Evaluasi Pertumbuhan Beberapa Jenis Dipterokarpa di Areal Revegetasi PT. Kitadin, Kalimantan Timur

EVALUASI PERTUMBUHAN BEBERAPA JENIS
DIPTEROKARPA DI AREAL REVEGETASI
PT. KITADIN, KALIMANTAN TIMUR

HENDRIYANA RACHMAN

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Pertumbuhan
Beberapa Jenis Dipterokarpa di Areal Revegetasi PT. Kitadin, Kalimantan Timur
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Hendriyana Rachman
NIM E44080060

ABSTRAK
HENDRIYANA RACHMAN Evaluasi Pertumbuhan Beberapa Jenis
Dipterokarpa di Areal Revegetasi PT. Kitadin, Kalimantan Timur. Dibimbing oleh
IWAN HILWAN dan YADI SETIADI.
Jenis-jenis dipterokarpa sangat penting keberadaannya di hutan hujan
tropika dataran rendah. Jenis-jenis dalam famili dipterokarpa memiliki nilai
ekonomi dan ekologi yang sangat tinggi. Kalimantan merupakan salah satu
wilayah penyebaran alami jenis-jenis dipterokarpa. Penebangan yang banyak
terjadi mengakibatkan jenis-jenis dipterokarpa menjadi sangat jarang ditemukan
dan izin usaha pertambangan yang sekarang banyak terdapat di Kalimantan
memperparah kondisi tersebut. Menurut IUCN (International Union for
Conservation of Nature) telah banyak jenis-jenis dipterokarpa yang dikategorikan
terancam punah. PT. Kitadin bekerja sama dengan Balai Besar Penelitian
Dipterokarpa Samarinda melakukan uji coba penanaman beberapa jenis

dipterokarpa. Uji coba penanaman dilaksanakan pada tahun 2009 di lahan pasca
tambang yang sebelumnya telah diprakondisikan. Penanaman dilakukan di lima
lokasi yang sebelumnya telah ditanami dengan jenis pionir yang masing-masing
lokasi berbeda jenis naungannya. Dalam rangka mengetahui jenis dipterokarpa
yang paling unggul dan lokasinya maka dilakukan evaluasi pertumbuhan beberapa
jenis dipterokarpa di lahan pasca tambang PT. Kitadin. Penelitian ini bertujuan
untuk mengidentifikasi jenis dipterokarpa yang tumbuh paling unggul di berbagai
lokasi revegetasi PT. Kitadin. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat
kecenderungan kelima jenis dipterokarpa tumbuh dengan baik di bawah naungan
waru. Namun persen hidup kelima jenis dipterokarpa paling banyak terdapat di
bawah naungan trembesi. Jenis Parashorea smythiesii memiliki rata-rata tinggi,
diameter, dan persen hidup lebih besar dibandingkan dengan jenis lainnya.
Dengan demikian, jenis ini merupakan jenis yang potensial untuk dikembangkan
di lahan pasca tambang batubara PT. Kitadin.
Kata kunci : evaluasi pertumbuhan, dipterokarpa, revegetasi

ABSTRACT
HENDRIYANA RACHMAN Growth Evaluation of Some Dipterocarp
Species in Revegetation Areas of PT. Kitadin, East Kalimantan. Supervised by
IWAN HILWAN and YADI SETIADI.

The existence of dipterocarp species is very important especially in
lowland tropical rain forest. Dipterocarp species have high economic and
ecological values. Borneo is one of the region dipterocarp species. Logging has
resulted in the decrease of dipterocarp species, moreover, mining industry has
worsen this condition. According to IUCN (International Union for Conservation
of Nature), that these kinds of plants have been categorized endangered. PT
Kiadin in collaboration with Research Center of Dipterocarp Samarinda
performed planting trials of various dipterocarp. The experiment was carried out
in 2009 in the area of pre-conditioned post-mining area. The planting was done in
five locations that had previously been planted with pioneer tree species in which
each location had different types of shading. In order to know which dipterocarp
species that is the most superior and in which locations these species existed, the
growth of several types of dipterocarp in post-mining landscapes of PT. Kitadin
was evaluated. This study aimed to identify which types of dipterocarp species
that grew the best in various locations of revegetation of PT. Kitadin. Based on
the research done, there was a tendency that five dipterocarp species grow well in
the shade of waru. However, precentage of these five dipterocarp species life was
mostly under the shade of trembesi. Parashorea smythiesii species had greater
average height, diameter, and survival rates than those of other species. Thus, this
species is a potential species that could be used too planting in the ex mine siter of

PT. Kitadin.
Keywords: dipterocarp, growth evaluation, revegetation.

EVALUASI PERTUMBUHAN BEBERAPA JENIS
DIPTEROKARPA DI AREAL REVEGETASI
PT. KITADIN, KALIMANTAN TIMUR

HENDRIYANA RACHMAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Silvikultur

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013


Judul Skripsi : Evaluasi Pertumbuhan Beberapa Jenis Dipterokarpa di Areal
Revegetasi PT. Kitadin, Kalimantan Timur
Nama
: Hendriyana Rachman
NIM
: E44080060

Disetujui oleh

Dr. Ir. Iwan Hilwan, MS
Pembimbing I

Dr. Ir. Yadi Setiadi, M.Sc
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS
Ketua Departemen Silvikultur


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT atas segala curahan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi
dengan judul “Evaluasi Pertumbuhan Beberapa Jenis Dipterokarpa di Areal
Revegetasi PT. Kitadin, Kalimantan Timur”. Shalawat beserta salam semoga tetap
tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan
pengikutnya sampai akhir zaman. Penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Departemen Silvikultur, Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Iwan Hilwan, MS dan Dr. Ir.
Yadi Setiadi, M.Sc selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan pula kepada Bapak Krispani Firmansyah S.Hut. beserta seluruh
karyawan PT. Kitadin, Niken Khusnul Trilestari S.P. yang membantu penulis
dalam pengolahan data dan memberikan motivasi, Ibu Fatmi beserta seluruh
karyawan Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Samarinda, Bapak Ir. Ijen beserta
staf Pusat Studi Reboisasi Hutan Tropis Universitas Mulawarman, Muhammad
Ikhsan dan Latif Al-Anshori beserta seluruh mahasiswa Departemen Silvikultur

angkatan 45, serta Bapak Fery, Bapak Gede, Ari Istantini S.Hut. dan Weda Gelar
Pananjung S.Hut. yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas
segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukannya.

Bogor, Juli 2013
Hendriyana Rachman

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

ix

DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR


x

DAFTAR LAMPIRAN

x

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian


1

METODE

2

Waktu dan Lokasi Penelitian

2

Alat dan Bahan

2

Prosedur Penelitian

3

Analisis Data


4

HASIL DAN PEMBAHASAN

5

Hasil

5

Pembahasan

8

SIMPULAN DAN SARAN

10

Simpulan


10

Saran

10

DAFTAR PUSTAKA

10

LAMPIRAN

12

DAFTAR TABEL
1 Hasil analisis tanah pada kedalaman 0-30 cm

5

2 Hasil analisis tanah pada kedalaman 30-60 cm

6

3 Tutupan tajuk di berbagai lokasi

6

4 Rata-rata tinggi tanaman (m) di lima plot yang berbeda

7

5 Rata-rata diameter tanaman (cm) di lima plot yang berbeda

7

6 Persen hidup tanaman (%) di lima plot yang berbeda

7

7 Riap tinggi dan diameter kelima jenis tanaman di lima plot yang berbeda

8

DAFTAR GAMBAR
1 Lokasi PT. Kitadin-Embalut Site

2

2 Layout penanaman dipterokarpa di petak percobaan

3

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil pengukuran tinggi dan diameter tanaman di bawah naungan trembesi

13

2 Hasil pengukuran tinggi dan diameter tanaman di bawah naungan waru

15

3 Hasil pengukuran tinggi dan diameter tanaman di bawah naungan gmelina

16

4 Hasil pengukuran tinggi dan diameter tanaman di bawah naungan johar

17

5 Hasil pengukuran tinggi dan diameter tanaman di bawah naungan sengon
buto

18

6 Foto-foto dipterokarpa

19

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jenis-jenis dipterokarpa sangat penting keberadaannya di hutan hujan
tropika dataran rendah. Jenis-jenis dipterokarpa memiliki nilai ekonomi dan
ekologi yang sangat tinggi. Kalimantan merupakan salah satu wilayah penyebaran
alami jenis-jenis dipterokarpa. Kegiatan penebangan liar yang marak dilakukan
mengakibatkan jenis-jenis dipterokarpa menjadi sangat jarang ditemukan dan izin
usaha pertambangan yang sekarang banyak terdapat di kalimantan memperparah
kondisi tersebut. Bahkan, menurut IUCN (International Union for Conservation
of Nature) telah banyak jenis-jenis dipterokarpa yang dikategorikan critically
endangered (CR) dan endangered (EN).
Kategori kritis (critically endangered) diterapkan pada takson yang
keberadaan populasinya menghadapi risiko kepunahan yang sangat tinggi di alam
dalam waktu yang sangat dekat. Kategori genting (endangered) diterapkan pada
takson yang tidak termasuk kritis namun mengalami risiko kepunahan yang sangat
tinggi dalam waktu dekat (Pamungkas et al. 2006).
Pada tahun 2009 PT. Kitadin bekerja sama dengan Balai Besar Penelitian
Dipterokarpa Samarinda melakukan uji coba penanaman beberapa jenis
dipterokarpa di areal revegetasi PT. Kitadin. Uji coba penanaman dilakukan di
lima lokasi yang sebelumnya telah ditanami dengan jenis pionir sebagai
penaungnya. Dalam rangka mengetahui jenis dipterokarpa yang paling unggul dan
di lokasi mana jenis-jenis tersebut berada maka dilakukan evaluasi pertumbuhan
beberapa jenis dipterokarpa di lahan revegetasi PT. Kitadin.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi jenis dipterokarpa
yang tumbuh paling unggul di berbagai lokasi revegetasi PT. Kitadin.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah untuk:
1. Memberikan informasi tentang jenis-jenis dipterokarpa yang dapat hidup dan
tumbuh dengan baik di areal revegetasi PT. Kitadin.
2. Merekomendasikan jenis-jenis dipterokarpa yang cocok ditanam di areal
revegetasi PT. Kitadin.
3. Merekomendasikan teknik penanaman dan perawatan penanaman
dipterokarpa di areal revegetasi PT. Kitadin.

2

METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 1 bulan yaitu pada bulan Mei tahun 2012.
Penelitian dilakukan di areal revegetasi PT. Kitadin, Seam 15 Utara dan Seam 17,
Desa Embalut, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Lokasi
penelitian ditunjukkan pada Gambar 1.

PT. KTD

Sumber : Istantini (2012)
Gambar 1 Lokasi PT. Kitadin-Embalut Site
Alat dan Bahan
Bahan yang dijadikan objek penelitian adalah tegakan hasil revegetasi yaitu
jenis Cotylelobium burckii, Shorea agamii, Parashorea smythiesii, Shorea
balangeran, dan Shorea atrinervosa. Alat yang digunakan adalah jangka sorong
elektrik (1 unit), pita ukur sepanjang 30 m (1 unit), kamera digital (1 unit), alat
tulis, dan bor tanah (1 unit).

3
Prosedur Penelitian
Penelitian dilakukan dalam empat tahapan, yaitu persiapan, pembuatan plot,
pengumpulan data, dan analisis data.
Persiapan
Tahap persiapan dilakukan untuk mengetahui lokasi dan kondisi tegakan
hasil revegetasi PT. Kitadin dan mempersiapkan kelengkapan alat yang
digunakan.
Pembuatan plot
Pengumpulan data dilakukan secara sensus di lima jenis naungan yang
berbeda yaitu Plot A yang dinaungi oleh jenis trembesi (Samanea saman), plot B
dinaungi oleh sengon buto (Enterolobium cyclocarpum), plot C dinaungi oleh
johar (Senna siamea), plot D dinaungi oleh waru (Hibiscus tiliaceus), dan plot E
dinaungi oleh jenis gmelina (Gmelina arborea), umur kelima jenis naungan
adalah 4 tahun dan jarak tanam jenis naungan adalah sebesar 5 m x 5 m. Pada
setiap naungan terdapat plot berukuran 50 m x 125 m yang ditanami jenis
Cotylelobium burckii, Shorea agamii, Parashorea smythiesii, Shorea balangeran,
dan Shorea atrinervosa dengan jarak tanam 5 m x 5 m. Sebelum dilakukan
Penanaman dibuat terlebih dahulu lubang tanam ukuran 30 cm x 30 cm x 40 cm
yang diberi pupuk kandang sebanyak 4 kg (Saridan 2009). Gambar layout
penanaman jenis-jenis dipterokarpa di petak percobaan terdapat pada Gambar 2.

Keterangan :
X : Tegakan pionir, A : Tegakan jenis Shorea agamii, B : Tegakan jenis Shorea balangeran, C :
Tegakan jenis Parashorea smythiesii, D : Tegakan jenis Cotylelobium burckii, E : Tegakan jenis
Shorea atrinervosa

Gambar 2 Layout penanaman dipterokarpa di petak percobaan

4
Pengamatan dan Pengumpulan Data
Parameter yang diamati adalah persen hidup, tinggi total (m), diameter
batang (cm), hasil analisis sampel tanah, dan pengukuran tutupan tajuk (%).
Persen hidup
Persen hidup tanaman hasil revegetasi dihitung dengan inventarisasi jumlah
tanaman yang hidup dalam setiap plot kemudian dibandingkan dengan jumlah
tanaman yang ditanam pada awal kegiatan revegetasi. Jumlah tanaman setiap jenis
dalam sebuah plot adalah 50 batang. Persen hidup dinyatakan dalam satuan
persen.
Tinggi dan diameter tanaman
Pengukuran tinggi tanaman menggunakan alat ukur tinggi berupa tongkat
sepanjang 2 meter yang sebelumnya telah ditandai sesuai pita ukur. Tinggi
tanaman diukur mulai dari pangkal sampai pucuk apikal dominan. Pengukuran
diameter tanaman menggunakan jangka sorong elektrik yang diukur pada
ketinggian 20 cm di atas permukaan tanah.
Pengambilan sampel tanah
Pengambilan sampel tanah menggunakan bor tanah yang dilakukan di lima
titik pada masing-masing naungan. Jarak antar titik pengambilan 25 m. Pada
setiap titik diambil dua sampel tanah yaitu pada kedalaman 0-30 cm dan 30-60
cm. Sampel tanah yang didapat kemudian dicampur dan diaduk menggunakan
tangan sampai rata, kemudian sampel tanah diambil seberat ±1 kg. Selanjutnya
sampel tanah dianalisis di Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Universitas
Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur. Analisis tanah dilakukan terhadap
berbagai parameter sifat kimia tanah seperti pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Pengukuran penutupan tajuk
Pengukuran penutupan tajuk dilakukan dengan menggunakan kamera digital
yang diarahkan tegak lurus ke atas pada ketinggian 50 cm di atas permukaan
tanah, dilakukan sebanyak 3 kali pada masing-masing jenis naungan. Gambar
yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan program Google SketchUp
8. Persentase penutupan tajuk didapatkan dari hasil perbandingan antara rata-rata
luasan yang tertutupi tajuk dengan yang tidak tertutupi tajuk.
Analisis Data
Data hasil pengukuran dianalisis dengan menggunakan microsoft excel 2007.
Persen hidup =

Jumlah tanaman yang hidup

x 100 %

Jumlah tanaman yang ditanam
Total luas bidang yang tertutupi
Tutupan Tajuk =

Total luas

x 100 %

5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Sifat kimia tanah
Tanah merupakan salah satu faktor yang memengaruhi pertumbuhan
dipterokarpa. Tabel 1 merupakan hasil analisis tanah pada kedalaman 0-30 cm
sedangkan Tabel 2 merupakan hasil analisis tanah pada kedalaman 30-60 cm.
Tabel 1 Hasil analisis tanah pada kedalaman 0-30 cm
Parameter
Analis kimia
pH H2O (1 : 2.5)

Ca++
Mg++
Na+
K+
KTK
N. Total
C. Organik
Ratio C/N
P2O5 Tersedia (Bray 1)
Kejenuhan Al
Pyrite (FeS2)

Satuan
meq/100g
meq/100g
meq/100g
meq/100g
meq/100g
%
%
%
Ppm
%
%

Lokasi
Plot A Plot B Plot C Plot D
7.40
6.55
4.98
0.32
0.41
13.01
0.09
0.93
10.70
18.51
0.00
0.16

5.4
5.18
4.47
0.71
0.33
11.19
0.06
1.57
26.72
11.39
0.00
0.17

8.60
6.82
4.62
5.65
0.38
17.89
0.07
1.14
16.33
16.53
0.00
0.11

6.40
4.58
4.96
0.55
0.29
10.71
0.12
2.57
21.36
1.89
0.00
0.25

Plot E
8.30
8.53
5.01
2.41
0.39
16.68
0.06
1.29
19.96
8.22
0.00
0.14

Tabel 1 menunjukkan pH tanah di plot A dikategorikan netral, plot B
dikategorikan masam, plot C dikategorikan alkalis, plot D dikategorikan agak
masam, dan plot E dikategorikan agak alkalis (Pusat Penelitian Tanah, 1983). Plot
B dikategorikan masam, dengan pH 5.4 yang dapat mengganggu pertumbuhan
tanaman. Menurut Hanifah (2010), jika pH kurang dari 6.0 dapat menyebabkan
tanaman menderita defisiensi seluruh unsur makro dan mikro. Tabel 1 juga
menunjukkan kandungan P tersedia di plot A, B, C, D, dan E. Menurut Pusat
Penelitian Tanah (1983) kandungan P tersedia di plot A dan C dikategorikan
sedang, plot B dikategorikan rendah, plot D dan E dikategorikan sangat rendah.

6
Tabel 2 Hasil analisis tanah pada kedalaman 30-60 cm
Parameter
Analis kimia
pH H2O (1 : 2.5)

Satuan
-

Ca++
Mg++
Na+
K+
KTK
N. Total
C. Organik
Ratio C/N
P2O5 Tersedia (Bray 1)
Kejenuhan Al
Pyrite (FeS2)

meq/100g
meq/100g
meq/100g
meq/100g
meq/100g
%
%
%
Ppm
%
%

Plot A

Plot B

Lokasi
Plot C

7.60

4.60
3.91
4.70
0.81
0.46
10.89
0.09
2.57
27.83
3.08
6.89
0.62

9.60
2.32
3.12
6.70
0.27
12.83
0.02
0.57
29.15
46.20
0.00
0.16

5.57
4.36
0.68
0.35
11.29
0.10
2.00
19.31
10.60
0.00
0.25

Plot D

Plot E

8.00
3.89
4.34
0.51
0.34
9.42
0.10
1.57
15.59
10.20
0.00
0.34

9.00
6.78
4.96
6.55
0.69
19.22
0.09
1.57
18.10
9.41
0.00
0.19

Tabel 2 menunjukkan pH tanah di plot A dikategorikan agak alkalis, plot
B dikategorikan masam, plot C dikategorikan alkalis, plot D dikategorikan agak
alkalis, dan plot E dikategorikan alkalis (Pusat Penelitian Tanah, 1983).
Permasalahan tanah pada plot B adalah pH masam yang dapat mengganggu
pertumbuhan tanaman. Pada plot C, D, dan E yang alkalis juga dapat
mengakibatkan pertumbuhan tanaman menjadi terganggu.
Tutupan tajuk
Hasil pengukuran tutupan tajuk di lima plot seperti pada Tabel 3
menunjukkan bahwa tutupan tajuk terbesar ada di plot B yang dinaungi oleh
sengon buto sebesar 93.2 %. Sementara itu tutupan tajuk terkecil yaitu sebesar
12.3 % ada di plot E yang dinaungi oleh gmelina.
Tabel 3 Tutupan tajuk di berbagai lokasi
Lokasi
Plot A
Plot B
Plot C
Plot D
Plot E

Tutupan Tajuk
(%)
86.8
93.2
48.4
42.4
12.3

Rata-rata tinggi tanaman
Tabel 4 memperlihatkan hasil pengukuran tinggi lima jenis tanaman
dipterokarpa di lima plot yang berbeda. Parashorea smythiesii di plot D memiliki
rata-rata tinggi terbesar yaitu 3.1 m. Cotylelobium burckii di plot E memiliki ratarata tinggi terkecil yaitu 1.0 m.

7
Tabel 4 Rata-rata tinggi tanaman (m) di lima plot yang berbeda
Plot A

Plot B

Plot C

Plot D

Plot E

Jenis

tahun
2008

tahun
2012

tahun
2008

tahun
2012

tahun
2008

tahun
2012

tahun
2008

tahun
2012

tahun
2008

tahun
2012

S. agamii
S. balangeran
P. smythiesii
C. burckii

0.47
0.73
0.78
0.58

1.20
1.70
1.70
1.40

0.38
0.57
0.81
0.38

1.20
1.60
1.30
1.50

0.33
0.33
0.62
0.44

1.20
1.10
1.90
1.50

0.45
0.68
0.70
0.39

2.00
2.30
3.10
2.00

0.37
0.48
0.63
0.36

1.10
1.10
1.70
1.00

S. atrinervosa
0.41 1.50
0.49
Sumber data tahun 2008 (Saridan 2009)

2.00

0.36

2.20

0.51

2.80

0.34

1.90

Rata-rata diameter tanaman
Tabel 5 memperlihatkan hasil pengukuran diameter lima jenis tanaman
dipterokarpa di lima plot yang berbeda. Parashorea smythiesii di plot D
merupakan rata-rata diameter terbesar yaitu 4.5 cm. Shorea agamii, Cotylelobium
burckii, dan Shorea atrinervosa di plot A memiliki rata-rata tinggi tanaman
terkecil yaitu 1.0 m. Rata-rata diameter Shorea agamii di plot B juga
menunjukkan nilai terkecil yaitu sebesar 1.0 cm.
Tabel 5 Rata-rata diameter tanaman (cm) di lima plot yang berbeda
Plot A

Plot B

Plot C

Plot D

Plot E

Jenis

tahun
2008

tahun
2012

tahun
2008

tahun
2012

tahun
2008

tahun
2012

tahun
2008

tahun
2012

tahun
2008

tahun
2012

S. agamii
S. balangeran
P. smythiesii

0.45
0.42
0.53

1.00
1.30
1.50

0.46
0.39
0.73

1.00
1.50
1.60

0.40
0.42
0.49

1.40
1.20
2.30

0.43
0.39
0.53

2.20
2.80
4.50

0.40
0.42
0.49

1.20
1.30
2.40

C. burckii
0.39
1.00
0.36
S. atrinervosa 0.29
1.00
0.36
Sumber data tahun 2008 (Saridan 2009)

1.50
1.70

0.31
0.31

1.80
2.20

0.31
0.33

2.80
2.80

0.31
0.31

1.60
2.20

Persen hidup
Tabel 6 memperlihatkan hasil penghitungan persen hidup lima jenis
tanaman dipterokarpa di lima plot yang berbeda. Shorea balangeran dan
Parashorea smythiesii di plot A memiliki persen hidup terbesar yaitu 50 %.
Cotylelobium burckii di plot E memiliki persen hidup terkecil yaitu 2 %.
Tabel 6 Persen hidup tanaman (%) di lima plot yang berbeda
Jenis
S. agamii
S. balangeran
P. smythiesii
C. burckii
S. atrinervosa

Plot A
46
50
50
46
44

Plot B
24
6
16
26
34

Plot C
26
14
6
14
30

Plot D
6
8
42
24
36

Plot E
18
8
32
2
46

8

Pembahasan
Pertumbuhan kelima jenis dipterokarpa yang paling baik terdapat di plot D
dinaungi oleh waru. Hal ini terlihat dari riap tinggi dan diameter (Tabel 7) terbesar
dari lima jenis tanaman dipterokarpa terdapat di plot D. Riap tinggi Shorea agamii,
Shorea balangeran, Parashorea smythiesii, Cotylelobium burckii, dan Shorea
atrinervosa di plot D secara berturut-turut adalah 1.55, 1.62, 2.40, 1.61, dan 2.29
m. Riap diameter Shorea agamii, Shorea balangeran, Parashorea smythiesii,
Cotylelobium burckii, dan Shorea atrinervosa di plot D secara berturut-turut
adalah 1.77, 2.41, 3.97, 2.49, dan 2.47 cm. Diduga penutupan tajuk di plot D
merupakan penyebab besarnya pertumbuhan riap kelima jenis dipterokarpa. Plot
D memiliki tutupan tajuk sebesar 42.4 % (Tabel 3), kondisi ini menunjukkan
bahwa cahaya matahari yang masuk ke bawah tegakan waru adalah sebesar
57.6 %. Hasil penelitian ini sejalan dengan Rasjid et al. (1991) yang menyatakan
bahwa kebutuhan cahaya untuk keperluan pertumbuhan dipterokarpa di waktu
muda (0-4 tahun) berkisar antara 50-75 % dari cahaya total.
Tabel 7 Riap tinggi dan diameter kelima jenis tanaman di lima plot yang berbeda
Plot A
Jenis

Plot D

Plot E

D
(cm)

T
(m)

D
(cm)

T
(m)

D
(cm)

T
(m)

D
(cm)

0.82
1.03
0.49
1.12

0.54
1.11
0.87
1.14

0.87
0.77
1.28
1.06

1.00
0.78
1.81
1.49

1.55
1.62
2.40
1.61

1.77
2.41
3.97
2.49

0.73
0.62
1.07
0.64

0.80
0.88
1.91
1.29

S. atrinervosa
1.09
0.71 1.51
1.34 1.84
Keterangan: T = tinggi total; D = diameter batang

1.89

2.29

2.47

1.56

1.89

0.73
0.97
0.92
0.82

D
(cm)

Plot C

T
(m)

S. agamii
S. balangeran
P. smythiesii
C. burckii

T
(m)

Plot B

0.55
0.88
0.97
0.61

Pertumbuhan riap tinggi dan diameter kelima jenis tanaman dipterokarpa di
plot A dan B lebih kecil dibandingkan dengan di plot D. Intensitas cahaya
matahari yang rendah diduga menjadi penyebab terhambatnya pertumbuhan riap
tinggi dan diameter kelima jenis dipterokarpa di plot A dan B. Seperti pada Tabel
3 yang menunjukkan bahwa persentase penutupan tajuk di plot A dan B masingmasing adalah sebesar 86.8 % dan 93.2 %. Intensitas cahaya secara langsung
dapat memengaruhi pertumbuhan melalui proses fotosintesis. Hasil dari proses
fotosintesis dibutuhkan oleh tanaman untuk pertumbuhan tinggi dan diameter.
Pertumbuhan kelima jenis dipterokarpa di plot A dan B bisa ditingkatkan dengan
cara penjarangan atau pemangkasan pohon naungan. Penjarangan mengakibatkan
intensitas cahaya matahari yang masuk ke tegakan akan bertambah.
Semakin berkurangnya tutupan tajuk tidak mengakibatkan pertumbuhan
jenis-jenis dipterokarpa menjadi semakin baik, seperti yang terjadi di plot E yang
memiliki tutupan tajuk 12.3 %. Pertumbuhan kelima jenis dipterokarpa di plot
tersebut bahkan lebih rendah dibandingkan dengan plot D. Hal ini dapat terjadi
karena kelima jenis dipterokarpa yang diteliti bersifat semitoleran terhadap
naungan, artinya jenis-jenis tersebut membutuhkan naungan ketika masih berumur

9
muda (1-4 tahun) kemudian setelah dewasa tidak membutuhkan naungan lagi
(Rasjid et al. 1991).
Riap tinggi dan diameter Parashorea smythiesii di plot D memiliki nilai
yang paling besar dibandingkan dengan jenis yang lainnya. Dengan demikian,
jenis ini merupakan jenis yang potensial untuk dikembangkan di lahan pasca
tambang batubara. Jenis Parashorea smythiesii mampu tumbuh dengan baik di
lahan pasca tambang yang kondisi lahannya sangat berbeda dengan kondisi
alaminya. Parashorea smythiesii banyak ditemukan di hutan dipterokarpa
campuran yang tanahnya banyak mengandung liat pada ketinggian sampai 1000 m
dpl (Newman et al. 1996).
Persen hidup Shorea balangeran dan Parashorea smythiesii yang berada di
plot A memiliki nilai terbesar, yaitu sebesar 50 % (Tabel 6). Namun menurut
Rasjid et.al. (1991), jika persen hidup tanaman kurang dari 60 % maka
penanaman tersebut dikatakan gagal. Adanya kematian yang cukup besar ini
antara lain akibat kondisi lahan pasca tambang yang marjinal (miskin unsur hara),
seperti yang dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2. Persen hidup Shorea agamii,
Shorea balangeran, Parashorea smythiesii, dan Cotylelobium burckii yang berada
di plot A memiliki nilai terbesar dibandingkan dengan jenis yang sama di lokasi B,
C, D, dan E, namun berbeda dengan jenis yang lainnya, persen hidup Shorea
atrinervosa terdapat di plot E.
Besarnya angka persen hidup di plot A diduga terkait dengan kandungan
P2O5 di plot A. Seperti ditunjukkan pada Tabel 1, kandungan P2O5 terbesar
berada di plot A yaitu sebesar 18.51 ppm. Menurut Hardjowigeno (2007), unsur P
berfungsi membentuk nucleoprotein (sebagai penyusun gen : RNA dan DNA),
menyimpan dan memindahkan energi misalnya ATP dan ADP, dan berperan
dalam pembelahan sel. Menurut Agustina (2004) unsur P juga berpengaruh dalam
meningkatkan efisiensi fungsi dan penggunaan unsur N.
Rendahnya kandungan unsur P di plot B, D dan E mengakibatkan persen
hidup tanaman dipterokarpa menjadi rendah. Menurut Hanifah (2010), penanaman
tanpa memperhatikan suplai unsur P kemungkinan akan gagal akibat defisiensi
unsur P. Kandungan unsur P di plot C dikategorikan sedang, namun pH tanah di
plot C yang bersifat alkalis mengakibatkan unsur P tidak dapat diserap tanaman.
Penurunan ketersediaan unsur P pada pH diatas netral disebabkan oleh presipitasi
(pengendapan) oleh Ca dan adanya ionisasi ion H2PO4- oleh OH- menjadi HPO4yang relatif lebih lambat diserap tanaman.
Persen hidup jenis Shorea atrinervosa di lima plot yang berbeda memiliki
nilai yang merata. Shorea atrinervosa di plot A, B, C, D, dan E adalah sebesar
44 %, 34 %, 30 %, 36 %, dan 46 %. Hal ini menunjukkan bahwa, jenis Shorea
atrinervosa memiliki tingkat adaptasi yang baik terhadap kondisi lahan yang
marjinal.
Parashorea smythiesii merupakan jenis yang potensial untuk dikembangkan
di lahan pasca tambang batubara. Hal ini dikarenakan Parashorea smythiesii
memiliki pertumbuhan dan persen hidup paling tinggi apabila dibandingkan
dengan jenis lainnya. Meskipun Parashorea smythiesii merupakan jenis yang
dinilai paling potensial untuk dikembangkan, namun jenis Shorea agamii, Shorea
balangeran, dan Cotylelobium burckii juga penting untuk ditanam, mengingat
kelangkaannya di kawasan hutan. Menurut IUCN (2013) Shorea agamii dan

10
Cotylelobium burckii termasuk kedalam kategori genting atau endangered (EN),
bahkan Shorea balangeran termasuk kedalam kategori critically endangered (CR).
Kategori kritis (critically endangered) ini diterapkan pada takson yang
keberadaan populasinya menghadapi risiko kepunahan yang sangat tinggi di alam
dalam waktu yang sangat dekat. Kategori genting (endangered) diterapkan pada
takson yang tidak termasuk kritis namun mengalami risiko kepunahan yang sangat
tinggi dalam waktu dekat (Pamungkas et al. 2006).

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Parashorea smythiesii yang ditanam di bawah naungan waru (Hibiscus
tiliaceus) merupakan jenis yang paling unggul di areal revegetasi PT. Kitadin.
Jenis ini memiliki riap tinggi terbesar yaitu 2.40 m, riap diameter batang terbesar
yaitu 3.97 cm dan persen hidup terbesar yaitu 50 %.
Saran
Perlu adanya penjarangan atau pemangkasan tanaman pionir di plot A dan B
agar jenis-jenis dipterokarpa yang hidup di bawahnya mendapatkan intensitas
cahaya cukup bagi pertumbuhannya. Besarnya penjarangan sebesar 50 % dari
jumlah total tanaman pionir di plot A dan B.

DAFTAR PUSTAKA
Agustina L. 2004. Dasar Nutrisi Tanaman. Jakarta (IND). Rineka Cipta.
Hanifah KA. 2010. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta (IND): Rajawali Pres.
Hardjowigeno S. 2007. Ilmu Tanah. Jakarta (IND): Akademika Pressindo.
Istantini A. 2012. Laporan Hasil Praktek Kerja Profesi, Teknik Pembibitan
Tanaman Kehutanan PT. Kitadin, Kutai Kartanegara. Bogor (IND). Institut
Pertanian Bogor.
Newman MF, Burgess PF, Whitmore TC. 1996. Manual of Dipterocarps for
Foresters: Borneo Island Light Hardwoods. Huddersfield (UK): The
Charlesworth Group.
Pamungkas T, Halim L, Eko DP. 2006. Data Base Jenis-jenis Prioritas untuk
Konservasi Genetik dan Pemuliaan. Jogjakarta: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hutan Tanaman.
Rasjid HA, Marfuah, Wijayakusumah H, Hendarsyah. D. 1991. Vademikum
Dipterocarpaceae. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.
Departemen Kehutanan.
Saridan A. 2009. Uji Coba Reklamasi Tambang Batubara Dengan Jenis-Jenis
Dipterokarpa di PT. Kitadin, Kalimantan Timur. [internet]. [Waktu dan
tempat pertemuan tidak diketahui]. Bogor (ID): Balai Besar Penelitian

11
Dipterokarpa Samarinda. Hlm 180-186; [diunduh 2013 juli 2]. Tersedia
pada http:// library.forda-mof.org/libforda/data_pdf/2894.pdf.
[IUCN] International Union for Conservation of Nature. 2013. IUCN Red List of
Threatened Species. Version 2012.2. [Internet]. [diunduh 13 Januari 2013]:
Tersedia pada: http://www.iucnredlist.org/details/summary/33103/0.
[PPT] Pusat Penelitian Tanah. 1983. Klasifikasi Kesesuaian Lahan. Proyek
Penelitian Pertanian Menunjang Transmigrasi No. 29b/1983. Bogor: Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.

12

LAMPIRAN

LAMPIRAN

13
Lampiran 1 Hasil pengukuran tinggi dan diameter tanaman di bawah naungan trembesi
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38

Jenis
C. burckii
C. burckii
C. burckii
C. burckii
C. burckii
C. burckii
C. burckii
C. burckii
C. burckii
C. burckii
C. burckii
C. burckii
C. burckii
C. burckii
C. burckii
C. burckii
C. burckii
C. burckii
S. agamii
S. agamii
S. agamii
S. agamii
S. agamii
S. agamii
S. agamii
S. agamii
S. agamii
S. agamii
S. agamii
S. agamii
S. agamii
S. agamii
S. agamii
S. agamii
S. agamii
S. agamii
S. agamii
S. agamii

D (cm)

T (m)

No

Jenis

0.78
1.20
1.55
0.69
0.57
0.48
1.53
1.38
1.04
1.87
0.50
1.33
0.62
1.46
1.80
0.66
0.83
0.71
1.03
1.00
1.29
1.17
0.71
2.19
0.81
0.82
0.71
0.88
0.81
1.01
1.58
0.84
0.82
0.64
0.78
0.74
0.97
0.88

2.52
1.30
2.60
1.12
0.75
0.75
2.30
1.73
0.89
1.92
0.47
1.40
0.76
2.10
2.05
1.08
0.95
1.15
1.20
1.73
1.86
1.00
0.71
1.38
0.75
2.00
1.57
1.00
1.14
1.49
2.15
1.28
1.38
0.75
0.20
0.50
1.57
1.20

39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76

S. agamii
S. agamii
S. agamii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
S. balangeran
S. balangeran
S. balangeran
S. balangeran
S. balangeran
S. balangeran
S. balangeran
S. balangeran
S. balangeran
S. balangeran

D
(cm)
1.29
1.08
0.44
2.34
1.37
0.97
0.65
3.50
0.73
1.93
0.58
2.26
0.72
0.36
1.87
1.13
0.89
1.25
2.04
2.50
2.12
2.84
2.22
0.76
2.14
2.79
1.32
1.43
0.98
1.37
1.97
1.28
0.73
1.19
2.00
1.64
0.80
0.36

T (m)
1.80
1.60
0.45
2.55
2.05
1.21
1.07
2.49
1.00
1.90
0.36
1.90
0.56
1.00
1.80
1.16
0.97
1.18
2.35
2.78
1.87
2.85
2.53
0.90
1.44
3.00
1.27
1.57
1.70
1.83
2.44
1.70
1.30
1.90
3.60
2.15
0.88
0.42

14
No

Jenis

D (cm)

T (m)

No

Jenis

D (cm)

T (m)

77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95

S. balangeran
S. balangeran
S. balangeran
S. balangeran
S. balangeran
S. balangeran
S. balangeran
S. balangeran
S. balangeran
S. balangeran
S. balangeran
S. balangeran
S. balangeran
S. balangeran
S. balangeran
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa

1.56
1.54
1.42
2.60
1.30
1.09
1.23
1.96
0.98
1.21
0.70
1.04
0.56
1.96
1.59
1.02
1.18
0.96
1.00

1.45
1.80
1.50
2.97
1.45
1.29
1.50
2.83
1.55
0.86
1.16
1.70
0.73
2.90
1.23
1.37
1.55
1.14
1.32

96
97
98
99
90
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
112
113

S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa

0.39
1.01
2.54
2.27
0.89
1.43
0.65
1.22
1.48
0.46
0.30
0.51
0.15
0.66
0.73
0.78
0.99
0.79

1.50
1.26
3.71
3.51
1.58
2.39
0.75
1.60
1.52
1.16
1.00
0.73
1.03
1.36
0.70
0.72
1.75
1.11

Keterangan:
D : Diameter tanaman
T : Tinggi total tanaman

15
Lampiran 2 Hasil pengukuran tinggi dan diameter tanaman di bawah naungan waru
No

Jenis

D (cm)

T (m)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38

C. burckii
C. burckii
C. burckii
C. burckii
C. burckii
C. burckii
C. burckii
C. burckii
C. burckii
C. burckii
C. burckii
C. burckii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa

3.23
1.24
2.34
2.94
2.56
2.60
1.20
4.53
3.79
2.10
6.11
1.32
4.63
3.69
4.40
4.45
5.15
3.89
2.72
2.63
3.47
4.62
2.29
3.22
7.05
6.53
7.75
3.18
4.54
4.22
4.62
4.64
5.80
2.58
2.80
1.52
1.43
3.15

2.10
1.00
2.20
2.00
2.30
3.70
0.63
2.70
3.45
2.00
0.53
1.50
4.20
2.50
3.00
4.00
3.35
2.00
2.00
2.30
3.29
3.50
5.40
1.90
4.50
3.50
2.00
2.10
2.10
3.40
3.20
3.80
4.00
2.40
2.90
1.50
1.55
3.00

No
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58

Jenis

D (cm)

T (m)

S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. balangeran
S. balangeran
S. balangeran
S. balangeran
S. agamii
S. agamii
S. agamii

2.45
2.79
4.72
2.10
1.86
3.24
2.40
2.65
1.86
2.47
4.91
4.46
3.31
3.54
5.87
1.53
3.43
2.47
3.10
1.10

2.50
2.60
4.00
2.50
3.20
2.30
2.70
2.50
1.80
2.00
5.00
4.50
4.00
2.00
2.90
1.25
3.00
1.90
2.80
1.40

16
Lampiran 3 Hasil pengukuran tinggi dan diameter tanaman di bawah naungan gmelina
No

Jenis

D (cm)

T (m)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38

S. agamii
S. agamii
S. agamii
S. agamii
S. agamii
S. agamii
S. agamii
S. agamii
S. agamii
S. balangeran
S. balangeran
S. balangeran
S. balangeran
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
C. burckii
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa

1.36
0.97
1.21
1.18
1.79
0.83
1.80
0.66
0.58
1.54
1.45
1.23
1.05
1.39
1.15
3.15
0.66
0.89
2.42
1.21
1.00
3.05
2.46
1.46
3.58
4.62
5.19
3.33
3.20
1.64
2.80
2.48
2.06
2.36
2.10
1.35
2.16
1.69

1.00
0.80
1.25
1.24
1.53
1.00
1.90
0.50
0.70
1.30
1.30
0.80
1.20
0.95
0.80
1.90
0.65
0.70
1.60
1.00
1.20
2.00
2.00
1.10
3.00
3.00
2.80
2.70
1.10
1.00
1.50
2.40
1.65
2.10
2.72
1.30
2.20
1.40

Keterangan:
D : Diameter tanaman
T : TinggiKeterangan:
total tanaman
D : Diameter tanaman
T : Tinggi total tanaman

No
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53

Jenis

D (cm)

T (m)

S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa

1.66
1.73
2.75
3.88
1.36
0.77
3.29
1.35
0.59
2.00
2.43
1.69
1.59
5.40
2.81

1.22
1.10
2.05
2.60
2.30
1.25
2.50
1.68
1.34
2.50
2.00
1.50
2.00
2.33
2.00

17
Lampiran 4 Hasil pengukuran tinggi dan diameter tanaman di bawah naungan johar
No

Jenis

D (cm)

T (m)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38

S. agamii
S. agamii
S. agamii
S. agamii
S. agamii
S. agamii
S. agamii
S. agamii
S. agamii
S. agamii
S. agamii
S. agamii
S. agamii
S. balangeran
S. balangeran
S. balangeran
S. balangeran
S. balangeran
S. balangeran
S. balangeran
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
C. burckii
C. burckii
C. burckii
C. burckii
C. burckii
C. burckii
C. burckii
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa

0.85
3.09
3.90
1.25
0.93
1.67
0.82
1.09
1.40
0.71
0.48
0.80
1.39
0.70
1.64
0.54
1.26
0.70
2.20
1.26
1.99
4.07
0.79
1.72
2.57
1.45
2.87
1.17
1.66
0.91
3.42
2.93
3.59
2.53
3.83
2.07
1.31
1.56

0.80
1.90
2.20
1.10
1.00
1.30
0.72
1.39
1.78
0.80
0.50
0.80
1.84
0.50
1.45
1.00
1.20
1.00
1.90
1.00
2.70
2.20
0.70
1.70
1.74
1.80
2.10
0.63
1.90
0.80
2.40
3.50
4.50
2.50
3.00
1.73
2.05
1.00

Keterangan:
D : Diameter tanaman
T : Tinggi total tanaman

No
39
40
41
42
43
44
45

Jenis

D (cm)

T (m)

S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa

1.47
2.24
1.04
2.35
1.13
1.73
2.23

1.57
1.75
1.30
2.50
1.55
1.80
2.50

18
Lampiran 5 Hasil pengukuran tinggi dan diameter tanaman di bawah naungan sengon buto
No

Jenis

D (cm)

T (m)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38

S. agamii
S. agamii
S. agamii
S. agamii
S. agamii
S. agamii
S. agamii
S. agamii
S. agamii
S. agamii
S. agamii
S. agamii
S. balangeran
S. balangeran
S. balangeran
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
P. smythiesii
C. burckii
C. burckii
C. burckii
C. burckii
C. burckii
C. burckii
C. burckii
C. burckii
C. burckii
C. burckii
C. burckii
C. burckii
C. burckii
S. atrinervosa
S. atrinervosa

0.93
0.94
0.52
1.10
1.79
1.79
0.99
1.02
0.90
1.26
0.62
0.78
1.79
1.79
0.96
1.00
0.84
1.09
1.71
2.63
2.03
1.24
2.00
1.44
1.28
2.20
1.00
3.76
2.46
1.32
0.93
0.83
1.29
0.66
1.32
1.31
3.45
1.47

1.20
1.40
0.60
0.80
2.00
2.10
1.30
0.80
1.00
1.80
0.50
0.90
2.70
1.80
0.40
1.20
0.63
1.40
1.64
1.94
1.20
1.60
1.20
1.10
1.60
1.20
1.40
4.00
2.00
1.60
0.70
0.60
1.50
0.90
1.50
1.60
3.40
1.20

Keterangan:
D : Diameter tanaman
T : Tinggi total tanaman

No
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53

Jenis

D (cm)

T (m)

S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa
S. atrinervosa

1.33
3.34
1.22
1.34
1.66
1.49
1.69
1.34
2.76
1.53
4.13
2.80
1.56
1.39
0.98

1.40
4.00
1.70
1.02
2.00
1.70
1.80
1.52
3.00
2.00
3.80
2.40
1.60
1.10
1.00

19
Lampiran 6 Foto-foto dipterokarpa

Shorea agamii di bawah naungan trembesi

Parashorea smythiesii di bawah naungan waru

20

Parashorea smythiesii di bawah nungan gmelina

Shorea balangeran di bawah naungan trembesi

21

Shorea atrinervosa di bawah naungan sengon buto

Cotylelobium burckii di bawah naungan gmelina

22

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat pada tanggal 08
Januari 1991 dari pasangan M. Mansur, S.Pd (Alm) dan Niatillah, S.Pd. Penulis
memulai pendidikan pada tahun 1996 di SDN Panyindangan. Setelah itu pada
tahun 2002 melanjutkan di SMPN 1 Banjaran. Pada tahun 2008 penulis lulus dari
SMAN 1 Talaga dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima di Program Studi
Silvikultur. Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB.
Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di organisasi HIMMAKA
(Himpunan Mahasiswa Majalengka) sebagai anggota divisi hubungan masyarakat
periode 2009-2011,
LDK Al-Hurriyah sebagai anggota divisi hubungan
masyarakat periode 2008-2010, Koran Kampus IPB sebagai staf divisi Perusahaan,
DPM Fahutan sebagai Ketua Komisi 1. Selain itu. penulis juga menjadi Ketua
Umum Tree Grower Community (TGC) 2011–2012. Penulis juga dipercaya
menjadi asisten Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan di Taman Nasional Gunung
Ciremai (TNGC) pada tahun 2012.
Penulis telah menyelesaikan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH)
yang bertempat di Baturaden dan Cilacap. Penulis juga telah menyelesaikan
Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat. dan telah
menyelesaikan Praktek Kerja Profesi di PT. Kitadin Embalut Site, Kutai
Kartanegara selama 2 bulan.
Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan
skripsi dengan judul “Evaluasi Pertumbuhan Beberapa Jenis Dipterokarpa di
Areal Revegetasi PT. Kitadin, Kalimantan Timur” di bawah bimbingan Dr. Ir.
Iwan Hilwan. MS dan Dr. Ir. Yadi Setiadi. M.Sc.