisa regresi atau korelasi. Model tersebut mempunyai kemampuan yang berbeda dalam analisa keadaan untuk mengambil keputusan.

4. Biaya yang dibutuhkan

Biaya yang tercakup dalam penggunaan suatu prosedur ramalan yaitu biaya-biaya, pengembangan, penyimpangan data, operasi pelaksana dan kesempatan dalam penggunaan dalam teknik-teknik dan metode lainnya. Adanya perbedaan yang nyata dalam jumlah biaya mempunyai pengaruh dalam penggunaan metode tertentu untuk suatu keadaan yang dihadapi. 5. Ketepatan metode peramalan

Tingkat ketepatan yang dibutuhkan sangat erat hubungannya dengan tingkat perincian yang dibutuhkan dalam suatu peramalan. Dalam mengambil keputusan, variasi atau penyimpangan atas peramalan yang dilakukan antara 10% sampai 15% bagi maksud-maksud yang diharapkan, sedangkan untuk hal atau kasus lain mungkin menganggap bahwa adanya variasi atau penyimpangan atas ramalan sebesar 5% adalah cukup berbahaya.


(30)

6. Kemudahan dalam penerapan

Dalam penggunaaan metode peramalan untuk manajemen dan analisis adalah metode-metode yang dapat dimengerti dan mudah diaplikasikan yang akan dipergunakan dalam pengambilan keputusan dan analisa.

2.5 Kestasioneran Data Deret Berkala

Dalam tahap identifikasi model ARIMA sementara, hal pertama yang harus dilihat apakah suatu deret berkala sudah stasioner baik dalam rataan maupun ragam. Hal ini dikarenakan bahwa syarat utama dalam pembuatan model ARIMA adalah deret berkala yang stasioner.

2.5.1 Pembedaan (Differencing)

Untuk melihat apakah suatu deret berkala X 1 , X 2 ,..., X n sudah stasioner, dapat dilihat plot nilai deret waktu terhadap waktu t 1 , t 2 ,..., t n Jika n buah nilai tersebut berfluktuasi sekitar ragam yang konstan dan nilai tengah yang konstan, maka dapat dikatakan deret tersebut konstan.

Data deret berkala yang tidak stasioner dalam nilai tengah dapat distasionerkan dengan pembedaan (difference) drajat d. Notasi yang bermamfa’at adalah operator shift mundur (backward shift) B, yang penggunaannya adalah sebagai berikut :

Misalakan ada suatu deret data X 1 , X 2 ,..., X t maka untuk memperkirakan X 1 dilakukan dengan mengurangi satu periode kebelakangnya dengan cara :


(31)

X 1

X 1

t

t

t

B X t = X t 1

Dengan kata lain, notasi B yang dipasang pada X t , mempunyai pengaruh menggeser

data 1 periode kebelakang.

Pembedaan pertama dapat dirumuskan

t = X t −1 (2.1)

Menggunakan operator shift mundur persamaan dapat menjadi

t = X t - B X t = (1-B) X t

Sedang pembedaan kedua adalah X 11 t = X 1 t - X 1t −1

= (X t - X t 1 ) – (X t 1 - X t 2 ) = X t - 2 X t 1 + X t 2

= (1 - 2B + B 2 ) X = (1 – B) 2 X

Secara umum pembedaan d dirumuskan

X = (1 – B)dX t (2.2)

2.6 Koefisien Autokorelasi

Dalam analisis deret berkala, salah satu statistik kunci adalah koefisien autokorelasi, autokorelasi dapat diartikan sebagai korelasi linier deret berkala dengan deret berkala itu sendiri dengan selisih waktu (lag) 0, 1, 2 periode atau lebih. Koefisien autokorelasi deret X t yang stasioner untuk lag ke-k, dihitung dengan rumus sebagai berikut :


(32)

r k =

n =k

(X t X )(X t +k X )

i =1 (2.3)

(X t X )2 Dengan :

r k = Autokorelasi pada lag ke-k Xt = Nilai pengamatan ke-t Xt +k = Nilai pengamatan saat ke-t+k

X = Rata-rata pengamatan

2.7 Koefisien Autokorelasi Parsial

Koefisien autokorelasi parsial digunakan untuk model autukorelasi parsial digunakan untuk mengukur tingkat hubungan antara Xt dan Xt +k apabila pengaruh dari selisih

waktu 1,2,3,...(k-1) dianggap terpisah. Salah satu tujuan dalam analisis deret berkala adalah untuk menetapkan model ARIMA yang tepat untuk peramalan.

Autokorelasi parsial pada lag ke-k ( φkk ) adalah sebagai koefisien autoregresif terakhir dari model AR (k), dan memenuhi persamaan sebagai berikut :

P j = φk 1 ρj 1 + φk 1 ρj 2 +...+ φkk ρj k ;j = 1,2,...,k (2.4)

Pendugaan koefisien autokorelasi parsial dapat dilakukan subsitusi r j untuk

O j dan menyelesaikan persamaan diatas dengan metode rekursif, Simpangan baku dari penduga φ adalah 1/ n , dimana n adalah jumlah pengamatan dikurangi lag (k).


(33)

2.8 Model Regresi Diri (AR)

Proses regresi ini menyatakan ketergantungan nilai pengamatan X t terhadap X t −1 . X t 2 ..., X t p . Model regresi diri derajat p dilambangkan dengan AR (p) atau ARIMA (p,0,0). Model regresi diri adalah sebagai berikut :

X t = µ+ φ1 X t 1 + φ2 X t 2 +...+ φp X t p + e t (2.5) Dengan :

X t `= Pengamatan deret berkala ke-t

µ = Nilai konstan

φp = Parameter autoregresike-p, (p= 1,2,...n)

X t p = Variabel pertama pada periode ke-(t-p);(p=1,2..,n) e t = Kesalahan pada saat t

Untuk model AR(1) kondisi stasioner akan terpenuhi jika φ1 < 1. Sedangkan model AR (2) akan memenuhi syarat stasioner jika φ1 2 < 2 φ2 −φ1 < 2 dan φ2 < 2.

2.9 Model Rataan Bergerak (MA)

Proses rataan bergerak menyatakan ketergantungan nilai X t terhadap e t e t −1 ,..., e t r .

Model rataan bergerak derajat q dilambangkan MA (q) atau ARIMA (0,0,q) dan ditulis sebagai berikut :


(34)

(35)

d

Dengan :

X t = Pengamatan deret berkala

µ = Nilai konstan

θq = Parameter moving average ke-q;(q = 1,2,...,n)

e t q = Variabel pertama pada saat t-q; (q = 1,2,...,n) e t = Kesalahan pada saat t

2.10 Model Campuran AR dan MA

Dalam pembuatan model empiris dari deret berkala sering ditemukan bahwa model regresi diri (AR) dan rataan bergerak (MA). Model campuran regresi diri dan rataan bergerak derajat (p,q) dapat ditulis sebagai berikut :

X t = µ+ φ1 X t 1 + φ2 X t 2 +...+ φp X t p - θ1 e t 1 - θ2 e t 2 -...- θq e t q + e t (2.7) Atau ditulis

φp (B) X t = µ+ θq (B) e t

Dan disingkat ARMA (p,q)

Model ARMA (p.q) dapat diperluas untuk deret berkala yang tidak stasioner. Dengan operator pembeda derajat ∇dX t , model ARMA(p,q) menjadi

φp (B) ∇ X t = µ+ θq (B) e t


(36)

Untuk data yang dikumpulkan secara bulanan, pembedaan satu musim penuh (tahun) dapat dihitung X t - X t −12 = (1 - B 12 ) X t . Sehingga untuk model ARIMA

(p.d.q) (P,D.Q)s dengan s adalah jumlah periode permusim.

2.11 Model Fungsi Transfer

Model fungsi transfer merupakan pengembangan dari model ARIMA satu peubah. Jika deret berkala Yt berhubungan dengan satu atau lebih deret berkala lain X t maka

dapat dibuat suatu model berdasarkan informasi deret berkala X t , untuk menduga nilai Yt model yang dihasilkan disebut fungsi transfer.

Dalam penelitian ini, pembuatan fungsi transfer hanya dibatasi untuk dua deret berkala yaitu Yt sebagai deret output dan X t sebagai deret output atau disebut fungsi transfer dwipeubah.

Gambar 2.1 memperlihatakan secara ringkas unsur – unsur yang berkaitan dengan model fungsi transfer. Terdapat deret berkala output, disebut Yt , yang diperkirakan akan dipengaruhi oleh deret berkala input X t , dan input-input lain yang disebut gangguan (noise) N t , seluruh sistem tersebut adalah dinamis. Dengan kata lain, deret input X t memberikan pengaruhnya terhadap fungsi transfer, mendistribusikan dampak X t melalui beberapa periode akan datang. Tujuan pemodelan fungsi transfer adalah untuk menetapkan model sederhana, menghubungkan Yt dengan X t dan N t . Tujuan utama pemodelan ini adalah untuk


(37)

2 k

menetapkan peranan indikator penentu (leading indicator) deret input dalam rangka menetapkan deret output.

Deret Fungsi Transfer

deret

Input Output

( X t ) (Yt )

Seluruh Pengaruh lain

( N t )

Gambar 2.1 Konsep Fungsi Transfer

Fungsi transfer bivariat ditulis dalam bentuk

Yt =

ν

(B) X t + N t (2.8)

Dengan :

Yt = Deret output X t = Deret input

N t = Faktor yang mempengaruhi Yt (disebut gangguan)

ν(B) = (ν0 + ν1 B +ν2 B +...+ νk B ), dengan k adalah orde fungsi transfer

dan B operator shif mundur

Deret input dan output perlu ditrans-formasikan untuk mengatasi ragam yang tidak stasioner, dibedakan untuk mengatasi nilai tengah yang tidak stasioner, serta dihilangkan unsur musimannya. Jadi pada persamaan (2.8) harus merupakan nilai yang telah ditransformasikan. Selanjutnya untuk penulisan persamaan digunakan huruf kecil.


(38)

2 s

2 r

2 q

2 p

Secara lebih singkat, fungsi transfer ditulis sebagai berikut

y t = ω(B)

δ(B) x t b + n t (2.9) Atau

y t = ω(B)

δ(B) x t b +

θ(B)

a

φ(B) t (2.10)

Dengan :

ω(B) = ω0 - ω1 B - ω2 B -...- ωs B δ(B) = 1 - δ1 B - δ2 B -...- δr B θ(B) = 1 - θ1 B -θ2 B -...- θq B φ(B) = 1 - φ1 B - φ2 B -...- φp B

y t = Nilai Yt yang telah ditransformasikan dan dibedakan x t = Nilai X t yang telah di transformasikan dan dibedakan

r,s,p,q dan b = Konstanta

Fungsi

ν

(B) merupakan rasio dari fungsi ω(B) dan δ(B) dan akan mempunyai jumlah suku yang tak terhingga, sehingga akan terdapat bobot

ν

yang tak terhingga jumlahnya. Dengan demikian persamaan (2.10) merupakan suatu gambaran yang lebih singkat.

Dari persamaan (2.8) dapat dilihat bahwa sebagai faktor penentunya adalah konstanta (r,s,b) dan (p,q). Konstanta (r,s,b) menunjukkan parameter dari fungsi transfer yang menghubungkan Yt dan X t , Sedangkan (p,q) merupakan parameter


(39)

1

Jika persamaan (2.10) telah didefenisikan dan seluruh parameter telah diduga, maka selanjutnya ditentukan model peramalannya. Persamaan (2.10) dikalikan dengan

δ(B) dan φ(B) , akan menjadi :

δ(B) φ(B) y t = φ(B) ω(B) xt b + δ(B) θ(B)at (2.11) Sebagai contoh, untuk model yang sederhana (1,1,b) (1,1) adalah :

y t = (ω0 −ω1B) (1 −δ1 B) xt b +

(1 −θ1 B) a (1 −φ1 B)

(1 −δ1 B) (1 −φ1 B) y t = (1 −φ1 B) 0 −ω1B) xt b + (1 −δ1 B) (1 −θ1 B) a1 y t =( δ1 1 ) yt 1 − (δ1φ1 ) yt 2 0 xt b − (ω0φ1 1 ) xt b 1 + (φ1 1 ) xt b 2 +

a1 − (δ1 1 )at 1 + (δ1θ1 )at 2 (2.12)

Dengan mengetahui nilai parameter dan nilai y, x dan a dapat dihitung nilai y pada periode yang akan datang.

2.12 Tahapan Pembentukan Model Fungsi Transfer

2.12.1 Mempersiapkan Deret Input dan Output

Tahap ini mengidentifikasi apakah data mentah (input dan output) sudah stasioner dalam rataan ataupun ragam. Jika belum stasioner perlu dilakukan pembedaan atau transformasi untuk menghilangkan ketidak stasioneran. Disamping itu deret input atau output perlu dihilangkan pengaruh musiman. Hal ini bukan merupakan syarat mutlak, akan tetapi akan mempengaruhi nilai-nilai (r,s.b) yang dihasilkan.


(40)

(41)

x

t

2.12.1.1 Pemutihan Deret Input ( xt )

Tahap pemutihan deret input dimaksudkan untuk menghilangkan pola yang diketahui agar yang tersisa hanya merupakan “white noise”. Sebagai contoh, jika deret input dapat dimodelkan dengan ARIMA ( p x ,0, q x ) maka deret input dapat didefenisikan sebagai :

φx (B) xt = θx (B)αt (2.13)

Dengan φx (B) adalah operator autoregresif, θx (B) adalah operator rataan

bergerak dan αt adalah kesalahan acak. Persamaan (2.13) dapat diubah menjadi

α t = φθx (B) y

(B) t (2.14)

2.12.1.2 Pemutihan Deret Output ( yt )

Fungsi transfer yang dimaksud diatas adalah memetakan xt ke dalam yt . Sehingga

apabila diterapkan suatu transformasi pemutihan terhadap xt maka terhadap yt harus

diterapkan transformasi yang sama agar dapat mempertahankan integritas hubungan fungsional. Deret yt yang diputihkan akan menjadi βt dengan persamaan berikut

βt =

φx (B)

y

θx (B)


(42)

2.12.1.3 Perhitungan Korelasi Silang dan Korelasi Diri

Dalam pemodelan fungsi transfer, korelasi diri mempunyai peranan yang kedua setelah korelasi silang. Korelasi silang digunakan untuk mengetahui hubungan dua deret waktu x dan y (atau dalam bentuk deret waktu yang diputihkan α dan β ) yang salah satu deret ditambahkan (lag) terhadap deret lainnya.

Korelasi silang antara x dan y diduga dengan rumus

rsy (k ) = Csy (k )

S x S y (2.16)

Dengan :

rsy (k ) = korelasi silang Antara deret x dan y pada lag ke k Csy (k ) = covarian antara x dan y pada lag ke k

S x = standard deviasi deret x S y = standard deviasi deret y k = 0,1,2,3,…

Untuk menguji tingkat kepercayaan 95% dari nilai korelasi silang diatas. Barlett melakukan pendekatan perhitungan kesalahan baku dengan rumus

SE(rxy

1

(k )) = (n k ) 2

(2.17)

Atau serk = 1

Dengan :

n k

n = Jumlah pengamatan k = Kelambatan (lag)


(43)

t t t

Untuk perhitungan korelasi diri dapat dilihat dari persamaan (2.3) dan uji Box- Pierce Portmanteau untuk sekumpulan nilai rk didasarkan ada nilai statistik Q yang

menyebar mengikuti sebaran khi-kuadrat dengan derajat bebas(m-p-q)

m

Q = n

r 2 (2.18)

k =1

Dengan :

m = Lag maksimum n = N-d

N = Jumlah pengamatan asli rk = Autokorelasi untuk lag ke-k P = Nilai dari parameter Autoregresif

q = Nilai Dari Parameter Moving Average (MA)

2.12.1.4 Pendugaan Langsung Bobot Respons Impuls

Dari Persamaan (2.9) dengan mengasumsikan b = 0 maka model transfer dapat ditulis yt = ν(B) xt + nt

Bila xt Ditransformasikan dengan dan dimasukkan kepersamaan diatas secara keseluruhan maka akan diperoleh

φx (B)

y

θx (B)

(B) φx (B) x

θx (B)

x (B)

n

θx (B)

(2.19)

Atau


(44)

k 2

2

Dengan et adalah deret gangguan ditransformasikan dan diperkirakan tidak berkorelasi

dengan αt . Jika kedua sisi persamaan (2.20) dikalikan αt k dan diambil nilai

ekspetasinya, maka diperoleh :

E

[

αt k B1

]

0 E

[

αt k αt

]

1 E

[

αt k αt 1

]

+ ... + E

[

αt k et

]

Cαβ (k ) k Cαα (t k ) + 0 (2.21) ( αt dan et diasumsikan bebas)

Dengan menyusun kembali persamaan (2.21) maka diperoleh : Cαβ (k ) rαβ (k )S β

ν = = (2.22)

S α Sα

2.12.1.5 Penetapan Parameter (r,s,b)

Parameter r menunjukkan derajat fungsi δ( B) . s menunjukkan derajat fungsi ω( B) , dan b menunjukkan keterlambatan yang dicatat pada subskrip Xt-b pada persamaan

(2.10). Perhatikan persamaan (2.8),(2.9) dan penetapan

ν(B) xt = ω(B)

δ(B) xt b (2.23)

Apabila pernyataan ν( B) , ω( B) , δ( B) diperluas dan koefisien-koefisiennya dibandingkan maka didapatkan hubungan sebagai berikut :

Vj = 0 j<b

Vj = δ1νj 1 + ... +δrνj r 0 j=b

Vj = δ1νj 1 + ... +δrνj r - ωj b j=b + 1…b + s


(45)

Secara Intuitif, nilai b menyatakan bahwa yt tidak dipengaruhi oleh nilai xt sampai

periode t+b atau

yt = θ xt xt 1 xt 2 + ... +ω0 xt b

s menyatakan untuk beberapa lama deret output deret (y) secara terus menerus dipebgaruhi oleh nilai-nilai baru deret input (x) atau y dipengaruhi oleh ( xt b, xt b1 , … , xt b s ) dan r menyatakan bahwa yt berkaitan dengan nilai-nilai sebelumnya sebagai

berikut :

y dipengaruhi oleh ( yt 1, yt 2 , yt 3 ,…, yt r )

Dalam menentukan parameter (r,s,b) dapat digunakan pedoman berikut :

a. Sampai lag waktu ke b, korelasi silang tidak berbeda dari nol secara signifikan b. Untuk s lag waktu selanjutnya, korelasi tidak akan memperlihatkan pola yang

jelas

c. Untuk r lag waktu selanjutnya, korelasi silang akan memperlihatkan suatu pola yang jelas

2.12.1.6 Penaksiran Awal Deret Gangguan (nt)

Perhitungan nilai taksiran awal deret gangguan nt menggunakan rumus berikut :

nt = yt −ν0 xt −ν1 xt −1 −ν2 xt −2 − ... −νg xt g (2.25)


(46)

1 2 2

2 t

2.12.1.7 Penetapan (pn,qn) untuk Model ARIMA (pn,qn) dari Deret Gangguan (nt)

Tahap ini nilai-nilai nt dianalisis dengan cara ARIMA biasa untuk menetukan apakah

terdapat model ARIMA (pn , 0 , qn). Untuk menentukan model ARIMA ini digunakan

identifikasi fungsi autokorelasi dan korelasi parsial. Dengan cara ini fungsi

φn (B)n1 =θn ( (B)at (2.26)

2.12.2 Penaksiran Parameter – Parameter Model

2.12.2.1 Pendugaan Awal Parameter Model

Pada tahap ini ditentukan model fungsi transfer secara tentative untuk menaksir nilai awal parameter-parameter ω0 , ω1 ,…, ωs , δ1 , δ2 ,…, δr , φ1 , φ2 ,…, φpn dan θ1 ,θ2 , …,θqn . Untuk mendapatkan nilai parameter-parameter tersebut digunakan

algoritma marquadt dengan iterasi.

Misalkan untuk nilai (r,s,b) = (2,2,2) dan deret gangguan mempunyai model ARIMA (2,0,1) model tentative yang digunakan adalah

y = (ω0 −ω1 B −ω2 B )

t

(1 −δ B −δ B 2 ) xt −2 +

(1 −θ1 B) a (1 −φ1 B −φ2 B )

(2.27)

Dari model diatas, tahap selanjutnya adalah menaksir nilai awal parameter – parameter ω0 , ω1 , ω2 , δ1 , δ2 , φ1 dan φ2 dengan memperhatikan hubungan pada persamaan (2.24) dan persamaan Yule Walker.


(47)

2.12.2.2 Penaksiran Akhir Parameter Model

Dengan menggunakaan algoritma marquadt pada setiap iterasi nilai parameter- parameter selalu diperbarui dan dihitung dengan taksiran at. untuk memilih nilai

parameter terbaik, dilihat nilai jumlah kuadrat sisa (JKS) sampai mendekati nilai minimum.

2.12.3 Pemeriksaan Diagnostik Model

Pemeriksaan ini dilakukan dengan mempelajari nilai sisa akhir at dengan deret input

yang disesuaikan ( αt ). Jika nilai sisa tidak mempunyai pola tertentu, maka model yang didapatkan sudah bersifat acak. Uji Box-Pierce untuk deret stasioner ARIMA (p, d, q), rumusnya :

m

X 2 ( df ) = n

r 2 (k )

k −1

(2.28)

Dengan :

n = Jumlah pengamatan

m = Lag terbesar yang diperhatikan r(k) = Autokorelasi pada lag ke- k df = derajat bebas (m-p-q)

sedangkan untuk nilai sisa αt perhitungannya menjadi

m

X 2 ( m pn qn ) = (n − 1 − r s b)

r 2 k −1


(48)

xli

dengan (r, s , b), pn dan qn merupakan parameter fungsi transfer

2.12.4 Peramalan dengan Model Transfer

Tujuan peramalan adalah untuk menduga nilai deret waktu untuk masa yang akan dating dengan penyimpangan yang sekecil mungkin. Jika model yang ditetapkan menunjukkan residual yang acakan, maka model itu dapat digunakan untuk maksud peramalan. Model yang digunakan untuk contoh model (1,1,b)(1,1) adalah :


(49)

BAB 3

PEMBAHASAN

3.1 Studi Kasus

Dalam penyelesaian suatu masalah diperlukan suatu data sebagai bahan penunjang dan diharapkan mendekati masalah. Data yang diambil merupakan data historis dari tekanan udara dan kecepatan angin kota medan dari tahun 2005 sampai 2009 yang disajikan dalam bentuk table. Data tersebut adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1 Data Tekanan Udara Bulan Januari 2005 – Bulan Desember 2009

Bulan Tahun

2005 2006 2007 2008 2009

Januari 1010.95 1010.63 1011.67 1009.97 1011.25 Februari 1011.43 1010.41 1010.77 1010.43 1009.80 Maret 1011.10 1009.67 1009.98 1009.34 1009.98 April 1010.70 1009.48 1009.94 1008.51 1009.67 Mei 1009.30 1009.96 1009.29 1009.14 1009.44 Juni 1009.34 1009.75 1007.94 1009.39 1009.34 Juli 1009.79 1009.92 1009.35 1009.31 1009.62 Agustus 1009.90 1010.05 1009.52 1009.37 1009.74 September 1010.26 1010.87 1009.51 1010.10 1010.33 Oktober 1010.60 1011.57 1009.89 1010.55 1010.84 November 1010.39 1010.20 1009.90 1009.18 1004.02 Desember 1009.93 1010.56 1009.37 1009.93 1010.10


(50)

Tabel 3.2 Data Kecepatan Angin Bulan Januari 2005 – Bulan Desember 2009

Bulan

Tahun

2005 2006 2007 2008 2009

Januari 7 7 7 7 7

Februari 7 7 8 8 7

Maret 7 8 8 8 8

April 4 8 8 7 7

Mei 7 7 8 8 7

Juni 7 8 8 7 7

Juli 8 7 7 7 7

Agustus 8 8 8 6 7

September 7 7 8 6 7

Oktober 7 7 7 5 7

November 7 7 7 6 7

Desember 7 7 7 5 6

Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Sampali Medan

3.2 Analisis Plot Data Awal

Langkah pertama yang perlu dilakukan untuk menganalisis data time series adalah membuat plot data terhadap waktu dan melakukan interpretasi secara visual. Dengan membuat plot data mentah, yaitu data yang akan diolah dan dianalisis, dapat dideteksi


(51)

apakah pola data mengandung unsur trend, siklik, musiman atau tidak mengandung pola tertentu.

Gambar 3.1 Plot Tekanan Udara Kota Medan Tahun2005-2009


(52)

Gambar 3.3 Autokorelasi Parsial Tekanan Udara Kota Medan Tahun 2005-2009


(53)

Gambar 3.5 Autokorelasi Kecepatan angin Kota Medan Tahun 2005-2009

Gambar 3.6 Autokorelasi Parsial Kecepatan Angin Kota Medan Tahun 2005- 2009


(54)

3.3 Identifikasi Bentuk Model

3.3.1 Memeriksa Kestasioneran Data

Dari plot data tekanan udara tahun 2005 – 2009 pada gambar 3.1 memperlihatkan deret data tersebut tidak stasioner, plot autokorelasi memeperlihatkan sebuah trend yang linier pada sepuluh log pertama yang artinya bahwa nilai dari autokorelasi berturut – turut bernilai positif atau berkorelasi positif antara satu dengan yang lainnya,maka untuk menstasionerkannya dilakukan pembedaan, pembedaan pertama untuk deret input dapat dicari dengan persamaan :

x1 = x1 - xt −1 x2 = x2 - x21

= 1010.95 – 1011.43 = -0.48

Untuk x3 , … x60 dapat dilihat pada tabel 3.3.1

Tabel 3.3 Pembedaan Pertama Deret Input ( X t )

No. xt No. xt No. xt

1 * 21 0.82 41 0.63

2 0.48 22 0.7 42 0.25

3 -0.33 23 -1.37 43 -0.08

4 -0.4 24 0.36 44 0.06


(55)

7 0.45 27 -0.79 47 -1.37

8 0.11 28 -0.04 48 0.75

9 0.36 29 -0.65 49 1.32

10 0.34 30 -1.35 50 -1.45

11 -0.21 31 1.41 51 0.18

12 -0.46 32 0.17 52 -0.31

13 0.7 33 -0.01 53 -0.23

14 -0.22 34 0.38 54 -0.1

15 -0.74 35 0.01 55 0.28

16 -0.19 36 -0.53 56 0.12

17 0.48 37 0.6 57 0.59

18 -0.21 38 0.46 58 0.51

19 0.17 39 -1.09 59 -6.82

20 0.13 40 -0.83 60 6.08


(56)

Pada data awal kecepatan angin terlihat musiman yang jelas yaitu fluktuasi mengecil dan membesar deret data terjadi secara acak atau disebut random walk. Maka untuk mengatasi pola musiman dari data tersebut perlu dilakukan transformasi dan untuk membuat data stasioner pada rataan dan ragamnya. Untuk transformasi logaritma digunakan yaitu :

lt = log (Y t ) l 1 = log (Y 1 ) = log ( 7 ) = 0.845098

Tabel 3.4 Data Hasil Transformasi Logaritma

No. lt No. lt No. lt

1 0.8451 21 0.8451 41 0.9031

2 0.8451 22 0.8451 42 0.8451

3 0.8451 23 0.8451 43 0.8451

4 0.6021 24 0.8451 44 0.7782

5 0.8451 25 0.8451 45 0.7782

6 0.8451 26 0.9031 46 0.6990

7 0.9031 27 0.9031 47 0.7782

8 0.9031 28 0.9031 48 0.6990

9 0.8451 29 0.9031 49 0.8451

10 0.8451 30 0.9031 50 0.8451

11 0.8451 31 0.8451 51 0.9031

12 0.8451 32 0.9031 52 0.8451

13 0.8451 33 0.9031 53 0.8451


(57)

15 0.9031 35 0.8451 55 0.8451

16 0.9031 36 0.8451 56 0.8451

17 0.8451 37 0.8451 57 0.8451

18 0.9031 38 0.9031 58 0.8451

19 0.8451 39 0.9031 59 0.8451

20 0.9031 40 0.8451 60 0.7782

Untuk membuat data stasioner terhadap rataannya perlu dilakukan pembedaan pertama dengan rumus :

Y t = yt yt −1 Y 2 = y2 − y2−1

= 0.8451 0.8451 = 0

Untuk nilai y3 dan y4 dan seterusnya dapat dilihat dalam tabel 3.5

Tabel 3.5 Pembedaan Pertama dari Data Transformasi

No. lt yt No. lt yt No. lt yt

1 0.8451 * 21 0.8451 -0.0580 41 0.9031 0.0580 2 0.8451 0.0000 22 0.8451 0.0000 42 0.8451 -0.0580 3 0.8451 0.0000 23 0.8451 0.0000 43 0.8451 0.0000 4 0.6021 -0.2430 24 0.8451 0.0000 44 0.7782 -0.0669 5 0.8451 0.2430 25 0.8451 0.0000 45 0.7782 0.0000 6 0.8451 0.0000 26 0.9031 0.0580 46 0.6990 -0.0792 7 0.9031 0.0580 27 0.9031 0.0000 47 0.7782 0.0792 8 0.9031 0.0000 28 0.9031 0.0000 48 0.6990 -0.0792


(58)

n 2 n k

li

9 0.8451 -0.0580 29 0.9031 0.0000 49 0.8451 0.1461 10 0.8451 0.0000 30 0.9031 0.0000 50 0.8451 0.0000 11 0.8451 0.0000 31 0.8451 -0.0580 51 0.9031 0.0580 12 0.8451 0.0000 32 0.9031 0.0580 52 0.8451 -0.0580 13 0.8451 0.0000 33 0.9031 0.0000 53 0.8451 0.0000 14 0.8451 0.0000 34 0.8451 -0.0580 54 0.8451 0.0000 15 0.9031 0.0580 35 0.8451 0.0000 55 0.8451 0.0000 16 0.9031 0.0000 36 0.8451 0.0000 56 0.8451 0.0000 17 0.8451 -0.0580 37 0.8451 0.0000 57 0.8451 0.0000 18 0.9031 0.0580 38 0.9031 0.0580 58 0.8451 0.0000 19 0.8451 -0.0580 39 0.9031 0.0000 59 0.8451 0.0000 20 0.9031 0.0580 40 0.8451 -0.0580 60 0.7782 -0.0669

Koefisien autokorelasi sederhana antara xt dengan xt −1 dapat dicari dengan meggunakan rumus pada persamaan (2.3) :

rk =

(

X t X

)(

X t + k X

)

t =1

(

X t X

)

t =1

Untuk r1 dapat dihitung

r1 =

(

1010.95 − 1009.887

)

(1011.43 − 1009.887) + ... + (1004.02 − 1009.887)(1010.1 − 1009.887) (1010.95 − 1009.887) 2 + (1011.43 − 1009.887) 2 + ... + (1010.1 − 1009.887)

= -0.


(59)

Tabel 3.6 Nilai – nilai Autokorelasi dan Autokorelasi parsial Data Hasil Deret Input ( xt )

Log rk rkk Log rk rkk

1 0.143 0.143 9 0.016 0.030

2 0.043 0.023 10 -0.066 -0.078

3 0.098 0.091 11 0.112 0.142

4 0.011 -0.017 12 0.191 0.164

5 -0.055 -0.061 13 0.002 -0.046

6 -0.020 -0.013 14 -0.010 -0.040

7 0.003 0.011 15 -0.001 -0.038

8 -0.041 -0.032 16 -0.037 -0.020


(60)

Gambar 3.9 Autokorelasi Parsial Tekanan Udara

Dari plot autokorelasi diatas tidak terdapat nilai autokorelasi yang berbeda nyata dari nol sehingga diduga orde dari proses AR adalah 0 (p = 1 ), autokorelasi parsial tidak menunjukkan nilai yang berbeda dari nol maka diduga proses dari MA adalah 0 (q = 1 ). Sesuai dengan keterangan di atas, model sementara data yang dibedakan adalah ARIMA (1,1,1). Maka pendugaan parameter-parameter model ARIMA tersebut adalah :

Parameter Taksiran Standar Nilai-t

φ

θ 0,0242 0.9425

0.1491 0.0955

0.16 9.87

Uji hipotesis dari parameter model Ho = Parameter berbeda


(61)

Untuk α = 0.05 semua harga mutlak dari model adalah lebih besar dari t0,05 dengan

derajat kebebasan N-Np = 60 – 1 = 59. Hal ini menunjukkan bahwa semua penduga

parameter berbeda dari nol. Kesimpulannya parameter – parameter di atas dimasukkan kedalam model.

3.3.2 Pengecekan Model

3.3.2.1 Pemeriksaan Sisaan

Hal yang diperlukan dalam pemeriksaan sisaan adalah nilai-nilai koefisien korelasi dari sisaan. Koefisien autokorelasi dari data random mempunyai distribusi sampling yang mendekati kurva normal dengan nilai tengah nol dan kesalahan standar 1 / n . Hal ini dapat ditetapkan apakah berasal dari korelasi yang mempunyai nilai autokorelasi nol pada time lag k. Karena sisaan adalah 59, maka kesalahan standar adalah 1/ 59 = 0,1302. Ini berarti bahwa 95 % dari seluruh nilai tengah ditambah atau dikurangi 1,96 kali kesalahan standar. Setelah dilakukan pengujian, sisaan tersebut sudah acak atau tidak dengan menggunakan selang kepercayaan.

-1.960 (0.1302) ≤ rk ≤ + 1.960 (0.1302)


(62)

t t

t

Gambar 3.10 Plot Autokorelasi Sisaan Model

3.4 Pemutihan Deret Input (αt)

Deret input Xt (Tekanan Udara) dimodelkan sebagai proes ARIMA (1,1,1) karena xt

merupakan bentuk pembeda Xt maka xt dimodelkan sebagai ARMA (1,1), dengan

rumus pada persamaan (2.14) sebagai berikut :

αt =

φx ( B) x

θx (B)

(1 − 0.0242B1 ) x = (1 − 0.9425B1 )α


(63)

Tabel 3.7 Pemutihan Deret Input

No. xt αt No. xt αt No. xt αt

1 0.48 -0.34162 21 0.7 -0.42245 41 0.25 -0.59156 2 -0.33 -0.71399 22 -1.37 -0.00501 42 -0.08 -0.49561 3 -0.4 -2.06325 23 0.36 1.096568 43 0.06 0.261439 4 -1.4 -1.87074 24 1.11 0.106654 44 0.73 0.67874 5 0.04 -1.31414 25 -0.9 -0.6677 45 0.45 -0.74118 6 0.45 -1.13946 26 -0.79 -0.65019 46 -1.37 0.084595 7 0.11 -0.71661 27 -0.04 -1.26183 47 0.75 1.38158 8 0.36 -0.34411 28 -0.65 -2.52355 48 1.32 -0.1798 9 0.34 -0.54256 29 -1.35 -0.93577 49 -1.45 0.045624 10 -0.21 -0.96628 30 1.41 -0.74609 50 0.18 -0.27136 11 -0.46 -0.19958 31 0.17 -0.7173 51 -0.31 -0.47825 12 0.7 -0.42505 32 -0.01 -0.29582 52 -0.23 -0.54518 13 -0.22 -1.13528 33 0.38 -0.278 53 -0.1 -0.23142 14 -0.74 -1.2421 34 0.01 -0.79226 54 0.28 -0.10489 15 -0.19 -0.68608 35 -0.53 -0.13388 55 0.12 0.488241 16 0.48 -0.86824 36 0.6 0.319299 56 0.59 0.955889 17 -0.21 -0.64324 37 0.46 -0.80019 57 0.51 -5.93142 18 0.17 -0.48037 38 -1.09 -1.5578 58 -6.82 0.654684 19 0.13 0.364109 39 -0.83 -0.81814 59 6.08 0.469903 20 0.82 1.023329 40 0.63 -0.53635


(64)

t

3.5 Pemutihan Deret Output ( βt )

Menurut makridarkis deret output tidak harus diubah menjadi “white noise”, karena pada prinsipnya fungsi transfer adalah memetakan nilai- nilai xt ke yt , sehingga deret

output diputihkan dengan deret yang sama dengan deret input, dengan persamaan (2.15) yaitu

βt =

ϕx (B) y

θx (B)

φx (B) yt x (B)βt

(1-0.02421) yt = (1- 0.9425

1

)

βt = yt 0.0242 yt −1 + 0.9425βt −1

Tabel 3.8 Pemutihan Deret Output ( βt )

No. yt βt No. yt βt No. yt βt

1 0.00 0 21 0.00 -0.15987 41 -1.00 -0.37938 2 0.00 -3 22 0.00 -0.15068 42 0.00 -1.35756 3 -3.00 0.2451 23 0.00 -0.14201 43 -1.00 -1.2553 4 3.00 0.158407 24 0.00 0.866153 44 0.00 -2.18312 5 0.00 1.149298 25 1.00 0.792149 45 -1.00 -1.03339 6 1.00 1.059014 26 0.00 0.746601 46 1.00 -1.99817 7 0.00 -0.00188 27 0.00 0.703671 47 -1.00 0.140922 8 -1.00 0.022428 28 0.00 0.66321 48 2.00 0.084419 9 0.00 0.021139 29 0.00 -0.37492 49 0.00 1.079565


(65)

10 0.00 0.019923 30 -1.00 0.670834 50 1.00 -0.00671 11 0.00 0.018778 31 1.00 0.608061 51 -1.00 0.017876 12 0.00 0.017698 32 0.00 -0.4269 52 0.00 0.016848 13 0.00 1.01668 33 -1.00 -0.37816 53 0.00 0.015879 14 1.00 0.934021 34 0.00 -0.35641 54 0.00 0.014966 15 0.00 -0.11968 35 0.00 -0.33592 55 0.00 0.014105 16 -1.00 0.911397 36 0.00 0.683397 56 0.00 0.013294 17 1.00 -0.16521 37 1.00 0.619902 57 0.00 0.01253 18 -1.00 0.868491 38 0.00 -0.41574 58 0.00 -0.98819 19 1.00 -0.20565 39 -1.00 0.632363 59 -1.00 -0.90717 20 -1.00 -0.16962 40 1.00 -0.4282

Ringkasan statistik untuk pemutihan deret input dan output adalah sebagai berikut :

Parameter Rata-rata Variansi

αt -0.4148 1.883


(66)

(67)

3.6 Perhitungan Korelasi Silang dan Korelasi Diri

3.6.1 Korelasi Silang

Perhitungan korelasi silang dapat dicari dengan menggunakan persamaan (2.16) yaitu sebagai berikut

Tabel 3.9 Analisis Lengkap Korelasi Silang

Lag Cross correlation Lag Cross correlation

-21 -0.180 1 -0.018

-20 0.027 2 -0.019

-19 0.090 3 -0.063

-18 -0.103 4 0.059

-17 -0.070 5 0.111

-16 -0.088 6 0.082

-15 -0.176 7 0.067

-14 -0.094 8 -0.009

-13 -0.108 9 -0.106

-12 -0.023 10 -0.117

-11 0.136 11 -0.132

-10 0.037 12 -0.074

-9 -0.042 13 0.006

-8 -0.062 14 0.021

-7 0.053 15 0.021

-6 0.041 16 0.124

-5 0.005 17 0.097

-4 -0.061 18 0.052

-3 -0.121 19 -0.007

-2 -0.075 20 -0.079

-1 -0.221 21 -0.161


(68)

n 2 n k

Gambar 3.11 Korelasi Silang Pemutihan Deret Input dan Output

Analisis lengkap korelasi silang pemutihan deret input dan output diatas menyatakan pengaruh nilai deret input terhadap nilai output atau indicator leading. Dari hasil analisa korelasi silang diatas terdapat dua belas bulan penundaan kecepatan angin terhadap tekanan udara artinya pengaruh kecepatan angin sebelumnnya lebih besar daripada pengaruh tekanan udara.

3.6.2 Korelasi Diri

Perhitunngan korelasi untuk pemutihan deret input dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

rk =

(

X t X

)(

X t + k X

)

t =1

(

X t X

)


(69)

n

2

n k

Tabel 3.10 Autokorelasi Pemutihan Deret Input

Lag rk Lag rk

1 0.04021591 9 -0.02064

2 -0.057371361 10 -0.105080719

3 0.130714132 11 0.085272976

4 0.026797644 12 0.174061876

5 -0.075086864 13 -0.044747285

6 -0.053554555 14 -0.052857377

7 -0.039005008 15 -0.042524993

8 -0.093415034 16 -0.103872161

Perhitungan untuk korelasi diri dari deret output dihitung denngan menggunakan rumus :

rk =

(

Yt Y

)(

Y1+ k Y

)

t =1

(

Yt Y

)

t =1

Untuk nilai r1 dan r2 …r16 dapat dilihat pada tabel 3.10

3.11 Autokorelasi Pemutihan Deret Output

Lag rk Lag rk

1 0.341110646 9 0.007290128

2 0.31771818 10 0.068471715


(70)

4 -0.03196381 12 0.1239364

5 -0.085930642 13 0.157610739

6 -0.023493691 14 -0.02822085

7 -0.109848143 15 0.017709772

8 0.037320881 16 -0.170691254


(71)

Gambar 3.13 Autokorelasi Pemutihan Deret Output

3.7 Pendugaan langsung Bobot Respon

Persamaan (2.22) digunakan untuk mengkonversi korelasi silang antara αt dan βt kedalam bobot impuls sebagai berikut :

Tabel 3.12 Pendugaan Langsung Bobot Respon Impuls

V Nilai v Nilai

0 -0.149122865 11 -0.07842318

1 0.000594115 12 -0.04396451

2 -0.011288185 13 0.00356469

3 -0.037429245 14 0.012476415


(72)

(73)

5 0.065946765 16 0.07367026

6 0.04871743 17 0.057629155

7 0.039805705 18 0.03089398

8 -0.005347035 19 -0.004158805

9 -0.06297619 20 -0.046935085

10 -0.069511455 21 -0.095652515

3.8 Penetapan (r, s, b) untuk Model Fungsi Transfer

Dari hasil analisis korelasi silang atau penaksiran langsung bobot respon impuls, nilai yang signifikan dari nol adalah pada lag ke-16 artinya enam belas bulan penundaan sebelum tekanan udara mempengaruhi kecepatan angin bulanan di Medan. Oleh kerana itu b = 16 dan diikuti oleh satu lag selanjutnya maka nilai s = 1 dan r =1 dilihat dari korelasi silang yang tidak menunjukkan pola yang jelas.

Peubah r s b

Tekanan Udara 1 1 16

Bentuk Persamaannya adalah sebagai berikut :

yt = (ω0 −ωt β)


(74)

3.9 Pengamatan awal Deret Noise

Dengan menggunakan persamaan (2.25), maka akan dapat dihitung nilai dari noise ( nt ) dengan rumus :

nt = yt −ν0 x1 −ν1 xt 1 −ν2 xt 2 − ... −ν21 xt 21

Bila kita menggunakan 22 pembobot ( v0 dan v21 ) maka akan terdapat 38 nilai ( nt ). Terdapat59 nilai yt dan xt dan akan kehilangan 22 nilai akibat adanya 22 waktu

penundaan (time lags). Perhatikan n22 :

n22 = 0.0000 –(-0.149122865)( -1.37) –(0.000594115)( 0.7) -…-(-0.095652515)(0.48)

= -0.18165

Untuk nilai n23, n24, …, n38 cdapat dilihat pada tabel 3.13

Tabel 3.13 Perkiraan Awal Deret Komponen Gangguan Noise

No. nt No. nt

1 -0.18165 20 -0.23965

2 -0.18165 21 -0.18165

3 -0.18165 22 -0.24855

4 -0.12365 23 -0.18165

5 -0.18165 24 -0.26085

6 -0.18165 25 -0.10245

7 -0.18165 26 -0.26085

8 -0.18165 27 -0.03555

9 -0.23965 28 -0.18165

10 -0.12365 29 -0.12365

11 -0.18165 30 -0.23965

12 -0.23965 31 -0.18165

13 -0.18165 32 -0.18165

14 -0.18165 33 -0.18165


(75)

16 -0.12365 35 -0.18165

17 -0.18165 36 -0.18165

18 -0.23965 37 -0.18165

19 -0.12365 38 -0.24855

Gambar 3.14 Plot Deret Noise (nt) Awal


(76)

Gambar 3.16 Autokorelasi Parsial Noise (nt) Awal

3.10 Penaksiran Parameter-parameter Model Fungsi Transfer

3.10.1 Taksiran Awal Parameter Model

Persamaan (2.24) menyatakan secara eksplisit hubungan antara fungsi impuls, ν( B) , fungsi koefisien kiri dan kanan, ω(B) dan δ( B) , untuk model transfer (r,s,b) = (1,1,16), persamaannya adalah sebagai berikut :

V0 = 0

V1 = 0 j<b

V2 = 0 j<b

. .


(77)

V15 = 0 j<b

V16 = δ1ν 15 +δ2ν 0 +ω0 V17 = δ1ν 16 +δ2ν 1 −ω1 V18 = δ1ν 14−1

. . .

V21 = δ1ν 21−1

j=b

j<b+1…b+s j>b+s

j>b+s Nilai v didapat dari pembobot impuls (v0, ...,v21), dari rumus diatas didapat

taksiran awal parameter model yaitu sebagai berikut :

Parameter δ1 ω0 ω1

Nilai -0.04069631 0.07367026 -0.05095479

3.10.2 Taksiran Akhir Parameter Model

Taksiran Akhir Parameter ω (B) dan δ (B)

Maka taksiran akhir yang di dapat adalah sebagai berikut :

Parameter Nilai

δ1 -0.04069631

ω0 0.07367026

ω1 -0.05095479

Maka model yang ditetapkan adalah sebagai berikut : yt = -0.04069631 yt −1 − 0.07367026 xt −16 + 0.05095479 xt −17


(78)

(79)

Taksiran Akhir Parameter Noise

Dengan menggunakan Algoritma Marquardt maka didapat taksiran akhir parameter noise (nt) yaitu :

Parameter Taksiran Standar Nilai-t

θ 0.357 0.161 2.211

Model fungsi transfer dengan taksiran parameter-parameternya :

yt = (−0.07367026) − (−0.05095479B)

(1 − (−0.04069631B)) xt −16 + (1 − 0.357)at

3.11 Pemeriksaan Diagnostik Model

Deret nilai sisa akhir at dapat dihitung menggunakan rumus : at = yt d1 yt 1 + e0 xt 16 + e1 xt 17 + f1 at 1

Dengan :

d1 = δ1 e0 = ω0

= -0.04069631 = 0.07367026 e1 = ω1

f1 = θ1

= -0.05095479 = 0.357

Jika diasumsikan a1 ...a17 sama dengan nol, maka a18 dapat dihitung dengan persamaan :


(80)

a18 = y18 d1 y17 + e0 x2 + e1 x1 + f1 at 17

= -0.0580 (-0.04069631)(0.0580) (0.07367026)( -0.33) (-0.05095479)( 0.48) (0.357)(0)

= 0.060213

Untuk a19 sampai 60 dapat dilihat pada tabel 3.15

Tabel 3.14 Gugus Residu akhir ( at )

No. at No. at

1 0.060213 22 -0.05579

2 0.060213 23 0.060213

3 -0.05579 24 -0.05579

4 0.002213 25 0.002213

5 0.002213 26 -0.06469

6 0.002213 27 0.002213

7 0.002213 28 -0.07699

8 0.060213 29 0.081413

9 0.002213 30 -0.07699

10 0.002213 31 0.148313

11 0.002213 32 0.002213

12 0.002213 33 0.060213

13 -0.05579 34 -0.05579

14 0.060213 35 0.002213

15 0.002213 36 0.002213

16 -0.05579 37 0.002213

17 0.002213 38 0.002213

18 0.002213 39 0.002213

19 0.002213 40 0.002213

20 0.060213 41 0.002213


(81)

Gambar 3.17 Plot Gugus Residu ( at )


(82)

Gambar 3.19 Autokorelasi Parsial Gugus Residu ( at )

3.11.1 Analisis Nilai Sisa (Residu) at

Untuk menentukan autokorelasi gugus residu signifikan dari nol akan digunakan uji statistik Box-Pierce dengan rumus :

m

X 2 ( m pn,qn ) = (n − 1 − r s b)

r 2 aa (k ) k −1

X 2

(16−1) = (60-1-1-1-16)[(-0.405)2 = 30.64251

+ (0.310)2+ …+ (0.007)2+ (-0.087)2]

Dengan memperhatikan tabel X2 untuk drajat bebas 15 dengan tingkat kepercayaan 90% nilainya adalah 22,3 , berarti Qhitung lebih besar dari Qtabel , kesimpulan bahwa

untuk data ini.

at merupakan deret random,maka model fungsi transfer cocok

Tabel 3.15 Korelasi silang dari Gugus Residu ( at ) dengan Pemutihan deret


(83)

-20 0.082 1 0.042

-19 0.004 2 -0.025

-18 0.015 3 0.078

-17 -0.118 4 0.087

-16 -0.053 5 -0.063

-15 -0.122 6 -0.015

-14 -0.009 7 -0.208

-13 0.129 8 -0.178

-12 0.203 9 -0.017

-11 0.075 10 0.002

-10 0.042 11 0.025

-9 0.176 12 0.149

-8 0.098 13 0.025

-7 -0.023 14 -0.060

-6 -0.006 15 0.125

-5 -0.270 16 0.055

-4 -0.285 17 -0.036

-3 -0.216 18 0.084

-2 -0.116 19 -0.004

-1 -0.099 20 -0.183

0 0.296

Untuk menguji bahwa

korelasi silang antara

pemutihan

deret input ( αt )

gugus residu ( at ) apakah secara signifikan berbeda dari nol digunakan kembali persamaan Box- Pierce

m

X 2 ( m r ,s ) = (n − 1 − s b p)

r 2 aa (k ) k −1

X 2 ( 20−1,1) = (60 − 1 − 1 − 16 − 0)[( 0.296)2 + (0.042)2 + …+ (-0.004)2 + (-0.183)2] = 11.36734

Dengan memperhatikan tabel X2 untuk derajat bebas 18 dengan tingkat kepercayaan 90% nilainya adalah 31.5264, berarti Qhitung lebih kecil dari Qtabel , kesimpulan bahwa model fungsi transfer memenuhi asumsi independensi antara deret αt dan at

3.12 Peramalan dengan Fungsi Transfer

Model peramalan yang digunakan untuk contoh model (1,1,16) (0,1) adalah : ŷt = δ1 yt −1 +ω0 xt −16 −ω1 xt −17 −θ1 at −1


(84)

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Sofyan Assauri. 1984. “Teknik dan Metode Peramalan”. Jakarta : Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Daldjoeni N.1986. “Pokok-Pokok Klimatologi”. Bandung : Penerbit Alumni.

Lerbin R Aritonang R. 2002. “Peramalan Bisnis”.Jakarta : PenerbitGhalia Indonesia Kartasapoetra Ance Gunarsih. 2004. “Klimatologi Pengaruh Iklim”. Jakarta: Penerbit

Bumi Aksara.

Haryoko, Urip. 1998. “Peramalan Curah Hujan Bulanan Di Ambon Berdasarkan ENSO Dengan Fungsi Transfer”. Thesis. Jakarta, Indonesia : institute Pertanian Bogor.

Makridakis S, Wheelwright S.C dan Mc Gee V.E. 1993. “Metode dan Aplikasi Peramalan”. Jakarta : Penerbit Erlangga

Maljoivi. “ Metode Box-Jenkins”, diakses dari:

Mudrajad. ”Analisis Box-jenkins”. diakases dari:

Sudjana. 1992. “Metode Statistika”. Edisi kelima. Bandung : Penerbit Tarsito.


(2)

Data 2

No. Bulan Tahun Kecepatan Angin (knots)

1 Januari 2005 7

2 Februari 2005 7

3 Maret 2005 7

4 April 2005 4

5 mei 2005 7

6 Juni 2005 7

7 Juli 2005 8

8 Agustus 2005 8

9 September 2005 7

10 Oktober 2005 7

11 November 2005 7

12 Desember 2005 7

13 Januari 2006 7

14 Februari 2006 7

15 Maret 2006 8

16 April 2006 8

17 Mei 2006 7

18 Juni 2006 8

19 Juli 2006 7

20 Agustus 2006 8

21 September 2006 7

22 Oktober 2006 7

23 November 2006 7

24 Desember 2006 7

25 Januari 2007 7

26 Februari 2007 8

27 Maret 2007 8

28 April 2007 8

29 Mei 2007 8

30 Juni 2007 8

31 Juli 2007 7

32 Agustus 2007 8

33 September 2007 8

34 Oktober 2007 7

35 November 2007 7


(3)

36 Desember 2007 7

37 Januari 2008 7

38 Februari 2008 8

39 Maret 2008 8

40 April 2008 7

41 Mei 2008 8

42 Juni 2008 7

43 Juli 2008 7

44 Agustus 2008 6

45 September 2008 6

46 Oktober 2008 5

47 November 2008 6

48 Desember 2008 5

49 Januari 2009 7

50 Februari 2009 7

51 Maret 2009 8

52 April 2009 7

53 Mei 2009 7

54 Juni 2009 7

55 Juli 2009 7

56 Agustus 2009 7

57 September 2009 7

58 Oktober 2009 7

59 November 2009 7


(4)

Autokorelation Function : bxt

Series : Udara

Autocorrelation

Lag Autocorrelation Std. Errora Box-Ljung Statistic

Value df Sig.b

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 .143 .043 .098 .011 -.055 -.020 -.003 -.041 .016 -.066 .112 .191 .002 -.010 -.001 -.037 .126 .125 .124 .123 .122 .120 .119 .118 .117 .116 .115 .114 .112 .111 .110 .109 1.294 1.412 2.040 2.048 2.251 2.278 2.279 2.397 2.416 2.739 3.699 6.516 6.516 6.524 6.524 6.638 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 .255 .494 .564 .727 .813 .892 .943 .966 .983 .987 .978 .888 .925 .952 .970 .980

a. The Underlying Process assumed in independence (white noise) b. Based on the asymptotic chi-square approximation.


(5)

(6)

Partial Autocorrelation Function : bxt

Partial Autocorrelations Series : Udara

Lag Partial

Autocorrelation

Std. Error

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

.143 .023 .091 -.017 -.061 -.013 .011 -.032 .030 -.078 .142 .164 -.046 -.040 -.038 -.020

.129 .129 .129 .129 .129 .129 .129 .129 .129 .129 .129 .129 .129 .129 .129 .129