Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Dan Lama Penyimpanan Terhadap Mutu Buah Jeruk Manis

(1)

PENGARUH KONSENTRASI EMULSI LILIN DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP MUTU BUAH JERUK MANIS (Citrus sinensis, Linn.)

SKRIPSI

DIAJUKAN OLEH:

FERONICA PAULINA M. SIMBOLON NIM 040804010

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH KONSENTRASI EMULSI LILIN DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP MUTU BUAH JERUK MANIS (Citrus sinensis, Linn.)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

FERONICA PAULINA M. SIMBOLON NIM 040804010

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Pengesahan Skripsi

PENGARUH KONSENTRASI EMULSI LILIN DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP MUTU BUAH JERUK MANIS (Citrus sinensis, Linn.)

DIAJUKAN OLEH:

FERONICA PAULINA M. SIMBOLON NIM 040804010

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pada Tanggal : Desember 2008 Pembimbing I, Panitia Penguji,

(Dra. Masria L. Tambunan, M.Si., Apt.) (Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc,Apt.) NIP 130 604 974 NIP 130 804 138

Pembimbing II, (Dra. Masria L. Tambunan, M.Si., Apt.) NIP 130 604 974

(Drs. Imannuel S. Meliala, M.Si., Apt.) (Dra. Saleha Salbi, M.Si., Apt.) NIP 131 283 718 NIP 130 817 963

(Drs. Syahrial Yoenoes, SU., Apt.) NIP 131 286 001

Dekan,

(Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt.) NIP 131 283 716


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha kuasa atas anugerah dan kasih setia-Nya, sehingga penulis dapat menjalani masa perkuliahan dan penelitian hingga akhirnya menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Ucapan terima kasih yang tulus tiada terhingga kepada Ayahanda Tombang Simbolon dan ibunda Netty Silaban yang tercinta, serta kepada kakakku Shinta, adikku Samuel dan Rouli yang telah sabar dan setia memberikan perhatian, dorongan semangat dan doa kepada penulis selama perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ibu Dra. Masria L. Tambunan, M.Si., Apt. dan Bapak Drs. Imannuel S.

Meliala, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah membimbing penulis dengan kesabaran selama melakukan penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini, juga kepada Bapak Drs. Nahitma Ginting, M.Si., Apt. yang telah banyak memberikan masukan untuk penelitian ini.

2. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc,Apt., Ibu Dra. Saleha Salbi, M.Si., Apt., dan Bapak Drs. Syahrial Yoenoes, SU., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan petunjuk dan bimbingan untuk penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak Prof. Dr. rer nat Effendy De Lux Putra, SU., Apt., selaku penasehat akademik dan seluruh dosen staf pengajar Fakultas Farmasi yang telah memberikan motivasi dan bimbingan selama masa pendidikan.

4. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt, selaku dekan Fakultas Farmasi yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis selama masa pendidikan.


(5)

5. Kepada teman-temanku stambuk 2004 khususnya “KANTIN” dan “KAPAS” atas dukungan semangat dan kebersamaan selama masa pendidikan, “SOLA GRATIA” yang selalu menjadi tempatku berbagi, Bona R3, Qenten Angels dan Blue Mio yang selalu setia menemaniku.

6. Abang, kakak, dan adik-adik Fakultas Farmasi atas dukungan dan semangat kepada penulis.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat menjadi sumbangan yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada khususnya.

Medan, Desember 2008 Penulis,


(6)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh konsentrasi emulsi lilin dan lama penyimpanan terhadap kadar vitamin C dan nilai organoleptik (warna, aroma dan rasa) dari buah jeruk manis (Citrus sinensis, Linn.). Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak lengkap (RAL) dengan dua faktor yaitu: konsentrasi emulsi lilin (K1=0%, K2=3%, K3= 6%, K4=9%) dan lama penyimpanan (L1=0 hari, L2=5 hari, L3=10 hari, L4=15 hari, L5=20 hari).

Penetapan kadar vitamin C dilakukan dengan titrasi menggunakan 2,6-diklorofenol indofenol dan nilai organoleptik (warna, aroma dan rasa) ditentukan dengan uji hedonik menggunakan panelis tak terlatih.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi emulsi lilin memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap kadar vitamin C dan nilai organoleptik (warna, aroma dan rasa). Dimana kadar vitamin C, nilai organoleptik warna dan aroma meningkat dengan meningkatnya konsentrasi emulsi lilin sedangkan nilai organoleptik rasa meningkat sampai dengan K3 dan menurun pada K4. Lama penyimpanan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap kadar vitamin C dan nilai organoleptik rasa. Dimana kadar vitamin C dan nilai organoleptik rasa menurun dengan meningkatnya lama penyimpanan.


(7)

ABSTRACT

The researches to know effects of the concentration of waxy emulsion and the storage time to concentration of vitamin C and organoleptic value (color, odor and flavor) of sweet orange (Citrus sinensis, Linn.) have been conducted. This research applied completely randomized design method with two factors. The first factor was the concentration of waxy emulsion (K1=0%, K2=3%, K3= 6%, K4=9%) and the second factor was the storage time (L1=0 day, L2=5 days, L3=10 days, L4=15 days, L5=20 days).

The concentration of vitamin C was measured by titration using 2,6-dichlorofenol indophenols. The organoleptic value (color, odor and flavor) was done by hedonic test used untrained panelist.

The result of the research showed that the concentration of waxy emulsion gave the significant effect to the concentration of vitamin C and organoleptic value (color, odor and flavor). The concentration of vitamin C and organoleptic value (color and odor) were increased with the increasing of the concentration of waxy emulsion and organoleptic value of flavor were increased till K3 and decreased at K4. The storage time gave the significant effect to the concentration vitamin C and organoleptic value of flavor. The concentration of vitamin C and organoleptic value of flavor were decreased with the increasing of the storage time.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 6

2.1 Jeruk Manis... 7

2.1.1 Sistematika Tumbuhan……….. 7

2.1.2 Komposisi Kimia dan Nilai Gizi Buah Jeruk Manis……. 8

2.2 Vitamin C……… 9

2.2.1 Uraian Bahan………. 9

2.2.2 Stabilitas………... 10

2.2.3 Fungsi Fisiologis Dalam Tubuh……… 11


(9)

2.3 Penetapan Kadar Vitamin C……….. 13

2.4 Pelilinan……….14

2.5 Emulsi Lilin………15

2.6 Penyimpanan………. 16

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN... 17

2.1 Alat-alat ... 17

2.2 Bahan-bahan ...17

2.3 Prosedur Penelitian ... 17

2.3.1 Pengambilan Sampel ... 17

2.3.2 Pembuatan dan Pembakuan Larutan Pereaksi ... 18

2.3.2.1 Pembuatan Larutan 2,6-Diklorofenol indofenol... 18

2.3.2.2 Pembuatan Larutan Asam Metafosfat Asetat...18

2.3.2.2 Pembuatan Emulsi Lilin……….18

2.3.2.4 Pembakuan 2,6-Diklorofenol indofenol…………. 19

2.3.3 Pengolahan Sampel ... 20

2.3.3.1 Penyiapan Sampel... 20

2.3.3.2 Pelapisan Emulsi Lilin...20

2.3.4 Pengumpulan Data... 21

2.3.4.1 Penetapan Kadar Vitamin C... 21

2.3.4.2 Uji Organoleptik... 22

2.4 Analisis Data... 22

BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN ...25

3.1Kadar Vitamin C ……... 26

3.1.1 Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Terhadap Kadar Vitamin C………...………26


(10)

3.1.2 Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Kadar

Vitamin C………..……….28

3.1.3 Pengaruh Interaksi Konsentrasi Emulsi Lilin dan Lama Penyimpanan Terhadap Kadar Vitamin C...30

3.2Nilai Organoleptik Warna... 32

3.2.1 Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Terhadap Nilai Organoleptik Warna... 32

3.2.2Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Nilai Organoleptik Warna………..…..34

3.2.3 Pengaruh Interaksi Konsentrasi Emulsi Lilin dan Lama Penyimpanan Terhadap Nilai Organoleptik Warna……....34

3.3 Nilai Organoleptik Aroma………...36

3.3.1 Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Terhadap Nilai Organoleptik Aroma……….….36

3.3.2 Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Nilai Organoleptik Aroma……….…….37

3.3.3 Pengaruh Interaksi Konsentrasi Emulsi Lilin dan Lama Penyimpanan Terhadap Nilai Organoleptik Aroma……...38

3.4 Nilai Organoleptik Rasa………..39

3.4.1 Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Terhadap Nilai Organoleptik Rasa……….40

3.4.2 Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Nilai Organoleptik Rasa……….41

3.4.3 Pengaruh Interaksi Konsentrasi Emulsi Lilin dan Lama Penyimpanan Terhadap Nilai Organoleptik Aroma…...43

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN ... 46

4.1 Kesimpulan ... 46

4.2 Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47


(11)

(12)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh konsentrasi emulsi lilin dan lama penyimpanan terhadap kadar vitamin C dan nilai organoleptik (warna, aroma dan rasa) dari buah jeruk manis (Citrus sinensis, Linn.). Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak lengkap (RAL) dengan dua faktor yaitu: konsentrasi emulsi lilin (K1=0%, K2=3%, K3= 6%, K4=9%) dan lama penyimpanan (L1=0 hari, L2=5 hari, L3=10 hari, L4=15 hari, L5=20 hari).

Penetapan kadar vitamin C dilakukan dengan titrasi menggunakan 2,6-diklorofenol indofenol dan nilai organoleptik (warna, aroma dan rasa) ditentukan dengan uji hedonik menggunakan panelis tak terlatih.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi emulsi lilin memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap kadar vitamin C dan nilai organoleptik (warna, aroma dan rasa). Dimana kadar vitamin C, nilai organoleptik warna dan aroma meningkat dengan meningkatnya konsentrasi emulsi lilin sedangkan nilai organoleptik rasa meningkat sampai dengan K3 dan menurun pada K4. Lama penyimpanan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap kadar vitamin C dan nilai organoleptik rasa. Dimana kadar vitamin C dan nilai organoleptik rasa menurun dengan meningkatnya lama penyimpanan.


(13)

ABSTRACT

The researches to know effects of the concentration of waxy emulsion and the storage time to concentration of vitamin C and organoleptic value (color, odor and flavor) of sweet orange (Citrus sinensis, Linn.) have been conducted. This research applied completely randomized design method with two factors. The first factor was the concentration of waxy emulsion (K1=0%, K2=3%, K3= 6%, K4=9%) and the second factor was the storage time (L1=0 day, L2=5 days, L3=10 days, L4=15 days, L5=20 days).

The concentration of vitamin C was measured by titration using 2,6-dichlorofenol indophenols. The organoleptic value (color, odor and flavor) was done by hedonic test used untrained panelist.

The result of the research showed that the concentration of waxy emulsion gave the significant effect to the concentration of vitamin C and organoleptic value (color, odor and flavor). The concentration of vitamin C and organoleptic value (color and odor) were increased with the increasing of the concentration of waxy emulsion and organoleptic value of flavor were increased till K3 and decreased at K4. The storage time gave the significant effect to the concentration vitamin C and organoleptic value of flavor. The concentration of vitamin C and organoleptic value of flavor were decreased with the increasing of the storage time.


(14)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Jeruk manis (Citrus sinensis, Linn.) merupakan komoditi hasil pertanian Indonesia yang sangat diminati konsumen dari dalam dan luar negeri. Jeruk mengandung beragam zat gizi dan non gizi yang bermanfaat dalam mencegah kanker dan meningkatkan kesehatan. Masyarakat yang mengkonsumsi buah jeruk dalam jumlah relatif banyak dalam makanan sehari-hari memiliki risiko penyakit degeneratif yang rendah. Salah satu komponen bioaktif yang berkhasiat dalam buah jeruk adalah vitamin C ( Silalahi, 2006).

Vitamin C memiliki fungsi fisiologis yang penting bagi tubuh. Vitamin ini berperan sebagai antioksidan dalam makanan maupun dalam berbagai proses tubuh. Sebagai contoh, di dalam tubuh, vitamin C dapat melindungi asam lemak tak jenuh rantai panjang, vitamin E dan vitamin A dari oksidasi. Ini adalah fungsi yang penting karena asam lemak tak jenuh rantai panjang dan vitamin E adalah komponen esensial untuk mempertahankan keutuhan membran sel (William and Caliendo, 1984). Vitamin C juga dapat mencegah munculnya penyakit skorbut dengan dosis yang tepat dan defisiensi vitamin C dapat menyebabkan melemahnya struktur kolagen sehingga terjadi gusi berdarah serta rasa sakit pada persendian, kerusakan jaringan penyakit, dan lamanya proses penyembuhan luka, yang semuanya itu adalah gejala skorbut (Silalahi, 2006).

Buah jeruk manis dihasilkan di berbagai daerah di tanah air sesuai dengan musimnya, di mana pada waktu panen besar produksi berlebihan sehingga harga di pasaran menjadi turun dan tersedia hanya dalam waktu relatif singkat. Jeruk


(15)

termasuk komoditas hortikultura yang mempunyai sifat bawaan mudah rusak dan tidak tahan lama disimpan. Salah satu penyebab kerusakan adalah masih berlangsungnya aktivitas fisiologi sehingga terjadi perubahan fisik, perubahan warna, kehilangan berat dan penurunan nilai nutrisinya. Akibat perubahan warna, tekstur, bau dan rasa yang terjadi, mutu jeruk menjadi rendah (Aak, 1994). Selain itu dalam penyimpanan terjadi perubahan komposisi kimia khususnya senyawa-senyawa yang labil seperti vitamin C (asam askorbat) akibat proses oksidasi (Pracaya, 2003).

Proses oksidasi dapat menyebabkan berkurangnya asam askorbat, karena asam askorbat sangat peka terhadap oksidasi terutama oleh karena adanya enzim asam askorbat oksidase yang terdapat dalam jaringan tanaman (Apandi, 1984). Asam askorbat sangat mudah teroksidasi menjadi L-dehidroaskorbat yang masih mempunyai keaktifan sebagai vitamin C. Asam L-dehidroaskorbat secara kimia sangat labil dan dapat mengalami perubahan lebih lanjut menjadi asam L-diketogulat yang tidak memiliki keaktifan vitamin C lagi (Winarno dan Aman, 1981).

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memperpanjang daya simpan buah adalah teknologi pelapisan lilin. Teknik ini mampu memperpanjang umur simpan beberapa produk hortikultura pada suhu ruang, selain itu mampu mempertahankan mutu produk selama penyimpanan. Keunggulan teknik ini adalah biaya investasinya relatif kecil di mana prosedur pelaksanaannya mudah dan sederhana. Teknik ini merupakan pertimbangan utama dalam penanganan pasca panen produk-produk yang perishable. Hal ini disebabkan sentra-sentra produksi


(16)

minim akan fasilitas pasca panen dan terutama di daerah tropis, dimana tingkat kerusakan pasca panennya cukup tinggi (Hadiwiyoto dan Soehardi, 1981).

Lilin yang biasa digunakan adalah lilin parafin, lilin karnauba dan lilin tebu. Cara pemberian lapisan lilin yang paling praktis adalah dengan menggunakan emulsi lilin dalam air. Emulsi lilin dalam air dapat digunakan tanpa harus mengeringkan buah terlebih dahulu (Pantastico, 1986).

Lapisan lilin dengan kepekatan yang cukup dapat diberikan untuk menghindarkan oksidasi pada buah dan dapat memberikan perlindungan yang diperlukan terhadap luka dan goresan kecil pada permukaan buah. Lilin sering dikombinasikan dengan fungisida dan bakterisida untuk mengendalikan pembusukan (Hadiwiyoto dan Soehardi, 1981).

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk meneliti sejauh mana pengaruh konsentrasi emulsi lilin dan lama penyimpanan terhadap mutu buah jeruk manis (Citrus sinensis Linn) serta untuk mendapatkan konsentrasi emulsi lilin dan lama penyimpanan yang optimum. Adapun parameter yang diukur adalah vitamin C dan organoleptik (warna, aroma dan rasa).

1.2 Perumusan Masalah

a. Apakah ada pengaruh konsentrasi emulsi lilin terhadap kadar vitamin C dan nilai organoleptik (warna,aroma dan rasa) buah jeruk manis (Citrus sinensis,

Linn.)?

b. Apakah ada pengaruh lama penyimpanan terhadap kadar vitamin C dan nilai organoleptik (warna,aroma dan rasa) buah jeruk manis (Citrus sinensis, Linn.)?


(17)

c. Apakah ada pengaruh kombinasi perlakuan konsentrasi emulsi lilin dan lama penyimpanan terhadap kadar vitamin C dan nilai organoleptik (warna,aroma dan rasa) buah jeruk manis (Citrus sinensis, Linn.)?

1.3 Hipotesis

a. Konsentrasi emulsi lilin dapat mempengaruhi kadar vitamin C dan nilai organoleptik (warna,aroma dan rasa) buah jeruk manis (Citrus sinensis, Linn.). b. Lama penyimpanan dapat mempengaruhi kadar vitamin C dan nilai

organoleptik (warna,aroma dan rasa) buah jeruk manis (Citrus sinensis, Linn.). c. Kombinasi perlakuan konsentrasi emulsi lilin dan lama penyimpanan

mempengaruhi kadar vitamin C dan nilai organoleptik (warna,aroma dan rasa) buah jeruk manis (Citrus sinensis, Linn.).

1.4 Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi emulsi lilin terhadap kadar vitamin C dan nilai organoleptik (warna,aroma dan rasa) buah jeruk manis (Citrus sinensis, Linn.).

b. Untuk mengetahui pengaruh lama penyimpanan terhadap kadar vitamin C dan nilai organoleptik (warna,aroma dan rasa) buah jeruk manis (Citrus sinensis,

Linn.).

c. Untuk mengetahui pengaruh kombinasi perlakuan konsentrasi emulsi lilin dan lama penyimpanan terhadap kadar vitamin C dan nilai organoleptik (warna,aroma dan rasa) buah jeruk manis (Citrus sinensis, Linn.).

1.5 Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber informasi pemakaian emulsi lilin dalam mempertahankan mutu buah jeruk manis khususnya


(18)

ditinjau dari kadar vitamin C dan nilai organoleptik (warna,aroma dan rasa) selama masa penyimpanan.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jeruk Manis

Tanaman jeruk dikenal dengan nama latin Citrus sinensis Linn. Tumbuhan ini merupakan tanaman yang dapat tumbuh baik di daerah tropis dan subtropis. Jeruk manis dapat beradaptasi dengan baik didaerah tropis pada ketinggian 900-1200 meter di atas permukaan laut dan udara senantiasa lembab, serta mempunyai persyaratan air tertentu (Rismunandar, 1986). Tanaman jeruk manis dapat mencapai ketinggian 3-10 m. Tangkai daun 0,5-3,5 cm. Daun berbentuk elips atau bulat telur memanjang. Buah jeruk berbentuk bulat atau bulat rata dan memiliki kulit buah yang tebal (sekitar 0,3 – 0,5 cm), daging buah kuning, jingga atau kemerah-merahan. Daging buah terbagi-bagi atas 8-13 segmen yang mengelilingi sumbu buah. Biji jeruk berbentuk bulat telur dan berwarna putih atau putih keabuan (Steenis, 1987).

2.1.1 Sistematika Tumbuhan

Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Sub Kelas : Monocotyledoneae Bangsa : Rutales

Suku : Rutaceae Marga : Citrus


(20)

2.1.2 Komposisi Kimia dan Nilai Gizi Buah Jeruk Manis

Komposisi kimia dan nilai gizi pada sari buah jeruk manis dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Kimia dan Nilai Gizi per 100 gram Sari Buah Jeruk Manis

Komponen Jumlah

Kalori (kal) 44,00

Protein (g) 0,80

Lemak (g) 0,20

Karbohidrat (g) 11,00

Kalsium (mg) 19,00

Fosfor (mg) 16,00

Vitamin A (SI) 190,00

Vitamin B1 (mg) 0,08

Vitamin C (mg) 49,00

Air (g) 87,50

Sumber : Departemen Kesehatan RI (1989)

2.2 Vitamin C

Vitamin C adalah vitamin yang tergolong vitamin yang larut dalam air. Sumber Vitamin C sebagian besar tergolong dari sayur-sayuran dan buah-buahan terutama buah-buahan segar. Asupan gizi rata-rata sehari sekitar 30 sampai 100 mg vitamin C yang dianjurkan untuk orang dewasa. Namun, terdapat variasi kebutuhan dalam individu yang berbeda (Sweetman, 2005).

2.2.1 Uraian Bahan (Ditjen POM, 1995) a. Rumus bangun :


(21)

Gambar 1. Rumus bangun vitamin C

b. Rumus molekul : C6H8O6 c. Berat molekul : 176,13

d. Nama kimia : L-Asam askorbat

e. Pemerian : Hablur atau serbuk putih atau agak kuning. Oleh pengaruh cahaya lambat laun menjadi berwarna gelap. Dalam

keadaan kering stabil diudara, dalam larutan cepat teroksidasi.

f. Kelarutan : Mudah larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol; tidak larut dalam kloroform, dalam eter dan dalam benzena.

2.2.2 Stabilitas

Asam askorbat merupakan ester siklik. Dalam larutan air mudah teroksidasi (reaksinya bolak-balik) membentuk asam dehidro-askorbat (Connors, dkk., 1986).

Asam askorbat bersifat sangat sensitif terhadap pengaruh-pengaruh luar yang menyebabkan kerusakan seperti suhu, konsentrasi gula dan garam, pH, oksigen, enzim, dan katalisator logam (Andarwulan dan Koswara, 1989).

Asam dehidro-askorbat dapat mengalami hidrolisis lebih lanjut membentuk produk degradasi yang bereaksi tidak bolak-balik asam diketoglukonat dan asam oksalat. Asam askorbat juga gampang mengalami degradasi di bawah kondisi anaerob, membentuk furfural dan karbon dioksida. Profil laju-pH bagi keduanya baik degradasi aerob maupun anaerob akan mencapai maksimal pada sekitar pH 4 (Connors, dkk., 1986).

Suatu larutan asam askorbat 5% dalam air memiliki pH 2.1-2.6, pH dari 10% larutan kalsium askorbat dalam air adalah antara 6.8 dan 7.4, dan pH dari larutan natrium askorbat dalam air antara 7.0 dan 8.0 (Sweetman, 2005). Stabilitas


(22)

maksimum terjadi dekat pH 3 dan pH 6. Stabilitas asam askorbat dalam bentuk sediaan padat cukup baik, asal kelembabannya dikendalikan (Connors, dkk., 1986).

2.2.3 Fungsi Fisiologis Dalam Tubuh

Beberapa fungsi asam askorbat dipercaya berhubungan dengan konversi reaksi reduksi-oksidasinya di dalam jaringan tubuh. Salah satu fungsi vitamin C adalah sebagai antioksidan. Beberapa zat dalam makanan, didalam tubuh dihancurkan atau dirusak jika mengalami oksidasi. Sering kali, zat tersebut dihindari dari oksidasi dengan menambahkan antioksidan. Suatu antioksidan adalah zat yang dapat melindungi zat lain dari oksidasi dimana dirinya sendiri yang teroksidasi. Vitamin C, karena memiliki daya antioksidan, sering ditambahkan pada makanan untuk mencegah perubahan oksidatif (William and Caliendo, 1984).

Gambar 2. Reduksi-Oksidasi dari Vitamin C

Salah satu fungsi utama vitamin C berkaitan dengan sintesis kolagen. Kolagen adalah sejenis protein yang merupakan salah satu komponen utama dari jaringan ikat, tulang-tulang rawan, matriks tulang, dentin, lapisan endotelium pembuluh darah dan lain-lain. Vitamin C ini bertindak sebagai enzim atau ko-faktor pada proses hidroksilasi, baik secara aktif maupun sebagai zat reduktor. Vitamin C sangat esensial dalam proses hidroksilasi proline dan lisin, yakni dua


(23)

jenis asam amino yang merupakan komponen utama dari kolagen. Vitamin C juga berperan dalam proses penyembuhan luka (Tjokronegoro, 1985).

Kekurangan asupan vitamin C dapat menyebabkan skorbut. Dalam kasus-kasus skorbut spontan, biasanya terjadi gigi mudah tanggal, gingivitis, dan anemia, yang mungkin disebabkan oleh adanya fungsi spesifik asam askorbat dalam sintesis hemoglobin. Skorbut dikaitkan dengan gangguan sintesis kolagen yang manifestasinya berupa luka yang sulit sembuh, gangguan pembentukan gigi, dan robeknya kapiler, yang banyak menyebabkan petechiae dan gabungannya yang membentuk ecchymoses. Sementara ecchymoses dianggap berhubungan dengan kebocoran pembuluh darah kapiler akibat adhesi sel-sel andotel yang kurang memadai, diduga pula bahwa jaringan berserabut perkapiler mengalami kerusakan pada kondisi skorbut sehingga pembuluh darah kapiler menjadi lemah dan robek jika mendapat tekanan (Gilman, et al, 1996).

2.2.4 Perubahan Vitamin C Dalam Buah

Buah yang masih mentah mengandung vitamin C yang cukup banyak dan semakin tua buah semakin berkurang kandungan vitamin C – nya. Vitamin C juga disebut asam askorbat dapat disintesis dari D-glukosa atau D-galaktosa merupakan gula heksosa (Winarno dan Aman, 1981).

Pada umumnya semakin banyak mendapat sinar matahari pada waktu tanaman tumbuh, semakin banyak pula kandungan asam askorbat (Apandi, 1984). Hal ini disebabkan semakin banyak mendapat cahaya, setiap proses fotosintesis akan semakin giat dan gula heksosa akan semakin banyak terbentuk. Kandungan asam askorbat akan mengalami penurunan selama penyimpanan terutama pada suhu


(24)

penyimpanan yang tinggi. Kandungan asam askorbat setelah penyimpanan kira-kira 1/2 sampai 2/3 pada waktu panen (Pantastico, 1986).

Kerusakan mekanis juga dapat menyebabkan berkurangnya asam askorbat, karena asam askorbat sangat peka terhadap adanya oksidasi terutama oleh karena adanya enzim asam askorbat oksidase yang terdapat dalam jaringan tanaman (Apandi, 1984). Enzim lain yang dapat merusak asam askorbat secara tidak langsung adalah fenolase, sitokhrom oksidase dan peroksidase. Asam askorbat sangat mudah teroksidasi menjadi L-dehidroaskorbat yang masih mempunyai keaktifan sebagai vitamin C. Asam L-dehidroaskorbat secara kimia sangat labil dan dapat mengalami perubahan lebih lanjut menjadi asam L-diketogulat yang tidak memiliki keaktifan vitamin C lagi (Winarno dan Aman, 1981).

2.3 Penetapan Kadar Vitamin C

Berdasarkan titrasi dengan 2,6-diklorofenol indofenol, dimana terjadi reaksi reduksi 2,6- diklorofenol indofenol dengan adanya vitamin C dalam larutan asam. (Hashmi, 1986).

Larutan 2,6-diklorofenol indofenol dalam suasana netral atau basis akan berwarna biru sedang dalam suasana asam akan berwarna merah muda. Apabila 2,6-diklorofenol indofenol direduksi oleh asam askorbat maka akan menjadi tidak berwarna, dan bila semua asam askorbat sudah mereduksi 2,6-diklorofenol indofenol maka kelebihan larutan 2,6-diklorofenol indofenol sedikit saja sudah akan terlihat dengan terjadinya pewarnaan. Untuk perhitungan maka perlu dilakukan standarisasi larutan dengan vitamin C standar (Sudarmadji, 1989).

Reaksi yang terjadi antara 2,6-diklorofenolindofenol dan vitamin C dapat digambarkan dengan persamaan dibawah ini (Hashmi, 1986):


(25)

2.4 Pelilinan

Pada seluruh permukaan luar kulit buah-buahan memiliki lapisan lilin yang alami. Tiap buah memiliki ketebalan lapisan yang berbeda-beda. Lapisan lilin alami tersebut sebagian hilang akibat pencucian. Oleh karena itu, pemberian lilin terhadap buah-buahan pascapanen amat diperlukan. Pelapisan lilin dapat mencegah serangan patogen-patogen pembusuk terutama pada buah-buahan yang memiliki luka atau goresan-goresan kecil pada permukaan kulit buah. Artinya, kerusakan atau pembusukan pada saat buah dalam penyimpanan dapat dicegah (Zuhairini, 1996).

Pemberian lilin dapat juga dipergunakan untuk menjaga kesegaran dan memperpanjang daya simpan buah. Lapisan lilin pada permukaan kulit buah dapat menekan laju respirasi dan transpirasi buah. Sehingga, kehilangan berat dan pengerutan buah selama penyimpanan dapat dicegah. Selain itu pelapisan lilin juga membuat penampakan buah menjadi mengkilat dan lebih menarik. Di tempat-tempat yang tidak memiliki fasilitas penyimpanan dengan suhu dingin, pelapisan lilin merupakan cara yang terbaik untuk memperpanjang kesegaran buah bila ditempatkan pada suhu kamar (Zuhairini, 1996).


(26)

Beberapa syarat yang diperlukan untuk lilin sebagai bahan pelapis antara lain tidak mempengaruhi bau dan rasa komoditi yang akan dilapisi, mudah kering, tidak mudah pecah, mengkilap dan licin, tidak menghasilkan permukaan yang tebal, murah harganya dan tidak bersifat racun (Wills et al., 1981).

Pemberian lapisan lilin dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan pembusaan, penyemprotan, pencelupan, atau dengan pengolesan. Pada tempat-tempat yang tidak memiliki alat untuk melapisi lilin (seperti alat pembusa, alat penyemprot, atau alat pengoles berupa kuas yang dipasang pada konveyor), pelapisan lilin dengan cara pencelupan adalah yang paling efektif. Buah-buahan yang telah dibersihkan dan diberi fungisida langsung dibenamkan pada tangki pencelupan yang berisi lilin cair selama 30 detik. Cara ini memang sederhana, tetapi bila tidak dilakukan secara professional dapat diperoleh endapan lilin yang tebal menempel pada kulit buah. Pelapisan lilin dengan cara pembusaan adalah cara yang paling baik. Pelapisan lilin dengan cara pembusaan akan diperoleh lapisan lilin yang tipis (setelah airnya menguap). Pelapisan lilin ini selain dapat dikombinasi dengan fungisida, juga dapat dikombinasi dengan zat pengatur tumbuh atau dengan penurunan suhu (Zuhairini, 1996).

2.5 Emulsi Lilin

Lilin yang biasa digunakan adalah lilin parafin, lilin karnauba dan lilin tebu. Cara pemberian lapisan lilin yang paling praktis adalah dengan menggunakan emulsi lilin alam atau resin buatan dalam air. Emulsi lilin dalam air dapat digunakan tanpa harus mengeringkan buah lebih dahulu. Zat-zat pengemulsi yang cocok dicampurkan untuk mendapat emulsi yang baik adalah trietanolamin dan asam oleat (Pantastico, 1986).


(27)

Emulsi adalah suatu dispersi dimana fase terdispersi terdiri dari bulatan-bulatan kecil zat cair yang terdistribusi ke seluruh pembawa yang tidak bercampur. Dalam batasan emulsi, fase terdispersi dianggap sebagai fase dalam dan medium pendispersi sebagai fase luar atau fase kontinu. Emulsi yang mempunyai fase dalam minyak dan fase luar air disebut emulsi minyak dalam air dan biasanya diberi tanda sebagai emulsi m/a. Sebaliknya emulsi yang mempunyai fase dalam air dan fase luar minyak disebut emulsi air dalam minyak dan dikenal sebagai emulsi a/m. Karena fase luar dari suatu emulsi bersifat kontinu, suatu emulsi minyak dalam air bisa diencerkan atau ditambah dengan air atau suatu preparat dalam air. Umumnya untuk membuat suatu emulsi yang stabil, perlu fase ketiga atau bagian ketiga dari emulsi, yakni zat pengemulsi/emulsifying agent (Ansel, 1989).

Emulsi menggunakan zat pengemulsi sintetik, umumnya dibuat sebagai berikut : zat pengemulsi yang mudah larut dalam air, telebih dahulu dilarutkan dalam air atau fase air sedangkan zat pengemulsi yang mudah larut dalam minyak, terlebih dahulu dilarutkan dalam minyak atau fase minyak; lemak atau malam dipanaskan 100 di atas suhu leburnya. Fase air terlebih dahulu dipanaskan 20 di atas suhu fase minyaknya dan tambahkan sedikit demi sedikit ke dalam fase minyak sambil dikocok kuat-kuat, kocok terus hingga dingin. Pemanasan selama pembuatan emulsi harus dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi lewat panas. Semua alat perlengkapan yang digunakan untuk pembuatan emulsi harus bersih dan kering (Ditjen POM, 1978).

Cara pembuatan emulsi lilin standar (12%) adalah dengan memanaskan 120 g lilin pada suhu 900C sampai mencair. Lalu ke dalam lilin yang mencair tersebut tambahkan 20 g asam oleat dan diaduk hingga rata. Setelah rata kemudian


(28)

ditambahkan 40 g trietanolamin, sambil terus diaduk suhu dipertahankan pada 900C. Tahap terakhir, tambahkan ke dalam emulsi lilin tersebut air mendidih sebanyak 850 ml. Bila semuanya telah bercampur, segera angkat dari tempat pemanasan dan segera didinginkan dengan air mengalir sambil diaduk (Zuhairini, 1996).

2.6 Penyimpanan

Penyimpanan buah-buahan segar dimaksudkan untuk memperpanjang daya gunanya dan dalam keadaan tertentu memperbaiki mutunya, selain dari itu juga menghindarkan banjirnya produk di pasar, membantu pemasaran yang teratur dan mempertahankan mutu produk yang masih hidup. Tujuan utama penyimpanan adalah pengendalian laju respirasi, trasnpirasi, infeksi penyakit dan mempertahankan produk dalam bentuk yang paling berguna bagi konsumen. Umur simpan dapat diperpanjang dengan pengendalian penyakit-penyakit pasca panen, pengaturan atmosfir, perlakuan kimiawi, penyinaran dan pendinginan (Pantastico, 1986).

Untuk mendapatkan buah senantiasa dalam keadaan segar dibutuhkan keadaan yang optimal dalam penyimpanannya. Hal ini penting untuk menjamin daya simpan buah semaksimal mungkin. Suhu penyimpanan untuk setiap jenis buah-buahan tidak sama. Suhu harus dapat dijaga agar tetap konstan, demikian pula kelembabannya. Kelembaban udara yang rendah dapat mempercepat terjadinya transpirasi atau penguapan sehingga dapat menyebabkan kehilangan bobot yang cukup besar selama penyimpanan. Penyusutan bobot menyebabkan buah mengerut dan layu serta dapat mempercepat pertumbuhan jasad renik pembusuk sehingga bahan yang disimpan menjadi cepat rusak (Pantastico, 1986).


(29)

Pada penyimpanan buah-buahan, sirkulasi udara harus tetap dijaga. Pemerataan sirkulasi udara dapat dibantu dengan bantuan kipas angin. Penyusunan buah-buahan yang telah dikemas dalam gudang penyimpanan diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu sirkulasi udara di antara peti-peti kemasan. Peti tidak boleh berhimpit dengan dinding atau lantai agar respirasi yang berlangsung pada buah tidak menyebabkan pengab atau panas. Kelembapan sangat berpengaruh terhadap perkembangan buah, terutama buah yang disimpan. Kelembapan yang tidak sesuai dapat menimbulkan kerusakan baik secara langsung maupun tidak langsung. Kelembapan yang rendah dan diimbangi dengan suhu yang tinggi akan mempercepat terjadinya transpirasi. Bila transpirasi berlangsung dalam waktu yang cukup lama maka buah akan mengerut terutama bila buah yang dipetik belum mencapai usia maksimal (belum matang benar). Kelembapan yang tinggi tidak begitu berpengaruh buruk terhadap perkembangan buah dalam penyimpanan. Tetapi dapat menimbulkan kerugian secara tidak langsung. Kelembapan yang tinggi memacu pertumbuhan mikroba pembusuk terlebih bila buah disimpan pada suhu kamar (Zuhairini, 1996).


(30)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini bersifat eksperimental yaitu dengan membandingkan variasi konsentrasi emulsi dan variasi lama penyimpanan terhadap kadar vitamin C dan nilai organoleptik (warna,rasa dan aroma) sebagai parameter. Penelitian dilakukan di Laboratorium Sintesis Bahan Obat, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara.

2.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas, batang pengaduk, cawan penguap, statif dan klem, buret, mikroburet, eksikator, magnetic bar , blender (Philips), hotplate magnetic stirrer (Cimarec 2), neraca analitik (Mettler Toledo), termometer (fischer).

2.2 Bahan-bahan

Bahan- bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah air suling, parafin padat, benomyl 50 WP, asam askorbat BPFI , trietanolamin (TEA), asam oleat dan bahan-bahan kimia yang berkualitas proanalisa (E. Merck) : asam metafosfat, 2,6-diklorofenol indofenol, natrium bikarbonat, asam asetat glasial.

2.3 Prosedur Penelitian 2.3.1 Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara purposif tanpa membandingkannya dengan tumbuhan yang sama pada daerah lain. Buah jeruk manis diambil dari daerah Kinepen, Kec. Munthe, Kab. Karo, Sumatera Utara. Buah jeruk manis yang diambil adalah buah yang siap panen yaitu berwarna kuning kehijauan dan diambil buah jeruk yang ukurannya hampir sama pada satu pohon.


(31)

2.3.2 Pembuatan Dan Pembakuan Larutan Pereaksi 2.3.2.1 Pembuatan Larutan 2,6-Diklorofenol indofenol

Timbang seksama 50 mg 2,6-diklorofenol indofenol natrium P yang sebelumnya telah dikeringkan di atas silika gel P dalam eksikator selama 24 jam, tambahkan 50 air yang mengandung 42 mg natrium bikarbonat P, kocok kuat dan jika sudah terlarut tambahkan air hingga 200,0 ml. Saring ke dalam botol bersumbat kaca berwarna coklat (Ditjen POM, 1995).

2.3.2.2 Pembuatan Larutan Asam Metafosfat Asetat

Asam metafosfat P 30 g dilarutkan dalam 80 ml asam asetat glasial P, tambahkan air suling secukupnya hingga 1 liter. Simpan ditempat sejuk dan digunakan dalam waktu dua hari (Ditjen POM, 1979).

2.3.2.3 Pembuatan Emulsi lilin

a. Formula Emulsi lilin 9% : Parafin padat : 90 gram Asam oleat : 15 gram Trietanolamin : 30 gram Air ad 1000 ml

b. Formula Emulsi lilin 6% : Parafin padat : 60 gram Asam oleat : 10 gram Trietanolamin : 20 gram Air ad 1000 ml

c. Formula Emulsi lilin 3% : Parafin padat : 30 gram


(32)

Asam oleat : 5 gram Trietanolamin : 10 gram Air ad 1000 ml

(Zuhairini, 1996) Cara Pembuatan :

Fase lilin dibuat dengan melebur parafin padat dalam beaker glass (sampai suhu 60-670C) lalu ditambahkan asam oleat sedikit demi sedikit sambil diaduk. Fase air dibuat dengan mencampurkan trietanolamin ke dalam 800 ml air lalu dipanaskan sampai suhu 700C sambil diaduk. Lalu fase air ditambahkan secara perlahan-lahan ke dalam fase lilin sambil diaduk kuat-kuat, dicukupkan volumenya dengan air (suhu 700C) hingga 1000 ml. Dilanjutkan pengadukan hingga dingin (Ditjen POM, 1978).

2.3.2.4 Pembakuan 2,6-diklorofenol indofenol

Ditimbang seksama 50 mg asam askorbat BPFI, pindahkan ke dalam labu tentukur 50 ml bersumbat kaca dengan bantuan volume secukupnya asam metafosfat asetat LP sampai tanda. Segera pipet 2 ml ke dalam labu erlenmeyer 50 ml berisi 5 ml larutan asam metafosfat asetat LP dan secara cepat titrasi dengan larutan 2,6-diklorofenol indofenol hingga warna merah muda mantap tidak kurang dari 5 detik. Lakukan titrasi blanko menggunakan 7 ml larutan asam metafosfat asetat P ditambah dengan sejumlah volume air setara dengan volume larutan 2,6-diklorofenol indofenol yang digunakan dalam titrasi larutan asam askorbat. Kadar larutan baku dinyatakan dalam kesetaraan, dalam mg asam askorbat (Ditjen POM, 1995).


(33)

Kesetaraan vitamin C dihitung dengan rumus : Kesetaraan = Vpemipetan x Berat Vitamin C x % Kadar Vlabu x Fp x (Vtitrasi – Vblanko) Keterangan :

Vpemipetan : Volume pemipetan (ml) Fp : Faktor Pengenceran Vlabu : Volume labu takar (ml) %Kadar : kemurnian vitamin C

(Perhitungan dapat dilihat pada lampiran 11)

2.3.3 Pengolahan Sampel 2.3.3.1 Penyiapan Sampel

a. Untuk pelapisan emulsi lilin :

Buah yang baru dipanen disortir dengan baik. Dipilih buah yang bentuk,ukuran dan warna homogen. Selanjutnya dicuci dengan air bersih kemudian dilap dengan kain bersih.

b. Untuk penetapan kadar vitamin C :

Buah jeruk yang telah dilapisi lilin dibelah menjadi dua bagian, dibuang biji dan kulitnya kemudian diblender.

c. Untuk penetapan nilai organoleptik :

Buah jeruk yang telah dilapisi lilin dicuci dengan air bersih kemudian dilap dengan kain bersih.


(34)

2.3.3.2 Pelapisan Emulsi lilin

Buah jeruk dicelupkan ke dalam Benomyl 50 WP 0,4% selama 30 detik lalu ditiriskan dan dikering anginkan. Lalu buah yang telah kering dicelupkan ke dalam emulsi lilin sesuai dengan perlakuan yaitu : 0%, 3%, 6% dan 9%. Pencelupan dilakukan secara merata keseluruh permukaan buah selama 1 menit. Selanjutnya buah dikering anginkan sehingga emulsi mengering menutupi permukaan kulit buah. Kemudian dikemas dengan menggunakan kardus dalam keadaan tidak bertindihan, dan disimpan pada suhu kamar sesuai dengan perlakuan yaitu : 0 hari, 5 hari, 10 hari, 15 hari dan 20 hari.

2.3.4 Pengumpulan Data

2.3.4.1 Penetapan Kadar Vitamin C

Sampel ditimbang sejumlah 10 g, dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml dan ditambahkan asam metafosfat asetat sampai volume 100 ml, dikocok kemudian disaring, ± 3 ml filtrat pertama dibuang. Filtrat yang diperoleh dipipet 10 ml dimasukkan kedalam labu ukur 50 ml dan ditambahkan asam metafosfat asetat sampai volume 50 ml, dikocok kemudian disaring. Filtrat yang diperoleh dipipet 15 ml ke dalam Erlenmeyer. Kemudian dititrasi dengan larutan 2,6-diklorofenol indofenol sampai warna merah jambu sebagai titik akhir titrasi yang stabil selama 15 detik, dilakukan titrasi blanko (AOAC, 1990).

Kadar Vitamin C dihitung dengan rumus :

Kadar Vitamin C ( mg/g) = (Vt – Vb) x K x VL x FP Vp x W

Keterangan :

Vt : volume titrasi (ml) Vb : volume blanko (ml)


(35)

K : kesetaraan

VL : volume larutan (ml) FP : faktor pengenceran Vp : volume pemipetan W : berat sampel (g)

(Perhitungan dapat dilihat pada lampiran 12)

2.3.4.2 Uji Organoleptik

Uji organoleptik yang digunakan adalah uji kesukaan. Prinsipnya adalah untuk melihat derajat penerimaan konsumen/panelis terhadap atribut warna, aroma dan rasa dengan merujuk pada tingkat kesukaan. Tingkat penerimaan ini dinyatakan dalam uji hedonik dan numerik (Soekarto, 1981).

SKALA HEDONIK SKALA NUMERIK

tidak suka 1

agak suka 2

suka 3

sangat suka 4

amat sangat suka 5

Prosedur uji organoleptik :

Panelis diberikan penjelasan singkat mengenai bahan yang diperiksa dan cara penilaian. Kemudian buah jeruk manis yang telah mengalami perlakuan pelapisan emulsi lilin disuguhi kepada panelis untuk dilihat, dicium dan dirasai. Setelah panelis melakukan pengamatan, panelis diminta untuk memberi tanggapan berdasarkan tingkat kesukaan dengan penilaian mereka masing-masing. Dilakukan dengan interval waktu 5 hari, dimulai dari hari 0 sampai hari ke 20 dan dilakukan terhadap 30 panelis.


(36)

Untuk penganalisaan, skala hedonik ditransformasi menjadi skala numerik. Dengan data numerik dapat dilakukan analisa statistik.

2.4 Analisis Data

Pada penelitian dilakukan analisa data statistik dengan menggunakan analisis sidik ragam yang bertujuan untuk menguji hipotesis sehingga dapat diketahui apakah ada perbedaan pengaruh tunggal dan interaksi dari perlakuan yang dicobakan (perhitungan analisis sidik ragam dapat dilihat pada lampiran 13,hal.51). Pelaksanaan penelitian ini menggunakan model Rancangan Acak Lengkap (RAL) dalam bentuk faktorial dengan 2 perlakuan, yaitu sebagai berikut:

Faktorial A : Perlakuan konsentrasi emulsi lilin yang terdiri dari 4 taraf, yaitu : K0 = konsentrasi 0%

K1 = konsentrasi 3% K2 = konsentrasi 6% K3 = konsentrasi 9%

Faktorial B : Perlakuan lama penyimpanan yang terdiri dari 4 taraf, yaitu : L0 = lama penyimpanan 0 hari

L1 = lama penyimpanan 5 hari L2 = lama penyimpanan 10 hari L3 = lama penyimpanan 15 hari L4 = lama penyimpanan 20 hari

Kombinasi perlakuan t: 5 x 4 = 20, maka jumlah ulangan (n) adalah : (t-1) (n-1) ≥ 15

(20-1) (n-1) ≥ 15 19 (n-1) ≥ 15


(37)

(n-1) ≥ 0,79 n ≥ 1,79

Maka, replikasi setiap unit perlakuan harus lebih besar dari 1,79. Metode pengolahan data adalah sebagai berikut :

Yijk = μ + αi + βj +(αβ)ij + εijk dimana :

Yijk = hasil pengamatan dari faktor K pada taraf ke-i dan faktor L dari taraf ke-j dan ulangan ke-k

μ = efek nilai tengah

αi = efek dari faktor K pada taraf ke-i βj = efek dari faktor L pada taraf ke-j

(αβ)ij = efek interaksi dari faktor K pada taraf ke-i dengan faktor L pada taraf ke-j

εijk = efek galat dari faktor K pada taraf ke-i dengan faktor L pada taraf ke-j dalam ulangan ke-k


(38)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian secara umum pengaruh konsentrasi emulsi lilin terhadap parameter yang diamati, yaitu kadar vitamin C, nilai organoleptik warna, aroma dan rasa yang dihasilkan dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Terhadap Mutu Buah Jeruk Manis

Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa kadar vitamin C, nilai organoleptik warna dan aroma meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi emulsi lilin hingga 9%, sedangkan nilai organoleptik rasa meningkat sampai dengan konsentrasi emulsi hingga 6% dan mengalami penurunan kembali pada konsentrasi emulsi 9%.

Hasil penelitian secara umum pengaruh lama penyimpanan terhadap parameter yang diamati, yaitu kadar vitamin C, nilai organoleptik warna, aroma dan rasa yang dihasilkan dapat dilihat pada tabel 2.

Konsentrasi Emulsi Lilin (%)

Kadar Vitamin C

(mg/100g)

Nilai Organoleptik (Skor)

Warna Aroma Rasa

0 28,73 2,49 2,16 3,14

3 32,07 3,13 2,68 3,25

6 34,45 3,54 2,80 3,28


(39)

Tabel 2. Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Mutu Buah Jeruk Manis

Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa kadar vitamin C, nilai organoleptik warna, aroma dan rasa menurun seiring dengan lama penyimpanan hingga 20 hari

Hasil analisa data secara statistik dari setiap parameter yang diamati dapat dilihat pada uraian berikut :

3.1 Kadar Vitamin C

Data hasil pengamatan kadar vitamin C dapat dilihat pada lampiran 2. Pengaruh masing-masing perlakuan terhadap kadar vitamin C yang dihasilkan adalah sebagai berikut :

3.1.1 Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Terhadap Kadar Vitamin C

Hasil analisis pengaruh konsentrasi emulsi lilin terhadap kadar vitamin C dapat dilihat dari analisa sidik ragam pada lampiran 3, bahwa konsentrasi emulsi lilin memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata pada taraf 1% terhadap kadar vitamin C yang dihasilkan. Pengujian lebih lanjut dengan Least Significant Ranges

(LSR) menunjukkan tingkat perbedaan pengaruh konsentrasi emulsi lilin pada setiap taraf yang diberi tanda notasi huruf terhadap kadar vitamin C seperti yang tertera pada tabel 3.

Lama Penyimpanan

(hari)

Kadar Vitamin C

(mg/100g)

Nilai Organoleptik (Skor)

Warna Aroma Rasa

0 48,49 4,19 3,19 4,17

5 41,13 3,90 2,85 3,47

10 34,22 3,20 2,55 2,94

15 24,79 2,59 2,37 2,64


(40)

Tabel 3. Pengujian Least Significant Ranges (LSR) Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Terhadap Kadar Vitamin C

Keterangan : - Notasi huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata pada taraf 5% dan beda sangat nyata pada taraf 1%

- Konsentrasi emulsi, K1 = 0 %; K2 = 3%; K3 = 6%; K4 = 9 %

Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa pada taraf 1% perlakuan konsentrasi emulsi lilin memberikan pengaruh berbeda sangat nyata antara K1 dengan K2, K3, K4; K2 dengan K3, K4; dan K3 dengan K4.

Pengaruh konsentrasi emulsi lilin terhadap kadar vitamin C secara jelas dapat dilihat pada gambar 1. Dimana kadar vitamin C tertinggi diperoleh pada perlakuan K4 (37,21 mg/100g) dan kadar vitamin C terendah diperoleh pada perlakuan K1 (28,73 mg/100g).

Gambar 1. Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Terhadap Kadar Vitamin C

Semakin tinggi konsentrasi emulsi lilin pada permukaan buah maka semakin besar kemampuan emulsi lilin untuk mencegah masuknya oksigen ke dalam buah,

Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi Huruf

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - K1 28,73 a A

2 0,1536 0,2549 K2 32,07 b B

3 0,1590 0,2446 K3 34,45 c C

4 0,1616 0,2509 K4 37,21 d D

0 10 20 30 40

0 3 6 9

Konsentrasi Emulsi Lilin (%)

K adar V it am in C ( m g/ 100g)


(41)

akibatnya oksigen dalam buah akan berkurang sehingga vitamin C yang teroksidasi pun sedikit.

Proses oksidasi dapat menyebabkan berkurangnya asam askorbat, karena asam askorbat sangat peka terhadap oksidasi terutama oleh karena adanya enzim asam askorbat oksidase yang terdapat dalam jaringan tanaman (Apandi, 1984). Asam askorbat sangat mudah teroksidasi menjadi L-dehidroaskorbat yang masih mempunyai keaktifan sebagai vitamin C. Asam L-dehidroaskorbat secara kimia sangat labil dan dapat mengalami perubahan lebih lanjut menjadi asam L-diketogulat yang tidak memiliki keaktifan vitamin C lagi (Winarno dan Aman, 1981).

Lapisan lilin dengan kepekatan yang cukup dapat diberikan untuk menghindarkan oksidasi pada buah (Hadiwiyoto dan Soehardi, 1981).

3.1.2 Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Kadar Vitamin C

Hasil analisis pengaruh lama penyimpanan terhadap kadar vitamin C dapat dilihat dari analisa sidik ragam pada lampiran 3, bahwa lama penyimpanan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata pada taraf 1% terhadap kadar vitamin C yang dihasilkan. Pengujian lebih lanjut dengan Least Significant Ranges

(LSR) menunjukkan tingkat perbedaan pengaruh lama penyimpanan pada setiap taraf yang diberi tanda notasi huruf terhadap kadar vitamin C seperti yang tertera pada tabel 4.


(42)

Tabel 4. Pengujian Least Significant Ranges (LSR) Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Kadar Vitamin C

Keterangan tabel 4: - Notasi huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata pada

taraf 5% dan beda sangat nyata pada taraf 1%

- Lama Penyimpanan, L1 = 0 hari; L2 = 5 hari; L3 = 10 hari; L4 = 15 hari; L5 = 20 hari

Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa pada taraf 1% perlakuan lama penyimpanan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata antara L1 dengan L2, L3, L4; L2 dengan L3, L4; dan L3 dengan L4.

Pengaruh lama penyimpanan terhadap kadar vitamin C secara jelas dapat dilihat pada gambar 2. Dimana kadar vitamin C tertinggi diperoleh pada perlakuan L1 (48,49 mg/100g) dan kadar vitamin C terendah diperoleh pada perlakuan L5 (16,91 mg

/100g).

Gambar 2. Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Kadar Vitamin C

Semakin lama waktu penyimpanan maka proses oksidasi yang terjadi pada buah semakin meningkat. Asam askorbat sangat mudah teroksidasi menjadi

L-Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi Huruf

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - L1 48,49 a A

2 0,8228 1,1009 L2 41,13 b B

3 0,8658 1,1497 L3 34,22 c C

4 0,8916 1,1812 L4 24,79 d D

5 0,9117 1,2013 L5 16,91 e E

0 10 20 30 40 50

0 5 10 15 20

Lama Penyimpanan (hari)

K ad ar vi tami n C (mg/ 100g)


(43)

dehidroaskorbat yang masih mempunyai keaktifan sebagai vitamin C. Asam L-dehidroaskorbat secara kimia sangat labil dan dapat mengalami perubahan lebih lanjut menjadi asam L-diketogulat yang tidak memiliki keaktifan vitamin C lagi (Winarno dan Aman, 1981). Reaksi kerusakan vitamin C selama penyimpanan umumnya mengikuti reaksi orde I yaitu semakin lama waktu penyimpanan maka semakin banyak jumlah vitamin C yang rusak (Andarwulan dan Koswara, 1992), akibatnya kadar vitamin C dalam buah menjadi semakin kecil.

3.1.3 Pengaruh Kombinasi Konsentrasi Emulsi Lilin dan Lama Penyimpanan Terhadap Kadar Vitamin C

Hasil analisis Pengaruh kombinasi konsentrasi emulsi lilin dan lama penyimpanan terhadap kadar vitamin C dapat dilihat dari analisa sidik ragam pada lampiran 3, bahwa kombinasi emulsi lilin dan lama penyimpanan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata pada taraf 1% terhadap kadar vitamin C yang dihasilkan. Pengujian lebih lanjut dengan Least Significant Ranges (LSR) menunjukkan tingkat perbedaan pengaruh kombinasi emulsi lilin dan lama penyimpanan pada setiap taraf yang diberi tanda notasi huruf terhadap kadar vitamin C seperti yang tertera pada tabel 5.

Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi Huruf

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - K1L1 48,52 a A

2 1,8402 2,4622 K1L2 38,27 bk B

3 1,9364 2,5712 K1L3 27,76 c C

4 1,9941 2,6417 K1L4 19,00 d D

5 2,0390 2,6866 K1L5 10,62 e E

6 2,0710 2,7187 K2L1 48,52 a A


(44)

Tabel 5. Pengujian Least Significant Ranges (LSR) Pengaruh Kombinasi Konsentrasi Emulsi Lilin dan Lama Penyimpanan Terhadap Kadar Vitamin C

Keterangan : - Notasi huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata pada taraf 5% dan beda sangat nyata pada taraf 1%

- Konsentrasi emulsi, K1 = 0 %; K2 = 3 %; K3 = 6%; K4 = 9 %

- Lama Penyimpanan, L1 = 0 hari; L2 = 5 hari; L3 = 10 hari;

L4 = 15 hari; L5 = 20 hari

Dari tabel 5 dapat dilihat perlakuan yang memberikan pengaruh berbeda sangat nyata pada taraf 1% dan perlakuan yang memberikan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5%.

Pengaruh kombinasi konsentrasi emulsi lilin dan lama penyimpanan terhadap kadar vitamin C secara jelas dapat dilihat pada gambar 3. Dimana kadar vitamin C tertinggi diperoleh pada perlakuan dengan lama penyimpanan 0 hari (L1) untuk semua variasi konsentrasi emulsi lilin yaitu sebesar 48,52 mg/100g dan kadar

Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi Huruf

0,05 0,01 0,05 0,01

8 2,1224 2,7956 K2L3 33,75 g G

9 2,1416 2,8149 K2L4 22,48 h H

10 2,1544 2,8405 K2L5 15,33 i I

11 2,1608 2,8470 K3L1 48,52 a A

12 2,1737 2,8726 K3L2 42,02 fj FJ

13 2,1737 2,8790 K3L3 36,71 k B

14 2,1929 2,9046 K3L4 26,64 c C

15 2,1929 2,9046 K3L5 18,35 d D

16 2,2057 2,9239 K4L1 48,52 a A

17 2,2057 2,9239 K4L2 43,97 j J

18 2,2186 2,9431 K4L3 39,17 b BF

19 2,2186 2,9431 K4L4 31,02 l G


(45)

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

0 5 10 15 20

Lama Penyimpanan (hari)

K ad ar V it am in C ( m g/ 100g)

K1=0% K2=3% K3=6% K4=9%

vitamin C terendah diperoleh pada perlakuan kombinasi K1L5 yaitu sebesar 10,62 mg

/100g.

Gambar 3. Pengaruh Kombinasi Konsentrasi Emulsi Lilin Dan Lama Penyimpanan Terhadap Kadar Vitamin C

Kadar vitamin C yang tinggi pada hari 0 tidak dapat memberikan gambaran yang signifikan mengenai pengaruh kombinasi karena buah jeruk masih terdapat dalam keadaan segar dan belum banyak mengalami proses oksidasi. Dengan bertambahnya waktu penyimpanan dan menurunnya konsentrasi emulsi maka vitamin C akan semakin menurun seperti yang dapat dilihat pada gambar 3 dimana kadar vitamin C terendah terdapat pada perlakuan kombinasi K1L5.

3.2 Nilai Organoleptik Warna

Data hasil pengamatan nilai organoleptik warna dapat dilihat pada lampiran 4. Pengaruh masing-masing perlakuan terhadap nilai organoleptik warna yang dihasilkan adalah sebagai berikut :


(46)

3.2.1 Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Terhadap Nilai Organoleptik Warna Hasil analisis pengaruh konsentrasi emulsi lilin terhadap nilai organoleptik warna dapat dilihat dari analisa sidik ragam pada lampiran 5, bahwa konsentrasi emulsi lilin memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata pada taraf 1% terhadap nilai organoleptik warna yang dihasilkan. Pengujian lebih lanjut dengan

Least Significant Ranges (LSR) menunjukkan tingkat perbedaan pengaruh konsentrasi emulsi lilin pada setiap taraf yang diberi tanda notasi huruf terhadap nilai organoleptik warna seperti yang tertera pada tabel 6.

Tabel 6. Pengujian Least Significant Ranges (LSR) Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Terhadap Nilai Organoleptik Warna

Keterangan : - Notasi huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata pada taraf 5% dan beda sangat nyata pada taraf 1%

- Konsentrasi emulsi, K1 = 0 %; K2 = 3 %; K3 = 6%; K4 = 9 %

Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa pada taraf 1% perlakuan konsentrasi emulsi lilin memberikan pengaruh berbeda sangat nyata antara K1 dengan K2, K3, K4; K2 dengan K3, K4; dan K3 dengan K4.

Pengaruh konsentrasi emulsi lilin terhadap nilai organoleptik warna secara jelas dapat dilihat pada gambar 4. Dimana warna yang paling disukai diperoleh

Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi Huruf

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - K1 2,49 a A

2 0,0162 0,0221 K2 3,13 b B

3 0,0170 0,0232 K3 3,54 c C


(47)

0 1 2 3 4

0 3 6 9

Konsentrasi Emulsi Lilin (%)

O r gan ol e p ti k War n a (sk or )

pada perlakuan K4 (skor 3,69) dan warna yang agak disukai diperoleh pada perlakuan K1 (skor 2,49).

Gambar 4. Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Terhadap Nilai Organoleptik Warna

Dengan semakin bertambahnya konsentrasi emulsi lilin maka proses respirasi akan semakin lambat. Sehingga aktivitas metabolisme menurun, akibatnya perombakan molekul klorofil terhambat. Seperti terdapat pada kebanyakan buah, perubahan warna hijau ke kuning dalam buah jeruk ditandai dengan hilangnya klorofil dan munculnya zat warna karotenoid (Pantastico, 1993).

Penampakan buah jeruk yang tidak baik seperti bercak-bercak coklat juga diakibatkan tidak adanya perlindungan dari pelapisan lilin sehingga buah mudah mengalami kerusakan terutama pada sel-sel minyak epidermal pada kulit jeruk.

Lapisan lilin dengan kepekatan yang cukup dapat diberikan untuk menghindarkan oksidasi pada buah dan dapat memberikan perlindungan yang diperlukan terhadap luka dan goresan kecil pada permukaan buah (Hadiwiyoto dan Soehardi, 1981).


(48)

3.2.2 Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Nilai Organoleptik Warna

Dari hasil analisa sidik ragam pada lampiran 5, dapat dilihat bahwa lama penyimpanan memberikan pengaruh tidak nyata terhadap nilai organoleptik warna sehingga pengujian dengan Least Significant Ranges (LSR) tidak dilanjutkan.

Pengaruh lama penyimpanan terhadap nilai organoleptik warna secara jelas dapat dilihat pada gambar 5. Dimana warna yang paling disukai diperoleh pada perlakuan L1 (0 hari) dengan skor 4,19 dan warna yang agak disukai diperoleh pada perlakuan L4 dengan skor 2,23.

Gambar 5. Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Nilai Organoleptik Warna

Semakin lama waktu penyimpanan maka semakin menurun nilai organoleptik warna. Hal ini disebabkan karena semakin banyak klorofil yang terurai dan sel-sel minyak epidermal pada kulit jeruk semakin banyak mengalami kerusakan sehingga penampakan menjadi semakin tidak baik.

3.2.3 Pengaruh Kombinasi Konsentrasi Emulsi Lilin dan Lama Penyimpanan Terhadap Nilai Organoleptik Warna

Dari hasil analisa sidik ragam pada lampiran 5, dapat dilihat pengaruh kombinasi konsentrasi emulsi lilin dan lama penyimpanan memberikan pengaruh tidak nyata terhadap nilai organoleptik warna sehingga pengujian dengan Least Significant Ranges (LSR) tidak dilanjutkan.

0 1 2 3 4 5

0 5 10 15 20

Lama Penyimpanan (hari)

O r gan ole p tik Wa r n a (sk or )


(49)

0 1 2 3 4 5

0 5 10 15 20

Lama Penyimpanan (hari)

O

r

gan

ol

e

p

ti

k

War

n

a (

sk

or

)

K1 K2 K3 K4

Pengaruh kombinasi konsentrasi emulsi lilin dan lama penyimpanan terhadap nilai organoleptik warna secara jelas dapat dilihat pada gambar 6. Dimana warna yang paling disukai diperoleh pada perlakuan L1 (0 hari) untuk berbagai variasi konsentrasi emulsi dengan skor 4,19 dan warna yang tidak disukai diperoleh pada perlakuan K1L5 dengan skor 1,00.

Gambar 6. Pengaruh Kombinasi Konsentrasi Emulsi Lilin Dan Lama Penyimpanan Terhadap Nilai Organoleptik Warna

Dari gambar 6 dapat dilihat dengan bertambahnya waktu penyimpanan dan menurunnya konsentrasi emulsi maka nilai organoleptik warna akan semakin menurun dimana nilai terendah terdapat pada perlakuan kombinasi K1L5. Hal ini diakibatkan perombakan klorofil dan kerusakan sel-sel minyak epidermal (Pantastico, 1993).


(50)

3.3 Nilai Organoleptik Aroma

Data hasil pengamatan nilai organoleptik aroma dapat dilihat pada lampiran 6. Pengaruh masing-masing perlakuan terhadap nilai organoleptik aroma yang dihasilkan adalah sebagai berikut :

3.3.1 Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Terhadap Nilai Organoleptik Aroma Hasil analisis pengaruh konsentrasi emulsi lilin terhadap nilai organoleptik aroma dapat dilihat dari analisa sidik ragam pada lampiran 7, bahwa konsentrasi emulsi lilin memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata pada taraf 1% terhadap nilai organoleptik aroma yang dihasilkan. Pengujian lebih lanjut dengan

Least Significant Ranges (LSR) menunjukkan tingkat perbedaan pengaruh konsentrasi emulsi lilin pada setiap taraf yang diberi tanda notasi huruf terhadap nilai organoleptik aroma seperti yang tertera pada tabel 7.

Tabel 7. Pengujian Least Significant Ranges (LSR) Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Terhadap Nilai Organoleptik Aroma

Keterangan : - Notasi huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata pada taraf 5% dan beda sangat nyata pada taraf 1%

- Konsentrasi emulsi, K1 = 0 %; K2 = 3 %; K3 = 6%; K4 = 9 %

Dari tabel 7 dapat dilihat bahwa pada taraf 1% perlakuan konsentrasi emulsi lilin memberikan pengaruh berbeda sangat nyata antara K1 dengan K2, K3, K4; K2 dengan K3, K4.

Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi Huruf

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - K1 2,157 a A

2 0,0581 0,0792 K2 2,677 b B

3 0,0611 0,0831 K3 2,798 c C


(51)

Pengaruh konsentrasi emulsi lilin terhadap nilai organoleptik aroma secara jelas dapat dilihat pada gambar 7. Dimana aroma yang paling disukai diperoleh pada perlakuan K4 (skor 2,83) dan aroma yang agak disukai diperoleh pada perlakuan K1 (skor 2,16).

Gambar 7. Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Terhadap Nilai Organoleptik Aroma

Semakin tinggi konsentrasi emulsi lilin pada permukaan buah maka penguapan minyak atsiri pada kulit jeruk manis dapat dihambat. Aroma yang khas pada jeruk dihasilkan oleh produk atsiri berupa senyawa-senyawa terpenoid (Pantastico, 1993).

3.3.2 Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Nilai Organoleptik Aroma

Dari hasil analisa sidik ragam pada lampiran 7, dapat dilihat bahwa lama penyimpanan memberikan pengaruh tidak nyata terhadap nilai organoleptik Aroma sehingga pengujian dengan Least Significant Ranges (LSR) tidak dilanjutkan.

Pengaruh lama penyimpanan terhadap nilai organoleptik aroma secara jelas dapat dilihat pada gambar 8. Dimana aroma yang paling disukai diperoleh pada perlakuan L0 (skor 3,19) dan aroma yang agak disukai diperoleh pada perlakuan L5 (skor 1,89).

0 1 2 3

0 3 6 9

Konsentrasi Emulsi Lilin (%)

O r g a no le pt ik A r o m a (s k o r )


(52)

Gambar 8. Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Nilai Organoleptik Aroma

Semakin lama waktu penyimpanan maka penguapan minyak atsiri pada kulit jeruk manis semakin meningkat yang mengakibatkan aroma dari buah jeruk manis semakin berkurang.

3.3.3 Pengaruh Kombinasi Konsentrasi Emulsi Lilin dan Lama Penyimpanan Terhadap Nilai Organoleptik Aroma

Dari hasil analisa sidik ragam pada lampiran 7, dapat dilihat pengaruh kombinasi konsentrasi emulsi lilin dan lama penyimpanan memberikan pengaruh tidak nyata terhadap nilai organoleptik aroma sehingga pengujian dengan Least Significant Ranges (LSR) tidak dilanjutkan.

Pengaruh kombinasi konsentrasi emulsi lilin dan lama penyimpanan terhadap nilai organoleptik aroma secara jelas dapat dilihat pada gambar 9. Dimana aroma yang paling disukai diperoleh pada perlakuan L0 (skor 3,19) dan aroma yang agak disukai diperoleh pada perlakuan L5 (skor 1,89).

0 1 2 3 4

0 5 10 15 20

Lama Penyimpanan (hari)

O r gan ol e p ti k A r om a ( sk or )


(53)

0 1 2 3 4

0 5 10 15 20

Lama Penyimpanan (hari)

O

rgn

ol

ept

ik A

rom

a

(s

kor

)

K1 K2 K3 K4

Gambar 9. Pengaruh Kombinasi Konsentrasi Emulsi Lilin dan Lama Penyimpanan Terhadap Nilai Organoleptik Aroma

Dari gambar 9 dapat dilihat dengan bertambahnya waktu penyimpanan dan menurunnya konsentrasi emulsi maka nilai organoleptik aroma akan semakin menurun dimana nilai terendah terdapat pada perlakuan kombinasi K1L5. Hal ini diakibatkan penguapan minyak atsiri pada kulit jeruk manis yang semakin meningkat dan mengakibatkan aroma dari buah jeruk manis semakin berkurang Aroma yang khas pada jeruk dihasilkan oleh produk atsiri berupa senyawa-senyawa terpenoid (Pantastico, 1993).


(54)

3.4 Nilai Organoleptik Rasa

Data hasil pengamatan nilai organoleptik rasa dapat dilihat pada lampiran 8. Pengaruh masing-masing perlakuan terhadap nilai organoleptik rasa yang dihasilkan adalah sebagai berikut :

3.4.1 Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Terhadap Nilai Organoleptik Rasa

Hasil analisis pengaruh konsentrasi emulsi lilin terhadap nilai organoleptik rasa dapat dilihat dari analisa sidik ragam pada lampiran 9, bahwa konsentrasi emulsi lilin memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata pada taraf 1% terhadap nilai organoleptik rasa yang dihasilkan. Pengujian lebih lanjut dengan

Least Significant Ranges (LSR) menunjukkan tingkat perbedaan pengaruh konsentrasi emulsi lilin pada setiap taraf yang diberi tanda notasi huruf terhadap nilai organoleptik rasa seperti yang tertera pada tabel 9.

Tabel 8. Pengujian Least Significant Ranges (LSR) Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Terhadap Nilai Organoleptik Rasa

Keterangan : - Notasi huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata pada taraf 5% dan beda sangat nyata pada taraf 1%

- Konsentrasi emulsi, K1 = 0 %; K2 = 3 %; K3 = 6%; K4 = 9 %

Dari tabel 8 dapat dilihat bahwa pada taraf 1% perlakuan konsentrasi emulsi lilin memberikan pengaruh berbeda sangat nyata antara K1 dengan K2, K3, K4; K2 dengan K4; dan K3 dengan K4.

Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi Huruf

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - K1 3,14 a A

2 0,0158 0,0289 K2 3,25 b B

3 0,0158 0,0298 K3 3,28 c B


(55)

0 1 2 3 4

0 3 6 9

Konsentrasi Emulsi lilin (%)

O

rg

an

o

lep

ti

k

R

asa

(sko

r)

Pengaruh konsentrasi emulsi lilin terhadap nilai organoleptik rasa secara jelas dapat dilihat pada gambar 10. Dimana rasa yang paling disukai diperoleh pada perlakuan K3 (skor 3,28) dan rasa yang agak disukai diperoleh pada perlakuan K4 (skor 2,79).

Gambar 10. Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Terhadap Nilai Organoleptik Rasa

Semakin tinggi konsentrasi emulsi lilin pada permukaan buah maka semakin besar kemampuan emulsi lilin untuk mencegah serangan patogen-patogen pembusuk (Zuhairini, 1996). Namun konsentrasi emulsi lilin yang terlalu besar dapat menimbulkan rasa buah yang tidak normal. Hal ini disebabkan karena adanya penyerapan material lilin pada kulit jeruk sehingga menganggu rasa buah jeruk.

3.4.1 Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Nilai Organoleptik Rasa

Hasil analisis pengaruh lama penyimpanan terhadap nilai organoleptik rasa dapat dilihat dari analisa sidik ragam pada lampiran 9, bahwa lama penyimpanan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata pada taraf 1% terhadap nilai organoleptik rasa yang dihasilkan. Pengujian lebih lanjut dengan Least Significant Ranges (LSR) menunjukkan tingkat perbedaan lama penyimpanan pada setiap taraf


(56)

0 1 2 3 4 5

0 5 10 15 20

Lama Penyimpanan (hari)

O r gan ol e p ti k R as a (s k o r )

yang diberi tanda notasi huruf terhadap nilai organoleptik rasa seperti yang tertera pada tabel 9.

Tabel 9. Pengujian Least Significant Ranges (LSR) Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Nilai Organoleptik Rasa

Keterangan tabel 4: - Notasi huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata pada

taraf 5% dan beda sangat nyata pada taraf 1%

- Lama Penyimpanan, L1 = 0 hari; L2 = 5 hari; L3 = 10 hari; L4 = 15 hari; L5 = 20 hari

Dari tabel 9 dapat dilihat bahwa pada taraf 1% perlakuan konsentrasi emulsi lilin memberikan pengaruh berbeda sangat nyata antara K1 dengan K2, K3, K4; K2 dengan K3, K4; dan K3 dengan K4.

Pengaruh lama penyimpanan terhadap nilai organoleptik rasa secara jelas dapat dilihat pada gambar 11. Dimana rasa yang paling disukai diperoleh pada perlakuan L1 (skor 4,17) dan rasa yang agak disukai diperoleh pada perlakuan L5 (skor 2,36).

Gambar 11. Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Nilai Organoleptik Rasa

Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi Huruf

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - L1 4,17 a A

2 0,0300 0,0413 L2 3,47 b B

3 0,0315 0,0434 L3 2,94 c C

4 0,0323 0,0445 L4 2,64 d D


(57)

Semakin lama waktu penyimpanan maka proses pembusukan buah akan semakin meningkat sehingga rasa buah menjadi tidak normal.

3.1.3 Pengaruh Kombinasi Konsentrasi Emulsi Lilin dan Lama Penyimpanan Terhadap Nilai Organoleptik Rasa

Hasil analisis pengaruh kombinasi konsentrasi emulsi lilin dan lama penyimpanan terhadap nilai organoleptik rasa dapat dilihat dari analisa sidik ragam pada lampiran 9, bahwa kombinasi konsentrasi emulsi lilin dan lama penyimpanan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata pada taraf 1% terhadap nilai organoleptik rasa yang dihasilkan. Pengujian lebih lanjut dengan Least Significant Ranges (LSR) menunjukkan tingkat perbedaan pengaruh kombinasi konsentrasi emulsi lilin dan lama penyimpanan pada setiap taraf yang diberi tanda notasi huruf terhadap nilai organoleptik rasa seperti yang tertera pada tabel 10.

Tabel 10. Pengujian Least Significant Ranges (LSR) Pengaruh Kombinasi Konsentrasi Emulsi Lilin dan Lama Penyimpanan Terhadap Nilai Organoleptik Rasa

Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi Huruf

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - K1L1 4,17 a A

2 0,0672 0,0925 K1L2 3,95 b B

3 0,0706 0,0972 K1L3 2,80 ch C

4 0,0724 0,0997 K1L4 2,47 d D

5 0,0739 0,1017 K1L5 2,32 e E

6 0,0748 0,1030 K2L1 4,17 a A

7 0,0755 0,1046 K2L2 3,65 f F

8 0,0759 0.1057 K2L3 3,04 g G

9 0,0764 0,1066 K2L4 2,82 hl C


(58)

Tabel 10. sambungan

Keterangan : - Notasi huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata pada taraf 5% dan beda sangat nyata pada taraf 1%

- Konsentrasi emulsi, K1 = 0 %; K2 = 3%; K3 = 6%; K4 = 9 %

- Lama Penyimpanan, L1 = 0 hari; L2 = 5 hari; L3 = 10 hari;

L4 = 15 hari; L5 = 20 hari

Dari tabel 10 dapat dilihat perlakuan yang memberikan pengaruh berbeda sangat nyata pada taraf 1% dan perlakuan yang memberikan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5%.

Pengaruh kombinasi konsentrasi emulsi lilin dan lama penyimpanan terhadap nilai organoleptik secara jelas dapat dilihat pada gambar 11. Dimana nilai organoleptik rasa tertinggi diperoleh diperoleh pada perlakuan L1 (0 hari) untuk berbagai variasi konsentrasi emulsi dengan skor 4,17 dan rasa yang agak disukai diperoleh pada perlakuan K4L5 dengan skor 1,90

Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi Huruf

0,05 0,01 0,05 0,01

11 0,0768 0,1075 K3L1 4,17 a A

12 0,0771 0,1084 K3L2 3,50 j J

13 0,0771 0,1086 K3L3 3,22 k K

14 0,0773 0,1093 K3L4 2,89 l C

15 0,0773 0,1093 K3L5 2,64 i I

16 0,0775 0,1099 K4L1 4,17 a A

17 0,0775 0,1099 K4L2 2,78 ch CM

18 0,0777 0,1104 K4L3 2,70 m M

19 0,0777 0,1104 K4L4 2,39 e DE


(59)

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5

0 5 10 15 20

Lama Penyimpanan (hari)

O

rgan

ol

ept

ik R

as

a

(s

kor

)

K1 K2 K3 K4

Gambar 12. Pengaruh Kombinasi Konsentrasi Emulsi Lilin dan Lama Penyimpanan Terhadap Nilai Organoleptik Rasa

Dari gambar 12 dapat dilihat dengan bertambahnya waktu penyimpanan dan bertambahnya konsentrasi emulsi maka nilai organoleptik rasa akan semakin menurun dimana nilai terendah terdapat pada perlakuan kombinasi K4L5. Proses pembusukan buah berperan dalam hal rasa buah. Semakin meningkat proses pembusukan buah maka rasa buah menjadi semakin tidak normal.


(60)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan

a. Perlakuan konsentrasi emulsi memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kadar vitamin C dan nilai organoleptik warna, aroma dan rasa. Dimana kadar vitamin C, nilai organoleptik warna dan aroma meningkat dengan meningkatnya konsentrasi emulsi lilin sedangkan nilai organoleptik rasa meningkat sampai dengan konsentrasi emulsi lilin 6% dan menurun pada konsentrasi emulsi lilin 9%.

b. Perlakuan lama penyimpanan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kadar vitamin C dan nilai organoleptik rasa. Dimana kadar vitamin C dan nilai organoleptik rasa menurun dengan meningkatnya lama penyimpanan c. Kombinasi perlakuan konsentrasi emulsi lilin dan lama penyimpanan

memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kadar vitamin C dan nilai organoleptik rasa. Dimana kadar vitamin C dan nilai organoleptik rasa tertinggi diperoleh pada perlakuan K1L1.

4.2 Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan pemeriksaan dengan menggunakan variasi emulsi lilin yang lain seperti bee wax dan lilin tebu.


(61)

DAFTAR PUSTAKA

AAK, (1994). Budidaya Tanaman Jeruk. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Hal. 14-15.

Apandi, M. (1984). Teknologi Buah dan Sayur. Bandung: Penerbit Alumni. Hal. 35. Andarwulan, N. dan Koswara S. (1989). Kimia Vitamin. Jakarta: Rajawali Press.

Hal. 1, 23-26, 33.

Ditjen POM. (1978). Formularium Nasional. Edisi Kedua. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 314.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 650, 667.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 39, 1216.

Gomez, K.A. dan Gomez, A.A. (1995). Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanian. Edisi 2. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Hal. 105-111.

Hanafiah, K.A. (2005). Rancangan Percobaan Aplikatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Hal.125.

Helrich, K. (1990). Official Methodes of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist. Fifteen Edition. Virginia: Pub. Association of Arlington. p.1058-1059.

Hadiwiyoto, D. dan Soehardi. (1981). Penanganan Lepas Panen. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Hal. 56-57, 63.

Pantastico, Er.B. (1986). Fisiologi Pasca Panen. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 178, 183, 197.

Silalahi, J. (2006). Makanan Fungsional. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Hal. 118-119, 123.

William, E.R. and Caliendo, M.A. (1984). Nutrion : principles, Issues, an Applications. New York: McGraw-Hill Book Company. p. 259


(62)

Winarno, R.G dan Aman. (1981). Fisiologi Lepas Panen. Jakarta: Penerbit Sastra Hudaya. Hal. 23, 31.

Zuhairini, E. (1996). Memperpanjang Kesegaran Buah. Surabaya: Trubus Agrisarana. Hal. 30, 45-47.


(1)

Semakin lama waktu penyimpanan maka proses pembusukan buah akan semakin meningkat sehingga rasa buah menjadi tidak normal.

3.1.3 Pengaruh Kombinasi Konsentrasi Emulsi Lilin dan Lama Penyimpanan Terhadap Nilai Organoleptik Rasa

Hasil analisis pengaruh kombinasi konsentrasi emulsi lilin dan lama penyimpanan terhadap nilai organoleptik rasa dapat dilihat dari analisa sidik ragam pada lampiran 9, bahwa kombinasi konsentrasi emulsi lilin dan lama penyimpanan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata pada taraf 1% terhadap nilai organoleptik rasa yang dihasilkan. Pengujian lebih lanjut dengan Least Significant Ranges (LSR) menunjukkan tingkat perbedaan pengaruh kombinasi konsentrasi emulsi lilin dan lama penyimpanan pada setiap taraf yang diberi tanda notasi huruf terhadap nilai organoleptik rasa seperti yang tertera pada tabel 10.

Tabel 10. Pengujian Least Significant Ranges (LSR) Pengaruh Kombinasi Konsentrasi Emulsi Lilin dan Lama Penyimpanan Terhadap Nilai Organoleptik Rasa

Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi Huruf

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - K1L1 4,17 a A

2 0,0672 0,0925 K1L2 3,95 b B

3 0,0706 0,0972 K1L3 2,80 ch C

4 0,0724 0,0997 K1L4 2,47 d D

5 0,0739 0,1017 K1L5 2,32 e E

6 0,0748 0,1030 K2L1 4,17 a A

7 0,0755 0,1046 K2L2 3,65 f F


(2)

Tabel 10. sambungan

Keterangan : - Notasi huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata pada taraf 5% dan beda sangat nyata pada taraf 1%

- Konsentrasi emulsi, K1 = 0 %; K2 = 3%; K3 = 6%; K4 = 9 %

- Lama Penyimpanan, L1 = 0 hari; L2 = 5 hari; L3 = 10 hari;

L4 = 15 hari; L5 = 20 hari

Dari tabel 10 dapat dilihat perlakuan yang memberikan pengaruh berbeda sangat nyata pada taraf 1% dan perlakuan yang memberikan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5%.

Pengaruh kombinasi konsentrasi emulsi lilin dan lama penyimpanan terhadap nilai organoleptik secara jelas dapat dilihat pada gambar 11. Dimana nilai organoleptik rasa tertinggi diperoleh diperoleh pada perlakuan L1 (0 hari) untuk

berbagai variasi konsentrasi emulsi dengan skor 4,17 dan rasa yang agak disukai diperoleh pada perlakuan K4L5 dengan skor 1,90

Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi Huruf

0,05 0,01 0,05 0,01

11 0,0768 0,1075 K3L1 4,17 a A

12 0,0771 0,1084 K3L2 3,50 j J

13 0,0771 0,1086 K3L3 3,22 k K

14 0,0773 0,1093 K3L4 2,89 l C

15 0,0773 0,1093 K3L5 2,64 i I

16 0,0775 0,1099 K4L1 4,17 a A

17 0,0775 0,1099 K4L2 2,78 ch CM

18 0,0777 0,1104 K4L3 2,70 m M

19 0,0777 0,1104 K4L4 2,39 e DE


(3)

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5

0 5 10 15 20

Lama Penyimpanan (hari)

O

rgan

ol

ept

ik R

as

a

(s

kor

)

K1 K2 K3 K4

Gambar 12. Pengaruh Kombinasi Konsentrasi Emulsi Lilin dan Lama Penyimpanan Terhadap Nilai Organoleptik Rasa

Dari gambar 12 dapat dilihat dengan bertambahnya waktu penyimpanan dan bertambahnya konsentrasi emulsi maka nilai organoleptik rasa akan semakin menurun dimana nilai terendah terdapat pada perlakuan kombinasi K4L5. Proses

pembusukan buah berperan dalam hal rasa buah. Semakin meningkat proses pembusukan buah maka rasa buah menjadi semakin tidak normal.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan

a. Perlakuan konsentrasi emulsi memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kadar vitamin C dan nilai organoleptik warna, aroma dan rasa. Dimana kadar vitamin C, nilai organoleptik warna dan aroma meningkat dengan meningkatnya konsentrasi emulsi lilin sedangkan nilai organoleptik rasa meningkat sampai dengan konsentrasi emulsi lilin 6% dan menurun pada konsentrasi emulsi lilin 9%.

b. Perlakuan lama penyimpanan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kadar vitamin C dan nilai organoleptik rasa. Dimana kadar vitamin C dan nilai organoleptik rasa menurun dengan meningkatnya lama penyimpanan c. Kombinasi perlakuan konsentrasi emulsi lilin dan lama penyimpanan

memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kadar vitamin C dan nilai organoleptik rasa. Dimana kadar vitamin C dan nilai organoleptik rasa tertinggi diperoleh pada perlakuan K1L1.

4.2 Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan pemeriksaan dengan menggunakan variasi emulsi lilin yang lain seperti bee wax dan lilin tebu.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

AAK, (1994). Budidaya Tanaman Jeruk. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Hal. 14-15.

Apandi, M. (1984). Teknologi Buah dan Sayur. Bandung: Penerbit Alumni. Hal. 35. Andarwulan, N. dan Koswara S. (1989). Kimia Vitamin. Jakarta: Rajawali Press.

Hal. 1, 23-26, 33.

Ditjen POM. (1978). Formularium Nasional. Edisi Kedua. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 314.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 650, 667.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 39, 1216.

Gomez, K.A. dan Gomez, A.A. (1995). Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanian. Edisi 2. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Hal. 105-111.

Hanafiah, K.A. (2005). Rancangan Percobaan Aplikatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Hal.125.

Helrich, K. (1990). Official Methodes of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist. Fifteen Edition. Virginia: Pub. Association of Arlington. p.1058-1059.

Hadiwiyoto, D. dan Soehardi. (1981). Penanganan Lepas Panen. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Hal. 56-57, 63.

Pantastico, Er.B. (1986). Fisiologi Pasca Panen. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 178, 183, 197.

Silalahi, J. (2006). Makanan Fungsional. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Hal. 118-119, 123.


(6)

Winarno, R.G dan Aman. (1981). Fisiologi Lepas Panen. Jakarta: Penerbit Sastra Hudaya. Hal. 23, 31.

Zuhairini, E. (1996). Memperpanjang Kesegaran Buah. Surabaya: Trubus Agrisarana. Hal. 30, 45-47.