Pengaruh Suhu dan Kemasan (Biodegradable, HDPE perforated) Terhadap Mutu Buah Jeruk Medan

PENGARUH SUHU DAN KEMASAN (BIODEGRADABLE,
HDPE PERFORATED) TERHADAP MUTU BUAH
JERUK MEDAN

SURYA RAMDAN SAPUTRA
F34070127

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

ABSTRAK
Surya Ramdan Saputra. Pengaruh Suhu dan Kemasan (biodegradable, HDPE
perforated) terhadap Mutu Buah Jeruk Medan. Dibimbing oleh Chilwan Pandji.
Jeruk merupakan komoditas pertanian yang mudah rusak sehingga
diperlukan proses penyimpanan yang baik dan benar. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mendapatkan kombinasi terbaik dari jenis kemasan antara
biodegradable dan HDPE perforated serta suhu ruangan penyimpanan terpilih
yaitu 6-8 0C, 25-260C dan 28-310C. Parameter yang diuji pada penelitian adalah

susut bobot, kadar air, total gula, total asam, kadar vitamin C dan uji organoleptik.
Susut bobot buah jeruk yang dikemas menggunakan HDPE perforated
dengan kombinasi suhu 6-80C merupakan yang terendah pada akhir penelitian
dengan nilai sebesar 1,48%. Penurunan kadar air terendah didapatkan pada HDPE
perforated suhu 6-8 0C dengan nilai kadar air sebesar 87,23% pada akhir
penelitian. Kombinasi plastik HDPE perforated dan suhu 6-80C mampu menahan
biosintesis asam askorbat dengan nilai kandungan vitamin C sebesar 102,08
mg/100g pada akhir penelitian. Pada pengujian organoleptik biodegradable
mampu menyaingi HDPE perforated dalam hal penerimaan. Secara keseluruhan
HDPE perforated dengan kombinasi suhu 6-80C memiliki nilai yang sedikit lebih
unggul dibandingkan biodegradable.
Kata kunci: Jeruk, Penyimpanan, Kemasan, HDPE perforated, biodegradable

ABSTRACT
Surya Ramdan Saputra. Influence of Packaging (Perforated HDPE,
Biodegradable) and Temperature To The Quality of Citrus of Medan Supervised
by Chilwan Pandji
Citrus is a perishable agricultural commodities so that it need decent and
correct storage process. The objective of this research is to obtain the best
combination of type of packaging between Biodegradable and perforated HDPE

and the chosen temperature of storage room that is 6-8 0C, 25-260C dan 28-310C.
Parameter that used were weight loss, water content, total sugar, total acid, levels
of vitamin C, and organoleptic.
Weight loss of citrus that packed by perforated HDPE and combination of
6-80C is the lowest, which is 1,48%. Of lowest decreased level of water content is
obtained from perforated HDPE and 6-80C which is 89,95%. perforated HDPE
and 6-80C combination is capable to hold the biosynthesis of ascorbic acid which
has 102,08 mg/100g vitamin C at the end of research. Biodegradable is able to
compete perforated HDPE at acceptance of organoleptic. But overall perforated
HDPE is slightly better than biodegradable.
Keyword: Citrus, Storage, Packaging, HDPE perforated, Biodegradable

Judul Skripsi : Pengaruh Suhu dan Kemasan (Biodegradable, HDPE perforated)
Terhadap Mutu Buah Jeruk Medan
: Surya Ramdan Saputra
Nama
: F34070127
NIM

Disetujui oJeh


HセG@
Drs. Chilwan Pandji S, Apt, MSc
Pembimbing

v;
Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti
Ketua Departemen

-----------

Tanggal Ujian: 30 Juli 2013

Judul Skripsi : Pengaruh Suhu dan Kemasan (Biodegradable, HDPE perforated)
Terhadap Mutu Buah Jeruk Medan
Nama
: Surya Ramdan Saputra
NIM
: F34070127


Disetujui oleh

Drs. Chilwan Pandji S, Apt, MSc
Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti
Ketua Departemen

Tanggal Ujian: 30 Juli 2013

Judul Skripsi : Pengaruh Suhu dan Kemasan (Biodegradable, HDPE perforated)
Terhadap Mutu Buah Jeruk Medan
: Surya Ramdan Saputra
Nama
: F34070127
NIM

Disetujui oJeh


HセG@
Drs. Chilwan Pandji S, Apt, MSc
Pembimbing

v;
Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti
Ketua Departemen

-----------

Tanggal Ujian: 30 Juli 2013

Judul Skripsi : Pengaruh Suhu dan Kemasan (Biodegradable, HDPE perforated)
Terhadap Mutu Buah Jeruk Medan
Nama
: Surya Ramdan Saputra
NIM
: F34070127


Disetujui oleh

Drs. Chilwan Pandji S, Apt, MSc
Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti
Ketua Departemen

Tanggal Ujian: 30 Juli 2013

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kemasan pada bahan pangan berfungsi untuk mengemas produk selama
proses distribusi dari produsen hingga ke konsumen, melindungi dan mengawetkan
produk, meningkatkan efisiensi, memperluas pemakaian dan pemasaran produk,
menambah daya tarik produk terhadap calon pembeli, sarana informasi dan iklan,

dan memberi kenyamanan bagi pemakai produk. Sebagai pelindung, kemasan
berfungsi melindungi produk dari panas, kelembaban, oksigen, benturan, serta
kontaminasi dari kotoran dan mikroba yang dapat menurunkan mutu produk.
Plastik merupakan salah satu kemasan yang paling banyak digunakan karena
bahan baku yang mudah didapat, harga yang murah, ringan, tahan air dan transparan.
Plastik dibuat melalui proses polimerisasi plastik tersusun atas monomer yang
sambung menyambung menjadi polimer (Nurminah, 2002). Dibalik keunggulan
tersebut terdapat kerugian dalam penggunaan plastik, yaitu membutuhkan waktu
yang sangat lama untuk bisa terurai di alam bebas.
Sekarang ini penggunaan plastik mulai dikurangi dengan penggunaan plastik
biodegradable. Plastik biodegradable merupakan jenis plastik yang tersusun atas
bahan-bahan yang ramah lingkungan sehingga mudah terurai di alam bebas. Salah
satu jenis plastik biodegradable yang sedang dikembangkan yaitu plastik Ekoplas.
Dewasa ini, produk hortikultura sudah banyak mendapat perhatian dari
masyarakat ataupun pemerintah, oleh karena itu segi mutu maupun jumlah harus kita
perhatikan bersama. Ciri-ciri produk hortikultura adalah membutuhkan tempat yang
lapang (kamba), pada umumnya dalam keadaan segar, mutunya sangat menentukan
pasaran, tidak dapat disimpan lama dalam keadaan segar, dan harganya berubahubah (Hendro, S dan Rismunandar, 1981)
Jeruk Medan merupakan salah satu komoditi unggulan hortikultura Indonesia
yang mendapat prioritas dalam memenuhi gizi masyarakat. Jeruk Medan sudah lama

dikenal dan dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia dan dijual ke pasar
internasional selain menjadi komoditas perdagangan dalam negeri. Jeruk Medan
merupakan jenis jeruk siam (Citrus nobilis Lour). Sebagai komoditas hortikultura,
buah jeruk segar pada umumnya memiliki sifat mudah rusak karena mengandung
banyak air dan setelah dipanen masih mengalami proses hidup, yaitu proses respirasi,
transpirasi, dan pematangan (Winarno dan Aman, 1979).
Kadar air buah jeruk sangatlah tinggi, pada awal pemanenan kadar air buah
jeruk mencapai 88 % dari total berat buah. Kandungan air yang tinggi menyebabkan
jeruk mudah mengalami kerusakan sehingga diperlukan penanganan pasca panen
yang tepat untuk menjaga kesegaran buah jeruk. Salah satu cara yang lazim
digunakan untuk menjaga kesegaran buah jeruk yaitu dengan mengemas jeruk
menggunakan plastik dan melakukan penyimpanan. Penyimpanan pada dasarnya
merupakan kegiatan untuk menghambat reakzi enzimatis yang terjadi pada buah

2

sehingga kesegaran dan kualitas buah tetap terjaga. Suhu optimal penyimpanan jeruk
adalah 6-9 0C.
Plastik biodegradable diduga memiliki kemampuan yang sama bahkan lebih
baik dibanding plastik HDPE perforated dalam menahan laju respirasi dan

transpirasi buah saat penyimpanan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
pengaruh plastik tersebut terhadap komoditas buah jeruk medan.

Perumusan Masalah
Kemasan HDPE perforated merupakan kemasan yang tidak dapat diuraikan
dengan mudah di lingkungan oleh karena itu perlu adanya kemasan subtitusi yang
bersifat lebih ramah lingkungan, maka dari itu kemasan Ekoplas diproduksi. Namun
ecoplas juga masih perlu pengujian lebih lanjut apakah Ekoplas memiliki pengaruh
yang relatif sama terhadap mutu buah yang disimpan.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh jenis bahan pengemas
dan suhu penyimpanan serta kombinasi terbaik terhadap perubahan mutu buah jeruk
medan selama penyimpanan.

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah adanya teknologi baru untuk mengurangi
penggunaan kemasan yang sulit terurai di alam.

Ruang Lingkup

Penelitian ini difokuskan pada pengaruh penggunaan plastik biodegradable
ecoplas dan HDPE perforated terhadap perubahan mutu buah jeruk medan yang
disimpan pada tiga kondisi suhu berbeda, yaitu suhu 28-31oC, suhu 25-26 oC dan
suhu 6-9oC. Pengamatan dilakukan setiap dua kali dalam seminggu yaitu pada hari
Senin dan Kamis selama empat minggu. Pembandingnya yaitu buah jeruk yang tidak
dikemas sebagai kontrol. Parameter yang diamati adalah susut bobot, kadar air, kadar
vitamin C, total asam, total gula, dan organoleptik.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Jeruk
Jeruk adalah tumbuhan berbunga anggota marga Citrus dari suku Rutaceae
yang berasal dari Asia Timur dan Asia Tenggara, membentuk sebuah busur yang
melintang dari Jepang terus keselatan hingga kemudian membelok kebarat ke arah
India bagian timur. Jeruk manis berasal dari Asia Timur, sedangkan jeruk purut,
jeruk bali, dan jeruk nipis berasal dari Asia Tenggara (Anonim,2011).
Klasifikasi tanaman jeruk adalah sebagai berikut:
Divisi
: Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Rutales
Famili
: Rutaceae
Genus
: Citrus
Spesies : Citrus sp. (Anonim, 2011)
Buah jeruk tergolong dalam buah sejati tunggal berdaging, karena buah ini
tidak pecah bila masak. Disebut buah sejati, karena buah ini terjadi dari satu bunga
dengan hanya satu bakal buah saja. Dinding buahnya memiliki lapisan kulit luar yang
tipis dan agak menjangat. Sedang lapisan dalamnya tebal, lunak dan berair. Biji
terdapat dalam bagian yang lunak. Kulit buah jeruk mempunyai tiga lapisan, yaitu:
Lapisan luar yang kaku dan mengandung banyak kelenjar minyak atsiri.
Mula-mula berwarna hijau, setelah masak akan berubah warna menjadi hijau
kekuninan hingga jingga. Lapisan kulit ini disebut flavedo. Lapisan tengah bersifat
seperti spon, terdiri atas jaringan bunga karang yang biasanya berwarna putih.
Lapisan ini disebut albedo.
Lapisan lebih dalam bentuknya bersekat sekat, sehingga berbentuk beberapa
ruangan. Dalam ruangan terdapat gelembung-gelembung yang berair, dan bijinya
terdapat bebas diantara gelembung tersebut. Ada berbagai varietas jeruk yang
ditanam di Indonesia, tetapi hanya beberapa jenis saja yang cukup dikenal, antara
lain:
Jeruk Manis (Citrus aurantium)
Jeruk manis mempunyai ciri buah berwarna hijau kekuningan serta
mengkilap, dengan bentuk buah yang bulat pipih (Samingan, 1980)
Daryanto (1981) menjelaskan bahwa jeruk manis banyak diperdagangkan
sebagai jeruk peras, dikarenakan rasanya yang masam dan banyak mengandung
vitamin C. Jeruk ini kurang umum digunakan sebagai buah meja, selain kulitnya
tidak dapat dilepaskan dari dagingnya, juga untuk memakannya perlu dibelah dua
kemudian dihisap.
Jeruk Besar (Citrus maxima atau Citrus grandis)
Jeruk besar atau jeruk bali, merupakan tanaman asli Indonesia yang
mempunyai ciri, bentuk, warna daging buah, ukuran rasa yang beragam bila

4

dibandingkan dengan jenis jeruk yang lainnya selain itu kulit luarnya tebal berwarna
coklat kekuningan dan mudah dipisahkan satu dengan lainnya (Daryanto, 1981).
Jeruk Keprok (Citrus nobilis L)
Jeruk keprok memiliki ciri buah agak besar dan bulat datar, teksturnya licin,
permukaan kulit tidak rata. Warnanya hijau kekuningan hingga jingga, rasanya
bervariasi dari asam sampai manis, dan mempunyai aroma yang sedang (Agustini,
1981).
Beberapa macam jeruk keprok adalah jeruk Garut, jeruk Jepun, dan jeruk
Siem dengan ciri-ciri kulit buahnya mudah lepas dan permukaannya agak kasar
untuk jeruk garut. Jeruk Jepun mempunyai ciri kulit buah kasar, tebal dan tidak
mudah lepas dari dagingnya, untuk jeruk siem cirinya adalah buah bulat, kulit licin
dan tipis serta mudah lepas dari dagingnya, dan daging buahnya berair (Samingan,
1980).
Jeruk Sitrun (Citrus medica L)
Buah jeruk ini dapat dimanfaatkan sebagai manisan ataupun sebagai sari buah
untuk minuman. Ciri yang umum dari buah ini adalah kulit luar buahnya tebal,
dagingnya kuning muda serta harum, rasanya masam dan permukaannya berbintil
(Samingan, 1980).

Komposisi Fisik dan Kimia Buah Jeruk
Komposisi kimia buah jeruk dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti
keadaan pertumbuhan, varietas, tingkat kematangan dan iklim. Tanaman jeruk yang
varietasnya sama tapi tumbuh pada daerah dengan iklim yang berbeda akan
menghasilkan buah dengan komposisi kimia yang berbeda pula.
Didalam buah jeruk terdapat juga enzim-enzim yang aktif dalam proses
metabolisme, seperti pectin, esterase, acetyl esterase, phospatase, glutamic acid
decarboksilase, cytokrom oksidase, dan proteinase. Masing –masing enzim aktif
dalam hidrolisa pektin buah jeruk (Kefford, 1970). Oksidasi vitamin C dapat
dikatalis oleh enzim ascorbik ocsidase, cytokrom oksidase, phenolase dan senyawa
logam seperti besi dan tembaga. Aktivitas enzim tersebut akan menyebabkan
perubahan perubahan pada suatu buah baik secara fisik maupun kimia (Hulme,
1971).
Asam organik yang paling banyak terdapat pada buah jeruk adalah asam sitrat
(Hulme, 1971). Selain asam sitrat dalam buah jeruk juga terdapat asam jenis lain
dalam jumlah sedikit. Asam kuinat terdapat pada kulit daging buah jeruk. Pada buah
yang masih muda, jumlah asam kuinat besar, terutama pada gelembung gelembung
sari buah. Pada jeruk muda, asam kuinat yang terdapat pada gelembung-gelembung
sari buah kira-kira seperlima dari asam sitrat atau setengah dari asam malat (Ting,
1959).
Hulme (1971) menyatakan bahwa selama proses pematangan total asam
mengalami penurunan. Penurunan total asam pada proses pematangan buah

5

disebabkan oleh pengenceran akibat bertambah besarnya volume buah dan
meningkatnya sari buah jeruk (Sinclair, 1944). Selanjutnya hulme (1971)
mengatakan bahwa total asam pada jeruk berkisar antara 0.65-0.85%.
Vitamin yang paling banyak terkandung pada buah jeruk adalah vitamin C
dibandingkan dengan vitamin lain. Kandungannya adalah sebagai berikut: per 100
gram buah, vitamin A 420.00 SI, vitamin B 0.07 mg dan vitamin C 31.00 mg
(Direktorat Gizi Dept. Kesehatan RI, 1990). Kandungan vitamin C dalam buah jeruk
merupakan salah satu tolak ukur untuk menilai mutu buah jeruk. Makin tinggi
kandungan vitamin C makin tinggi pula mutu jeruk tersebut.
Konsentrasi vitamin C tertinggi terdapat pada flavedo, kecil pada albedo dan
terendah pada juice. Kulit buah jeruk juga kaya akan vitamin C (Hou, 1936). Atkins
(1945) menyatakan kandungan vitamin C dalam sari buah jeruk hanya seperlima dari
kandungan vitamin C yang ada pada flavedo atau sepertiga dari albedo.
Tingkat kematangan juga mempengaruhi kandungan vitamin C buah jeruk.
Buah jeruk yang matang kandungan vitamin C akan lebih rendah karena ukuran
buahnya lebih besar (Harding, 1945). Letak buah pada pohon juga berpengaruh
terhadap kadar vitamin C. Buah jeruk yang terdapat pada bagian atas dan bagian luar
pohon mengandung vitamin C lebih tinggi dibandingkan buah yang terdapat pada
bagian bawah dan bagian dalam pohon (Ting, 1968).
Ting (1968) selanjutnya menyatakan bahwa gula yang banyak terdapat dalam
buah jeruk adalah sukrosa, glukosa, dan fruktosa. Pendapat lain menyatakan bahwa
gula yang banyak terdapat pada buah jeruk adalah glukosa, sukrosa, dan
levulosa(Scurti dan De Plato, 1971).
Total padatan terlarut adalah jumlah zat padat terlarut yang terdapat pada
buah jeruk. Komponen terbesar dari total padatan terlarut dalam jeruk adalah gula
pereduksi dan gula non pereduksi. Total padatan terlarut dalam buah jeruk terdiri dari
75-78% gula (Sinclair, 1944). Pada pematangan buah jeruk penurunan total asam
akan diikuti oleh peningkatan total padatan terlarut (Hulme, 1971).
Proses penguningan buah jeruk merupakan perpindahan klorofil dari flavedo.
Proses penguningan tidak mempengaruhi komposisi buah. Lamanya proses
penguningan tergantung dari jenis tanaman dan kondisi buah jeruk saat dipanen
(Kader, 1985).
Buah-buahan dan sayuran merupakan struktur hidup, akan mengalami
perubahan kimiawi dan biokimiawi yang disebabkan oleh aktivitas metabolisme
setelah dipanen. Proses pematangan dari buah dan sayuran masih tetap berlangsung
setelah dipanen karena jaringan selnya masih tetap hidup dan aktif. Selama
pengembangan sel buah-buahan dan sayur-sayuran mengalami perubahan sebagai
berikut: masa muda – pematangan – pemasakan – poyoh yang disusul dengan
disintegrasi sel, mati yang ditunjukkan dengan pembusukan.
Hal ini disebabkan oleh aktivitas hidup sel yang awalnya meningkat pada
proses pematangan dan kemudian menurun setelah proses poyoh yang oleh Apandi

6

(1984) disebutkan sebagai perubahan-perubahan yang disebabkan oleh respirasi
(penyerapan O2 dan produksi CO2) dan transpirasi (penguapan H2O).
Proses respirasi (pernapasan) yang terjadi merupakan proses pengikatan
oksigen oleh senyawa karbon yang terdapat dalam gula, menghasilkan karbon
dioksida, air, dan energi panas, bau-bauan (aroma) dan etilen (Syaifullah, 1976).
Proses ini menyebabkan menurunnya mutu dan dapat merubah gizi dan kesehatan
bahan. Pada umunya energi panas yang dihasilkan dalam proses pernafasan ini akan
cepat bertambah dengan makin meningkatnya suhu, dengan kata lain kecepatan
proses pernapasan berbanding lurus dengan kenaikan suhu. Jadi energi panas yang
dihasilkan tergantung dari bahan dan keadaan suhu ruang penyimpanan. Lamanya
penyimpanan ditentukan oleh kecepatan pernapasan dan jumlah zat-zat yang
digunakan dalam proses tersebut.
Selanjutnya Syaifullah (1976) berpendapat bahwa transpirasi adalah proses
penguapan yang berasal dari jaringan hidup. Penguapan air dari jaringan dipengaruhi
oleh kandungan air dalam jaringan itu. Sehingga dalam keadaan yang sama jaringan
yang berkadar air tinggi akan lebih cepat kehilangan air daripada yang berkadar air
rendah. Kecepatan penguapan air tergantung pada suhu dan kelembaban udara (RH)
disekitarnya. Kelembaban tinggi yang disertai suhu tinggi akan mempercepat proses
penguapan, dan sirkulasi udara juga dapat mempercepat proses ini.
Pada buah klimaterik kecepatan respirasi pada saat buah baru dipetik akan
menurun, tetapi setelah itu akan terjadi pengambilan oksigen dari udara untuk
pernapasannya, dan sebagai hasilnya akan dihasilkan karbondioksida, air, dan panas.
Panas yang dihasilkan ini akan mempercepat respirasi berikutnya sehingga mencapai
titik maksimum. Setelah itu kecepatan respirasi akan menurun secara perlahan. Ada
tiga tingkat perubahan kimia selama proses respirasi berlangsung, yaitu pemecahan
polisakarida menjadi gula sederhana, oksidasi gula menjadi piruvat dan transformasi
piruvat dan asam-asam organik secara anaerobik menjadi CO2, H2O, dan energi
(Phan et al., 1975).
Laju respirasi buah dan sayuran dipengaruhi oleh dua faktor, yaotu faktor luar
dan faktor dalam. Faktor dalam yang mempengaruhi laju transpirasi adalah tingkat
perkembangan, ukuran produk, pelapisan alamiah, jenis jaringan, dan susunan
kimiawi jaringan. Faktor luar yang mempengaruhi adalah suhu ruang, konsentrasi
oksigen, dan karbon dioksida yang tersedia, zat pengatur tumbuh dan kerusakan
buah. Pada buah-buahan klimakterik penurunan suhu akan memperlambat timbulnya
peningkatan klimakterik (Apandi, 1984).
Phan et al. (1975) menyatakan bahwa laju respirasi wortel meningkat dengan
meningkatnya oksigen sampai konsentrasi 20%. Hal yang sama juga akan terjadi
pada buah jeruk, jika kadar oksigen diruangan meningkat maka laju respirasi akan
meningkat.
Selama terjadi pematangan, terjadi perubahan perubahan fisik dan kimia pada
buah yang umumnya terdiri dari perubahan tekanan turgor sel, zat pati, dinding sel,
protein, warna, senyawa turunan fenol, dan asam-asam organik (Pantastico, 1975).

7

Menurut Ting dan Attaway (1959), jaringan buah jeruk yang berbeda mempunyai
kecepatan respirasi yang berbeda pula. Kecepatan respirasi paling tinggi terdapat
pada flavedo, kemudian albedo dan kandungan sari buah, dan kecepatan paling
rendah terdapat pada dinding ruas. Disimpulkan bahwa sistim oksidasi sangat
berperan terhadap pengambilan oksigen dari jaringan buah, dan sitokrom oksidase
banyak terdapat pada kulit.
Berdasarkan pola respirasinya buah jeruk termasuk kedalam buah
nonklimakterik. Pola respirasi dari buah nonklimakterik ditandai dengan adanya
penurunan kadar CO2 yang dihasilkan selama proses respirasi semenjak buah dipetik
sampai busuk. Kader (1985) menyatakan bahwa komposisi buah jeruk saat dipanen
dan potensi buah jeruk unntuk disimpan dipengaruhi oleh faktor pra dan pasca panen.
Beberapa faktor pra-panen yang dipengaruhi adalah jenis tanaman, kematangan buah
saat panen, musim panen, kondisi tanaman, kondisi cuaca (suhu, RH, curah hujan)
serta sistem irigasinya. Metode pemanenan mempengaruhi keseragaman kematangan
antara buah dan tingkat kerusakan mekanik selama penanganan.
Faktor pasca panen yang mempengaruhi umur simpan antara lain
kesenjangan diantara penanganan, pengemasan, pendinginan, kondisi penguningan,
penambahan fungisida, pelilinan, pengaturan suhu dan RH, serta adanya gas etilen
dan gas lainnya selama penyimpanan. Setelah buah dipanen proses biologis pada
buah jeruk tetap berlangsung. Hal ini ditandai dengan adanya perubahan karbohidrat,
lemak, protein, dan perubahan kimia lainnya.
Perubahan karbohidrat menjadi gula pada jeruk dipengaruhi oleh suhu,
waktu, dan tingkat fisiologis (saat dipetik, tingkat kemasakan). Perubahan ini
berlangsung melalui proses metabolisme dengan bantuan enzim-enzim yang terdapat
dalam buah. Perubahan lemak belum banyak diketahui karena kadar lemak pada
jeruk sangat rendah. Perubahan protein berlangsung sejak fase praklimakterik. Dan
setelah buah dipetik, kadar protein secara lambat menurun (Sarwono, 1991).

Kemasan Plastik
Pengemasan buah dan sayuran yang tepat akan melindungi buah dan sayur
dari kerusakan mekanik, debu, kehilangan kelembaban dan perubahan fisik yang tak
diingini selama penyimpanan, transportasi dan pemasaran. Kemasan tidak dapat
meningkatkan kualitas tapi dapat membantu menjaga dan melindungi bahan yang
dikemas (Sharma dan Singh, 2000). Plastik yang pada umumnya dibuat dari bahan
baku minyak bumi, ternyata banyak menimbulkan masalah lingkungan yang semakin
serius dari hari ke hari karena sifatnya yang stabil dan sulit mengalami penguraian di
alam. Plastik terbentuk dari kondensasi organik atau penambahan polimer dan bisa
juga terdiri dari zat lain untuk meningkatkan perforna atau ekonomi. Untuk
mengatasi masalah sampah plastik, pengembangan bahan plastik yang bersifat
biodegradable menjadi salah satu alternatif pemecahannya (Chrisnayanti et al,.
2000).

8

Plastik biodegradable merupakan plastik yang dapat diuraikan kembali oleh
mikroorganisme secara alami menjadi senyawa yang ramah lingkungan. Berbagai
material dari sumber-sumber pertanian telah digunakan untuk menghasilkan
biodegradable dan edible packaging. Jenis plastik biodegradable antara lain
polyhydroxyalkanoates (PHA) yang diproduksi secara alami oleh bakteri fermentasi
gula dan lemak dan poly(lactide) (PLA) yang dihasilkan dari depolimerisasi asam
laktat yang diperoleh dari fermentasi gula, jagung dan lain-lain yang merupakan
sumber yang dapat diperbaharui dan ramah lingkungan (Siracusa et al., 2008).
Berdasarkan bahan baku yang digunakan, plastik biodegradable
dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok dengan bahan baku petrokimia
(non-renewable resources) dengan bahan aditif dari senyawa bioaktif yang bersifat
biodegradable, dan kelompok kedua adalah dengan keseluruhan bahan baku dari
sumber daya alam terbarukan (renewable resources) seperti dari bahan tanaman pati
dan selulosa serta hewan seperti cangkang atau dari mikroorganisme yang
dimanfaatkan untuk mengakumulasi plastik yang berasal dari sumber tertentu seperti
lumpur aktif atau limbah cair yang kaya akan bahan-bahan organik sebagai sumber
makanan bagi mikroorganisme tersebut (Adam dan Clark, 2009).
Polietilen adalah salah satu jenis polimer dengan rantai linear sangat panjang
yang tersusun atas unit-unit terkecil (mer) yang berulang-ulang yang berasal dari
monomer molekul etilen. Monomer memiliki ikatan kovalen tak jenuh (ikatan ganda)
sedangkan pada mer ikatan tersebut menjadi aktif (ikatan kovalen terbuka) dengan
elektron tak berpasangan (Saptono, 2008).
Plastik HDPE perforated merupakan plastik yang biasa digunakan di pasar
modern untuk mengemas buah dan sayuran. Plastik ini tidak sekaku plastik HDPE.
Karakteristik plastik sangat dipengaruhi oleh densitas, gramatur, O 2TR, CO2TR dan
WVTR. Pengukuran nilai densitas pada plastik sangat penting, karena densitas dapat
menunjukkan struktur plastik secara umum. Aplikasi dari hal tersebut yaitu dapat
dilihat dari kemampuan plastik dalam melindungi produk dari beberapa zat seperti
air, O2 dan CO2 (Nurminah, 2002). Plastik dengan densitas yang rendah memiliki
struktur yang terbuka, yang mudah atau dapat ditembusi fluida seperti air, oksigen
atau CO2 (Bierley et al., 1988). Menurut Purwati (2007), tebal, gramatur dan densitas
plastik yang tinggi berarti plastik tersebut bersifat kaku, sedangkan nilai laju
transmisi gas oksigen (O2TR), laju transmisi gas karbon dioksida (CO2TR), dan laju
transmisi uap air (WVTR) yang kecil berarti plastik dapat melindungi produk yang
dikemas dari proses oksidasi dan hidrolisis sehingga dapat mempertahankan kualitas
produk yang dikemas.

9

METODA PENELITIAN
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah penetrometer,
spektrofotometer, oven, desikator, dan alat-alat lainnya untuk analisis. Bahan utama
yang digunakan pada penelitian ini adalah buah jeruk Medan. Bahan lain yang
digunakan adalah plastik biodegradable Ekoplas yang terbuat dari 60% pati, plastik
HDPE perforated, dan bahan kimia untuk analisis (amilum, fenol, H 2SO4, NaOH).
Metode Penelitian
Proses persiapan bahan dilakukan dengan melakukan sortasi dan
membersihkan kulit jeruk. Jeruk yang sudah dibersihkan lalu ditimbang untuk
mengetahui bobotnya dan dikemas menggunakan plastik yang sudah dipersiapkan.
Jeruk yang sudah dikemas lalu disimpan pada suhu penyimpanan yang sudah
ditentukan. Beberapa buah jeruk dipersiapkan untuk dilakukan karakterisasi awal.
Diagram alir tahapan pelaksanaan penelitian dapat dillihat pada gambar 1.
penelitian

Jeruk Medan

Sortasi dan Pembersihan

Jeruk siap disimpan

Karakterisasi awal
(ujproksimat)
Penyimpanan buah jeruk pada tiga jenis suhu
(28-31oC, 25-26oC, dan 6-9oC) dan dua jenis
kemasan (plastik biodegradable, plastik HDPE
perforated, dan tidak menggunakan kemasan
sebagai kontrol)
Pengamatan dilakukan setiap hari Senin dan
Kamis selama 4 minggu, parameter yang diuji
yaitu kadar air, susut bobot, total asam, total
gula, vitamin C, dan uji organoleptik
Pengolahan dan analisa data menggunakan
Microsoft Excel dan dianalisis secara
deskriptif. Uji organoleptik dianalisa
menggunakan analisis sidik ragam

Gambar 1 Diagram alir pelaksanaan

10

Karakterisasi Buah Jeruk
Karakterisasi awal buah jeruk dilakukan untuk mengetahui komponenkomponen dalam buah jeruk. Analisa meliputi uji proksimat (kadar air, abu, protein,
lemak, serat kasar, dan karbohidrat). Prosedur analisa dapat dilihat pada Lampiran 1.
Penyimpanan Buah Jeruk
Buah jeruk disimpan dalam tiga level suhu dan dua jenis kemasan. Suhu yang
digunakan adalah suhu 6-9oC, 25-26 oC, dan 28-31oC. Kemasan yang digunakan
adalah plastik biodegradable, plastik HDPE perforated dan tidak menggunakan
kemasan sebagai kontrol.

Pengamatan Buah Jeruk Selama Penyimpanan
Pengamatan dilakukan setiap hari Senin dan Kamis selama 4 minggu. Analisa
yang dilakukan meliputi kadar air, perubahan susut bobot, total asam, total gula,
vitamin C, dan uji organoleptik. Penilaian uji organoleptik menggunakan skala
hedonik yaitu 1: sangat tidak suka, 2: tidak suka, 3: agak tidak suka, 4: netral, 5: agak
suka, 6: suka, 7: sangat suka. Form uji organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 2.

Pengolahan dan Analisa Data
Data yang diperoleh pada penelitian ini diolah menggunakan Microsoft Excel
serta dianalisis secara deskriptif dengan melihat nilai slope dari kecenderungan
perubahan mutu jeruk dengan tampilan grafik selama penyimpanan. Uji organoleptik
dianalisa dengan menggunakan analisis sidik ragam. Rancangan percobaan yang
digunakan untuk uji organoleptik adalah Rancangan Acak Lengkap. Jumlah
perlakuannya ada 9 macam yang merupakan kombinasi tingkat suhu dan jenis
kemasan dengan ulangan panelis yang diasumsikan seragam. Rancangan tersebut
mengikuti persamaan:
Yij = µ + αi + εij
Dimana
Yij
= hasil dari perlakuan ke-i pada pengamatan ke-j
µ
= nilai rata-rata umum hasil pengamatan
αi
= pengaruh perlakuan ke-i
εij
= pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i pada pengamatan ke-j
i
= perlakuan
j
= ulangan

11

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisasi Jeruk
Jeruk yang akan disimpan pada awalnya dianalisa terlebih dahulu, analisa
yang dilakukan mencakup kadar air, protein, lemak, abu, serat kasar, karbohidrat,
total gula dan total asam, susut bobot, kadar vitamin C, dan uji organoleptik (warna
kulit, warna daging, rasa, dan penerimaan). Hasil analisa buah jeruk dapat dilihat
pada tabel 1 dibawah ini.
Tabel 1. Hasil analisa proksimat buah jeruk
Komponen
Jenis Jeruk
Medan* Manis**
Air (% bb)
87,84
87,5
Protein (% bk)
1,65
0,8
Lemak (% bk)
0,31
0,2
Abu (% bk)
0,98
0,5
Serat Kasar (% bk)
9,83
***
Karbohidrat (by different)
10,87
11,00
Total Gula (%)
3,14
***
Total Asam (ml NaOH 0,1 N/g)
0,24
***
*Hasil Pengujian
** Direktorat Gizi Departemen Kesehatan, 1990
*** Tidak diketahui

Tabel 1 menunjukkan bahwa Air mendominasi dari keseluruhan kandungan
jeruk. Kadar air merupakan jumlah kandungan air yang terdapat pada suatu bahan
dan dinyatakan dalam persen dari berat bahan. Jumlah kadar air jeruk yang tinggi
dapat menimbulkan pertumbuhan mikroba dan jamur lebih cepat sehingga daya
simpan buah menjadi rendah. Hal ini akan sangat mempengaruhi perubahan mutu
buah jeruk selama penyimpanan.
Jeruk memiliki kandungan protein yang rendah sedangkan jeruk memiliki
kandungan serat kasar yang cukup untuk tubuh manusia. Serat kasar merupakan
residu dari bahan pangan nabati yang biasanya terdiri dari selulosa, lignin dan
pentosa. Jumlah serat kasar pada setiap bahan pangan bervariasi. Serat berperan
penting bagi kesehatan dan dan memperlancar metabolisme tubuh.
Lemak merupakan salah satu sumber energi disamping karbohidrat dan
protein. Lemak dapat digunakan sebagai cadangan makanan oleh tubuh. Jumlah
lemak yang berlebihan dalam tubuh dapat berdampak buruk bagi kesehatan. Jeruk
medan sedikit mengandung lemak, sehingga aman dikonsumsi dalam jumlah banyak.
Hartatik (2007) berpendapat bahwa kadar abu suatu bahan pangan menunjukkan
besarnya jumlah mineral yang terkandung dalam bahan pangan tersebut. Semakin

12

tinggi kadar abu, maka semakin tinggi juga mineral yang terdapat dalam bahan. Dari
tabel didapatkan bahwa jumlah kadar abu pada jeruk medan tidak terlalu tinggi,
dapat disimpulkan jeruk medan memiliki sedikit mengandung mineral.
Jumlah karbohidrat pada jeruk yang sebesar 10-11% dapat dikatakan sedang.
Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan pangan dan merupakan sumber energi
utama bagi manusia. Metabolisme pati mempunyai peran yang penting pada proses
pemasakan buah. Selama periode pasca panen, pati dapat diubah menjadi gula
sederhana seperti sukrosa, glukosa dan fruktosa (Noor. 2007). Seiring berjalannya
proses metabolisme buah gula yang terbentuk akan didegradasi menjadi asam selama
penyimpanan. Nilai total gula buah jeruk pada awalnya tidak terlalu tinggi, kadar
gula jeruk sebesar 3,14% dan akan meningkat berbanding lurus dengan tingkat
kematangan buah, sedangkan nilai total asam 0,24 ml NaOH 0,1 N/g. Kandungan
protein, serat, lemak dan karbohidrat dalam buah jeruk dapat memicu pertumbuhan
mikroorganisme tertentu yang berakibat menurunnya mutu buah jeruk. Sehingga
diperlukan penanganan yang baik selama proses penyimpanan.
Hasil organoleptik jeruk menunjukkan bahwa panelis menyukai penampakan
warna kulit jeruk dengan nilai 4,17, warna daging buah sebesar 5,17, rasa buah
sebesar 4,83, dan penerimaan umum panelis terhadap buah jeruk sebesar 4,67.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tingkat kesukaan panelis panelis terhadap
buah jeruk agak suka. Sebelum disimpan jeruk dihitung bobotnya, bobot ini
diperlukan untuk mengetahui susut bobot pada hari pertama.

Perubahan Mutu Buah Jeruk Selama Penyimpanan
Selama proses penyimpanan buah jeruk mengalami perubahan fisik dan
kimia. Prubahan fisik dan kimia menunjukkan bahwa jeruk tetap mengalami proses
metabolisme setelah pemanenan. Hasil analisa perubahan fisik dan kimia diuji secara
deskriptif dengan menggunakan bantuan grafik, yaitu dengan melihat slope
(kemiringan) grafik dengan persamaan baku y = ax + b.

Susut Bobot
Susut bobot merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan untuk
menilai kesegaran dari suatu buah. Susut bobot yang tinggi selama proses
penyimpanan menandakan kesegaran buah semakin menurun seiring bertambahnya
waktu penyimpanan. Buah akan mengalami susut bobot selama proses penyimpanan
(Purwoko dan Juniarti, 1998). Hal ini disebabkan oleh buah yang mengalami
kehilangan air selama proses respirasi. Setiap produk mempunyai laju respirasi
berbeda, umumnya tergantung pada struktur morfologi dan tingkat perkembangan
jaringan bagian tanaman tersebut (Kays, 1991).
Perubahan susut bobot pada jeruk bervariasi disebabkan oleh perbedaan
kemasan dan temperatur penyimpanan yang digunakan. Buah akan terus mengalami

13

kehilangan bobot selama proses penyimpanan dilakukan. Hari pertama pengujian
didapatkan susut bobot Jeruk kontrol yang disimpan pada ruangan bersuhu 6-9 0C
sebesar 2,03 lebih besar dibandingkan susut bobot buah yang dikemas menggunakan
kemasan HDPE perforated (0,1) dan biodegradable (0,43).
Pengamatan susut bobot jeruk kemasan HDPE perforated dan biodegradable
suhu 28-310C, HDPE dan biodegradable suhu 25-260C berhenti pada hari ke-15
karena buah yang sudah tidak layak uji, sedangkan jeruk tanpa kemasan suhu 25260C dan suhu 28-310C berhenti lebih cepat yaitu pada hari ke-8. Hal ini
membuktikan bahwa jeruk yang dikemas memiliki umur simpan yang lebih lama
dibandingkan jeruk yang tidak dikemas.
Susut bobot pada hari ke-25 didapatkan bahwa jeruk yang dikemas
menggunakan HDPE perforated dan disimpan pada suhu 6-90C memiliki nilai susut
bobot terendah sebesar 1,48 lebih kecil dibandingkan jeruk tanpa kemasan (17,60)
dan jeruk yang dikemas dengan plastik biodegradable (2,46). Buah yang disimpan
dan memiliki nilai susut bobot yang relatif kecil menandakan kemasan mampu
menahan proses respirasi dan transpirasi yang mengakibatkan buah mengalami
kehilangan air, CO2, energi. Kemasan menahan O2 masuk kedalam kemasan
sehingga respirasi terhambat dan menahan laju pelepasan CO 2 dan air dari kemasan
ke lingkungan.
Persen susut bobot jeruk dapat dilihat pada gambar 2 dibawah ini.

Gambar 2. Grafik perubahan susut bobot buah jeruk pada suhu: (a) 25-26 0C
(b) 6-8 0C (c) 28-310C.

14

Kadar Air
Kadar air buah jeruk akan menurun seiring berjalannya proses penyimpanan
hal ini diakibatkan oleh kegiatan metabolisme dari buah. Proses respirasi akan
menyebabkan enzim yang terdapat didalam sel akan menjadi aktif. Aktivitas dari
enzim ini akan meningkatkan hidrolisis zat yang terdapat dalam sel, yang akan
menghasilkan CO2 dan H2O sehingga meningkatkan kandungan air dalam bahan
(Suhelmi, 2007). Perubahan kadar air buah jeruk selama penyimpanan dapat dilihat
pada Gambar 3.

Gambar 3. Grafik perubahan kadar air buah jeruk pada suhu: (a) 25-26 0C
(b) 6-8 0C (c) 28-310C.
Keseluruhan grafik pada gambar 3 menunjukkan bahwa kadar air buah jeruk
akan mengalami penurunan selama proses penyimpanan berlangsung. Hal ini
menandakan bahwa proses respirasi pada buah jeruk terus berjalan. Kemasan HDPE
perforated memiliki nilai kadar air awal tertinggi dibandingkan biodegradable dan
jeruk tanpa kemasan (kontrol) dengan nilai kadar air sebesar 89,95 Jeruk yang
disimpan pada suhu 25-260C dan 28-310C mengalami kehilangan air lebih banyak
dibandingkan jeruk yang disimpan pada suhu 6-90C, hal ini menandakan suhu rendah
mampu menahan laju kehilangan air pada buah sehingga buah akan tetap terlihat
segar.
Pada suhu 28-31oC, 25-26oC, dan 6-7oC penurunan perubahan kadar air buah
jeruk yang dikemas plastik HDPE perforated menunjukkan nilai yang lebih stabil
dibandingkan kemasan biodegradable dan tanpa kemasan sedangkan kemasan

15

biodegradable memiliki nilai penurunan perubahan kadar air yang lebih stabil
dibandingkan jeruk tanpa kemasan. Jeruk yang dikemas menggunakan kemasan
biodegradable dan disimpan pada suhu 6-90C sampai dengan hari penelitian ke 18
memiliki kadar air yang lebih tinggi dibandingkan jeruk yang dikemas menggunakan
HDPE perforated dikarenakan granula pati yang terdapat pada kemasan bersifat
hidrofilik yaitu akan mengikat air yang menyebabkan granula pati membengkak dan
lama-lama akan hancur sehingga kemasan mengalami kerusakan. Dari penelitian
didapatkan kombinasi kemasan HDPE perforated dan suhu penyimpanan 6-80C
memiliki kemampuan menahan kehilangan air paling baik dibandingkan yang lain.

Gambar 4. Grafik pendugaan umur simpan jeruk pada suhu 6-90C
Kadar air juga bisa menunjukkan berapa lama umur simpan jeruk hingga
tidak layak lagi untuk dikemas. Jeruk yang kadar airnya berada dibawah 80% akan
mulai terlihat mengkerut dengan kata lain konsumen yang melihat jeruk tersebut
tidak akan tertarik untuk membelinya sehingga kadar air 80% dapat dikatakan
sebagai titik kritis dari jeruk. Jeruk yang disimpan pada suhu 6-90C baik yang
dikemas menggunakan biodegradable maupun HDPE perforated memiliki umur
simpan yang cukup lama yaitu mencapai 90 hari, namun pada hari ke 91 jeruk yang
dikemas menggunakan biodegradable memiliki kadar air dibawah 80% sedangkan
jeruk yang dikemas menggunakanHDPE perforated hingga hari ke 100 masih
memiliki mutu yang baik karena memiliki kadar air diatas 80%.

16

Total Asam dan Total Gula
Menurut Pantastico (1986) perubahan keasaman berbagai macam buah
berbeda, tergantung tingkat kematangan dan suhu penyimpanan. Buah-buahan yang
belum masak mempunyai keasaman yang relatif lebih tinggi daripada yang belum
masak. Perhitungan total asam digunakan untuk mengetahui tingkat keasaman atau
kandungan asam suatu produk. Menurut Ryall dan Lipton (1983), total asam yang
terukur adalah jumlah hidrogen total (dalam bentuk terdisosiasi maupun tidak
terdisosiasi). Total asam tertitrasi menunjukkan potensi asam suatu produk
(kandungan ion hidrogen).

Gambar 5. Grafik perubahan total asam buah jeruk pada suhu: (a) 25-26 0C
(b) 6-8 0C (c) 28-310C.
Jeruk yang disimpan akan mengalami perubahan kandungan gula dan
kandungan asamnya, ketika kandungan gula meningkat maka kandungan asam
menurun, begitu pula sebaliknya. Awalnya total gula pada buah akan meningkat,
kemudian menurun selama proses penyimpanan. Hal ini disebabkan karena saat
penyimpanan, terjadi pemecahan polisakarida menjadi gula sederhana. Gula tersebut
digunakan untuk proses metabolisme sehingga nilai total gula mengalami penurunan.
Selain itu, gula yang sudah terbentuk dioksidasi menjadi asam piruvat dan asamasam organik, sehingga saat total gula pada buah menurun maka total asam pada
buah akan meningkat.
keseluruhan total asam pada jeruk akan mengalami peningkatan berdasarkan
grafik, jeruk yang dikemas menggunakan HDPE perforated dan biodegradable

17

mengalami peningkatan asam yang relatif kecil dibandingkan kontrol. Hal ini
menyatakan bahwa kemasan dapat menahan laju pembentukan asam dari gula.
Kemasan yang paling baik menahan pembentukan asam adalah HDPE perforated
suhu 6-80C dengan rincian kandungan asam sebesar 0,21 ml NaOH 0,1 N /g pada
awal penyimpanan dan memiliki nilai sebesar 0,24 ml NaOH 0,1 N /g pada hari ke25.

Gambar 6. Grafik perubahan total gula buah jeruk pada suhu: (a) 25-26 0C (b)
6-8 0C (c) 28-310C.
Pengujian total gula merupakan pengujian dimana semua jenis gula baik
sukrosa, glukosa, dan fruktosa akan terhitung. grafik diatas didapat bahwa seluruh
jeruk mengalami peningkatan kandungan gula seiring dengan berlangsungnya
penyimpanan, namun begitu setiap jeruk memiliki laju perubahan yang berbeda.
Jeruk tanpa kemasan memiliki kandungan gula tertinggi pada akhir proses
penyimpanan, hal ini dikarenakan tidak ada lapisan untuk menahan respirasi dari
buah jeruk sehingga polisakarida yang terdapat pada jeruk akan bereaksi dengan O2
yang terdapat pada udara sekitar sehingga polisakarida pecah menjadi gula gula
sederhana. Kandungan gula pada jeruk tanpa kemasan yaitu sebesar 24,93%,
sedangkan kemasan HDPE perforated memiliki nilai total gula sebesar 19,68% lebih
kecil dibandingkan biodegradable sebesar 20% pada akhir penyimpanan. Kemasan
biodegradable menjelang akhir penelitian mengalami kerusakan akibat granula pati
yang hancur sehingga memberikan celah kepada O2 untuk bereaksi dengan jeruk dan
membentuk gula. Kombinasi dari kemasan HDPE perforated dan suhu 6-80C dapat
dikatakan memiliki kemampuan terbaik dalam menahan laju pembentukan gula.

18

Kadar Vitamin C
Kandungan vitamin C akan mengalami peningkatan sampai titik tertentu dan
akhirnya mengalami penurunan. Menurut Pantastico (1986) dalam jaringan tanaman,
asam askorbat disintesa dari heksosa, sedangkan kandungan heksosa akan menurun
selama penyimpanan akibatnya kandungan asam askorbat akan menurun. Vitamin C
bisa dihasilkan melalui bantuan enzim yang mengubah gula sederhana menjadi
vitamin C. Total kandungan vitamin C akan mengalami peningkatan pada seluruh
kondisi sampel. Hal ini bisa dikarenakan oleh aktivitas biosintesis vitamin C yaitu
UDP-glukoronat menjadi asam askorbat.

Gambar 7. Grafik perubahan kandungan vitamin C jeruk pada kemasan: (a) HDPE
perforated (b) tanpa kemasan (c) plastik Biodegradable
Kandungan vitamin C pada suhu 25-260C dan 28-310C pada awal penelitian
pada keseluruhan sampel akan meningkat, namun setelah hari ke 4 penyimpanan
kadar vitamin C mengalami penurunan, hal ini dikarenakan sifat vitamin C yang
mudah rusak akibat suhu tinggi. cahaya, maupun udara sekitar sehingga kandungan
vitamin C berkurang. Proses kerusakan vitamin C ini disebut oksidasi. Proses
oksidasi vitamin C dibedakan menjadi dua macam yaitu proses oksidasi spontan dan
tak spontan. Proses oksidasi spontan adalah proses oksidasi yang terjadi tanpa
menggunakan enzim atau katalisator. Proses oksidasi tak spontan adalah reaksi yang
terjadi dengan adanya penambahan enzim atau katalisator (Andarwulan, 1992).
Kandungan vitamin C tertinggi di akhir proses penyimpanan diperoleh oleh
kombinasi plastik biodegradable dan suhu 6-80C yaitu sebesar 103,84 mg/100g,

19

sedangkan kombinasi plastik HDPE perforated dan suhu 6-80C memiliki nilai
kandungan vitamin C sebesar 102,08 mg/100g setara dengan jeruk tanpa kemasan
(kontrol) pada suhu 6-80C dengan demikian dapat dikatakan bahwa HDPE
perforated sedikit unggul dibandingkan plastik biodegradable dalam menahan
biosintesis asam askorbat.

Uji Organoleptik
Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui batas penerimaan konsumen
terhadap mutu buah jeruk setelah dilakukan penyimpanan. Skor mutu hedonik yang
diuji meliputi warna kulit, warna daging, rasa dan keseluruhan. Analisa uji
organoleptik dilakukan berdasarkan hari dilakukan uji organoleptik uji mutu hedonik
menggunakan skala 1-7.

Warna Kulit
Warna kulit merupakan indikator utama yang akan dilakukan konsumen
dalam menilai mutu buah (Werdaningsih, 2008). Penerimaan tertinggi dari panelis
yaitu jeruk yang dikemas menggunakan HDPE perforated dengan skor kesukaan 6,1
dikarenakan jeruk masih terlihat segar, sedangkan penerimaan terendah oleh panelis
yaitu jeruk tidak dikemas dan suhu penyimpanan 25-260C sebesar 3,4. Jeruk yang
dikemas menggunakan HDPE perforated dan disimpan pada suhu 25-260C memiliki
nilai tertinggi pada hari ke 4 dengan penerimaan sebesar 5,4. Jeruk yang dikemas
menggunakan HDPE dan disimpan pada suhu 6-80C memiliki nilai tertinggi pada
hari ke 1 dan 15 dengan penerimaan sebesar 4,6. Penerimaan tertinggi untuk jeruk
yang dikemas menggunakan plastik biodegradable dengan kombinasi suhu 6-80C
didapat pada hari ke-1 dengan skor 5,4.
Berdasarkan suhu penyimpanannya pada hari ke-1 jeruk yang disimpan
menggunakan HDPE perforated pada suhu 25-260C berbeda nyata dengan semua
kombinasi kemasan maupun suhu, dengan demikian dapat dikatakan jeruk yang
dikemas menggunakan HDPE perforated dengan suhu penyimpanan 25-260C dapat
menarik selera konsumen lebih tinggi dibanding yang lain.
Pada hari ke-8 jeruk yang disimpan menggunakan HDPE perforated dan
kombinasi suhu 6-80C tidak berbeda nyata dengan jeruk kemasan HDPE perforated
dengan kombinasi yang lain, dan berbeda nyata dengan kemasan biodegradable.
Tingkat kesukaan tertinggi pada titik ini sebesar 5,4.
Pada hari ke 11 sampai 18 tidak ada perbedaan nyata dari masing masing
kemasan, dan pada hari ke-22 HDPE perforated dengan suhu penyimpanan 6-80 C
memiliki skor 5 dan berbeda nyata dengan jeruk kemasan biodegradable dan suhu 680C dengan skor 4,2. Pada hari pengujian terakhir kemasan biodegradable memiliki
skor sebesar 4,3 unggul 0,2 dari HDPE perforated namun keduanya tidak berbeda
nyata. Meskipun di akhir plastik biodegradable memiliki skor lebih tinggi pada akhir

20

pengujian, namun untuk penyimpanan jangka panjang plastik HDPE perforated
memiliki kemampuan mempertahankan mutu yang diinginkan konsumen lebih baik.

Warna Daging
Dari analisa ragam hari pertama didapatkan bahwa HDPE perforated suhu
25-26 C tidak berbeda nyata dengan plastik biodegradable dan berbeda nyata dengan
perlakuan lain. Pada hari pertama HDPE perforated memiliki warna daging paling
menarik di mata panelisterlihat dengan penerimaan tertinggi yaitu 5,7. Pada hari ke
4 tidak ditemukan perbedaan yang nyata dari semua perlakuan. Analisis ragam pada
hari ke-8 didapatkan HDPE perforated dengan suhu 25-260C memiliki perbedaan
nyata dengan plastik biodegradable suhu 6-80C. Pada hari ke 8 HDPE perforated
memiliki skor 5,4.
Dari pengujian analisis ragam didapatkan kemasan HDPE perforated
memiliki penerimaan lebih tinggi dibandingkan kemasan biodegradable dan berbeda
nyata, dengan demikian kemasan HDPE perforated dengan kombinasi suhu
penyimpanan 6-80C memiliki kemampuan untuk mempertahankan warna buah
daging sesuai dengan keinginan konsumen lebih lama dibandingkan biodegradable.
0

Rasa
Analisa Ragam pada hari ke-1 didapatkan hasil HDPE perforated suhu 2526 C tidak berbeda nyata dengan kemasan biodegradable selain suhu ruang dan
berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, namun penerimaan HDPE perforated
tertinggi sebesar 5,8 yang merupakan penerimaan tertinggi untuk rasa, dapat
dikatakan jeruk dengan kandungan gula sebesar 2,02%, dengan kandungan vitamin C
sebesar 95,04 mg/ 100g . Pada hari ke-4 tidak ditemukan perbedaan yang nyata dari
setiap perlakuan, skor tertinggi pada titik ini adalah HDPE perforated dengan suhu
penyimpanan 6-80C sebesar 5,3. Analisis ragam pada hari ke-11 sampai 22 tidak ada
perbedaan nyata dari rasa tiap perlakuan.
Pada hari terakhir analisa ragam didaptkan hasil kemasan biodegradable pada
suhu 6-80C memiliki penerimaan tertinggi sebesar 5,1 namun tidak berbeda nyata
dengan HDPE perforated suhu 6-80C dengan skor 4,7. Jeruk yang dikemas
menggunakan biodegradable memiliki skor yang lebih tinggi pada akhir
penyimpanan namun jeruk yang dikemas menggunakan HDPE perforated lebih
stabil dalam mempertahankan rasa buah jeruk sesuai dengan keinginan panelis.
0

Penerimaan
Analisa ragam pada hari ke-1 didapatkan hasil kemasan HDPE perforated
suhu 25-260C berbeda nyata dengan seluruh perlakuan dan memiliki skor tertinggi
yaitu 5,8, sedangkan kemasan biodegradable suhu 25-260C berbeda nyata dengan

21

HDPE perforated pada suhu ruang. Analisis ragam hari ke-4 didapatkan HDPE
perforated suhu 6-80C tidak berbeda nyata dengan kemasan biodegradable
kombinasi suhu 25-260C dan suhu 6-80C. Pada hari ke-4 HDPE perforated
kombinasi suhu 6-80C memiliki penerimaan tertinggi yaitu 5,6.
Analisa ragam pada hari ke-7 didapatkan bahwa kemasan HDPE perforated
tidak berbeda nyata dengan kombinasi suhu yang dilakukan, namun berbeda nyata
dengan kemasan biodegradable dengan suhu penyimpanan 6-80C. Pada hari ke-7 ini
HDPE perforated dengan suhu 28-310C memiliki penerimaan tertinggi yaitu 5,3.
Analisa ragam hari ke-11sampai 18 didapatkan bahwa tidak ada perbedaan nyata dari
masing masing perlakuan.
Analisis ragam pada hari ke-22 didapatkan bahwa HDPE perforated dengan
suhu penyimpanan 6-80C berbeda nyata dengan kontrol dan kemasan biodegradable
dengan kombinasi suhu penyimpanan yang sama, selain itu kontrol tidak berbeda
nyata dengan kemasan biodegradable. Penerimaan tertinggi pada hari ke-22 adalah
kemasan HDPE perforated dengan suhu penyimpanan 6-80C dengan penerimaan
sebesar 5,2. Pada hari terakhir pengujian, kemasan biodegradable dengan suhu
penyimpanan 6-80C memiliki penerimaan tertinggi dari panelis yaitu sebesar 5,1
lebih besar 0,4 dibandingkan dengan HDPE perforated dengan suhu penyimpanan
yang sama. Analisis ragam dari ari terakhir didapatkan bahwa kemasan
biodegradable tidak berbeda nyata dengan HDPE perforated dan keduanya berbeda
nyata dengan kontrol.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Jeruk Medan merupakan komoditi unggulan Indonesia, namun harus
mendapatkan penanganan pasca panen yang baik, kadar air jeruk yang mencapai
87,84% rawan untuk ditumbuhi mikroorganisme. Kadar protein jeruk tidak tinggi
yaitu sebesar 1,65% dan kadar lemaknya 0,31%. Kadar mineral di dalam jeruk
medan tidak tinggi hanya sebesar 0,98%. Total karbohidrat yang didapatkan adalah
sebesar 10,87%. Awal penelitian jeruk medan memiliki total gula sebesar 3,14 % dan
total asamnya 0,24 ml NaOH 0,1N/g. Pengujian organoleptik awal didapatkan bahwa
panelis menilai penampakan warna kulit jeruk sebesar 4,17, warna daging 5,17, rasa
sebesar 4,83, dan penerimaan keseluruhan sebesar 4,67.
Mutu jeruk medan dipengaruhi oleh penggunaan plastik sebagai kemasan
karena plastik dapat menekan jumlah O2 yang diperlukan jeruk dalam proses
respirasi dan transpirasi. Dan kemasan yang paling baik mempertahankan mutu dari
jeruk medan adalah HDPE perforated terbukti dari total susut bobot yang hanya
sebesar 1,48% dan kadar air yang lebih tinggi dibandingkan plastik biodegradable.
Jika dilihat dari uji organoleptik didapatkan bahwa jeruk yang dikemas
menggunakan