HUBUNGAN ADVERSITY QUOTIENT DENGAN KEPUASAN BERWIRAUSAHA PADA WIRAUSAHA WANITA DI KOTA MEDAN
Jurnal Ekonom, Vol 17, No 1, Januari 2014
HUBUNGAN ADVERSITY QUOTIENT DENGAN KEPUASAN BERWIRAUSAHA PADA WIRAUSAHA WANITA DI KOTA MEDAN
Siti Zahreni*, Shoffa Malini**
*Staf Pengajar Fakultas Psikologi USU **Alumnus Fakultas Psikologi USU [email protected]
Abstract: This research was aimed to examine the correlation of adversity quotient with women entrepreneurial satisfaction. The research method is quantitative correlation by using purposive sampling technique that involves 155 women entrepreneur do culinary business in Medan city. The statistical analysis result showed there was a positive significant correlation between adversity quotient and women entrepreneurial satisfaction. The implication of this research could help women entrepreneurs more aware and find a way to raise the adversity quotient to reach satisfaction in entrepreneurship.
Abstrak: : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan adversity quotient
terhadap kepuasan berwirausaha pada wirausaha wanita di kota Medan. Metode penelitian ini adalah kuantitatif korelasional dengan menggunakan teknik purposive sampling yang melibatkan 155 orang wirausaha wanita yang menggeluti bisnis kuliner di kota Medan. Hasil analisis statistik menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara adversity quotient dengan kepuasan berwirausaha pada wirausaha wanita. Implikasi dari penelitian ini dapat membantu wirausaha wanita agar lebih sadar dan mengetahui cara untuk meningkatkan adversity quotient untuk mencapai kepuasan dalam berwirausaha.
Keywords: Entrepreneurial Satisfaction, Adversity Quotient, and Women Entrepreneur.
PENDAHULUAN Pertumbuhan ekonomi di
Indonesia pada saat ini sebagian besar dikelola oleh wirausaha wanita. Keberadaan wirausaha wanita dalam Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah realitas kehidupan ekonomi sebagian besar masyarakat Indonesia. D ata kepemilikan UMKM dari BPS tahun 2005 menunjukkan secara rinci bahwa sebanyak 44,29% usaha mikro dikelola oleh wanita, demikian pula di sektor usaha kecil sebanyak 10,28% juga dikelola oleh wanita (dalam Jati, 2009). Angka ini terus bertambah sejalan dengan Laporan Menteri Negara Pemberdayaan Wanita tahun 2007 ( dalam Jati, 2009) y a n g memperlihatkan bahwa 60% dari 41 juta pengusaha mikro dan kecil di Indonesia dimiliki oleh wirausaha wanita. Bisnis yang mereka geluti juga cukup bervariasi. Dua sektor utama yang menarik minat para wirausaha wanita ini adalah
bisnis fashion dan bisnis kuliner
(Fazriyati,2011).
Fenomena
ini
menunjukkan bahwa wanita berpotensi
untuk melakukan berbagai kegiatan
produktif yang menghasilkan dan dapat
membantu perekonomian keluarga,
serta ekonomi nasional secara lebih luas
(Ryanti, 2007).
Pada dasarnya dalam diri seorang
wanita terdapat beberapa sifat yang justru
yang dapat membantunya berkembang dan
sukses sebagai wirausaha. Hal tersebut
diantaranya, seorang wanita dinilai sebagai
individu multi-task oriented, natural
marketers, mudah untuk berinteraksi
dengan orang lain, sabar, mampu
menciptakan dan menggunakan jaringan
yang ada, serta konsisten dalam
menjalankan tugas keseharian. Hal ini
tentunya semakin membuka peluang
wanita untuk dapat menjadi seorang
wirausaha yang berhasil (Meng & Liang
dalam Ryanti, 2003).
6
Siti Zahreni, Shoffa Malini: Hubungan Adversity Quotient…
Dalam dunia wirausaha, seorang
wirausaha yang berhasil harus siap untuk
mencari peluang, bersaing dan
bahkan
mampu
memenangkan
persaingan tersebut (Sunarso, 2010).
Longenecker, Carlos, dan William (2001)
menyatakan bahwa seorang wirausaha
yang mampu mengubah hambatan
menjadi peluang bisnis tentunya akan
memberikan tingkat imbalan yang
potensial. Setiap imbalan inilah yang
nantinya menghasilkan kepuasan bagi
wirausaha tersebut. Imbalan ini dapat
dikelompokkan dalam tiga kategori dasar
yaitu income, leisure time dan
psychological well being. Dalam
penelitiannya, Carree dan Verheul (2011)
menggunakan tiga kategori dasar ini
sebagai aspek untuk mengukur kepuasan
berwirausaha seseorang.
Keberhasilan yang dicapai
wirausaha dapat mempengaruhi tingkat
kepuasan berwirausahanya (Carree &
Verheul,2011; Leon,2009). Kepuasan ini
secara tidak langsung akan memotivasi
dirinya untuk bekerja lebih giat agar
usahanya dapat berkembang dengan
semakin baik dan kuat dalam menghadapi
persaingan (Suryana,2006). Kepuasan
yang di rasakan tentu saja didapatkan
dari perjuangan dalam menghadapi
tantangan selama berwirausaha seperti
permasalahan bisnis, kerja keras, waktu
yang panjang, pendapatan yang tidak pasti
serta resiko yang sangat besar. Oleh
karenanya dibutuhkan pengorbanan
(Longenecker, Carlos, & William,
2001), serta kecerdasan untuk menghadapi
setiap tantangan tersebut (Stolz, 2003).
Kecerdasan ini dikenal dengan istilah
adversity quotient (Stolz, 2000).
Adversity Quotient merupakan konsep
yang dapat melihat seberapa jauh
seseorang mampu menghadapi suatu
kesulitan serta bertahan dalam
menghadapi kesulitan tersebut. Adversity
Quotient pada wirausaha merupakan
gambaran sejauh mana kinerja seorang
wirausaha dalam menghadapi tantangan
dan menyelesaikan permasalahan dalam
mengembangkan usaha. Tantangan tersebut
dapat berupa finansial, emosional, fisik,
pergaulan dan yang berkaitan dengan
pengembangan karier dari wirausaha
(Stolz,2003). Tanpa adanya Adversity
Quotient yang tinggi maka dikhawatirkan seseorang akan mengalami frustasi dan kegamangan dalam menjalani proses menjadi seorang wirausaha nantinya (Stoltz, 2000). Sedangkan seorang wirausaha yang memiliki Adversity Quotient yang tinggi tidak akan menyerah dan tetap bertahan dimasa sulit dan menjadikan kesulitan sebagai penguat untuk menghadapi rintangan selanjutnya (Markman, 2004). Konsep Adversity Quotient ini terkait erat dengan keberhasilan wirausaha, karenadalam menjalankan usahanya wirausaha memerlukan keberanian untuk menghadapi kegagalan, dan kemauan untuk mencoba terus-menerus sampai berhasil.Secara keseluruhan konsep adversity quotient merupakan suatu kerangka konseptual dalam memahami dan meningkatkan keberhasilan (Stolz,2003; Stanley,2003 ; Henky & Ida,2012).
Keberhasilan yang dicapai seorang wirausaha dapat mempengaruhi tingkat kepuasan berwirausaha yang ia miliki (Carree & Verheul,2011; Leon,2009). Wirausaha wanita yang berhasil juga memperlihatkan kepuasan terhadap bisnis yang mereka jalankan daripada rekanrekan pria mereka, meskipun omset ratarata per bulan yang mereka dapatkan lebih rendah daripada laki-laki. (Carree & Verheul, 2011).
Berdasarkan pemaparan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan antara Adversity Quotient dengan kepuasan berwirausaha pada wirausaha wanita. Hipotesis yang menjadi dugaan sementara untuk penelitian ini adalah ada hubungan positif antara Adversity Quotient dengan kepuasan berwirausaha pada wirausaha wanita.
Kepuasan Berwirausaha Kepuasan kerja adalah sikap umum
yang dimiliki seseorang terhadap pekerjaannya, yang mununjukan perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima dan jumlah yang diyakini seharusnya diterima (Robbins,2003). Greenberg dan Baron dalam Indah (2008) mengartikan kepuasan kerja sebagai sikap positif atau negatif yang dimiliki individual terhadap pekerjaan mereka.
7
Jurnal Ekonom, Vol 17, No 1, Januari 2014
Kepuasan kerja menurut Kreiter dan Kinicki (2005) adalah respon emosional terhadap pekerjaan seseorang. Jika dikaitkan dengan pekerjaan sebagai wirausaha, maka kepuasan berwirausaha merupakan sikap dan respon emosional seseorang terhadap kegiatan wirausaha yang ia jalankan. Kepuasan wirausaha juga merupakan tingkat dimana wirausaha menyukai kegiatan wirausahanya (Suyatini, 2004).
Kepuasan berwirausaha dirasakan ketika wirausaha telah mendapatkan nilai tambah dari kegiatan usaha yang ia jalankan (Longenecker, Carlos & Wiliam, 2001). Nilai tambah tersebut adalah, income, psychological well being dan leisure time. Nilai tambah ini kemudian menjadi aspek untuk mengukur tingkat kepuasan berwirausaha seseorang (Martin dan Ingrid, 2011).
Income bagi pengusaha merujuk kepada imbalan berupa laba. Sehingga Kepuasan terhadap income sangat relevan bagi pengusaha yang memulai usaha untuk mendapatkan hidup atau untuk kesuksesan finansial (Andersson 2008; Feldman & Bolino, 2000; Carree & Verheul, 2011; Hasni, 2011). Psychological Well Being memiliki peranan penting dalam kepuasan berwirausaha khususnya selama fase awal yang bisa menimbulkan stres serta tekanan (Andersson, 2008 ; Feldman & Bolino, 2000; Carree & Verheul, 2011). Psychologial Well Being adalah dukungan dari dalam dan dari luar diri wirausaha. Dukungan dari dalam dapat diperoleh dari kecerdasan emosional pada diri tiap pengusaha, dan dukungan dari luar dapat diperoleh dari dukungan sosial dari orang di sekitar pengusaha. Psychologial Well Being juga merefleksikan pemenuhan kerja secara pribadi (Longenecker, Carlos & Wiliam, 2001). Income dan Leisure Time adalah dua sumber utama utilitas tradisional di bidang ekonomi (Bonke et al. Dalam Carree & Verheul,2011). Beberapa orang memulai usaha dengan memiliki jam kerja yang lebih fleksibel sehingga dapat menggabungkan jam kerja di rumah tangga dan tanggung jawab pekerjaan. Seseorang dapat mengatur waktunya sendiri untuk mulai mengelola usaha. Bahkan jika usahanya berada di rumah,
8
wirausaha tidak perlu meninggalkan rumah untuk menjalankan kegiatan usahanya. Wirausahawan seperti orang yang bebas tanpa adanya ikatan waktu tertentu yang harus ia pertanggungjawabkan.Wirausaha menggunakan kebebasan tersebut untuk menyusun kehidupan dan perilaku kerja pribadinya secara fleksibel (Longenecker et al, 2001).
Adversity Quotient
Adversity Quotient (AQ) adalah
kecerdasan untuk mengatasi kesulitan.
AQ mempunyai tiga bentuk. Pertama, AQ
adalah suatu kerangka kerja konseptual
untuk memahami dan meningkatkan
semua segi kesuksesan. Kedua, AQ
adalah suatu ukuran untuk mengetahui
respons terhadap kesulitan, dan yang
ketiga, AQ adalah serangkaian peralatan
yang memiliki dasar ilmiah untuk
memperbaiki respons terhadap kesulitan
(Stoltz, 2000).
Adversity quotient terdiri atas
empat dimensi yang tercakup dalam
akronim CORE ( Control, Owenership,
Reach, & Endurance). Dimensi – dimensi
CORE ini akan menentukan adversity
quotient individu secara menyeluruh
(Stoltz, 2003).
Dimensi Control merupakan
Sejauh mana seseorang mampu secara
positf memepengaruhi situasi dan Sejauh
mana seseorang dapat mengendalikan
tanggapan diri sendiri terhadap suatu
situasi. Ownership merupakan sejauh mana
seseorang mau mengandalkan diri sendiri
untuk memperbaiki situasi yang dihadapi,
tanpa memperdulikan penyebabnya (Stolz,
2003). Reach merupakan dimensi untuk
mengetahui sejauh mana orang
membiarkan
suatu
kesulitan
menjalar/masuk ke dalam sisi-sisi
kehidupan yang lain (Stolz, 2003).
Dimensi endurance mempertanyakan dua
hal yang berkaitan, yakni berapa lama
kesulitan akan berlangsung dan
berapa lama penyebab kesulitan akan
berlangsung.
Wirausaha wanita Wirausaha wanita adalah wanita
yang memiliki bisnis, inisiatif, menerima segala resikonya, termasuk dalam hal keuangan, bertanggung jawab, baik secara
Siti Zahreni, Shoffa Malini: Hubungan Adversity Quotient…
administrasi maupun sosial dan secara
efektif memimpin dalam manajemennya
(Meng & Liang, 1996; Ryanti, 2007).
Definisi yang lebih umum, wirausaha
wanita adalah wanita pemilik bisnis yang
menjalankan bisnisnya sendiri atau
bersama rekan bisnisnya, baik yang
membayar pegawai ataupun yang tidak
membayar pegawai ( Ryanti, 2007)
Nasution Noer dan Suef (2001)
menjelaskan bahwa wirausaha wanita
memiliki karekteristik feminitas antara
lain: emosional, sensitif, peka, kooperatif,
penuh kasih, cermat, hangat, simpati dan
intuitif. Pada wanita yang makin tinggi
pendiidkannya maka makin luas pula
wawasan mereka dan berpengaruh
terhadap
perkembangan
jiwa
wirausahanya. Dari segi usianya makin
berumur maka para wirausaha wanita ini
makin toleran dan semakin matang sifat-
sifat wirausahanya.
Dengan adanya kemampuan
yang wanita miliki, wanita terus
berjuang untuk melawan arus perbedaan
gender. Wirausaha wanita ini berusaha
untuk menjadi wirausaha yang baik, yang
tidak kalah dengan wirausaha pria, baik
dalam keputusan yang mereka buat serta
dalam perilaku mengambil resiko.
METODE Pada penelitian mengenai
hubungan Adversity Quotient dengan kepuasan berwirausaha pada wirausaha wanita ini digunakan metode penelitian korelasional. Adapun variabel-variabel yang diteliti adalah kepuasan berwirausaha sebagai variabel tergantung dan Adversity Quotient sebagai variabel bebas.
Partisipan Partisipan pada penelitian ini
adalah sebanyak 155 orang wirausaha wanita yang sedang menggeluti bisnis kuliner dengan populasi wirausaha wanita di kota Medan. Karakteristik atau ciri sampel dalam penelitian ini adalah Wirausaha wanita yang menggeluti bisnis kuliner, berwirausaha minimal 1 tahun, dan wirausaha dalam kategori mikro dan kecil.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah non probability yaitu dengan teknik purposive sampling karena
pemilihan sekolompok subjek didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri- ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Hadi, 2000).
Prosedur dan Alat Ukur Penelitian Untuk keperluan penelitian ini,
alat ukur yang digunakan berupa kuesioner yang berisi skala-skala untuk mengukur variabel-variabel penelitian. kuesioner ini disebarkan pada para subjek penelitian untuk diiisi. Kuesioner dikumpulkan setelah para partisipan menyelesaikan pengisian. Skala kepuasan berwirausaha terdiri dari 30 aitem, yang disusun mengacu pada aspek kepuasan berwirausaha yang dikemukakan oleh Longenecker (2001) yaitu income yang diterima, psychological well being yang dirasakan dan leisure time yang dimiliki. Skala kepuasan berwirausaha diukur dengan Skala model likert dengan 5 (lima) buah alternatif jawaban, yaitu: Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Netral (N), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Skala disajikan dalam bentuk pernyataan mendukung (favorable) dan tidak mendukung (unfavorable).
Skala adversity quotient ini terdiri dari 25 aitem yang disusun berdasarkan dimensi AQ dari Stolz (2003) yaitu control, ownership, reach dan endurance. Skala terdiri dari 7 peristiwa. Model skala yang digunakan adalah penskalaan model semantic differential. Responden tidak diminta untuk memberikan respon setuju atau tidak setuju, akan tetapi diminta untuk langsung memberikan bobot penilaian mereka terhadap suatu stimulus pada setiap kontinum dalam skala. Kontinum dalam skala ini dibagi atas 5 bagian yang diberi angka 1 sampai dengan 5, mulai dari kutub favorabel sampai dengan kutub tak favorabel.
HASIL Peneliti berhipotesis bahwa
terdapat hubungan positif antara adversity quotient dengan kepuasan berwirausaha pada wirausaha wanita. Sebelum melakukan pengujian hipotesis data penelitian, penelitian terlebih dahulu melakukan uji normalitas. Uji normalitas
9
Jurnal Ekonom, Vol 17, No 1, Januari 2014
sebaran ini dilakukan dengan menggunakan kolmogorov smirnov dan shapiro wilk dengan metode statistik liliefors yang dilakukan pada variabel kepuasan berwirausaha dan variabel adversity quotient. Analisis data kolmogorov smirnov menunjukkan bahwa variabel kepuasan berwirausaha menunjukkan sebaran normal dengan nilai signifikansi (P)=0,200 sedangkan variabel adversity quotient juga menunjukkan sebaran normal dengan nilai P=0,200 Analisis data shapiro-wilk juga menunjukkan bahwa variabel kepuasan berwirausaha menunjukkan sebaran normal dengan nilai P=0,234, sedangkan variabel adversity quotient juga menunjukkan sebaran normal dengan nilai P=0,091.
Kemudian peneliti melakukan uji linearitas. Hasil uji linieritas untuk mengetahui linier atau tidaknya hubungan antar kedua varibel. Uji linearitas ini dilakukan dengan menggunakan analisis statistik test for linearity. Analisis data ini menghasilkan taraf signifikansi P= 0,000. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa taraf signifikansi < 0,05 maka hubungannya antara variabel bebas dengan variabel tergantung dinyatakan linier.
Dari hasil analisa data penelitian dan perhitungan korelasi dengan menggunakan pearson product moment diperoleh korelasi = 0,347 dan P = 0,000 pada level 0,01 dengan hipotesa 1 arah. Hal ini berarti menunjukkan ada hubungan positif yang signifikan antara adversity quotient terhadap kepuasan berwirausaha pada wirausaha wanita. Dimana Semakin tinggi tingkat adversity quotient wirausaha wanita maka semakin rendah juga kepuasan dalam berwirausaha.
Koefisien determinan (r²) yang diperoleh dari hubungan adversity quotient terhadap kepuasan berwirausaha adalah 0,12 (r² = 0,12). hal ini menunjukkan bahwa peranan adversity quotient terhadap kepuasan berwirausaha adalah sebesar 12% sedangkan sisanya di pengaruhi oleh variabel lain.
PEMBAHASAN Hasil ini menunjukkan bahwa
terdapat hubungan positif antara adversity quotient dengan kepuasan berwirausaha
10
yang sangat signifikan. Dimana Semakin
tinggi tingkat adversity quotient wirausaha
wanita maka semakin tinggi pula tingkat
kepuasan dalam berwirausaha dan semakin
rendah tingkat adversity quotient
wirausaha wanita maka semakin rendah
juga kepuasan dalam berwirausaha.
Berdasarkan hasil penelitian, ada
beberapa alasan yang dapat menjelaskan
terdapatnya hubungan positif antara
adversity quotient dengan kepuasan
berwirausaha pada wirausaha wanita yaitu:
Alasan pertama menjelaskan
bahwa konsep dversity quotient terkait
dengan mengubah tantangan dan hambatan
menjadi suatu peluang (Stolz, 2000). Oleh
karena itu, seorang wirausaha yang
mampu mengubah hambatan menjadi
peluang bisnis, tentunya akan memberikan
tingkat imbalan yang potensial. Setiap
imbalan inilah yang nantinya
menghasilkan kepuasan bagi wirausaha
tersebut dalam menjalankan usaha.
Imbalan ini dapat dikelompokkan dalam
tiga kategori dasar yaitu income, leisure
time dan psychological well being
(Longenecker, Carlos, & William, 2001).
Alasan kedua bahwa dari hasil
penelitian Suyatini (2004) menjelaskan
bahwa seorang wirausaha yang memiliki
keberanian mengambil resiko memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap
kepuasan berwirausaha. Sedangkan
menurut Stolz (2000) seorang wirausaha
yang berani mengambil resiko
merupakan seorang yang berani mengubah
kegagalan menjadi suatu peluang
keberhasilan. Oleh karena itu, setiap resiko
yang di ambil wirausaha dibutuhkan
adanya Adversity Quotient sehingga
memberikan
kepuasan
dalam
berwirausaha.
Alasan ketiga bahwa seorang
wirausaha yang memiliki kebutuhan akan
keberhasilan berpengaruh secara positif
terhadap kepuasan berwirausaha (Suyatini,
2004; Schjoedt, 2009; Carree & Verheul,
2011). Dalam mencapai keberhasilan tentu
saja membutuhkan suatu perjuangan dalam
menghadapi tantangan. Oleh karena itu
dibutuhkannya adversity quotient sebagai
modal sukses dalam berwirausaha (Henky
& Ida, 2012). Adversity quotient
merupakan suatu kerangka konseptual
dalam memahami dan meningkatkan
Siti Zahreni, Shoffa Malini: Hubungan Adversity Quotient…
keberhasilan (Stolz,2003). Sehingga
Keberhasilan dalam mengelola usaha akan
memberikan kepuasan tersendiri kepada
seorang wirausaha yang diperoleh dari
adanya adversity quotient dalam
berwirausaha.
Selanjutnya peneliti menyadari
berbagai kekurangan dari penelitian ini.
Penelitian ini merupakan penelitian yang
tidak memperhatikan latar belakang
budaya (asal suku), tingkat pendidikan,
jenis usaha serta lamanya berwirausaha.
Penelitian selanjutnya diharapkan dapat
membedakan
tingkat
kepuasan
berwirausaha dan adversity quotient
berdasarkan latar belakang budaya (asal
suku), tingkat pendidikan, jenis usaha
serta lamanya berwirausaha .
Terakhir, mengingat
bahwa
hasil penelitian hanya memperlihatkan
hubungan Adversity Quotient dan
kepuasan berwirausaha sebesar 12% maka
bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk
memperhatikan variabel lain yang
kemungkinan ikut mempengaruhi
munculnya kepuasan berwirausaha
khususnya pada wirausaha wanita.
DAFTAR RUJUKAN
Andersson, P. 2008. Happiness and
health: Well-being among the
self- employed. The Journal of
Socio-Economics, 37, 213–236.
Beyer, S., & Bowden, E. M. 1997. Gender
differences in self-perceptions:
Convergent evidence from three
measures of accuracy and bias.
Personality and Social Psychology
Bulletin, 2, 157–172.
Blanchflower D.G. & Oswald A.J., 2007.
What makes a young
entrepreneur?. Discussion Paper,
3139, 1-15.
Bonke, J., Deding, M., & Lausten, M.
2009. Time and money: A
simultaneous analysis of men’s
and women’s domain
satisfactions.
Journal
of
Happiness Studies, 10, 113–131.
Carree, M. A., & Verheul, I. 2011.
What makes entrepreneurs
happy?
Determinants of satisfaction among
founders. J Hapiness Stud, 13;
371-387.
Clark, A., Oswald, A., & Warr, P. 1996.
Is job satisfaction U-shaped in
age?.Journal of Occupational and
Organizational Psychology, 69,
57–81.
Cooper, A. C., & Artz, K. W. 1995.
Determinants of satisfaction for
entrepreneurs. Journal of Business
Venturing, 10, 439–457.
Fazriyati, W. 2011. Trend dan tantangan
bisnis kuliner
[Online].
http://female.kompas.com/read/2011/
12/26/14534516/Tren.dan.Tantangan
.Bisnis.Kuliner. Diakses pada tanggal
22 maret 2013.
Feldman, D. C., & Bolino, M. C. 2000.
Career patterns of the self-employed:
career motivations and career
outcomes. Journal of Small Business
Management, 38(3), 53–67.
Gazioglu, S., & Tansel, A. 2006. Job
satisfaction in Britain: Individual and
job related factors. Applied
Economics, 38, 1163–1171.
Haile, A. G. 2009. Workplace job
satisfaction in Britain: Evidence from
linked employer-employee data.
Discussion Paper no.4101, 1-25.
Hasni, N. J. 2011. Entrepreneurial
success
attributes
and
entrepreneurs.
International
conference on business and
economic research (2nd icber
2011) proceeding; 1204-1209.
Henky, & Ida 2012. Modal wirausaha
sukses. Jurnal Penelitian Fakultas
Ekonomi, 1–18
Hurlock, E. 2004. Psikologi
perkembangan suatu pendekatan
sepanjang rentang kehidupan.
Jakarta: Erlangga
Jati, W. 2009. Analisis motivasi wirausaha
perempuan (wirausahatawati) di kota
Malang, Jurnal Humanity, 4(2), 14-
153.
Kihlstrom, R. E., & Laffont, J. J. 1979. A
general equilibrium entrepreneurial
theory of firm formation based on
risk aversion. Journal of Political
Economy, 87, 719–748.
Lambing, P & Kuehl, C.R 2000.
Entrepreneurship (ed). USA:
Pretince Hall. Lundeberg, M. A.,
Fox, P. W., & Puncochar, J.
(1994). Highly confident but
11
Jurnal Ekonom, Vol 17, No 1, Januari 2014
wrong: Gender differences and
similarities in confidence
judgments. Journal of Educational
Psychology, 86, 114–121.
Longnecker, J., Carlos, W., &. William,
J. 2001. Kewirausahaan
manajemen usaha kecil. Terjemahan
Thomson Learning. Jakarta:
Salemba Empat.
Luthans, F. 2006. Perilaku organisasi.
Edisi Sepuluh. ANDI , Yogyakarta.
Meng, L.A. & Liang, T.W. 1996.
Entrepreneurs, entrepreneurship
and entreprising culture. Paris:
Addison wisley publishing
company.
Nasution, A.H., Noer, B.A., & Suef, M.
2001.
Membangun
spirit
entrepreneur muda indonesia.
Jakarta: PT. Alex Komputindo.
Riyanti,
Benedicta
P.D.2003.
kewirausahaan dari sudut
pandang psikologi kepribadian.
Jakarta: Penerbit PT Grasindo.
.2007. Fear of ssucces dan risk
taking pada wirausaha wanita Bali.
Jurnal penelitian psikologi, 2(2),
109 - 26.
Robbin, S.P. 2003. Perilaku organisasi
jilid I. Jakarta: PT. Indeks
Kelompok Gramedia,.
Scarborough, M. & Zimmerer, W. 1992.
Effective
Small
Business
Management, Third Ed. New York:
An amprint of macmillan publishing
co.
Schjoedt,. 2009. Entrepreneural job
characteristic: an examination of
their effect on entrepreneural
satisfaction.
Journal
of
Entrepreneurship Theory and
Practice, 619-642.
Sunarso. 2010. Sikap mental
wirausahawan dalam menghadapi
perkembangan zaman. Jurnal
Ekonomi dan Kewirausahaan,
10(2), 182 – 189.
Spreng, R., MacKenzie. & Olshavsky. 1996, A Re-examination of the determinants of consumer satisfaction. Journal of marketing, 60(3), 15-32.
Suryana. 2006. Kewirausahaan pedoman praktis: Kiat dan proses menuju sukses. Edisi ketiga. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Suryana, Y. & Bayu, K. 2010. Kewirausahaan ; Pendekatan karakteristik wirausahawan sukses. Edisi pertama, Cetakan ke-I. Jakarta: Kencana.
Suryabrata, S. 2000. Metode penelitian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Stolz, G. (2000). Adversity quotient; Mengubah hambatan menjadi peluang. Jakarta: PT Grasindo. . 2003. Adversity quotient@work ; Mengatasi kesulitan di tempat kerja. Batam: Interaksara.
Suyatini, S. 2004. Analisis pengaruh karekteristik wirausahawan terhadap kepuasan berwirausaha dan kepuasan hidup wirausahawan. [Thesis]. Universitas Diponogoro. Semarang.
Tambunan,. 2012. Wanita pengusaha di umkm di Indonesia: Motivasi dan kendala . Policy Discussion Paper Series, 1-19 .
VandenHeuvel, A., & Wooden, M. 1997. Self-employed contractors and job satisfaction. Journal of Small Business Management, 35(3), 11–20.
Wall, T.D., Michie, J., Patterson, M., Wood, S.J., Sheehan, M., Clegg, C.W. & West, M. 2004. On the validity of subjective measures of company performance. Journal of applied research, 57, 95-118.
12
HUBUNGAN ADVERSITY QUOTIENT DENGAN KEPUASAN BERWIRAUSAHA PADA WIRAUSAHA WANITA DI KOTA MEDAN
Siti Zahreni*, Shoffa Malini**
*Staf Pengajar Fakultas Psikologi USU **Alumnus Fakultas Psikologi USU [email protected]
Abstract: This research was aimed to examine the correlation of adversity quotient with women entrepreneurial satisfaction. The research method is quantitative correlation by using purposive sampling technique that involves 155 women entrepreneur do culinary business in Medan city. The statistical analysis result showed there was a positive significant correlation between adversity quotient and women entrepreneurial satisfaction. The implication of this research could help women entrepreneurs more aware and find a way to raise the adversity quotient to reach satisfaction in entrepreneurship.
Abstrak: : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan adversity quotient
terhadap kepuasan berwirausaha pada wirausaha wanita di kota Medan. Metode penelitian ini adalah kuantitatif korelasional dengan menggunakan teknik purposive sampling yang melibatkan 155 orang wirausaha wanita yang menggeluti bisnis kuliner di kota Medan. Hasil analisis statistik menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara adversity quotient dengan kepuasan berwirausaha pada wirausaha wanita. Implikasi dari penelitian ini dapat membantu wirausaha wanita agar lebih sadar dan mengetahui cara untuk meningkatkan adversity quotient untuk mencapai kepuasan dalam berwirausaha.
Keywords: Entrepreneurial Satisfaction, Adversity Quotient, and Women Entrepreneur.
PENDAHULUAN Pertumbuhan ekonomi di
Indonesia pada saat ini sebagian besar dikelola oleh wirausaha wanita. Keberadaan wirausaha wanita dalam Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah realitas kehidupan ekonomi sebagian besar masyarakat Indonesia. D ata kepemilikan UMKM dari BPS tahun 2005 menunjukkan secara rinci bahwa sebanyak 44,29% usaha mikro dikelola oleh wanita, demikian pula di sektor usaha kecil sebanyak 10,28% juga dikelola oleh wanita (dalam Jati, 2009). Angka ini terus bertambah sejalan dengan Laporan Menteri Negara Pemberdayaan Wanita tahun 2007 ( dalam Jati, 2009) y a n g memperlihatkan bahwa 60% dari 41 juta pengusaha mikro dan kecil di Indonesia dimiliki oleh wirausaha wanita. Bisnis yang mereka geluti juga cukup bervariasi. Dua sektor utama yang menarik minat para wirausaha wanita ini adalah
bisnis fashion dan bisnis kuliner
(Fazriyati,2011).
Fenomena
ini
menunjukkan bahwa wanita berpotensi
untuk melakukan berbagai kegiatan
produktif yang menghasilkan dan dapat
membantu perekonomian keluarga,
serta ekonomi nasional secara lebih luas
(Ryanti, 2007).
Pada dasarnya dalam diri seorang
wanita terdapat beberapa sifat yang justru
yang dapat membantunya berkembang dan
sukses sebagai wirausaha. Hal tersebut
diantaranya, seorang wanita dinilai sebagai
individu multi-task oriented, natural
marketers, mudah untuk berinteraksi
dengan orang lain, sabar, mampu
menciptakan dan menggunakan jaringan
yang ada, serta konsisten dalam
menjalankan tugas keseharian. Hal ini
tentunya semakin membuka peluang
wanita untuk dapat menjadi seorang
wirausaha yang berhasil (Meng & Liang
dalam Ryanti, 2003).
6
Siti Zahreni, Shoffa Malini: Hubungan Adversity Quotient…
Dalam dunia wirausaha, seorang
wirausaha yang berhasil harus siap untuk
mencari peluang, bersaing dan
bahkan
mampu
memenangkan
persaingan tersebut (Sunarso, 2010).
Longenecker, Carlos, dan William (2001)
menyatakan bahwa seorang wirausaha
yang mampu mengubah hambatan
menjadi peluang bisnis tentunya akan
memberikan tingkat imbalan yang
potensial. Setiap imbalan inilah yang
nantinya menghasilkan kepuasan bagi
wirausaha tersebut. Imbalan ini dapat
dikelompokkan dalam tiga kategori dasar
yaitu income, leisure time dan
psychological well being. Dalam
penelitiannya, Carree dan Verheul (2011)
menggunakan tiga kategori dasar ini
sebagai aspek untuk mengukur kepuasan
berwirausaha seseorang.
Keberhasilan yang dicapai
wirausaha dapat mempengaruhi tingkat
kepuasan berwirausahanya (Carree &
Verheul,2011; Leon,2009). Kepuasan ini
secara tidak langsung akan memotivasi
dirinya untuk bekerja lebih giat agar
usahanya dapat berkembang dengan
semakin baik dan kuat dalam menghadapi
persaingan (Suryana,2006). Kepuasan
yang di rasakan tentu saja didapatkan
dari perjuangan dalam menghadapi
tantangan selama berwirausaha seperti
permasalahan bisnis, kerja keras, waktu
yang panjang, pendapatan yang tidak pasti
serta resiko yang sangat besar. Oleh
karenanya dibutuhkan pengorbanan
(Longenecker, Carlos, & William,
2001), serta kecerdasan untuk menghadapi
setiap tantangan tersebut (Stolz, 2003).
Kecerdasan ini dikenal dengan istilah
adversity quotient (Stolz, 2000).
Adversity Quotient merupakan konsep
yang dapat melihat seberapa jauh
seseorang mampu menghadapi suatu
kesulitan serta bertahan dalam
menghadapi kesulitan tersebut. Adversity
Quotient pada wirausaha merupakan
gambaran sejauh mana kinerja seorang
wirausaha dalam menghadapi tantangan
dan menyelesaikan permasalahan dalam
mengembangkan usaha. Tantangan tersebut
dapat berupa finansial, emosional, fisik,
pergaulan dan yang berkaitan dengan
pengembangan karier dari wirausaha
(Stolz,2003). Tanpa adanya Adversity
Quotient yang tinggi maka dikhawatirkan seseorang akan mengalami frustasi dan kegamangan dalam menjalani proses menjadi seorang wirausaha nantinya (Stoltz, 2000). Sedangkan seorang wirausaha yang memiliki Adversity Quotient yang tinggi tidak akan menyerah dan tetap bertahan dimasa sulit dan menjadikan kesulitan sebagai penguat untuk menghadapi rintangan selanjutnya (Markman, 2004). Konsep Adversity Quotient ini terkait erat dengan keberhasilan wirausaha, karenadalam menjalankan usahanya wirausaha memerlukan keberanian untuk menghadapi kegagalan, dan kemauan untuk mencoba terus-menerus sampai berhasil.Secara keseluruhan konsep adversity quotient merupakan suatu kerangka konseptual dalam memahami dan meningkatkan keberhasilan (Stolz,2003; Stanley,2003 ; Henky & Ida,2012).
Keberhasilan yang dicapai seorang wirausaha dapat mempengaruhi tingkat kepuasan berwirausaha yang ia miliki (Carree & Verheul,2011; Leon,2009). Wirausaha wanita yang berhasil juga memperlihatkan kepuasan terhadap bisnis yang mereka jalankan daripada rekanrekan pria mereka, meskipun omset ratarata per bulan yang mereka dapatkan lebih rendah daripada laki-laki. (Carree & Verheul, 2011).
Berdasarkan pemaparan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan antara Adversity Quotient dengan kepuasan berwirausaha pada wirausaha wanita. Hipotesis yang menjadi dugaan sementara untuk penelitian ini adalah ada hubungan positif antara Adversity Quotient dengan kepuasan berwirausaha pada wirausaha wanita.
Kepuasan Berwirausaha Kepuasan kerja adalah sikap umum
yang dimiliki seseorang terhadap pekerjaannya, yang mununjukan perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima dan jumlah yang diyakini seharusnya diterima (Robbins,2003). Greenberg dan Baron dalam Indah (2008) mengartikan kepuasan kerja sebagai sikap positif atau negatif yang dimiliki individual terhadap pekerjaan mereka.
7
Jurnal Ekonom, Vol 17, No 1, Januari 2014
Kepuasan kerja menurut Kreiter dan Kinicki (2005) adalah respon emosional terhadap pekerjaan seseorang. Jika dikaitkan dengan pekerjaan sebagai wirausaha, maka kepuasan berwirausaha merupakan sikap dan respon emosional seseorang terhadap kegiatan wirausaha yang ia jalankan. Kepuasan wirausaha juga merupakan tingkat dimana wirausaha menyukai kegiatan wirausahanya (Suyatini, 2004).
Kepuasan berwirausaha dirasakan ketika wirausaha telah mendapatkan nilai tambah dari kegiatan usaha yang ia jalankan (Longenecker, Carlos & Wiliam, 2001). Nilai tambah tersebut adalah, income, psychological well being dan leisure time. Nilai tambah ini kemudian menjadi aspek untuk mengukur tingkat kepuasan berwirausaha seseorang (Martin dan Ingrid, 2011).
Income bagi pengusaha merujuk kepada imbalan berupa laba. Sehingga Kepuasan terhadap income sangat relevan bagi pengusaha yang memulai usaha untuk mendapatkan hidup atau untuk kesuksesan finansial (Andersson 2008; Feldman & Bolino, 2000; Carree & Verheul, 2011; Hasni, 2011). Psychological Well Being memiliki peranan penting dalam kepuasan berwirausaha khususnya selama fase awal yang bisa menimbulkan stres serta tekanan (Andersson, 2008 ; Feldman & Bolino, 2000; Carree & Verheul, 2011). Psychologial Well Being adalah dukungan dari dalam dan dari luar diri wirausaha. Dukungan dari dalam dapat diperoleh dari kecerdasan emosional pada diri tiap pengusaha, dan dukungan dari luar dapat diperoleh dari dukungan sosial dari orang di sekitar pengusaha. Psychologial Well Being juga merefleksikan pemenuhan kerja secara pribadi (Longenecker, Carlos & Wiliam, 2001). Income dan Leisure Time adalah dua sumber utama utilitas tradisional di bidang ekonomi (Bonke et al. Dalam Carree & Verheul,2011). Beberapa orang memulai usaha dengan memiliki jam kerja yang lebih fleksibel sehingga dapat menggabungkan jam kerja di rumah tangga dan tanggung jawab pekerjaan. Seseorang dapat mengatur waktunya sendiri untuk mulai mengelola usaha. Bahkan jika usahanya berada di rumah,
8
wirausaha tidak perlu meninggalkan rumah untuk menjalankan kegiatan usahanya. Wirausahawan seperti orang yang bebas tanpa adanya ikatan waktu tertentu yang harus ia pertanggungjawabkan.Wirausaha menggunakan kebebasan tersebut untuk menyusun kehidupan dan perilaku kerja pribadinya secara fleksibel (Longenecker et al, 2001).
Adversity Quotient
Adversity Quotient (AQ) adalah
kecerdasan untuk mengatasi kesulitan.
AQ mempunyai tiga bentuk. Pertama, AQ
adalah suatu kerangka kerja konseptual
untuk memahami dan meningkatkan
semua segi kesuksesan. Kedua, AQ
adalah suatu ukuran untuk mengetahui
respons terhadap kesulitan, dan yang
ketiga, AQ adalah serangkaian peralatan
yang memiliki dasar ilmiah untuk
memperbaiki respons terhadap kesulitan
(Stoltz, 2000).
Adversity quotient terdiri atas
empat dimensi yang tercakup dalam
akronim CORE ( Control, Owenership,
Reach, & Endurance). Dimensi – dimensi
CORE ini akan menentukan adversity
quotient individu secara menyeluruh
(Stoltz, 2003).
Dimensi Control merupakan
Sejauh mana seseorang mampu secara
positf memepengaruhi situasi dan Sejauh
mana seseorang dapat mengendalikan
tanggapan diri sendiri terhadap suatu
situasi. Ownership merupakan sejauh mana
seseorang mau mengandalkan diri sendiri
untuk memperbaiki situasi yang dihadapi,
tanpa memperdulikan penyebabnya (Stolz,
2003). Reach merupakan dimensi untuk
mengetahui sejauh mana orang
membiarkan
suatu
kesulitan
menjalar/masuk ke dalam sisi-sisi
kehidupan yang lain (Stolz, 2003).
Dimensi endurance mempertanyakan dua
hal yang berkaitan, yakni berapa lama
kesulitan akan berlangsung dan
berapa lama penyebab kesulitan akan
berlangsung.
Wirausaha wanita Wirausaha wanita adalah wanita
yang memiliki bisnis, inisiatif, menerima segala resikonya, termasuk dalam hal keuangan, bertanggung jawab, baik secara
Siti Zahreni, Shoffa Malini: Hubungan Adversity Quotient…
administrasi maupun sosial dan secara
efektif memimpin dalam manajemennya
(Meng & Liang, 1996; Ryanti, 2007).
Definisi yang lebih umum, wirausaha
wanita adalah wanita pemilik bisnis yang
menjalankan bisnisnya sendiri atau
bersama rekan bisnisnya, baik yang
membayar pegawai ataupun yang tidak
membayar pegawai ( Ryanti, 2007)
Nasution Noer dan Suef (2001)
menjelaskan bahwa wirausaha wanita
memiliki karekteristik feminitas antara
lain: emosional, sensitif, peka, kooperatif,
penuh kasih, cermat, hangat, simpati dan
intuitif. Pada wanita yang makin tinggi
pendiidkannya maka makin luas pula
wawasan mereka dan berpengaruh
terhadap
perkembangan
jiwa
wirausahanya. Dari segi usianya makin
berumur maka para wirausaha wanita ini
makin toleran dan semakin matang sifat-
sifat wirausahanya.
Dengan adanya kemampuan
yang wanita miliki, wanita terus
berjuang untuk melawan arus perbedaan
gender. Wirausaha wanita ini berusaha
untuk menjadi wirausaha yang baik, yang
tidak kalah dengan wirausaha pria, baik
dalam keputusan yang mereka buat serta
dalam perilaku mengambil resiko.
METODE Pada penelitian mengenai
hubungan Adversity Quotient dengan kepuasan berwirausaha pada wirausaha wanita ini digunakan metode penelitian korelasional. Adapun variabel-variabel yang diteliti adalah kepuasan berwirausaha sebagai variabel tergantung dan Adversity Quotient sebagai variabel bebas.
Partisipan Partisipan pada penelitian ini
adalah sebanyak 155 orang wirausaha wanita yang sedang menggeluti bisnis kuliner dengan populasi wirausaha wanita di kota Medan. Karakteristik atau ciri sampel dalam penelitian ini adalah Wirausaha wanita yang menggeluti bisnis kuliner, berwirausaha minimal 1 tahun, dan wirausaha dalam kategori mikro dan kecil.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah non probability yaitu dengan teknik purposive sampling karena
pemilihan sekolompok subjek didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri- ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Hadi, 2000).
Prosedur dan Alat Ukur Penelitian Untuk keperluan penelitian ini,
alat ukur yang digunakan berupa kuesioner yang berisi skala-skala untuk mengukur variabel-variabel penelitian. kuesioner ini disebarkan pada para subjek penelitian untuk diiisi. Kuesioner dikumpulkan setelah para partisipan menyelesaikan pengisian. Skala kepuasan berwirausaha terdiri dari 30 aitem, yang disusun mengacu pada aspek kepuasan berwirausaha yang dikemukakan oleh Longenecker (2001) yaitu income yang diterima, psychological well being yang dirasakan dan leisure time yang dimiliki. Skala kepuasan berwirausaha diukur dengan Skala model likert dengan 5 (lima) buah alternatif jawaban, yaitu: Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Netral (N), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Skala disajikan dalam bentuk pernyataan mendukung (favorable) dan tidak mendukung (unfavorable).
Skala adversity quotient ini terdiri dari 25 aitem yang disusun berdasarkan dimensi AQ dari Stolz (2003) yaitu control, ownership, reach dan endurance. Skala terdiri dari 7 peristiwa. Model skala yang digunakan adalah penskalaan model semantic differential. Responden tidak diminta untuk memberikan respon setuju atau tidak setuju, akan tetapi diminta untuk langsung memberikan bobot penilaian mereka terhadap suatu stimulus pada setiap kontinum dalam skala. Kontinum dalam skala ini dibagi atas 5 bagian yang diberi angka 1 sampai dengan 5, mulai dari kutub favorabel sampai dengan kutub tak favorabel.
HASIL Peneliti berhipotesis bahwa
terdapat hubungan positif antara adversity quotient dengan kepuasan berwirausaha pada wirausaha wanita. Sebelum melakukan pengujian hipotesis data penelitian, penelitian terlebih dahulu melakukan uji normalitas. Uji normalitas
9
Jurnal Ekonom, Vol 17, No 1, Januari 2014
sebaran ini dilakukan dengan menggunakan kolmogorov smirnov dan shapiro wilk dengan metode statistik liliefors yang dilakukan pada variabel kepuasan berwirausaha dan variabel adversity quotient. Analisis data kolmogorov smirnov menunjukkan bahwa variabel kepuasan berwirausaha menunjukkan sebaran normal dengan nilai signifikansi (P)=0,200 sedangkan variabel adversity quotient juga menunjukkan sebaran normal dengan nilai P=0,200 Analisis data shapiro-wilk juga menunjukkan bahwa variabel kepuasan berwirausaha menunjukkan sebaran normal dengan nilai P=0,234, sedangkan variabel adversity quotient juga menunjukkan sebaran normal dengan nilai P=0,091.
Kemudian peneliti melakukan uji linearitas. Hasil uji linieritas untuk mengetahui linier atau tidaknya hubungan antar kedua varibel. Uji linearitas ini dilakukan dengan menggunakan analisis statistik test for linearity. Analisis data ini menghasilkan taraf signifikansi P= 0,000. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa taraf signifikansi < 0,05 maka hubungannya antara variabel bebas dengan variabel tergantung dinyatakan linier.
Dari hasil analisa data penelitian dan perhitungan korelasi dengan menggunakan pearson product moment diperoleh korelasi = 0,347 dan P = 0,000 pada level 0,01 dengan hipotesa 1 arah. Hal ini berarti menunjukkan ada hubungan positif yang signifikan antara adversity quotient terhadap kepuasan berwirausaha pada wirausaha wanita. Dimana Semakin tinggi tingkat adversity quotient wirausaha wanita maka semakin rendah juga kepuasan dalam berwirausaha.
Koefisien determinan (r²) yang diperoleh dari hubungan adversity quotient terhadap kepuasan berwirausaha adalah 0,12 (r² = 0,12). hal ini menunjukkan bahwa peranan adversity quotient terhadap kepuasan berwirausaha adalah sebesar 12% sedangkan sisanya di pengaruhi oleh variabel lain.
PEMBAHASAN Hasil ini menunjukkan bahwa
terdapat hubungan positif antara adversity quotient dengan kepuasan berwirausaha
10
yang sangat signifikan. Dimana Semakin
tinggi tingkat adversity quotient wirausaha
wanita maka semakin tinggi pula tingkat
kepuasan dalam berwirausaha dan semakin
rendah tingkat adversity quotient
wirausaha wanita maka semakin rendah
juga kepuasan dalam berwirausaha.
Berdasarkan hasil penelitian, ada
beberapa alasan yang dapat menjelaskan
terdapatnya hubungan positif antara
adversity quotient dengan kepuasan
berwirausaha pada wirausaha wanita yaitu:
Alasan pertama menjelaskan
bahwa konsep dversity quotient terkait
dengan mengubah tantangan dan hambatan
menjadi suatu peluang (Stolz, 2000). Oleh
karena itu, seorang wirausaha yang
mampu mengubah hambatan menjadi
peluang bisnis, tentunya akan memberikan
tingkat imbalan yang potensial. Setiap
imbalan inilah yang nantinya
menghasilkan kepuasan bagi wirausaha
tersebut dalam menjalankan usaha.
Imbalan ini dapat dikelompokkan dalam
tiga kategori dasar yaitu income, leisure
time dan psychological well being
(Longenecker, Carlos, & William, 2001).
Alasan kedua bahwa dari hasil
penelitian Suyatini (2004) menjelaskan
bahwa seorang wirausaha yang memiliki
keberanian mengambil resiko memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap
kepuasan berwirausaha. Sedangkan
menurut Stolz (2000) seorang wirausaha
yang berani mengambil resiko
merupakan seorang yang berani mengubah
kegagalan menjadi suatu peluang
keberhasilan. Oleh karena itu, setiap resiko
yang di ambil wirausaha dibutuhkan
adanya Adversity Quotient sehingga
memberikan
kepuasan
dalam
berwirausaha.
Alasan ketiga bahwa seorang
wirausaha yang memiliki kebutuhan akan
keberhasilan berpengaruh secara positif
terhadap kepuasan berwirausaha (Suyatini,
2004; Schjoedt, 2009; Carree & Verheul,
2011). Dalam mencapai keberhasilan tentu
saja membutuhkan suatu perjuangan dalam
menghadapi tantangan. Oleh karena itu
dibutuhkannya adversity quotient sebagai
modal sukses dalam berwirausaha (Henky
& Ida, 2012). Adversity quotient
merupakan suatu kerangka konseptual
dalam memahami dan meningkatkan
Siti Zahreni, Shoffa Malini: Hubungan Adversity Quotient…
keberhasilan (Stolz,2003). Sehingga
Keberhasilan dalam mengelola usaha akan
memberikan kepuasan tersendiri kepada
seorang wirausaha yang diperoleh dari
adanya adversity quotient dalam
berwirausaha.
Selanjutnya peneliti menyadari
berbagai kekurangan dari penelitian ini.
Penelitian ini merupakan penelitian yang
tidak memperhatikan latar belakang
budaya (asal suku), tingkat pendidikan,
jenis usaha serta lamanya berwirausaha.
Penelitian selanjutnya diharapkan dapat
membedakan
tingkat
kepuasan
berwirausaha dan adversity quotient
berdasarkan latar belakang budaya (asal
suku), tingkat pendidikan, jenis usaha
serta lamanya berwirausaha .
Terakhir, mengingat
bahwa
hasil penelitian hanya memperlihatkan
hubungan Adversity Quotient dan
kepuasan berwirausaha sebesar 12% maka
bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk
memperhatikan variabel lain yang
kemungkinan ikut mempengaruhi
munculnya kepuasan berwirausaha
khususnya pada wirausaha wanita.
DAFTAR RUJUKAN
Andersson, P. 2008. Happiness and
health: Well-being among the
self- employed. The Journal of
Socio-Economics, 37, 213–236.
Beyer, S., & Bowden, E. M. 1997. Gender
differences in self-perceptions:
Convergent evidence from three
measures of accuracy and bias.
Personality and Social Psychology
Bulletin, 2, 157–172.
Blanchflower D.G. & Oswald A.J., 2007.
What makes a young
entrepreneur?. Discussion Paper,
3139, 1-15.
Bonke, J., Deding, M., & Lausten, M.
2009. Time and money: A
simultaneous analysis of men’s
and women’s domain
satisfactions.
Journal
of
Happiness Studies, 10, 113–131.
Carree, M. A., & Verheul, I. 2011.
What makes entrepreneurs
happy?
Determinants of satisfaction among
founders. J Hapiness Stud, 13;
371-387.
Clark, A., Oswald, A., & Warr, P. 1996.
Is job satisfaction U-shaped in
age?.Journal of Occupational and
Organizational Psychology, 69,
57–81.
Cooper, A. C., & Artz, K. W. 1995.
Determinants of satisfaction for
entrepreneurs. Journal of Business
Venturing, 10, 439–457.
Fazriyati, W. 2011. Trend dan tantangan
bisnis kuliner
[Online].
http://female.kompas.com/read/2011/
12/26/14534516/Tren.dan.Tantangan
.Bisnis.Kuliner. Diakses pada tanggal
22 maret 2013.
Feldman, D. C., & Bolino, M. C. 2000.
Career patterns of the self-employed:
career motivations and career
outcomes. Journal of Small Business
Management, 38(3), 53–67.
Gazioglu, S., & Tansel, A. 2006. Job
satisfaction in Britain: Individual and
job related factors. Applied
Economics, 38, 1163–1171.
Haile, A. G. 2009. Workplace job
satisfaction in Britain: Evidence from
linked employer-employee data.
Discussion Paper no.4101, 1-25.
Hasni, N. J. 2011. Entrepreneurial
success
attributes
and
entrepreneurs.
International
conference on business and
economic research (2nd icber
2011) proceeding; 1204-1209.
Henky, & Ida 2012. Modal wirausaha
sukses. Jurnal Penelitian Fakultas
Ekonomi, 1–18
Hurlock, E. 2004. Psikologi
perkembangan suatu pendekatan
sepanjang rentang kehidupan.
Jakarta: Erlangga
Jati, W. 2009. Analisis motivasi wirausaha
perempuan (wirausahatawati) di kota
Malang, Jurnal Humanity, 4(2), 14-
153.
Kihlstrom, R. E., & Laffont, J. J. 1979. A
general equilibrium entrepreneurial
theory of firm formation based on
risk aversion. Journal of Political
Economy, 87, 719–748.
Lambing, P & Kuehl, C.R 2000.
Entrepreneurship (ed). USA:
Pretince Hall. Lundeberg, M. A.,
Fox, P. W., & Puncochar, J.
(1994). Highly confident but
11
Jurnal Ekonom, Vol 17, No 1, Januari 2014
wrong: Gender differences and
similarities in confidence
judgments. Journal of Educational
Psychology, 86, 114–121.
Longnecker, J., Carlos, W., &. William,
J. 2001. Kewirausahaan
manajemen usaha kecil. Terjemahan
Thomson Learning. Jakarta:
Salemba Empat.
Luthans, F. 2006. Perilaku organisasi.
Edisi Sepuluh. ANDI , Yogyakarta.
Meng, L.A. & Liang, T.W. 1996.
Entrepreneurs, entrepreneurship
and entreprising culture. Paris:
Addison wisley publishing
company.
Nasution, A.H., Noer, B.A., & Suef, M.
2001.
Membangun
spirit
entrepreneur muda indonesia.
Jakarta: PT. Alex Komputindo.
Riyanti,
Benedicta
P.D.2003.
kewirausahaan dari sudut
pandang psikologi kepribadian.
Jakarta: Penerbit PT Grasindo.
.2007. Fear of ssucces dan risk
taking pada wirausaha wanita Bali.
Jurnal penelitian psikologi, 2(2),
109 - 26.
Robbin, S.P. 2003. Perilaku organisasi
jilid I. Jakarta: PT. Indeks
Kelompok Gramedia,.
Scarborough, M. & Zimmerer, W. 1992.
Effective
Small
Business
Management, Third Ed. New York:
An amprint of macmillan publishing
co.
Schjoedt,. 2009. Entrepreneural job
characteristic: an examination of
their effect on entrepreneural
satisfaction.
Journal
of
Entrepreneurship Theory and
Practice, 619-642.
Sunarso. 2010. Sikap mental
wirausahawan dalam menghadapi
perkembangan zaman. Jurnal
Ekonomi dan Kewirausahaan,
10(2), 182 – 189.
Spreng, R., MacKenzie. & Olshavsky. 1996, A Re-examination of the determinants of consumer satisfaction. Journal of marketing, 60(3), 15-32.
Suryana. 2006. Kewirausahaan pedoman praktis: Kiat dan proses menuju sukses. Edisi ketiga. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Suryana, Y. & Bayu, K. 2010. Kewirausahaan ; Pendekatan karakteristik wirausahawan sukses. Edisi pertama, Cetakan ke-I. Jakarta: Kencana.
Suryabrata, S. 2000. Metode penelitian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Stolz, G. (2000). Adversity quotient; Mengubah hambatan menjadi peluang. Jakarta: PT Grasindo. . 2003. Adversity quotient@work ; Mengatasi kesulitan di tempat kerja. Batam: Interaksara.
Suyatini, S. 2004. Analisis pengaruh karekteristik wirausahawan terhadap kepuasan berwirausaha dan kepuasan hidup wirausahawan. [Thesis]. Universitas Diponogoro. Semarang.
Tambunan,. 2012. Wanita pengusaha di umkm di Indonesia: Motivasi dan kendala . Policy Discussion Paper Series, 1-19 .
VandenHeuvel, A., & Wooden, M. 1997. Self-employed contractors and job satisfaction. Journal of Small Business Management, 35(3), 11–20.
Wall, T.D., Michie, J., Patterson, M., Wood, S.J., Sheehan, M., Clegg, C.W. & West, M. 2004. On the validity of subjective measures of company performance. Journal of applied research, 57, 95-118.
12