Studi Pertumbuhan Tanaman Revegetasi Pasca Tambang Batu Bara di PT Arutmin Indonesia Site Batulicin Kalimantan Selatan

STUDI PERTUMBUHAN TANAMAN REVEGETASI
PASCA TAMBANG BATU BARA DI PT ARUTMIN INDONESIA
SITE BATULICIN KALIMANTAN SELATAN

MUHAMMAD ABDUL LATHIF AL-ANSHARY

SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Pertumbuhan
Tanaman Revegetasi Pasca Tambang Batu Bara di PT Arutmin Indonesia Site
Batulicin Kalimantan Selatan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2013
M A Lathif Al-Anshary
NIM E44080073

ABSTRAK
MUHAMMAD ABDUL LATHIF AL-ANSHARY. Studi Pertumbuhan
Tanaman Revegetasi Pasca Tambang Batu Bara di PT Arutmin Indonesia Site
Batulicin Kalimantan Selatan. Dibimbing oleh CECEP KUSMANA dan YADI
SETIADI.
Karakteristik tanah pada lahan pasca tambang batubara secara umum
memiliki kemasaman, kepadatan, dan kandungan senyawa-senyawa fitotoksik yang
tinggi sehingga menyebabkan kekerdilan tanaman. Penelitian ini mengkaji
karakteristik tanah dan keragaan tanaman pada area revegetasi pasca tambang
batubara PT Arutmin Indonesia Site Batulicin Kalimantan Selatan beserta korelasi
antara karakter tanah dengan keragaan tanaman revegetasi di lokasi tersebut.
Penelitian dilakukan dengan mengukur tinggi dan diameter tanaman akasia dan
sengon dari 26 plot, serta analisis terhadap sifat kimia dan fisik tanah dari masingmasing plot. Hasil penelitian ini menemukan adanya kekerdilan pada sebagian
tanaman revegetasi di lokasi penelitian, kepadatan tanah merupakan faktor yang

paling sering muncul dengan kategori bermasalah di lokasi penelitian ini, dan
merupakan faktor yang memiliki korelasi yang nyata dengan keragaan tanaman.
Kata kunci: Acacia mangium, Falcataria moluccana, reklamasi tambang,
revegetasi, stres tanaman
ABSTRACT
MUHAMMAD ABDUL LATHIF AL-ANSHARY. Plant Stress on Post Coal
Mining Revegetation at PT Arutmin Indonesia Site Batulicin South Borneo.
Supervised by CECEP KUSMANA and YADI SETIADI.
Soil characteristics on post coal mining land is generaly have a high acidity,
density, and content of phytotoxic compounds wich potentially causing stunt plants.
This study examines the characteristics of the soil and crop growth performance at
post coal mining land revegetation of PT Arutmin Indonesia Site Batulicin South
Borneo and the correlation between its soil character with plant growth performance
at this site. The study was conducted by measuring the height and diameter of acacia
and sengon from 26 plots, and conducting soil analysis of chemical and physical
soil properties from each plot. This study found some stunt plant, soil density is a
factor that most often appears in problem level at this site, and is a factor that has a
significant correlation with plant growth performance.
Keywords: Acacia mangium, Falcataria moluccana, mine reclamation, plants
stress, revegetation,


STUDI PERTUMBUHAN TANAMAN REVEGETASI PASCA
TAMBANG BATU BARA DI PT ARUTMIN INDONESIA SITE
BATULICIN KALIMANTAN SELATAN

MUHAMMAD ABDUL LATHIF AL-ANSHARY

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Silvikultur

SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Studi Pertumbuhan Tanaman Revegetasi Pasca Tambang Batu Bara

di PT Arutmin Indonesia Site Batulicin Kalimantan Selatan
Nama
: Muhammad Abdul Lathif Al-Anshary
NIM
: E44080073

Disetujui oleh

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M. S
Pembimbing I

Dr. Ir. Yadi Setiadi, M.Sc
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat-Nya
sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang
dilaksanakan pada bulan Februari hingga Mei 2012 ini adalah reklamasi lahan
bekas tambang, dengan judul Studi Pertumbuhan Tanaman Revegetasi Pasca
Tambang Batu Bara di PT Arutmin Indonesia Site Batulicin Kalimantan Selatan.
Penelitian ini difasilitasi dan dibiayai oleh PT Arutmin Indonesia.
Penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M. S dan Dr. Ir. Yadi Setiadi, M. Sc
selaku dosen pembimbing atas arahan dan dorongannya. Selain itu, terimakasih
juga penulis sampaikan kepada staf dan pegawai Laboratorium Bioteknologi Hutan
dan Lingkungan (PPSHB IPB), jajaran manajemen dan staf PT Arutmin Indonesia
atas dukungan teknis, finansial dan moral selama pelaksanaan penelitian dan
penulisan skripsi. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada keluarga
tercinta dan kawan-kawan seperjuangan atas doa dan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang
memerlukannya.

Bogor, Februari 2013
M A Lathif Al-Anshary


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

METODE

2

Waktu dan Tempat Penelitian


2

Bahan dan Alat

3

Parameter yang diamati

3

Desain Sampling

3

Prosedur Penelitian

3

Analisis Data


5

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Karakteristik Tanah pada Area Revegetasi Lahan Pasca Tambang Batubara

6

Keragaan Tanaman Hasil Revegetasi pada Lahan Pasca Tambang Batubara

8

Faktor Karakter Tanah pada Lahan Pasca Tambang Batubara yang
Mempengaruhi Stres Tanaman
SIMPULAN DAN SARAN

10
11


Simpulan

11

Saran

12

DAFTAR PUSTAKA

12

LAMPIRAN

14

RIWAYAT HIDUP

28


DAFTAR TABEL
Tabel 1 Keragaan tanaman revegetasi pada lokasi penelitian
9
Tabel 2 Peninggi pohon dan bonita tempat tumbuh di lokasi penelitian 10
Tabel 3 Uji keberartian koefisien regresi.
11

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3
Gambar 4

Pengukuran dengan galah berskala
Sampel tanah terusik
Skala pada bor Belgi
Penggunaan bor Belgi

4
4
5
5

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8
Lampiran 9
Lampiran 10

Lampiran 11
Lampiran 12
Lampiran 13
Lampiran 14

Identitas plot yang digunakan dalam penelitian
Penilaian status kemasaman sampel tanah dari
kedalaman 0 cm – 30 cm.
Penilaian status kemasaman sampel tanah dari
kedalaman 30 cm – 60 cm.
Penilaian status konsentrasi Al pada sampel
tanah dari kedalaman 0 cm – 30 cm.
Penilaian status konsentrasi Al pada sampel
tanah dari kedalaman 30 cm – 60 cm.
Penilaian status konsentrasi Fe pada sampel
tanah dari kedalaman 0 cm – 30 cm.
Penilaian status konsentrasi Fe pada sampel
tanah dari kedalaman 30 cm – 60 cm.
Penilaian potensi toksik pirit pada sampel tanah.
Penilaian status kepadatan tanah
Frekuensi kemunculan masalah kemasaman,
kepadatan, dan kandungan senyawa-senyawa
fitotoksik pada tanah berdasarkan jumlah plot.
Tabel bonita Acacia mangium
Tabel bonita Falcataria moluccana
Teknik Lateral Root Manipulation (Setiadi 2013)
perbaikan kondisi tanah pH rendah dan potentian
toxic Al dan Fe (Setiadi 2013)

14
15
16
17
18
19
20
21
22

23
24
25
26
27

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Produksi batubara Indonesia terus meningkat seiring semakin berkurangnya
cadangan BBM sebagai sumber energi utama. Dalam skenario RIKEN (rencana
induk konservasi energi nasional penggunaan batubara sebagai sumber energi akan
terus didorong dari 210.3 juta SBM (setara barel minyak) pada 2010 atau urutan
ketiga setelah minyak bumi dan gas, menjadi 1099.4 juta SBM pada 2025 atau
melebihi penggunaan migas, dalam proyeksi tersebut batubara akan menjadi
sumber energi utama di Indonesia mulai dari tahun 2020. Produksi batubara yang
akan terus ditingkatkan berimplikasi pada kegiatan penambangan batubara yang
menjadi semakin intensif.
Kegiatan pertambangan batubara secara terbuka (open pit mining) yang
melalui proses pembukaan lahan (land clearing) pada kawasan hutan berimplikasi
pada penggundulan vegetasi hutan. Untuk itu, sebagai upaya untuk mengembalikan
fungsi hutan sesuai peruntukannya setelah proses penambangan berakhir,
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia
Nomor : P.18/Menhut-II/2011 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan,
setiap perusahaan tambang dibebani kewajiban untuk mereklamasi area
tambangnya sesuai dengan prinsip lingkungan hidup. Kewajiban reklamasi
tambang dibebankan pada setiap perusahaan pertambangan untuk mengendalikan
dampak negatif kegiatan penambangan terhadap lingkungan.
Dalam praktiknya, kegiatan revegetasi yang merupakan bagian dari proses
reklamasi seringkali menemui kendala dari karakter lahan pasca tambang yang
marjinal. Faktor-faktor karakter lahan yang mempengaruhi keberhasilan revegetasi
sangatlah beragam, sehingga perlakuan untuk menyelesaikan faktor-faktor tersebut
juga menjadi beragam. Untuk menentukan input teknologi yang tepat guna dalam
upaya revegetasi lahan pasca tambang batubara dibutuhkan informasi mengenai
faktor-faktor sifat tanah yang secara signifikan dapat menyebabkan stres tanaman
dan sering muncul pada lahan pasca tambang batubara. Sehubungan dengan hal
tersebut, perlu dilakukan penelitian mengenai stres tanaman yang ditemukan pada
lahan revegetasi dalam kaitannya dengan karakter lahan yang ada di lahan pasca
tambang batubara PT Arutmin Indonesia.
Salah satu ekspresi dari stres tanaman adalah ukuran tanaman yang kerdil
akibat pertumbuhan yang terganggu, artinya keragaan tanaman adalah ukuran dari
prestasi pertumbuhan tanaman tersebut. Terganggunya pertumbuhan tanaman pada
lahan bekas tambang merupakan manifestasi dari karakter tanah pada lahan pasca
tambang batubara yang marginal. Karakter tanah spesifik pada lahan pasca tambang
yang diduga memiliki pengaruh besar bagi pertumbuhan tanaman adalah teksturnya
yang kompak, kandungan unsur hara mikro yang berlebih hingga level beracun,
kemasaman tanah yang tinggi, dan keberadaan pirit yang merupakan senyawa
beracun bagi tanaman.

2
Perumusan Masalah
Penelitian ini berfokus pada masalah karakter tanah pada lahan pasca
tambang batubara, prestasi pertumbuhan atau keragaan (tinggi dan diameter) dari
tanaman revegetasi lahan pasca tambang batubara, dan hubungan antara keduanya.
Permasalahan-permasalahan tersebut dirumuskan menjadi poin-poin berikut:
1. Bagaimana karakteristik tanah pada area revegetasi lahan pasca tambang
batubara?
2. Bagaimana keragaan (tinggi dan diameter) tanaman hasil revegetasi pada lahan
pasca tambang batubara?
3. Apa faktor karakter tanah pada lahan pasca tambang batubara yang
mempengaruhi stres tanaman?

Tujuan Penelitian
Penelitian ini mengkaji faktor karakter tanah pada lahan pasca tambang
batubara yang mempengaruhi stres tanaman dalam kegiatan revegetasi lahan pasca
tambang batubara.
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengkaji karakteristik tanah pada area revegetasi lahan pasca tambang batubara
di lokasi penelitian.
2. Mengetahui keragaan (tinggi dan diameter) tanaman hasil revegetasi pada lahan
pasca tambang batubara di lokasi penelitian.
3. Mengkaji faktor karakter tanah pada lahan pasca tambang batubara yang
mempengaruhi stres tanaman di lokasi penelitian.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan informasi tentang
faktor karakter tanah pada lahan pasca tambang batubara yang secara signifikan
menyebabkan stres tanaman dalam kegiatan revegetasi lahan pasca tambang
batubara. Bagi perusahaan, informasi ini dapat dijadikan dasar dalam penentuan
input teknologi perbaikan kualitas tanah (soil amendment) yang tepat untuk
diterapkan. Bagi lingkungan akademik informasi ini dapat memperkaya khazanah
pengetahuan terutama bagi perkembangan penelitian reklamasi hutan pada lahan
pasca tambang batubara.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Mei 2012.
Penelitian bertempat di PT Arutmin Indonesia Site Batulicin Kalimantan Selatan,
tepatnya di area revegetasi blok Ata, Mangkalapi, dan Sungkai.

3

Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah: peta, alat tulis,
GPS, kompas, meteran panjang, jangka sorong, pita ukur, walking stick, galah
berskala, kamera, tali rafia, golok, label, bor Belgi dan plastik.

Parameter yang Diamati
Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah: diameter dan tinggi
tanaman, tebal topsoil, tekstur tanah (% liat, % debu, dan % pasir), pH tanah, serta
kandungan Pirit (FeS), Al-dd, dan Fe.

Desain Sampling
Inventarisasi data dilakukan dengan membuat plot persegi berukuran 20 m x
20 m sebanyak 28 plot. Penempatan dan penentuan jumlah plot pengukuran
dilakukan secara purposive sampling dengan pertimbangan umur tegakan yang
tidak kurang dari 6 bulan. Lokasi masing-masing plot dapat dilihat pada lampiran
1. Koordinat plot diperoleh dengan melakukan penandaan (marking) menggunakan
GPS pada 16 titik yang dipilih menjadi plot pengamatan. Informasi mengenai umur
tegakan diperoleh dengan mengacu pada Peta Kemajuan Reklamasi Tahun 2011
dan Rencana Tahun 2012 Pit Sungkai Blok Mereh (AI-ENV-BTL-RKTTL-11-02),
Peta Kemajuan Reklamasi Tahun 2011 dan Rencana Tahun 2012 Pit Ata Selatan
Blok Ata (AI-ENV-BTL-RKTTL-11-01), dan Peta Kemajuan Reklamasi Tahun
2011 dan Rencana Tahun 2012 Blok Mangkalapi (AI-ENV-BTL-RKTTL-11-04).

Prosedur Penelitian
Status Pertumbuhan Tanaman
Parameter status pertumbuhan yang diamati adalah tinggi dan diameter.
Tanaman pada tingkat pancang dengan tinggi 2 sampai 4 meter diukur tingginya
dengan galah berskala seperti pada Gambar 1, sedangkan tanaman dengan tinggi di
bawah 2 meter pengukuran tinggi dilakukan dengan menggunakan pita ukur, dan
tanaman dengan tinggi lebih dari 4 meter diukur tingginya dengan menggunakan
walking stick. Diameter tanaman diukur dengan menggunakan jangka sorong.
Pengukuran tinggi dan diameter tanaman dilakukan pada seluruh tanaman pokok
yang ada di dalam plot.

4

Gambar 1 Pengukuran dengan
galah berskala

Tekstur Tanah
Analisis tekstur tanah dilakukan terhadap sampel tanah terusik sebanyak satu
sampel dari setiap plot. Sampel tanah diambil dengan menggunakan bor Belgi dari
kedalaman 0 cm - 30 cm dan 30 cm – 60 cm, satu sampel diperoleh dari empat titik
pengeboran yang kemudian dikompositkan, sampel tanah diambil sebanyak ± 1 kg,
contoh sampel tanah dapat dilihat pada Gambar 2. Sampel tanah kemudian
dianalisis di Laboratorium Kesuburan Tanah Departemen Manajemen Sumberdaya
Lahan Fakultas Pertanian IPB.

Gambar 2 Sampel tanah terusik
Sifat-Sifat Kimia Tanah
Analisis sifat kimia tanah juga dilakukan terhadap sampel tanah terusik.
Parameter sifat kimia tanah yang diukur adalah kandungan Pirit (FeS), Al-dd, Fe,
dan pH tanah. Analisis sifat kimia tanah dilakukan di Laboratorium Kesuburan
Tanah Departemen Manajemen Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian IPB.
Tebal Topsoil
Pengukuran tebal topsoil dilakukan dengan menggunakan bor Belgi dengan
cara mengebor tanah seperti pada Gambar 3 hingga lapisan over burden (OB)
kemudian membaca skala yang tertera pada bagian batang bor Belgi yang sejajar
dengan permukaan tanah, skala pada bor belgi dapat dilihat pada Gambar 4.
Pengukuran dilakukan di empat titik pada setiap plot kemudian diambil nilai rataratanya.

5

Gambar 4 Skala pada bor Belgi
Gambar 3 Penggunaan bor Belgi
Analisis Data
Status Pertumbuhan
Diameter dan tinggi rata-rata tanaman dalam plot secara berurutan dihitung
dengan persamaan :
Ti
̅ = ∑��=1 Di

dan
�̅ = ∑��=1
n
n
Keterangan:
̅ : diameter rata-rata tanaman dalam plot

�̅ : tinggi rata-rata tanaman dalam plot
n : jumlah tanaman dalam plot
i : nomor pohon
Di : diameter pohon ke-i
Ti : tinggi pohon ke-i
Analisis Hubungan Faktor Karakter Tanah dengan Stres Tanaman
Stres tanaman (yang teridentifikasi dari ukuran diameter dan tinggi tanaman)
pada lahan pasca tambang batubara diduga dipengaruhi oleh beberapa faktor
spesifik, yaitu ketebalan topsoil, tekstur tanah, pH tanah, serta kandungan Al, Fe,
dan pirit pada tanah. Metode analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan
antara faktor-faktor karakter tanah dengan stres tanaman adalah analisis regresi
berganda menggunakan software minitab dengan persamaan-persamaan sebagai
berikut:
Y1 = b0 + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + b4 X4 + b5 X5 + b6 X6 + b7 X7 + b8 X8
Y2 = b0 + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + b4 X4 + b5 X5 + b6 X6 + b7 X7 + b8 X8
Y3 = b0 + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + b4 X4 + b5 X5 + b6 X6 + b7 X7 + b8 X8
Y4 = b0 + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + b4 X4 + b5 X5 + b6 X6 + b7 X7 + b8 X8
Keterangan : Y1 = Diameter Sengon; Y2 = Tinggi Sengon; Y3 = Diameter
Akasia; Y4 = Tinggi Akasia; b0, b1, ... b8 = koefisien regresi; X1 = Ph; X2 = Al
(me/100g); X3 = Fe (ppm); X4 = Pirit (ppm); X5 = % Pasir; X6 = % Debu; X7 =
% Liat; X8 = Tebal Topsoil (cm). Sifat tanah yang masuk dalam persamaan ini
hanya sifat sampel tanah dari kedalaman 0 cm – 30 cm.

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Tanah pada Area Revegetasi Lahan Pasca Tambang Batubara
Kendala utama dalam melakukan aktivitas revegetasi pada lahan-lahan
terbuka pasca penambangan adalah kondisi lahannya yang tidak mendukung
(marginal) bagi pertumbuhan tanaman (Setiadi 2013). Spesifik pada lahan pasca
penambangan batubara, parameter sifat tanah yang umumnya secara signifikan
berhubungan dengan stres tanaman revegetasi adalah kemasaman, kepadatan
(tekstur), dan kandungan senyawa-senyawa beracun.
Penilaian status kemasaman tanah dari hasil analisis tanah disajikan pada
Lampiran 2 dan Lampiran 3. Penilaian dilakukan berdasarkan kriteria Amacher et
al. (2007), kriteria Setiadi (2013), dan Balai Penelitian Tanah (2005), perbedaan
ketiga kriteria dasar penilaian kemasaman tanah tersebut terletak pada tujuan dari
penilaian dan perbedaan bidang pengaplikasiannya. Kriteria penilaian Amacher et
al. (2007) dibuat untuk penilaian tanah dalam sektor kehutanan dimana tanaman
tahunan umumnya lebih toleran terhadap kemasaman tanah dibandingkan tanaman
pertanian pada umumnya, kriteria penilaian Balai Penelitian Tanah (2005)
mendasarkan penilaiannya untuk aplikasi pertanian secara umum, sedangkan
kriteria penilaian Setiadi (2013) secara khusus memfokuskan perhatian pada
aplikasi revegetasi lahan pasca tambang dan ditujukan untuk mendeteksi potensi
toksik bagi tanaman.
Berdasarkan penilaian status kemasaman tanah diatas, dapat dicermati bahwa
kemasaman tanah di lokasi penelitian, baik pada kedalaman 0 cm – 30 cm maupun
pada kedalaman 30 cm – 60 cm terkategori agak masam hingga sangat masam.
Meskipun demikian, berdasarkan kriteria Setiadi (2013) nilai-nilai pH tersebut
masih berada pada level yang belum memunculkan dampak yang menjadi masalah
serius karena tidak ada pH tanah yang nilainya lebih kecil dari 2,7.
Fenomena kemasaman tanah yang ekstrim seperti yang banyak terjadi di
lahan-lahan bekas tambang pada umumnya tidak muncul di lokasi penelitian ini.
Kemasaman tanah berkaitan erat dengan ketersediaan senyawa beracun dalam
larutan tanah, jika pH rendah (< 4,5) kelarutan dari Al dan Fe cenderung naik,
dengan naiknya kelarutan Al (> 3 me/ 100 g) dan Fe (> 1200 ppm) akan berpotensi
toksik bagi tanaman. Selain itu kenaikan larutan Al dan Fe akan menjadi penyebab
fixing phospate yang tinggi, sehingga ketersediaan hara potensial P akan defisien
dan menjadi masalah (Setiadi 2013).
Faktor penyebab munculnya stres tanaman lain yang penting di lahan pasca
tambang batubara adalah kandungan Fe, Al, dan pirit yang berlebih dalam
komlpeks jerapan tanah. Penilaian status kemelimpahan unsur-unsur tersebut dalam
tanah berdasarkan hasil analisis tanah disajikan pada Lampiran 4 sampai Lampiran
8.
Berdasarkan penilaian tersebut, dapat dicermati bahwa sebagian besar plot
pengamatan memiliki tanah dengan konsentrasi Al yang menyentuh level
bermasalah menurut kriteria Setiadi (2013), sedangkan plot-plot dengan konsentrasi
Fe yang menyentuh level bermasalah jumlahnya lebih sedikit, meskipun menurut
kriteria Amacher et al. (2007) konsentrasi Fe tersebut sudah tergolong tinggi.

7
Sedangkan kandungan pirit yang teranalisis, baik dari kedalaman 0 cm – 30 cm
maupun 30 cm – 60 cm dari seluruh plot tidak ada yang menyentuh level
bermasalah.
Menurut Rout et al. (2000), Alumunium adalah unsur dari golongan logam
berat yang secara alami terdapat pada setiap jenis tanah, tetapi keracunan Al hanya
terjadi pada tanah dalam kondisi masam dimana Al akan muncul dalam bentuk
fitotoksik (Al3+). Al dapat mengganggu pembelahan sel pada ujung akar dan akar
lateral, menyebabkan kekakuan dinding sel, kekakuan pada rantai DNA dan
menghambat replikasi DNA, mengikat fosfor menjadi bentuk tidak tersedia dalam
tanah dan pada permukaan akar, mengganggu respirasi akar, mengganggu aktivitas
enzim yang mengatur fosforilasi gula dan pengendapan polisakarida dinding sel,
serta mengganggu aktivitas penyerapan, transportasi, dan penggunaan beberapa
unsur hara esensial (Ca, Mg, K, P dan Fe). Konsentrasi Al3+ akan meningkat seiring
menurunnya pH tanah (Kochian 1995 dalam Kidd dan Proctor 2000). Tanah pada
lokasi penelitian ini memiliki nilai pH yang rendah, dan hal tersebut menjelaskan
ketersediaan Al yang tinggi.
Besi (Fe) adalah unsur hara mikro yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah
sedikit, jika ketersediaan Fe pada tanah berlebih justru bersifat fitotoksik. Shabala
(2010) menjelaskan mekanisme fitotoksik dari unsur besi adalah karena masuknya
Fe2+ ke jaringan tanaman selalu disertai anion lain seperti Cl-, SO42- atau HCO3-.
Jika Fe2+ masuk ke akar bersamaan dengan anion nonvolatil, maka oksidasi Fe2+
akan menghasilkan sejumlah ion H+ bebas di jaringan tanaman yang menyebabkan
pengasaman sitosol dan mengganggu metabolisme sel. Kelarutan unsur besi pada
tanah juga dipengaruhi oleh pH. Kemasaman tanah yang tinggi pada lokasi
penelitian ini dapat menjelaskan tingginya kandungan Fe pada tanah tersebut
meskipun konsentrasinya belum mencapai level bermasalah.
Menurut Sukandarrumidi (2006), pirit merupakan salah satu senyawa
penyusun mineral batubara, kecenderungan tanah-tanah pada lahan pasca tambang
batubara menjadi masam dijelaskan oleh keberadaan senyawa ini. Mineral pirit
dapat bereaksi dengan oksigen dari atmosfir bebas dan air hujan dan membentuk
larutan asam sulfat yang bersifat asam pekat. Pada lokasi penelitian ini kemunculan
pirit di seluruh plot tidak ada yang menyentuh level bermasalah menurut kriteria
Setiadi (2013), dan itu menjelaskan tingkat kemasaman tanah di lokasi ini yang juga
tidak mencapai level bermasalah.
Faktor penyebab munculnya stres tanaman berikutnya yang penting di lahan
pasca tambang batubara adalah kepadatan tanah. Kepadatan tanah secara langsung
tercermin dari tekstur tanah tersebut. Penilaian status kepadatan tanah dari hasil
analisis tanah disajikan pada Lampiran 9.
Menurut Setiadi (2011), karakter yang paling menonjol pada lahan-lahan
pasca penambangan adalah adanya gangguan pada profil tanah bagian atas. Istilah
tanah pucuk yang dimaksud dalam istilah teknis yang biasa digunakan di dunia
reklamasi tambang batubara sebenarnya adalah pencampuran dari topsoil dan
subsoil dalam istilah akademis, pencampuran tersebut terjadi karena dalam proses
penambangan batubara terbuka selalu melalui kegiatan penyingkapan dan
penimbunan lapisan tanah penutup untuk memperoleh batubara yang terdapat di
dalamnya. Dalam kegiatan penyingkapan lapisan tanah penutup, seluruh lapisan
tanah yang masih bisa diangkat menggunakan alat berat disingkap tanpa
mempertimbangkan lapisan horizonnya karena memang hampir tidak mungkin

8
mempertahankan horizon tanah dalam proses ini, tanah tersebut kemudian disimpan
dalam waktu tertentu hingga kegiatan pengerukan batubara (coal mining) selesai,
setelah itu tanah penutup kembali ditimbun tanpa mempertimbangkan lapisan
horizonnya. Akibat proses tersebut, horizon B yang merupakan lapisan akumulasi
liat tercampur dengan lapisan atasnya dan menjadi media tumbuh bagi tanaman
reklamasi, pencampuran horizon tersebut merupakan penjelasan mengapa tanahtanah tersebut bertekstur padat.
Berdasarkan kriteria Setiadi (2013), jika tekstur tanah didominasi debu dan
liat hingga lebih dari 70%, maka tanah tersebut bermasalah karena terlalu padat,
dari hasil analisis tanah sampel diketahui bahwa kepadatan tanah yang terkategori
bermasalah lebih banyak muncul dibandingkan dengan permasalahan lainnya, yaitu
22 plot yang kepadatan tanahnya terkategori bermasalah pada kedalaman 0 cm – 30
cm dan 24 plot yang terkategori bermasalah pada kedalaman 30 cm – 60 cm.
Frekuensi kemunculan masalah kepadatan, kemasaman, dan kandungan senyawa
fitotoksik berdasarkan jumlah plot disajikan pada Lampiran 10. Menurut Setiadi
(2011), kondisi tanah yang kompak dapat menyebabkan adanya genangan air
sebagai tanda buruknya lalu lintas air (water infiltration and percolation),
mengganggu aerasi (peredaran udara), menghambat perkembangan akar sehingga
mengurangi kemampuan tanaman dalam menyerap hara dan menyebabkan
kekerdilan tanaman.
Keragaan Tanaman Hasil Revegetasi pada Lahan Pasca Tambang Batubara
Karakteristik tanah yang marginal pada lahan pasca tambang direspon oleh
tanaman dengan beberapa gejala stres tanaman, salah satunya adalah kekerdilan.
Hasil pengukuran keragaan tanaman revegetasi pada penelitian ini disajikan pada
Tabel 1 dan penilaian kualitas tapak (bonita) disajikan pada Tabel 2, penilaian
bonita dilakukan dengan mengacu pada Tabel Bonita Acacia mangium yang
disajikan pada Lampiran 11 dan Tabel Bonita Falcataria moluccana yang disajikan
pada Lampiran 12.

9

Tabel 1 Keragaan tanaman revegetasi pada lokasi penelitian
Nomor
Plot

Umur

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28

1 tahun 10 bulan
1 tahun 10 bulan
1 tahun 11 bulan
1 tahun 11 bulan
11 bulan
11 bulan
1 tahun 4 bulan
1 tahun 4 bulan
1 tahun 4 bulan
1 tahun 4 bulan
1 tahun
1 tahun
2 tahun 3 bulan
2 tahun 3 bulan
1 tahun 1 bulan
1 tahun
2 tahun 7 bulan
4 tahun 7 bulan
4 tahun 4 bulan
2 tahun 7 bulan
2 tahun 7 bulan
2 tahun 7 bulan
4 tahun 4 bulan
4 tahun 7 bulan
6 tahun 8 bulan
5 tahun 8 bulan
5 tahun 8 bulan
6 tahun 8 bulan

Sengon
Akasia
Diameter Tinggi Diameter Tinggi
Rata-rata
RataRata-rata
Rata(cm)
rata (m)
(cm)
rata (m)
1,5
1,9
2,3
2,5
6,1
5,6
4,5
4,2
2,0
2,2
2,0
1,6
2,6
2,8
1,7
2,3
2,6
2,8
2,2
2,3
2,5
2,7
2,5
2,6
2,0
2,5
2,8
2,5
1,4
1,7
2,8
2,7
2,1
2,4
1,9
2,6
4,0
3,7
4,8
4,8
1,3
1,2
1,3
1,2
2,4
2,3
1,6
1,9
3,8
4,2
2,9
3,2
3,8
4,0
4,0
3,8
1,2
1,0
1,1
0,8
1,8
2,4
1,7
2,0
9,3
7,9
8,6
8,9
4,5
3,9
3,5
3,9
3,2
3,1
3,2
3,6
9,0
7,3
10,3
9,8
9,3
9,9
8,0
8,3
3,1
2,8
3,3
3,6
7,3
11,4
15,0
11,5
9,8
9,8
19,1
13,2
15,7
16,0
15,7
16,7
4,7
6,1
15,1
12,6

10

Tabel 2 Peninggi pohon dan bonita tempat tumbuh di lokasi penelitian

Nomor
plot
13
14
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28

Umur

2 tahun 3 bulan
2 tahun 3 bulan
2 tahun 7 bulan
4 tahun 7 bulan
4 tahun 4 bulan
2 tahun 7 bulan
2 tahun 7 bulan
2 tahun 7 bulan
4 tahun 4 bulan
4 tahun 7 bulan
6 tahun 8 bulan
5 tahun 8 bulan
5 tahun 8 bulan
6 tahun 8 bulan

Sengon
Akasia
Rata-rata
Rata-rata
tinggi 4
tinggi 4
Bonita
Bonita
pohon
pohon
tertinggi
tertinggi
5,5*
I
3,8
II
3,5*
I
4,5
II
12,0
V
9,7
V
5,7*
I
3,2*
I
4,3*
I
8,8
I
10,0
III
12,1
V
11,7
V
12,0
I
3,7*
I
5,5*
I
12,5*
I
14,9
II
9,8*
I
13,2
II
18,4
III
18,8
IV
9,5*
I
16,4
II

*Nilai rata-rata tinggi 4 pohon tertinggi dalam satu plot yang terpaut cukup jauh dengan nilai
peninggi bonita I

Dapat dicermati dari Tabel 2 bahwa tanaman sengon pada beberapa plot
memiliki peninggi yang terpaut cukup jauh dari nilai peninggi tanaman sengon pada
bonita I, dengan demikian dapat dikatakan bahwa tanaman pada plot-plot tersebut
tersebut mengalami kekerdilan, sedangkan tanaman sengon pada plot-plot lainnya
tumbuh dengan normal. Tanaman akasia juga ditemukan mengalami kekerdilan
pada plot 18 dan plot 24. Kekerdilan tidak terjadi pada seluruh plot karena kualitas
tapak (site quality) pada masing-masing plot memiliki karakter yang berbeda-beda,
sehingga tekanan bagi tanaman menjadi berbeda juga.
Faktor Karakter Tanah pada Lahan Pasca Tambang Batubara yang
Mempengaruhi Stres Tanaman
Hubungan antara tinggi dan diameter akasia dan sengon dengan parameterparemeter karakteristik tanah pada lokasi penelitian dapat diketahui dengan
melakukan analisis regresi linear berganda. Terdapat empat persamaan untuk
menjelaskan hubungan tersebut, dengan diameter sengon (Y1), tinggi sengon (Y2),
diameter akasia (Y3), dan tinggi akasia (Y4) sebagai variabel terikat, dan variabel
prediktornya adalah pH (X1), konsentrasi Al (X2), konsentrasi Fe (X3), konsentrasi

11
Pyrit (X4), % Pasir (X5), % Debu (X6), % Liat (X7), dan Tebal Topsoil (X8).
Persamaan-persamaan regresi yang diperoleh adalah sebagai berikut:
Persamaan 1: Y1 = - 6.32 + 0.183 X2 + 0.00058 X3 + 1.24 X4 + 0.218 X5 + 0.0566
X7 - 0.0024 X8
Persamaan 2: Y2 = 6.71 - 1.42 X1 + 0.074 X2 - 0.00077 X3 + 0.136 X5 - 0.0043
X8
Persamaan 3: Y3 = 4.55 - 0.82 X1 + 0.053 X2 + 0.00058 X3 + 0.0914 X5 + 0.0011
X7 - 0.0074 X8
Persamaan 4: Y4 = - 1,36 + 0,210 X2 + 0,00126 X3 + 0,979 X4 + 0,146 X5 - 0,0198
X6 - 0,0088 X8
Tabel 3 Uji keberartian koefisien regresi.
Prediktor
X1
X2
X3
X4
X5
X6
X7
X8

P-value
Persamaan 1 Persamaan 2
Persamaan 3
Persamaan 4
0.284
0.574
0.314
0.579
0.704
0,159
0.712
0.516
0.658
0,327
0.191
0,194
0.072*
0.082*
0.293
0,070*
0,665
0.337
0.985
0.929
0.863
0.777
0,686

* nyata pada taraf α = 10%

Bedasarkan uji keberartian pada Tabel 3, dapat diperhatikan bahwa nilai P
dari seluruh variabel pada masing-masing persamaan memiliki nilai lebih tinggi
dari derajat α = 0,1 kecuali pada variabel X5 di persamaan kesatu, kedua, dan
keempat. Dapat diartikan bahwa pada taraf nyata α = 10%, faktor karakter tanah
yang secara nyata memiliki korelasi dengan diameter sengon, tinggi sengon, dan
tinggi akasia adalah % pasir yang merupakan parameter dari kepadatan tanah,
semakin kecil nilai dari % pasir maka tanah tersebut bersifat semakin padat.
Dalam lingkup penelitian ini, parameter-parameter selain % pasir yang
memiliki nilai P yang lebih besar dari 0,1 dinilai tidak memiliki korelasi yang erat
dengan kekerdilan tanaman, artinya pertumbuhan akasia dan sengon tidak telalu
sensitif terhadap faktor pH, Al, Fe, pirit dan ketebalan topsoil.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Karakter tanah pada lokasi penelitian ini bersifat masam sampai agak masam
meskipun kemasaman tersebut belum menyentuh level bermasalah karena pH tanah
memiliki nilai lebih dari 2,7 pada seluruh plot. Adapun kandungan Al dan Fe pada
tanah ini berstatus tinggi meskipun kandungan Fe pada sebagian besar plot belum

12
terkategori bermasalah. Berbeda dengan kandungan Fe, konsentrasi Al dalam tanah
pada sebagian besar plot justru berstatus bermasalah, sedangkan kandungan pirit
pada seluruh plot tidak ada yang menyentuh level bermasalah. Kepadatan tanah
adalah faktor yang paling banyak muncul dengan status bermasalah pada lokasi
penelitian ini.
Tanaman sengon ditemukan mengalami kekerdilan pada sebagian besar plot,
sedangkan tanaman akasia yang mengalami kekerdilan hanya ditemukan pada
beberapa plot saja. Berdasarkan analisis regresi, kepadatan tanah yang diwakili oleh
parameter % pasir menjadi satu-satunya faktor yang memiliki korelasi yang nyata
pada taraf α = 10% dengan keragaan tanaman akasia dan sengon di lokasi penelitian
ini. Tanaman pada plot dengan % pasir lebih besar memiliki keragaan yang lebih
baik daripada tanaman pada plot dengan % pasir lebih kecil.

Saran
Rekomendasi yang dapat diberikan untuk meningkatkan prestasi
keberhasilan revegetasi di lokasi ini diantaranya adalah perlunya dilakukan lateral
root manipulation (LRM) pada tanaman-tanaman yang teridentifikasi mengalami
kekerdilan jika masih berumur dibawah 2 tahun, SOP (standard operational
procedure) dari teknik LRM disajikan pada lampiran 13. Pada tanah dengan
kepadatan yang tinggi di lokasi ini dapat dilakukan penanaman jenis-jenis pohon
yang toleran terhadap kepadatan tanah, seperti Ficus spp, Nauclea sp., dan Syzigium
sp. Untuk mengurangi potensi keracunan Al dan Fe, perlu dilakukan perbaikan pH
tanah dan chelation Al dan Fe dengan prosedur yang disajikan pada lampiran 14.

DAFTAR PUSTAKA
Amacher MC, et all. 2007. Soil Vital Signs: a New Soil Quality Index (SQI) for
Assessing Forest Soil Health [internet]. [diunduh 2012 Jun 20]. Tersedia pada:
http://www.fs.fed.us/rm/pubs/rmrs_rp065.pdf.
Balai Penelitian Tanah. 2005. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah Tanaman Air
dan Pupuk [internet]. [diunduh 2012 Apr 27]. Tersedia pada:
http://balittanah.litbang.deptan.go.id/dokumentasi/juknis/juknis_kimia.pdf.
[KemenESDM] Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2008. Peraturan
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Reklamasi Dan Penutupan Tambang [internet]. [diunduh 2012 Feb 09]. Tersedia
pada: http://prokum.esdm.go.id/permen/2008/Permen-esdm-18-2008.pdf.
Kidd S, Proctor J. 2000. Why plants grow poorly on very acid soil: are ecologist
missing the obvious?. J Exp Bot. 52:791-799
Kusdiana D. 2008. Kondisi Riil Kebutuhan Energi Di Indonesia Dan SumberSumber Energi Alternatif Terbarukan [internet]. [diunduh 2012 Feb 09].
Tersedia pada: rks.ipb.ac.id/file_pdf/EBT-IPB_oke.pdf.
Kochian LV. 1995. Cellular mechanism of alumunium toxicity and resistance in
plants. Annual Review of Plant Physiology and Plant Molecular Biology 46,
237-260.

13
Maemunah S. 2006. Pertambangan Versus Lingkungan. Di dalam: Muhammad C,
Maimunah S, editor. Tambang dan Penghancuran Lingkungan. Jakarta: JATAM.
hlm v-ix.
[PT AI] PT Arutmin Indonesia Tambang Batulicin. 2011a. Peta Kemajuan
Reklamasi Tahun 2011 dan Rencana Tahun 2012 Blok Mangkalapi, Nomor
dokumen : AI-ENV-BTL-RKTTL-11-04. Tanggal terbit November 2011.
Batulicin: PT Arutmin Indonesia Tambang Batulicin.
[PT AI] PT Arutmin Indonesia Tambang Batulicin. 2011b. Peta Kemajuan
Reklamasi Tahun 2011 dan Rencana Tahun 2012 Pit Sungkai Blok Mereh,
Nomor dokumen : AI-ENV-BTL-RKTTL-11-02. Tanggal terbit November 2011.
Batulicin: PT Arutmin Indonesia Tambang Batulicin.
[PT AI] PT Arutmin Indonesia Tambang Batulicin. 2011c. Peta Kemajuan
Reklamasi Tahun 2011 dan Rencana Tahun 2012 Pit Ata Selatan Blok Ata,
Nomor dokumen : AI-ENV-BTL-RKTTL-11-01. Tanggal terbit November 2011.
Batulicin: PT Arutmin Indonesia Tambang Batulicin.
Rout GR, et all. 2000. Alumunium Toxicity in Plants: a Review [internet]. [diunduh
2013
Feb
09].
Tersedia
pada:
http://www.plantstress.com/articles/toxicity_i/Al%20toxicity.pdf
Setiadi Y. 2011. Post Mining Restoration Notes: Revegetasi Lahan Pasca Tambang.
(tidak dipublikasikan).
Setiadi Y. 2013. Post Mining Restoration Notes: Pembenahan Lahan Pasca
Tambang. (tidak dipublikasikan).
Shabala S. 2010. Physiological and cellular aspect of phytotoxicity tolerance in
plants: the role of membrane transporters and implications for crop breeding for
waterlogging tolerance [internet]. [diunduh 2013 Feb 11]. Tersdia pada:
http://www.plantstress.com/articles/up_waterlogging_files/waterlogingtoxicity.pdf
Sukandarrumidi. 2006. Batubara dan Pemanfaatannya. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.

14
Lampiran 1
Nomor
plot
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28

Identitas plot yang digunakan dalam penelitian
Lokasi
(Blok)

Ata

Mangkalapi

Sungkai

Ata
Mangkalapi
Ata
Mangkalapi
Mangkalapi
Ata
Ata
Mangkalapi
Ata
Ata
Ata
Ata

Koordinat Plot (UTM)
mE
mN
0354930
9641807
0354961
9641799
0355081
9641550
0355108
9641536
0354760
9640702
0354775
9640653
0345301
9624766
0345287
9624715
0345437
9624898
0345445
9624878
0378943
9640530
0378941
9640504
0379821
9639700
0379839
9639721
0379713
9640013
0379757
9640013
0354836
9642210
0345882
9625730
0354653
9640955
0346970
9625308
0346986
9625288
0354852
9642212
0354635
9640983
0345894
9625730
0354700
9642614
0354412
9640841
0354400
9641021
0354704
9642594

Waktu
Tanam
Sep-10
Sep-10
Agu-10
Agu-10
Agu-11
Agu-11
Mar-11
Mar-11
Mar-11
Mar-11
Jul-11
Jul-11
Apr-10
Apr-10
Jun-11
Jul-11
Des-09
Des-07
Mar-08
Des-09
Des-09
Des-09
Mar-08
Des-07
Nov-05
Nov-06
Nov-06
Nov-05

Tebal top
soil (cm)
60
62,5
65
80
48,75
75
70
45
72,5
52,5
67,5
92,5
72,5
110
82,5
62,5
72,5
42,5
95
80
31,25
41,25
60
55
63,75
110
60
52,5

15
Lampiran 2 Penilaian status kemasaman sampel tanah dari kedalaman 0 cm –
30 cm.
Nomor
plot
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28

pH

kriteria
Amacher et al

kriteria Setiadi

kriteria
Balittanah

4,5
4,7
4,8
4,9
4,8
4,8
5,1
4,7
5,1
5,2
4,8
4,9
5,3
5,5
5,8
5,4
4,4
4
4,7
4,7
5,2
4,1
4,8
4,6
4,8
4,6
4,7
4,8

moderately acid
moderately acid
moderately acid
moderately acid
moderately acid
moderately acid
moderately acid
moderately acid
moderately acid
moderately acid
moderately acid
moderately acid
moderately acid
moderately acid
slightly acid
moderately acid
moderately acid
strongly acid
moderately acid
moderately acid
moderately acid
moderately acid
moderately acid
moderately acid
moderately acid
moderately acid
moderately acid
moderately acid

belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak

masam
masam
masam
masam
masam
masam
masam
masam
masam
masam
masam
masam
masam
agak masam
agak masam
masam
sangat masam
sangat masam
masam
masam
masam
sangat masam
masam
masam
masam
masam
masam
masam

16
Lampiran 3 Penilaian status kemasaman sampel tanah dari kedalaman 30 cm –
60 cm.
Nomor
plot
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28

pH

kriteria
Amacher et al

kriteria Setiadi

kriteria
Balittanah

4,7
4,6
5
5
4,7
4,6
4,2
4,9
4,8
6
5
5,2
5,9
5,5
5,5
5,7
4,1
5,5
4,9
4,9
5
3,7
4,9
4,2
3,3
4,6
4,3
4

moderately acid
moderately acid
moderately acid
moderately acid
moderately acid
moderately acid
moderately acid
moderately acid
moderately acid
slightly acid
moderately acid
moderately acid
slightly acid
moderately acid
moderately acid
slightly acid
moderately acid
moderately acid
moderately acid
moderately acid
moderately acid
strongly acid
moderately acid
moderately acid
strongly acid
moderately acid
moderately acid
moderately acid

belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak

masam
masam
masam
masam
masam
masam
sangat masam
masam
masam
agak masam
masam
masam
agak masam
agak masam
agak masam
agak masam
sangat masam
agak masam
masam
masam
masam
masam
masam
sangat masam
masam
masam
sangat masam
masam

17
Lampiran 4 Penilaian status konsentrasi Al pada sampel tanah dari kedalaman
0 cm – 30 cm.
Nomor
Al
Al
plot
(me/100g) (ppm)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28

4,2
4,2
7,27
8,13
2,4
4,2
8,99
4,29
10,7
6,21
5,76
3,95
2,14
0,86
0,24
1,71
5,61
6,42
7,27
4,1
0,82
5,61
4,1
5,56
12,41
6,97
5,12
13,27

1260
1260
2181
2439
720
1260
2697
1287
3210
1863
1728
1185
642
258
72
513
1683
1926
2181
1230
246
1683
1230
1668
3723
2091
1536
3981

kriteria
Amacher et
al
high
high
high
high
high
high
high
high
high
high
high
high
high
high
moderate
high
high
high
high
high
high
high
high
high
high
high
high
high

kriteria Setiadi

kriteria
Balittanah

bermasalah
bermasalah
bermasalah
bermasalah
belum berdampak
bermasalah
bermasalah
bermasalah
bermasalah
bermasalah
bermasalah
bermasalah
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
bermasalah
bermasalah
bermasalah
bermasalah
belum berdampak
bermasalah
bermasalah
bermasalah
bermasalah
bermasalah
bermasalah
bermasalah

sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi

18
Lampiran 5 Penilaian status konsentrasi Al pada sampel tanah dari kedalaman
30 cm – 60 cm.
Nomor
Al
Al
plot
(me/100g) (ppm)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28

2,92
2,8
5,78
3,85
5,8
5,21
8,56
4,07
4,92
0
2,69
2,05
0
1,07
0,43
0
5,41
0,43
5,78
2,87
1,85
6,21
2,26
5,78
14,55
5,95
8,59
14,99

876
840
1734
1155
1740
1563
2568
1221
1476
0
807
615
0
321
129
0
1623
129
1734
861
555
1863
678
1734
4365
1785
2577
4497

kriteria
Amacher et
al
high
high
high
high
high
high
high
high
high
very low
high
high
very low
high
high
very low
high
high
high
high
high
high
high
high
high
high
high
high

kriteria Setiadi

kriteria
Balittanah

belum berdampak
belum berdampak
bermasalah
bermasalah
bermasalah
bermasalah
bermasalah
bermasalah
bermasalah
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
bermasalah
belum berdampak
bermasalah
belum berdampak
belum berdampak
bermasalah
belum berdampak
bermasalah
bermasalah
bermasalah
bermasalah
bermasalah

sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
tt
sangat tinggi
sangat tinggi
tt
sangat tinggi
sangat tinggi
tt
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi

19
Lampiran 6 Penilaian status konsentrasi Fe pada sampel tanah dari kedalaman
0 cm – 30 cm.
Nomor
plot

Fe
(ppm)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28

100,96
118,33
266,36
254,25
27,79
23,84
139,27
1300,88
183,57
485,44
31,89
62,12
185,1
238,12
165,3
175,82
22,74
1383,24
21,98
582,34
33,69
57,72
24,31
513,12
648,12
26,46
111,41
228,08

kriteria
Amacher et
al
high
high
high
high
high
high
high
high
high
high
high
high
high
high
high
high
high
high
high
high
high
high
high
high
high
high
high
high

kriteria Setiadi
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
bermasalah
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
bermasalah
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak

kriteria Balai
Penelitian
Tanah
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
tinggi
tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
tinggi
sangat tinggi
tinggi
sangat tinggi
tinggi
sangat tinggi
tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi

20
Lampiran 7 Penilaian status konsentrasi Fe pada sampel tanah dari kedalaman
30 cm – 60 cm.
Nomor
plot

Fe
(ppm)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28

608,63
619,63
935,36
1381,16
691,78
212,26
539,44
3023,08
1296,72
3453,64
694,87
710,15
3803,2
308,52
232,3
2953,16
61,02
2989,88
172,25
727,86
171,94
759,65
297,94
2440,24
508,18
68,65
610,06
2980,12

kriteria
Amacher et
al
high
high
high
high
high
high
high
high
high
high
high
high
high
high
high
high
high
high
high
high
high
high
high
high
high
high
high
high

kriteria Setiadi
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
bermasalah
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
bermasalah
bermasalah
bermasalah
belum berdampak
belum berdampak
bermasalah
belum berdampak
belum berdampak
bermasalah
belum berdampak
bermasalah
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
bermasalah
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
bermasalah

kriteria Balai
Penelitian
Tanah
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi

21
Lampiran 8
No
plot
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28

Penilaian potensi toksik pirit pada sampel tanah.
0 - 30 cm

Pyrit
Pyrit (%)
(ppm)
1,17
1,32
0,03
0,03
0,92
1,55
0,04
0,21
0,03
0,03
1,41
0,96
0,03
0,03
0,04
0,04
1,17
0,04
0,03
1,23
0,35
1,32
0,03
0,04
0,03
1,41
0,96
0,03

0,000117
0,000132
0,000003
0,000003
0,000092
0,000155
0,000004
0,000021
0,000003
0,000003
0,000141
0,000096
0,000003
0,000003
0,000004
0,000004
0,000117
0,000004
0,000003
0,000123
0,000035
0,000132
0,000003
0,000004
0,000003
0,000141
0,000096
0,000003

kriteria Setiadi
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak

30 - 60 cm
Pyrit
Pyrit (%)
(ppm)
1,65
1,4
0,03
0,04
1,52
1,83
0,04
0,25
0,15
0,16
0,98
1,12
0,03
0,04
0,03
0,03
1,65
0,03
0,15
0,96
0,41
1,4
0,16
0,03
0,04
0,98
1,12
0,03

0,000165
0,00014
0,000003
0,000004
0,000152
0,000183
0,000004
0,000025
0,000015
0,000016
0,000098
0,000112
0,000003
0,000004
0,000003
0,000003
0,000165
0,000003
0,000015
0,000096
0,000041
0,00014
0,000016
0,000003
0,000004
0,000098
0,000112
0,000003

kriteria Setiadi
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak

22
Lampiran 9
Nomor
plot
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28

Penilaian status kepadatan tanah
0 - 30 cm
pasir
(%)

debu +
liat (%)

22,32
23,86
17,57
30,34
19,62
18,67
18,87
20,18
16,17
26,43
16,87
18,49
31,27
37,47
28,79
33,89
28,14
18,71
19,8
23,54
36,28
22,83
17,39
31,44
10,9
18,39
18,8
17,01

77,68
76,14
82,43
69,66
80,38
81,33
81,13
79,82
83,83
73,57
83,13
81,51
68,73
62,53
71,21
66,11
71,86
81,29
80,2
76,46
63,72
77,17
82,61
68,56
89,1
81,61
81,2
82,99

kriteria Setiadi
bermasalah
bermasalah
bermasalah
belum berdampak
bermasalah
bermasalah
bermasalah
bermasalah
bermasalah
bermasalah
bermasalah
bermasalah
belum berdampak
belum berdampak
bermasalah
belum berdampak
bermasalah
bermasalah
bermasalah
bermasalah
belum berdampak
bermasalah
bermasalah
belum berdampak
bermasalah
bermasalah
bermasalah
bermasalah

30 - 60 cm
pasir debu +
(%) liat (%)
20,67
79,33
21,85
78,15
17,78
82,22
23,73
76,27
25,72
74,28
20,38
79,62
16,74
83,26
19,22
80,78
12,79
87,21
16,76
83,24
17,96
82,04
18,49
81,51
29,62
70,38
39,72
60,28
34,98
65,02
34,37
65,63
21,97
78,03
13,31
86,69
18,27
81,73
16,33
83,67
37,39
62,61
16,12
83,88
23,59
76,41
11,52
88,48
14,18
85,82
19,28
80,72
13,43
86,57
8,75
91,25

kriteria Setiadi
bermasalah
bermasalah
bermasalah
bermasalah
bermasalah
bermasalah
bermasalah
bermasalah
bermasalah
bermasalah
bermasalah
bermasalah
bermasalah
belum berdampak
belum berdampak
belum berdampak
bermasalah
bermasalah
bermasalah
bermasalah
belum berdampak
bermasalah
bermasalah
bermasalah
bermasalah
bermasalah
bermasalah
bermasalah

23
Lampiran 10 Frekuensi kemunculan masalah kemasaman, kepadatan, dan
kandungan senyawa-senyawa fitotoksik pada tanah berdasarkan
jumlah plot.

Status
Kemasaman
Kandungan
Al
Kandungan
Fe
Kandungan
pirit
Kepadatan

Bermasalah
Belum berdampak
Bermasalah
Belum berdampak
Bermasalah
Belum berdampak
Bermasalah
Belum berdampak
Bermasalah
Belum berdampak

Kedalaman
0 cm – 30 cm 30 cm – 60 cm
0
0
28
28
22
15
6
13
2
9
26
19
0
0
28
28
22
24
6
4

Total
0
56
37
19
11
45
0
56
46
10

24
Lampiran 11 Tabel bonita Acacia mangium

Umur
(tahun) Bonita
I
2
≤ ,
3
≤ ,
4
≤ ,
5
≤ ,
6
≤ ,
7
≤ ,
8
≤ ,
9
≤ ,
10
≤ ,
11
≤ ,
12
≤ ,

Peninggi
Bonita II

Bonita III

Bonita IV

Bonita V

3,8 - 5,2
6,7 - 8,8
9,4 - 11,8
11,8 - 14,4
13,9 - 16,6
15,7 - 18,6
17,4 - 20,3
18,9 - 21,8
20,2 - 23,2
21,5 - 24,4
22,6 - 25,5

5,3 - 7,2
8,9 - 11,2
11,9 - 14,6
14,5 - 17,3
16,7 - 19,6
18,7 - 21,6
20,4 - 23,3
21,9 - 24,8
23,3 - 26,2
24,5 - 27,4
25,6 - 28,5

7,3 - 9,5
11,3 - 14,0
14,7 - 17,6
17,4 - 20,4
19,7 - 22,8
21,7 - 24,8
23,4 - 26,5
25,0 - 28,0
26,3 - 29,3
27,5 - 30,4
28,6 - 31,5

≥9,5
≥14,1
≥17,7
≥20,5
≥22,9
≥24,9
≥26,6
≥28,1
≥29,4
≥30,5
≥31,6

25
Lampiran 12 Tabel bonita Falcataria moluccana
Umur
(tahun)

Peninggi
Bonita
I

Bonita
II

Bonita
III

Bonita
IV

Bonita
V

Bonita
VI

Bonita
VII

2

≤ ,


10,5 11,2
14,1 15,2
16,7 18,2
18,8 20,6
20,5 22,5
21,9 24,1
23,2 25,6
24,3 26,9
25,3 28,0
26,3 29,0
27,1 30,0

11,3 11,9
15,3 16,5
18,3 19,8
20,7 22,4
22,6 24,6
24,4 26,4
25,7 28,0
27,0 29,5
28,1 30,8
29,1 31,9
30,1 33,0

12,0 12,7
16,6 17,7
19,9 21,4
22,5 24,3
24,7 26,7
26,5 28,7
28,1 30,5
29,6 32,1
30,9 33,5
32,0 34,8
33,1 36,0

12,8 13,4
17,8 19,0
21,5 23,0
24,4 26,2
26,8 28,8
28,8 31,0
30,6 33,0
32,2 34,7
33,6 36,3
34,9 37,7
36,1 39,0

≥13,5

3

9,7 10,4
12,8 14,0